KESELAMATAN PASIEN
RS GRAND MEDISTRA
ii
BAB III TUJUH LANGKAH MENUJU KESELAMATAN PASIEN RUMAH
SAKIT ...............................................................................................
..........................................................................................................
8
A. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien ...................
8
B. Pimpin dan dukung staf anda ...................................................
10
C. Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko .................................
11
D. Kembangkan sistem pelaporan ................................................
12
E. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien ............................
12
F. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien
13
G. Cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan
pasien .......................................................................................
14
iii
D.Kepastian Tepat Lokasi,Prosedur,Pasien Operasi..............................
19
E.Pengurangan Resiko Infeksi ...............................................................
20
F.Pengurangan Resiko Pasien Jatuh......................................................
21
iv
..........................................................................................................................
43
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................
..........................................................................................................................
46
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pelayanan kesehatan pada dasarnya adalah untuk menyelamatkan
pasien sesuai dengan yang diucapkan Hipocrates kira-kira 2400 tahun yang
lalu yaitu primum, non nocere (first, do no ham). Namun diakui ucapan
Hipocrates tersebut tidak mudah untuk dilaksanakan.
Seperti diketahui rumah sakit sebagai tempat pelayanan kesehatan
modern adalah suatu organisasi yang sangat komplek karena padat modal,
padat tehnologi, padat karya, padat profesi, padat sistem, dan padat mutu
serta padat resiko; disamping itu di rumah sakit juga terdapat ratusan
macam obat, ratusan tes dan prosedur, berbagai budaya, berbagai agama /
kepercayaan sehingga tidak mengejutkan bila Kejadian Tidak Diinginkan (KTD
= missed = adverse event) akan sering terjadi dan akan berakibat pada
terjadinya kecelakaan atau injuri bahkan sampai kematian pada pasien.
Berbagai upaya peningkatan mutu telah dilakukan untuk mewujudkan
ucapan Hipocrates. Sejak awal tahun 1900 rumah sakit sudah berupaya
meningkatkan mutu pada 3 (tiga) elemen yaitu input, proses dan output
sampai outcome dengan bermacam – macam konsep dasar, program regulasi
yang berwenang misalnya antara lain penerapan Standar Pelayanan Rumah
Sakit, Penerapan Quality Assurance, Total Quality Management, Countinous
Quality Improvement, Perizinan, Akreditasi, Kredensialing, Audit Medis,
Indikator Klinis, Clinical Governance, ISO, dan lain sebagainya. Harus diakui
program-program tersebut telah meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit
baik pada aspek input, proses maupun output dan outcome. Namun harus
diakui pula, pada pelayanan yang telah berkualitas tersebut masih sering
terjadi Kejadian Tidak Diinginkan (KTD = missed = adverse event) yang tidak
jarang berakhir dengan tuntutan hukum. Hal ini terjadi karena, menurut
Institute of Medicine (IOM) tahun 2000, meskipun berbagai instansi dan
1
organisasi dalam perawatan kesehatan memberi kontribusi tertentu, tetapi
tidak ada titik fokus untuk meningkatkan dan mempertahankan perhatian
pada keselamatan pasien.
Di Amerika Serikat pada tahun 2000 Institute of Medicine
menerbitkan laporan yang mengagetkan banyak pihak: ‘TO ERR IS HUMAN”,
Building a Safer Health System. Laporan itu mengemukakan penelitian di
rumah sakit di Utah dan Colorado serta New York. Di Utah dan Colorado
ditemukan KTD (adverse event) sebesar 2,9 %, dimana 6,6 % diantaranya
meninggal. Sedangkan di New York KTD adalah sebesar 3,7 % dengan angka
kematian 13,6 %. Angka kematian akibat KTD pada pasien rawat inap
diseluruh Amerika yang berjumlah 33,6 juta per tahun berkisar 44.000-
98.000 per tahun. Publikasi WHO pada tahun 2004, mengumpulkan angka-
angka penelitian rumah sakit di berbagai negara : Amerika, Inggris, Denmark,
dan Australia, ditemukan KTD dengan rentang 3,2-16,6 %. Dengan data-data
tersebut, berbagai negara segera melakukan penelitian dan mengembangkan
Gerakan Keselamatan Pasien.
Di Indonesia data tentang KTD apalagi Kejadian Nyaris Cedera (near
miss) masih langka, namun dilain pihak terjadi peningkatan tuduhan “mal
praktek”, yang belum tentu sesuai dengan pembuktian akhir.
Disamping berakibat munculnya tuduhan “mal praktek” dan
terjadinya tuntutan hukum, pengabaian pelaksanaan gerakan keselamatan
pasien juga akan berdampak pada peningkatan biaya pelayanan tidak
langsung, menurunkan efisisiensi, dll. seperti tergambar pada gambar 1.
2
Biaya
Perawatan tidak Penurunan
langsung efisiensi
Biaya Hukum
Pengabaian
Keselamatan Biaya Pengalihan dari
Keuntungan
Pasien Akreditasi perawatan pasien ke
rendah
personal
Biaya Modal
Manusia
Tidak mampu
Biaya mengembangkan
Pemasaran usaha
3
standar yang dapat dijadikan acuan bersama oleh seluruh pemangku
kepentingan RS Grand Medistra.
