Anda di halaman 1dari 133

SKRIPSI

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KEJADIAN


TEMPER TANTRUM PADA ANAK USIA PRASEKOLAH
(3-5 TAHUN) DI PAUD PELANGI II DESA KEPEL
KEC. KARE KAB. MADIUN

Oleh :
ANDRA FATKUR ROHMAN DWI HANURA
201302003

PRODI S1 KEPERAWATAN
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2017
SKRIPSI

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KEJADIAN


TEMPER TANTRUM PADA ANAK USIA PRASEKOLAH
(3-5 TAHUN) DI PAUD PELANGI II DESA KEPEL
KEC. KARE KAB. MADIUN

Diajukan untuk memenuhi


Salah satu persyaratan dalam mencapai gelar
Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Oleh :
ANDRA FATKUR ROHMAN DWI HANURA
201302003

PRODI S1 KEPERAWATAN
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2017

i
ii
iii
PERSEMBAHAN

Alhamdulillah ku panjatkan puji syukur kepada Tuhan YME atas dukungan


dan doa dari orang – orang tercinta. Akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan
dengan baik dan tepat waktu, oleh Karena itu, dengan rasa bahagia saya
ucapkan rasa syukur dan terimakasih saya kepada:

1. Rasa syukur yang tak terhingga pada Tuhan YME ysng ,eridhoi dan
mengabulkan segala doa, Karena hanya atas izin dan karuniaNyalah
skripsi ini dapat terselesaikan
2. Orang tuaku tercinta yang telah mendidik dan membesarkanku
dengan penuh kasih sayang dan penuh kesabaran. Berkat kalianlah
aku bisa menjadi seperti ini
3. Bapak H.Edy Bachrun S.Km., M.kes dan Ibu Sri Ratna S.kep. Ners.,
M.Kes yang bersedia meluangkan waktu untuk membimbing saya
dengan penuh kesabaran, serta seluruh Dosen Stikes Bhakti Husada
Mulia Madiun. Terimakasih atas semua Ilmu, didikan dan bimbingan
yang telah bapak ibu berikan kepada saya.
4. Sahabat-sahabat ku, Rosyidah K, Ajar G, Ayu Galuh, Sevi, Nuning,
Temy, Dian serta teman – teman yang lain baik kelas A maupun kelas
B Terima kasih untuk semua pengorbanan dan dukungan kalian
selama ini, semua tak akan mungkin aku sampai disini
5. Teman-teman seperjuangan Prodi Keperawatan Angkatan 2013
terimakasih untuk kebersamaannya selama ini…..
Terima kasih yang sebesar – besarnya untuyk semuanya
skripsi ini saya persembahkan untuk kalian semua dan Semoga
Skripsi ini dapat memberikan manfaat untuk pembaca.

“AD ASTRA PER ASPERA”

iv
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Andra Fatkur Rohman Dwi Hanura


Jenis kelamin : Laki – laki
Agama : Islam
Alamt : Jln. Sidongesti Rt. 31/10 Desa Dolopo, Kecamatan
Dolopo, Kabupaten Madiun
E-mail : ardnaderuktaf@gmail.com

Riwayat Pendidikan :
- 2002– 2003 : RA Bunga Bangsa, Dolopo, Madiun
- 2003 – 2008 : SDN Dolopo 01, Dolopo, Madiun
- 2008 – 2010 : SMPN 01 Dolopo, Dolopo, Madiun
- 2010 – 2013 : SMAN 01 Dolopo, Dolopo, Madiun
- 2013 – Sekarang : Prodi S1 Keperawatan STIKES Bhakti
Husada Mulia Madiun

vi
ABSTRAK

Andra Fatkur Rohman Dwi Hanura

HUBUNGAN POLA ASUH ORANGTUA DENGAN KEJADIAN


TEMPER TANTRUM PADA ANAK USIA PRASEKOLAH (3-5 TAHUN)
DI PAUD PELANGI II DESA KEPEL, KECAMATAN KARE,
KABUPATEN MADIUN

132 halaman + 14 tabel + 2 gambar + 14 Lampiran


Temper tantrum adalah episode dari kemarahan yang rata-rata
digambarkan dengan perilaku menangis, berteriak, namun tantrum juga dikatakan
sebagai luapan frustrasi yang ekstrim. Satu hal penting yang mempengaruhi
temper tantrum adalah pola asuh orang tua. Cara orang tua yang mengasuh
anaknya berperan menyebabkan tantrum. orang tua yang terlalu memanjakan anak
sehingga anak mendapatkan apa keinginannya, bisa tantrum ketika permintaannya
ditolak. orang tua yang terlalu mendominasi anak, orang tua yang mengasuh tidak
konsisten, ayah dan ibu yang tidak sependapat bisa membuat anak tantrum
Penelitian ini merupakan jenis penelitian korelasional, dengan desain
cross sectional. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh orangtua anak
prasekolah di PAUD Pelangi II Desa Kepel yang berjumlah 45 orang. Peneliti
menggunakan total sampling sehingga sampel berjumlah 45 orang. Penelititan ini
menggunakan analisis Chi Square untuk menguji hubungan kedua variabel. Jenis
data dari penelitian ini adalah kategorik
Hasil Penelitian menunjukkan korelasi antara Pola Asuh Orangtua dengan
Kejadian Temper Tantrum pada anak usia prasekolah di PAUD Pelangi II Desa
Kepel diperoleh koefisien 𝜒= 15,069 dengan signifikansi atau p= 0,001 <𝛼 =
0,05 artinya bahwa Pola Asuh Orangtua berhubungan dengan Kejadian Temper
Tantrum pada anak usia prasekolah di PAUD Pelangi II. Dengan kekuatan
hubungan sedang r=0,501
Simpulan dari penelitian ini membuktikan bahwa ada hubungan Pola Asuh
Orangtua dengan Kejadian Temper Tantrum pada anak usia prasekolah di PAUD
Pelangi II. Peneliti menyarankan untuk dilakukan edukasi oleh pendidik ke orang
tua tentang pola asuh yang baik serta mengenai temper tantrum pada anak.

Kata kunci : Pola asuh, Temper tantrum, Prasekolah


Kepustakaan : 34 (2002 – 2016)

vii
ABSTRACT

Andra Fatkur Rohman Dwi Hanura

THE RELATIONSHIP BETWEEN PARENT’S PARENTING STYLE WITH


TEMPER TANTRUM ACCIDENTS IN PRESCHOOLED CHILDREN IN
PAUD (EARLY CHILDHOOD EDUCATION SCHOOL) PELANGI II KEPEL
VILLAGE, KARE DISTRICT, MADIUN REGENCY

132 pages, 14 tables, 2 picturres, 14 Enclosures


Temper tantrum was episodes of anger that depicted by the behavior of
crying, shouting, but tantrums are also said to be an outburst of extreme
frustration. One important thing that affects temper tantrums is parental style.
The way parents take care of their children is responsible for causing tantrums.
Parents who spoil the child so much that the child gets what he wants, it can make
tantrum in child when his/her request is rejected. Parents who overly dominate
the child, parents were inconsistent on parenting, disagreeing father and mother
can make a child tantrum
This research was correlational research, with cross sectional design. The
population in this study was all the parents of preschool children in PAUD
Pelangi II Kepel Village, amounting to 45 people. Researchers use total sampling
so that the sample amounted to 45 people. This research used Chi Square analysis
to test the relationship between the two variables. The type of data in this
research was categories
The results showed there was correlation between Parenting style with
temper tantrum accident in preschool children in PAUD Pelangi II Kepel village.
Researcher obtained coefficient 𝜒= 15.069 with significance or p = 0.001 <α =
0.05 which means that parent’s parenting style associated with Temper Tantrum
accidents on Preschool children in PAUD Pelangi II. With the correlation
strength of medium r = 0,501
Conclusions from this study proved that there was a relationship
Parenting Style with Temper Tantrum accident in preschoolers in PAUD Pelangi
II. Researchers suggest educator should educate the parents about good
parenting and about temper tantrums in children.

Keywords : Parenting style, Temper tantrum, Preschool


Bibliography : 34 (2002 – 2016)

viii
DAFTAR ISI
Sampul Dalam ..................................................................................................... i
Lembar Persetujuan ............................................................................................. ii
Lembar Pengesahan ............................................................................................ iii
Persembahan ...................................................................................................... iv
Lembar Pernyataan.............................................................................................. v
Daftar Riwayat Hidup ......................................................................................... vi
Abstrak ................................................................................................................ vii
Abstract .............................................................................................................. viii
Daftar Isi.............................................................................................................. ix
Daftar Tabel ........................................................................................................ xi
Daftar Gambar ..................................................................................................... xii
Daftar Lampiran .................................................................................................. xiii
Daftar Istilah........................................................................................................ xiv
Daftar Singkatan.................................................................................................. xv
Kata Pengantar .................................................................................................... xvi

BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................. 1


1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 6
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................ 6
1.4 manfaat Penelitian ........................................................................... 7
1.5 Keaslian Penelitian.......................................................................... 8
1.6 Perbedaan Penelitian ...................................................................... 10
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 11
2.1 Konsep Pola Asuh Orangtua ........................................................... 11
2.2 Konsep Temper tantrum ................................................................. 20
2.3 Konsep Tumbuh Kembang Anak................................................... 31
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS ........................................... 39
3.1 Kerangka Konsep ............................................................................ 39
3.2 Hipotesis ......................................................................................... 40
BAB4 METODOLOGI PENELITITAN ............................................................ 42
4.1 Desain Penelitian ............................................................................ 42
4.2 Populasi dan Sample ....................................................................... 43
4.3 Teknik Sampling ............................................................................. 43
4.4 Kerangka Kerja ............................................................................... 44
4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ................................. 46
4.6 Instrumen Penelitian ....................................................................... 48
4.7 Lokasi dan Waktu Penelititan ......................................................... 52
4.8 Prosedur Pengumpulan Data ........................................................... 52
4.9 Analisa Data .................................................................................... 54
4.10 Etika Penelititan ............................................................................ 59
BAB 5 PEMBAHASAN ..................................................................................... 61
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................................... 61
5.2 Hasil Penelitian ............................................................................... 61

ix
5.3 Pembahasan..................................................................................... 67
BAB 6 PENUTUP .............................................................................................. 74
6.1 Kesimpulan ..................................................................................... 74
6.2 Saran ............................................................................................... 75

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 76


LAMPIRAN ........................................................................................................ 79

x
DAFTAR TABEL

No Judul Tabel Halaman


Tabel 1.1 Keaslian Penelititan .............................................................. 8
Tabel 4.1 Definisi Operasional Hubungan pola asuh orangtua
dengan kejadian temper tantrum anak prasekolah (usia 3-
5 tahun) ................................................................................. 47
Tabel 4.2 Tabel 2x3 chi square ............................................................. 58
Tabel 4.3 Daftar nilai keeratan hubungan antara variable .................... 59
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi jenis kelamin responden di PAUD
Pelangi 2 Desa Kepel, Kecamatan Kare,Kabupaten
Madiun .................................................................................. 62
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi jenis kelamin responden di PAUD
Pelangi 2, Desa Kepel, Kecamatan Kare,Kabupaten
Madiun .................................................................................. 62
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan
pekerjaan responden dan kepala keluarga di PAUD
Pelangi 2. berada di Desa Kepel, Kecamatan Kare,
Kabupaten Madiun ................................................................ 63
Tabel 5.4 Distribusi frekuensi jenis kelamin responden (Anak) di
PAUD Pelangi 2, Desa Kepel, Kecamatan
Kare,Kabupaten Madiun ....................................................... 63
Tabel 5.5 Distribusi frekuensi berdasarkan usia orangtua di PAUD
Pelangi 2, Desa Kepel, Kecamatan Kare,Kabupaten
Madiun ................................................................................... 64
Tabel 5.6 Distribusi frekuensi berdasarkan usia orangtua di PAUD
Pelangi 2, Desa Kepel, Kecamatan Kare,Kabupaten
Madiun ................................................................................... 64
Tabel 5.7 Distribusi frekuensi jenis kelamin responden (Anak) di
PAUD Pelangi 2, Desa Kepel, Kecamatan
Kare,Kabupaten Madiun ....................................................... 64
Tabel 5.8 Karakteristik Pola asuh orangtua di PAUD Pelangi 2
desa kepel kecamatan kare kabupaten madiun ..................... 65
Tabel 5.9 Karakteristik Temper tantrum anak prasekolah di PAUD
Pelangi 2 desa kepel kecamatan kare kabupaten madiun ..... 66
Tabel 5.10 Tabulasi silang antara pola asuh orangtua dengan
kejadian temper tanrum di PAUD Pelangi 2 di Desa
Kepel, Kecamatan Kare, Kabupaten Madiun ....................... 66

xi
DAFTAR GAMBAR

No Judul Gambar Halaman


Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelititan ................................................ 39
Gambar 4.1 Kerangka Kerja Penelititan ................................................... 45

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Permohonan surat izin pengambilan data awal ........................ 79


Lampiran 2 Permohonan surat izin penelitian ............................................. 80
Lampiran 3 Surat keterangan selesai penelititan.......................................... 81
Lampiran 4 Surat izin permohonan menjadi responden .............................. 82
Lampiran 5 Inform Consent ........................................................................ 83
Lampiran 6 Kisi – kisi kuesioner ................................................................. 84
Lampiran 7 Kuesioner .................................................................................. 85
Lampiran 8 Tabulasi data ............................................................................ 92
Lampiran 9 Validitas dan Reliabilitas .......................................................... 96
Lampiran 10 Analis data ............................................................................... 99
Lampiran 11 Lembar Revisi ......................................................................... 105
Lampiran 12 Jadwal Penelitian ..................................................................... 111
Lampiran 13 Lembar Konsultasi ................................................................... 112
Lampiran 14 Dokumentasi Penelitian ........................................................... 114

xiii
DAFTAR ISTILAH

Babysitter : Pengasuh
Crying : Menangis
Hitting : Memukul
Holding the breath : Menahan Nafas
Inform Consent : Pemberitahuan mengenai kemungkinan konsekuensi
manfaat dan kerugian sebelum tindakan tertentu
Kicking : Menendang
Screaming : Menjerit
Toddler : Balita
Whinning : Merajuk/rewel
Reward : Hadiah atau penghargan

xiv
DAFTAR SINGKATAN

IDAI : Ikatan Dokter Anak Indonesia


PSQ : Parenting Style Questionare
RISKESDAS : Riset Kesehatan Dasar
SPSS : Statistical Package for the Social Sciences
WHO : World Health Organization
PAUD : Pendidikan Anak Usia Dini

xv
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas terselesaikan skripsi
penelititan ini. Di dalam skripsi penelititan ini membahas tentang hasil laporan
penelititan “Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Kejadian Temper Tantrum
Pada Anak Usia Prasekolah (3–5 Tahun) di PAUD Pelangi II Desa Kepel, Kec.
Kare, Kab. Madiun”, skripsi ini disususn sebagai salah satu syarat dalam
menyelesaikan Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Bhakti Husada Mulia Madiun.
Penyajian skripsi ini dibuat ringkas tetapi berisi, sehingga dapat digunakan
sebagai bahan penambah ilmu kita mengenai teknologi keperawatan. Penulis
menyadari dengan sepenuh hati bahwa dalam rangka kegiatan penyusunan
skripsi ini tidak akan terlaksana sebagaimana yang diharapkan tanpa adanya
bantuan dari berbagai pihak yang telah memberikan banyak bimbingan, arahan,
motivasi kepada penulis. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Zaenal Abidin, S.KM, M.Kes (Epid) sebagai Ketua STIKES Bhakti Husada
Mulia Madiun.
2. Mega Arianti Putri S.Kep.,Ns.M.Kep, selaku Kaprodi S1 Keperawatan Stikes
Bhakti Husada Mulia Madiun yang telah memberikan kesempatan dan
fasilitas untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi
Ilmu Keperawatan.
3. H. Edy Bachrun, S.KM.,M.Kes, Selaku Pembimbing I yang telah
meluangkan banyak waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan
bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.
4. Sri Ratna Koesoemawati, S.Kep.,Ns M.Kes selaku Pembimbing II yang
dengan kesabaran dan ketelitian membimbing sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan dengan baik.
5. Kepala PAUD II Pelangi yang telah memberikan izin untuk pengambilan
data serta kegiatan penelititan
6. Semua teman – teman yang telah membantu saya

xvi
7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas bantuan
dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga Allah SWT memberikan imbalan atas budi baik serta ketulusan
yang telah mereka berikan selama ini pada penulis. Penulis menyadari dalam
menyelesaikan skripsi ini masih ada kekurangan sehingga diharapkan adanya
kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penelitian ini.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan kita
semua.

Madiun, Juli 2017

Penyusun

xvii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Temper tantrum adalah episode dari kemarahan yang rata-rata

digambarkan dengan perilaku menangis, berteriak, namun tantrum juga

dikatakan sebagai luapan frustrasi yang ekstrim, yang tampak seperti

kehilangan kendali seperti dicirikan oleh perilaku gerakan tubuh yang

kasar atau agresif seperti membuang barang, berguling di lantai,

membenturkan kepala, dan menghentakkan kaki ke lantai. Pada anak yang

lebih kecil (lebih muda) biasanya sampai muntah, bahkan nafas sesak

karena terlalu banyak menangis dan berteriak. Dalam kasus tertentu, ada

pula anak yang sampai menendang atau memukul orang tua atau orang

dewasa lainnya misalnya pada babysitter (Tandry, 2010).

Akibat yang ditimbulkan dari temper tantrum ini cukup berbahaya,

anak yang melampiaskan kekesalannya dengan cara berguling-guling

dilantai yang keras, membenturkan kepala, membanting, menendang,

memukul dapat menyebabkan anak menjadi cedera (Wong, 2015).

Prevalensi cedera pada anak usia prasekolah di Indonesia sebesar 8,2%

Sedangkan di Provinsi Jawa Timur prevalensi cedera anak prasekolah

sebesar 10,7%, dan pada Kabupaten Madiun sebesar 9,1%. (Riskedas,

2013). Selain itu menurut Wong (2015) anak prasekolah cenderung

mengalami temper tantrum karena kecenderungan untuk autonomy

1
dan penguasaan tidak diperhatikan oleh orang dewasa atau karena

rendahnya ketrampilan motorik dan kognitif. Menurut Ikatan Dokter Anak

Indonesia (IDAI, 2013) di Indonesia Sekitar 5 hingga 10% anak

diperkirakan mengalami keterlambatan perkembangan. Data angka

kejadian keterlambatan perkembangan umum belum diketahui dengan

pasti, namun diperkirakan sekitar 1-3% anak di bawah usia 5 tahun

mengalami keterlambatan perkembangan umum. Perkembangan ini

mencakup aspek kognitif, motorik kasar dan halus, bahasa, sosial. (IDAI,

2013)

Di Indonesia populasi anak prasekolah sebesar 23,979,000 anak

(WHO, 2017). Dariyo (2007) mengatakan jika temper tantrum merupakan

kondisi yang normal terjadi pada anak-anak berumur 1-3 tahun, apabila

tidak ditangani dengan tepat dapat bertambah sampai umur 5-6 tahun.

Tantrum yang tidak diatasi dapat membahayakan fisik anak, selain itu

anak tidak akan bisa mengendalikan emosinya atau anak akan kehilangan

kontrol dan akan lebih agresif. Hal ini akan mengakibatkan anak tidak bisa

menghadapi lingkungan luar, tidak bisa beradaptasi, tidak bisa mengatasi

masalah, tidak bisa mengambil keputusan dan anak tidak akan tumbuh

dewasa, karena melewati tantrum akan membuat anak tumbuh dewasa

(Dariyo, 2007)

Penelitian yang dilakukan di Chicago 50-80% temper tantrum ini

terjadi pada usia 2-3 tahun terjadi seminggu sekali, dan 20% terjadi hampir

setiap hari, dan 3 atau lebih temper tantrum terjadi selama kurang lebih 15

2
menit (Tiffany, 2012). Penelitian lain di Northwestern Feinberg

berdasarkan survei dari hampir 1.500 orang tua, studi ini menemukan

bahwa 84% dari anak-anak usia 2-5 tahun meluapkan frustasinya dengan

mengamuk dalam satu bulan terakhir, dan 8,6% diantaranya memiliki

tantrum sehari-hari yang justru jika itu terjadi setiap hari merupakan tidak

normal (Wakschlag, 2012). Sedangkan di Indonesia, balita yang biasanya

mengalami temper tantrum dalam waktu satu tahun, 23 sampai 83 persen

dari anak usia 2 hingga 4 tahun pernah mengalami temper tantrum

(Psikologizone, 2012). Hasil penelitian Esti,(2015) yang dilakukan di

jember menyatakan ibu yang meninggalkan anaknya atau bekerja terdapat

17 anak yang beresiko temper tantrum (73,9%) dan 6 anak (26,1%) tidak

beresiko temper tantrum. Penelititan tersebut menunjukan bahwa anak

yang kurang mendapat perhatian atau kurang asuhan memiliki temper

tantrum yang tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Subhan (2013) Pada

Toddlers di Tk Dewi Kunti Surabaya menunjukan bahwa sebanyak 65,8%

memiliki temper tantrum yang dapat dikendalikan dan 34,2% mengalami

temper tantrum yang tidak bisa dikendalikan, sebanyak 73,3% memiliki

pola asuh yang cenderung demokratif , sedangkan pola asuh otoriter

sebanyak 26,3%. Data survei pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti

pada tanggal 03 Februari 2017 di PAUD Pelangi II Desa kepel, Kecamatan

Kare, Kabupaten Madiun terdapat 45 murid PAUD, berdasarkan hasil dari

wawancara dari tenaga pendidik terdapat 10 (22%) anak yang memiliki

tindakan Temper tantrum,seperti berguling -guling, memukul, menjerit,

3
dan menangis saat di sekolah. Dan menurut orangtua hampir semuanya

mengatakan pernah mendapati tindakan - tindakan temper tantrum pada

anakanya.

