EDISI 3
14 Juni 2020
Tim Penyusun:
Disclaimer isi:
UKK Emergensi dan Rawat Intensif Anak: critical illness - bagian tata laksana kegawatan
I. Pendahuluan
..........................................................................................................................................
3 II. Definisi
......................................................................................................................................................
3 A. Orang Tanpa Gejala (OTG)
.......................................................................................................
3
B. Orang dalam Pemantauan (ODP)
..........................................................................................
3 C. Pasien dalam Pengawasan (PDP) .........................................................................................
4 D . Kasus Konfirmasi
.........................................................................................................................
4 E . Definisi Kontak Erat
....................................................................................................................
4
III. Diagnosis .................................................................................................................................................
7 A. Anamnesis .......................................................................................................................................
7 B. Pemeriksaan Fisis
........................................................................................................................
7 C. Pemeriksaan Penunjang ...........................................................................................................
8 D. Klasifikasi Klinis ...........................................................................................................................
11 E. Diagnosis BPJS ICD10
.................................................................................................................
12
IV. Tata laksana ...........................................................................................................................................
14 A . Panduan tata laksana klinis
.....................................................................................................
14 B. Antivirus potensial dan hidroksiklorokuin untuk infeksi COVID-‐19
....................
21 C. Penyakit Komorbid .....................................................................................................................
23 D . Panduan Tata laksana Kegawatan pada Anak
.................................................................
24 E. Tata laksana COVID-‐19 pada Neonatus .............................................................................
42
V. Kriteria Pemulangan Pasien
............................................................................................................
47
VI. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi .......................................................................................
48 A . Pencegahan secara Umum
.......................................................................................................
48 B . Pada situasi d i rawat jalan
.......................................................................................................
49 C . Pada situasi d i rawat inap
........................................................................................................
49 D. Pada situasi di Emergensi ........................................................................................................
50 E. Prosedur berisiko tinggi ...........................................................................................................
50 F. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) .............................................................................
51 Daftar bacaan
.........................................................................................................................................
59 Lampiran 1
..............................................................................................................................................
65 Lampiran 2
..............................................................................................................................................
67 Lampiran 3
..............................................................................................................................................
70 Lampiran 4
..............................................................................................................................................
73
Perhatian khusus
Panduan ini merupakan panduan interim yang dapat berubah sewaktu-‐waktu karena
perkembangan penyakit yang masih baru dan bukti-‐bukti keilmuan yang terus bertambah.
Panduan ini ditujukan khusus untuk anggota IDAI.
I. Pendahuluan
Saat ini COVID-‐19 telah dinyatakan sebagai kasus pandemik. Sampai tanggal 4 Juni 2020 terdapat
6.416.828 kasus COVID-‐19 dengan lebih dari 170 negara terjangkit COVID-‐19. Kasus kematian
mencapai 382.867 kasus (5,9%) (https://covid19.who.int/) . Berdasarkan data dari CDC, kejadian
COVID-‐19 pada anak yang dilaporkan di Amerika, China, Itali dan Inggris lebih sedikit
dibandingkan dengan kasus dewasa, yaitu sekitar 0.8% -‐ 2.2% dari jumlah total kasus yang
terkonfirmasi. Sebagian besar anak yang terkonfirmasi COVID-‐19 mendapatkannya dari keluarga
(https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-‐ncov/hcp/pediatric-‐hcp.html). Menurut Wu, dkk
(2020) kejadian COVID-‐19 pada anak usia 10-‐19 tahun sebanyak 549/72.314 atau 1% dari
seluruh kasus; sedangkan kelompok usia <10 tahun sebanyak 416/72.314 (0,9%) kasus.
Sampai dengan tanggal 3 Juni 2020, di Indonesia, terdapat 28. 233 kasus terkonfirmasi
COVID-‐19; 1698 kasus (6%) diantaranya meninggal. Berdasarkan data terkini kementrian
kesehatan RI (2 Juni
2020), angka kasus konfirmasi anak adalah sebesar 7,76% dari total keseluruhan kasus
konfirmasi COVID-‐19 (https://data.covid19.go.id/public/index.html). Angka ini lebih tinggi bila
dibandingkan laporan kasus di beberapa negara di dunia.
II. Definisi
Beberapa istilah berikut digunakan untuk mengklasifikasikan status anak yang dicurigai
COVID-‐
19 sesuai dengan petunjuk terbaru dari Kementerian Kesehatan RI pada Pedoman Pencegahan
dan Pengendalian COVID-‐19 revisi keempat:
penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan DAN pada 14 hari
terakhir sebelum
timbul gejala memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di negara/wilayah yang
melaporkan transmisi lokal*.
2. Anak yang mengalami gejala gangguan sistem pernapasan seperti pilek/sakit
tenggorokan/batuk DAN pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat
kontak dengan kasus konfirmasi COVID-‐19.
C. Pasien dalam Pengawasan (PDP)
1. Anak dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yaitu demam (≥38°C) atau
riwayat demam; disertai salah satu gejala/tanda penyakit pernapasan seperti:
batuk/sesak napas/sakit tenggorokan/pilek/pneumonia ringan hingga berat# DAN
tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan DAN pada 14
hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di
negara/wilayah yang melaporkan transmisi lokal*.
2. Anak dengan demam (≥38°C) atau riwayat demam atau ISPA DAN pada 14 hari
terakhir
sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus konfirmasi COVID-‐19.
3. Anak dengan gejala ISPA berat/pneumonia berat** yang membutuhkan perawatan di
rumah sakit DAN tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan.
D. Kasus Konfirmasi
Anak yang terinfeksi COVID-‐19 dengan hasil pemeriksaan tes positif melalui pemeriksaan
PCR.
^Saat ini, istilah suspek dikenal sebagai pasien dalam pengawasan.
#Perlu waspada pada pasien dengan gangguan sistem kekebalan tubuh (immunocompromised)
karena gejala dan tanda menjadi tidak jelas.
*negara/wilayah yang melaporkan transmisi lokal, dapat dilihat melalui
situshttp://infeksiemerging.kemkes.go.id.
**ISPA berat atau pneumonia berat adalah
Pasien remaja dengan demam atau dalam pengawasan infeksi saluran napas, ditambah
satu
dari: frekuensi napas >30 x/menit, distress pernapasan berat, atau saturasi oksigen (SpO2)
<94% pada udara kamar.
Pasien anak dengan batuk atau kesulitan bernapas, ditambah setidaknya satu dari berikut ini:
-‐ sianosis sentral atau SpO2 <94%;
-‐ distres pernapasan berat (seperti mendengkur, tarikan dinding dada yang berat);
-‐ tanda pneumonia berat: ketidakmampuan menyusui atau minum, letargi atau penurunan
kesadaran, atau kejang.
-‐ Tanda lain dari pneumonia yaitu: tarikan dinding dada, takipnu :<2 bulan, ≥60x/menit;
2–
11 bulan, ≥50x/menit; 1–5 tahun, ≥40x/menit;>5 tahun, ≥30x/menit.
Untuk lebih memahami ketegori ODP, PDP dan OTG, pegelompokan kasus dapat dilihat dari tabel
dibawah ini (Tabel 1,2 dan 3).
Tabel 1. Rincian kategori Pasien Dalam Pengawasan (PDP)
Kategori pasien dalam pengawasan (PDP)
Pada 14 hari terakhir sebelum
Kontak dg
gejala memiliki riwayat
Tidak ada kasus
Gejala dan tanda perjalanan atau tinggal
penyebab lain konfirmasi
gangguan pernapasan: Pneumonia
Demam/riw berdasarkan covid-‐19 pada
batuk/pilek/nyeri berat/ispa Di luar negeri Di area
demam gambaran klinis 14 hari terakhir
tenggorokan/dll berat yang transmisi
yang meyakinkan sebelum gejala
melaporkan lokal
transmisi lokal indonesia
1 + + + + + -‐ -‐
2 + + -‐ + + -‐ -‐
3 + + + + -‐ + -‐
4 + + -‐ + -‐ + -‐
5 + -‐ -‐ -‐ -‐ -‐ +
6 + + + -‐ -‐ -‐ +
7 + + -‐ -‐ -‐ -‐ +
8 + + + + -‐ -‐ -‐
Tabel 2. Rincian kategori Orang Dalam Pemantauan (ODP)
Kategori orang dalam pemantauan (ODP)
Pada 14 hari terakhir Kontak dg
sebelum gejala memiliki kasus
1 + -‐ -‐ + + -‐ -‐
2 -‐ + -‐ + + -‐ -‐
3 + -‐ -‐ + -‐ + -‐
4 -‐ + -‐ + -‐ + -‐
5 -‐ + -‐ -‐ _ -‐ +
Tabel 3. Rincian kategori Orang Tanpa Gejala (OTG)
Kategori orang tanpa gejala (OTG)
Demam/riw Gejala&tanda Pneumonia Tidak ada Pada 14 hari terakhir sebelum Kontak dg
demam gangguan berat/ispa penyebab lain gejala memiliki riwayat kasus
pernapasan: berat berdasarkan perjalanan atau tinggal konfirmasi
batuk/nyeri gambaran klinis Di luar negeri Di area covid-‐19 pada
tenggorokan dll yang meyakinkan yang transmisi 14 hari terakhir
melaporkan lokal sebelum gejala
transmisi lokal indonesia
1 -‐ -‐ -‐ -‐ -‐ -‐ +
III. Diagnosis
A. Anamnesis
Manifestasi klinis COVID-‐19 pada anak sangat bervariasi, dari yang asimptomatik sampai
menunjukkan gejala sesak yang berat. Pada anamnesis, tanyakan:
1. Gejala:
• Gejala sistemik: demam, malaise, fatigue, nyeri kepala, mialgia
• Gejala saluran pernapasan: batuk, pilek, nyeri tenggorokan, hidung tersumbat, sesak
napas
2. Gejala lain: diare, mual, muntah, nyeri perut,
3. Faktor risiko:
• Kontak erat dengan PDP, kasus probabel, atau kasus terkonfirmasi COVID-‐19
• Tinggal atau bepergian ke negara atau area terjangkit.
B. Pemeriksaan Fisis
Tergantung derajat keparahan penyakit, pada pemeriksaan bisa didapatkan tanda berikut:
• Kesadaran: kompos mentis sampai penurunan kesadaran
• Desaturasi (Sa02<92%)
• Tanda utama: demam dan peningkatan laju napas sesuai kriteria WHO
• Napas cuping hidung
• Sianosis
• Retraksi subkostal dan/atau interkostal
• Suara paru: ronki, wheezing
• Lain-‐lain: pembesaran tonsil.
• Ruam
• konjuntivitis
• inflamasi mukokutaneus (mulut, tangan dan kaki)
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Darah
• Darah rutin lengkap:
o Leukosit sebagian besar normal, namun pada beberapa laporan dapat
meningkat maupun terjadi leukopenia
o Dapat disertai trombositopenia
o Absolute lymphocyte count bervariasi. Sebagian besar normal, namun ada yang
menurun dan meningkat
• LED: meningkat pada sebagian besar kasus
• CRP: normal atau meningkat sementara
• Prokalsitonin: normal/ meningkat pada fase lanjut
• Untuk menilai komplikasi lakukan pemeriksaan gangguan koagulasi, fungsi hati,
fungsi ginjal, laktat, AGD, elektrolit, glukosa, HIV, dan pemeriksaan lain atas indikasi.
2. Pencitraan
1. Foto toraks:
• Pada ODP dan PDP tanpa pneumonia tidak rutin dilakukan, tergantung kondisi
pasien dan penilaian dari klinisi
• Dilakukan pada PDP pneumonia, kasus probabel dan kasus konfirmasi
• Hasil: sesuai gambaran pneumonia ringan sampai berat. Beberpa laporan
melaporkan gambaran ground-‐glass opacity bilateral dengan distribusi bagian
perifer, subpleural dan/atau konsolidasi
• Dapat ditemukan efusi pleura.
2. Ekokardigografi atas indikasi
3. CT-‐scan toraks
• Bisa dilakukan jika terindikasi dan kondisi memungkinkan (pertimbangkan risiko
penularan akibat membawa pasien ke ruang CT-‐scan)
• Pada tahap awal didapatkan gambaran multiple small plaques dan interstitial
changes, terutama di daerah perifer. Pada kondisi lanjut bisa didapatkan
bilateral multiple ground-‐glass opacity dan/atau infiltrat
• Konsolidasi paru bisa didapatkan pada kasus yang berat.
Gambar 1. Serologi antibodi pada pasien COVID19 (sumber: https://www.diazyme.com/covid-‐19-‐antibody-‐
tests; Lauer, S. et al., 2020. The Incubation Period of Coronavirus Disease 2019 (COVID-‐19) From Publicly
Reported Confirmed Cases: Estimation and Application. Annals of Internal Medicine; National Health
Commission of the People’s Republic of China, New Coronavirus Pneumonia Diagnosis and Treatment Program
(Trial Version )7).
• Apabila untuk skrining (deteksi dini), rapid test harus diinterpretasi dengan sangat hati-‐hati di
dalam memilih alat terkait sensitivitas spesifisitas, karena hasil positif tidak bisa memastikan
bahwa betul terinfeksi COVID-‐19 saat ini, sedangkan hasil negatif tidak bisa menyingkirkan
adanya infeksi COVID-‐19 sehingga tetap berpotensi menularkan pada orang lain.
• Apabila menemukan hasil rapid test positif maka HARUS dikonfirmasi dengan pemeriksaan
PCR.
• Apabila ditemukan hasil negatif, harus dilakukan pengambilan sampel ulang 7 – 10 hari
kemudian dan sebaiknya dikonfirmasi dengan pemeriksaan PCR.
• Pemeriksaan antibodi anti-‐SARS-‐CoV-‐2 masih dapat dipertimbangkan untuk menunjukkan
paparan infeksi sehingga dapat digunakan untuk surveilans atau studi epidemiologi dan
penelitian lebih lanjut.
D. Klasifikasi klinis
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan hasil pemeriksaan penunjang, maka klasifikasi
klinis dapat dibagi menjadi asimtomatik, ringan, sedang, berat dan kritis (Tabel 4).
A yang mengalami demam ≥ 3 hari
n
DAN disertai dua dari:
a
k a) Ruam atau konjungitvitis bilateral non purulenta atau tanda inflamsi
d mukokutaneus pada mulut, tangan dan kaki
a b) Hipotensi atau syok
n
c) Gambaran difungsi miokardium, pericarditis, valculitis, abnormalitas
r coroner (terdiri atas kelainan pada ekokardiografi, peningkatan
e
m Troponin/NT-‐proBNP)
a d) Bukti adanya koagulopati (dengan peningkatan PT, APTT, d-‐dimers)
j
a e) Gejala gastrointesitanal akut (diare, muntah, atau nyeri perut)
DAN
0
- Peningkatan marker inflamasi seperti LED, CRP atau procalcitonin
-
DAN
‐
1 Tidak ada penyebab keterlibatan etiologi bakteri yang menyebabkan
9
inflamasi meliputi sepsis bakteri, sindrom syok karena Stafilokokkus atau
t Streptokokkus DAN
a
h Terdapat bukti COVID-‐19 (berupa RT-‐PCR, positif tes antigen atau positif
u serologi) atau kemungkinan besar kontak dengan pasien COVID-‐19
n
E. Diagnosis BPJS ICD10
Selain mengetahui diagnosis dan klasifikasi klinis, untuk kepentingan di lapangan, perlu
diketahui juga cara penulisan diagnosis untuk penagihan ke jaminan kesehatan nasional
seperti yang tercantum pada Tabel 5 dan 6.