D. Ruang lingkup
Gerakan keselamatan pasien ini harus meliputi seluruh pemangku
kepentingan dan seluruh sistem yang berlaku di rumah sakit, baik klinis
maupun non klinis.
E. Dasar hukum
4
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 Tentang
Praktik Kedokteran
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang
Rumah Sakit
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1691/Menkes/Per/VIII/2011 Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
5
BAB II
KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT
Saat ini keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk
rumah sakit. Ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan (safety) di
rumah sakit yaitu : keselamatan pasien (patient safety), keselamatan pekerja atau
petugas kesehatan, keselamatan bangunan dan peralatan di rumah sakit yang
bisa berdampak terhadap keselamatan pasien dan petugas, keselamatan
lingkungan (green productivity) yang berdampak terhadap pencemaran
lingkungan dan keselamatan “bisnis” rumah sakit yang terkait dengan
kelangsungan hidup rumah sakit. Ke lima aspek keselamatan tersebut sangatlah
penting untuk dilaksanakan di setiap rumah sakit. Namun harus diakui kegiatan
institusi rumah sakit dapat berjalan apabila ada pasien, karena itu keselamatan
pasien merupakan prioritas utama untuk dilaksanakan.
A. Pengertian
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1691 / MENKES / PER / VIII / 2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit,
maka ditetapkan definisi sebagai berikut :
Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah
sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko,
identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien,
pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak
lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko
dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil.
6
Insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut insiden adalah
setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau
berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien, terdiri
dari Kejadian Tidak Diharapkan, Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak
Cedera dan Kejadian Potensial Cedera.
1. Kejadian sentinel adalah suatu kejadian yang tidak diharapkan dan
mengakibatkan kematian atau cedera yang serius.
KTD yang bersifat cidera berat / kejadian yang termasuk dalam sentinel
even adalah sebagai berikut :
a. Kematian yang tidak diantisipasi sebelumnya
1) pasien bunuh diri
2) kematian bayi aterm
3) emboli paru
b. Hilangnya fungsi tubuh yang tidak berhubungan dengan perjalanan
penyakitnya
c. Terjadi salah posisi,salah prosedur dan salah pasien pada saat
program operasi
d. Terjadi penularan penyakit kronik akibat pemberian transfuse darah
atau produk darah atau akibat transpalntasi organ
e. Penculikan bayi atau bayi yang dipulangkan bersama orang tua yang
salah
f. Pemerkosaan , kekerasan di lingkungan kerja seperti penganiayan
(menyebabkan kematian atau kehilangan fungsi tubuh secara
permanaen );atau pembunuhan(membunuh pasien secara
sengaja,anggota staf, dokter,mahasiwa, pengunjung,atau pedagang
selama berada dlingkungan rumah sakit
2. Kejadian Tidak Diharapkan, selanjutnya disingkat KTD adalah insiden yang
mengakibatkan cedera pada pasien.
7
BAB III
TUJUH LANGKAH
MENUJU KESELAMATAN PASIEN DI RS GRAND MEDISTRA
8
dan menerapkan langkah-langkah pengumpulan fakta harus dilakukan
dan dukungan apa yang harus diberikan kepada staf, pasien dan keluarga
RS Grand Medistra memiliki kebijakan dan prosedur yang
menjabarkan peran dan akuntabilitas individual bilamana ada
insiden.
RS Grand Medistra berupaya menumbuhkan budaya pelaporan dan
belajar dari insiden yang terjadi di rumah sakit {SPEAK UP = Speak
up if you have questions or concerns. If you still don't understand,
ask again. Pay attention to the care you get. Make sure you get the
right care by the right professionals. Don’t assume anything.
Educate yourself about your care. If a family member or friend
needs care, find out about their care. Learn about the treatment or
service plan. Ask a trusted family member, friend or peer to be your
advocate (advisor or supporter ). Know what medicines you take.
Know why you take them. Medicine errors are the most common
health care mistakes. Use an organization that you have checked
out before you get services. For example, The Joint Commission
visits organizations to see if they meet The Joint Commission’s
quality standards. Participate in all decisions about your care. You
are the center of the care team.}
Melakukan asesmen pada setiap kejadian (KTD atau KNC) dengan
menggunakan pandangan keselamatan pasien.
9
B. MEMIMPIN DAN MENDUKUNG STAF
Membangun komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tentang
Keselamatan Pasien di seluruh jajaran RS Grand Medistra.
Langkah penerapan :
1. Tingkat Rumah Sakit :
Direksi bertanggung jawab atas keselamatan pasien
RS Grand Medistra membentuk Tim Keselamatan Pasien yang
ditugaskan untuk menjadi “penggerak” dalam gerakan keselamatan
pasien
Memprioritaskan Keselamatan Pasien dalam agenda rapat jajaran
Direksi maupun rapat-rapat manajemen rumah sakit
Menjadikan Keselamatan Pasien sebagai materi dalam semua
program orientasi dan pelatihan di RS Grand Medistra. dan
dilaksanakan evaluai dengan pre dan post test.