Beberapa faktor penyebab tantrum adalah terhalangnya keinginan

untuk mendapatkan sesuatu, ketidakmampuan anak mengungkapkan diri,

lelah, kurang tidur, pola asuh orangtua (Hasan, 2011). Satu hal penting

yang mempengaruhi temper tantrum adalah pola asuh orang tua

(Maryana, 2014). Cara orang tua yang mengasuh anaknya berperan

menyebabkan tantrum misalnya, orang tua yang terlalu memanjakan anak

sehingga anak mendapatkan apa keinginannya, bisa tantrum ketika

permintaannya ditolak, orang tua yang terlalu mendominasi anak, orang

tua yang mengasuh tidak konsisten, ayah dan ibu yang tidak sependapat

(Hasan, 2011).

Anak yang melampiaskan amarahnya dapat menyakiti dirinya

sendiri, menyakiti orang lain atau merusak benda yang ada disekitarnya.

Jika benda-benda yang ada disekitar anak merupakan benda keras maka

akan sangat berbahaya karena anak dapat tersakiti dan mengalami cedera

akibat dari tindakan tantrumnya. Anak yang mengalami tantrum ini

sebenarnya digunakan untuk mencari perhatian sehingga orangtua sebisa

mungkin untuk menjauhkan anak dari perhatian umum ketika mengalami

tantrum dan sekaligus menjauhkan anak dari benda-benda yang berbahaya

agar anak tidak mengalami cedera. Tantrum yang tidak diatasi dapat

membahayakan fisik anak, selain itu anak tidak akan bisa mengendalikan

4
emosinya atau anak akan kehilangan kontrol dan akan lebih agresif.

(Dariyo, 2007).

Perubahan perilaku tidak akan menjadi masalah bagi orang tua

apabila anak tidak menunjukkan tanda penyimpangan. Akan tetapi, apabila

anak telah menunjukkan tanda yang mengarah ke hal negatif akan

membuat cemas bagi sebagian orang tua. Penyimpangan perilaku pada

anak tersebut dapat terjadi karena pemilihan bentuk pola asuh yang kurang

tepat. Proses pengasuhan anak bagi orang tua bukan hanya mampu

mengkomunikasikan fakta, gagasan, dan pengetahuan saja, melainkan

membantu menumbuh kembangkan kepribadian anak (Riyanto dalam

Fitriyati, 2013).Bentuk-bentuk pola asuh orang tua sangat erat

hubungannya dengan kepribadian anak setelah menjadi dewasa. Mengasuh

anak merupakan situasi yang interaktif, orang tua dan anak adalah individu

yang tidak mudah untuk di kategorikan, namun seiring berjalannya waktu

biasanya satu gaya pengasuhan yang menonjol dan bertahan. (Meggitt,

2012).

Upaya yang bisa dilakukan bagi perawat adalah melakukan edukasi

dan promosi kesehatan tentang temper tantrum, mengedukasi orang tua

tentang bahaya jika salah penangananya perawat atau petugas kesehatan

lainya memberikan edukasi tentang penanganan temper tantrum yang

benar. Dan mengedukasi agar tantrum tidak sampai ke komplikasi seperti

cedera.

5
Berdasarkan latar belakang diaatas peneliti tertarik untuk

mengambil penelititan tentang kejadian temper tantrum di PAUD Pelangi

II Desa Kepel, Kecamatan Kare , Kabupaten Madiun.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas dapat maka dapat dirumuskan pertanyaan

penelitian “Apakah ada Hubungan Pola Asuh Orangtua dengan kejadian

Temper tantrum pada Anak Usia Prasekolah (3-5 tahun) di PAUD Pelangi

II Desa Kepel, Kecamatan, Kare, Kabupaten Madiun”.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum :

Penelititan ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pola asuh

orang tua dengan kejadian temper tantrum pada anak usia prasekolah (3-5

tahun) di PAUD Pelangi II Desa Kepel, Kecamatan, Kare, Kabupaten

Madiun.

1.3.2. Tujuan Khusus :

1. Mengidentifikasi pola asuh orangtua pada anak usia prasekolah (3-5

tahun) di PAUD Pelangi II Desa Kepel, Kecamatan, Kare, Kabupaten

Madiun.

2. Mengidentifikasi kejadian temper tantrum pada anak usia prasekolah

(3-5 tahun) di PAUD Pelangi II Desa Kepel, Kecamatan, Kare,

Kabupaten Madiun.

6
3. Menganalisis hubungan pola asuh orang tua dengan kejadian temper

tantrum pada anak usia prasekolah (3-5 tahun) di PAUD Pelangi II

Desa Kepel, Kecamatan, Kare, Kabupaten Madiun.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Orang Tua

Memberikan informasi untuk memberikan pola asuh yang tepat sehingga

perkembangan temperamen anak khususnya anak usia prasekolah menjadi

lebih baik.

1.4.2 Bagi Pendidikan Keperawatan

Digunakan sebagai pengembangan ilmu khususnya bidang ilmu

keperawatan anak terkait dengan hubungan pola asuh orang tua dengan

temper tantrum anak usia prasekolah.

1.4.3 Bagi Perawat

Memberikan informasi kepada perawat khususnya bidang keperawatan

anak mengenai pola asuh yang baik dan mengenai temper tantrum anak.

1.4.4 Bagi Guru

Memberikan informasi kepada perawat khususnya bidang keperawatan

anak mengenai pola asuh yang baik dan mengenai temper tantrum anak.

1.4.5 Bagi Peneliti Berikutnya

Sebagai sumber informasi dan literature bagi peneliti yang sejenis terkait

dengan pola asuh orang tua dengan temper tantrum anak.

7
1.4.6 Bagi Masyarakat

Sebagai sumber informasi bagi masyarakat tentang temper tantrum pada

anak, sehingga menambah pengetahuan masyarakat akan perkembangan

anak.

1.5 Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Keaslian penelititan hubungan pola asuh orang tua dengan
kejadian temper tantrum pada anak usia prasekolah usia 3-5
tahun di PAUD Pelangi II.

No Judul Variabel Metode Hasil


1 Hubungan Pola Asuh orang Crosssectional Berdasarkan
Pola Asuh tua hasil uji
Orangtua (Independen) Pearson
dengan Temper tantrum Product
Temper pada anak autis Moment untuk
tantrum pada (Dependen) hubungan
anak autis di antara pola
SLB AGCA asuh otoriter
Center dengan temper
Surakarta tantrum anak
(Rizal Dwi Autis di SLB
Yuliandika,2 Agca Center
016) Surakarta
diperoleh nilai
rhitung =
0,806 dengan
p= 0,016.
Hasil
perhitungan
menunjukkan
bahwa p <
0,05 maka H0
ditolak,
artinya
terdapat
hubungan
antara pola
asuh orang tua
otoriterdengan
temper

8
tantrum anak
Autis di SLB
Agca Center
Surakarta.
2 Perbedaan Resiko Temper Crosssectional Hasil
Resiko tantrum anak Penelitian
Temper Usia Prasekolah Ada 17 anak
tantrum anak (Independen) yang beresiko
Usia Ibu Bekerja dan temper
Prasekolah Tidak Bekerja tantrum
antara Ibu (Dependen) (73,9%). Dan
Bekerja dan 6 anak tidak
Tidak beresiko
Bekerja Di Temper
RA MAN 2 tantrum. Hasil
Kelurahan statistik
Gebang, menggunakan
Jember (esti mann whitney
Lusiana, menunjukan
2015) nilai p value =
0,019 dengan
Alpha < 0,05
3 Hubungan Pola Crosssectional Berdasarkan
pola komunikasi hasil analis
komunikasi (Independen) data didapati
dengan temper tantrum sebagian besar
kejadian pada anak usia responden
temper pra sekolah memiliki anak
tantrum pada (Dependen) dengan
anak usia pra kejadian
sekolah di tk temper
islamic tantrum
center kategori tinggi
manado sebanyak 16
(Rosa Maria responden
Suwarni et (53,3%) dan
al, 2017) 14 responden
(46,7%)
memiliki anak
dengan
kejadian
temper
tantrum
kategori
rendah
Berdasarkan

9
hasil uji
statistik
didapati p
value (0,000)
< α (0,05)
artinya ada
hubungan
antara pola
komunikasi
orang tua
dengan
kejadian
temper
tantrum

1.6 Perbedaan Penelitian

Perbedaan dari ketiga penelitian diatas yaitu perbedaan lokasi atau

tempat penelitian, perbedaan variabel independen dan Dependen. Pada

penelitian ini variabel independen adalah pola asuh orang tua dan variabel

dependen adalah temper tantrum pada anak usia prasekolah, tempat

penelititan akan dilakukan di Desa Kepel, Kecamatan Kare, Madiun.

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah chi square 2x3.

10
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pola Asuh Orangtua

Orangtua adalah sosok teladan yang akan diidentifikasi dan

diinternalisasi menjadi peran dan sikap oleh anak, maka salah satu tugas

utama orangtua adalah mendidik keturunannya, dengan kata lain dalam

relasi antara anak dan orangtua itu secara kodrati tercakup unsur

pendidikan pengembangan kepribadian anak dan mendewasakannya.

Karena itu orangtua merupakan pendidik paling pertama dan paling utama

bagi anak-anaknya (Kartono, 2007). Menurut Undang-Undang No. 23

tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang dimaksud dengan orang tua

adalah ayah dan/atau ibu kandung atau ayah dan/ibu tiriatau ayah dan/atau

ibu angkat sehingga dapat disimpulkan orang tua adalah seseorang yang

telah melahirkan dan mempunyai tanggung jawab terhadap anak-anak baik

anak sendiri maupun anak yang diperoleh melalui jalan adopsi.

Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu pola dan asuh. Menurut Kamus

Besar Bahasa Indonesia (2008) bahwa “pola adalah model, sistem, atau

cara kerja”, Asuh adalah “menjaga, merawat, mendidik, membimbing,

membantu, melatih, dan sebagainya” Kamus Besar Bahasa Indonesia

(2008). Casmini (dalam Palupi, 2007) menyebutkan bahwa: Pola asuh

sendiri memiliki definisi bagaimana orang tua memperlakukan anak,

mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak dalam

11
mencapai proses kedewasaan, hingga kepada upaya pembentukan norma-

norma yang diharapkan oleh masyarakat pada umumnya. Berdasarkan

uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pola asuh adalah suatu

proses interaksi total orang tua dan anak, yang meliputi kegiatan seperti

memelihara, memberi makan, melindungi, dan mengarahkan tingkah laku

anak selama masa perkembanganserta memberi pengaruh terhadap

perkembangan kepribadian anak dan terkait dengan kondisi psikologis

bagaimana cara orang tua mengkomunikasikan afeksi (perasaan) dan

norma-norma yang berlaku di masyarakat agar anak dapat hidup selaras

dengan lingkungan.

2.1.1 Macam-macam Pola Asuh

1. Pola Asuh Otoriter

Baumrind (dalam Santrock, 2013) menjelaskan bahwa pengasuhan

yang otoriter (authorian parenting) ialah suatu gaya membatasi dan

menghukum yang menuntut anak untuk mengikuti perintah-perintah orang

tua dan menghormati pekerjaan dan usaha. Orangtua menuntut anak

mengikuti perintahnya, sering memukul anak, memaksakan aturan tanpa

penjelasan, dan menunjukkan amarah. Orang tua yang otoriter menetapkan

batas-batas yang tegas dan tidak memberi peluang yang besar kepada

anak-anak untuk berbicara atau bermusyawarah. Menurut Hurlock (2010),

peraturan yang keras untuk memaksa perilaku yang diinginkan menandai

semua jenis pola asuh yang otoriter. Tekniknya mencakup hukuman yang

berat bila terjadi kegagalan memenuhi standard dan sedikit, atau sama

12
sekali tidak adanya persetujuan, pujian atau tandatanda penghargaan

lainnya bila anak memenuhi standar yang diharapkan.Orang tua tidak

mendorong anak untuk dengan mandiri mengambil keputusan-keputusan

yang berhubungan dengan tindakan mereka. Sebaliknya, mereka hanya

mengatakan apa yang harus dilakukan. Jadi anak-anak kehilangan

kesempatan untuk belajar bagaimana mengendalikan perilaku mereka

sendiri. Dengan cara otoriter, ditambah dengan sikap keras, menghukum

dan mengancam akan menjadikan anak “patuh” di hadapan orang tua,

tetapi di belakangnya ia akan menentang atau melawan karena anak

merasa “dipaksa”. Reaksi menentang bisa ditampilkan dalam tingkahlaku-

tingkahlaku yang melanggar norma-norma lingkungan rumah, sekolah,

dan pergaulan (Gunarsa, 2008). Efek pengasuhan ini, antara lain anak

mengalami inkompetensi sosial, sering merasa tidak bahagia, kemampuan

komunikasi lemah, tidak memiliki inisiatif melakukan sesuatu, dan

kemungkinan berperilaku agresif (Soetjiningsih, 2012). Anak dari orang

tua yang otoriter sering kali tidak bahagia, ketakutan, minder ketika

membandingkan diri dengan orang lain, tidak mampu memulai aktivitas,

dan memliki kemampuan komunikasi yang lemah, serta sering berperilaku

agresif (Santrock, 2013).

2. Pengasuhan Permisif

Baumrind (dalam Santrock, 2013) menjelaskan bahwa pengasuhan

yang permisif ialah suatu gaya dimana orang tua sangat tidak terlibat

dalam kehidupan anak. Anak mengembangkan perasaan bahwa aspek-

13
aspek lain kehidupan orangtua lebih penting daripada diri mereka.

Biasanya pola asuh permisif tidak membimbing anak ke pola perilaku

yang disetujui secara sosial dan tidak menggunakan hukuman. Orang tua

membiarkan anak-anak meraba-raba dalam situasi yang terlalu sulit untuk

ditanggulangi oleh mereka sendiri tanpa bimbingan atau pengendalian.

Anak sering tidak diberi batas-batas atau kendali yang mengatur apa saja

yang boleh dilakukan. Mereka diijinkan untuk mengambil keputusan

sendiri dan berbuat sekehendak mereka sendiri (Hurlock, 2010). Menurut

Gunarsa (2008), karena harus menentukan sendiri, maka perkembangan

kepribadian anak menjadi tidak terarah. Pada anak tumbuh egosentrisme

yang terlalu kuat dan kaku, dan mudah menimbulkan kesulitan - kesulitan

jika harus menghadapi larangan-larangan yang ada dalam masyarakat.

Efek pengasuhan ini anak akan memiliki kendali diri yang buruk,

inkopetensi sosial, tidak mandiri, harga diri rendah, tidak dewasa, rasa

terasing dari keluarga, serta pada saat remaja akan suka membolos dan

nakal (Soetjiningsih, 2012). Anak dari orang tua yang permisif akan

memiliki harga diri yang rendah, tidak dewasa, kesulitan belajar

menghormati orang lain, kesulitan mengendalikan perilakunya, egosentris,

tidak menuruti aturan, dan kesulitan dalam berhubungan dengan teman

sebaya (Santrock, 2013).

3. Pengasuhan Demokratis

Baumrind (dalam Santrock, 2013) menjelaskan bahwa pola asuh

demokratis mendorong anak-anak agar mandiri tetapi masih menetapkan

14
batas-batas dan pengendalian atas tindakan-tindakan mereka. Musyawarah

verbal yang ekstensif dimungkinkan dan orang tua memperlihatkan

kehangatan serta kasih sayang kepada anak. Pengasuhan yang otoritatif

diasosiasikan dengan kompetensi sosial anak. Menurut Hurlock (2010)

metode demokratis menggunakan penjelasan, diskusi dan penalaran untuk

membantu anak mengerti mengapa perilaku tertentu diharapkan. Metode

ini lebih menekankan aspek edukatif dari disiplin dari pada aspek

hukumannya. Pada pola asuh ini menggunakan hukuman dan penghargaan,

dengan penekanan yang lebih besar pada penghargaan. Hukuman tidak

pernah keras dan biasanya tidak berbentuk hukuman badan. Hukuman

hanya digunakan bila terdapat bukti bahwa anak-anak secara sadar

menolak melakukan apa yang diharapkan dari mereka. Bila perilaku anak

memenuhi standar yang diharapkan, orang tua yang demokratis akan

menghargainya dengan pujian atau persetujuan orang lain. Dengan cara

demokratis ini pada anak akan tumbuh rasa tanggungjawab untuk

memperlihatkan sesuatu tingkahlaku dan selanjutnya memupuk rasa

percaya dirinya. Anak akan mampu bertindak sesuai norma dan

menyesuaikan diri dengan lingkungannya (Gunarsa, 2008). Efek

pengasuhan demokratis, yaitu anak mempunyai kompetensi sosial percaya

diri, dan bertanggung jawab secara sosial. Juga tampak ceria, bisa

mengendalikan diri dan mandiri, berorientasi pada prestasi,

mempertahankan hubungan ramah dengan teman sebaya, mampu bekerja

sama dengan orang dewasa, dan mampu mengatasi stres dengan baik

15
(Soetjiningsih, 2012). Anak dari orang tua yang demokratis ceria, bisa

mengendalikan diri dan mandiri, dan berorientasi pada prestasi, mereka

cenderung untuk mempertahankan hubungan yang ramah dengan teman

sebaya, bekerja sama dengan orang dewasa dan bisa mengatasi stres

dengan baik (Santrock, 2013).

2.1.2 Faktor-faktor Pola Asuh

Dalam memberlakukan pola asuh di lingkungan keluarga, orangtua

dipengaruhi oleh beberapa hal. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi

pola asuh orang tua terhadap anak menurut Hurlock (2010) adalah:

1. Kesamaan dengan disiplin yang digunakan orang tua. Jika orang tua

merea memberikan pola asuh yang baik maka akan mereka tetapkan

juga pada anak mereka, namun sebaliknya jika kurang sesuai maka

akan digunakan cara yang berlawanan.

2. Penyesuaian dengan cara yang disetujui kelompok. Semua orang tua

lebih dipengaruhi oleh apa yang oleh anggota kelompok mereka

dianggap sebagai cara “terbaik”, daripada oleh pendirian mereka

sendiri mengenai apa yang terbaik.

3. Usia orang tua. Orang tua yang lebih muda cenderung demokratis dan

permisif dibandingkan dengan mereka yang tua. Mereka cenderung

mengurangi kendali ketika anak beranjak remaja.

4. Pendidikan untuk menjadi orang tua. Orang tua yang belajar cara

mengasuh anak dan mengerti kebutuhan anak akan lebih

16
menggunakan pola asuh yang demokratis daripada orang tua yang

tidak mengerti.

5. Jenis kelamin. Wanita pada umumnya lebih mengerti anak dan

kebutuhannya dibanding pria, dan mereka cenderung kurang otoriter.

Hal ini berlaku untuk orang tua maupun pengasuh lainnya.

6. Status sosial ekonomi. Orang tua dari kalangan menengah kebawah

akan lebih otoriter dan memaksa daripada mereka yang dari menengah

ke atas. Semakin tinggi pendidikan pola asuh yang digunakan semakin

cenderung demokratis.

7. Konsep mengenai peran orang dewasa. Orang tua yang

mempertahankan konsep tradisional mengenai peran orang tua,

cenderung lebih otoriter dibandingkan orang tua yang telah menganut

konsep modern.

8. Jenis kelamin anak. Orang tua pada umumnya akan lebih protektif

terhadap anak perempuan daripada terhadap anak laki-lakinya

9. Usia anak. Pola asuh otoriter digunakan untuk anak kecil, karena

anak-anak tidak mengerti penjelasan sehingga mereka memusatkan

perhatian pada pengendalian otoriter.

10. Situasi. Ketakutan dan kecemasan biasanya tidak diganjar hukuman,

sedangkan sikap menantang, negativisme, dan agresi kemungkinan

lebih mendorong pengendalian yang otoriter.

17
2.1.3 Aspek-aspek Pola asuh Orangtua

Dalam menerapkan pola asuh terdapat unsur-unsur penting yang

dapat mempengaruhi pembentukan pola asuh pada anak. Hurlock (2010)

mengemukakan bahwa pola asuh orang tua memiliki aspek-aspek berikut

ini:

1. Peraturan, tujuannya adalah untuk membekali anak dengan pedoman

perilaku yang disetujui dalam situasi tertentu. Hal ini berfungsi untuk

mendidik anak bersikap lebih bermoral. Karena peraturan memiliki

nilai pendidikan mana yang baik serta mana yang tidak, peraturan juga

akan membantu mengekang perilaku yang tidak diinginkan. Peraturan

haruslah mudah dimengerti, diingat dan dapat diterima oleh anak sesuai

dengan fungsi peraturan itu sendiri.

2. Hukuman, yang merupakan sanksi pelanggaran. Hukuman memiliki

tiga peran penting dalam perkembangan moral anak. Pertama, hukuman

menghalangi pengulangan tindakan yang tidak diinginkan oleh

masyarakat. Kedua, hukuman sebagai pendidikan, karena sebelum anak

tahu tentang peraturan mereka dapat belajar bahwa tindakan mereka

benar atau salah, dan tindakan yang salah akan memperoleh hukuman.

Ketiga, hukuman sebagai motivasi untuk menghindari perilaku yang

tidak diterima oleh msayarakat.

3. Penghargaan, bentuk penghargaan yang diberikan tidaklah harus yang

berupa benda atau materi, namun dapat berupa kata-kata, pujian,

senyuman, ciuman. Biasanya hadiah diberikan setelah anak

18
melaksanakan hal yang terpuji. Fungsi penghargaan meliputi

penghargaan mempunyai nilai yang mendidik, motivasi untuk

mengulang perilaku yang disetujui secara sosial sertamemperkuat

perilaku yang disetujui secara sosial, dan tiadanya penghargaan

melemahkan keinginan untuk mengulang perilaku itu.

4. Konsistensi, berarti kestabilan atau keseragaman. Sehingga anak tidak

bingung tentang apa yang diharapkan pada mereka. Fungsi konsistensi

adalah mempunyai nilai didik yang besar sehingga dapat memacu

proses belajar, memiliki motivasi yang kuat dan mempertinggi

penghargaan terhadap peraturan dan orang yang berkuasa. Oleh karena

itu kita harus konsisten dalam menetapkan semua aspek disiplin agar

nilai yang kita miliki tidak hilang.

