Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR


OKSIGENASI
Disusun untuk memenuhi tugas pada stase Keperawatan Dasar Profesi

MUNAWARAH

NIM : 20089142201

PROGRAM PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG

2021
LAPORAN PENDAHULUAN
DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR
OKSIGENASI

A. Pengertian
Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan
oleh tubuh manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis atau
psikologis yang tentunya bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan
kesehatan (Ernawati, 2012)
Oksigen merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Oksigen
merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak berbau yang sangat
dibutuhkan dalam metabolisme sel. Proses oksigenasi dimulai dari
pengambilan oksigen di udara, kemudian oksigen masuk melalui organ
pernapasan bagian atas seperti hidung, mulut, faring, laring, dan
kemudian akan masuk ke dalam organ pernapasan bagian dalam yang
terdiri dari trakea, bronkus, dan juga alveoli. Hal ini menunjukkan
bahwa oksigen merup,akan gas yang sangat penting dalam proses
pernapasan (Tarwoto & Wartonah, 2011).
Kebutuhan Oksigenasi merupakan salah satu kebutuhan dasar
manusia yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme tubuh dalam
mempertahankan kelangsungan hidup dan berbagai aktivitas sel tubuh dalam
kehidupan sehari-hari. Kebutuhan oksigenasi dipengaruhi oleh beberapa
factor seperti fisiologis, perkembangan, perilaku, dan lingkungan (Ernawati,
2012).

B. Fisiologi Oksigenasi
Pernapasan merupkan proses pertukaran udara diantara individu dan
lingkungannya dimana O2 yang dihirup (inspirasi) dan CO2 yang dibuang
(ekspirasi). Sistem pernapasan terdiri atas organ pertukaran gas yaitu paru-
paru dan sebuah pompa ventilasi yang terdiri atas dinding dada, otot-otot
pernapasan, diafragma, isi abdomen, dinding abdomen, dan pusat

2
pernapasan di otak. Pada keadaan istirahat frekuensi pernapasan antara 12-
15 kali per menit..
Perbedaan tekanan pada gas-gas yang terdapat pada masing-masing
sisi membran respirasi sangat mempengaruhi proses difusi. Secara normal
gradien tekanan oksigen antara alveoli dan darah yang memasuki kapiler
pulmonal sekitar 40 mmHg. Faktor-faktor yang mempengaruhi difusi karena
adanya luas permukaan paru, tebal membran respirasi, jumlah darah,
keadaan atau jumlah kapiler darah.
Oksigen perlu ditransportasikan dari paru-paru ke jaringan dan
karbondioksida harus ditransportasikan dari jaringan kembali ke paru-paru.
Secara normal 97 % oksigen akan berikatan dengan hemoglobin di dalam sel
darah merah dan dibawa ke jaringan sebagai oksihemoglobin. Sisanya 3 %
ditransportasikan ke dalam cairan plasma dan sel-sel. Penyampaian oksigen
ke jaringan tubuh ditentukan oleh system respirasi, kardiovaskuler, dan
keadaan hematologi. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju transportasi,
ialah:
a. Curah jantung (cardiac Output / CO)
b. Jumlah sel darah merah
c. Hematokrit darah
d. Latihan (exercise)
e. Keadaan pembuluh darah

C. Patofisiologi
Ventilasi merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dari
atmosfer ke dalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Proses
menurunnya difusi oksigen dari alveoli ke dalam darah, menurunnya
perfusi jaringan atau gangguan ventilasi yang dapat menurunkan
konsentrasi oksigen. Ventilasi dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu
adanya perbedaan tekanan antara atmosfer dengan paru, semakin tinggi
tempat maka tekanan udara semakin rendah, demikian sebaliknya. Pada
lingkungan normal, udara atmosfir yang dihisap terdiri dari nitrogen (N2),