Tabel 5. Diagnosis BPJS ICD10
IV. Tata laksana
Secara skematis, penentuan status anak dan tindak lanjutnya dapat dilakukan, yaitu dengan
berdasarkan riwayat tinggal atau bepergian ke Negara terjangkit atau area dengan transmisi lokal
di Indonesia dan berdasarkan adanya kontak dengan ODP, PDP, dan kasus konfirmasi
COVID-‐19 (Gambar 2).
Gambar 2. Ringkasan deteksi dan respon berdasarkan kriteria kasus
• Kontrol di FKTP setelah 14 hari karantina untuk pemantauan klinis.
b. Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan PCR dilakukan hari ke-‐1 dan hari ke-‐14.
c. Non-‐farmakologis
• Nutrisi adekuat
• Berikan edukasi terkait tindakan yang perlu dikerjakan (leaflet untuk dibawa ke
rumah)
Pasien:
- Pasien mengukur suhu tubuh 2 kali sehari, pagi dan malam hari
- Selalu menggunakan masker jika ke luar kamar dan saat berinteraksi dengan
anggota keluarga
- Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer sesering mungkin
- Jaga jarak dengan keluarga (physical distancing)
- Upayakan kamar tidur sendiri/terpisah
- Menerapkan etika batuk (diajarkan oleh tenaga medis)
- Alat makan-‐minum segera dicuci dengan air/sabun
- Berjemur matahari minimal sekitar 10-‐15 menit setiap harinya
- Pakaian yang telah dipakai sebaiknya dimasukkan dalam kantong plastik / wadah
tertutup yang terpisah dengan pakaian kotor keluarga yang lainnya sebelum
dicuci dan segera dimasukkan mesin cuci
- Ukur dan catat suhu tubuh tiap jam 7 pagi, jam 12 siang dan jam 19 malam
- Segera berinformasi ke petugas pemantau/FKTP atau keluarga jika terjadi
peningkatan suhu tubuh >38°C.
Lingkungan/kamar:
- Perhatikan ventilasi, cahaya, dan udara
- Membuka jendela kamar secara berkala
- Bila memungkinkan menggunakan APD saat membersihkan kamar (setidaknya
masker, dan bila memungkinkan sarung tangan dan goggle
- Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer sesering mungkin
- Bersihkan kamar setiap hari , bisa dengan air sabun atau bahan desinfektan
lainnya.
Keluarga:
- Bagi anggota keluarga yang berkontak erat dengan pasien sebaiknya
memeriksakan diri ke FKTP/Rumah Sakit
- Anggota keluarga senanitasa pakai masker
- Jaga jarak minimal 1-‐meter dari pasien
- Senantiasa mencuci tangan
- Jangan sentuh daerah wajah kalau tidak yakin tangan bersih
- Ingat senantiasa membuka jendela rumah agar sirkulasi udara tertukar
- Bersihkan sesering mungkin daerah yang mungkin tersentuh pasien misalnya
gagang pintu dll.
2. ODP
a. Isolasi dan Pemantauan
• Isolasi mandiri di rumah selama 14 hari
• Jika ada indikasi rawat inap karena penyakit komorbid maka dirawat inap di ruang
isolasi.
b. Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan laboratorium PCR swab nasofaring hari 1 dan 2
• Pemeriksaan penunjang sesuai indikasi penyakit komorbidnya.
c. Non-‐farmakologis
• Nutrisi adekuat
• Berikan edukasi terkait tindakan yang perlu dikerjakan
Pribadi :
- Istirahat, intake kalori adekuat, kontrol elektrolit, status hidrasi
- Pakai masker jika ke luar
- Jaga jarak dengan keluarga
- Kamar tidur sendiri
- Menerapkan etika batuk (ajari ke pasien)
- Alat makan minum segera dicuci dengan air/sabun
- Berjemur sekitar 10-‐15 menit pada sebelum jam 9 pagi dan setelah jam 3 sore
- Pakaian yang telah dipakai sebaiknya masukkan dalam kantong plastik/wadah
tertutup sebelum dicuci dan segera dimasukkan mesin cuci
- Ukur dan catat suhu tubuh tiap jam 7 pagi dan jam19 malam
- Sedapatnya memberikan informasi ke petugas pemantau/FKTP atau keluarga jika
terjadi peningkatan suhu tubuh >38°C.
Lingkungan/kamar:
- Perhatikan ventilasi, cahaya dan udara
- Sebaiknya saat pagi membuka jendela kamar
- Saat membersihkan kamar pakai APD (masker dan goggle)
- Bersihkan kamar setiap hari , bisa dengan air sabun atau bahan desinfektan
lainnya.
Keluarga
- Kontak erat sebaiknya memeriksakan diri
- Anggota keluarga senanitasa pakai masker
- Jaga jarak minimal 1 meter
- Senantiasa ingat cuci tangan
- Jangan sentuh daerah wajah kalau tidak yakin tangan bersih
- Ingat senantiasa membuka jendela rumah agar sirkulasi udara tertukar
- Bersihkan sesering mungkin daerah yang mungkin tersentuh pasien misalnya
gagang pintu dll.
d. Farmakologis
• Tidak ada terapi spesifik, dapat diberikan obat simtomatis seperti paracetamol.
Hati-‐
hati penggunaan NSAIDs, misalnya Ibuprofen
• Tata laksana sesuai penyakit komorbid
• Pemberian Vit C (1-‐3 tahun maksimal 400mg/hari; 4-‐8 tahun maksimal
600mg/hari;
9-‐13 tahun maksimal 1.2gram/hari; 12-‐18 tahun maksimal 1.8gram/hari) dan Zink
20mg/hari atau obat suplemen lain dapat dipertimbangkan untuk diberikan
meskipun evidence belum menunjukkan hasil yang meyakinkan.
3. Asimtomatik terkonfirmasi
a. Isolasi dan Pemantauan
• Rawat jalan, karantina mandiri non-‐RS.
b. Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan PCR ulang dilakukan 14 hari setelah PCR positif pertama.
c. Non-‐farmakologis
•
N
ut
rs
i
a
d
e
k
u
at
• Edukasi terkait tindakan yang harus dilakukan (sama dengan edukasi OTG).
d. Farmakologis
• Perawatan suportif
• Pemberian Vit C (1-‐3 tahun maksimal 400mg/hari; 4-‐8 tahun maksimal
600mg/hari;
9-‐13 tahun maksimal 1.2gram/hari; 12-‐18 tahun maksimal 1.8gram/hari) dan Zink
20mg/hari atau obat suplemen lain dapat dipertimbangkan untuk diberikan
meskipun evidence belum menunjukkan hasil yang meyakinkan.
4. COVID-‐19 ringan (PDP/Konfirmasi)
a. Isolasi dan Pemantauan
• Rawat jalan, karantina mandiri non-‐RS.
b. Pemeriksaan Penunjang
• Pada kasus terkonfirmasi dilakukan pemeriksaan PCR ulang 2 kali dalam 2 hari
berturut-‐turut bila klinis membaik
• Pemeriksaan darah rutin, hitung jenis, dan foto toraks sesuai indikasi.
c. Non-‐farmakologis
• Nutrisi adekuat
• Edukasi terkait tindakan yang harus dilakukan (sama dengan edukasi OTG).
d. Farmakologis
• Perawatan suportif (obat-‐obatan simtomatis)
• Pemberian Vit C (1-‐3 tahun maksimal 400mg/hari; 4-‐8 tahun maksimal
600mg/hari;
9-‐13 tahun maksimal 1.2gram/hari; 12-‐18 tahun maksimal 1.8gram/hari) dan Zink
20mg/hari atau obat suplemen lain dapat dipertimbangkan untuk diberikan
meskipun evidence belum menunjukkan hasil yang meyakinkan.
5. COVID-‐19 sedang (PDP/Konfirmasi)
a. Isolasi dan Pemantauan
• Rawat inap – bangsal isolasi tekanan negatif.
b. Pemeriksaan Penunjang
• Pada kasus terkonfirmasi dilakukan pemeriksaan PCR ulang 2 kali dalam 2 hari
b
er
tu
r
ut
-‐
tu
r
ut
bi
la
kl
in
is
m
e
m
b
ai
k
• Pemeriksaan laboratorium darah rutin dengan hitung jenis dan foto toraks, jika
memungkinkan diperiksa pula CRP. Pemeriksaan lain seperti fungsi hati, fungsi ginjal,
dll sesuai indikasi/sesuai komorbid.
c. Non-‐farmakologis
• Oksigenasi. Pada keadaan ini terdapat takipnu yang secara cepat menjadi hipoksia,
maka perlu disiapkan oksigen
• Infus cairan maintenance
• Nutrisi adekuat.
d. Farmakologis
• Perawatan suportif
• Antibiotik intravena, Ceftriaxon IV 80mg/kgBB/24jam atau Azitromisin 10 mg/kg jika
dicurigai disertai dengan pneumonia atipikal
• Pemberian Vit C (1-‐3 tahun maksimal 400mg/hari; 4-‐8 tahun maksimal
600mg/hari;
9-‐13 tahun maksimal 1.2gram/hari; 12-‐18 tahun maksimal 1.8gram/hari) dan Zink
20mg/hari atau obat suplemen lain dapat dipertimbangkan untuk diberikan
meskipun evidence belum menunjukkan hasil yang meyakinkan.
d. Farmakologis
• Perawatan suportif
• Antibiotik intravena, Ceftriaxon IV 80mg/kgBB/24jam atau Azitromisin 10 mg/kg jika
dicurigai disertai dengan pneumonia atipikal
• Penggunaan antivirus potensial dapat dipertimbangkan berdasarkan kasus per
kasus
dengan mempertimbangkan status konfirmasi, progresivitas penyakit, dan komorbid*
• Jika dicurigai ko-‐infeksi dengan influenza boleh diberikan Oseltamivir
• Pemberian Vit C (1-‐3 tahun maksimal 400mg/hari; 4-‐8 tahun maksimal
600mg/hari;
9-‐13 tahun maksimal 1.2gram/hari; 12-‐18 tahun maksimal 1.8gram/hari) dan Zink
20mg/hari atau obat suplemen lain dapat dipertimbangkan untuk diberikan
meskipun evidence belum menunjukkan hasil yang meyakinkan.
7. COVID-‐19 kritis (PDP/Konfirmasi)
a. Isolasi dan Pemantauan
• Ruangan intensif tekanan negatif (sesuai kondisi setempat).
b. Pemeriksaan Penunjang
• Pada kasus terkonfirmasi dilakukan pemeriksaan PCR ulang 2 kali dalam 2 hari
berturut-‐turut bila klinis membaik
• Pemantauan laboratorium darah rutin berikut dengan hitung jenis dan foto toraks,
jika memungkinkan ditambahkan dengan AGD dan CRP. Pemeriksaan fungsi ginjal,
fungsi hati, elektrolit, dll sesuai indikasi.
c. Non-‐farmakologis
• Oksigenasi
• Infus cairan
• Nutrisi adekuat, jika diputuskan menggunakan OGT/NGT maka harus dilakukan di
ruangan tekanan negatif dengan menerapkan standard PPI dengan APD level 3.
d. Farmakologis
• Perawatan suportif
• Antibiotik intravena, Ceftriaxon IV 80mg/kgBB/24jam atau Azitromisin 10 mg/kg jika
dicurigai disertai dengan pneumonia atipikal
• Penggunaan antivirus potensial dan Hidroksiklorokuin harus dipertimbangkan. Risiko
efek samping pemberian lebih kecil dibanding manfaat
• Pemberian Vit C (1-‐3 tahun maksimal 400mg/hari; 4-‐8 tahun maksimal
600mg/hari;
9-‐13 tahun maksimal 1.2gram/hari; 12-‐18 tahun maksimal 1.8gram/hari) dan Zink
20mg/hari atau obat suplemen lain dapat dipertimbangkan untuk diberikan
meskipun evidence belum menunjukkan hasil yang meyakinkan.
B. Antivirus potensial dan hidroksiklorokuin untuk infeksi COVID-‐19
Terapi definitif untuk COVID-‐19 masih belum diketahui, tidak ada obat yang efikasi dan
keamanannya terbukti. Beberapa terapi masih dalam evaluasi (terutama pada dewasa),
penggunaan pada kasus COVID-‐19 pada anak masih dalam penelitian. Pemberian
antivirus maupun hiroksiklorokuin harus mempertimbangkan derajat beratnya penyakit, komorbid
dan persetujuan orang tua. Dosis pemberian antivirus potensial dan durasi pemberiannya dapat
dilihat pada tabel dibawah ini (Tabel 7).
Tabel 7. Dosis antivirus potensial dan hidroksiklorokuin
C. Penyakit Komorbid
Beberapa penyakit atau karakteristik penyerta dapat dijadikan pertimbangan untuk pemberian
antivirus. Dari tabel dibawah ini dapat dilihat kondisi atau karakteristik penyerta pasien yang dapat
dijadikan bahan pertimbangan(Tabel 8).
Kondisi atau
karakteristik Contoh
penyerta
Imunokomromais Resipien transplant sel hematopietik
berat • Durasi waktu post-‐allogenic HCT <100 hari atau post-‐auto HCT <30 hari
• ALC <300/mm3
• Riwayat terkini terapi antilimfosit (ATG <3 bulan atau Alemtuzumab <6 bulan) atau
HCT
dengan deplesi sel T ex vivo dalam 6 bulan sebelumnya
• Graft-‐versus-‐host
Resipien transplant o disease yang membutuhkan terapi imunosupresi
rgan padat
• Riwayat terkini transplantasi organ padat atau imunosupresi tingkat tinggi (risiko terkait
dengan waktu sejak transplantasi dan derajat imunosupresi dapat bervariasi
berdasarkan jenis organ)
• Terapi dengan ATG (<3 bulan) atau Alemtuzumab (<6 bulan)
• Riwayat terkini terapi imunosupresi untuk rejeksi transplant (<3
bulan)
Mendapat kemoterapi antikanker
• Leukemia limfoblastik pada induksi atau mendapat terapi untuk penyakit relaps atau
refrakter
• Kanker lain meliputi leukemia myeloid akut, leukemia limfoblastik akut dalam remisi,
limfoma sel B dan T, dan tumor padat/otak dan mendapat kemoterapi
Imunodefisiensi primer
• Imunodefisiensi kombinasi berat atau gangguan kongenital lain yang berhubungan
dengan disfungsi atau defisiensi sel T berat atau riwayat infeksi oportunistik sebelumnya
Infeksi human immunodeficiency virus dengan hitung CD4 <15% atau <200/mm3
Pengobatan dan kondisi imunosupresi lain
• Alemtuzumab (<6 bulan)
• ATG (<3 bulan)
• Inhibitor kostimulasi (Belatacept, Abatacept) untuk pemeliharaan imunosupresi
• Kortikosteroid dosis tinggi (≥2 mg/kg/hari Prednison-‐ekuivalen selama >2 minggu)
• Disfungsi sel T berat atau ALC <100/mm3
Penyakit paru • Terdaftar untuk transplantasi paru
penyerta berat • Oksigen pada ventilasi non-‐invasif selagi sadar atau tertidur atau untuk penyakit paru,
penyakit jantung, atau hipertensi pulmonal
• Penyakit pernapasan kronik berat (termasuk fibrosis kistik, displasia bronkopulmoner,
penyakit paru interstisial atau difus, bronkiektasis, skoliosis, hernia diafragmatika
kongenital, hipoplasia paru) dengan ≥3 rawat inap di rumah sakit dalam 12 bulan
terakhir
Penyakit jantung • Kardiomiopati
penyerta berat
• Gagal jantung New York Heart Association/Ross kelas II-‐IV
• Penyakit jantung congenital sianotik yang belum diperbaiki
• Single ventricle physiology
Singkatan: ALC, absolute lymphocyte count; ATG, antithymocyte globulin; HCT, hematopoietic cell transplant.