2.1.4 Alat Ukur Pola Asuh

Kuesioner Parenting Style Questionaire (PSQ) Merupakan alat

ukur untuk menilai pola asuh orang tua. Alat ukur ini dibuat oleh Robinson

C et al (1995). Terbagi atas 3 bagian yaitu Demokratif, Otoriter, Permisif..

Yang kemudian oleh peneliti dimodifikasi menjadi kategori baik dan tidak

baik, untuk skoring menggunakan skor Mean T, jika skor kurang dari T

mean maka pola asuh tidak baik, lebih dari skor T pola asuh yang baik

19
2.2 Konsep Temper tantrum

2.2.1 Pengertian Temper tantrum

Temper tantrum adalah indikasi ketidakmapuan anak mengontrol

emosi, anak prasekolah cenderung mengeluarkan tantrum, karena ada

keinginan untuk menguasai dan autonomi tidak diperhatikan oleh orang

dewasa atau kekurangan akan keahliaan kognitif dan motorik. (Wong,

2015). Temper tantrum umumnya muncul ketika anak sakit, lapar,

frustrasi, atau lelah. Beberapa anak menggunakan temper tantrum untuk

mendapatkan perhatian orangtua, untuk mendapatkan keinginan anak

tersebut, atau untuk menghindari sesuatu yang mereka tidak inginkan

(Daniels, Mandleco dalam Wong, 2015). Potegal et al dalam Wong (2015)

menganalisis temper tantrum dan proses tingkah laku marah dan stress.

Kemarahan akan meningkatkan temper tantrum dengan cepat, dan akan

membuat anak memulai temper tantrum. Tiga per empat dari temper

tantrum berlangsung selama 5 menit atau kurang. Temper tantrum, umum

selama masa anak-anak dan mewakili perilaku perkembangan normal.

Walaupun begitu temper tantrum dapat menjadi masalah yang serius.

Temper tantrum dapat muncul melewati umur diatas 5 tahun, yang

periodenyan berlangsung selama 15 menit, atau muncul lebih dari 5 kali

per hari dikategorikan abnormal dan mungkin menjadi masalah yang

serius (Daniels et al, 2012 dalam Wong,2015) Temper tantrum adalah

salah satu dari sekian banyak kelainan pada kebiasaan-kebiasaan anak,

sebagai suatu usaha untuk memaksakan kehendaknya pada orang tua, yang

20
biasanya tampak dalam bentuk menjerit-jerit, berteriak dan menangis

sekeras-kerasnya, berguling-guling di lantai dan sebagainya (Kartono,

200). Temper tantrum merupakan luapan emosi yang meledak-ledak dan

tidak terkontrol. Kejadian ini seringkali muncul pada anak usia 15 bulan

sampai 5 tahun. Tantrum terjadi pada anak yang aktif dengan energi yang

melimpah (Hasan, 2011). Menurut Hurlock (2010) temper tantrum adalah

ledakan amarah yang kuat, ketakutan yang hebat dan iri hati yang tidak

masuk akal. Hal ini tampak mencolok pada anak-anak usia 2,5 sampai 3,5

dan 5,5 sampai 6,5 tahun. Ledakan amarah mencapai puncaknya antara

usia dua dan empat tahun, setelah itu amarah berlangsung tidak terlampau

lama. Temper tantrum merupakan gangguan tingkah laku yang terjadi pada

anak usia tiga sampai tujuh tahun, gangguan ini ditandai dengan adanya

suatu pola tingkah laku dissosial, agresif atau menentang yang berulang

dan menetap. Temper tantrum merupakan suatu ledakan emosi yang kuat

sekali, disertai rasa marah, serangan agresif, menangis, menjerit-jerit,

menghentak-hentakkan kedua kaki dan tangan pada lantai atau tanah

(Chaplin, 2009).

2.2.2 Penyebab Temper tantrum

Temper tantrum sering terjadi karena anak merasa frustasi dengan

keadaannya, sedangkan ia tidak mampu mengungkapkan perasaannya

dengan kata-kata atau ekspresi yang diinginkannya (Hasan, 2011).Menurut

Salkind (2002), temper tantrum terjadi pada anak yang pemalu, penakut,

dan sering cemas terhadap orang asing. Keterlambatan dalam

21
perkembangan bahasa, gangguan pendengaran, gangguan system syaraf

pusat dapat menyebabkan temper tantrum. Lingkungan anak akan

mempengaruhi intensitas dan frekuensi tantrum. Pada anak usia 2-3 tahun,

tantrum terjadi karena anak usia tersebut biasanya sudah mulai mengerti

banyak hal dari yang didengar, dilihat maupun dialaminya, tetapi

kemampuan bahasa atau berbicaranya masih sangat terbatas (Hasan,

2011). Berikut adalah beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya

temper tantrum menurut Hasan (2011);

1. Terhalangnya keinginan untuk mendapatkan sesuatu

2. Ketidakmampuan anak mengungkapkan diri

3. Tidak terpenuhinya kebutuhan;

4. Pola asuh orang tua.

5. Anak merasa lelah, lapar atau dalam keadaan sakit yang dapat

menyebabkan anak menjadi rewel

6. Anak sedang stress dan merasa tidak aman.

Menurut Setiawani (2000), beberapa penyebab temper tantrum

adalah;

1. Masalah keluarga, keluarga yang tidak harmonis akan membuat anak

kehilangan kehangatan keluarga, yang dapat mengganggu kestabilan

jiwa anak;

2. Anak yang dimanja akan membuat anak dapat memanfaatkan orang

tuanya;

22
3. Anak yang kurang tidur, kelelahan, memiliki tubuh dan keadaan fisik

yang lemah akan membuatnya cepat marah.

4. Masalah kesehatan, ketika anak mengalami kurang enak badan, ada

masalah kesehatan atau tubuh cacat, semua yang mempengaruhi

kekuatan pengendalian dirinya, atau hal yang tidak sesuai dengan

dirinya, akan mudah membuat anak marah

5. Masalah makanan, beberapa makanan dapat membuat anak peka atau

alergi yang membuat anak menjadi kehilangan kekuatan untuk

mengendalikan diri, seperti makanan yang mengandung zat pewarna

atau pengawet, dan coklat

6. Kekecewaan, saat anak menyadari keterbatasan kemampuan dirinya

dalam menyatakan keinginannya dan tidak dapat melakukan sesuatu

hal, membuat anak mudah marah;

7. Meniru orang dewasa, ketika melihat ada orang dewasa yang tidak

dapat menyelesaikan atau menghadapi kesulitan, lalu marah-marah,

ditambah di rumah orang tua dan di sekolah guru juga mudah marah,

akan membuat anak meniru mereka menjadi anak yang mudah marah.

Menurut Hurlock (2010) Faktor yang menimbulkan temper tantrum

antara lain ;

1. Rintangan terhadap gerak yang diinginkan anak, baik rintangan itu

berasal dari orang lain atau dari ketidakmampuan diri sendiri

2. Rintangan terhadap aktivitas yang sudah mulain berjalan

23
3. Rintangan terhadap keinginan, rencana, dan niat yang ingin dilakukan

anak.

Maka dapat disimpulkan faktor penyebab anak mengalami temper

tantrum antara lain:

1. Faktor fisiologis, yaitu lelah, lapar atau sakit;

2. Faktor psikologis, antara lain anak mengalami kegagalan, dan

orangtua yang terlalu menuntut anak sesuai harapan orangtua

3. Faktor orangtua, yakni pola asuh

4. Faktor lingkungan, yaitu lingkungan keluarga dan lingkungan luar

rumah

2.2.3 Ciri Temper tantrum

Menurut Hasan (2011) tantrum terjadi pada anak yang aktif dengan

energi yang berlimpah. Tantrum juga lebih mudah terjadi pada anak-anak

yang dianggap lebih sulit, dengan ciri-ciri sebagai berikut:

1. Memiliki kebiasaan tidur, makan, dan buang air besar tidak teratur

2. Sulit menyukai situasi, makanan, dan orang-orang baru

3. Lambat beradaptasi terhadap perubahan

4. Suasana hati lebih sering negative

5. Mudah terprovokasi, gampang merasa marah, dan kesal

6. Sulit dialihkan perhatiannya.

2.2.4 Perilaku Temper tantrum Menurut Tingkatan Usia

Tantrum termanifestasi dalam berbagai perilaku. Perilaku tantrum

dibawah usia 3 tahun yaitu menangis dengan keras, menendang segala

24
sesuatu yang ada di dekatnya, menjerit-jerit, menggigit, memukul,

memekik-mekik, melengkungkan punggung, melemparkan badan ke

lantai, memukul-mukulkan tangan, menahan nafas, membentur-benturkan

kepala, dan melempar-lempar barang. Tantrum yang normal terjadi pada

usia :

1. Perilaku tantrum usia 3-4 tahun yaitu perilaku-perilaku menghentak-

hentakkan kaki, berteriak-teriak, meninju, membanting pintu,

mengkritik dan merengek.

2. Usia 5 tahun ke atas yaitu perilaku-perilaku, memaki, menyumpah,

memukul kakak/ adik atau temannya, mengkritik diri sendiri,

memecahkan barang dengan sengaja, dan mengancam (Hasan, 2011).

Dapat disimpulkan bahwa bentuk-bentuk perilaku temper tantrum

adalah sebagai berikut: menangis dengan keras, menendang segala sesuatu

yang ada di dekatnya, memukul benda, dirinya sendiri, maupun orang lain,

membenturbenturkan kepala, melempar-lempar dan merusak barang,

menghentak-hentakkan kaki, berteriak- teriak dan menjerit, membanting

pintu, merengek, mengancam dan memaki. Menurut Wong (2015)

tindakan temper tantrum dapat menimbulkan cedera.

2.2.5 Perkembangan Tantrum

Tantrum biasanya mulai muncul pada usia 2-3 tahun ketika anak

mulai membentuk rasa percaya diri (Fetsch dan Jacobson, 2007) karena

anak pada usia ini berada pada tahap otonomi vs shame and doubt (Erikson

dalam Papalia, 2012). Anak usia ini ingin menunjukan otonominya

25
sehingga merasa bisa melakukan segala sesuatu, padahal tidak. Emosi

mereka berkembang lebih pesat daripada kemampuan pengendalaiannya.

Tantrum disebabkan marah, depresi, kesedihan yang mendalam , dan stres

yang tidak dapat dikendalikan (Borba, 2009). Menurut Borba (2009)

perkembangan tingkah laku tantrum pada anak adalah sebagai berikut:

1. Anak usia 2-3 tahun . anak pada usia ini 80% menunjukan tingkah laku

tantrum, dan 20% anak tantrum 2 kali atau lebih dalam sehari.

2. Anak usia prasekolah (3-5 tahun). Anak usia prasekolah 20%

diantaranya melakukan tantrum yang rendah dan anak diatas usia 4

tahun hanya 11% yang menunjukan tingkah laku tantrum sedang - berat

3. Anak usia sekolah (6-8 tahun). Anak usia ini seharusnya tidak

menunjukan tingkah laku tantrum, seandainya ada persentasenya sangat

kecil. Tantrum pada anak usia sekolah ditunjukan dengan perilaku

impulsive, membangkang, mudah frustasi, dan mudah “meledak” jika

sedang marah. Tingkah laku tantrum ini muncul jika anak mengalami

trauma, diatur orangtua dengan sangat ketat atau Karena perubahan

lingkungan yang tajam Karena pindah rumah atau perceraian.

4. Tantrum pada usia remaja dan dewasa. Beberapa orang remaja dan

dewasa juga dapat menunjukan tingkah laku tantrum. Tingkah laku

tantrum pada remaja dan orang dewasa ditunjukan dengan mengamuk

ketika keinginanya tidak dapat dipenuhi. Tingkah laku ini yang masih

menetap hingga usia dewasa memerlukan pertolongan ahli.

26
Penelitian Borba di atas menunjukan bahwa semakin tinggi usia,

tingkah laku tantrum semakin menurun. Tingkah laku tantrum diawali

dengan merajuk (whinning), menangis (crying), menjerit (screaming),

memukul (hitting), menendang (kicking), menarik baju/rambut orangtua,

dan berguling-guling di lantai. Beberapa anak juga menahan nafas

(holding the breath) ketika tantrum (Fetsch dan Jacobson, 2007). Tingkah

laku tantrum perlu diwaspadai oleh orangtua jika :

1) Frekuensi dan intensitas meningkat

2) Mengancam keselamatan anak dan oranglain

3) Tidak sesuai dengan tahap perkembanganya (tingkah laku temper

tantrum seharusnyan mulai menurun pada usia 4 tahun)

4) Tantrum yang disebabkan oleh emosi yang tersembunyi misalnya

kejadian traumatis atau anak mengalamai stres berkepanjangan.

5) Tantrum yang disebabkan oleh kondisi fisik, misalnya kelainan sistem

syaraf

2.2.6 Faktor yang Mempengaruhi Temper tantrum

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya temper

tantrum, diantaranya adalah (Zaviera, 2008) :

1. Terhalangnya keinginan anak mendapatkan sesuatu Anak jika

menginginkan sesuatu harus selalu terpenuhi, apabila tidak tidak

berhasil terpenuhinya keinginan tersebut maka anak sangat

dimungkinkan untuk memakai cara tantrum guna menekan orangtua

agar mendapatkan apa yang ia inginkan (Zaviera, 2008).

27
2. Ketidakmampuan anak mengungkapkan diri Anak-anak mempunyai

keterbatasan bahasa, pada saatnya dirinya ingin mengungkapkan

sesuatu tapi tidak bisa, dan orangtua pun tidak dapat memahami maka

hal ini dapat memicu anak menjadi frustasi dan terungkap dalam

bentuk tantrum (Zaviera, 2008).

3. Tidak terpenuhinya kebutuhan Anak yang aktif membutuhkan ruang

dan waktu yang cukup untuk selalu bergerak dan tidak bisa diam

dalam waktu yang lama. Apabila suatu saat anak tersebut harus

menempuh perjalanan panjang dengan mobil, maka anak tersebut

akan merasa stress. Salah satu contoh pelepasan stresnya adalah

tantrum (Zaviera, 2008).

4. Pola asuh orangtua Cara orangtua mengasuh anak juga berperan untuk

menyebabkan tantrum. Anak yang terlalu dimanjakan dan selalu

mendapat apa yang ia inginkan, bisa tantrum ketika suatu kali

permintaannya ditolak. Anak yang terlalu dimanjakan dan selalu

mendapatkan apa yang diinginkan, bisa tantrum ketika suatu kali

permintaannya ditolak. Bagi anak yang terlalu dan didominasi oleh

orantuanya, sekali waktu anak bisa jadi bereaksi menentang dominasi

orangtua dengan perilaku tantrum. Orangtua yang mengasuh anak

secara tidak konsisten juga bisa menyebabkan anak tantrum (Zaviera,

2008). Pola asuh orangtua dalam hal ini sebenarnya lebih pada

bagaimana orangtua dapat memberikan contoh atau teladan kepada

anak dalam setiap bertingkah laku karena anak akan selalu meniru

28
setiap tingkah laku orangtua. Jika anak melihat orangtua meluapkan

kemarahan atau meneriakkan rasa frustasi karena hal kecil, maka anak

akan kesulitan untuk mengendalikan diri. Seorang anak perlu melihat

bahwa orang dewasa dapat mengatasi frustasi dan kekecewaan tanpa

harus lepas kendali, dengan demikian anak dapat belajar untuk

mengendalikan diri. Orangtua jangan menghadapkan anak dapat

menunjukkan sikap yang tenang jika selalu memberikan contoh yang

buruk.

5. Anak merasa lelah, lapar atau dalam keadaan sakit Kondisi sakit, lelah

serta lapar dapat menyebabkan anak menjadi rewel. Anak yang tidak

pandai mengungkapkan apa yang dirasakan maka kecenderungan

yang timbul adalah rewel, menangis serta bertindak agresif (Zaviera,

2008).

6. Anak sedang stress dan merasa tidak aman Anak yang merasa

terancam, tidak nyaman dan stress apalagi bila tidak dapat

memecahkan permasalahannya sendiri ditambah lagi lingkungan

sekitar yang tidak mendukung menjadi pemicu anak menjadi temper

tantrum (Zaviera, 2008).

2.2.7 Cara Mengatasi Temper tantrum

Pendekatan terbaik untuk menghilangkan perilaku temper tantrum

adalah dengan mengacuhkannya, selama perilaku tersebut tidak

menciderai anak, seperti membenturkan kepala di lantai secara kasar.

Namun orangtua harus tetap berada di dekatnya. Ketika kemarahan telah

29
hilang, anak perlu sedikit kontrol dan aman. Pada saat itu mainan atau

aktivitas kesukaan dapat menggantikan permintaan yang tidak terpenuhi

(Wong, 2008). Menurut Wiyani (2014) pada saat anak berusia 2-5 tahun

orang tua diuji untuk menangani rasa marah yang berlebihan pada anak.

Beberapa penanganan yang dapat dilakukan dalam menghadapi anak

dengan temper tantrum adalah :

1. Mencoba mengerti dan memahami jenis tantrum yang terjadi pada

saat anak marah besar. Jika anak menunjukkan manipulative tantrum,

orang tua akan hendaknya mengabaikan perilaku anak pada saat itu,

tidak melihat kearah anak, mencoba bersikap tenang dan tetap

melakukan pekerjaan. Tetapi jika anak menunjukkan verbal frustration

orangtua sebaiknya jangan membiarkan atau mengacuhkan anak

tersebut, bantulah anak tersebut untuk memecahkan masalahnya. Jika

anak tersebut tidak dapat memecahkan masalahnya beri dia motivasi

untuk mengungkapkan dengan bahasanya sendiri, orangtua sebaiknya

mengartikan keinginan anak dengan kata-kata yang lembut.

2. Mencatat hal-hal yang mengakibatkan anak berperilaku temper

tantrum Orang tua harus memahami penyebab yang terjadi yang

terjadi pada anak, mungkin anak merasa lapar, lelah, sehingga harus

berhati-hati.

3. Mengendalikan diri Orang tua dalam menghadapi perilaku tantrum

jangan sampai lepas kontrol, karena tingkah laku anak akan menjadi-

jadi. Mengendalikan diri dan tidak enggan untuk meminta maaf pada

30
anak dapat membuat emosi anak terkendali, memberikan pengertian

kepada anak bahwa iya boleh marah tetapi dengan cara yang baik serta

berilah pujian pada saat anak tidak marah dan mengamuk lagi.

4. Jangan berargumentasi atau mencoba menjelaskan tindakan Anak

yang berada dalam periode tantrum yang tinggi tidak dapat mengerti

atau mendengar apa yang dikatakan orang tua.

5. Tidak memberikan penghargaan terhadap perilaku tantrum

Menceritakan perilaku tantrum anak kepada orang lain dengan

senyuman dan tertawa atau mengabulkan permintaannya saat tantrum

terjadi dengan maksud untuk menghentikannya tidak boleh dilakukan.

6. Hindari penggunaan obat Jangan membiasakan menggunakan obat

untuk menghentikan tantrum, ajari anak untuk biasakan

mengendalikan emosinyadan berusaha menjelaskan keinginannya

melalui kata-kata.

7. Mengusap wajah anak dengan menggunakan air Anak yang sedang

marah disimbolkan dengan api, dan api hanya bias padam dengan

menggunakan air, air dapat membantu meredakan kemarahan.

2.3 Konsep Tumbuh Kembang Anak

International Save the Children Alliance (2005) mendefinisikan

anak adalah manusia yang berusia dibawah 18 tahun. Anak merupakan

individu yang unik dan bukan orang dewasa mini yang masih bergantung

pada keluarga dan linkunganya yang dapat memfasilitasi untuk memenuhi

kebutuhan dasarnya dan dalam belajar mandiri (Supartini, 2010).Anak

31
merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan

perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak

merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai daari bayi

hingga remaja. Masa anak merupakan masa pertumbuhan dan

perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun) usia toddler (1-2,5

tahun), pra sekolah (2,5-5 tahun), usia sekolah (5-11 tahun) hingga remaja

(11-18 tahun). Rentang ini berbeda antara anak satu dengan yang lain

memngingat latar belakang anak yang berbeda. Pada anak terdapat rentang

perubahan pertumbuhan dan perkembangan yaitu rentang cepat dan

lambat. Dalam proses perkembanganya anak memiliki ciri fisik, kognitif,

konsep diri, pola koping dari perilaku sosial (Hidayat, 2008) .

Pertumbuhan merupakan peningkatan fisiologis dari jumlah ukuran

sel atau deferensial (Potts & Mandleco, 2007). Perkembangan adalah

perubahan dan perluasan secara bertahap dari kapasitas seseorang melalui

pertumbuhan, maturasi serta pembelajaran. Matursi merupakan

peningkatan kompetensi dan kemampuan adaptasi, sedangkan diferensiasi

adalah proses modifikasi sel dan struktur awal

Sistematik untuk mencapai sifat fisik dan kimiawi yang spesifik.

Pertumbuahan bisa diukur dengan ukuran berat (gram, kilogram) dan

ukuran panjang (centimeter/cm, meter/m), sedangkan perkembangan

adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang

lebih kompleks dari seluruh bagian tubuh sehingga masing – masing dapat

memenuhi fungsinya termasuk juga perkembangan emosi , intelektual dan

32
tingkah laku sebagai hasil berinteraksi dengan lingkunganya (Wong et al,

2010)

Tumbuh kembang sebagai satu kesatuan mencerminkan berbagai

perubahan yang terjadi selama hidup seseorang. Seluruh perubahan

tersebut merupakan proses dinamis yang menekankan beberapa dimensi

yang saling berkaitan dan bersifat kontinyu dan tidak satupun proses

terjadi terpisash dari yang lain. Tubuh anak menjadi lebih besar dan

kompleks dan kepribadian juga berkembang secara bersamaan, sehingga

pertumbuhan dianggap sebagai perubahn kuantitatif dan perkembangan

sebagai perubahan kualitatif (Wong et al, 2010)

2.3.1 Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan

Faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang antara lain genetik,

faktor neuro endokrin, nutrisi, penyakit, hubungan interpersonal, tingkat

sosial ekonomi, pengaruh lingkungan, stress anak, mekanisme koping dan

pengaruh media massa (Hockenberry & Wilson, 2009). Genetik

menetukan sifat bawaan anak dari keturunan. Kemampuan anak

merupakan ciri-ciri khas yang diturunkan dari orang tuanya. Beberapa

hubungan fungsional diyakini ada diantara hipotalamus dan sistem

endokrin yang mempengaruhi pertumbuhan. Nutrisi mempunyai pengaruh

paling penting pada pertumbuhan. Selama periode pertumbuhan pranatal

yang cepat, nutrisi buruk dapat mempengaruhi perkembangan dari waktu

implantasi ovom sampai kelahira. Banyak penyakit kronik yang dikaitakan

dengan dengan berbagai tingkat kegagalan pertumbuhan seperti, anomali

33
jantung kongenital dan gangguan pernafasan seperti sitik fibrosis (Wong et

al., 2010).Faktor lingkungan berfungsi sebagai penyedia kebutuhan dasar

anak untuk tumbuh kembang sejak dalam kandungan sampai dewasa.