3
Oksigen (O2), dan karbon dioksida (CO2). Dari ketiga gas tersebut,
hanya O2 yang masuk kapiler, sedangkan CO2 dan N2 kembali di
ekspirasi keluar. Bahkan CO2 dari kapiler berpindah ke alveoli
dibuang keluar bersama udara ekspirasi. Proses pertukaran O2 dan CO2
antara darah kapiler dan alveoli disebut ventilasi alveola. Adanya
kemampuan otak dan paru pada alveoli dalam melaksanakan ekspansi atau
kembang kempis; adanya jalan napas yang dimulai dari hidung hingga
alveoli yang terdiri atas berbagai otot polos yang kerjanya sangat
dipengaruhi oleh sistem saraf otonom (Kusnanto, 2016).
Disfusi gas merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli dengan
kapiler paru dan CO2 di kapiler dengan alveoli. Proses pertukaran ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu luasnya permukaan paru, tebal
membran respirasi/permeabilitas yang terdiri atas epitel alveoli dan
interstisial, perbedaan tekanan dan konsentrasi O2. Proses difusi dalam
paru-paru oleh karena tekanan O2 dalam rongga alveoli lebih tinggi
dari tekanan O2 dalam darah vena pulmonalis, masuk dalam darah
secara difusi. Alveoli dipisahkan dengan darah kapiler oleh membrane
pulmonal dan dinding kapiler. Tebal membrane pulmonal hanya sekitar 0.1-
1.5 μm. Oksigen dan CO2 dapat melewati membrane tersebut
secara difusi dengan bebas. Oksigen dari alveoli ke darah dan CO2
dari darah ke alveoli.
Transportasi gas merupakan proses pendistribusian O2 kapiler
ke jaringan tubuh dan CO2 jaringan tubuh ke kapiler. Pada
proses transportasi, O2 akan berikatan dengan Hbmembentuk
Oksihemoglobin (97%) dan larut dalam plasma (3%), sedangkan CO2
akan berikatan dengan Hb membentuk karbominohemoglobin (30%), larut
dalam plasma (5%) dan sebagian menjadi HCO3 yang berada dalam darah.

4
5
D. Nilai normal dan cara perhitungannya
Analisis gas darah atau arterial blood gas (ABG) dilakukan dengan
menakar kadar oksigen dalam darah, mendeteksi ada tidaknya
karbondioksida, sampai tingkat keasaman (pH) darah. Tes ini sangat akurat.
Pengukurannya dilakukan di rumah sakit dan perlu dikerjakan tenaga medis
profesional. Dokter atau tenaga medis akan mengambil darah dari pembuluh
darah arteri penderita, umumnya bagian pergelangan tangan. Sampel darah
lalu dimasukkan ke mesin ABG dan kadar oksigen dalam darah bisa
diketahui dengan satuan tekanan parsial oksigen atau partial pressure
oxygen.
Mengukur kadar oksigen dalam darah dengan alat cek saturasi
oksigen atau pulse oxymeter cukup praktis dan dapat dikerjakan di rumah.
Alat cek saturasi oksigen ini memerkirakan jumlah oksigen dalam darah
dengan mengirimkan cahaya inframerah ke pembuluh darah halus atau
kapiler. Kadar oksigen dalam darah ini ditakar dari seberapa banyak cahaya
yang dipantulkan dari kapiler. Hasil pengukuran menunjukkan persentase
darah jenuh atau saturasi oksigen (SpO2). Jika dibandingkan tes darah ABG
yang memiliki tingkat akurasi tinggi, alat cek saturasi oksigen memiliki
toleransi kesalahan pengukuran dua persen. Artinya, hasil pengetesan kadar
oksigen dalam darah bisa dua persen lebih tinggi atau lebih rendah dari
tingkat sebenarnya.
Kadar oksigen dalam darah dari hasil pengukuran alat cek saturasi
oksigen menunjukkan kadar oksigen dalam darah normal: antara 95-100
persen. Kekurangan oksigen atau hipoksemia: kurang dari 90 persen.
Kisaran kadar oksigen dalam darah yang normal tersebut merupakan
panduan umum. Beberapa kasus, kisaran ini dapat tidak berlaku dengan
menimbang kondisi kesehatan penderita. Dengan serangkaian pemeriksaan,
dokter dapat mengetahui kadar oksigen dalam darah seseorang secara
spesifik, apakah normal atau tidak.

6
E. Faktor Yang Mempengaruhi Oksigenasi
a. Faktor fisiologis
1. Menurunnya kapasitas O2 seperti pada anemia.
2. Menurunnya konsentrasi O2 yang diinspirasi seperti pada
obstruksi saluaran napas bagian atas.
3. Hipovolemia sehingga sehingga tekanan darah menurun
mengakibatkan transport O2 terganggu.
4. Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi,
demam, ibu hamil, luka.
5. Kondisi yang memengaruhi pergerakan dinding dada
seperti pada kehamilan, obesitas, musculoskeletal yang
abnormal, serta penyakit kronis seperti TB paru.
b. Faktor perkembangan
1. Bayi prematur
2. Bayi dan toodler
3. Anak usia sekolah dan pertengahan
4. Dewasa tua.
c. Faktor perilaku
1. Nutrisi
2. Latihan fisik
3. Merokok
4. Penyalahgunaan substansi kecemasan
d. Faktor lingkungan
1. Tempat kerja
2. Suhu lingkungan
3. Ketinggian tempat dari permukaan laut
(Haswita & Reni,2017).