10
Menelaah kembali input dan proses yang ada dalam manajemen
risiko klinis dan non klinis, serta memastikan hal tersebut tercakup
dan terintegrasi dengan Keselamatan Pasien dan staf
Mengembangkan indikator-indikator kinerja mutu dan Insiden
Keselamatan Pasien (IKP) bagi sistem pengelolaan risiko yang dapat
dimonitor oleh Direksi/Manajer RS Grand Medistra
Menggunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari
sistem pelaporan insiden dan asesmen risiko untuk dapat secara
proaktif meningkatkan kepedulian terhadap pasien.
Menggunakan hasil asesmen untuk merencanakan langkah
antisipasi terjadi risiko.
11
Sistem pelaporan insiden ke dalam maupun ke luar rumah sakit
mengacu pada Pedoman Keselamatan Pasien RS Grand Medistra
12
Memrioritaskan pemberitahuan kepada pasien dan keluarga
bilamana terjadi insiden, dan segera berikan kepada mereka
informasi yang jelas dan benar secara tepat.
Memastikan, segera setelah kejadian, tim menunjukkan empati
kepada pasien dan keluarganya.
13
Menggunakan informasi yang ada tentang kejadian / masalah untuk
melakukan perubahan atau inovasi pada fasilitas / sistem pelayanan.
Langkah Penerapan:
1. Tingkat Rumah Sakit :
Menggunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari
sistem pelaporan, asesmen risiko, kajian insiden, dan audit serta
analisis, untuk menentukan solusi.
Solusi tersebut dapat mencakup penjabaran ulang sistem (input dan
proses), penyesuaian pelatihan staf dan/atau kegiatan klinis,
termasuk penggunaan instrumen yang menjamin keselamatan
pasien.
Melakukan asesmen risiko untuk setiap perubahan yang
direncanakan.
Mensosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh KKPRS-PERSI.
Memberi umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang
diambil atas insiden yang dilaporkan.
14
tidak harus serentak. Dapat dipilih langkah-langkah yang paling strategis dan
paling mudah dilaksanakan. Bila langkah-langkah ini berhasil maka
kembangkan langkah-langkah yang belum dilaksanakan.
Bila tujuh langkah ini telah dilaksanakan dengan baik maka dapat
menambah penggunaan metoda-metoda lainnya.
15
BAB IV
SASARAN KESELAMATAN PASIEN
16
unit gawat darurat, atau ruang operasi termasuk identifikasi pada pasien koma
tanpa identitas.
Suatu proses kolaboratif digunakan untuk mengembangkan kebijakan dan
/ atau prosedur agar dapat memastikan semua kemungkinan situasi untuk dapat
diidentifikasi.
17
SASARAN III : PENINGKATAN KEAMANAN OBAT YANG PERLU DIWASPADAI
(HIGH-ALERT)
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki
keamanan obat-obat yang perlu diwaspadai (high-alert).
Bila obat-obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien,
manajemen harus berperan secara kritis untuk memastikan keselamatan pasien.
Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high-alert medications) adalah obat yang
sering menyebabkan terjadi kesalahan / kesalahan serius (sentinel event), obat
yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse
outcome) seperti obat-obat yang terlihat mirip dan
kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip / NORUM, atau
Look Alike Soun Alike / LASA). Obat-obatan yang sering disebutkan dalam isu
keselamatan pasien adalah pemberian elektrolit konsentrat secara tidak sengaja
(misalnya, kalium klorida 2meq/ml atau yang lebih pekat, kalium fosfat, natrium
klorida lebih pekat dari 0.9%, dan magnesium sulfat = 50% atau lebih pekat).
Kesalahan ini bisa terjadi bila perawat tidak mendapatkan orientasi dengan baik
di unit pelayanan pasien, atau bila perawat kontrak tidak diorientasikan terlebih
dahulu sebelum ditugaskan, atau pada keadaan gawat darurat.
Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau mengeliminasi kejadian
tersebut adalah dengan meningkatkan proses pengelolaan obat-obat yang perlu
diwaspadai termasuk memindahkan elektrolit konsentrat dari unit pelayanan
pasien ke farmasi.
Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan
dan/atau prosedur untuk membuat daftar obat-obat yang perlu diwaspadai
berdasarkan data yang ada di rumah sakit. Kebijakan dan / atau prosedur juga
mengidentifikasi area mana saja yang membutuhkan elektrolit konsentrat,
seperti di IGD atau kamar operasi, serta pemberian label secara benar pada
elektrolit dan bagaimana penyimpanannya di area tersebut, sehingga membatasi
akses, untuk mencegah pemberian yang tidak sengaja / kurang hati-hati.
18
SASARAN IV : KEPASTIAN TEPAT-LOKASI, TEPAT-PROSEDUR, TEPATPASIEN
OPERASI
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan
tepatlokasi, tepat-prosedur, dan tepat- pasien.