Lingkungan yang baik akan menunjang tumbuh kembang anak. Hubungan

dengan orang terdekat memeainkan peran penting dalam perkembangan,

terutama dalam perkembangan emosi, intelektual dan keperibadian.

Individu yang berpengaruh dalam perkembangan anak adalah orangtua

dan pengasuh, dan untuk pemenuhan kebutuhan dasar anak memerlukan

yaitu; makanan, kehangatan, kenyamanan, dan kasih sayang. Tingkat

sosial ekonomi keluarga mempunyai dampak yang signifikan pada

pertumbuhna dan perkembangan , hal ini dimungkinkan karena tingkat

kesehatan dna pemberian nutrisi yang kurang baik pada tingkat sosial

ekonomi rendh, serta sumber makanan bergizi sulit didapat dan

ketidakteraturan dalam makan dan tidur dan latihan fisik. Bahaya dari

lingkungan yang sering ditemui diantaranya cedera fisik. Bahan berbahaya

yang berpotensi beresiko dalam kesehatan anak adalah bahan kimia,

radiasi, air dan udara yang tercemar polusi, makanan yang terkontaminasi

zat-zat yang berbahaya, bahan timbal dan asbes. Pada mainan dan kaleng

makanan dan minuman anak. Media cetak dan elektronik mempunyai

pengaruh yang besar pada perkembangan anak. Seperti buku bacaan, film,

internet, dan televisi yang menggambarkan tentang kekerasan, pornografi

dan kriminal (Hockenberry & Wilson, 2009) Ada beberapa karakteristik

34
pertumbuhan dan perkembangan psiko-fisik anak menurut Kartini Kartono

(2007), yaitu :

1. Umur 1-6 tahun : kecakapan moral berkembang, aktivitas dan ruang

gerak mulai aktif, permainan bersifat individu, sudah mengerti ruang

dan waktu, bersifat spontan dan ingin tahu, warna mempunyai

pengaruh terhadap anak, suka mendengarkan dongeng.

2. Umur 6-8 tahun : koordinasi psikomotorik semakin berkembang,

permainan sifatnya berkelompok, tidak terlalu tergantung pada orang

tua, kontak dengan lingkungan luar semakin matang, menyadari

kehadiran alam disekelilingnya, bentuk lebih berpengaruh daripada

warna, rasa tanggung jawab mulai tumbuh, puncak kesenangan

bermain adalah pada umur 8 tahun.

3. Umur 8-12 tahun : koordinasi psiko motorik semakin baik, permainan

berkelompok, teratur, disiplin, kegiatan bermain merupakan kegiatan

setelah belajar, menunjukkan minat pada hal-hal tertentu, sifat ingin

tahu, coba-coba, menyelidiki, aktif, dapat memisahkan persepsi

dengan tindakan yang menggunakan logika, dapat memahami

peraturan.

2.3.2 Perkembangan Anak Usia Prasekolah

Pencapaian perkembangan anak selama periode pra sekolah yaitu

usia 3 sampai 5 tahun merupakan kombinasi dari perkembangan biologi,

psikologi, kognitif, spiritual dan sosial (Hockenberry & Wilson, 2009).

35
2.3.2.1 Perkembangan Fisik

Perkembangan fisik anak usia pra sekolah dimulai dari usia 3

tahun, 4 tahun dan 5 tahun. Pertumbuhan tinggi badan dengan rata -rata

6,75 cm samapai 7,5 cm per tahun dan umumnya terjadi pada

perpanjangan tungkai kaki. Pada usia 3 tahun adalah 95 cm, pada usia 4

tahun 103 cmdan pada usia 5 tahun adalah 110 cm (Wong, 2008).

Pertambahan berat badan rata-rata pertahun adalah 2,25 kg dan

pertambahan panjang badan anak rata-rata 5-7,5 cm setiap tahun (James

&Ashwill, 2007).

2.3.2.2 Perkembangan Psikososial

Tugas psikososial usia prasekolah pada tahap inisiatif melawan rasa

bersalah. Anak sedang dalam stadium belajar energik, mereka bermain dan

hidup sepenuhnya serta merasakan rasa pencapaian dan kepuasan yanag

sebenarnya dalam aktivitas mereka. Konflik timbul ketika anak melampaui

batas kemampuan mereka dan mengalami rasa bersalah karena berperilaku

tidak benar. Perasaan bersalah, cemas dan takut diakibatkan oleh pikiran

yang berbeda dengan perilaku yang diharapkan (Mandleco, 2004).

2.3.2.3 Perkembangan Kognitif

Berfokus pada kesiapan untuk sekolah dan mengikuti pelajaran

sekolah. proses berfikir pada periode ini sangat penting dalam mencapai

kesiapan tersebut. Teori kognitif piaget meliputi periode yang khusus

untuk anak usia 3 sampai 5 tahun. Fase praoperasional meliputi anak usia

2 sampai 7 tahun dan dibagi menjadi 2 tahap yaitu anak usia 2 – 4 tahun

36
sebagai fase prakonseptal dan anak usia 4-7 tahun sebagai fase pikiran

intuitif (Wong, 2008). Karakteristik perkembangan kognitif anak pra

sekolah menurut James (2007) adalah pola berfikir egosentris, animisme,

irreversibel, berfikir magis dan sentralisasi.

2.3.2.4 Perkembangan Moral

Ada dua orientasi perkembangan moral pada anak usia pra sekolah.

Pertama orientasi hukuman dan kepatuhan untuk anak usia 2 sampai 4

tahun, mereka menilai apakah suatu tindakan baik atau buruk bergantung

dari apakah hasilnya berupa hukuman atau penghargaan. Anak

mempelajari baik dan buruk dari aturan yang ditetapkan oleh orang tua

mereka. Kedua orientasi instrumental naif untuk anak 4 sampai 7 tahun,

segala tindakan ditujukan kearah pemuasan kebutuhan mereka dan

jarangditujukan pada kebutuhan orang lain. (Mandleco dalam Hockenberry

& Wilson, 2009)

2.3.2.5 Perkembangan Spiritual

Pemahaman anak usia prasekolah mengenai spiritualitas

dipengaruhi oleh tingkat kognitif, pengetahuan tentang keyakinan, dan

agama yang dipelajari dari keyakinan orang tuanya. Pada usia ini anak

mempelajari kebenaran dari kesalahan. Perilaku benar dilakukan untuk

menghindari hukuman. Anak mempercayai konsep tuhan sebagai sesuatu

yang bisa digambarkan secara fisik. Berdasarkan perkembangan rasa

bersalah anak sering mempunyai persepsi yang kurang tepat mengenai

suatu penyakit dianggap sebagai hukuman. Pengalaman keikutsertaan

37
dalam kegiatan keagamaan dapat membantu koping anak dalam

menghadapi penyakit dan hospitalisasi (Hockenberry & Wilson, 2009).

2.3.2.6 Perkembangan Sosial

Anak prasekolah dapat berhubungan dengan orang-orang tidak

dikenal dengan mudah dan mentoleransi perpisahan singkat dari

orangtuanya dengan sedikit atau tanpa proses. Namun anak prasekolah

masih membutuhkan perlindungan dari orangtua, bimbingan dan

persetujuan ketika memasuki masa prasekolah. Kemampuan bahasa

mereka juga jauh lebih komplek dari anak toddler. Anak prasekolah juga

jauh lebih mampu bersosialisasi dan mengemukan keinginan mereka akan

kemandirian dan melakukanya secara mandiri karena perkembangan fisik

dan kognitifnya semakin meningkat. Berbagai permainan adalah khas pada

periode ini terutama permainan asosiatif atau permainan kelompok dengan

aktivitas yang sama atau identik tetapi tanpa organisasi atau peraturan

yang kaku (Wong et al, 2008).

38
BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

Kerangka konsep membahas ketergantungan antar variabel atau visualisasi

hubungan yang berkaitan atau dianggap perlu antara satu konsep dengan konsep

lainnya atau variabel satu dengan variabel lainnya untuk melengkapi dinamika

situasi atau hal yang sedang atau akan diteliti (Notoatmodjo, 2010, Hidayat,

2007). Kerangka Konsep merupakan model konseptual yang berkaitan dengan

bagaimana seorang peneliti menyusun teori atau menghubungkan secara logis

beberapa faktor yang dianggap penting untuk masalah.

3.1 Kerangka Konsep

Faktor – faktor yang mempengaruhi


temper tantrum :

1. Faktor fisiologis, yaitu lelah,


lapar atau sakit
2. Faktor psikologis, antara lain
anak mengalami kegagalan
3. Faktor lingkungan, yaitu
lingkungan keluarga dan
lingkungan luar rumah
4. Faktor orangtua, yakni pola
asuh :
a. Pola asuh Demokratis Temper tantrum
b. Pola asuh otoriter
c. Pola asuh permisif

Faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua :

1. Usia orang tua 3. Sosial-Ekonomi 5.Situasi 7.Disiplin


2. Pendidikan orangutan 4. Jenis kelamin 6. Jenis kelamin anak 8. Usia Anak

39
Keterangan

: Tidak diteliti

: Diteliti

: Terpengaruh

Gambar 3.1 Kerangka konseptual penelitiaan hubungan pola asuh orangtua


dengan kejadian temper tantrum anak usia prasekolah (3-5 tahun)

Pada kerangka konsep diatas dapat dijelaskan bahwa factor-faktor

temper tantrum antara lain :

1. Faktor fisiologis, yaitu lelah, lapar atau sakit

2. Faktor psikologis, antara lain anak mengalami kegagalan

3. Faktor lingkungan, yaitu lingkungan keluarga dan lingkungan luar

rumah

4. Faktor orangtua, yakni pola asuh orangtua

Pada kerangka konsep tersebut yang diteliti adalah pola asuh

orangtua, Proses pengasuhan anak bagi orang tua bukan hanya mampu

mengkomunikasikan fakta, gagasan, dan pengetahuan saja, melainkan

membantu menumbuh kembangkan kepribadian anak. (Riyanto dalam

Fitriyati, 2013). Bentuk-bentuk pola asuh orangtua sangat erat

hubungannya dengan kepribadian anak dan emosi ini termasuk dalam

menangani tantrum

3.2 Hipotesis

Hipotesis adalah sebuah pernyataan tentan sesuatu yang diduga

atau hubungan yang diharapkan antara dua variabel atau lebihyang dapat

40
diuji secara empiris. Hipotesis atau dugaan (bukti) sementara diperlukan

untuk memandu jalan pikiran ke arah tujuan yang dicapai (Notoatmodjo,

2010). Hipotesis pada penelian ini ada hubungan antara pola asuh orang

tua dengan temper tantrum pada anak prasekolah usia 3-6 tahun

𝐻1 : Ada hubungan antara pola asuh orang tua dengtan temper tantrum

pada anak usia prasekolah

𝐻0 : Tidak ada hubungan antara pola asuh orangtua dengtan temper

tantrum pada anak usia prasekolah

41
BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian merupakan cara yang digunaan oleh peneliti dalam

mengumpulkan data penelitianya. Cara penelitian meliputi desain penelitian,

kerangka kerja, populasi, sampel, teknik sampling, klasifikasi variabel, definisi

operasional, teknik pengumpulan data, pengolahan data, penyajian data, etika

penelitian dan keterbatasan penelitian. (Arikunto, 2010)

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian adalah metode yang digunakan peneliti untuk

menentukan arah penelitian berdasarkan tujuan dan hipotesis. Desain

penelitian yang digunakan adalah Jenis penelitian yang akan digunakan

untuk meneliti hubungan pola asuh dengan temper tantrum pada anak usia

prasekolah adalah penelitian kuantitatif. Penelitian dengan menggunakan

pendekatan kuantitatif menekankan analisisnya pada data-data numerikal

(angka) yang diolah dengan metode statistika (Azwar, 2010). Desain

penelitian yang akan digunakan adalah desain deskriptif analitik dengan

jenis penelitian korelasional dengan pendekatan cross-sectional. Penelitian

korelasional yaitu penelitian yang bertujuan untuk menyelidiki sejauh

mana variasi pada suatu variable berkaitan dengan variasi pada satu atau

lebih variable lain, berdasarkan koefisien korelasional (Azwar, 2010).

Penelitian korelasional bisa memperoleh informasi mengenai taraf

42
hubungan yang terjadi, yaitu hubungan antara pola asuh dengan temper

tantrum pada anak prasekolah (3-5 tahun).

4.2 Populasi dan Sampel

4.2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan suatu variabel menyangkut masalah

yang diteliti berupa orang, kejadian perilaku atau sesuatulain yang akan

dilakukan peneliti (Nursalam, 2013). Populasi dalam penelitian ini adalah

semua Orangtua dan anak usia prasekolah (3-5 Tahun) yang berada di

PAUD Pelangi II yang berjumlah 45 anak

4.2.2 Sampel

Sampel merupakan bagian populasi yang terjangkau yang dapat

dipergunakansebagai subjek penelitian melalui sampling (Nursalam,

2013). Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah orangtua anak

usia prasekolah (3-5 Tahun).

4.3 Tekhnik Sampling

Sampling adalah proses yang menyeleksi porsi dari populasi untuk

dapat mewakili populasi. Tekhnik sampling merupakan cara-cara yang

ditempuh dalam pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang

benar-benar sesuai dengan subjek penelitian (Sastroasmoro dan Ismail,

1995 dalam Nursalam, 2013). Pengambilan sample dilakukan dengan total

sampling yaitu Menurut Sugiyono (2011) sampel jenuh yaitu tekhnik

penentuan sampel dengan cara mengambil seluruh anggota populasi

43
sebagai responden atau sampel. Jadi sampel dalam penelitian ini adalah

seluruh Orangtua anak usia prasekolah (3-5tahun) di PAUD Pelangi II

Desa Kepel, kare, Madiun yang berjumlah 45 anak

4.4 Kerangka Kerja Penelitian

Kerangka kerja merupakan bagian kerja terhadap rancangan

kegiatan penelitian yang akan dilakukan, meliputi siapa yang akan diteliti

(subyek penelitian), variabel yang akan diteliti dan variabel yang

mempengaruhi dalam penelititan. (Hidayat, 2007)

44
Populasi :

Anak usia pra sekolah di PAUD Pelangi II Desa kepel, Kare, Madiun
sebesar 45 anak usia 3 – 5 tahun

Sampel :

Seluruh anak usia pra sekolah di PAUD Pelangi II Desa kepel, Kare,
Kab. Madiun

Sampling : Total Sampling

Desain Penelititan :
Korelasi dengan Pendekatan Cross Sectional

Pengumpulan Data :

Menilai Pola asuh orang tua dan


temper tantrum

Kuesioner Pola asuh orangtua Kuesioner Temper tantrum pada


anak usia prasekolah

Pengolahan Data :
Editing, coding, scoring, dan
tabulating

Analisis :Chi Square tabel 2x3

Hasil dan Kesimpulan

Pelaporan

Gambar 4.1 Kerangka kerja penelitian Hubungan pola asuh orangtua dengan
kejadian temper tantrum anak prasekolah di PAUD pelangi II (3-5
tahun)

45
4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

4.5.1 Variabel Penelitian

Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai

beda terhadap sesuatu (benda, manusia dan lain-lain) (Soeparto, Putra &

Haryanto dalam Nursalam, 2013). Variable dalam penelititan ini adalah

Independent variable dan Dependent Variable.

1. Independent Variable adalah variabel yang mempengaruhi atau nilainya

menetukan variabel lain. Suatu kegiatan stimulus yang dimanipulasi

oleh peneliti, menciptakan suatu dampak pada variabel terikat.

Independent Variable biasanya memanipulasi, diamati, diukur untuk

pengaruhnya terhadap variabel lain (Nursalam, 2013). Independent

Variable dalam penelitian ini adalah Pola asuh orangtua.

2. Dependent Variable adalah variabel yang dipengaruhi nilainya

ditentukan oleh variabel lain. Variabel respon akan muncul sebagai

akibat dari memanipulasi variable-variabel lain. Dalam ilmu perilaku,

Dependent Variable ad lah aspek tingkah laku yang diamati dari suatu

organisme yang dikenai stimulus (Nursalam, 2013). Dalam penelitian

ini variabel dependent adalah temper tantrum usia prasekolah.

46
4.5.2 Definisi Operasional

Tabel 4.1 Definisi Operasional Hubungan pola asuh orangtua dengan


kejadian temper tantrum anak prasekolah (3-5tahun) di PAUD
Pelangi II

Definisi Skor
Variabel Parameter Alat Ukur Skala Data
Operasional Kriteria
Independent Pola asuh a.Pola asuh Jawaban
Variable : adalah suatu Demokratis Kuesioner Nominal “tidak
Pola asuh proses interaksi b. Pola asuh pernah”diberi
orangtua total orang tua otoriter skor 1,
dan anak, c. Pola asuh Jawaban
mengarahkan permisif “Jarang”
tingkah laku diberi skor 2,
anak selama Jawaban
masa “sering diberi
perkembangan skor 3,
serta memberi Jawaban
pengaruh “Sangat
terhadap sering” diberi
perkembangan skor 4
kepribadian Untuk kriteria
anak dan terkait dengan :
dengan kondisi T skor < T
psikologis mean : Tidak
Baik
T skor ≥ T
mean : Baik
Dependent Temper merajuk Kuesioner Ordinal Favorable:
Variable Tantrum adalah (whinning), Jawaban
Temper indikasi menangis “tidak
tantrum ketidakmampua (crying), pernah”diberi
pada anak n anak menjerit skor 1,
usia mengontrol (screaming), Jawaban
prasekolah emosi, anak memukul “Jarang”
prasekolah (hitting), diberi skor 2,
cenderung menendang Jawaban
mengeluarkan (kicking), “sering diberi
tantrum, karena menarik skor 3,
ada keinginan baju/rambut Jawaban
untuk orangtua, dan “Sangat
menguasai, berguling- sering” diberi
autonomi, tidak guling di skor 4
diperhatikan lantai.
oleh orang Beberapa Unfavorable ;

47
dewasa atau anak juga Jawaban
kekurangan menahan “tidak
akan keahliaan nafas (holding pernah”diberi
kognitif dan the breath) skor 4,
motorik. Jawaban
“Jarang”
diberi skor 3,
Jawaban
“sering diberi
skor 2,
Jawaban
“Sangat
sering” diberi
skor 1
Kriteria
temper
tantrum :
< 66 : Rendah
66 ≥ -<98:
Sedang
99 ≥
:Tingg
i

4.6 Instrumen Penelitian

Pengumpulan data untuk mengetahui hubungan antara pola asuh

orang tua dengan temper tantrum pada anak pra sekolah menggunakan

instrumen berupa skala. Skala yang digunakan adalah skala pola asuh dan

skala temper tantrum. Skala pola asuh yang disusun berdasarkan tiga

elemen yaitu pola asuh demokratis, pola asuh permisif dan pola asuh

otoriter. (Robinson, C., Mandleco, B., Olsen, S. F., & Hart, C. H. 1995).

Yang terdiri dari 13 aitem pertanyaan Demokratif, 13 aitem pertanyaan

Otoriter, dan 4 aitem pertanyaan permisif.skala pola asuh ini bersifat

nominal. Untuk menentukan pola asuh orang tua dengan cara menjumlah

seluruh skor kemudian diubah menjadi skor T kemudian dibandingkan

48
dengan mean T jika lebih besar dari mean maka kategori baik, jika kurang

dari mean maka kategori tidak baik

Skala temper tantrum ini dikembangkan oleh Rizkia (2013) dalam

Norgitasari (2016). Skala temper tantrum ini memiliki 33 aitem pertanyaan

kedua kuesioner pola asuh dan temper tantrum menggunakan jawaban

sangat sering, sering, jarang, dan tidak pernah, yang dimaksud dengan

sangat sering adalah perlakuan akan sesuatu yang dilakukan secara terus

menerus dan setiap hari/tiap saat..Sering adalah perlakuan akan sesuatu yg

terus menerus namun tidak tiap hari/hampir tiap hari. Jarang adalah

perlakuan akan sesuatu yang dilakukan tidak menentu dan terlihat hampir

tidak melakukan perbuatan itu. (Syaidze, 2016) Skala temper tantrum ini

merupakan skala ordinal. Pengertian dari skala ordinal menurut Sugiyono

(2009) adalah skala pengukuran yang tidak hanya menyatakan kategori,

tetapi juga menyatakan peringkat construct yang diukur. Berdasarkan

pengertian diatas, maka skala yang digunakan adalah skala ordinal dengan

tujuan untuk memberikan informasi berupa nilai pada jawaban. Variabel-

variabel tersebut diukur oleh instrumen pengukur dalam bentuk kuesioner

berskala ordinal. Untuk setiap pilihan jawaban diberi skor, maka

responden harus menggambarkan, mendukung pernyataan (item positif)

atau tidak mendukung pernyataan (item negatif).