7
F. Masalah Kebutuhan Oksigenasi
Menurut Tarwoto & Wartonah (2015), tipe kekurangan Oksigen
dalam tubuh di bagi menjadi 7 bagian yaitu:
a. Hipoksemia Merupakan keadaan di mana terjadi penurunan
konsentrasi oksigen dalam darah arteri (PaO2) atau saturasi
O2 arteri ( SaO2 ) dibawah normal (normal PaO 85-100
mmHg, SaO,95%). Pada neonates, PaO2 < 50 mmHg atau
SaO2 < 88%. Pada dewasa, anak, dan bayi, PaO2 < 60 mmHg
atau SaO2 < 90%. Keadaan ini disebabkan oleh ganguuan
ventilasi, perfusi, difusi, pirau (shunt), atau berada pada
tempat yang kurang oksigen. Pada keadaan hivoksemia, tubuh
akan melakukan kompensasi dengan cara meningkatkan
pernapasan, meningkatkan stroke volume, vasodilatasi pembuluh
darah, dan peningkata nadi. Tanda dan gejala hipoksemia di
anaranya sesak nafas, frekuensi nafas dapat mencapai 35 kali
per menit, nadi cepat dan dangkal, serta sianosis.
b. Hipoksia merupakan keadaan kekurangan oksigen di jaringan
atau tidak adekuatnya pemenuhan kebutuhan oksigen seluler
akibat defisiensi oksigen yang diinspirasi atau meningkatnya
penggunaan oksigen pada tingkat seluler. Hipoksia dapat terjadi
setelah 4-6 menit ventilasi berhenti spontan. Penyebab lain
hipoksia antara lain:
1. Menurunnya hemoglobin
2. Berkurangnya konsentrasi oksigen, misalnya jika kita
berada di puncak gunung
3. Ketidakmampuan jaringan mengikat oksigen, seperti
pada keracunan sianida
4. Menurunya difusi oksigen dan alveoli ke dalam darah
seperti pada pneumonia
5. Menurunnya perfusi jaringan seperti pada syok

8
6. Kerusakan atau gangguan ventilasi Tanda-tanda hipoksia
di antaranya kelelahan, kecemasan, menurunnya
kemampuan konsentrasi, nadi meningkat, pernapasan
cepat dan dalam sianosis sesak nafas, serta jari tabuh
(clubling finger).
7. Gagal nafas Merupakan keadaan di mana terjadi
kegagalan tubuh memenuhi kebutuhan oksigen karna
pasien kehilangan kemampuan ventilasi secara adekut
sehingga terjadi kegagalan pertukaran gas karbon
dioksida dan oksigen. Gagal napas ditandai oleh
adanya peningkatan gas karbon dioksida dan oksigen.
Gagal nafas di tandai oleh adanya peningkatan CO2
dan penurunan O2 dalam darah secara signifikan. Gagal
nafas dapat disebabkan oleh gangguan system saraf
pusat yang mengontrol system pernapasan, kelemahan
neuromuscular, keracunan obat, gangguan metabolism,
kelemahan otot pernapsan, dan obstruktif jalan nafas.
8. Perubahan pola nafas Pada keadaan normal, frekuensi
pernafasan pada orang dewasa sekitar 12-20
x/menit,dengan irama teratur serta inspirasi lebih panjang
dari ekspirasi. Pernafasan normal disebut eupnea.
Perubahan pola nafas dapat berupa hal-hal sebagai berikut.
a. Dispnea, yaitu kesulitan bernapas, misalnya
pada pasien dengan asma.
b. Apnea, yaitu tidak bernapas, berhenti bernapas.
c. Takipnea, yaitu pernapasan lebih cepat dari
normal dengan frekuensi lebih dari 24 x/menit
d. Bradipnea, yaitu pernapasan lebih lambat (kurang)
dari normal dengan frekuensi kurang dari
16x/menit.

9
e. Kussmaul, yaitu pernpasan dengan panjang
ekspirasi dan inspirasi sama, sehingga
pernapasan menjadi lambat dan dalam, misalnya
pada pasien koma dengan penyakit diabetes
mellitus dan uremia.
f. Cheyne-stokes,merupakan pernapasan cepat dan
dalam kemudian berangsur-ansur dangkal dan
diikuti periode apnea yang berulang secara
teratur. Misalnya pada keracunan obat
bius,penyakit jantung, dan penyakit ginjal.
g. Biot adalah pernapasan dalam dan dangkal
disertai masa apnea dengan periode yang tidak
teratur, misalnya pada meningitis.