Salah lokasi, salah-prosedur, pasien-salah pada operasi, adalah sesuatu
yang menkhawatirkan dan tidak jarang terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini
adalah akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau yang tidak adekuat antara
anggota tim bedah, kurang / tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi
(site marking), dan tidak ada prosedur untuk verifikasi lokasi operasi. Di samping
itu, asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis tidak
adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim
bedah, permasalahan yang berhubungan dengan tulisan tangan yang tidak
terbaca (illegible handwritting) dan pemakaian singkatan adalah faktor-faktor
kontribusi yang sering terjadi.
Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan suatu
kebijakan dan / atau prosedur yang efektif di dalam mengeliminasi masalah yang
mengkhawatirkan ini. Digunakan juga praktek berbasis bukti, seperti yang
digambarkan di Surgical Safety Checklist dari WHO Patient Safety (2009), juga di
The Joint Commission’s Universal Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong
Procedure, Wrong Person Surgery.
Penandaan lokasi operasi perlu melibatkan pasien dan dilakukan atas satu
pada tanda yang dapat dikenali. Tanda itu harus digunakan secara konsisten di
rumah sakit dan harus dibuat oleh operator/orang yang akan melakukan
tindakan, dilaksanakan saat pasien terjaga dan sadar jika memungkinkan, dan
harus terlihat sampai saat akan disayat. Penandaan lokasi operasi dilakukan pada
semua kasus termasuk sisi (laterality), multipel struktur (jari tangan, jari kaki, lesi)
atau multipel level (tulang belakang).
Maksud proses verifikasi praoperatif adalah untuk :
memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar;
memastikan bahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil pemeriksaan yang
relevan tersedia, diberi label dengan baik, dan dipampang; dan
19
melakukan verifikasi ketersediaan peralatan khusus dan / atau implant2 yang
dibutuhkan.
sa
Tahap “Sebelum insisi” (Time out) memungkinkan semua pertanyaan atau
kekeliruan diselesaikan. Time out dilakukan di tempat, dimana tindakan akan
dilakukan, tepat sebelum tindakan dimulai, dan melibatkan seluruh tim operasi.
Rumah sakit menetapkan bagaimana proses itu didokumentasikan secara ringkas,
misalnya menggunakan checklist.
20
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko
pasien dari cedera karena jatuh.
Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cedera bagi pasien
rawat inap. Dalam konteks populasi / masyarakat yang dilayani, pelayanan yang
disediakan, dan fasilitasnya, rumah sakit perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh
dan mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh.
Evaluasi bisa termasuk riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap konsumsi alkohol,
gaya jalan dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh
pasien. Program tersebut harus diterapkan rumah sakit.
21
BAB V
KESELAMATAN PASIEN DALAM PELAYANAN KEFARMASIAN
TABEL 1
Ringkasan definisi yang berhubungan dengan cedera akibat Obat
22
Reaksi obat yang Kejadian cedera pada pasien Steven-Johnson
tidak diharapkan selama proses terapi akibat Syndrom : Sulfa, Obat
(Adverse Drug penggunaan obat. epilepsi dll
Reaction)
23
menyebabkan cedera. Kesalahan perhitungan
dosis pada peracikan.
Ketidakpatuhan pasien
sehingga terjadi dosis
berlebih.
24
Studi yang dilakukan Bagian Farmakologi Universitas Gajah Mada (UGM)
antara 2001-2003 menunjukkan bahwa medication error terjadi pada 97% pasien
Intensive Care Unit (ICU) antara lain dalam bentuk dosis berlebihan atau kurang,
frekuensi pemberian keliru dan cara pemberian yang tidak tepat. Lingkup
perpindahan/perjalanan obat (meliputi obat, alat kesehatan, obat untuk
diagnostik, gas medis, anastesi) : obat dibawa pasien di komunitas, di rumah
sakit, pindah antar ruang, antar rumah sakit, rujukan, pulang, apotek, praktek
dokter.
Multidisiplin problem : dipetakan dalam proses penggunaan obat :
pasien/care giver, dokter, apoteker, perawat, tenaga asisten apoteker,
mahasiswa, teknik, administrasi, pabrik obat. Kejadian medication error
dimungkinkan tidak mudah untuk dikenali, diperlukan kompetensi dan
pengalaman, kerjasama-tahap proses.
Tujuan utama farmakoterapi adalah mencapai kepastian keluaran klinik
sehingga meningkatkan kualitas hidup pasien dan meminimalkan risiko baik yang
tampak maupun yang potensial meliputi obat (bebas maupun dengan resep), alat
kesehatan pendukung proses pengobatan (drug administration devices).
Timbulnya kejadian yang tidak sesuai dengan tujuan (incidence/hazard)
dikatakan sebagai drug misadventuring, terdiri dari medication errors dan
adverse drug reaction.
Ada beberapa pengelompokan medication error sesuai dengan dampak
dan proses (tabel 2 dan 3). Konsistensi pengelompokan ini penting sebagai dasar
analisa dan intervensi yang tepat.