D. Panduan Tata laksana Kegawatan pada Anak
1. Tata laksana bantuan hidup dasar pada anak dengan infeksi COVID-‐19
Pemberian bantuan hidup dasar (BHD) pada pasien PDP atau terkonfirmasi COVID-‐19
harus memperhatikan prinsip pencegahan infeksi. Secara umum alur pemberian bantuan
hidup dasar tidak jauh berbeda dengan penanganan pasien secara umum, namun beberapa
langkah yang dimodifikasi adalah pemakaian PPE/APD dan alat bantu sungkup-‐balon dengan
filter dan penutup ketat. Algoritma BHD pada pasien PDP/terkonfirmasi COVID-‐19 dapat
dilihat
pada Gambar 3 dan 4 dibawah ini.
Bantuan Hidup Dasar Petugas Kesehatan
Algoritma Henti Jantung Anak untuk Satu Penolong
• Berikan bantuan
Pada Pasien Suspek atau Konfirmasi COVID-19 napas menggunakan
bag mask dengan
filter dan penutup
Cek keamanan lokasi
ketat.
• Pakai PPE
• 1 napas tiap 3-5 detik,
• Batasi personil
atau sekitar 12-20
nafas / menit.
• Berikan kompresi jika
Korban tidak sadar. denyut tetap
Panggil Bantuan. ≤60/menit dengan
Aktivasi emergency response system tanda perfusi buruk.
Via telepon (jika memungkinkan) • Aktivasi emergency
response system (jika
belum dilakukan)
setelah 2 menit.
• Lanjutkan napas
Aktivasi emergency Tidak ada napas atau hanya bantuan: cek denyut
Nafas normal, Tidak nafas normal,
response system (Jika gasping dan cek denyut nadi setiap 2 menit. Jika
dengan denyut dengan denyut
belum dilakukan). (bersamaan). Apakah denyut tidak ada denyut,
Kembali pada korban dan mulai RJP (lihat kotak
secara jelas teraba dalam 10
monitor sampai petugas “RJP”).
emergensi tiba detik?
RJP
1 penolong : Mulai siklus 30 kompresi dan 2 napas
dengan sungkup dengan filter dan penutup.
(Pakai rasio 15:2 jika penolong kedua sampai)
Pakai AED secepatnya jika tersedia.
AED menganalisis
irama.
Shockable rhythm ?
Ya, Tidak,
shockable nonshockable
Edelson, D. P., Sasson, C., Chan, P. S., Atkins, D. L., Aziz, K., Becker, L. B., … Topjian, A. (2020). Interim Guidance for Basic and Advanced Life Support in Adults,
Children, and Neonates With Suspected or Confirmed COVID-19:From the Emergency Cardiovascular Care Committee and Get With the Guidelines ®
-Resuscitation Adult and Pediatric Task Forces of the American Heart Association in Collaboration with the American Academy of Pediatrics, American Association
for Respiratory Care, American College of Emergency Physicians, The Society of Critical Care Anesthesiologists, and American Society of Anesthesiologists:
Supporting Organizations: American Association of Critical Care Nurses and National EMS Physicians. Circulation.
Gambar 3. Algoritma bantuan hidup dasar petugas kesehatan dengan satu penolong
Bantuan Hidup Dasar Petugas Kesehatan
Algoritma Henti Jantung Anak untuk Dua Atau Lebih Penolong
Pada Pasien Suspek atau Konfirmasi COVID-19
AED menganalisis
irama.
Shockable rhythm ?
Ya, Tidak,
shockable nonshockable
Edelson, D. P., Sasson, C., Chan, P. S., Atkins, D. L., Aziz, K., Becker, L. B., … Topjian, A. (2020). Interim Guidance for Basic and Advanced Life Support in Adults,
Children, and Neonates With Suspected or Confirmed COVID-19:From the Emergency Cardiovascular Care Committee and Get With the Guidelines ® -Resuscitation
Adult and Pediatric Task Forces of the American Heart Association in Collaboration with the American Academy of Pediatrics, American Association for Respiratory
Care, American College of Emergency Physicians, The Society of Critical Care Anesthesiologists, and American Society of Anesthesiologists: Supporting Organizations:
American Association of Critical Care Nurses and National EMS Physicians. Circulation.
Gambar 4. Algoritma bantuan hidup dasar petugas kesehatan dengan dua penolong
2. Tatalaksana jalan napas pada anak dengan infeksi COVID-‐19
a. Tindakan intubasi
Tindakan tata laksana jalan napas dapat menyebarkan Covid-‐19 melalui aerosol. Salah
satu manifestasi klinis infeksi Covid-‐19 adalah pneumonia, sementara intervensi terhadap
pasien pneumonia dengan gagal napas adalah dintubasi dan mengontrol ventilasi.
Viral load SARS-‐Cov-‐2 terkonsentrasi pada sputum dan sekret di jalan napas atas,
sehingga tindakan intubasi endotrakeal harus dipersiapkan dengan matang untuk
mengurangi risiko paparan.
Langkah prosedur intubasi:
• Persiapan alat dan personil sebelum melakukan intubasi. Selain menyiapkan alat,
petugas juga harus mengatur ventilator yang akan digunakan setelah pasien Covid-‐19
diintubasi. Prosedur intubasi minimal dilakukan tiga personil, yaitu satu petugas yang
melakukan intubasi (intubator), satu petugas asisten intubator dan satu petugas yang
memberikan obat-‐obatan (Gambar 10). Petugas yang melakukan intubasi harus
petugas yang paling berpengalaman untuk meminimalkan paparan Covid-‐19
melalui aerosol. Petugas wajib menggunakan APD lengkap sesuai standar.
Intubasi sebaiknya menggunakan peralatan disposable. Laringoskop yang
digunakan idealnya menggunakan video laringoskop. Video laringoskop membantu
intubator agar tidak
terlalu dekat dengan jalan napas pasien. Bila perlengkapan terbatas, demi melindungi
g pasien (midazolam 0,1-‐0,2 mg/kgBB) dan opioid (Fentanyl 2-‐3 µg/kg) yang
d dengan untuk melakukan intubasi endotrakea pada keadaan Covid-‐19 (bila tidak
a hidrofobik, dan pasien ditutup boks aerosol atau plastik transparan untuk
an
C
o
vi Filter Virus Hidrofobik
d-‐
Kedua tangan memegang masker
19 dengan bentuk huruf V
s Plastik menutup kepala, leher
e dan dada
c
a Gambar 6. Pasien diberikan pre-‐oksigenasi dengan sungkup-‐balon (Gambar diambil dari
r Sundaram M, Ravikumar N, Bansal A, Nallasamy K, Basavaraja GV, Lodha
R, et al, 2020)
a
d
• Intubasi endotrakeal pada pasien anak dengan COVID-‐19. Setelah
r
pasien siap, segera lalukan intubasi (Gambar 7). Pipa ETT yang
o
menggunakan cuffed sebaiknya digunakan pada semua kelompok usia,
pl
dan cuffed seharusnya langsung dikembangkan setelah pasien
et
terintubasi. Sirkuit ventilator direkomendasikan menggunkan
m
sirkuit disposable yang dilengkapi dengan filter virus, yang diletakan
a
pada sisi expiratory (terletak antara mesin dan sirkuit). Humidifikasi
u
Panduan Klinis Tata Laksana COVID-‐19 IDAI 28
Panduan Klinis Tata Laksana COVID-‐19 IDAI 29
Gambar 7. Pasien dilakukan intubasi
Ventilator harus dalam mode standby dan hanya diaktifkan jika pasien sudah tersambung
dengan ventilator. Untuk mencegah penyebaran COVID-‐19, seharusnya menggunakan
closed suction, bila tidak tersedia closed suction maka dalam intubasi dan penggunaan
ventilator menggunakan obat-‐obatan neuromuscular blockers. Perlengkapan intubasi yang
dibutuhkan dapat dilihat pada gambar dibawah ini (Gambar 8)
Emergency tracheal intubation kit dump
COVID-19
II
Oropharyngeal
\
airway x 2
r
Stylet
Yankauer
Bougie
:
z
Trachealtube
with
---
subglottic suction x 2
~ Syringe
Secondgeneration kit*
supragotticairway Maplesonc circuit
device
Gambar 8. Perlengkapan intubasi
sumber: https://onlinelibrary.wiley.com/cms/asset/2r7f6a2c-‐ea66-‐47f5-‐acca-‐2c1c3eab3646/anae15054-‐fig-‐
0005-‐m.jpg
Algoritma tata laksana jalan napas pada anak dengan infeksi COVID-‐19 dapat dilihat pada
bagan di bawah ini. (Gambar 9)
,~
Kuran11 Jum h petus11s medrt. 1el m.1 lsol;ul d1 ru.ir11 t>Ol•sl infe
Pro«dllfts
Atrosol Gtntrotlng oirbomt (btla u,rM!'dl•)
MC!n1l•i Jllann.ac,•dc!.npn
Cf'rfflll MeAguna.kin sutem dost.d sucoon
Kcrj1 T,m
Aspek Tekmk
Manajemen Jalan napas oleh petugas Mc,nahan sungkup paslen dengan Pastlkan paslen paralm•
modls vang paRng berpengalaman dua tana•n untu menguranal untuk men<egah batuk
lt'Ok
Gunakanjlow0, 10,,.ndah yang lnduksl cepat dan hlndan bag·mo•k Tekanan pos,tif diberi hanya
dapal mempemhankan ol<slgenasl vtnrflor/on seblsa mungkln setelah c.vff dlkembangbn
Hlndar1 m I pas slrkult Gunakan APO dan standby MelepasAPD Cucl Brlt/1110 embaM
vang tlda perlu vrndlator +/· rlamp lu~ sesual st1ndar tlm
tangan
• \lgornma iru drgunakan dr ruang perasr, IC' IGD. dan ruwat map Berlaku juga untuk
prosedur ek ubasi pa ren VID 19
• Aerosol ( 1l!IIL'l'<1//11~ Procedures adalah proses mtubasi, 111111 1111\lll\'L' w•1111/a11011.
trakeo. tomi Re. usua: i J ntung Paru , enrilavi manual sebelurn imubasi, bronkosk pi,
1/K//1111 terbuka jalur pernapasan
• C/1111:d loop c11mn11111Ka111111 adalah tekruk komurukasi dimana saat seseorang memben
pesan, penenrna pc 11 wajrb mengulangi pc · 11 ung dibenkan dun dikonfirma I kernbali
ke pernben pesan untuk menghmdan kesalahpaharnan
Gambar 9. Algoritma tata laksana jalan napas pada anak dengan infeksi COVID-‐19
Asisten airway
Asisten
emergensi
Onloop / Runner
Asisten obat,
monitor
Gambar 10. Peran dan ergonomi tim yang disarankan untuk intubasi trakea.
Sumber: Sorbello M et al. Anaesthesia 2020:75;724-‐32
Hal penting pada saat intubasi:
• Minimalkan jumlah petugas selama intubasi
• Persiapkan semua peralatan sebelum pelaksanaan intubasi, pastikan dengan check-‐list
• Intubator adalah orang yang paling kompeten / orang dengan kompetensi paling tinggi akan
kemungkinan keberhasilan intubasi
• Pastikan tidak ada kebocoran sarung tangan, dengan mempergunakan double/triple glove
• Pre-‐oksigenasi dengan flow oksigen serendah mungkin (5-‐6 liter/menit) dan saat pre-‐
oksigenasi
pastikan hidung dan mulut pasien tertutup sungkup
• Hindari ventilasi kecuali sangat diperlukan
• Jika sangat perlu, lakukan ventilasi dengan teknik 2 tangan
• Setelah intubasi, memastikan posisi ETT sudah di trakea dapat dengan ultrasound atau
monitor
end-‐tidal CO2 dengan kapnograf
• Penggunaan cover plastik pada intubasi harus dilakukan dengan cermat oleh intubator yang
kompeten karena berpotensi memepersulit dan memperpanjang durasi intubasi, sedangkan
kotak/boks aerosol lebih bermanfaat pada ekstubasi dan transportasi
3. Tatalaksana Gangguan Sirkulasi
Gangguan sirkulasi dan gagal organ menjadi penyulit kasus COVID-‐19 pada pasien dewasa.
Hiperinflamasi dan gangguan koagulasi (disseminated intravascular coagulation, DIC)
menyebabkan trombosis di pembuluh darah kapiler sehingga menyebabkan gangguan perfusi
organ. Di samping itu, diperkirakan terjadi pula kerusakan heme pada rantai beta
hemoglobin sehingga menyebabkan penurunan kapasitas angkut oksigen (oxygen carrying
capacity, CaO2). Untuk itu, perbaikan oksigenasi dan perfusi menjadi hal yang sangat krusial.
Angka kejadian kasus berat dan kritis pada anak sangat sedikit; sebuah laporan di
China,
menunjukkan angka 5,9%. Belum ada laporan tentang patofisiologi kegawatan pada anak.
Dengan data yang minimal, tatalaksana syok secara umum diadopsi dari penelitian dewasa,
ditambah dengan rekomendasi dari Surviving Sepsis Campaign International Guidelines for
the Management of Septic Shock and Sepsis-‐Associated Organ Dysfunction in Children (2020)
dan American College of Critical Care Medicine Clinical Practice Parameters for Hemodynamic
Support of Pediatric and Neonatal Septic Shock. Pembahasan teori secara lengkap dapat
dibaca di beberapa literatur syok anak.
Secara umum tidak ada tatalaksana khusus pada syok COVID-‐19, yaitu: oksigenasi,
akses vaskular, terapi cairan, dan obat-‐obatan vasoaktif. Namun, berdasarkan
pertimbangan patofisiologi dan kemungkinan penyulit, direkomendasikan terapi cairan
secara hati-‐hati (dipandu oleh penilaian fluid-‐responsiveness), penggunaan obat vasoaktif
sejak dini, penggunaan obat antiinflamasi, antikoagulan/trombolitik, dan transfusi sel darah
merah.
Deteksi dan tatalaksana gangguan sirkulasi harus segera dilakukan sejak pertama
kontak dengan pasien, di semua fasilitas kesehatan (faskes). Semua level faskes harus
mampu memberikan penanganan syok tahap awal. Penanganan lanjutan dan pemantauan
hemodinamik dapat dilakukan di rumah sakit rujukan, bila faskes tidak mampu. Untuk itu,
perlu dilakukan proses transportasi dan rujukan aman.
a. Terapi Oksigen
Pemberian oksigen konsentrasi tinggi (high fraction of inspiratory oxygen, FiO2)
merupakan terapi utama bila pasien menunjukkan gejala sianosis atau desaturasi. Oksigen
dapat diberikan melalui rebreather atau non-‐rebreather mask, high flow nasal cannula
(HFNC), non-‐invasive ventilation (NIV), atau continuous positive airway pressure (CPAP).
Yang diutamakan bukan pemberian tekanan positif, namun pemberian FiO2 untuk
mencapai SpO2 >95%. Pemberian tekanan inspirasi (Pins) atau ekspirasi (PEEP) tinggi
hanya diberikan bila ada gangguan komplians paru.