H. Tinjauan Keperawatan
Menurut Alimul Hidayat (2009) dan Arif Muttaqin (2008)
pengkajian keperawatan pada gangguan pemenuhan kebutuhan
oksigenasi adalah sebagai berikut:
a. Pengkajian keperawatan
1. Ada tidaknya riwayat merokok dan riwayat batuk kronis.
Bertempat tinggal atau bekerja diarea dengan polusi udara
berat.
2. Adanya riwayat atau factor pencetus eksaserbasi yang
meliputi allergen, stress emosional, peningkatan aktifitas
fisik yang berlebihan, serta infeksi saluran pernafasan.
3. Pada pengkajian ditemukan pasien anoreksia, penurunan
berat badan, dan kelemahan adalah hal yang umum terjadi.
4. Pada tahap pengkajian lanjut ditemukan pasien sesak
nafas, didapatkan kadar oksigen rendah (hipoksemia)
dan karbon dioksida yang tinggi (hiperkapnea). Pasien
rentan terhadap reaksi inflamasi dan infeksi akibat

10
pengumpulan sekresi. Setelah infeksi terjadi, pasien
mengalami mengi yang berkepanjangan saat ekspirasi.
b. Pengkajian Fisik
1. Menurut Arif Muttaqin (2009) mengatakan sebagai
berikut:
1) Inspeksi Menetukan tipe jalan nafas, seperti
menilai nafas spontan melalui hidung, mulut, oral,
nasal, kemudian menentukan status kondisi seperti
kebersihan, ada atau tidaknya secret, perdarahan,
bengkak atau obstruksi mekanik.
a) Menentukan tipe jalan napas, seperti menilai
napas spontan melalui hidung, mulut, oral, nasal,
kemudian menentukan status kondisi seperti
kebersihan, ada atau tidaknya secret, perdarahan,
bengkak, atau obstruksi mekanik.
b) Penghitungan frekuensi pernapasan; frekuensi
pernapasan dalam waktu satu menit.
c) Pemeriksaan sifat pernapasan terlihat penggunaan
otot bantu napas (sternokleidomastoid).
2) Palpasi Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendeteksi
kelainan seperti nyeri tekan yang dapat timbul
akibat luka, peradangan setempat, metastasis
tumor ganas, pleuritis, atau pembengkakan dan
benjolan pada dada. Melalui palpasi dapat diteliti
gerakan dinding thoraks pada saat inspirasi dan
ekspirasi terjadi. Palpasi pada pasien dengan
PPOK yaitu ekspansi meningkat dan taktil
fremitus biasanya menurun.
3) Perkusi pengkajian ini bertujuan untuk menilai
normal atau tidaknya suara perkusi paru. Terdapat
beberapa suara perkusi sebagai berikut:

11
a) Sonor, bunyinya seperti kata “dug-dug”.
b) Redup, dianggap sebagai suara tidak normal
c) Pekak, adalah suara yang terdengar seperti
memperkusi paha, terdapat pada rongga
pleura yang berisi nanah, tumor pada
permukaan paru.
d) Hipersonor, bunyi perkusi apabila udara
relative lebih padat, ditemukan pada emfisema
dan pneumonotoraks.
e) Timpani, bunyinya seperti ucapan “dang-
dang”. Suara ini menunjukkan bahwa di
bawah tempat yang diperkusi terdapat
penimbunan udara, seperti pada
pneumonotoraks.
4) Auskultasi pengkajian ini untuk menilai adanya
suara napas, di antaranya adalah suara napas dasar
dan suara napas tambahan.
a) Suara napas dasar Merupakan suara napas
pada orang dengan paru yang sehat, seperti
1) Vesikuler, adalah ketika suara inspirasi
lebih keras dan lebih tinggi nadanya.
Suara vesikuler dapat didengar pada
sebagian paru.
2) Bronkhial, suara yang didengar pada
waktu inspirasi dan ekspirasi, bunyinya
bisa sama atau lebih panjang, antara
inspirasi dan ekspirasi terdengar jarak
pause yang jelas. Suara bronchial
terdengar di daerah trakea dekat
bronkus, dalam keadaan tidak normal
bisa terdengar seluruh daerah paru.

12
3) Bronkovaskular, suara yang terdengar
antara vesikuler dan bronchial, ketika
ekspirasi menjadi lebih panjang, hingga
hampir menyamai inspirasi. Suara ini
lebih jelas terdengar pada manubrium
sterni. Pada keadaan tidak normal juga
terdengar pada daerah lain dari paru.
b) Suara napas tambahan
Merupakan suara yang terdengar pada
dinding thoraks berasal dari kelainan dalam
paru, termasuk bronkus, alveoli, dan pleura.
Suara tambahan seperti Ronkhi, Mengi
(wheezing).
c. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium seperti
Hemoglobin (Hb) dan Hematokrit (Ht) meningkat. Jumlah
eritrosit meningkat, eosinofil dan total IgE serum
meningkat. Pulse Oksimetri, SaO2 oksigenasi menurun.
d. Pemeriksaan diagnostic
1) Radiologi Thoraks foto (AP dan lateral) Menunjukkan
adanya hiperinflasi paru, pembesaran jantung, dan
bendungan area paru. Pada emfisema paru
didapatkan diafragma dengan letak yang rendah dan
mendatar.
2) Bronkografi Menunjukkan dilatasi bronkus, kolap
bronkhiale pada ekspirasi kuat.
3) Pengukuran Fungsi Paru Kapasitas inspirasi
menurun, volume residu meningkat pada
emfisema, bronchitis, dan asma.
4) Analisa Gas Darah PaO2 menurun, PCO2
meningkat, sering menurun pada asma. Nilai pH