Tabel 2 .Indeks medication errors untuk kategorisasi errors (berdasarkan dampak)
Errors Kategori Hasil
No error A Kejadian atau yang berpotensi untuk terjadinya
kesalahan
Error, no B Terjadi kesalahan sebelum obat mencapai pasien
harm C Terjadi kesalahan dan obat sudah diminum /
digunakan pasien tetapi tidak membahayakan
pasien
25
D Terjadinya kesalahan, sehingga monitoring ketat
harus dilakukan tetapi tidak membahayakan pasien
Error, E Terjadi kesalahan, hingga terapi dan intervensi
harm lanjut diperlukan dan kesalahan ini memberikan
efek yang buruk yang sifatnya sementara
F Terjadi kesalahan dan mengakibatkan pasien harus
dirawat lebih lama di rumah sakit serta
memberikan efek buruk yang sifatnya sementara
G Terjadi kesalahan yang mengakibatkan efek buruk
yang bersifat permanen
H Terjadi kesalahan dan hampir merenggut nyawa
pasien, contoh syok anafilaktik
Improper dose/quantity Dosis, strength atau jumlah obat yang tidak sesuai
dengan yang dimaskud dalam resep
26
obat yang bersangkutan
27
dan pelayanan farmasi (berhubungan dengan kualitas obat dan sistem proses
pelayanan farmasi)
- Praktek pekerjaan kefarmasian meliputi obat-obatan, pengadaan produk
farmasi dan pelayanan kefarmasian yang diberikan oleh apoteker dalam
sistem pelayanan kesehatan.
- Pelayanan kefarmasian meliputi semua pelayanan yang diberikan oleh tenaga
farmasi dalam mendukung pelayanan kefarmasian. Di luar suplai obat-obatan,
jasa kefarmasian meliputi informasi, pendidikan dan komunikasi untuk
mempromosikan kesehatan masyarakat, pemberian
informasi obat dan konseling, pendidikan dan pelatihan staf.
- Pekerjaan kefarmasian meliputi penyediaan obat dan pelayanan lain untuk
membantu masyarakat dalam mendapatkan manfaat yang terbaik.
Klasifikasi aktivitas apoteker (American Pharmacists Association/APha)
A. Memastikan terapi dan hasil yang sesuai
a. Memastikan farmakoterapi yang sesuai
b. Memastikan kepahaman / kepatuhan pasien terhadap rencana
pengobatannya
c. Monitoring dan pelaporan hasil
B. Dispensing obat dan alat kesehatan
a. Memproses resep atau pesanan obat
b. Menyiapkan produk farmasi
c. Mengantarkan obat atau alat kesehatan
C. Promosi kesehatan dan penanggulangan penyakit
a. Pengantaran jasa penanggulangan klinis
b. Pengawasan dan pelaporan issue kesehatan masyarakat
c. Promosi penggunaan obat yang aman dalam masyarakat
D. Manajemen sistem kesehatan
a. Pengelolaan praktek
b. Pengelolaan pengobatan dalam sistem kesehatan
c. Pengelolaan penggunaan obat dalam sistem kesehatan
d. Partisipasi dalam aktivitas penelitian
e. Kerjasama antardisiplin
Pada tahun 1998, FIP menerbitkan suatu statemen tentang Standard
profesional mengenai kesalahan pengobatan yang berhubungan dengan
peresepan obat dengan tujuan mendefinisikan istilah "kesalahan pengobatan"
dan untuk menyarankan suatu tata nama standar untuk mengkategorikan hal-hal
seperti kesalahan dan disain sistemnya untuk meningkatkan keselamatan dalam
pabrikasi, pemesanan, pelabelan, penyiapan, administrasi dan penggunaan obat.
28
Dalam, relasi antara dokter sebagai penulis resep dan apoteker sebagi
penyedia obat (pelayanan tradisional farmasi), dokter dipercaya terhadap hasil
dari farmakoterapi. Dengan berubahnya situasi secara cepat di sistem kesehatan,
praktek asuhan kefarmasian diasumsikan apoteker bertanggung jawab terhadap
pasien dan masyarakat tidak hanya menerima asumsi tersebut.
Dengan demikian apoteker bertanggung jawab langsung pada pasien
tentang biaya, kualitas, hasil pelayanan kefarmasian. Dalam aplikasi praktek
pelayanan kefarmasian untuk keselamatan pasien terutama medication error
adalah : menurunkan risiko dan promosi penggunaan obat yang aman.
Berbagai metode pendekatan organisasi sebagai upaya menurunkan
medication error yang jika dipaparkan menurut urutan dampak efektifitas
terbesar
adalah :
1. Mendorong fungsi dan pembatasan (forcing function& constraints) : suatu
upaya mendesain sistem yang mendorong seseorang melakukan hal yang
baik, contoh : sediaan potasium klorida siap pakai dalam konsentrasi 10%
Nacl 0.9%, karena sediaan di pasar dalam konsentrasi 20% (>10%) yang
mengakibatkan fatal (henti jantung dan nekrosis pada tempat injeksi)
2. Otomasi dan komputer (Computerized Prescribing Order Entry) : membuat
statis / robotisasi pekerjaan berulang yang sudah pasti dengan dukungan
teknologi, contoh : komputerisasi proses penulisan resep oleh dokter diikuti
dengan ”/tanda peringatan” jika di luar standar (ada penanda otomatis ketika
digoxin ditulis 0.5g)
3. Standard dan protokol, standarisasi prosedur : menetapkan standar
berdasarkan bukti ilmiah dan standarisasi prosedur (menetapkan standar
pelaporan insiden dengan prosedur baku). Kontribusi apoteker dalam Panitia
Farmasi dan Terapi serta pemenuhan sertifikasi/akreditasi pelayanan
memegang peranan penting.