Pemberian HFNC, CPAP, atau NIV berisiko menyebarkan virus via aerosol di
lingkungan sekitar, sehingga sebaiknya dilakukan di ruang isolasi tekanan negatif. Namun,
kemanfaatan tetap diutamakan daripada risiko, terutama pada kondisi pasien yang
mengalami desaturasi atau gangguan respirasi ringan. Pada pasien yang mengalami
distress napas berat, dengan kecurigaan perburukan komplians paru, ventilasi mekanik
invasif (dengan intubasi) harus segera diberikan.
b. Akses Vaskular
Akses vaskular pada pasien syok harus tersedia dalam waktu 5 menit. Akses
intravena harus diusahakan secepatnya dalam waktu 90 detik (2 kali percobaan). Bila
tidak berhasil, akses intraoseus (IO) merupakan pilihan terbaik. IO dapat dilakukan di
medio-‐proksimal tibia, medio-‐distal tibia, distal femur, proksimal humerus, atau krista
iliaka. Alat yang digunakan adalah bor IO (IO gun) atau jarum 16-‐18 G.
Kontraindikasi IO antara lain: kelainan di tempat tindakan (osteomyelitis, infeksi kulit,
fraktur, riwayat IO di tempat tersebut) dan kelainan tulang (osteogenesis imperfecta,
osteopetrosis). Langkah-‐ langkah pemasangan IO adalah sebagai berikut:
1. Disinfeksi lokasi tindakan
2. Jarum ditusukkan pada lokasi tindakan secara tegak lurus. Setelah menembus
kulit-‐jaringan ikat dan membentur tulang, jarum diputar dengan gerakan
memutar (screwing) sampai tahanan menghilang. Bila menggunakan bor IO,
trigger ditekan sampai jarum menembus tulang dan tahanan menghilang.
3. Bila memakai jarum khusus intraosseus, trokar dilepaskan. Bila memakai bor
IO,
gun dilepaskan dari jarum.
4. Aspirasi cairan sumsung tulang dengan spuit 5 ml (catatan: cairan sumsung tulang
tidak selalu dapat diaspirasi)
5. Memastikan posisi jarum tepat berada di dalam sumsum tulang, dengan tanda:
• cairan sumsum tulang dapat diaspirasi
• jarum dapat berdiri tegak tanpa topangan
• cairan infus menetes teratur
• tidak ada edema lokal setelah cairan infus dimasukan
6. Bila jarum telah tepat posisi, infus set disambungkan
7. Memantau komplikasi:
• ekstravasasi
• penetrasi tulang
• osteomyelitis
• perlukaan pada ephyphyseal plate
• infeksi lokal, nekrosis, nyeri
• sindrom kompartemen
• emboli
c. Terapi Cairan
Pada fasilitas kesehatan (faskes) yang memiliki ruang rawat intensif dengan
pemantauan memadai, dapat diberikan bolus cairan yang agresif sesuai klinis (10-‐20 mL/kg
per bolus). Volume cairan dititrasi sampai target terapi tercapai atau muncul tanda
kelebihan cairan. Pada faskes tanpa ruang rawat intensif:
• Bila tidak ada hipotensi, sebaiknya hanya diberikan cairan rumatan
• Bila ada hipotensi, dapat diberikan bolus cairan sampai 40 mL/kg (10-‐20
mL/kg per bolus). Volume cairan dititrasi sampai target terapi tercapai atau
muncul tanda kelebihan cairan.
Jenis cairan yang dipilih adalah kristaloid atau balanced/buffered crystalloid. Belum ada
bukti keunggulan albumin atau koloid (starch, gelatin) dalam terapi syok septik.
d. Terapi Obat Vasoaktif
Obat vasoaktif diberikan bila:
• Target terapi (perbaikan perfusi) tidak tercapai setelah pemberian bolus cairan
40-‐60 mL/kg, atau
• Muncul tanda kelebihan cairan (penambahan ronki paru atau hepatomegali).
Epinefrin atau norepinefrin (NE) adalah obat pilihan dibandingkan dopamin.
• Epinefrin dosis 0,05-‐0,3 mcg/kg/menit digunakan pada syok hipodinamik/syok
dingin (cold shock)/syok yang disertai gangguan kontraktilitas jantung
• NE dosis 0,05-‐1 mcg/kg/menit atau epinefrin dosis 0,3-‐1 mcg/kg/menit
digunakan pada kasus syok hiperdinamik/syok hangat (warm shock)/syok yang
disertai vasodilatasi sistemik (hipotensif).
Inodilator (milrinon, dobutamin) dapat digunakan pada syok persisten yang disertai
gangguan kontraktilitas jantung, setelah pemberian epinefrin atau NE.
• Dosis milrinon: loading dose 50-‐75 mcg/kg, dilanjutkan rumatan 0,25-‐0,75
mcg/kg/menit
• Dosis dobutamin: 5-‐20 mcg/kg/menit
Akses vaskular yang dianjurkan adalah vena sentral. Namun pada kondisi darurat,
akses
perifer atau IO dapat digunakan pada awal pemberian obat vasoaktif.
e. Pemantauan Hemodinamik dan Target Terapi Syok
Secara klinis, syok dapat dibedakan menjadi syok dingin (cold shock) dan syok hangat
(warm shock):
• Syok dingin atau syok hipodinamik, ditandai oleh: CRT >2 detik, ekstremitas
dingin, kulit mottled, nadi perifer lemah, penurunan tekanan nadi, tekanan darah
normal atau rendah.
• Syok hangat atau syok hiperdinamik, ditandai oleh: ekstremitas hangat, nadi
perifer
bounding, peningkatan tekanan nadi, seringkali hipotensif di tahap awal.
Pemantauan hemodinamik dengan alat (advanced hemodynamic monitor) yang
menampilkan volume sekuncup (stroke volume, SV), curah jantung (cardiac output, CO),
dan tahanan vaskular sistemik (systemic vascular resistance, SVR) sangat
direkomendasikan sebagai panduan tatalaksana syok. Penilaian klinis (syok dingin dan
hangat) berkorelasi buruk dengan parameter hemodinamik (SV, CO, dan SVR). Pemantauan
mikrosirkulasi dapat digunakan sebagai metode tambahan evaluasi keberhasilan
terapi. Metode tidak langsung antara lain: saturasi oksigen vena sentral, gradien kadar
CO2 alveolar-‐arterial, kadar laktat, dan NIRS (near infrared spectroscopy). Metode
langsung meliputi laser Doppler dan teknik videomikroskopi.
Target terapi syok yang harus dicapai adalah:
• Denyut jantung normal sesuai usia
• Mean arterial pressure (MAP) persentil 5-‐50
- MAP persentil 5 (P5) = (usia x 1,5) + 40 mmHg
- MAP (P50) = (usia x 1,5) + 55 mmHg
• Perbaikan perfusi: CRT <2 detik, ekstremitas hangat
• Saturasi vena cava superior (SCVO2) > 70%
• Stroke index (SI) 30-‐60 mL/m2
• Cardiac index (CI) 3,3 – 6,0 L/menit/m2
• Systemic vascular resistance index (SVRI) 800-‐1600 d.s/cm5/m2
f. Hal Khusus pada Kasus COVID-‐19
Belum ada panduan internasional mengenai tatalaksana syok secara khusus pada
COVID-‐
19. Berdasarkan studi dan pengalaman klinis, dengan kemungkinan patofisiologi yang
berbeda, terdapat beberapa hal khusus yang perlu dipertimbangkan pada tatalaksana
syok COVID-‐19. Beberapa poin berikut bukan rekomendasi atau panduan resmi,
namun merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam tatalaksana:
• Volume cairan harus sepenuhnya dipantau dengan menghitung keseimbangan cairan
harian (daily fluid balance) karena:
- Kondisi hipovolemik persisten memperparah gangguan perfusi organ
- Kondisi hipervolemik menyebabkan peningkatan beban jantung (terutama pada
miokarditis) dan hemodilusi (penurunan kadar Hb relatif, sementara terjadi
kerusakan rantai beta Hb).
• Cairan sebaiknya adalah balanced crystalloid agar tidak menganggu keseimbangan
asam
basa.
• Larutan ringer dalam jumlah besar berisiko menyebabkan alkalosis metabolik sehingga
menggeser kurva disosiasi oksihemoglobin ke arah kiri. Hal ini menurunkan
kemampuan Hb untuk melepaskan oksigen ke jaringan, berakibat hipoksia tingkat organ.
• Larutan NaCl 0,9% dalam jumlah besar berisiko menyebabkan asidosis metabolik yang
berakibat pada peningkatan risiko cedera ginjal akut
• Pemilihan obat vasoaktif juga harus memperhatikan kondisi miokardium. Bila ada
bukti iskemik atau gangguan perfusi koroner, sebaiknya dipilih obat vasoaktif dengan
tingkat konsumsi oksigen rendah, contohnya fosfodiesterase inhibitor (milrinon, amrinon).
• Penggunaan anti-‐inflamasi perlu dipertimbangkan sejak awal karena salah satu
patofisiologi COVID-‐19 adalah peningkatan sitokin pro-‐inflamasi atau hiperinflamasi.
• Penggunaan trombolitik atau antikoagulan perlu dipertimbangkan bila terdapat tanda
gangguan perfusi organ dan peningkatan D-‐dimer.
• Kadar Hb perlu dipertahankan normal untuk mempertahankan CaO2. Pada kondisi
anemia, transfusi sel darah merah kemungkinan perlu diberikan pada kadar Hb yang
tidak terlalu rendah.
4. Tatalaksana ARDS pada Anak dengan Infeksi COVID-‐19
a. Panduan langkah umum:
• Gunakan endotracheal tube (ETT) dengan cuff
• Gunakan closed suction
• Sebisa mungkin menghindari melepas sambungan ETT dengan ventilator, jika terpaksa
usahakan menggunakan clamp pada saat melepas
• Sebisa mungkin menghindari bagging manual
• Hindari melakukan fisioterapi rutin
• Hindari penggunaan alat yang merangsang batuk
b. Tindakan yang Menghasilkan Aerosol:
• Intubasi dan ekstubasi
• Suction trakea terbuka (open suctioning)
• Ventilasi dengan balon dan sungkup
• HFNC; NIV atau PPV yang tidak tertutup kuat
• Batuk atau bersin
• Nebulisasi
• Resusitasi jantung paru sebelum intubasi dan saat intubasi
• Setiap prosedur yang berisiko untuk melepas sambungan ventilator
- Continuous Positive Airway Pressure (CPAP) atau Bilevel non-‐invasive ventilation
(NIV)
Merupakan rekomendasi lini pertama, terutama pada pasien dengan SF rasio sebesar 221
– 264. CPAP dan NIV Bilevel lebih dianjurkan oleh karena tekanan jalan napas akan
lebih
terjamin dibandingkan dengan pemberian High Flow Nasal Cannula (HFNC). Jika
SF rasio
< 221, intubasi jangan ditunda. Intubasi harus segera dilakukan jika tidak terdapat
perbaikan oksigenasi (target SpO2 92-‐97%) dengan FiO2 < 0.6) dalam pemantauan
60-‐90 menit, atau ROX index (SpO2/FiO2) < 5.
Interface yang digunakan pada CPAP/NIV dianjurkan helmet, guna mengurangi kebocoran
atau leak yang terjadi. Jika tidak tersedia, sungkup non-‐vented oro-‐nasal atau full-‐face
yang disambungkan dengan sirkuit double-‐limb atau single-‐limb dengan filter.
Sebaiknya dilakukan titrasi tekanan sesuai respons pasien (target oksigenasi atau
peningkatan upaya bernapas). Penggunaan CPAP dan NIV berisiko untuk terjadinya
kontaminasi aerosol terutama jika ada kebocoran. Penggunaan alat pelindung diri
(APD) yang memadai mutlak harus dipenuhi jika merawat pasien infeksi COVID-‐19
dengan CPAP/NIV.
- High Flow Nasal Cannula (HFNC)
High Flow Nasal Cannula (HFNC) dapat dipergunakan jika CPAP/NIV tidak
tersedia, pada pasien dengan SF rasio > 264 dengan pemberian FiO2 0.35-‐0.4.
Sebagaimana penggunaan CPAP/NIV maka HFNC juga berisiko menyebabkan
kontaminasi aerosol, karena tingkat kebocoran / leak yang tinggi. Diperlukan
pemantauan yang seksama pada pasien anak yang diberikan HFNC. Jangan menunda
terapi ekskalasi dengan memberikan ventilasi mekanis invasif atau melakukan intubasi,
jika target oksigenasi (SpO2 > 92 – 94 % dengan FiO2 < 0.4) tidak membaik dalam waktu 30
– 60 menit.
- Ventilasi Mekanis Invasif
Tidak dapat direkomendasikan suatu modus ventilator tertentu pada pasien anak dengan
infeksi COVID-‐19 yang mengalami ARDS. Modus ventilator, pengaturan awal dan
penyesuaian bergantung pada kondisi pasien dan sesuai keahlian dokternya (baca:
panduan ventilasi mekanis – UKK ERIA, 2018).
c. Anjuran untuk menerapkan ventilasi proteksi paru sesuai rekomendasi PALICC:
• Volume tidal ekshalasi 5 – 7 ml/kgBB Ideal, yaitu jika komplians paru sangat jelek maka
volume tidal dapat lebih kecil dari 5 ml/kgBB Ideal
• Pplato < 28 – 32 cmH2O
• Driving Pressure ≤ 15 cmH2O
• Tekanan Positif Akhir Ekspirasi / PEEP inisial mulai dari 10 cmH2O yang dapat
ditingkatkan dengan evidence based yang sangat terbatas dan tidak dapat diterapkan
ARDSNetwork seperti pasien dewasa
• Titrasi kadar FiO2 untuk mempertahankan SpO2 92 – 96 %, jika dalam kondisi ARDS berat
maka SpO2 88 % dapat ditoleransi.
• Hiperkapnia permisif, dimana kadar pH > 7.2 masih dapat diterima
d. Terapi ekskalasi untuk mengatasi hipoksemia refrakter
• Pasien mengalami hipoksemia refrakter apabila ditemukan:
- PaO2/FiO2 < 150
- OI ≥ 12
- OSI ≥ 10
- dan atau FiO2 > 0.6
• Titrasi PEEP: Titrasi PEEP pada hipoksemia refrakter diperlukan guna mencapai target
oksigenasi, walaupun tidak dapat direkomendasikan nilai PEEP tertentu.
• Rekruitmen paru: tidak dapat direkomendasikan teknik dan metode rekruitmen paru yang
terbaik karena bergantung pada komplians paru setiap pasien. Yang perlu diperhatikan
adalah keseimbangan hemodinamik saat pemberian PEEP yang tinggi atau pada waktu
melakukan rekruitmen paru.
• Nitric Oxide: moda ini menjadi pilihan pada kondisi hipoksemia refrakter dengan
komplians
paru normal.
• High Frequency Oscillatory Ventilation (HFOV): direkomendasikan dengan titrasi naik
perlahan tekanan rerata jalan napas (mean Paw). Inisiasi waktu mulai penggunaan HFOV
pada pasien dengan infeksi COVID-‐19 bergantung pada ketersediaan peralatan,
kemampuan dan pengalaman dokternya. Sangat dianjurkan menambahkan filter anti
bakteri/virus pada jalur gas keluar (expiratory limb) pada sirkuit mesin ventilator untuk
meminimalkan risiko kontaminasi aerosol.
• Extra Corporeal Life Support (ECLS) : apabila institusinya mempunyai kemampuan biaya,
didukung oleh ketersediaan peralatan dan adanya dokter ahli berpengalaman maka ECLS
dapat dilakukan untuk mengatasi hipoksemia refrakter berat pada pasien P-‐ARDS akibat
infeksi COVID-‐19 seperti pada SARS dan H5N1.
Algoritma tata laksana ARDS pada anak dengan infeksi COVID-‐19 dapat dilihat pada bagan di
bawah
ini (Gambar 11).