13
normal, asidosis, alkalosis, respiratorik ringan
sekunder.
5) Angiografi Pemeriksaan ini untuk membantu
menegakkan diagnosis tentang keadaan paru,
emboli atau tumor paru, aneurisma, emfisema,
kelainan congenital.
6) Radio Isotop Bertujuan untuk menilai lobus paru,
melihat adanya emboli paru. Ventilasi scanning untuk
mendeteksi ketidaknormalan ventilasi, misalnya pada
emfisema.

I. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis terhadap
pengalaman atau respon individu, keluarga, atau komunitas pada masalah
kesehatan , pada resiko masalah kesehatan atau pada proses kehidupan.
Pada kasus kebutuhan oksigenasi maka dapat diangkat diagnosis
masalah:
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
secret atau dahak
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membrane alveolar kapiler.
3. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi.
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen.

14
J. Intervensi Keperawatan.

NO DIAGNOSA/MASALAH KOLABORASI TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)


1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas NOC NIC
Definisi: ketidakmampuan membersihkan 1. Status pernapasan: kepatenan jalan 1. Manajemen jalan napas
sekresi atau obstruksi dari saluran napas napas. a. Buka jalan nafas dengan
untuk mempertahankan bersihan jalan nafas. a. Frekuensi pernafasan (5) tidak ada tehnik chin lift atau jaw
Batasan Karakteristik: deviasi dari kisaran normal. thrust, sebagai mana
1. Batuk yang tidak efektif b. Irama pernafasan (5) tidak ada deviasi mestinya.
2. Dispnea dari kisaran normal. b. Posisikan pasien untuk
3. Gelisah c. Kedalaman inspirasi (5) tidak ada memaksimalkan ventilasi.
4. Kesulitan verbalisasi deviasi dari kisaran normal. c. Identifikasi kebutuhan
5. Mata terbuka lebar d. Kemampuan untuk mengeluarkan actual/potensial pasien
6. Ortopnea secret (5) tidak ada deviasi dari kisaran untuk memasukkan alat
7. Penurunan bunyi nafas normal. membuka jalan nafas.
8. Perubahan frekuensi nafas e. Suara nafas tambahan (5) tidak ada. d. Masukka alat NPA atau
9. Perubahan pola nafas f. Pernafasan cuping hidung (5) tidak OPA sebagaimana
10. Sianosis ada. mestinya.
11. Sputum dalam jumlah yang berlebih g. Penggunaan otot bantu nafas (5) tidak e. Lakukan fisioterapi
12. Suara napas tambahan ada. dada,sebagaimana mestinya
13. Tidak ada batuk h. Batuk (5) tidak ada. f. Buang secret dengan
Faktor yang berhubungan memotivasi pasien untuk
Lingkungan melakukan batuk atau
1. Perokok menyedot lendir
2. Perokok pasif g. Motivasi klien untuk
3. Terpajan asap bernafas pelan, dalam,
Obstruksi jalan nafas berputar dan batuk.
1. Adanya jalan napas buatan h. Instruksikan bagaimana
2. Benda asing dalam jalan napas agar bisa melakukan batuk
3. Eksudat dalam alveoli efektif
4. Hyperplasia pada dinding bronkus i. Austkultasi suara nafas,
5. Mucus berlebih catat area yang ventilasinya
6. Penyakit paru obstruktif kronis menurun atau tidak ada dan
7. Sekresi yang tertahan adanya suara nafas
8. Spasme jalan napas tambahan
Fisiologi j. Lakukan penyedotan
1. Asma melalui eudotrakea atau
2. Disfungsi neuromuscular nasotrakea sebagaimana

16
3. Infeksi mestinya
4. Jalan napas alergik k. Kelola pemberian
bronkodilator sebagaimana
mestinya
l. Ajarkan pasien bagaimana
menggunakan inhaler sesuai
resep sebagaimana mestinya
m. Kelola pengobatan aerosol
sebagaimana mestinya
n. Kelola nebulizer ultrasonic
sebagaimana mestinnya
o. Monitor status pernafasan
dan oksigen sebagaimana
mestinya.
2. Terapi oksigen
a. Bersihkan mulut, hidung,
dan skresi trakea dengan
tepat
b. Batasi merokok