4. Sistem daftar tilik dan cek ulang : alat kontrol berupa daftar tilik dan
penetapan cek ulang setiap langkah kritis dalam pelayanan. Untuk
29
mendukung efektifitas sistem ini diperlukan pemetaan analisis titik kritis
dalam sistem.
5. Peraturan dan Kebijakan : untuk mendukung keamanan proses manajemen
obat pasien. contoh : semua resep rawat inap harus melalui supervisi
apoteker
6. Pendidikan dan Informasi : penyediaan informasi setiap saat tentang obat,
pengobatan dan pelatihan bagi tenaga kesehatan tentang prosedur untuk
meningkatkan kompetensi dan mendukung kesulitan pengambilan keputusan
saat memerlukan informasi
7. Lebih hati-hati dan waspada : membangun lingkungan kondusif untuk
mencegah kesalahan, contoh : baca sekali lagi nama pasien sebelum
menyerahkan.
30
BAB VI
PENCATATAN DAN PELAPORAN
31
A. Prosedur Pelaporan Insiden
1. Insiden yang dilaporkan adalah kejadian yang sudah terjadi, potensial
terjadi ataupun yang nyaris terjadi.
2. Laporan insiden dapat dibuat oleh siapa saja atau staf yang pertama kali
menemukan kejadian atau terlibat dalam kejadian.
3. Pelaporan dilakukan dengan mengisi “Formulir Laporan Insiden” yang
bersifat rahasia
32
7. Tim KPRS akan menganalis kembali hasil investigasi dan Laporan insiden
untuk menentukan apakah perlu dilakukan investigasi lanjutan Root
Cause Analysis (RCA) dengan melakukan Regrading
8. Untuk Grade kuning/merah, Tim KPRS akan melakukan Root Cause
Analysis (RCA)
9. Setelah melakukan Root Cause Analysis (RCA), Tim KPRS akan membuat
laporan dan Rekomendasi untuk perbaikan serta “pembelajaran”
berupa : Petunjuk / Safety alert untuk mencegah kejadian yang sama
terulang kembali
10. Hasil Root Cause Analysis (RCA), rekomendasi dan rencana kerja
dilaporkan kepada Direksi
11. Rekomendasi untuk “Perbaikan dan Pembelajaran” diberikan umpan
balik kepada instalasi pelapor.
12. Kepala Instalasi / penanggung jawab akan membuat analisis dan tren
kejadian di unit kerjanya
13. Monitoring dan Evaluasi Perbaikan oleh Tim KP di RS.
33
Tabel 4. Penilaian Dampak Klinis / Konsekuensi / Severity
Tingkat Risiko Deskripsi Dampak
1 Tidak signifikan Tidak ada cedera
2 Minor Cedera ringan mis. Luka lecet
Dapat diatasi dengan
pertolongan pertama
34
Tingkat Risiko Deskripsi
D. Skor Risiko
Untuk menentukan skor risiko, digunakan matriks grading risiko seperti tabel
berikut.
1. Tetapkan frekuensi pada kolom kiri
2. Tetapkan dampak pada baris ke arah kanan
3. Tetapkan warna bandsnya, berdasarkan pertemuan antara frekuensi dan
dampak
35
1
Sangat sering
terjadi (Tiap
minggu/bulan Moderat Moderat Tinggi Ekstrim Ekstrim
)
5
Sering terjadi
(beberapa
kali/thn) Moderat Moderat Tinggi Ekstrim Ekstrim
4
Mungkin
terjadi
(1-2 thn/kali) Rendah Moderat Tinggi Ekstrim Ekstrim
3
Jarang terjadi
(2-5 thn/kali)
Rendah Rendah Moderat Tinggi Ekstrim
2
Sangat jarang
terjadi (>5
thn/kali) Rendah Rendah Moderat Tinggi Ekstrim
1
Skor risiko akan menentukan prioritas risiko. Jika pada penilaian risiko
ditemukan dua insiden dengan hasil skor risiko yang nilainya sama, maka
untuk memilih prioritasnya, dapat menggunakan warna bands risiko.
36
Bands Biru : rendah / low
Bands Hijau : Sedang / Moderat
Bands Kuning : Tinggi / High
Bands Merah : Sangat Tinggi / Ekstreme
E. Bands Risiko
Bands risiko adalah derajat risiko yang digambarkan dalam empat warna yaitu
: Biru, Hijau, Kuning dan Merah, dimana warna akan menentukan investigasi
yang akan dilakukan.
1. Bands Biru dan Hijau : Investigasi sederhana
2. Bands Kuning dan Merah : Investigasi Komprehensif / RCA
37
Masalah yang dihadapi dalam pencatatan dan pelaporan kejadian
• Laporan dipersepsikan sebagai ”pekerjaan perawat”
• Laporan sering tidak diuraikan secara rinci karena takut disalahkan
• Laporan terlambat
• Laporan kurang lengkap (cara mengisi formulir salah, data kurang
lengkap)
G. Dokumentasi
Semua laporan yang telah dibuat harus didokumentasikan di Sekretariat Tim
Keselamatan Pasien untuk bahan monitoring, evaluasi dan tindak lanjut.