G ambar 11. Algoritma tatalaksana ARDS pada anak (Adaptasi dengan persetujuan komite consensus PEM VECC
2020; sumber: https://espnic-‐
online.org/content/download/3951/20876/file/2020%20ESPNIC%20PEMVECC%20COVID-‐
19%20practice%20recommendations.pdf)
e. Penyapihan Ventilasi mekanis
• Sesuai algoritma yang dikuasai oleh dokter atau berlaku sesuai pedoman (baca: panduan
ventilasi mekanis UKK ERIA, 2018)
• Dianjurkan untuk mencoba napas spontan setiap hari
• Tidak menggunakan HFNC rutin pasca ekstubasi
5. Transportasi Pasien
a. Pemakaian APD pada petugas yang akan melakukan transfer atau pengiriman pasien
• Rekomendasi pemakaian APD adalah pada pasien dengan kecurigaan COVID-‐19 dan bila
dalam proses transfer atau pengiriman pasien terdapat risiko untuk melakukan tindakan
invasif, maka rekomendasi pemakaian APD adalah pemakaian APD level 3.
• Petugas transfer direkomendasikan menggunakan masker Filtering Face piece (FFP)
kelas 2 dan kelas 3 bila kontak langsung dengan pasien dan berpotensi melakukan
tindakan medis dengan risiko penularan melalui aerosol. Masker Filtering Face piece (FFP)
kelas 2 digunakan untuk mencegah masuknya partikel yang bersifat mutagenik dan
partikel yang merusak saluran pernapasan. Masker respirator jenis ini ditoleransi
kebocorannya sampai dengan
11%, dibuat dari partikel yang 94% strukturnya mempunyai ukuran 0,6 μm. Sedangkan
masker Filtering Face piece (FFP) kelas 3 kebocorannya ditoleransi sampai dengan 5% dan
dibuat dari partikel yang 99% strukturnya mempunyai ukuran 0,6 μm. Masker ini
digunakan untuk mencegah masuknya partikel yang bersifat onkogenik dan bahan berbahaya
yang lain.
• Alat Pelindung Diri (APD) digunakan sejak pertama kontak dengan pasien sampai dengan
dirasa aman untuk melepas APD tanpa terkontaminasi lingkungan sekitar.
b. Tata laksana jalan napas pasien anak Covid-‐19 yang akan dilakukan transport atau pengiriman:
• Pasien dalam keadaan impending atau sudah terjadi gagal napas segera mungkin
dilakukan
tatalaksana jalan napas dengan melakukan tindakan intubasi.
• Dalam melakukan tindakan intubasi sebaiknya mempertimbangkan risiko tinggi
penyebaran virus melalui aerosol. Oleh karena itu perlu dilakukan persiapan untuk
mengurangi risiko tersebut.
c. Tunjangan respirasi pada pasien anak COVID-‐19 yang akan dilakukan transport atau pengiriman.
• Salah satu hal yang penting dalam melakukan tunjangan respirasi adalah pemakaian high
efficiency particle air (HEPA) filter pada sirkuit
ventilator.
• Pemakaian NIV sepearti CPAP atau HFNC dapat meningkatkan risiko penyebaran virus
melalui aerosol.
• Bila harus menggunakan NIV untuk memberikan tunjangan respirasi maksimal pada
pasien anak Covid-‐19, sebaiknya dipersiapkan dengan matang, terutama ventilator yang
dilengkapi dengan filter atau sirkuit tertutup dan petugas menggunakan APD yang
terjamin keamanannya.
• Pertimbangkan untuk melakukan intubasi dini bila terdapat indikasi.
d. Pertimbangan khusus selama transport atau pengiriman pasien anak COVID-‐19
• Transfer atau pengiriman pasien anak COVID-‐19 adalah menggunakan inkubator atau kapsul.
Namun bila fasilitas tidak ada, maka transfer atau pengiriman pasien dapat tetap
dilakukan
dengan manajemen klinis dan patient safety.
e. Koordinasi antara RS Perujuk/pengirim dan RS Rujukan/penerima
• Sebelum pasien di transfer atau dikirim, petugas dari RS perujuk melakukan koordinasi
dengan petugas di RS penerima atau RS rujukan. Koordinasi terutama prosedur dan tindakan
yang aman dan terjamin selama proses transfer.
• Setelah pasien sampai di RS penerima atau RS rujukan, petugas sebaiknya melakukan
serah
terima pasien secara baik dan aman.
• Pelepasan APD hanya dilakukan di tempat yang telah ditentukan untuk menghindari
kontaminasi silang.
f. Dekontaminasi pada ambulans dan peralatan yang digunakan selama transport atau pengiriman
• Dekontaminasi terhadap segala perlengkapan transport yang terpapar pasien anak Covid-‐19.
• Dekontaminasi terhadap segala peralatan dan perlenglapan yang tertinggal di ambulance.
• Dekontaminasi menggunakan detergent yang umum digunakan untuk melakukan
dekontaminasi.
• Selain melakukan dekontaminasi terhadap perlengkapan, petugas harus segera
membersihkan seluruh interior ambulans dengan menggunakan larutan klorin.
E. Tata laksana COVID-‐19 pada Neonatus
1. Definisi kasus COVID-‐19:
Sesuai dengan definisi kasus pada Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Corona
Virus Disease (COVID-‐19) DirJen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian
Tata laksana neonatus dilahirkan dari ibu terkait COVID-‐19 dilakukan di ruang isolasi khusus
untuk COVID-‐19.
a. Anamnesis
Tentukan definisi kasus ibu hamil berdasarkan anamnesis. Telusuri rekam medik ibu
hamil untuk pembuktian definisi kasus berdasarkan pemeriksaan laboratorium dan
pencitraan:
- Surveilans komunitas: pembuktian antibodi spesifik terhadap virus SARS-‐CoV-‐2
(IgM
dan IgG)
- Surveilans kesehatan maternal untuk persiapan terminasi kehamilan secara umum,
darah tepi lengkap dan urin lengkap
- Pemeriksaan pencitraan pasca terminasi kehamilan untuk pembuktian adanya
inflamasi alveolar apabila pemeriksaan surveilans (ad.1 dan ad.2) dicurigai kearah
COVID-‐19
b. Pemeriksaan Fisis
Identifikasi tanda klinis yang pada umumnya tidak bergejala atau bergejala tidak
spesifik dari ringan hingga berat. Pemeriksaan fisis bisa didapatkan adanya infeksi
saluran napas atas.
c. Pemeriksaan Penunjang
Definisi kasus neonatus ditentukan oleh status definisi kasus maternal. Paska terminasi
kehamilan status definisi kasus maternal sudah harus dapat ditentukan non-‐COVID19
atau tersangka-‐COVID19 (hasil pemeriksaan antigen virus SARS-‐CoV-‐2 yaitu RT-‐PCR).
• Neonatus tanpa gejala lahir dari ibu tersangka COVID-‐19:
Skrining petanda infeksi neonatal awitan dini yaitu darah tepi, CRP dan lainnya
(PCT, persepsin, dll) sesuai kemampuan fasilitas kesehatan pada minimal 12-‐24
jam pasca lahir.
Hasil skrining minimal didapatkan dua petanda infeksi yaitu limfositopeni, leukopeni,
peningkatan CRP dan petanda infeksi lainnya; maka pemeriksaan pembuktian virus
SARS-‐CoV-‐2 dengan apus nasofaring harus dilakukan segera, idealnya dua kali dengan
interval 24 jam. Diagnosis COVID-‐19 dapat disingkirkan bila didapatkan hasil apus
nasofaring negatif dua kali pemeriksaan.
• Neonatus bergejala, pemeriksaan laboratorium dan pencitraan selain untuk
pembuktian COVID-‐19 juga untuk diagnosis penyakit utamanya.
d. Kriteria Diagnosis
Prosedur pembuktian meliputi, minimal dua tanda positif yang mendukung dari:
• Anamnesis adanya kontak atau dari daerah endemis, riwayat infeksi saluran nafas
atas dalam 14 hari.
• Pemeriksaan fisik didapatkan adanya infeksi saluran nafas atas.
• Hasil laboratorium darah perifer lengkap adanya infeksi virus berupa limfopeni,
neutropeni, trombositopeni, adanya peningkatan CRP, dan peningkatan petanda
infeksi lainnya (PCT, persepsin, dll), serta tanda respons inflamasi sistemik, pada
tingkat lanjut adanya tanda gagal fungsi organ.
• Pemeriksaan penunjang sederhana Ro thorax adanya proses peradangan alveolar
sampai pneumoniae bilateral; untuk konfirmasi lanjut pada gambaran CT-‐scan
didapatkan ground glass opacity atau adanya proses di bronkiolus berupa patchy
shadowing.
• Pembuktian antibodi spesifik terhadap virus corona SARS-‐Co-‐V-‐2 dengan tes cepat
hanya untuk skrining komunitas, untuk baku emasnya saat ini ditentukan
berdasarkan hasil dua kali positif dari antigen virus corona SARS-‐CoVDiagnosis Kerja
e. Diagnosis Penyakit utama :
• Infeksi awitan dini COVID-‐19 (apabila infeksi terjadi dalam 72 jam pasca lahir);
• Infeksi awitan lambat COVID-‐19 (apabila infeksi terjadi setelah 72 jam pasca lahir)
f. Terapi
Bayi baru lahir dalam keadaan stabil, pasca lahir segera dimandikan untuk mengurangi
risiko infeksi.
Didasari pada status definisi kasus maternal:
• Tersangka COVID-‐19 (PDP), semua tindakan dan perawatan dalam isolasi fisik
(penularan droplet), dengan APD tingkat-‐2.
• Terbukti COVID-‐19, semua tindakan aerosol generated dilakukan dalam ruang
isolasi
dengan APD tingkat-‐3. Tindakan
aerosol generated yaitu:
• Intubasi
• Penghisapan saluran napas
• Inhalasi (tidak dianjurkan)
• Terapi oksigen nasal kanul dengan oksigen lebih dari 2lpm
• Terapi oksigen non-‐invasif (CPAP, NIPPV, HFN) dan invasif (ventilator mekanik, HFO)
Pada status definisi kasus maternal tidak jelas (ODP/OTG) semua tindakan perawatan
dalam isolasi fisik (kemungkinan penularan droplet) risiko rendah, dengan APD tingkat-‐2
sampai ditentukan pasti status definisi kasus maternal COVID-‐19 atau non-‐COVID19.
penularan melalui ASI masih belum diketahui secara pasti. Pemberian ASI adalah
keputusan bersama antara petugas kesehatan, ibu dan keluarga. Terdapat 3 pilihan
pemberian nutrisi pada bayi yang lahir dari ibu yang tersangka dan terkonfirmasi
COVID-‐19 (tergantung klinis ibu):
a. Pilihan pertama, pada kondisi klinis ibu berat sehingga ibu tidak memungkinkan
memerah ASI dan terdapat sarana-‐prasarana fasilitas kesehatan yang memadai.
Keluarga dan tenaga kesehatan memilih mencegah risiko penularan, dengan melakukan
pemisahan sementara antara ibu dan bayi. Nutrisi pilihan adalah ASI donor atau
formula. Ibu dapat tetap memompa untuk mempertahankan produksi ASI, namun
dibuang sampai dua pemeriksaan rapid test berturut-‐turut negatif dengan selang
waktu minimal 24 jam dan ibu asimptomatik.
b. Pilihan kedua, pada kondisi klinis ibu ringan/sedang. Keluarga dan tenaga kesehatan
memilih mengurangi risiko penularan, mempertahankan kedekatan ibu dan bayi.
Pilihan nutrisinya adalah ASI perah. Ibu memakai masker selama memerah. Ibu
mencuci tangan menggunakan air dan sabun selama minimal 20 detik sebelum
memerah (disiplin dalam menjaga kebersihan tangan). Ibu harus membersihkan
pompa serta semua alat yang bersentuhan dengan ASI dan wadahnya setiap selesai
(sesuai manufaktur pabrik). ASI perah diberikan oleh tenaga kesehatan atau keluarga
yang tidak menderita COVID-‐19.
c. Pilihan ketiga, pada kondisi klinis ibu tidak bergejala/ringan dan atau sarana -‐
prasarana terbatas atau tidak memungkinkan perawatan terpisah. Keluarga dan tenaga
kesehatan menerima risiko tertular dan menolak pemisahan sementara ibu dan
bayi. Pilihan nutrisinya adalah menyusui langsung. Ibu menggunakan masker bedah.
Ibu mencuci tangan dan membersihkan payudara dengan sabun dan air. Ibu menyusui
bayinya. Orang tua harus mengerti bayi berisiko tertular walaupun belum diketahui
secara pasti. Untuk mengurangi risiko penularan pada pilihan ini, jika memungkinkan
ibu harus menjaga jarak 2-‐meter dengan bayinya
d. Bila di rawat bersama dalam satu ruangan, sebaiknya bayi didalam inkubator, bila
tidak tersedia inkubator, gunakan kain pemisah. Untuk fasilitas yang tidak memadai
untuk melakukan pemeriksaan PCR, maka pencegahan penularan melalui percikan
tubuh harus terus dilakukan hingga ibu tidak panas tanpa obat penurun panas,
menunjukkan perbaikan gejala serta rapid test negatif dua kali berturut turut dengan
selang waktu minimal 24 jam.
e. Ibu dan bayi diperbolehkan pulang dengan meneruskan pembatasan fisik dan bayi
diperiksa laboratorium bila terdapat keluhan.
Ibu PDP dapat menyusui langsung apabila pembuktian antigen negatif, sementara ibu
terkonfirmasi COVID-‐19 dapat menyusui setelah 14 hari pembuktian antigen negatif.
• Belum terdapat bukti ilmiah mengenai keamanan ASI pada ibu yang mengonsumsi
Sebagai antivirus.
pertimba
• Konsumsi hidroxychloroquine relatif aman untuk ibu menyusui.
ngan
dalam • Belum ada data mengenai keamanan menyusui pada ibu yang dalam terapi
pemberi
an ASI Interleukin-‐6 IgG1 antibodi monoklonal.
pada Bayi diperbolehkan pulang setelah dua kali berturut turut pemeriksaan apus nasofaring
ibu yang
mendapa dengan selang waktu minimal 24 jam dan sesuai protokol pemulangan neonatus setempat. Ibu
tkan dapat mengasuh bayinya kembali setelah tidak panas 3 hari berturut turut tanpa obat
obat-‐
obatan penurun panas, menunjukkan perbaikan gejala (minimal 7 hari dari gejala pertama kali
untuk
muncul) dan rapid test dua kali berturut turut negatif dengan selang waktu minimal 24
t
jam. Ibu tetap memberlakukan perilaku hidup bersih dan sehat serta tetap menggunakan
e
r masker.
a
p Selama ibu tidak diperbolehkan merawat bayinya, sebaiknya pengasuhan bayi dilakukan oleh
i orang yang sehat dan tidak menderita COVID 19 serta ibu tetap menjaga jarak 2-‐meter dari
C bayinya.
O
• Edukasi
V
I • Social distancing
D
- • Physical distancing
- • Skrining kesehatan maternal untuk proses terminasi kehamilan (pemeriksaan darah
‐
1 perifer lengkap dan urin lengkap)
9 • Surveilans komunitas bagi maternal (pembuktian antibodi spesifik virus SARS-‐CoV-‐2)
( untuk pemilihan rumah sakit COVID-‐19 dan non-‐COVID19
T • Definisi kasus COVID-‐19
a
b • Tingkat isolasi berdasarkan definisi kasus COVID-‐19
e
l
Rekomendasi untuk penggunaan obat untuk tata laksana COVID-‐19 pada ibu hamil dan menyusui
9
. yang terinfeksi COVID-‐19 berdasar kajian literatur Lactmed, terangkum dalam tabel berikut
) (Tabel 9).