17
c. Pertahankan kepatenan
jalan nafas
d. Siapkan peralatan oksigen
dan berikan melalui sistem
humidifier
e. Berikan oksigen tambahan
seperti yang diperintahkan
f. Monitor aliran oksigen
g. Monitor efektifitas terapi
oksigen (misalnya tekanan
oksimetri, ABGs) dengan
tepat
h. Pastikan penggantian
masker oksigen/kanul nasal
setiap penggantian
perangkat
i. Amati tanda-tanda
hipoventilasi induksi
oksigen

18
j. Pantau adanya tanda-tanda
keracunan oksigen
k. Konsultasikan dengan
tenaga kesehatan lain
mengenai penggunaan
oksigen tambahan selama
kegiatan/tidur.
3. Monitor pernafasan`
a. Monitor kecepatan, irama,
kedalaman dan kesulitan
bernafas
b. Catat pergerakan dada,
ketidaksimetrisan,
penggunaan otot bantu
nafas, dan retraksi pada otot
supraclavikula dan
intercostal
c. Monitor suara nafas
tambahan seperti ngorok

19
dan mengi
d. Monitor pola nafas
(misalnya bradipneu,
takipneu, hiperventilasi,
pernafasan kusmaul,
pernafasan 1:1, apneustik,
respirasi biot, dan pola
ataxic)
e. Auskulatasi suara nafas,
catat area dimana dimana
terjadi penurunan atau tidak
adanya ventilasi dan
keberadaan suara nafas
tambahan
f. Berikan bantuan resusitasi
jika diperlukan
g. Berikan bantuan nafas jika
diperlukan (misalnya
nebulizer).

20
2. Ketidakefektifan pola nafas NOC NIC
Definisi : inspirasi atau ekspirasi yang tidak 1. Respon penyapihan Ventilasi 1. Manajemen jalan napas
memberikan ventilasi kuat. Mekanik: Dewasa a. Buka jalan nafas dengan
Batasan karakteristik: a. Tingkat pernafasan spontan (5) tehnik chin lift atau jaw
1. Bradipnea tidak ada deviasi dari kisaran thrust, sebagai mana
2. Dyspnea normal. mestinya.
3. Fase ekspirasi memanjang b. Irama pernafasan spontan (5) tidak b. Posisikan pasien untuk
4. Penggunaan otot bantu pernafasan ada deviasi dari kisaran normal. memaksimalkan ventilasi.
5. Peningkatan diameter anterior – c. Kedalaman pernafasan spontan (5) c. Identifikasi kebutuhan
posterior tidak ada deviasi dari kisaran actual/potensial pasien
6. Takipnea normal. untuk memasukkan alat
Factor yang berhubungan dengan: d. Saturasi oksigen (5) tidak ada membuka jalan nafas.
1. Ansietas deviasi dari kisaran normal. d. Masukka alat NPA atau
2. Hiperventilasi e. Kapasitas vital (5) tidak ada deviasi OPA sebagaimana
3. Cedera medulla spinalis dari kisaran normal. mestinya.
4. Imaturitas neurologis f. Volume tidal (5) tidak ada deviasi e. Lakukan fisioterapi
5. Keletihan dari kisaran normal. dada,sebagaimana mestinya

21
6. Dformitas dinding dada g. Suara nafas tambahan (5) tidak ada. f. Buang secret dengan
7. Deformitas tulang 2. Status Pernafasan memotivasi pasien untuk
8. Keletihan otot pernafasan a. Status pernafasan (5) tidak ada melakukan batuk atau
9. Obesitas deviasi dari kisaran normal. menyedot lendir
b. Irama pernafasan (5) tidak ada g. Motivasi klien untuk
deviasi dari kisaran normal. bernafas pelan, dalam,
c. Kedalam inspirasi (5) tidak ada berputar dan batuk.
deviasi dari kisaran normal. h. Instruksikan bagaimana
d. Suara auskultasi nafas (5) tidak ada agar bisa melakukan batuk
deviasi dari kisaran normal. efektif
e. Kepatenan jalan nafas (5) tidak ada i. Austkultasi suara nafas,
deviasi dari kisaran normal. catat area yang ventilasinya
3. Status Pernafasan : Ventilasi menurun atau tidak ada dan
a. Frekuensi pernafsan (5) tidak ada adanya suara nafas
deviasi dari kisaran normal. tambahan
b. Suara perkusi nafas (5) tidak ada j. Lakukan penyedotan
deviasi dari kisaran normal. melalui eudotrakea atau
c. Penggunaan otot bantu nafas (5) nasotrakea sebagaimana
tidak ada. mestinya

22
d. Retraksi dinding dada (5) tidak ada. k. Kelola pemberian
e. Taktil fremitus (5) tidak ada. bronkodilator sebagaimana
mestinya
l. Ajarkan pasien bagaimana
menggunakan inhaler sesuai
resep sebagaimana mestinya
m. Kelola pengobatan aerosol
sebagaimana mestinya
n. Kelola nebulizer ultrasonic
sebagaimana mestinnya
Monitor status pernafasan dan
oksigen sebagaimana mestinya.