38
39
BAB VII
MONTORING DAN EVALUASI
40
1. Tim Keselamatan Pasien RS Grand Medistra secara berkala
melakukan evaluasi pedoman keselamatan pasien yang dipergunakan di RS
Grand Medistra.
2. Seluruh jajaran manajemen RS Grand Medistra secara berkala,
melakukan evaluasi program terkait dengan gerakan keselamatan pasien di
RS Grand Medistra Tim Keselamatan Pasien RS Grand Medistra melakukan
evaluasi kegiatan keselamatan pasien setiap bulan dan membuat
rekomendasi pada Direksi RS Grand Medistra untuk tindak lanjutnya.
3. Tim Keselamatan Pasien memonitor pelaksanaan rekomendasi /
disposisi Direksi dalam pelaksanaan tindak lanjut.
41
GLOSARIUM
1. Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient safety) adalah Suatu sistem dimana
rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Hal ini termasuk: asesmen
risiko; identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko
pasien; pelaporan dan analisis insiden; kemampuan belajar dari insiden dan
tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya
risiko. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan
akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil
2. Insiden Keselamatan Pasien (Patient Safety Incident) adalah setiap kejadian
yang tidak disengaja dan tidak diharapkan, yang dapat mengakibatkan atau
berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien
3. Kejadian Sentinel (Sentinel Event) adalah suatu KTD yang mengakibatkan
kematian atau cedera yang serius, biasanya dipakai untuk kejadian yang
sangat tidak diharapkan atau tidak dapat diterima seperti : operasi pada
bagian tubuh yang salah. Pemilihan kata “sentinel” terkait dengan keseriusan
cedera yang terjadi (mis. Amputasi pada kaki yang salah, dsb) sehingga
pencarian fakta terhadap kejadian ini mengungkapkan adanya masalah yang
serius pada kebijakan dan prosedur yang berlaku.
4. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) (Adverse event) adalah Suatu kejadian yang
tidak diharapkan yang mengakibatkan cedera pasien akibat melaksanakan
suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil, dan
bukan karena penyakit dasarnya atau kondisi pasien. Cedera dapat
diakibatkan oleh kesalahan medis atau bukan kesalahan medis karena tidak
dapat dicegah.
5. KTD yang tidak dapat dicegah (Unpreventable adverse event) adalah suatu
KTD akibat komplikasi yang tidak dapat dicegah dengan pengetahuan yang
mutakhir
6. Kejadian Nyaris Cedera (KNC) (Near miss) adalah suatu kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan
42
yang seharusnya diambil (omission), yang dapat mencederai pasien, tetapi
cedera serius tidak terjadi, karena “keberuntungan” (mis, pasien terima suatu
obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat), karena “pencegahan“
(suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain
mengetahui dan membatalkannya sebelum obat diberikan), atau
“peringanan“ (suatu obat dengan overdosis lethal diberikan, diketahui secara
dini lalu diberikan antidotenya)
7. Kesalahan Medis (Medical errors) adalah kesalahan yang terjadi dalam proses
asuhan medis yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera
pada pasien. Kesalahan termasuk gagal melaksanakan sepenuhnya suatu
rencana atau menggunakan rencana yang salah untuk mencapai tujuannya.
Dapat akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission).
8. Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah Suatu sistem
untuk mendokumentasikan insiden yang tidak disengaja dan tidak
diharapkan, yang dapat mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan
cedera pada pasien. Sistem ini juga mendokumentasikan kejadian-kejadian
yang tidak konsisten dengan operasional rutin rumah sakit atau asuhan
pasien.
9. Analisis akar masalah (Root cause analysis) adalah suatu proses terstruktur
untuk mengidentifikasi faktor penyebab atau faktor yang
berpengaruhterhadap terjadinya penyimpangan kinerja, termasuk KTD.
10. FMEA (Failure Mode Effect Analysis) adalah suatu proses terstruktur untuk
mengidentifikasi risiko dan langkah antisipasi terhadap fasilitas atau sistem
baru.