:
Tabel 9. Keamanan obat yang dikonsumsi oleh ibu menyusui
Obat Tinjauan Rekomendasi
Azitromisin Karena kadar azitromisin yang rendah dalam ASI Aman
dan lazim digunakan pada bayi dalam dosis yang
lebih tinggi, penggunaan selama menyusui tidak
menyebabkan efek buruk pada bayi yang disusui.
Chloroquine Sejumlah kecil chloroquine diekskresikan dalam ASI Belum terdapat bukti
tetapi tidak ada informasi tentang penggunaan ilmiah yang cukup
chloroquine setiap hari selama menyusui, lebih kuat
disarankan pengunaan hydroxychloroquine
terutama saat
menyusui bayi yang baru lahir atau bayi
prematur.
Hidroxychloroquine Sejumlah kecil hydroxychloroquine Relatif aman
diekskresikan di dalam ASI namun tidak
ditemukan efek samping pada bayi
Ritonavir / Lopiravir Tidak diketahui relevansi keamanan obat Belum terdapat bukti
(Aluvia), Remdezivir, anti virus ini pada bayi yang disusui. ilmiah yang cukup
Pavipiravir (Avigan) kuat
Interferon β Kadar interferon beta-‐1a dalam ASI sangat kecil, Aman
tidak mungkin mencapai aliran darah bayi.
V. Kriteria pemulangan pasien
A. Pasien terkonfirmasi COVID-‐19:
1. Suhu tubuh pasien normal minimal 24 jam
2. Gejala klinis pneumonia tidak ada
3. Pemeriksaan swab SARS-‐CoV-‐2 menunjukkan hasil negatif 2 kali berturut-‐turut dengan interval
minimal 1 hari.
B. Pasien PDP dengan pneumonia:
1. Suhu tubuh pasien normal minimal 24 jam
2. Gejala klinis pneumonia tidak ada
3. Pemeriksaan swab SARS-‐CoV-‐2 hari ke 1 dan ke 2 negatif
C. Kriteria selesai isolasi mandiri di rumah
Terdapat 2 pendekatan untuk menentukan seorang pasien selesai isolasi mandiri di rumah, yaitu
dengan pendekatan gejala dan pendekatan laboratorium.
1. Pendekatan gejala:
• Setidaknya sudah lebih dari 10 hari sejak gejala pertama muncul DAN
• Setidaknya sudah lebih dari 72 jam gejala membaik (bebas demam tanpa obat
penurun
panas DAN perbaikan gejala respirasi seperti batuk dan sesak napas)
2. Pendekatan laboratorium
• Resolusi demam tanpa obat penurun panas DAN
• Perbaikan gejala respirasi seperti batuk dan sesak napas DAN
• Hasil pemeriksaan swab SARS-‐COV-‐2 negatif dua kali berturut-‐turut dengan jarak
lebih
dari 24 jam
• Ketika memiliki gejala saluran napas, gunakan masker dan berobat ke fasyankes.
B. Pada situasi di rawat jalan
1. Ruang tunggu dan praktik memiliki aliran udara yang baik (sirkulasi alami).
2. Gunakan masker bedah secara benar dan perlu diganti setiap 3-‐4 jam atau lebih sering
bila basah.
3. Cuci tangan 6 langkah sesering mungkin sesuai dengan 5 moments
4. Bersihkan area periksa sesering mungkin
5. Pada saat pendaftaran mendapat informasi adanya kecurigaan infeksi COVID-‐19:
• apabila pendaftaran melalui telpon/online, arahkan untuk menghubungi Covid
center
pemerintah setempat atau ke Rumah Sakit
• apabila sudah berada di klinik, tempatkan di kamar tersendiri dan pemeriksa
menggunakan setidaknya masker, kacamata, dan sarung tangan
6. Pisahkan klinik untuk anak sehat dan sakit, namun apabila tidak memungkinkan:
• Buat perjanjian dengan mendahulukan pelayanan kesehatan pada anak sehat
(misal:
akan diimunisasi)
• Pastikan pasien datang sesuai nomor agar tidak terlalu lama menunggu
• Pengukuran suhu dan pemeriksaan antropometri di luar ruang periksa
• Pada anak sakit dengan gejala infeksi respiratori pisahkan dan diminta untuk
menggunakan masker
• Pastikan orang tua atau pengasuh yang mengantar juga dalam keadaan sehat,
namun
apabila ada gejala infeksi respiratori perlakukan hal yang sama dengan pasien
7. Bersihkan area tunggu sebaik mungkin
8. Menjalin komunikasi dengan Dinas Kesehatan setempat
C. Pada situasi di rawat inap
1. Upayakan ruang rawat dan selasar mendapat sirkulasi udara alami setidaknya pada
pagi
dan sore hari
2. Pengunjung pasien tidak diperbolehkan masuk
3. Pisahkan ruang rawat sesuai dengan cara transmisi/penularan penyakitnya
4. Gunakan masker bedah secara benar dan perlu diganti setiap 3-‐4 jam atau lebih sering
bila basah.
5. Cuci tangan 6 langkah sesering mungkin sesuai dengan 5 moments
6. Pastikan alat periksa yang digunakan selalu dibersihkan
7. Pemeriksaan pasien dalam pengawasan (PDP):
• Gunakan alat pelindung diri (APD) lengkap
• Penggunaan APD lengkap diperlukan pula saat pengambilan spesimen untuk
menegakkan diagnosis.
8. Pembersihan ruangan secara teratur
9. Pasien konfirmasi dirawat di ruang isolasi dan kontak erat risiko tinggi dilakukan
penyelidikan epidemiologi (PE)
10. Menjalin komunikasi dengan Dinas Kesehatan setempat
D. Pada situasi di emergensi
1. Jika pasien dengan dugaan COVID-‐19 datang langsung ke ruang emergensi, segera
diarahkan keruang isolasi emergensi yang telah disediakan untuk pasien dengan
dugaan COVID-‐19, laporkan kedinas kesehatan setempat
2. Penunggu pasien hanya satu orang diruang isolasi tersebut
3. Pasien dan keluarga pasien harus menggunakan masker bedah selama di ruangan
emergensi
4. Petugas kesehatan harus menggunakan APD yang sesuai
5. Petugas kesehatan yang memberikan pelayanan dan berkontak dengan pasien harus
dicatat dan mudah untuk ditelusuri oleh petugas kesehatan keselamatan kerja untuk
karyawan.
E. Prosedur berisiko tinggi
Jika perlu dilakukan tindakan AGP (Aerosol Generating Procedure), tindakan tersebut harus
dilakukan di ruang tekanan negatif* dengan airborne precaution. Yang termasuk AGP adalah:
• swab nasofaring
• intubasi, ekstubasi dan prosedur terkait seperti ventilasi manual dan open suctioning
• prosedur trakeotomi/trakeostomi (penyisipan/open suctioning/pengangkatan)
• bronkoskopi
• beberapa prosedur gigi (seperti pengeboran berkecepatan tinggi)
• ventilasi non-‐invasif (NIV) seperti Bi-‐level Positive Airway Pressure (BiPAP) dan
Continuous Positive Airway Pressure ventilation (CPAP)
• High-‐Frequency Oscillating Ventilation (HFOV)
• High Flow Nasal Oxygen (HFNO) atau High Flow Nasal Cannula
• induksi sputum
• pemasangan NGT
*dalam kondisi ideal
F. Penggunaan alat pelindung diri (APD)
Alat pelindung diri (APD) adalah perangkat alat yang dirancang sebagai penghalang
terhadap penetrasi zat, partikel padat, cair, atau udara untuk melindungi pemakainya dari
cedera atau penyebaran infeksi atau penyakit apabila digunakan dengan benar. Selain itu
praktik pengendalian infeksi lainnya seperti mencuci tangan, menggunakan pembersih
tangan berbasis alkohol, dan menutupi hidung dan mulut saat batuk dan bersin dengan
lengan atas bagian dalam atau tisu, dapat meminimalkan penyebaran infeksi dari satu orang
ke orang lain.
Pada pemilihan APD yang tepat, perlu mengidentifikasi potensial paparan penularan
yang ditimbulkan serta memahami dasar kerja setiap jenis APD yang akan digunakan di
tempat kerja dimana potensial bahaya tersebut mengancam pada petugas kesehatan di
Rumah Sakit.
1. Jenis-‐jenis APD yang digunakan
a. Masker bedah
Masker bedah terdiri dari 3 lapisan material dari bahan non-‐woven (tidak di jahit), loose -‐
fitting dan sekali pakai untuk menciptakan penghalang fisik antara mulut dan hidung
pengguna dengan kontaminan potensial di lingkungan terdekat sehingga efektif untuk
memblokir percikan (droplet) dan tetesan dalam partikel besar.
b. Masker N95
Masker N95 terbuat dari polyurethane dan polypropylene adalah alat pelindung
pernapasan yang dirancang dengan segel ketat di sekitar hidung dan mulut untuk
menyaring hampir 95 % partikel yang lebih kecil < 0,3 mikron. Masker ini dapat me
nurunkan paparan terhadap kontaminasi melalui airborne.
c. Pelindung wajah (face shield)
Pelindung wajah umumnya terbuat dari plastik jernih transparan, merupakan
pelindung wajah yang menutupi wajah sampai ke dagu sebagai proteksi ganda
bagi tenaga kesehatan dari percikan infeksius pasien saat melakukan perawatan.
d. Pelindung mata (googles)
Pelindung mata berbentuk seperti kaca mata yang terbuat dari plastik digunakan sebagai
pelindung mata yang menutup dengan erat area sekitarnya agar terhindar dari
cipratan yang dapat mengenai mukosa. Pelindung mata/goggles digunakan pada saat
tertentu seperti aktifitas dimana kemungkinan risiko terciprat, khususnya pada saat
prosedur menghasilkan aerosol, kontak dekat berhadapan muka dengan muka pasien
COVID-‐19.
e. Gaun (gown)
Gaun adalah pelindung tubuh dari pajanan melalui kontak atau droplet dengan cairan dan
zat padat yang infeksius untuk melindungi lengan dan area tubuh tenaga kesehatan
selama prosedur dan kegiatan perawatan pasien. Persyaratan gaun yang ideal antara lain
efektif barrier (mampu mencegah penetrasi cairan), fungsi atau mobilitas, nyaman,
tidak mudah robek, pas di badan (tidak terlalu besar atau terlalu kecil),
biocompatibility (tidak toksik), flammability, odor, dan quality maintenance. Jenis gaun
antara lain gaun bedah, gaun isolasi bedah dan gaun non isolasi bedah. Menurut
penggunaannya, gaun dibagi menjadi 2 yaitu gaun sekali pakai (disposable) dan gaun
dipakai berulang (reuseable).
• Gaun sekali pakai
Gaun sekali pakai (disposable) dirancang untuk dibuang setelah satu kali pakai dan
biasanya tidak dijahit (non-‐woven) dan dikombinasikan dengan plastik film untuk
perlindungan dari penetrasi cairan dan bahan yang digunakan adalah synthetic fibers
(misalnya polypropylene, polyester, polyethylene).
• Gaun dipakai berulang (reuseable)
Gaun dipakai berulang terbuat dari bahan 100% katun atau 100% polyester, atau
kombinasi antara katun dan polyester. Gaun ini dapat dipakai berulang maksimal
sebanyak 50 kali dengan catatan tidak mengalami kerusakan.
f. Celemek (apron)
Apron merupakan pelindung tubuh untuk melapisi luar gaun yang digunakan oleh
petugas kesehatan dari penetrasi cairan infeksius pasien yang bisa terbuat dari plastik
sekali pakai atau bahan plastik berkualitas tinggi yang dapat digunakan kembali
(reuseable) yang tahan terhadap klorin saat dilakukan desinfektan.
g. Sarung tangan
Sarung tangan dapat terbuat dari bahan lateks karet, polyvinyl chloride (PVC), nitrile,
polyurethane, merupakan pelindung tangan tenaga kesehatan dari kontak cairan infeksius
pasien selama melakukan perawatan pada pasien. Sarung tangan yang ideal harus
tahan robek, tahan bocor, biocompatibility (tidak toksik) dan pas di tangan. Sarung
tangan yang digunakan merupakan sarung tangan yang rutin digunakan dalam
perawatan, bukan sarung tangan panjang.
h. Pelindung kepala
Penutup kepala merupakan pelindung kepala dan rambut tenaga kesehatan dari percikan
cairan infeksius pasien selama melakukan perawatan. Penutup kepala terbuat dari bahan
tahan cairan, tidak mudah robek dan ukuran nya pas di kepala tenaga kesehatan. Penutup
kepala ini digunakan sekali pakai.
i. Sepatu pelindung
Sepatu pelindung dapat terbuat dari karet atau bahan tahan air atau bisa dilapisi
dengan kain tahan air, merupakan alat pelindung kaki dari percikan cairan infeksius
pasien selama melakukan perawatan. Sepatu pelindung harus menutup seluruh kaki
bahkan bisa
sampai betis apabila gaun yang digunakan tidak mampu menutup sampai ke bawah.
2. Pemilihan APD berdasarkan risiko kerja dokter spesialis anak
Pemilihan APD harus didasarkan pada job desk dan risiko kerja dari masing-‐masing
petugas. Selain itu, pemilihan APD juga harus memperhatikan ketersediaan APD. Dalam
pemakaian APD harus diperhatikan pula cara pemakaian dan pelepasa APD. Prosedur
pelepasan APD, merupakan salah satu tindakan yang berisiko tinggi menyebabkan penularan
COVID-‐19 pada tenaga kesehatan. Pada gambar 12, 13, dan 14, IDAI mencoba untuk
membuat kriteria level APD untuk dokter spesialis anak agar memudahkan pemilihan
berdasarkan risiko kerja. Jenis-‐ jenis APD berdasarkan kategori petugas secara lengkap dapat
dilihat pada lampiran 2 di tabel
14 .
Sepatu tertutup
Gambar 12. APD level 1 untuk dokter spesialis anak
Google/faceshield
Gown
Baju kerja
Sepatu tertutup
Google/faceshield
Coverall
Baju kerja
Boots
Gambar 14. APD level 3 untuk dokter spesialis anak
Deskripsi kerja:
• Petugas kesehatan yang melakukan tindakan aerosol generating procedures
• Petugas kesehatan yang berada di ruangan yang sama dengan petugas yang sedang
melakukan tindakan aerosol generating procedures
3. Optimalisasi penggunaan APD
a. Mengoptimalkan penggunaan APD secara efisien dan maksimal dengan cara:
• Untuk meminimalkan penggunaan APD: zonasi, kohorting, skrinning, triase,
telemedicine, barrier menggunakan jendela kaca/plastik di area triase, meja
pendaftaran, dan farmasi
• Kurangi waktu kontak antara tenaga kesehatan dan pasien COVID-‐19 dengan cara
melaksanakan beberapa aktivitas bersamaan pada saat masuk keruangan pasien
(memeriksa tanda vital, memberikan makan dan obat dalam waktu bersamaan)
b. Optimalisasi penggunaan masker
• Penggunaan masker yang sama untuk memeriksa beberapa pasien yang berbeda
dengan diagnosis yang sama dapat dilakukan
• Untuk mengoptimalisasi penggunaan N95 makan ada beberapa strategi pada
literatureyaitu penggunaan memanjang sampai 8 jam untuk petugas yang
bekerja di area yang sama, reused sebanyak 5 kali, rotasi masker dengan
menggunakan setidaknya 5 buah masker, vaporasi dengan hidrigen peroksida,
penggunan UV dan moist heat.
c. Optimaliasasi penggunaan gaun
Prinsip pemilihan gaun atau coverall untuk AGPs adalah gaun yang kedap air. Jika
tidak
tersedia maka sebagai alternatif:
• Prioritaskan gaun atau coverall kedap air sekali pakai untuk AGPs atau tindakan
bedah
• Gaun atau coverall sekali pakai dan tidak kedap air ditambah apron plastic sekali
pakai dapat menjadi alternatif pada situasi risiko tinggi dan AGPs. Sehabis bekerja dan
melepas APD segera mandi
• Gaun bedah atau coverall reusable (washable) atau yang serupa seperti jas
laboratorium lengan panjang, gaun pasien lengan panjang atau gaun yang
dipakai di industri ditambah apron plastic sekali pakai, dapat menjadi alternatif.