Kategori jenjang (ordinal) menurut Saifuddin Azwar (2010)

memiliki tujuan menempatkan individu ke dalam kelompok-kelompok

terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum berdasar atribut yang

49
diukur. Kontinum jenjang ini contohnya adalah dari rendah ke tinggi, dari

paling jelek ke paling baik, dari sangat tidak puas ke sangat puas, dan

semacamnya. Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

kategorisasi model distribusi normal kategorisasi berdasarkan jenjang

(ordinal) adalah sebagai berikut (Azwar, 2010):

1. X < (µ - σ) : kategorinya rendah atau tidak layak

2. (µ - σ) ≥X < (µ + σ) : kategorinya sedang atau layak

3. (µ + σ) ≥X : kategorinya tinggi atau sangat layak

Ket :

µ = Mean Teoritik

σ = Standar Deviasi

X = Skor Kuesioner

Yang selanjutnya untuk penghitungan µ sebagai berikut :

𝑋𝑚𝑎𝑥 −𝑋𝑚𝑖𝑛
µ=
2

132 −33
µ=
2

µ = 49,5

penghitungan σ sebagai berikut :

𝑋𝑚𝑎𝑥 −𝑋𝑚𝑖𝑛
σ=
6

132 −33
σ=
6

σ = 16,5

50
selanjutnya untuk menentukan skor temper tantrum dimasukan kedalam

kategorisasi model distribusi normal (Azwar, 2010) :

1. X < (49,5 - 16,5)

X < 66 : Rendah

2. (49,5 - 16,5) ≥ X < (49,5 + 16,5)

66 ≥ X < 99 : Sedang

3. (49,5 + 16,5) ≥ X

99 ≥ X : Tinggi

Jadi untuk kriteria skor temper tantrum adalah :

1. < 66 : Rendah

2. 66 ≥ - < 99 : Sedang

3. 99 ≥ :Tinggi

4.6.1 Validitas

Suatu ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat kevalidan dan

kesahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid jika

apabilamampu mengukur apa yang kita inginkan dan apabila dapat

mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat (Arikunto, 2010).

Kuesioner pola asuh orang tua dan temper tantrum ini sudah diuji validitas

oleh peneliti sebelumnya. Untuk memastikan kevalidan kuesioner maka

peneliti akan melakukan uji validitas ulang. Uji validitas dilakukan

sebelum melakukan pengumpulan data pada responden. Koefisien uji

validitas untuk pola asuh orangtua antara 0,612 – 0,820 dan 30 kuesioner

51
dinyatakan valid semua. Sementara untuk kuesioner temper tantrum 33

pertanyaan valid dengan koefisien validitas 0,617 – 0,959

4.6.2 Reliabilitas

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukan sejauh mana instrumen

sebagai alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Sugiyono, 2006).

uji dikatakan reliabel apabila nilai koefisien alpha > 0,6 (Sugiyono, 2010).

Peneliti akan melakukan uji reliabilitas kedua instrument sebelum

melakukan pengambilan data pada responden. Reliabilitas untuk kuesioner

pola asuh sebesar 0,964 dan kuesioner temper tantrum sebesar 0,971 yang

berarti sangat reliabel.

4.7 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian direncanakan di PAUD Pelangi II Kare, Madiun

dan mulai penelitian sampai selesai direncanakan antara bulan Januari-Juli

2017 mulai dari perizinan sampai pengambilan data berlangsung.

Bimbingan dan ujian proposal antara bulan Januari sampai April,

Kemudian pengambilan data penelitian, izin bulan Mei, pengolahan data

pada bulan Juni, dan pelaporan pada bulan Juli.

4.8 Prosedur Pengambilan Data

4.8.1 Sumber Data

Data adalah sesuatu yang digunakan atau dibutuhkan dalam

penelitian dengan menggunakan parameter tertentu yang telah ditentukan.

Apabila peneliti menggunakan kuesioner atau wawancara maka sumber

52
datanya disebut responden (Arikunto, 2010). Sumber data yang digunakan

untuk menganalisis permasalahan dalam penelitian ini yakni data primer

dan data sekunder. Sumber data primer adalah data yang diperoleh dari

hasil pengukuran, pengamatan, dan survey yang dilakukan sendiri oleh

peneliti, sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak

lain, badan atau instansi yang secara rutin mengumpulkan data (Setiadi,

2007). Data primer yang digunakan oleh peneliti diperoleh dari pengisian

kuesionar dari responden, sedangkan data sekunder diperoleh peneliti dari

PAUD Pelangi II Desa Kepel, Kare, Madiun

4.8.2 Tekhnik Pengumpulan Data

Tekhnik pengumpulan data merupakan cara yang digunakan

peneliti untuk mendapatkan data, menurut Nursalam (2013) pengumpulan

data merupakan proses pendekatan kepada subjek dan pengumpulan

karakteristik subjek dalam penelitian. Pada penelitian ini pengumpulan

data baik variabel dependen maupun independen dilakukan menggunakan

kuesioner. Adapun prosedur terkait pengumpulan data dilakukan dengan

langkah-langkah sebagai berikut :

1. Mengurus perijinan dan persetujuan penelitian kepada Ketua STIKES

Bhakti Husada Mulia Madiun, koordinasi dengan Kepala PAUD

Pelangi II

2. Kemudian untuk melakukan penelitian, peneliti meminta perijinan

kembali kepada Ketua STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun, lalu ke

BAKESBANGPOL Kabupaten Madiun. Setelah mendapatkan surat

53
perijinan dari BAKESBANGPOL, selanjutnya mengurus perijinan

kepada Kepala PAUD Pelangi II

3. Pengumpulan data dilakukan di PAUD Pelangi II setelah mendapat

izin PAUD

4. Mengumpulkan orang tua anak prasekolah disatu ruangan

5. Memberikan penjelasan kepada orang tua mengenai maksud dan

tujuan penelitian

6. Menanyakan kesediaan dijadikan objek penelitian

7. Memberi Inform Consent Kepada Orang tua

8. Melakukan pengambilan data pola asuh orangtua dengan cara mengisi

kuesioner yang di isikan oleh asisten peneliti sebanyak 6 orang

9. Melakukan pengambilan data temper tantrum dengan cara mengisi

kuesioner yang diisikan oleh asisten peneliti sebanyak 6 orang

10. Jika orang tua berhalangan hadir maka akan didatangi ke rumah

dengan menanyakan alamat pada pihak PAUD

11. Menganalis hasil data yang diperoleh

12. Melaporkan hasil analisis

4.9 Tekhnik Analisa Data

4.9.1 Pengolahan Data

Menurut Saryono (2011) langkah-langkah dalam memproses data terdiri

dari :

a. Editing : data yang terkumpul selanjutnya disusun. Editing adalah

memeriksa daftar pertanyaan yang telah diserahkan oleh pengumpul

54
data. Tujuanya adalah mengurangi kesalahan atau kekurangan yang ada

didaftar pertanyaan.

b. Coding : mengklasifikasikan jawaban daripara responden ke dalam

kategori. Klasifikasi data merupakan usaha untuk menggolongkan,

mengelompokan dan memilah databerdasarkan klasifikasi tertentu

Kegiatan ini akan memudahkan dalam menguji hipotesis. Pada proses

coding peneliti melakukan pengklasifikasian jawaban responden

c. Scoring : memberikan penilaian terhadap item-item yang perlu diberi

penilaian atau skor. Scoring dalam pemberian nilai pada seriap item,

pada skala pola asuh orang tua terdapat 30 pertanyaan dengan skoring:

a.) Jawaban “tidak pernah”diberi skor 1, Jawaban “Jarang” diberi skor

2, Jawaban “sering diberi skor 3, Jawaban “Sangat sering” diberi

skor 4

Untuk kriteria dengan :

a. Skor T < T mean : Tidak Baik

b. Skor T ≥ T mean : Baik

(Azwar, 2012)

Sementara untuk skala Temper Tantrum dengan skor :

b.) Favorable : Jawaban “tidak pernah”diberi skor 1, Jawaban

“Jarang” diberi skor 2, Jawaban “sering diberi skor 3, Jawaban

“Sangat sering” diberi skor 4

55
c.) Unfavorable ; Jawaban “tidak pernah”diberi skor 4, Jawaban

“Jarang” diberi skor 3, Jawaban “sering diberi skor 2, Jawaban

“Sangat sering” diberi skor 1

Untuk kriteria dengan :

a. < 66 : Rendah

b. 66 ≥ - < 99 : Sedang

c. 99 ≥ : Tinggi

d. Tabulating : Pekerjaan membuat tabel. Jawaban-jawaban yang telah

diberi kode kemudian dimasukan kedalam tabel. Langkah terakhir dari

penelitian iniadalah melakukan analisa data. Selanjutnya data

dimasukan ke komputer untuk dianalisa secara statistik.

4.9.2 Analisa Data

Tekhnik analisa data yang akan digunakan dalam penelitian ini

adalah analisis statistik menggunakan program SPSS 16.0, analisa data

pada penelitian ini menggunakan statistik inferensial. Analisis statistik

inferensial bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh, perbedaan

hubungan, antara sampel yang diteliti pada taraf signifikansi tertentu.

1. Univariat

Analisa univariat adalah analisis yang digunakan terhadap tiap

variable dari hasil penelitian. (Notoadmojo, 2012). Analisis Univariate

bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap

variable penelitian pola asuh orangtua, temper tantrum pada anak

prasekolah dan data umum seperti usia, pendidikan, pendapatan,

56
pekerjaan. Penyajiannya dalam bentuk distribusi dan prosentase dari

tiap variabel (Notoatmodjo, 2010). Variabel pada penelitian ini adalah

variabel independent adalah pola asuh orang tua dan variabel dependent

adalah temper tantrum pada anak prasekolah. Data yang akan dianalisa

dengan menggunakan Distribusi frekuensi sedangkan umur akan

menggunakan tendensi sentral

2. Bivariat

Analisa bivariat adalah analisa yang dilakukanterhadap dua

variable yang diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo,

2012). Analisa akan dilakukan di program SPSS 16.0 for Windows

Analisa statistik dilakukan terhadap dua variabel yang diduga

bekorelasi atau berhubungan (Notoatmodjo, 2012). Analisa statistik

yaitu analisa yang dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan

antara variabel bebas dan terikat dengan menggunakan uji statistik.

Dalam penelitian ini analisa statistik dilakukan untuk mengetahui

hubungan antara Pola asuh orangtua dengan temper tantrum pada anak

usia prasekolah . Karena data dalam penelitian ini seluruhnya berskala

nominal maka uji statistik yang digunakan adalah Uji Chi Square tabel

2x3 dengan taraf signifikansi 0,05 dengan rumus

Keterangan :

= Chi kuadrat

= Frekuensi yang diobservasi

57
= Frekuensi yang diharapkan (Arikunto, 2011)

Pada penelitian ini mengunakan uji chi square dengan tabel 2x3 dengan

contoh tabel sebagai berikut :

Tabel 4.2 Tabel 2x3 chi square

Temper tantrum
Pola Asuh Total
Ringan Sedang Tinggi
Baik A B C A+B+C
Tidak baik D E F D+E+F
Total A+D B+E C+F A+B+C+D+E+F

Frekuensi observasi ( ) merupakan hasil pengamatan yang

dilakukan selanjutnya untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan pada

taraf kesalahan 5% berdasarkan perhitungan diatas dapat ditarik

kesimpulan.

1. Menolak H0 (menerima Ha, bila diperoleh hitung > tabel atau

nilai p ≤ α (0,05)

2. Menerima H0 (menolak Ha), bila diperoleh hitung < tabel atau

nilai p > α (0,05)

Untuk mengetahui keeratan hubungan antara variabel dengan data

berbentuk nominal yaitu koefisien asosiasi koefisien kontigensi (C) dengan

rumus yang mengandung nilai chi kuadrat. Untuk mengetahui eratnya

hubungan antara 2 variabel tersebut dapat dicari dengan menggunakan

koefisien kontigensi (KK).

58
Keterangan :

KK = Koefisien Kontingensi

= Chi Square

N = Jumlah Sampel (Arikunto, 2011)

Hubungan 2 variabel makin erat harga KK berkisar antara 0-1,000.

Dari hasil perhitungan untuk menginterprestasikan seberapa kuat

hubungan dalam kata sebagai berikut (Sugiyono, 2011).

Tabel 4.3 Daftar nilai keeratan hubungan antara variabel

No Nilai Kategori
1. 0,00-0,199 Sangat rendah
2. 0,20-0,399 Rendah
3. 0,40-0,669 Sedang
4. 0,60-0,799 Kuat
5. 0,8-1,000 Sangat kuat

4.10 Etika Penelitian

Aspek etik dalam penelitian adalah kebebasan dan kesediaan dalam

mengikuti penelitian, menghormati privasi dengan menjaga kerahasiaan,

menjaga responden dari ketidaknyamanan fisik dan psikis (Polit &Beck,

2010).Untuk menjaga aspek tersebut dilakukan dengan :

1. Beneficence

Dalam melakukan penelitian prinsip Beneficence merupakan

salah satu prinsip dasar yang harus diperhatikan. Beneficence

merupakan etik penelitian yang meminimalkan perlukaan atau

kerugian dan memaksimalkan keuntungan. Dalam penelitian ini

intervensi yang dilakukan bertujuan untuk menurunkan kecemasan

59
anak akibat hospitalisasi dan tindakan tersebut tidak beresiko melukai

pasien sehingga aspek Beneficence terpenuhi.

2. Justice

Prinsip Justice atau keadilan dalam penelitian dilakukan

dengan dua cara yaitu hak untuk diperlakukan dengan adil dalam

penelitian dan hak untuk mendapatkan Privacy. Dalam penelitian ini

prinsip keadilan dilakukan dengan tidak membedakan status atau

golongan dalam menetukan sampel. Responden dalam penelitian ini

diambil berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sesuai dengan

tujuan penelititan. Sedangkan hak untuk mendapat privacy diberikan

kepada responden dengan menjamain kerahasiaan bahwa data dan

segala informasi yang bersifat pribadi tidak disebutkan dijaga

kerahasiaan dengan cara anonymity yaitu tidak mencantumkan nama

responden dan diganti dengan kode tertentu,

3. Respect for Human Dignity

Prinsip etik menghargai harkat dan martabat manusia meliputi

hak menentukan keputusan sendiri dan hak mendapat penjelasan . hak

untuk menentukan keputusan apakah pasien akan terlibat dalam

penelitian berada di tangan pasien atau responden peneliti hanya

memberi penjelasan mengenai penelitian yang akan dilakukan

60
BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini disajikan hasil dan pembahasan dari pengumpulan data

kuesioner yang telah diisi oleh responden mengenai hubungan pola asuh orangtua

dengan kejadian temper tantrum pada anak usia prasekolah di PAUD Pelangi II

Pengumpulan data dilakukan selama 1 hari pada tanggal 20 Mei 2017 .Penelitian

ini dilaksanakan PAUD Pelangi II berada di Desa Kepel, Kecamatan Kare,

Kabupaten Madiun, Jawa Timur. dengan total responden sebanyak 45 orangtua

anak.

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian berada di PAUD Pelangi II berada di Desa Kepel,

Kecamatan Kare, Kabupaten Madiun, PAUD Pelangi II terdiri dari satu

kelas dengan 3 tenaga pengajar.Waktu pembelajaran di mulai dari pukul

7.30 WIB s/d 10.00 WIB, PAUD pelangi II berada di daerah pegunungan.

5.2 Hasil Penelitian

Hasil penelitian terdiri dari data umum dan data khusus. Data

umum meliputi jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, pendapatan, umur

orangtua dan umur anak. Sedangkan data khusus menampilkan pola asuh

orangtua dan temper tantrum pada anak prasekolah di PAUD Pelangi II

berada di Desa Kepel Kecamatan Kare Kabupaten Madiun Jawa Timur.

61
5.2.1 Data Umum

Data umum yang diidentifikasi dari responden adalah meliputi jenis

kelamin, pekerjaan, pendidikan, pendapatan, umur orangtua dan umur anak.

Di PAUD Pelangi II berada di Desa Kepel, Kecamatan Kare, Kabupaten

Madiun, Jawa Timur.

a. Karakteristik Responden (Orangtua) Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi jenis kelamin responden di PAUD


Pelangi II Desa Kepel, Kecamatan Kare, Kabupaten Madiun

No Jenis Kelamin Jumlah (F) Persentase (%)


1 Laki-Laki 0 0
2 Perempuan 45 100
Jumlah 45 100
Sumber :Data Primer

Berdasarkan table 5.1 dapat diketahui bahwa sebagian besar

responden (orangtua) yang hadir seluruhnya yaitu sebanyak 45

responden (100%) berjenis kelamin Perempuan.

b. Karateristik Responden (Orangtua) Berdasarkan Pendidikan

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi jenis kelamin responden di PAUD


Pelangi II, Desa Kepel, Kecamatan Kare, Kabupaten Madiun

No. Pendidikan Jumlah (F) Presentase (%)


1 Tidak sekolah 0 0
2 SD 17 37,8
3 SMP 17 37,8
4 SLTA 11 24,4
5 Diploma/ Sarjana 0 0
Jumlah 45 100
Sumber :Data Primer

Berdasarkan tabel 5.2 didapatkan hasil yaitu sebagian besar

responden yaitu sebanyak 17 responden (37,8%) pendidikan terakhir

SD dan 17 responden (37,8%) Pendidikan SMP.

62
c. Karakteristik Responden (Orangtua) Berdasarkan Pekerjaan.

Tabel 5.3 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan


pekerjaan responden dan kepala keluarga di PAUD Pelangi
II. berada di Desa Kepel, Kecamatan Kare, Kabupaten
Madiun.

Jumlah Presentase Jumlah Presentase


No. Pekerjaan
(F) (%) (F) (%)
1 Tidak Bekerja 0 0 0 0
2 Wiraswasta 16 35,6 9 20
3 Petani 29 64,4 36 80
4 Pegawai Negeri 0 0 0 0
6 TNI/Polisi 0 0 0 0
Jumlah 45 100 45 100
Sumber :Data Primer

Berdasarkan tabel 5.3 didapatkan hasil penelitian bahwa

sebagian besar responden yang hadir berprofesi sebagai petani dengan

jumlah 29 responden (64,4%). sedangkan untuk profesi Kepala

keluarga 36 responden (80%) berprofesi sebagai petani.

d. Karakteristik Responden (Anak) Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 5.4 Distribusi frekuensi jenis kelamin responden (Anak) di


PAUD Pelangi II, Desa Kepel, Kecamatan Kare, Kabupaten
Madiun

No Jenis Kelamin Jumlah (F) Persentase (%)


1 Laki-Laki 22 48,9
2 Perempuan 23 51,1
Jumlah 45 100
Sumber :Data Primer

Berdasarkan tabel 5.4 didapatkan hasil yaitu, sebagian besar

anak berjenis kelamin Perempuan sebanyak 23 (51,1%).

63
e. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Tabel 5.5 Distribusi frekuensi berdasarkan usia orangtua di PAUD


Pelangi II, Desa Kepel, Kecamatan Kare, Kabupaten Madiun

Minimal Standar CI
No Variabel Mean Median Modus
Maksimal Deviasi 95%
18 27,8
1. Usia 29,9556 30,00 24 7,009
49 32,0
Sumber : Data primer

Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui bahwa rata-rata usia

responden adalah 29,956 tahun. Usia yang termuda adalah 18 tahun

sedangkan yang tertua adalah 49 tahun.

Tabel 5.6 Distribusi frekuensi berdasarkan usia anak di PAUD Pelangi


II, Desa Kepel, Kecamatan Kare, Kabupaten Madiun

Minimal Standar CI
No Variabel Mean Median
Maksimal Deviasi 95%
3 3,5
1. Usia anak 3,733 4,00 7,42
5 3,9
Sumber : Data primer

Berdasarkan tabel 5.6 dapat diketahui bahwa rata-rata usia anak

adalah 4,00 tahun. Usia yang termuda adalah 3 tahun sedangkan yang

tertua adalah 5 tahun.

f. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendapatan

Tabel 5.7 Distribusi frekuensi jenis kelamin responden (Anak) di


PAUD Pelangi II, Desa Kepel, Kecamatan Kare, Kabupaten
Madiun

No Pendapatan Jumlah (F) Persentase (%)


1 <Rp.1.500.000 44 98,8
2 Rp.1500.000 - Rp. 2.500.00 1 2,2
Jumlah 45 100
Sumber :Data Primer

Berdasarkan tabel 5.7 responden sebagian besar dengan

pendapatan <Rp.1.500.000 sebesar 44 responden (98,8%) tergolong

64
pada pendapatan rendah. Pengkategorian berdasarkan BPS (2008)

golongan pendapatan sangat tinggi (>Rp 3.500.000 per bulan),

Golongan tinggi (Rp 2.500.000 – Rp. 3.500.000 Per bulan), Golongan

Sedang (Rp.1500.000 – Rp 2.500.000 per bulan), Golongan Pendapatan

rendah (< Rp. 1.500.000 per Bulan)

5.2.2 Data Khusus

Setelah mengetahui data umum dalam penelitian ini maka berikut

akan ditampilkan hasil penelitian yang terkait dengan data khusus yang

meliputi Pola asuh orantua dan data temper tantrum yang diambil dari

penelitian kepada responden di PAUD Pelangi II Desa kepel Kecamatan

Kare Kabupaten Madiun

a. Karakteristik Pola Asuh Orangtua di PAUD Pelangi II Desa Kepel


Kecamatan Kare Kabupaten Madiun.

Tabel 5.8 Karakteristik Pola asuh orangtua di PAUD Pelangi II Desa


Kepel, Kecamatan Kare, Kabupaten Madiun

No Kategori Pola Asuh Jumlah (F) Prensentase (%)


1 Baik 21 46,7
2 Buruk 24 53,3
Jumlah 36 100
Sumber :Data Primer

Berdasarkan tabel 5.8 dari total 45 responden, responden

didapati hasil pola asuh yang baik sebanyak 21 reponden (46,7%).

Sedangkan pola asuh yang buruk yaitu sebanyak 24 responden (53,3%).