2. Manajemen Jalan Nafas


Buatan
a. Selalu mencuci tangan
b. Menggunakan alat
perlindungan diri
c. Memberikan OPA atau alat

23
bantu gigit untuk mencegah
tergigitnya ETT dengan
cara yang tepat
d. Menyediakan sistem hidrasi
yang adekuat melalui oral
maupun pemberian cairan
intravenalakukan fisioterapi
dada jika diperlukan
e. Tinggikan kepala sama
dengan atau lebih besar dari
30 derajat atau bantu pasien
untuk duduk di kursi selama
pemberian makan dengan
cara yang tepat.
3. Terapi oksigen
a. Bersihkan mulut, hidung,
dan skresi trakea dengan
tepat
b. Batasi merokok

24
c. Pertahankan kepatenan
jalan nafas
d. Siapkan peralatan oksigen
dan berikan melalui sistem
humidifier
e. Berikan oksigen tambahan
seperti yang diperintahkan
f. Monitor aliran oksigen
g. Monitor efektifitas terapi
oksigen (misalnya tekanan
oksimetri, ABGs) dengan
tepat
h. Pastikan penggantian
masker oksigen/kanul nasal
setiap penggantian
perangkat
i. Amati tanda-tanda
hipoventilasi induksi
oksigen

25
j. Pantau adanya tanda-tanda
keracunan oksigen
k. Konsultasikan dengan
tenaga kesehatan lain
mengenai penggunaan
oksigen tambahan selama
kegiatan/tidur.

4. Monitor pernafasan
a. Monitor kecepatan, irama,
kedalaman dan kesulitan
bernafas
b. Catat pergerakan dada,
ketidaksimetrisan,
penggunaan otot bantu
nafas, dan retraksi pada otot
supraclavikula dan
intercostal
c. Monitor suara nafas

26
tambahan seperti ngorok
dan mengi
d. Monitor pola nafas
(misalnya bradipneu,
takipneu, hiperventilasi,
pernafasan kusmaul,
pernafasan 1:1, apneustik,
respirasi biot, dan pola
ataxic)
e. Auskulatasi suara nafas,
catat area dimana dimana
terjadi penurunan atau tidak
adanya ventilasi dan
keberadaan suara nafas
tambahan
f. Berikan bantuan resusitasi
jika diperlukan
g. Berikan bantuan nafas jika
diperlukan (misalnya

27
nebulizer).
3. Kekurangan volume cairan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1. Manajemen cairan
Definisi : penurunan cairan intravaskuler, … x 24 jam diharapkan kebutuhan cairan a. Timbang BB setiap hari
interstisial, dan/atau intraselular. Ini mengacu pasien cukup. dan monitor status pasien
pada dehidrasi, kehilangan cairan saja tanpa Kriteria hasil : b. Jaga intake/asupan yang
perubahan kadar natrium. 1. Keseimbangan cairan akurat dan catat output
Batasan karakteristik : a. Tekanan darah (5) tidak terganggu (pasien)
1. Haus b. Denyut nadi radial (5) tidak c. Masukkan kateter urin
2. Kelemahan terganggu d. Monitor status hidrasi
3. Kulit kering c. Keseimbangan intake dan output (misalnya, membrane
4. Membran mukosa kering dalam 24 jam (5) tidak terganggu mukosa lembab, denyut
5. Peningkatan frekuensi nadi d. Berat badan stabil (5) tidak terganggu nadi adekuat, dan TD
6. Peningkatan hematokrit e. Turgor kulit (5) tidak terganggu ortostatik)
7. Peningkatan konsentrasi urin f. Kelembaban membrane mukosa (5) e. Monitor hasil laboratorium
8. Peningkatan suhu tubuh tidak terganggu. yang relefan dengan retensi
9. Penurunan BB tiba-tiba cairan (misalnya,
10. Penurunan haluran urin 2. Hidrasi peningkatan berat jenis,
11. Penurunan pengisian vena a. Turgor kulit (5) tidak terganggu. peningkatan BUN,
12. Penurunan tekanan darah b. membran mukosa lembab (5) tidak penurunan hematocrit, dan