Sehabis bekerja dan melepas APD segera mandi
• Orang tua/pengasuh yang dirawat dengan anak harus tinggal di ruangan setiap
saat sampai boleh pulang atau hasil tes negatif. Baik anak dan orang tua harus
mengenakan masker bedah / surgical mask saat pergi keluar ruangan dengan
alasan apapun.
• Staf berada di ruangan seminimal mungkin
• Proses yang dilakukan harus dijelaskan kepada keluarga
• Aerosol generating procedures (HHFNCO, suctioning, melakukan NPA,
menggunakan nebuliser) harus dihindari kecuali dilakukan atas alasan penting
dan mendesak.
• Sampah harus dikelola dengan tepat. Jika tidak ada toilet di dalam ruang rawat,
maka harus disediakan toilet khusus yang secara rutin dibersihkan
• Kamar perlu dibersihkan dengan klorin setelah hasil skrining tertunda atau
dikonfirmasi positif.
b. Kasus PDP anak -‐ membutuhkan intervensi / moderate intervention (perawatan
kritis pediatrik level 2, contoh. CPAP)
• Anak-‐anak yang memerlukan bantuan pernapasan harus didiskusikan dengan
PICU. Jika mereka menjalani prosedur ber-‐risiko tinggi (suction, Optiflow, CPAP,
dll) maka mereka harus dikelola di ruangan khusus dan harus diprioritaskan
daripada pasien rawat inap lainnya.
• Semua staf yang berada di area tersebut harus mengenakan masker, google,
sarung tangan, dan gown yang sesuai.
• Orang tua/pengasuh yang dirawat dengan anak harus tinggal di ruangan setiap
saat sampai diperbolehkan pulang atau hasil negatif tes skrining telah
dikonfirmasi.
• Kamar perlu dibersihkan dengan klorin setelah hasil skrining tertunda atau
dikonfirmasi positif.
c. Kasus PDP anak -‐ membutuhkan perawatan PICU (level 3)
• Perawatan level 3 meliputi intubasi dan ventilasi yang berkelanjutan. Lakukan
seperti pada Panduan Perawatan Intensif Anak di atas.
• Semua staf yang terlibat dalam perawatan pasien tersebut, sebelum
dipindahkan ke perawatan intensif, harus mengenakan APD (masker, google,
sarung tangan dan gown)
• Kamar harus dibersihkan dengan klorin
d. Special case: anak-‐anak dengan febrile neutropenia dan diduga COVID-‐19
• Pemberian antibiotik spektrum luas secara cepat untuk pengelolaan demam
neutropenia sangat penting.
• Semua tindakan pencegahan penyakit menular harus diikuti sesuai dengan pasien
COVID-‐19 lainnya
e. Anak-‐anak dengan kebutuhan medis yang kompleks
Jika seorang pasien, dengan riwayat gejala gangguan pernapasan persisten karena
kebutuhan medis yang kompleks, membutuhkan masuk ke rumah sakit dengan
eksaserbasi akut masalah pernapasan mereka, mereka harus diperlakukan sebagai
kasus
suspek COVID-‐19
Daftar bacaan
1. Kemenkes RI. Pedoman kesiapsiagaan menghadapi Coronavirus Disease (COVID-‐19) revisi kedua.
Kemenkes RI, Jakarta. 2020.
2. World Health Organization. Coronavirus disease 2019 (COVID-‐19) situation report-‐60. 2020.
Tersedia di: https://www.who.int/docs/default-‐source/coronaviruse/situation-‐
reports/20200320-‐sitrep-‐60-‐covid-‐19.pdf?sfvrsn=d2bb4f1f_2
3. Wu Z, McGoogan JM. Characteristics of and important lessons from the coronavirus disease 2019
(COVID-‐19) outbreak in China. Summary of a report of 72 314 cases from the Chinese Center for
disease control and prevention. JAMA 2020. Tersedia di: https://jamanetwork.com/.
4. Shen, K., Yang, Y., Wang, T. dkk. Diagnosis, treatment, and prevention of 2019 novel coronavirus
infection in children: experts’ consensus statement. World J Pediatr. 2020.
https://doi.org/10.1007/s12519-‐020-‐00343-‐7.
5. Chen, Z., Fu, J., Shu, Q. dkk. Diagnosis and treatment recommendations for pediatric respiratory
infection caused by the 2019 novel coronavirus. World J Pediatr 2020.
https://doi.org/10.1007/s12519-‐020-‐00345-‐5.
6. Shen, K., Yang, Y. Diagnosis and treatment of 2019 novel coronavirus infection in children: a
pressing issue. World J Pediatr. 2020. https://doi.org/10.1007/s12519-‐020-‐00344-‐6.
7. Xu, Y., Li, X., Zhu, B. dkk. Characteristics of pediatric SARS-‐CoV-‐2 infection and potential evidence
for persistent fecal viral shedding. Nat Med (2020). https://doi.org/10.1038/s41591-‐020-‐0817-‐
4.
8. Wang, Y., Zhu, L. Pharmaceutical care recommendations for antiviral treatments in children with
coronavirus disease 2019. World J Pediatr (2020). https://doi.org/10.1007/s12519-‐020-‐00353-‐
5.
9. Lauer, S. et al., 2020. The Incubation Period of Coronavirus Disease 2019 (COVID-‐19) From
Publicly Reported Confirmed Cases: Estimation and Application. Annals of Internal Medicine;
National Health Commission of the People’s Republic of China, New Coronavirus Pneumonia
Diagnosis and Treatment Program (Trial Version )7). https://www.diazyme.com/covid-‐19-‐
antibody-‐tests
10. Xia, W, Shao, J, Guo, Y, dkk. Clinical and CT features in pediatric patients with COVID-‐19 infection:
Different points from adults. Pediatr Pulmonol. 2020; 1– 6. https://doi.org/10.1002/ppul.24718.
11. Wei M, Yuan J, Liu Y, dkk. Novel coronavirus infection in hospitalized infants under 1 year of age
in China. JAMA. 2020. doi:10.1001/jama.2020.2131.
12. Kam K, Yung CF, Cui L, dkk. A well infant with coronavirus disease 2019 (COVID-‐19) with high
viral load. Clin Infect Dis. 2020. Tersedia di: https://academic.oup.com/cid/advance-‐
article/doi/10.1093/cid/ciaa201/5766416.
13. Liu W., Zhang Q., Chen J., dkk. Detection of COVID-‐19 in children in early January 2020 in Wuhan,
China. N Engl JMed. 2020. doi: 10.1056/NEJMc2003717.
14. Royal College of Paediatrics and Child Health. COVID-‐19 –guidance for pediatric services. 2020.
Tersedia di: https://www.rcpch.ac.uk/resources/covid-‐19-‐guidance-‐paediatric-‐services.
15. Michigan Medicine University of Michigan. Inpatient guidance for treatment of COVID-‐19 in adults
and children. 2020. Tersedia di: http://www.med.umich.edu/asp/pdf/adult_guidelines/COVID-‐
19-‐treatment.pdf.
16. Thomas NJ, Shaffer ML, Willson DF, Shih MC, Curley MA. Defining acute lung disease in children
with the oxygenation saturation index. Pediatr Crit Care Med. Jan 2010;11(1):12-‐17.
17. Goldstein B, Giroir B, Randolph A, International Consensus Conference on Pediatric S.
International pediatric sepsis consensus conference: definitions for sepsis and organ dysfunction
in pediatrics. Pediatr Crit Care Med. Jan 2005;6(1):2-‐8.
18. Doughty L, Clark RS, Kaplan SS, Sasser H, Carcillo J. sFas and sFas ligand and pediatric sepsis-‐
induced multiple organ failure syndrome. Pediatr Res. Dec 2002;52(6):922-‐927.
19. http://pediatrics.aappublications.org/content/early/2017/08/21/p eds.2017-‐1904.
20. Leteurtre S, Duhamel A, Salleron J, et al. PELOD-‐2: an update of the PEdiatric logistic organ
dysfunction score. Crit Care Med. Jul 2013;41(7):1761-‐1773.
21. COVID-‐19-‐ guidance for paediatric sevices. Royal college of paediatrics and child health, 13 march
2020
22. Sundaram M, Ravikumar N, Bansal A, Nallasamy K, Basavaraja GV, Lodha R, et al. Novel
Coronavirus 2019 (2019-‐nCoV) Infection: Part II -‐ Respiratory Support in the Pediatric
Intensive Care Unit in Resource-‐limited Settings. Indian Pediatrics. 2020:1-‐15.
23. Cook TM, El-‐Boghdadly K, McGuire B, McNarry AF, Patel A, Higgs A. Consensus guidelines for
managing the airway in patients with COVID-‐19. Anaesthesia. 2020:1-‐15.
24. Susilo A, Rumende CM, Pitoyo CW, et al. Coronavirus disease 2019: review of current literatures. J
Penyakit Dalam Indones 2020;7(1):2020.
25. Lin L, Lu L, Cao W, Li T. Hypothesis for potential pathogenesis of SARS-‐ CoV-‐2 infection–a review
of immune changes in patients with viral pneumonia. Emerg Microbes Infect 2020;9(1):727–32.
26. Tang N, Li D, Wang X, Sun Z. Abnormal coagulation parameters are associated with poor
prognosis in patients with novel coronavirus pneumonia. J Thromb Haemost 2020;18:844–7.
27. Liu W, Li H. COVID-‐19: Attacks the 1-‐Beta Chain of Hemoglobin and Captures the
Porphyrin to Inhibit Human Heme Metabolism. ChemRxiv 2020;
28. Dong Y, Mo X, Hu Y, et al. Epidemiological characteristics of 2143 pediatric patients with 2019
Coronavirus disease in China. Pediatrics 2020;
29. Davis AL, Carcillo JA, Aneja RK, et al. American College of Critical Care Medicine Clinical
Practice Parameters for Hemodynamic Support of Pediatric and Neonatal Septic Shock. Crit
Care Med
2017;45:1061–93.
30. Weiss SL, Peters MJ, Alhazzani W, et al. Surviving Sepsis Campaign International
Guidelines for the Management of Septic Shock and Sepsis-‐Associated Organ Dysfunction in
Children. Pediatr Crit Care Med 2020;21:e52–106.
31. Chen H, Guo J, Wang C. et.al. Clinical characteristics and intrauterine vertical transmission
potential of COVID-‐19 infection in nine pregnant women: a retrospective review of medical
records. Lancet. 2020;395:809-‐15.
32. ACOG. Novel Coronavirus 2019 (COVID-‐19). March2020. Available from:
https://www.acog.org/clinical/clinical-‐guidance/practice-‐advisory/articles/2020/03/n ovel-‐
coronavirus-‐2019.
33. Perkumpulan_Obstetri_dan_Ginekologi_Indonesia. Rekomendasi POGI mengenai penyakit
COVID-‐
19. In: Januarto AK, Wiweko B, editors. Jakarta: POGI; 2020.
34. Wang L, Shi Y, Xiao T. et al. on behalf of the Working Committee on Perinatal and Neonatal
Management for the Prevention and Control of the 2019 Novel Coronavirus Infection. Chinese
expert consensus on the perinatal and neonatal management for the prevention and control of
the 2019 novel coronavirus infection (First edition). Ann Transl Med. 2020;8(3):47.
35. COVID-‐19 –guidance for pediatric services: Royal College of Paediatrics and Child Health; 2020.
Available from: https://www.rcpch.ac.uk/resources/covid-‐19-‐guidance-‐paediatric-‐services
36. WHO. Clinical management of severe acute respiratory infection (SARI) when COVID-‐19 disease is
suspected. Interim guidance. March2020. Available from: https://www.who.int/docs/default-‐
source/coronaviruse/clinical-‐management-‐of-‐novel-‐cov.pdf.
37. Chiotos K, Hayes M, Kimberlin DW, Jones SB, James SH, Pinninti SG. Multicenter initial guidance
on use of antivirals for children with COVID-‐19/SARS-‐CoV-‐2. Journal of the Pediatric Infectious
Diseases Society 2020;XX(XX):1–15
38. Ye Z, Rochwerg B, Wang Y, Adhikari NK, Murthy S, Lamontagne F, dkk. Treatment of patients with
nonsevere and severe coronavirus disease 2019: an evidence-‐ based guideline. CMAJ 2020. doi:
10.1503/cmaj.200648; early-‐released April 29, 2020
39. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Informatorium Obat COVID-‐19 di
Indonesia. Cetakan pertama, Maret 2020. BPOM
40. Virani SS, Alonso A, Benjamin EJ, Bittencourt MS, Callaway CW, Carson AP,et al. Heart disease and
stroke statistics-‐2020 update: a report from the american heart association. Circulation.
2020;141:e139-‐e596.
41. Centers for Disease Control and Prevention. Severe outcomes among patients with coronavirus
disease 2019 (COVID-‐19). MMWR Morbidity and mortality weekly report. 2020;69:343–6.
42. Guan W-‐j, Ni Z-‐y, Hu Y, Liang W-‐h, Ou C-‐q, He J-‐x, et al. Clinical characteristics of coronavirus
disease 2019 in china. New Eng J Med. Feb 28, 2020.
43. Guo T, Fan Y, Chen M, Wu X, Zhang L, He T, Wang H, Wan J, Wang X and Lu Z. Cardiovascular
implications of fatal outcomes of patients with coronavirus disease 2019 (COVID-‐19). JAMA
Cardiol. March 27, 2020.
44. Huang C, Wang Y, Li X, Ren L, Zhao J, Hu Y, et al. Clinical features of patients infected with 2019
novel coronavirus in Wuhan, China. The Lancet. 2020;395:497-‐506.
45. Wang D, Hu B, Hu C, Zhu F, Liu X, Zhang J, Wang B, Xiang H, Cheng Z, Xiong Y, Zhao Y, Li Y, Wang X
and Peng Z. clinical characteristics of 138 hospitalized patients with 2019 novel coronavirus–
infected pneumonia in wuhan, china. Jama. 2020;323:1061–9.
46. Centers for Disease Control and Prevention. Information for Clinicians on Therapeutic Options for
COVID-‐19 Patients. Updated April 7, 2020. https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-‐
ncov/hcp/therapeutic-‐options.html/. Accessed April 8, 2020.
47. Gamio L. The Workers Who Face the Greatest Coronavirus Risk. New York Times. 2020.
48. van Doremalen N, Bushmaker T, Morris DH, Holbrook MG, Gamble A, Williamson BN, et al.
Aerosol and surface stability of SARS-‐CoV-‐2 as compared with SARS-‐CoV-‐1. New Eng J Med. March
17, 2020.
49. Kragholm K, Wissenberg M, Mortensen RN, Hansen SM, Malta Hansen C, Thorsteinsson K, et al.
Bystander efforts and 1-‐year outcomes in out-‐ of-‐hospital cardiac arrest. New Eng J Med.
2017;376:1737–47.
50. Pollack RA, Brown SP, Rea T, Aufderheide T, Barbic D, Buick JE, et al. Impact of bystander
automated external defibrillator use on survival and functional outcomes in shockable observed
public cardiac arrests. Circulation. 2018;137:2104–13.