65
b. Karakteristik Temper Tantrum

Tabel 5.9 Karakteristik Temper tantrum anak prasekolah di PAUD


Pelangi II Desa Kepel, Kecamatan Kare, Kabupaten Madiun

No Kategori Jumlah (F) Presentase (%)


1 Tinggi 19 42,2
2 Sedang 13 28,9
3 Rendah 13 28,9
Jumlah 45 100
Sumber :Data Primer

Berdasarkan Tabel 5.9 diketahui sebagian besar responden yaitu

sebanyak 19 responden (42,2%) menunjukkan temper tantrum yang

tinggi.

c. Hubungan Pola Asuh Orangtuadengan Kejadian Temper Tantrum Anak


Prasekolah (3-5 Tahun)

Tabel 5.10 Tabulasi silang pola asuh orangtua dengan kejadian temper
tantrum di PAUD Pelangi II di Desa Kepel, Kecamatan
Kare, Kabupaten Madiun

Temper Tantrum anak Total


Rendah Sedang Tinggi
Pola Asuh N % N % N % N %
Orangtua
Baik 11 52,4 7 33,3 3 14,3 21 100
Tidak Baik 2 8,3 6 25 16 66,7 24 100
Total 13 28,9 13 28,9 19 42,2 45 100
α= 0,05 r= 0,501 P Value = 0,001
Sumber data : Primer

Dari tabel 5.10 diatas menunjukkan bahwa sebagian besar Pola

asuh orang tua baik dengan temper tantrum rendah yaitu 11 responden

(52,4%), orang tua yang memiliki pola asuh baik dengan temper

tantrum sedang sebanyak 7 responden (33,3%), sedangkan orangtua

dengan pola asuh baik yang memiliki anak dengan temper tantrum

tinggi sebesar 3 responden (14,3%). Sementara itu pola asuh orangtua

66
yang tidak baik dengan temper tantrum yang tinggi sebanyak 16

responden (66,7%), pola asuh orangtua tidak baik dengan temper

tantrum sedang sebanyak 6 responden (25%), sedangkan pola asuh

orangtua tidak baik dengan temper tantrum rendah sebanyak 2

responden (8,3%).

Berdasarkan hasil uji statistik Chi Square didapatkan ρ= 0,001<

α = 0,05 maka H1 diterima H0 ditolak, yang berarti ada hubungan antara

pola asuh orangtua dengan temper tantrum pada anak usia prasekolah

(3-5 Tahun) di PAUD Pelangi II Desa Kepel, Kecamatan Kare,

Kabupaten Madiun, sedangkan nilai koefisien korelasi sebesar 0,501

yang di interpretasikan bahwa kekuatan hubungan antar variabel pada

tingkat sedang.

5.3 Pembahasan

5.3.1 Pola Asuh Orangtua di PAUD Pelangi II Desa Kepel Kecamatan Kare
Kabupaten Madiun

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.6 yang dilakukan pada 45

responden di PAUD Pelangi II Desa Kepel, Kecamatan Kare, Kabupaten

Madiun menunjukkan bahwa pola asuh orangtua dalam kategori tidak baik

yaitu sebanyak 24 responden (53,3%) dan 21 responden (46,7%)

mempunyai pola asuh yang baik.

Faktor yang mempengaruhi pola asuh menurut Hurlock (2010)

antara lain tingkat pendidikan, umur, tingkat sosial ekonomi,. Diketahui

bahwa responden dengan pola asuh tidak baik dapat dipengaruhi oleh usia

67
orangtua. Dari 45 responden dengan pola asuh tidak baik sebanyak 24

responden (53,3%) berusia 35-49 tahun. Hurlock (2010) mengatakan

bahwa usia muda lebih cenderung demokratis dan permisif dibandingkan

dengan mereka yang tua, berdasarkan teori dari hurlock maka usia tua

cenderung menerapkan pola asuh otoriter atau tidak baik ini sesuai dengan

hasil yang diperoleh peneliti. Dari pendapat Hurlock (2010) dan hasil

penelititan dapat diasumsikan bahwa usia muda yang mempunyai anak

lebih menerapkan pola asuh yang baik karena usia muda cenderung

menerima hal-hal yang baru dan mampu dalam mengakses teknologi

informasi sehingga penerapan pola asuh yang baik mudah diterapkan.

Faktor selanjutnya yang dapat mempengaruhi pola asuh orangtua

adalah tingkat pendidikan menurut Hurlock (2010). Orangtua yang belajar

cara mengasuh anak dan mengerti kebutuhan anak akan lebih

mengguankan pola asuh yang demokratis atau baik daripada orang tua

yang kurang berpendidikan atau tidak mengerti berdasarkan tabel 5.2

didapatkan hasil yaitu sebagian besar yaitu sebanyak 17 responden

(37,8%) pendidikan terakhir SD dan 17 responden (37,8%) pendidikan

terakhir SMP Ini menunjukan tingkat pendidikan orangtua yang rendah di

PAUD Pelangi II.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Setyono (2009),

tentang pengaruh tingkat pendidikan dan pengalaman mengasuh orang tua

terhadap pola asuh anak. Hasil perhitungan korelasi sebesar 0,820 berarti

terdapat hubungan yang sangat kuat antara tingkat pendidikan orang tua

68
dan prngalaman mengasuh dengan pola asuh anak. Sehingga peneliti

berasumsi bahwa Pendidikan orangtua berpengaruh dalam proses

pemberian pola asuh anak, Pendidikan orangtua yang tinggi maka orangtua

akan mengerti tentang bagaimana menerapkan pola asuh yang baik,

sedangkan jika berpendidikan rendah orangtua tidak terlalu memikirkan

dalam menerapkan pola asuh, orangtua tidak memikirkan bagaimana efek

pola asuh bagi perkembangan anak

Faktor Sosial ekonomi mempengaruhi pola asuh menurut Hurlock

(2010) orangtua dari kalangan menegah kebawah akan lebih tidak baik dan

memaksa daripada dari mereka dari menengah keatas. berdasarkan tabel 3

didapatkan hasil penelitian bahwa sebagian besar responden berprofesi

sebagai petani dengan jumlah 29 responden (64,4%) dan pendapatan dari

responden Berdasarkan tabel 5.7 responden dengan pendapatan rendah

sebesar 44 responden (98,8%) Dari data tersebut dapat dilihat bahwa

sebagain besar responden berada pada kalangan menengah kebawah.

Pendapatan rendah akan mempengaruhi penerapan pola asuh, pola asuh

yang diterapkan tidak maksimal, orangtua akan membatasi dalam

memberikan asuhan, misalnya anak tidak diberi reward Karena

keterbatasan pendapatan. Sehingga penerapan pola asuh yang baik tidak

maksimal, anak akan dipaksa dalam melakukan sesuatu.

5.3.2 Temper Tantrum Anak Usia Prasekolah (3-5 Tahun) di PAUD Pelangi
II Di Desa Kepel Kecamatan Kare Kabupaten Madiun

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.7 yang dilakukan pada 45

responden di PAUD Pelangi II di Desa Kepel Kecamatan Kare Kabupaten

69
Madiun menunjukkan bahwa Berdasarkan Tabel 5.9 diketahui sebagian

besar responden yaitu sebanyak 19 responden (42,2%) menunjukkan

temper tantrum yang tinggi,. Menurut Borba (2009) Anak usia prasekolah

20% diantaranya melakukan tantrum yang rendah dan anak diatas usia 4

tahun hanya 11% yang menunjukan tingkah laku tantrum sedang – berat.

Faktor yang mempengaruhi temper tantrum salah satunya adalah

pola asuh orang tua. Orangtua dalam hal ini sebenarnya lebih pada

bagaimana orangtua dapat memberikan contoh atau teladan kepada anak

dalam setiap bertingkah laku karena anak akan selalu meniru setiap

tingkah laku orangtua. Hasil menunjukkan bahwa anak di PAUD Pelangi

II Desa Kepel, Kecamatan Kare, Kabupaten Madiun lebih dominan temper

tantrum tinggi, hanya sebagian anak yang mengalami temper tantrum

sedang dan rendah, menurut Hasan (2011) bentuk-bentuk perilaku temper

tantrum adalah sebagai berikut: menangis dengan keras, menendang segala

sesuatu yang ada di dekatnya, memukul benda, dirinya sendiri, maupun

orang lain, membenturbenturkan kepala, melempar-lempar dan merusak

barang, menghentak-hentakkan kaki, berteriak- teriak dan menjerit,

membanting pintu, merengek, mengancam dan memaki. Menurut Wong

(2015) tindakan temper tantrum dapat menimbulkan cedera. Jadi semakin

tinggi intensitas temper tantrum maka tindakan – tindakan tersebut akan

tinggi juga, sehingga resiko anak merusak dan menggangu lingkungan

sekitar akan menjadi tinggi, bahkan beresiko menimbulkan anak cedera.

70
5.3.3 Hubungan Pola Asuh Orangtua dengan temper tantrum anak usia
prasekolah (3-5 tahun) di PAUD Pelangi II Desa Kepel, Kecamatan
Kare, Kabupaten Madiun

Dari hasil tabel 5.8 menunjukkan bahwa pola asuh orang tua yang

baik sebagian besar menghasilkan temper tantrum rendah sebesar 11

responden (24,4%), pola asuh orang tua yang tidak baik menghasilkan

temper tantrum tinggi sebesar 16 responden (35,6%).

Berdasarkan hasil analisa dengan menggunakan uji statistic Chi

Square dengan program SPSS versi 16.0 didapatkan ρ= 0,001< α = 0,05

dengan nilai hitung pearson = 15,069 maka H1 diterima H0 ditolak, yang

berarti ada hubungan antara pola asuh orangtua dengan temper tantrum

pada anak usia prasekolah (3-5 Tahun) di PAUD Pelangi II Desa Kepel,

Kecamatan Kare, Kabupaten Madiun Sedangkan nilai koefisien korelasi

sebesar 0,501 yang diinterpretasikan bahwa kekuatan hubungan antar

variable pada tingkat sedang. Dari hasil tersebut didapatkan bahwa pola

asuh orang tua yang tidak baik akan mengakibatkan temper tantrum anak

yang tinggi.

Hasil analisis pada penelititan ini sesuai dengan Zivaera (2008)

Anak yang terlalu dimanjakan dan selalu mendapat apa yang ia inginkan,

bisa tantrum ketika suatu kali permintaannya ditolak. Anak yang terlalu

dimanjakan dan selalu mendapatkan apa yang diinginkan, bisa tantrum

ketika suatu kali permintaannya ditolak. Bagi anak yang terlalu dan di

dominasi oleh orangtuanya, sekali waktu anak bisa jadi bereaksi

menentang dominasi orangtua dengan perilaku tantrum. Orangtua yang

71
mengasuh anak secara tidak konsisten juga bisa menyebabkan anak

tantrum, oleh Karena itu pola asuh mempunyai hubungan dengan tingkat

kejadian temper tantrum pada anak usia prasekolah. Ini sesuai dengan

Hasil penelitian Esti,(2015) yang dilakukan di jember menyatakan ibu

yang meninggalkan anaknya atau bekerja terdapat 17 anak yang beresiko

temper tantrum (73,9%) dan 6 anak (26,1%) tidak beresiko temper

tantrum. Penelititan tersebut menunjukan bahwa anak yang kurang

mendapat perhatian atau kurang asuhan memiliki temper tantrum yang

tinggi. Di PAUD Pelangi II sebagian besar orangtua terutama ibu memiliki

profesi sebagai petani sehingga waktu untuk anaknya sedikit berkurang

sehingga perhatian untuk anak akan berkurang, maka anak akan mencari

perhatian dengan tantrum

Pola asuh yang baik menggunakan penjelasan, diskusi dan

penalaran untuk membantu anak mengerti mengapa perilaku tertentu

diharapkan. Metode ini lebih menekankan aspek edukatif dari disiplin dari

pada aspek hukumannya. Pada pola asuh ini menggunakan hukuman dan

penghargaan, dengan penekanan yang lebih besar pada penghargaan.

Hukuman tidak pernah keras dan biasanya tidak berbentuk hukuman

badan. Hukuman hanya digunakan bila terdapat bukti bahwa anak-anak

secara sadar menolak melakukan apa yang diharapkan dari mereka. Bila

perilaku anak memenuhi standar yang diharapkan, orang tua yang

demokratis akan menghargainya dengan pujian atau persetujuan orang

lain.

72
Dengan cara demokratis ini pada anak akan tumbuh rasa

tanggungjawab untuk memperlihatkan sesuatu tingkah laku dan

selanjutnya memupuk rasa percaya dirinya. Anak akan mampu bertindak

sesuai norma dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya (Gunarsa,

2008).

Car-cara pola asuh yang baik sesuai dengan cara memnghadapai

temper tantrum yang tepat menurut wiyani (2014). salah satunya yaitu

mencoba mengerti dan memahami jenis tantrum yang terjadi pada saat

anak marah besar. Jika anak menunjukkan tantrum, orang tua akan

hendaknya mengabaikan perilaku anak pada saat itu, tidak melihat kearah

anak, mencoba bersikap tenang dan tetap melakukan pekerjaan.

Penerapan pola asuh yang baik dapat meminimalkan tantrum

sehingga tingkah laku yang beresiko ceder, melukai diri sendiri,

menggangu teman, atau melukai orang lain dapat dicegah seperti merajuk

(whinning), menangis (crying), menjerit (screaming), memukul (hitting),

menendang (kicking), menarik baju/rambut orangtua, dan berguling-guling

di lantai. (Fetsch dan Jacobson, 2007)

73
BAB 6

PENUTUPAN

Pada bab ini peneliti akan menyampaikan tentang hubungan pola asuh

orangtua dengan kejadian temper tantrum pada anak usia prasekolah (3-5 tahun)

di PAUD Pelangi 2 Desa Kepel, Kecamatan Kare, Kabupaten Madiun.

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan data dan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat

diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Dari total 45 responden, responden didapati hasil pola asuh yang baik

sebanyak 21 reponden (46,7%). Sedangkan pola asuh yang buruk

yaitu sebanyak 24 responden (53,3%).

2. Sebagian besar responden yaitu sebanyak 19 responden (42,2%)

menunjukkan temper tantrum yang tinggi, 13 responden (28,9%)

menunjukkan temper tantrum sedang, dan sebanyak 28 responden

(28,9%) menunjukkan temper tantrum rendah.

3. Hasil analisa dengan menggunakan uji statistic Chi Square dengan

program SPSS versi 16.0 didapatkan ρ= 0,001< α = 0,05 dengan nilai

hitung pearson = 15,069 maka H1 diterima H0 ditolak, yang berarti ada

hubungan antara pola asuh orangtua dengan temper tantrum pada anak

usia prasekolah (3-5 Tahun) di PAUD Pelangi 2 Desa Kepel,

Kecamatan Kare, Kabupaten Madiun Sedangkan nilai koefisien

74
korelasi sebesar 0,501 yang diinterpretasikan bahwa kekuatan

hubungan antar variable pada tingkat sedang.

6.2 Saran

1. Bagi Keluarga

Terapkanlah Pola asuh yang baik seperti pola asuh demokraatis agar

tumbuh kembang anak dapat berkembang dengan baik.

2. Institusi Tempat Penelitian

Tingkatkan pengetahuan tentang pola asuh orangtua dengan temper

tantrum anak prasekolah, diharapkan tenaga pendidik untuk memberitahu

para orangtua.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Dari hasil penelitian dapat digunakan untuk meningkatkan pengetahuan

dan wawasan mahasiswa tentang pola asuh orangtua dan temper tantrum

pada anak usia prasekolah (3-5 tahun).

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Pada penelitian ini telah terbukti bahwa dukungan hubungan pola asuh

orangtua dengan kejadian temper tantrum pada anak usia prasekolah (3-5

tahun). untuk peneliti selanjutnya, dapat menambah variabel lain yang

dimungkinkan memiliki pengaruh terhadap pola asuh orangtua dan temper

tantrum

75
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto. 2011. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka


Cipta.

Aziz. 2008.Pengantar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Salemba Medika.

Azwar, Saifuddin. 2010. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Balitbang Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Balitbang


Kemenkes.

Chaplin, J. P. 2009. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Rajawali Pers.

Dariyo, Agoes. 2007. Psikologi Perkembangan Anak Tiga Tahun Pertama.


Bandung: Refika Aditama.

Listiana, Esti.2015.Perbedaan Resiko Temper Tantrum Anak Usia Prasekolah


antara Ibu tidak Bekerja dan Bekerja di RA MAN Gebang Kelurahan
Patran.Skripsi.Universitas Jember. http://repository.unej.ac.id/ [Diakses
tanggal 20 Februari 2017]

Gunarsa, Singgih D. 2008. Psikologi Anak dan Remaja. Jakarta: PT BPK Gunung
Mulia.

Hagan, Jessica S. 2006. Mendidik Anak Memasuki Usia Prasekolah. Jakarta: PT.
Prestasi Pustakaraya.

Hames, Penney. 2005. Menghadapi dan Mengatasi Anak yang Suka Ngamuk.
Jakarta: PT Gramedia.

Hasan, Maimunah. 2011. Pendidikan Anak Usia Dini. Jogjakarta: Diva Press.

Hayes, Eileen. 2007. Tantrum. Jakarta: Erlangga.

Hockenberry, M. J Wilson, D. 2013. Wong’s essential pediatric nursing. St.


Louis: Mosby Elseiver.

Hurlock, E.B. 2010. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang


Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.

International Save The Children Alliance. 2005. Child right programming.


Sweden: National Library.

76
Ismaya, Y. 2010. Pengaruh Penggunaan Timeout Terhadap Penurunan Temper
Tantrum Pada Usia Balita. Jurnal. Pekanbaru: PSIK UR.

James, S.R & Ashwill, J. W. 2007. Nursing care of children : principles &
practices.St. Louis: Saunders Elseiver.

John W, Santrock. 2013. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga.

Kartono, Kartini. 1991. Bimbingan Bagi Abak dan Remaja yang Bermasalah.
Jakarta: CV. Rajawali.

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Keempat. 2008. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.

Nursalam. 2013. Konsep dan penerapan metodolog ipenelititan ilmu


keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Notoatmodjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT. Rineka Cipta

Onder A, Gulay H. 2009. Reliability and validity of parenting style & dimension
questionnaire. Procedia Social Behavioral Science.

Robinson, C., Mandleco, B., Olsen, S. F., & Hart, C. H. (1995). Authoritative,
authoritarian, and permissive parenting practices: Development of a new
measure. Psychological Reports, 77, 819-830.

Salkind, Neil J. 2002. Child Development. USA: Macmillan Reference.

Sekar Rizkia, Kirana. 2013.Hubungan pola asuh orangtua dengan temper tantrum
anak prasekolah.Skripsi Fakultas Ilmu Pendidikan, Jurusan Psikologi UNS

Setiadi. 2013. Konsep dan Praktik Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta:


Graha Ilmu.

Soetjiningsih, Christiana Hari. 2012. Perkembangan Anak. Jakarta: Prenada


Media Group.

Syam. Subhan. 2013. Hubungan Pola Asuh Orang Terhadap Kejadian Temper
Tantrum Anak Usia Toodler Di PAUD Dewi Kunti Surabaya.

Syaidze, 2016. https://brainly.co.id/tugas/5108994 Diakses tanggal 16 April 2017


Pukul 6.14 WIB.

Sugiyono. 2011. Metode penelitian kualitatif, kuantitatif. Bandung: Alfabeta

77
Saifuddin Azwar. 2012. Penyusunan Skala Psikologi, Edisi 2. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.

Wakschlag, Lauren S., Choi, Seung W., Carter, Alice S. 2012. Defining the
developmental parameters of temper loss in early childhood: implication for
developmental psychopathology. The Journal of Child Psychology and
Psychiatry (Vol. 53, No.11, November 2012).

Tandry, N 2008. Bad behaviour, tantrums and tempers. Jakarta : PT. Elex
Komputindo.

Zaviera, F 2008. Mengenali dan memahami tumbuh kembang anak. Jogjakarta :


Kata Hati.

78
Lampiran 1 Surat izin pencarian data awal

79
Lampiran 2 Surat izin penelitian

80
Lampiran 3 Surat keterangan selesai penelitian

81
Lampiran 4 Surat permohonan menjadi responden

SURAT PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

KepadaYth
Calon Responden
Di tempat

Dengan Hormat ,
Saya yang betandatangan di bawah ini adalah mahasiswa Stikes Bhakti
Husada Mulia Madiun Prodi S1 Keperawatan .
Nama : Andra Fatkur Rohman Dwi Hanura

NIM : 201302003
Akan mengadakan penelitian dengan judul “Hubungan Pola Asuh Orang
Tua dengan Kejadian Temper Tanrum Anak Prasekolah di PAUD Pelangi II Desa
Kepel, Kecamatan Kare, Madiun”.

Untuk itu saya mohon bantuan kepada saudara, kiranya bersedia


memberikan informasi dengan cara kuesioner terlampir .Kerahasiaan semua
informasi akan dijaga dan hanya digunakan utuk kepentingan penelitian.

Atas perhatian, kerjasama dan kesediaannya dalam berpartisipasi sebagai


responden dalam penelitian ini, saya menyampaikan banyak terimakasih dan
berharap informasi anda akan berguna, khususnya dalam penelitian ini.

Hormat Saya

(Andra Fatkur Rohman Dwi Hanura)

82
Lampiran 5 Inform consent

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Yang bertandatangan di bawah ini :

Nama :………………………………………

Umur :………………………………………

Alamat :………………………………………

Setelah mendapatkan keterangan secukupnya serta mengetahui tentang


manfaat dan resiko penelitian yang berjudul “Hubungan Pola Asuh Orang Tua
dengan Kejadian Temper Tanrum Anak Prasekolah di PAUD Pelangi II Desa
Kepel, Kecamatan Kare, Madiun” maka dengan ini saya menyatakan bersedia
berpartisipasi menjadi responden, dengan catatan apabila sewaktu –waktu saya
merasa dirugikan dalam bentuk apapun, saya berhak membatalkan persetujuan
ini.

Madiun,………………….....