11. Manajemen Risiko (Risk Management) adalah aktivitas perlindungan diri yang
berarti mencegah ancaman yang nyata atau berpotensi nyata terhadap
kerugian keuangan akibat kecelakaan, cedera atau malpraktik medis
12. Medication Error adalah kejadian yang merugikan pasien akibat pemakaian
obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan, yang sebetulnya dapat
dicegah
43
13. Pharmaceutical Care atau pelayanan kefarmasian adalah bentuk pelayanan
dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian
untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
14. Panitia Farmasi dan Terapi / Komite Farmasi dan Terapi (PFT/KFT) adalah
suatu panitia / komite di rumah sakit yang merupakan badan penasehat dan
pelayanan melalui garis organisatoris yang berfungsi sebagai penghubung
antara staf medis dan Instalasi Farmasi Rumah Sakit
15. Stabilitas obat adalah keseimbangan atau kestabilan obat secara
farmakodinamik dan farmakokinetika
16. Terapi obat adalah usaha untuk memulihkan kesehatan orang yang sedang
sakit, pengobatan penyakit dan perawatan penyakit
17. Interaksi Obat adalah segala sesuatu yang mempengaruhi kerja obat
18. Pharmaceutical Care atau pelayanan kefarmasian adalah bentuk pelayanan
dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian
untuk meningkatkan kualitas hidup pasien
19. Panitia Farmasi dan Terapi / Komite Farmasi dan Terapi (PFT/KFT) adalah
suatu panitia / komite di rumah sakit yang merupakan badan penasehat dan
pelayanan melalui garis organisatoris yang berfungsi sebagai penghubung
antara staf medis dan Instalasi Farmasi Rumah Sakit
20. Stabilitas obat adalah keseimbangan atau kestabilan obat secara
farmakodinamik dan farmakokinetika
21. Terapi obat adalah usaha untuk memulihkan kesehatan orang yang sedang
sakit, pengobatan penyakit dan perawatan penyakit
DAFTAR PUSTAKA
44
2. Anonim. Himpunan Peraturan Perundang-undangan Bidang Kesehatan
Khusus Farmasi. Direktorat Jendral Pelayanan Kefarmasian dan Alat kesehatan
RI.Jakarta. 2005 hal 91
3. Anonim. Modul – 9 Manajemen Risiko K3 Rumah Sakit. Pusat Pendidikan dan
Latihan Kesehatan Depkes & Kessos RI. Jakarta 2000
4. Anonim. Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety).
Departemen Kesehatan RI.Jakarta.2008.
5. Anonim. Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety).
Departemen Kesehatan RI.Jakarta.2006.
6. Anonim. Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP). Komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS).Jakarta. 2005.
7. Anonim. Managing The Risks From Medical Product Use. U.S Food and Drug
Administration. 1999.
8. Ashcroft D., Morecroft C., Parker D., Noyece P., Patient Safety in Community
Pharmacy : Understanding Errors and Managing Risk, Pharmacy and
Pharmaceutical Sciences & Department of Psychology, University of
Manchester, May 2005
9. Bates, D.W., Cullen, D.J, Laird, N., Petersen, L.A., Small, S.D., Servi, D., Laffel,
G., Sweizer, B.J., Shea,B.F., Hallisey, R., Vliet, M.V., Nemeskal, R., Leape, L.L.
(1995) Incidence of adverse drug events and potential adverse drug events:
Implications for prevention. Journal of American Medical Association 274:29-
34
10. Cohen MR.Medication Errors, The American Pharmaceutical Association 1999
11. Effect Of Pharmacist-Led Pediatrics Medication Safety Team On Medication-
Error Reporting, Am J Health-Sist Pharm, 2007, vol64;1422-26.
12. Erin L. St. Onge, Pharm.D., Assistant Dean and Director, Mabel Dea, Pharm.D.
candidate, Renee L. Rose, Pharm.D., Assistant Director — Medication errors
and strategies to improve patient safety, An ongoing CE program of The
University of Florida College of Pharmacy and Drug Topics, Orlando Campus,
University of Florida College of Pharmacy, Gainesville
13. FIP Statement on Patient Safety Mark SM and Mercado MC. Medication
Safety. ASHP (American Society of Health-System Pharmacists, 2006
14. Jackie Biery, Pharm.D., Medication Safety Pharmacist, University of
Washington, Feb 21, 2006
45
15. Nebeker JR, Barach P, Samore MH. Clarifying Adverse Drug Events: A
Clinician’s Guide to terminology, Documentation, and Reporting. Improving
Patient Care. American Colleges of Physicians, 2004.
16. Patient Safety in Community Pharmacy: Understanding Errors and Managing
Risk, Darren Ashcroft, Charles Morecroft, Dianne Parker, Peter Noyece, School
of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences & Department of Psychology,
University of Manchester, May 2005.
17. Schyve PM. Systems Thinking and Patient Safety. Advances in Patient Safety
Vol.2,
18. Simmons RL. Reducing Medical Errors : An Organizational Approach. P&T, Vol
28 No. 12, 2003.
19. Siregar, C. J. P. 2006. Farmasi Klinik. Teori & Penerapan. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
20. The Society of Hospital Pharmacists of Australia (SHPA), Position Statement
Hospital pharmacy services improve medication safety, 2003
21. United States Department of Health and Human Services. Glossary AHRQ
(Agency for Healthcare Research and Quality) www.ahrq.gov. Safe Practices
for Better Health Care, Agency for Healthcare Research and Quality
Advancing Excellence in Health Care www. who. int/gb/ebwha/pdf _files /
WHA55/ea5513.pdf
22. www.books.nap.edu/catalog/11623.html. Committee on Identifying and
Preventing Medication Errors, Aspden, P., Wolcott, J., Bootman, J. L.,
Cronenwett, L. R. (eds). 2007. Preventing Medication Errors: Quality Chasm
Series.
23. www.ismp.org/orderforms/reporterrortoISMP.asp. USP-ISMP Medication
Errors Reporting Program (MERP). 2008 Institute for Safe Medication
Practices. 15 Januari 2008 09.58.
46