51. Susilo A, Rumende CM, Pitoyo CW, et al. Coronavirus disease 2019: review of current literatures. J
Penyakit Dalam Indones 2020;7(1):2020.
52. Tang N, Li D, Wang X, Sun Z. Abnormal coagulation parameters are associated with poor
prognosis in patients with novel coronavirus pneumonia. J Thromb Haemost 2020;18:844–7.
53. Lin L, Lu L, Cao W, Li T. Hypothesis for potential pathogenesis of SARS-‐ CoV-‐2 infection–a review
of immune changes in patients with viral pneumonia. Emerg Microbes Infect 2020;9(1):727–32.
54. Carcillo JA, Han K, Lin J, Orr R. Goal-‐Directed Management of Pediatric Shock in the Emergency
Department. Clin Pediatr Emerg Med 2007;8(3):165–75.
55. Han YY, Carcillo JA, Dragotta MA, et al. Early Reversal of Pediatric-‐Neonatal Septic Shock by
Community Physicians Is Associated With Improved Outcome. Pediatrics 2003;112(4):793–9.
56. Dong Y, Mo X, Hu Y, et al. Epidemiological characteristics of 2143 pediatric patients with 2019
Coronavirus disease in China. Pediatrics 2020;
57. Kelm DJ, Perrin JT, Cartin-‐Ceba R, Gajic O, Schenck L, Kennedy CC. Fluid overload in patients with
severe sepsis and septic shock treated with early goal-‐directed therapy is associated with
increased acute need for fluid-‐related medical interventions and hospital death. Shock
2015;43(1):68–73.
58. Sorbello M et al. The Italian Coronavirus Disease 2019 Outbreak: Recommendations from Clinical
Practice. Anaesthesia 2020:75;724-‐32
59. Arikan AA, Zappitelli M, Goldstein SL, Naipaul A, Jefferson LS, Loftis LL. Fluid overload is
associated with impaired oxygenation and morbidity in critically ill children. Pediatr Crit Care
Med 2012;13(3):253–8.
60. Sinitsky L, Walls D, Nadel S, Inwald DP. Fluid Overload at 48 Hours Is Associated With Respiratory
Morbidity but Not Mortality in a General PICU: Retrospective Cohort Study. Pediatr Crit Care Med
2015;16(3):205–9.
61. Maitland K, Kiguli S, O.Opoka R, et al. Mortality after Fluid Bolus in African Children with Severe
Infection. N Engl J Med 2011;364:2483–95.
62. Maitland K, George EC, Evans JA, et al. Exploring mechanisms of excess mortality with early fluid
resuscitation : insights from the FEAST trial. BMC M 2013;11gl:1–15.
63. Lichtenstein D. Lung Ultrasound in the Critically Ill. Ann Intensive Care [Internet] 2014;4:1–12.
Available from: http://insights.ovid.com/crossref?an=00000539-‐900000000-‐97264
64. Khemani RG, Smith LS, Zimmerman JJ, Erickson S, Group P. Pediatric Acute Respiratory Distress
Syndrome: Definition, Incidence, and Epidemiology: Proceedings From the Pediatric Acute Lung
Injury Consensus Conference. Pediatr Crit Care Med 2015;16:S23–40.
65. Burhan E, Isbaniah F, Susanto AD, Aditama TY, Soedarsono, et al. Pneumonia COVID-‐19 Diagnosis
dan Penatalaksanaan di Indeonsia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2020.
66. Alhazzani W, Moller, MH, Arabi, YM, Loeb, M, Gong, MN, Fan, E, Oczkowski, S, Levy, MM, Derde, L,
Dzierba, A, Du, B, Aboodi, M, Wunsch, H, Cecconi, M, Koh, Y, Chertow, DS, Maitland, K, Alsham-‐ si,
F, Belley-‐Cote, E, Greco, M, Laundy, M, Morgan, JS, Kesecioglu, J, McGeer, A, Mermel, L, Mammen,
MJ, Alexander, PE, Arrington, A, Centofanti, JE, Citerio, G, Baw, B, Memish, ZA, Hammond, N,
Hayden, FG, Evans, L, Rhodes, A (2020) Surviving Sepsis Campaign: guidelines on the
management of critically ill adults with Coronavirus Disease 2019 (COVID-‐19). Intensive Care
Med; e-‐pub ahead of print.
67. Kneyber MCJ, Medina A, I Alapont VM, Blokpoel R, Brierley J, Chidini G, Cusco MG, Hammer J,
Fernandez YML, Camilo C, Milesi C, De Luca C, Pons M, Tume L, Rimensberger P. Practice
Recommendation for the management of children with suspected or proven COVID-‐19 infection
from the Pediatric Mechanical Consensus Conference (PEMVECC) and the section Respiratory
Failure from The European Society for Pediatric and Neonatal Intensive Care (ESPNIC) 2020.
68. Dong Y, Mo, X, Hu, Y, Qi, X, Jiang, F, Jiang, Z, Tong, S (2020) Epidemiological Characteristics of
2143 Pediatric Patients With 2019 Coronavirus Disease in China. Pediatrics; e-‐pub ahead of print
69. Kneyber MCJ, de Luca, D, Calderini, E, Jarreau, PH, Javouhey, E, Lopez-‐Herce, J, Hammer, J, Macrae,
D, Markhorst, DG, Medina, A, Pons-‐Odena, M, Racca, F, Wolf, G, Biban, P, Brierley, J, Rimensberger,
PC, section Respiratory Failure of the European Society for, P, Neonatal Intensive, C (2017)
Recommendations for mechanical ventilation of critically ill children from the Paediatric
Mechanical Ventilation Consensus Conference (PEMVECC). Intensive Care Med 43: 1764-‐1780
70. Pediatric Acute Lung Injury Consensus Conference G (2015) Pediatric acute respiratory distress
syndrome: consensus recommendations from the Pediatric Acute Lung Injury Consensus
Conference. Pediatr Crit Care Med 16: 428-‐43
71. Latief A, Pudjiadi AH, Malisie RF. Modul Pelatihan Dasar Ventilasi Mekanis Pada Anak. Unit Kerja
Koordinasi Emergensi dan Rawat Intensif Anak, 2018.
72. Nielsen KR, Ellington LE, Gray AJ, Stan-‐ berry LI, Smith LS, DiBlasi RM (2018) Effect of High-‐Flow
Nasal Cannula on Expiratory Pressure and Ventilation in Infant, Pediatric, and Adult Models.
Respir Care 63:147-‐157
73. Hui DS, Chow, BK, Lo, T, Tsang, OTY, Ko, FW, Ng, SS, Gin, T, Chan, MTV (2019) Exhaled air
dispersion during high-‐flow nasal cannula therapy versus CPAP via different masks. Eur Respir J
53:18023339
74. Khemani RG, Parvathaneni, K, Yehya, N, Bhalla, AK, Thomas, NJ, Newth, CJL (2018) PEEP Lower
Than the ARDS Net-‐ work Protocol is Associated with Higher Pediatric ARDS Mortality. Am J
Respir Crit Care Med 1998:77-‐89
75. Berg Jvd, Heiring C, Kjellberg M, Hegardt F, Kneyber M, Gente M, et al. European consensus
recommendation for neonatal and pediatric retrieval of positive or suspect covid-‐19 infants and
children. In: Europian Sociaty of Paediatric and Neonatal Intensive Care, Europian Sociaty
Research, editors. 2020.
76. Liew MF, Siow WT, Yau YW, See1 KC. Safe patient transport for COVID-‐19. Critical Care.
2020;24(94).
77. Gorbalenya AE, Baker SC, Baric RS. et al. Severe acute respiratory syndrome-‐ related coronavirus:
The species and its viruses – a statement of the Coronavirus Study Group. bioRxiv. 2020;937862.
78. Team_NCPERE. Vital surveillances: the epidemiological characteristics of an outbreak of 2019
novel coronavirus diseases (COVID-‐19) – China. China CDC Weekly. 2020;2(8):113-‐22.
79. Yuki K, Fujiogi M, Koutsogiannaki S. COVID-‐19 pathophysiology: A review. Clin Immunol.
2020;215(108427).
80. Zhou G, Chen S, Chen Z. Review. Advances in COVID-‐19: the virus, the pathogenesis, and evidence-‐
based control and therapeutic strategies. Front Med. 2020.
81. Guan W, Ni Z, Hu Y. Clinical Characteristics of Coronavirus Disease 2019 in China. N Engl J MEd.
2020;382:1708-‐20.
82. Rodriguez-‐Moralesa AJ, Cardona-‐Ospinaa JA, Gutié rrez-‐Ocampoa E. et al On behalf of the Latin
American Network of Coronavirus Disease 2019-‐COVID-‐19 Research (LANCOVID-‐19). Clinical,
laboratory and imaging features of COVID-‐19: A systematic review and meta-‐analysis. Trav Med
Infect Dis. 2020.
83. Li X, Geng M, Peng Y. Review. Molecular immune pathogenesis and diagnosis of COVID-‐19. J
Pharm Anal. 2020;10:102-‐8.
84. Mason RJ. Pathogenesis of COVID-‐19 from a cell biology perspective. Eur Respir J.
2020;55(2000607).
85. Yam WC, Chan KH, Poon LLM. Evaluation of Reverse Transcription-‐PCR Assays for Rapid
Diagnosis of Severe Acute Respiratory Syndrome Associated with a Novel Coronavirus. J Clin
Microbiol. 2003;41(10):4521–24.
86. Li G, Chen X, Xu A. Profile of specific antibodies to the SARS-‐associated coronavirus, . N Engl J Med.
2003;349:508e-‐9e.
87. Cheng MP, Papenburg J, Desjardins Ml. et al. Diagnostic Testing for Severe Acute Respiratory
Syndrome–Related Coronavirus-‐2: A Narrative Review. Ann Intern Med. 2020.
88. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease (COVID-‐19). Jakarta: DirJen P2P
Kementerian Kesehatan Republik Indoneisa; 2020.
89. Chandrasekharan P, Vento M, Trevisanuto D, et al. Neonatal Resuscitation and Postresuscitation
Care of Infants Born to Mothers with Suspected or Confirmed SARS-‐CoV-‐2 Infection; Am J
Perinatol, 2020. DOI https://doi.org/10.1055/s-‐0040-‐1709688
90. Drugs and Lactation Database (LactMed) [Internet]. Bethesda (MD): National Library of Medicine
(US); 2006-‐. Azithromycin. [Updated 2019 May 1]. URL: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/
91. Drugs and Lactation Database (LactMed) [Internet]. Bethesda (MD): National Library of Medicine
(US); 2006-‐. Chloroquine. [Updated 2018 Oct 31]. URL: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/
92. Drugs and Lactation Database (LactMed) [Internet]. Bethesda (MD): National Library of Medicine
(US); 2006-‐. Ritonavir. [Updated 2018 Oct 31]. URL: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/
93. Drugs and Lactation Database (LactMed) [Internet]. Bethesda (MD): National Library of Medicine
(US); 2006-‐. Lopinavir. [Updated 2018 Oct 31]. URL: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/
94. Drugs and Lactation Database (LactMed) [Internet]. Bethesda (MD): National Library of Medicine
(US); 2006-‐. Interferon Beta. [Updated 2020 Jan 20]. URL: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/
95. Drugs and Lactation Database (LactMed) [Internet]. Bethesda (MD): National Library of Medicine
(US); 2006-‐. Tocilizumab. [Updated 2020 Feb 17]. URL: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/
96. Drugs and Lactation Database (LactMed) [Internet]. Bethesda (MD): National Library of Medicine
(US); 2006-‐. Acetylcysteine. [Updated 2019 Feb 7]. URL: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/
97. Puopolo KM, Hudak ML, Kimberlin DW, Cummings J. Initial Guidance: Management of Infants
Born to Mothers with COVID-‐19 Date of Document: April 2, 2020. American Academy of
Pediatrics Committee on Fetus and Newborn, Section on Neonatal dan Perinatal Medicine, and
Committee on Infectious Diseases. 2020; 1-‐18.
98. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Petunjuk Teknis Alat Pelindung Diri. Direktorat
Jenderal Pelayanan Kesehatan kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2020; 4-‐10.
99. Centers for Disease Control and Prevention. Interim Infection Prevention and Control
Recommendations for Patients with Known or Patients Under Investigation for 2019 Novel
Coronavirus (2019-‐nCoV) in a Healthcare Setting. CDC. 2020; 1-‐8.
100. Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-‐19. Standar Alat Pelindung Diri untuk Penanganan
COVID-‐19 di Indonesia. Gugus Satgas COVID-‐19. 2020; 5-‐10.
Lampiran 1
Tabel 10. Variabel tanda vital dan laboratorium sesuai usia.
Denyut jantung (x/menit) Frekuensi
Jumlah leukosit
Kelompok usia Takikardia Bradikardia napas
(103/mm3)
(kali/menit)
1 bulan – 1 tahun > 180 < 90 > 34 > 17,5 atau < 5
2 -‐ 5 tahun > 140 TA > 22 > 15,5 atau < 6
6 -‐ 12 tahun > 130 TA > 18 > 13,5 atau < 4,5
13 -‐ <18 tahun > 110 TA > 14 > 11 atau < 4,5
TA: tidak dapat diaplikasikan.
Tabel 12. Batas <p5 tekanan sistolik sesuai usia.4
Lampiran 2
• Sarung tangan karet
sekali pakai
• Pelindung mata /
Face shield
• Headcap
Dokter dan perawat Mengantar pasien ODP • Masker N95 dengan
dan PDP COVID-‐19 alternatif masker bedah
3ply
• Gown
• Sarung tangan karet
sekali pakai
• Pelindung mata /
Face shield
• Headcap
Supir ambulans Ambulans, ketika • Masker N95 dengan
membantu menaikan dan alternatif masker bedah
menurunkan pasien ODP 3ply
dan PDP COVID-‐19 • Gown
• Sarung tangan karet
sekali pakai
• Pelindung mata /
Face shield
• Headcap
Dokter, perawat atau Pengambilan sampel • Masker bedah 3ply
petugas laboran nonpernapasan yang • Gown
tidak menimbulkan • Pelindung mata
aerosol (pada resiko
percikan cairan
sampel)
• Sarung tangan karet
sekali pakai
• Headcap
Analis • Masker bedah 3ply
• Sarung tangan karet
sekali pakai
• Jas laboratorium
• Pelindung mata
(pada resiko
percikan cairan
sampel)
• Headcap
Radiografer Pemeriksaan pencitraan • Masker bedah 3ply
pada pasien ODP dan PDP • Jas radiografer biasa
atau konfirmasi COVID-‐19 • Sarung tangan karet
sekali pakai
• Pelindung mata
(pada resiko
percikan cairan
sampel)
• Headcap
Farmasi Bagian rawat jalan • Masker bedah 3ply
pasien demam • Sarung tangan
• Jas lab farmasi
• Pelindung mata (jika
harus berhadapan
dengan pasien)
Panduan Klinis Tata Laksana COVID-‐19 IDAI 68
• Headcap
Cleaning Service Membersihkan ruangan • Masker bedah 3 ply
pasien COVID-‐19 • Gown
• Pelindung mata (pada
resiko percikan cairan
kimia atau organik)
• Sarung tangan kerja
berat
• Headcap
Tingkat Perlindungan III Dokter dan perawat Ruang prosedur dan • Masker N95 atau
Tenaga Kesehatan dan tindakan operasi pada ekuivalen
Pendukung pasien ODP dan PDP atau • Coverall / gown
konfirmasi COVID-‐19 • Boots / sepatu karet
dengan pelindung
sepatu
• Pelindung mata
• Face shield
• Sarung tangan bedah
karet steril sekali pakai
• Headcap
• Apron
Lampiran 4
Formulir penyelidikan epidemiologi