Peneliti, Responden

Andra Fatkur Rohman Dwi Hanura ( )


NIM. 201202065

83
Lampiran 6 Kisi - kisi kuesioner

Kisi – kisi Kuesioner pola asuh orangtua

Jumlah
Kuesioner No Soal Parameter
Pertanyaan
1-13 Demokratif
Pola Asuh
30 14 - 26 Otoritatif
orangtua
27 - 30 Permisif

Kisi – kisi Kuesioner temper tantrum

Kuesioner Jumlah Favorable Unfavorable Parameter


pertanyaan
Temper 33 1,8,10,14,26,27,31 9,11,15,19,28 merajuk
tantrum (whinning)
12,13,29 menangis
(crying)
16,32 17,22 menjerit
(screaming)
3,5,23,24 33 memukul
(hitting)
7,21,25 menendang
(kicking)
2,6,18,20 4,30 menarik
baju/rambut
orangtua,
dan
berguling-
guling di
lantai.
menahan
nafas
(holding the
breath)

84
Lampiran 7 Kuesioner pola asuh dan Temper tantrum anak

KUESIONER 1

1. Tulis identitas Bapak/ Ibu pada lembar jawab yang telah disediakan, jawaban
Bapak/ Ibu terjamin kerahasiaannya.
2. Jawablah semua pernyataan yang ada.
3. Pada setiap pernyataan penulis sediakan 4 (empat) alternatif jawaban antara
lain:
SS : bila pernyataan Sangat Sering (Melakukan tindakan tersebut
setiap hari lebih dari satu kali)
S : bila pernyataan Sering (Melakukan tindakan hampir setiap hari)
J : bila pernyataan Jarang (Melakukan tindakan tidak setiap hari
misal Seminggu 1 kali)
TP : bila pernyataan Tidak Pernah dengan kondisi anak Anda.
4. anda menggunakan metode dalam mendidik anak
5. Teliti kembali apakah ada nomor yang belum terjawab.
6. Terimakasih atas perhatian dan kerjasamanya.

Nama : Nama Anak :

Umur : Usia :

Jenis Kelamin : L/P Jenis Kelamin : L/P

Pekerjaan KK : Petani/wiraswasta/PNS/TNI POLRI

Lainya……………………

Pekerjaan : Petani/wiraswasta/PNS/TNI POLRI

Lainya……………………

Pendidikan : SD/SMP/SMA/Perguruan Tinggi

Pendapatan : a. ≤ Rp.500.000

b. Rp. 500.000 - Rp. 1000.000

85
c. Rp. 1000.000 - Rp. 2000.000

d. ≥ Rp. Rp. 2000.000

Tidak Sangat
No Pernyataan Jarang Sering
Pernah Sering
1 Saya bertanggung jawab atas
perasaan dan
kebutuhan/keperluan anak saya
2 Saya terlebih dahulu
mempertimbangkan keinginan
anak saya sebelum memintanya
melakukan sesuatu
3 Saya jelaskan kepada anak saya
bagaimana sikap saya tentang
kelakuannya yang baik/buruk.
Tidak pernah
4 Saya mendorong anak saya
untuk berbicara mengenai
perasaan dan masalah-
masalahnya
5 Saya mendorong anak saya
untuk menyatakan perasaannya
dengan bebas, meskipun dia
tidak setuju.
6 Saya menjelaskan alasan-alasan
saya dan juga apa yang saya
harapkan
7 Saya menghibur dan
menunjukkan pengertian bila
anak saya bingung/marah
8 Saya memuji anak saya.
9 Saya pertimbangkan pilihan
anak saya dalam merencanakan
sesuatu untuk keluarga
(misalnya berakhir-pekan,
liburan)
10 Saya menghargai pendapat anak
saya dan mendorongnya untuk
mengemukakannya
11 Saya perlakukan anak saya
sama dengan anggota keluarga
lainnya
12 Saya mempunyai alasan-alasan
untuk hal-hal yang saya
harapkan dari anak saya

86
13 Saya meluangkan waktu dengan
suasana hangat dan akrab
dengan anak saya.
14 Bila anak menannyakan
mengapa dia harus melakukan
sesuatu, saya jawab karena saya
yang menyuruh, saya adalah
orangtuanya, atau karena hal itu
yang saya inginkan
15 Saya menghukumnya dengan
mengurangi kebebasannya
.(misalnya nonton TV, Bermain,
mengunjungi teman)
16 Saya berteriak/menghardik bila
tidak setuju dengan kelakuan
anak saya
17 Saya marah-marah kepada anak
saya
18 Saya memukul anak saya kalau
tidak suka dengan apa yang
dilakukan atau dikatakannya
19 Saya mengritik anak saya
supaya dia memperbaiki
kelakuannya
20 Saya menggunakan ancaman
sebagai bentuk hukuman
dengan sedikit atau tanpa
pertimbanga
21 Saya menghukum anak saya
dengan tidak menunjukkan
ekspresi emosional (misalnya
mencium, merangkul) Tidak
pernah
22 Secara terang-terangan saya
mengritik bila kelakuan anak
saya tidak sesuai dengan yang
saya harapkan
23 Saya berusaha untuk mencoba
mengubah sikap atau perasaan
anak saya
24 Saya perlakukan anak saya
sama dengan anggota keluarga
lainnya
25 Saya berusaha untuk mencoba
mengubah sikap atau perasaan
anak saya

87
26 Saya mengingatkan mengenai
apa yang saya lakukan dan telah
lakukan untuk dia
27 Saya merasa susah membuat
anak disiplin
28 Saya memberi sesuatu jika anak
saya rewel atau berbuat sesuatu
29 Saya menuruti anak saya
30 Saya mengabaikan/tidak peduli
kelakuan tidak baik anak saya

88
KUESIONER 2

1. Tulis identitas Bapak/ Ibu pada lembar jawab yang telah disediakan, jawaban
Bapak/ Ibu terjamin kerahasiaannya.
2. Jawablah semua pernyataan yang ada.
3. Pada setiap pernyataan penulis sediakan 4 (empat) alternatif jawaban antara
lain:
SS : bila pernyataan Sangat Sering (Melakukan tindakan tersebut
setiap hari lebih dari satu kali)
S : bila pernyataan Sering (Melakukan tindakan hampir setiap hari)
J : bila pernyataan Jarang (Melakukan tindakan tidak setiap hari
misal Seminggu 1 kali)
TP : bila pernyataan Tidak Pernah dengan kondisi anak Anda.
4. Bapak/ Ibu harus memilih salah satu jawaban dengan memberi tanda silang
(X) pada kolom jawaban yang telah disediakan. Usahakan jangan
terpengaruh jawaban orang lain.
5. Teliti kembali apakah ada nomor yang belum terjawab.
Terimakasih atas perhatian dan kerjasamanya.
Jawaban
No Pernyataan Sangat Tidak
Sering Jarang
Sering Pernah
1 Anak saya menghentakkan kaki
sampai bergulingguling di lantai
saat mengamuk.
2 Walau sedang marah dan kesal,
anak saya tetap diam
3 Anak saya memukul temannya
jika diganggu.
4 Anak saya diam saja ketika
mainannya direbut oleh
temannya.
5 Jika anak saya sedang kesal, ia
akan memukul-mukul tangan
6 Anak saya tiba-tiba membentur-
benturkan kepalanya sendiri saat
kesal.

89
7 Anak saya akan menendang-
nendang barang disekitarnya
ketika sedang marah.
8 Ketika dilarang menonton kartun
kesukannya, anak saya langsung
masuk kamar dengan
membanting pintu kamarnya.
9 Ketika keinginannya belum
terpenuhi, anak saya bisa
menerima.
10 Anak saya melempar mainannya
ketika dia merasa bosan.
11 Saat anak saya bosan bermain,
maka ia akan mengalihkan
perhatian ke hal-hal lain.
12 Dimanapun tempatnya, anak saya
menangis dengan keras ketika
sedang marah.
13 Anak saya menangis dengan
keras ketika ia dilarang bermain.
14 Bila menginginkan sesuatu, anak
saya akan merengek hingga
keinginannya terpenuhi.
15 Ketika menginginkan jajan, anak
meminta tanpa merengek kepada
saya.
16 Anak saya menjerit-jerit ketika
sedang marah
17 Ketika sedang berada di
keramaian, anak saya bisa
menjaga emosinya.
18 Anak saya memarahi teman yang
merebut mainannya dengan kata-
kata kotor (tidak pantas)
19 Ketika mainannya direbut, anak
saya mengalah dan berganti ke
mainan lain
20 Saat saya tegur, anak saya
mengumpat dibelakang saya.
21 Anak saya menghentakkan
kakinya saat merasa kecewa.
22 Anak saya termasuk anak yang
pendiam, walaupun suasana
hatinya sedang buruk.

90
23 Saya dipukul anak ketika
melarangnya bermain
24 Anak saya membenturkan
kepalanya ke dinding ketika
marah.
25 Saya akan ditendang anak ketika
ia sedang kesal
26 Anak saya membanting pintu
ketika keinginannya ditolak
27 Saat jengkel, anak saya
melemparkan barang yang ada
didekatnya
28 Anak saya bisa menjaga
mainannya supaya tidak cepat
rusak.
29 Ketika sedang menangis, anak
saya sulit untuk didiamkan
kembali.
30 Saya senang mengajak anak saya
pergi, karena ia anak yang patuh.
31 Anak saya merengek terus
menerus ketika keinginannya
tidak terpenuhi.
32 Ketika berbelanja anak
berteriak/menjerit jika saya
menolak membelikan mainan.
33 Ketika dijahili temannya, anak
saya memilih untuk menghindar

91
Lampiran 8 Tabulasi Kuesioner

Jenis Pernyataan
Nama Jenis Umur
No Pekerjaan Pendapatan Umur Pendidikan Kelamin Score T score Kategori
Orangtua Kelamin Anak
Pekerjaan anak Mean
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
KK T
1 Ny. A Petani Petani <Rp.500.000 34 Perempuan SMP Perempuan 3 3 2 1 1 1 2 3 3 2 2 1 2 3 3 2 2 2 1 3 1 1 2 2 1 1 1 2 2 2 1 55 50 15,73 Tidak Baik
2 Ny. J Petani Petani <Rp.500.000 21 Perempuan SMP Perempuan 4 4 3 3 3 3 3 4 3 2 3 3 3 4 1 3 3 3 2 4 3 3 3 3 2 3 3 3 4 3 2 89 50 67,64 Baik
3 Ny. I Petani Wiraswasta <Rp.500.000 18 Perempuan SMP Laki - Laki 3 4 3 4 3 2 3 4 3 2 3 3 3 4 1 1 2 2 1 4 2 3 3 3 2 3 3 2 3 3 2 81 50 55,43 Baik
4 Ny. M Petani Petani <Rp.500.000 30 Perempuan SD Perempuan 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 1 2 3 2 2 3 2 2 2 2 2 2 3 2 3 3 3 78 50 50,85 Baik
Rp.500.000
5 Ny. Y Wiraswasta Wiraswasta - Rp. 49 Perempuan SMA Laki - Laki 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 1 2 3 2 2 3 2 2 2 2 2 2 3 2 3 3 3 78 50 50,85 Baik
1000.000
6 Ny. W Petani Petani <Rp.500.000 29 Perempuan SD Perempuan 4 3 3 3 3 3 4 4 4 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3 2 2 2 2 2 3 2 2 85 50 61,54 Baik
Rp.500.000
7 Ny. A Wiraswasta Wiraswasta - Rp. 25 Perempuan SMA Perempuan 4 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 74 50 44,74 Tidak Baik
1000.000
8 Ny. A Petani Wiraswasta <Rp.500.000 24 Perempuan SMA Laki - Laki 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 1 2 3 3 3 84 50 60,01 Baik
Rp.500.000
9 Ny. W Wiraswasta Wiraswasta - Rp. 28 Perempuan SMA Laki - Laki 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 1 2 3 3 3 84 50 60,01 Baik
1000.000
Rp.500.000
10 Ny. R Wiraswasta Petani - Rp. 30 Perempuan SMA Laki - Laki 5 4 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 2 2 2 3 2 3 3 3 3 3 1 2 3 3 3 83 50 58,48 Baik
1000.000
11 Ny. N Petani Petani <Rp.500.000 35 Perempuan SMP Perempuan 4 4 2 2 3 3 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 3 3 2 2 75 50 46,27 Tidak Baik
12 Ny. S Petani Petani <Rp.500.000 24 Perempuan SMP Perempuan 5 2 3 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 1 2 3 2 2 3 3 3 2 1 2 3 3 3 76 50 47,79 Tidak Baik
Rp.500.000
13 Ny. T Wiraswasta Wiraswasta - Rp. 25 Perempuan SMA Laki - Laki 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 2 2 1 2 2 2 2 3 3 2 2 3 2 2 2 78 50 50,85 Baik
1000.000
Rp.500.000
14 Ny. H Wiraswasta Wiraswasta - Rp. 23 Perempuan SMP Laki - Laki 3 2 3 2 3 2 3 3 2 4 3 1 2 2 2 2 2 2 1 3 2 3 3 4 4 3 3 2 3 2 1 74 50 44,74 Tidak Baik
1000.000
Rp.500.000
15 Ny. S Wiraswasta Wiraswasta - Rp. 38 Perempuan SMP Laki - Laki 4 2 3 2 3 2 3 3 2 4 3 1 2 2 2 3 2 2 1 3 2 3 3 4 4 3 3 2 3 2 1 75 50 46,27 Tidak Baik
1000.000
Rp.500.000
16 Ny. T Wiraswasta Wiraswasta - Rp. 39 Perempuan SMP Perempuan 4 2 3 2 3 2 3 3 2 4 3 1 1 3 3 3 2 2 1 3 2 3 3 4 4 3 3 2 3 2 1 76 50 47,79 Tidak Baik
1000.000
Rp.500.000
17 Ny. C Petani Petani - Rp. 40 Perempuan SD Perempuan 3 2 3 2 3 2 3 3 3 3 3 1 1 3 3 2 4 3 2 2 3 3 3 2 3 3 2 3 2 2 3 77 50 49,32 Tidak Baik
1000.000
Rp.500.000
18 Ny. L Petani Petani - Rp. 40 Perempuan SD Perempuan 4 2 3 2 3 2 3 3 3 3 3 1 1 3 3 2 4 3 2 2 3 2 2 2 3 3 2 3 2 2 3 75 50 46,27 Tidak Baik
1000.000
19 Ny. G Petani Petani <Rp.500.000 35 Perempuan SD Laki - Laki 4 2 3 2 3 2 3 3 3 3 3 4 1 2 2 2 2 3 1 3 3 3 3 2 3 3 2 3 2 2 3 76 50 47,79 Tidak Baik
20 Ny. S Petani Petani <Rp.500.000 24 Perempuan SD Perempuan 4 3 2 1 1 1 2 3 3 2 2 1 2 3 3 2 2 2 1 3 1 1 2 2 1 1 1 2 2 2 1 55 50 15,73 Tidak Baik
21 Ny. T Petani Petani <Rp.500.000 26 Perempuan SMP Perempuan 3 3 2 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 3 3 2 3 2 2 2 3 3 1 82 50 56,96 Baik
22 Ny. S Petani Petani <Rp.500.000 35 Perempuan SD Perempuan 4 4 4 4 4 2 3 4 4 3 3 3 3 4 3 2 2 2 1 3 2 3 2 2 3 1 3 3 3 3 1 84 50 60,01 Baik
23 Ny. T Petani Petani <Rp.500.000 22 Perempuan SD Perempuan 3 4 4 4 4 2 3 4 4 3 3 3 3 4 3 2 2 2 1 3 2 3 2 2 4 1 3 3 3 3 1 85 50 61,54 Baik
24 Ny. C Petani Petani <Rp.500.000 24 Perempuan SD Laki - Laki 5 3 3 4 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 2 2 3 1 3 1 2 2 2 2 2 1 2 3 3 1 74 50 44,74 Tidak Baik
25 Ny. N Petani Petani <Rp.500.000 20 Perempuan SD Laki - Laki 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 2 2 3 1 3 1 2 2 2 2 2 1 2 3 3 1 74 50 44,74 Tidak Baik
26 Ny. F Petani Petani <Rp.500.000 21 Perempuan SMP Laki - Laki 3 2 2 2 2 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 3 2 1 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 76 50 47,79 Tidak Baik
Rp.500.000
27 Ny. S Petani Wiraswasta - Rp. 21 Perempuan SMA Perempuan 3 3 3 4 3 3 3 4 4 3 3 2 3 3 1 4 3 2 1 3 2 1 3 3 2 3 2 2 4 3 1 81 50 55,43 Baik
1000.000
Rp.500.000
28 Ny. N Petani Wiraswasta - Rp. 32 Perempuan SMA Perempuan 3 4 3 4 4 4 3 3 4 2 3 1 2 1 4 4 2 2 1 1 1 3 2 3 1 3 3 2 3 2 1 76 50 47,79 Tidak Baik
1000.000
29 Ny. T Petani Petani <Rp.500.000 30 Perempuan SMP Laki - Laki 3 3 3 4 3 2 2 4 3 2 3 4 3 4 2 1 1 2 1 3 1 2 3 3 4 3 3 3 2 1 1 76 50 47,79 Tidak Baik
30 Ny. S Petani Petani <Rp.500.000 24 Perempuan SD Perempuan 4 3 4 4 2 3 1 4 4 4 2 3 3 3 2 1 3 3 1 3 1 2 3 3 4 3 3 4 4 2 2 84 50 60,01 Baik
31 Ny. D Petani Petani <Rp.500.000 35 Perempuan SMP Laki - Laki 4 3 4 4 2 3 1 4 4 4 2 3 3 3 2 1 3 3 1 2 1 2 3 3 4 3 3 4 4 2 1 82 50 56,96 Baik
32 Ny.H Petani Wiraswasta <Rp.500.000 32 Perempuan SMP Perempuan 4 3 3 4 3 2 2 4 3 2 3 4 3 4 2 1 2 2 1 3 1 2 3 3 4 3 3 4 3 2 1 80 50 53,9 Baik
33 Ny. J Petani Petani <Rp.500.000 31 Perempuan SMP Laki - Laki 5 3 3 4 4 4 3 4 3 2 3 3 3 3 1 4 2 2 1 3 3 3 2 4 3 3 4 4 3 2 1 87 50 64,59 Baik
34 Ny. W Petani Petani <Rp.500.000 35 Perempuan SD Perempuan 3 4 2 3 2 3 3 4 3 3 3 4 4 4 1 1 1 2 1 3 1 3 2 3 1 3 2 3 4 3 3 79 50 52,38 Baik
35 Ny. E Petani Petani <Rp.500.000 33 Perempuan SD Perempuan 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 2 3 3 2 3 1 3 2 2 2 2 1 2 1 2 3 3 1 3 2 2 73 50 43,21 Tidak Baik
Rp.1000.000
36 Ny. NY Wiraswasta Petani - Rp. 45 Perempuan SD Perempuan 4 4 2 3 3 4 3 3 3 3 2 4 3 2 3 2 2 2 1 2 2 2 2 3 3 3 3 2 3 3 2 79 50 52,38 Baik
2000.000
37 Ny. SQ Petani Wiraswasta <Rp.500.000 35 Perempuan SMP Laki - Laki 3 4 3 3 1 1 3 3 4 2 3 3 3 4 2 2 2 2 1 3 1 3 2 2 3 3 3 2 3 2 1 74 50 44,74 Tidak Baik
38 Ny. H Petani Petani <Rp.500.000 31 Perempuan SD Laki - Laki 3 3 2 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 3 2 2 2 2 2 3 1 2 3 3 2 2 3 3 3 2 1 74 50 44,74 Tidak Baik
39 Ny.W Petani Petani <Rp.500.000 40 Perempuan SD Laki - Laki 5 3 3 3 3 3 3 3 4 2 3 2 3 3 2 2 3 3 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 83 50 58,48 Baik

92
40 Ny. S Petani Wiraswasta <Rp.500.000 27 Perempuan SMA Laki - Laki 5 3 3 4 3 2 2 4 3 2 3 4 3 4 2 1 1 2 1 3 1 2 3 3 3 3 4 4 3 2 1 79 50 52,38 Baik
41 Ny, Y Petani Petani <Rp.500.000 26 Perempuan SMP Perempuan 4 4 2 3 2 3 3 3 3 1 3 4 4 4 1 1 1 2 1 3 1 3 2 2 4 3 2 3 4 3 1 76 50 47,79 Tidak Baik
42 Ny. T Petani Wiraswasta <Rp.500.000 24 Perempuan SMA Laki - Laki 3 4 3 4 3 3 3 4 3 1 3 4 4 4 1 1 1 1 1 2 1 1 2 1 4 2 2 1 2 2 1 69 50 37,11 Tidak Baik
43 Ny. D Petani Wiraswasta <Rp.500.000 25 Perempuan SMP Perempuan 3 4 3 3 3 2 2 4 3 2 2 3 3 4 2 2 2 2 2 3 1 2 2 2 3 3 3 4 3 2 1 77 50 49,32 Tidak Baik
44 Ny. W Petani Petani <Rp.500.000 30 Perempuan SD Laki - Laki 4 4 2 3 2 3 3 3 2 1 3 3 3 3 3 2 2 2 1 3 2 3 1 3 1 1 3 2 2 3 3 72 50 41,69 Tidak Baik
45 Ny. T Petani Petani <Rp.500.000 33 Perempuan SMA Laki - Laki 4 3 3 4 3 2 2 4 3 2 3 4 2 3 2 1 1 2 1 3 1 2 3 3 3 3 3 4 3 2 1 76 50 47,79 Tidak Baik

Pola asuh
Baik = 21

Pola asuh
Tidak Baik
=24

93
Pola Asuh Anak
Jenis Pernyataan
Nama Pekerjaan Jenis Umur Pola
No Pekerjaan Pendapatan Umur Pendidikan Kelamin Score Kategori
Orangtua KK Kelamin Anak Asuh
anak 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Tidak
1 Ny. A Petani Petani <Rp.500.000 34 Perempuan SMP Perempuan 3 3 2 3 3 4 4 4 4 3 1 2 3 3 4 3 4 4 4 4 4 3 4 2 3 3 3 4 4 4 3 3 3 4 109 Tinggi
Baik
2 Ny. J Petani Petani <Rp.500.000 21 Perempuan SMP Perempuan 4 1 1 1 2 3 1 1 1 4 4 1 4 2 4 4 4 2 1 3 1 1 4 1 1 1 1 2 4 1 4 4 1 3 73 Sedang Baik
3 Ny. I Petani Wiraswasta <Rp.500.000 18 Perempuan SMP Laki - Laki 3 2 1 1 2 2 1 1 1 2 4 1 2 2 2 1 2 2 1 2 2 2 2 1 1 1 2 2 4 1 4 4 1 4 63 Rendah Baik

4 Ny. M Petani Petani <Rp.500.000 30 Perempuan SD Perempuan 3 2 2 2 3 4 4 4 4 3 1 2 2 3 3 4 3 3 4 3 1 4 3 3 4 4 3 4 3 2 4 4 3 3 101 Tinggi Baik


Rp.500.000 - Rp.
5 Ny. Y Wiraswasta Wiraswasta 49 Perempuan SMA Laki - Laki 4 4 4 4 4 4 1 4 4 4 4 2 4 2 2 2 4 2 4 4 2 4 3 3 1 1 1 2 4 4 4 4 4 4 104 Tinggi Baik
1000.000
6 Ny. W Petani Petani <Rp.500.000 29 Perempuan SD Perempuan 4 3 2 3 3 3 3 3 3 4 4 1 4 4 4 4 4 2 4 3 1 4 4 1 1 1 1 2 4 4 4 4 4 4 100 Tinggi Baik
Rp.500.000 - Rp. Tidak
7 Ny. A Wiraswasta Wiraswasta 25 Perempuan SMA Perempuan 4 3 3 3 3 3 3 2 1 1 2 2 3 3 3 3 3 2 1 1 1 2 2 2 2 3 3 3 3 4 3 3 3 2 81 Sedang
1000.000 Baik
8 Ny. A Petani Wiraswasta <Rp.500.000 24 Perempuan SMA Laki - Laki 4 1 1 1 2 3 4 4 2 3 3 2 2 2 2 3 3 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 64 Rendah Baik
Rp.500.000 - Rp.
9 Ny. W Wiraswasta Wiraswasta 28 Perempuan SMA Laki - Laki 4 1 1 1 2 3 4 3 2 3 3 2 2 2 2 3 3 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 1 1 1 3 3 1 1 67 Sedang Baik
1000.000
Rp.500.000 - Rp.
10 Ny. R Wiraswasta Petani 30 Perempuan SMA Laki - Laki 5 1 1 1 2 3 3 4 3 3 3 2 2 2 2 3 3 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 3 3 68 Sedang Baik
1000.000
Tidak
11 Ny. N Petani Petani <Rp.500.000 35 Perempuan SMP Perempuan 4 3 3 3 3 4 4 4 4 3 1 2 3 3 4 3 4 4 4 4 4 3 4 2 3 3 3 4 4 4 3 3 3 4 110 Tinggi
Baik
Tidak
12 Ny. S Petani Petani <Rp.500.000 24 Perempuan SMP Perempuan 5 2 2 2 3 3 3 3 2 1 1 2 2 3 3 3 3 3 4 4 4 3 3 3 3 2 2 3 3 3 2 2 2 2 86 Sedang
Baik
Rp.500.000 - Rp.
13 Ny. T Wiraswasta Wiraswasta 25 Perempuan SMA Laki - Laki 4 1 1 1 2 3 4 3 2 3 3 2 2 2 2 2 3 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 3 1 1 1 1 1 2 65 Rendah Baik
1000.000
Rp.500.000 - Rp. Tidak
14 Ny. H Wiraswasta Wiraswasta 23 Perempuan SMP Laki - Laki 3 4 4 3 3 2 2 2 3 3 4 4 3 3 3 4 4 3 3 3 1 1 3 3 3 3 4 3 4 3 4 4 4 4 104 Tinggi
1000.000 Baik
Rp.500.000 - Rp. Tidak
15 Ny. S Wiraswasta Wiraswasta 38 Perempuan SMP Laki - Laki 4 1 1 1 1 1 1 1 2 2 3 1 1 1 1 1 1 1 2 3 4 1 1 1 3 1 1 2 2 3 2 3 2 3 55 Rendah
1000.000 Baik
Rp.500.000 - Rp. Tidak
16 Ny. T Wiraswasta Wiraswasta 39 Perempuan SMP Perempuan 4 3 3 3 3 1 1 1 2 2 4 3 3 3 3 4 4 3 3 3 3 4 3 3 3 3 4 3 4 4 4 4 4 4 102 Tinggi
1000.000 Baik
Rp.500.000 - Rp. Tidak
17 Ny. C Petani Petani 40 Perempuan SD Perempuan 3 4 4 3 3 4 4 3 3 4 2 2 3 3 3 4 4 4 3 4 1 1 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 112 Tinggi
1000.000 Baik
Rp.500.000 - Rp. Tidak
18 Ny. L Petani Petani 40 Perempuan SD Perempuan 4 1 1 1 1 1 1 1 2 2 3 1 1 1 1 1 1 1 2 3 4 1 1 1 3 1 1 2 2 3 2 3 2 4 56 Rendah
1000.000 Baik
Tidak
19 Ny. G Petani Petani <Rp.500.000 35 Perempuan SD Laki - Laki 4 4 4 3 2 3 4 1 3 4 3 1 4 2 4 4 4 2 1 3 1 1 4 1 1 1 1 2 4 1 4 4 1 3 85 Sedang
Baik
Tidak
20 Ny. S Petani Petani <Rp.500.000 24 Perempuan SD Perempuan 4 1 1 1 2 3 1 1 1 4 3 1 4 2 4 4 4 2 1 3 1 1 4 1 1 1 1 2 4 1 4 4 1 3 72 Sedang
Baik
21 Ny. T Petani Petani <Rp.500.000 26 Perempuan SMP Perempuan 3 1 1 3 2 1 1 1 2 2 3 1 1 1 1 1 1 1 2 3 4 1 1 1 3 1 1 2 2 3 2 3 2 4 59 Rendah Baik
22 Ny. S Petani Petani <Rp.500.000 35 Perempuan SD Perempuan 4 1 1 2 2 1 1 1 2 2 3 1 1 1 1 1 1 1 2 3 4 1 1 1 3 1 1 2 2 3 2 3 2 4 58 Rendah Baik
23 Ny. T Petani Petani <Rp.500.000 22 Perempuan SD Perempuan 3 2 2 2 2 1 1 1 2 2 3 1 1 1 1 1 1 1 2 3 4 1 1 1 3 1 1 2 2 3 2 3 2 4 60 Rendah Baik
Tidak
24 Ny. C Petani Petani <Rp.500.000 24 Perempuan SD Laki - Laki 5 1 2 3 3 4 4 4 4 3 1 2 3 3 4 3 4 4 4 4 4 3 4 2 3 3 3 4 4 4 3 3 3 4 107 Tinggi
Baik
Tidak
25 Ny. N Petani Petani <Rp.500.000 20 Perempuan SD Laki - Laki 3 2 3 4 3 4 4 4 4 3 1 2 3 3 4 3 4 4 4 4 4 3 4 2 3 3 3 4 4 4 3 3 3 4 110 Tinggi
Baik
Tidak
26 Ny. F Petani Petani <Rp.500.000 21 Perempuan SMP Laki - Laki 3 3 3 3 3 4 4 4 4 3 1 2 3 3 4 3 4 4 3 4 4 3 4 2 3 3 3 4 4 4 3 3 3 4 109 Tinggi
Baik
Rp.500.000 - Rp.
27 Ny. S Petani Wiraswasta 21 Perempuan SMA Perempuan 3 1 1 1 2 3 1 1 1 1 1 2 3 2 3 3 3 2 1 3 1 1 3 1 1 1 1 1 1 2 3 3 3 3 60 Rendah Baik
1000.000
Rp.500.000 - Rp. Tidak
28 Ny. N Petani Wiraswasta 32 Perempuan SMA Perempuan 3 1 1 1 2 3 1 1 1 4 4 2 4 2 4 4 4 2 1 3 1 1 4 1 1 1 1 2 4 1 4 4 1 3 74 Sedang
1000.000 Baik
Tidak
29 Ny. T Petani Petani <Rp.500.000 30 Perempuan SMP Laki - Laki 3 1 1 1 2 3 1 1 1 3 4 2 4 2 4 4 4 2 1 3 1 1 4 1 1 1 1 1 4 1 4 4 1 3 72 Sedang
Baik
30 Ny. S Petani Petani <Rp.500.000 24 Perempuan SD Perempuan 4 1 1 1 2 3 1 1 1 4 4 1 4 2 4 4 4 2 1 3 1 1 4 1 1 1 1 2 4 1 4 4 1 3 73 Sedang Baik
31 Ny. D Petani Petani <Rp.500.000 35 Perempuan SMP Laki - Laki 4 1 1 3 2 3 1 1 1 4 4 2 4 2 4 4 4 2 1 3 1 1 4 1 1 1 1 1 4 1 4 4 1 3 75 Sedang Baik
32 Ny.H Petani Wiraswasta <Rp.500.000 32 Perempuan SMP Perempuan 4 1 1 1 1 3 3 2 3 3 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 1 3 1 1 1 3 1 63 Rendah Baik
33 Ny. J Petani Petani <Rp.500.000 31 Perempuan SMP Laki - Laki 5 1 2 3 1 3 3 2 3 3 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 1 3 1 1 1 3 1 66 Sedang Baik
34 Ny. W Petani Petani <Rp.500.000 35 Perempuan SD Perempuan 3 1 1 3 1 3 3 2 3 3 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 1 3 1 1 1 3 1 65 Rendah Baik
Tidak
35 Ny. E Petani Petani <Rp.500.000 33 Perempuan SD Perempuan 3 1 2 1 3 4 4 4 4 3 1 2 3 3 4 3 4 4 4 4 4 3 4 2 3 3 3 4 4 4 3 3 3 4 105 Tinggi
Baik
Rp.1000.000 - Rp.
36 Ny. NY Wiraswasta Petani 45 Perempuan SD Perempuan 4 1 1 1 1 3 3 2 3 3 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 1 3 1 1 1 3 1 63 Rendah Baik
2000.000
Tidak
37 Ny. SQ Petani Wiraswasta <Rp.500.000 35 Perempuan SMP Laki - Laki 3 4 1 1 4 4 4 4 4 1 1 2 3 3 4 3 3 4 3 3 3 2 4 2 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 103 Tinggi
Baik
Tidak
38 Ny. H Petani Petani <Rp.500.000 31 Perempuan SD Laki - Laki 3 1 1 4 3 3 3 4 4 3 3 2 3 3 4 4 4 3 2 3 1 2 3 2 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 101 Tinggi
Baik
39 Ny.W Petani Petani <Rp.500.000 40 Perempuan SD Laki - Laki 5 2 2 3 1 1 2 3 4 1 1 2 3 3 1 1 1 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 1 1 3 1 64 Rendah Baik
40 Ny. S Petani Wiraswasta <Rp.500.000 27 Perempuan SMA Laki - Laki 5 1 1 1 2 3 1 1 1 4 4 1 4 2 4 4 4 2 1 3 1 1 4 1 1 1 1 2 4 1 4 4 1 3 73 Sedang Baik
Tidak
41 Ny, Y Petani Petani <Rp.500.000 26 Perempuan SMP Perempuan 4 2 2 2 4 2 4 4 3 2 4 4 2 2 3 1 2 2 1 2 4 4 4 4 4 4 1 4 4 4 4 4 4 4 101 Tinggi
Baik
Tidak
42 Ny. T Petani Wiraswasta <Rp.500.000 24 Perempuan SMA Laki - Laki 3 2 2 2 3 4 4 4 4 3 1 2 2 3 3 4 3 3 4 3 1 4 3 3 4 4 3 4 3 3 4 4 1 3 100 Tinggi
Baik
Tidak
43 Ny. D Petani Wiraswasta <Rp.500.000 25 Perempuan SMP Perempuan 3 4 4 4 4 4 1 4 4 4 4 2 4 2 2 2 4 2 4 4 2 4 3 3 1 1 1 2 4 4 4 4 4 4 104 Tinggi
Baik
Tidak
44 Ny. W Petani Petani <Rp.500.000 30 Perempuan SD Laki - Laki 4 2 2 2 2 4 2 2 1 2 2 2 2 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 1 4 102 Tinggi
Baik
Tidak
45 Ny. T Petani Petani <Rp.500.000 33 Perempuan SMA Laki - Laki 4 1 1 1 2 4 1 1 4 4 4 4 2 4 4 2 2 2 4 4 1 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 1 3 100 Tinggi
Baik

Temper
19
tantrum
Tinggi

94
Temper
13
tantrum
sedang

Temper
13
tantrum
rendah

95
Lampiran 9 validitas dan reliabilitas

Validitas Pola Asuh


Total_score
Pearson
Correlation Sig. (2-tailed) N
VAR00001 ,635* ,027 12
VAR00002 ,713** ,009 12
VAR00003 ,782** ,003 12
VAR00004 ,644* ,024 12
VAR00005 ,782** ,003 12
VAR00006 ,840** ,001 12
VAR00007 ,780** ,003 12
VAR00008 ,818** ,001 12
VAR00009 ,608* ,036 12
VAR00010 ,619* ,032 12
VAR00011 ,752** ,005 12
VAR00012 ,752** ,005 12
VAR00013 ,775** ,003 12
VAR00014 ,669* ,017 12
VAR00015 ,763** ,004 12
VAR00016 ,624* ,030 12
VAR00017 ,754** ,005 12
VAR00018 ,612* ,034 12
VAR00019 ,739** ,006 12
VAR00020 ,788** ,002 12
VAR00021 ,620* ,032 12
VAR00022 ,674* ,016 12
VAR00023 ,809** ,001 12
VAR00024 ,726** ,008 12
VAR00025 ,729** ,007 12
VAR00026 ,703* ,011 12
VAR00027 ,726** ,007 12
VAR00028 ,618* ,032 12
VAR00029 ,638* ,026 12
VAR00030 ,586* ,045 12
Total_score 1 12
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

96
Validitas temper tantrum

Total_score
Pearson
Correlation Sig. (2-tailed) N
VAR00001 ,671* ,017 12
VAR00002 ,894** ,000 12
VAR00003 ,652* ,022 12
VAR00004 ,671* ,017 12
VAR00005 ,771** ,003 12
VAR00006 ,671* ,017 12
VAR00007 ,618* ,032 12
VAR00008 ,731** ,007 12
VAR00009 ,894** ,000 12
VAR00010 ,761** ,004 12
VAR00011 ,671* ,017 12
VAR00012 ,802** ,002 12
VAR00013 ,637* ,026 12
VAR00014 ,869** ,000 12
VAR00015 ,850** ,000 12
VAR00016 ,805** ,002 12
VAR00017 ,684* ,014 12
VAR00018 ,918** ,000 12
VAR00019 ,959** ,000 12
VAR00020 ,723** ,008 12
VAR00021 ,802** ,002 12
VAR00022 ,723** ,008 12
VAR00023 ,700* ,011 12
VAR00024 ,714** ,009 12
VAR00025 ,617* ,033 12
VAR00026 ,713** ,009 12
VAR00027 ,921** ,000 12
VAR00028 ,693* ,013 12
VAR00029 ,694* ,012 12
VAR00030 ,619* ,032 12
VAR00031 ,615* ,033 12
VAR00032 ,617* ,033 12
VAR00033 ,659* ,020 12
Total_score 1 12
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

97
Reliabilitas Pola asuh

Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Based on
Cronbach's Alpha Standardized Items N of Items
,964 ,966 30

Reliabilitas Temper tantrum

Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Based on
Cronbach's Alpha Standardized Items N of Items
,964 ,966 30

98
Lampiran 10 analisis data

Frequencies
Statistics
Umur_Orangtua Umur_Anak
N Valid 45 45
Missing 0 0
Mean 29,9556 3,7333
Median 30,0000 4,0000
Mode 24,00a 4,00
Minimum 18,00 3,00
Maximum 49,00 5,00
a. Multiple modes exist. The smallest value is shown

Frequency Table
Umur_Orangtua
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 18,00 1 2,2 2,2 2,2
20,00 1 2,2 2,2 4,4
21,00 3 6,7 6,7 11,1
22,00 1 2,2 2,2 13,3
23,00 1 2,2 2,2 15,6
24,00 6 13,3 13,3 28,9
25,00 3 6,7 6,7 35,6
26,00 2 4,4 4,4 40,0
27,00 1 2,2 2,2 42,2
28,00 1 2,2 2,2 44,4
29,00 1 2,2 2,2 46,7
30,00 4 8,9 8,9 55,6
31,00 2 4,4 4,4 60,0
32,00 2 4,4 4,4 64,4
33,00 2 4,4 4,4 68,9
34,00 1 2,2 2,2 71,1
35,00 6 13,3 13,3 84,4
38,00 1 2,2 2,2 86,7
39,00 1 2,2 2,2 88,9
40,00 3 6,7 6,7 95,6
45,00 1 2,2 2,2 97,8
49,00 1 2,2 2,2 100,0
Total 45 100,0 100,0

99
Umur_Anak
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 3,00 18 40,0 40,0 40,0
4,00 21 46,7 46,7 86,7
5,00 6 13,3 13,3 100,0
Total 45 100,0 100,0

Explore

[DataSet1] C:\Users\user\Documents\Analisis Penelititan Univariat.sav


Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Umur_A
45 100,0% 0 0,0% 45 100,0%
nak
Umur_O
45 100,0% 0 0,0% 45 100,0%
rangtua

Descriptives
Statistic Std. Error
Umur_Anak Mean 3,7333 ,10249
95% Confidence Lower Bound 3,5268
Interval for Mean
Upper Bound 3,9399
5% Trimmed Mean 3,7037
Median 4,0000
Variance ,473
Std. Deviation ,68755
Minimum 3,00
Maximum 5,00
Range 2,00
Interquartile Range 1,00
Skewness ,402 ,354
Kurtosis -,796 ,695
Umur_Orangtua Mean 29,9556 1,04493
95% Confidence Lower Bound 27,8496
Interval for Mean
Upper Bound 32,0615
5% Trimmed Mean 29,6481
Median 30,0000

100
Variance 49,134
Std. Deviation 7,00959
Minimum 18,00
Maximum 49,00
Range 31,00
Interquartile Range 11,00
Skewness ,556 ,354
Kurtosis -,039 ,695

FREQUENCIES VARIABLES=Pekerjaan Pendapatan Jenis_kelamin_orangtua


Pendidikan Jenis_Kelamin_Anak

Temper_tantrum Pola_Asuh

/ORDER=ANALYSIS.

Frequencies
Statistics
Jenis_kela
Pekerjaa Pendapat min_orangt Pendidika Jenis_Kela
n an ua n min_Anak
N Valid 45 45 45 45 45
Missin
0 0 0 0 0
g

Statistics
Temper_tantrum Pola_Asuh
N Valid 45 45
Missing 0 0

Frequency Table
Pekerjaan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Petani 29 64,4 64,4 64,4
Wirasw 16 35,6 35,6 100,0
Total 45 100,0 100,0

Pekerjaan_KK
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Petani 36 80,0 80,0 80,0
Wiraswasta 9 20,0 20,0 100,0
Total 45 100,0 100,0

101
Pendapatan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid <Rp.500.000 32 71,1 71,1 71,1
Rp.1000.000 - Rp. 2000.0 1 2,2 2,2 73,3
Rp.500.000 - Rp. 1000.00 12 26,7 26,7 100,0
Total 45 100,0 100,0

Jenis_kelamin_orangtua
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Perempuan 45 100,0 100,0 100,0

Pendidikan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid SD 17 37,8 37,8 37,8
SMA 11 24,4 24,4 62,2
SMP 17 37,8 37,8 100,0
Total 45 100,0 100,0

Jenis_Kelamin_Anak
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki - Laki 22 48,9 48,9 48,9
Perempuan 23 51,1 51,1 100,0
Total 45 100,0 100,0

Temper_tantrum
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Rendah 13 28,9 28,9 28,9
Sedang 13 28,9 28,9 57,8
Tinggi 19 42,2 42,2 100,0
Total 45 100,0 100,0

Pola_Asuh
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Baik 21 46,7 46,7 46,7
Tidak Baik 24 53,3 53,3 100,0
Total 45 100,0 100,0

102
COMPUTE T_Score=50+(10*ZSkor_Pola_Asuh).

EXECUTE.

DESCRIPTIVES VARIABLES=T_Score

/STATISTICS=MEAN STDDEV MIN MAX.

Descriptives
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
T_Score 45 15,91 67,81 50,0000 10,00000
Valid N (listwise) 45

Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Pola_Asuh *
45 100,0% 0 ,0% 45 100,0%
Temper_tantrum

Pola_Asuh * Temper_tantrum Crosstabulation


Temper_tantrum
Rendah Sedang Tinggi Total
Pola_Asuh Baik Count 11 7 3 21
Expected Count 6,1 6,1 8,9 21,0
% within Pola_Asuh 52,4% 33,3% 14,3% 100,0%
% within Temper_tantrum 84,6% 53,8% 15,8% 46,7%
% of Total 24,4% 15,6% 6,7% 46,7%
Tidak Baik Count 2 6 16 24
Expected Count 6,9 6,9 10,1 24,0
% within Pola_Asuh 8,3% 25,0% 66,7% 100,0%
% within Temper_tantrum 15,4% 46,2% 84,2% 53,3%
% of Total 4,4% 13,3% 35,6% 53,3%
Total Count 13 13 19 45
Expected Count 13,0 13,0 19,0 45,0
% within Pola_Asuh 28,9% 28,9% 42,2% 100,0%
% within Temper_tantrum 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%
% of Total 28,9% 28,9% 42,2% 100,0%

103
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2-
Value df sided)
Pearson Chi-Square 15,069a 2 ,001
Likelihood Ratio 16,502 2 ,000
Linear-by-Linear
14,687 1 ,000
Association
N of Valid Cases 45
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 6,07.

Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient ,501 ,001
N of Valid Cases 45
N of Valid Cases

104
Lampiran 11 Lembar Revisi

105
106
107
108
109
110
Lampiran 12

JADWAL PENELITIAN

Bulan
No Kegiatan
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli
1 Pembuatan data dan konsul
judul
2 Penyusunan proposal
3 Bimbingan proposal
4 Ujian proposal
5 Revisi proposal
6 Pengambilan data
7 Penelitian
8 Pengambilan data akhir
9 Penyusunan dan konsul
skripsi
10 Ujian skripsi

111
Lampiran 13 Lembar konsultasi

112
113
Lampiran 14 Dokumentasi

114

Anda mungkin juga menyukai