28
13. Penurunan turgor kulit terganggu. peningkatan kadar
14. Penurunan turgor lidah c. Intake cairan (5) tidak terganggu. osmolalitas urin)
15. Penurunan volume nadi d. Output urin (5) tidak terganggu. f. Monitor status
16. Perubahan status mental e. Perfusi jaringan(5) tidak terganggu. hemodinamik, termasuk
Faktor yang berhubungan : f. Haus (5) tidak ada. CVP, MAP, PAP, dan
1. Kegagalan mekanisme regulasi g. Nadi cepat dan lemah (5) tidak ada. PCWP, jika ada
2. Kehilangan cairan aktif h. Kehilangan BB (5) tidak ada. g. Monitor tanda-tanda vital
pasien
h. Monitor indikasi kelebihan
cairan atau retensi
(misalnya, crackles, elevasi
CPV atau tekanan kapiler
paru yang terganjal, edema,
distensi vena leher, dan
ascites)
i. Monitor perubahan BB
pasien sebelum dan
sesudah HD
j. Kaji lokasi dan luasnya

29
edema, jika ada
k. Konsultasikan dengan
dokter jika tanda-tanda dan
gejala kelebihan volume
cairan menetap atau
memburuk.
2. Monitor cairan
a. Tentukan jumlah dan jenis
intake asupan cairan serta
kebiasaan eliminasi
b. Tentukan factor resiko
yang mungkin
menyebabkan ketidak
seimbangan cairan ( musal
: kehilangan albumin, luka
bakar, hipertermi, infeksi,
paska oprasi, diare, dan
muntah)
c. Periksa turgor kulit dengan

30
memegang jaringa sekitar
tulang
d. Monitor berat badan
e. Monitor asupan dan
pengeluaran
f. Monitor nilai kadar serum
dan elektrolit urin
g. Monitor tekanan darah,
denyut nadi, dan status
pernafasan
h. Monitor membrane
mukosa, turgor kulit dan
respon haus
Cek grafik asupan dan
pengeluaran secara berkala
untuk memastikan
pemberian layanan yang
baik.
3. Manajemen hipovolemi

31
a. Timbang BB setiap hari
dengan waktu yang
tetap/sama
b. Monitor pola pernafasan
untuk mengetahui adanya
gejala edema fulmonar
(misalnya, cemas, sesak
nafas, ortopnea, dysnea,
takipnea, batuk, produksi
sputum kental dan nafas
pendek)
c. Monitor suara paru
abnormal
d. Monitor suara jantung
abnormal
e. Monitor distensi pena
jugularis
f. Monitor adanya efek
pengobatan yang

32
berlebihan (misalnya,
dehidrasi, hipotensi,
takikardi, hypokalemia)
g. Berikan infus IV
(misalnya, cairan, produk
darah) secara perlahan
untuk mencegah
peningkatan preload yang
cepat
h. Batasi intake cairan bebas
pada pasien dengan
hyponatremia dilusi
i. Instruksikan pasien dan
keluarga penggunaan
catatan asupan dan output,
sesuai kebutuhan
j. Instruksikan pasien dan
keluarga mengenai
interpensi yang

33
direncanakan untuk
menangani hipervolemia
k. Batasi asupan natrium,
sesuai indikasi.
4. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1. Perawatan jantung rehabilitasi
Definisi : ketidakcukupan energy psikologis ….x24jam diharapankan pasien dapat a. Monitor toleransi pasien
atau fisiologis untuk mempertahankan atau melakukan aktivitas secara mandiri. terhadap aktivitas
menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari – Kriteria hasil : b. Pertahankan jadwal
hari yang harus dilakukan. 1. Toleransi terhadap aktivitas ambulasi, sesuai toleransi
Batasan karakteristik : a. Saturasi oksigen ketika beraktivitas pasien
1. Dyspnea setelah beraktivitas (5) tidak terganggu. c. Instruksikan kepada pasien
2. Keletihan b. Frekuensi nadi ketika berktivitas (5) dan keluarga mengenai
3. Ketidaknyamanan setelah tidak terganggu. modifikasi faktor resiko
beraktivitas c. Frekuensi pernafasan ketika jantung (misalnya kebiasaan
4. Perubahan elekrokardiogram(EKG) beraktivitas (5) tidak terganggu. merokok, diet dan olahraga)
5. Respons frekuensi jantung abnormal d. Kemudahan bernafas ketika sebagaimana mestinya.
terhadap aktivitas beraktivitas (5) tidak terganggu. d. Instruksikan pasien dan
6. Respons tekanan darah abnormal e. Hasil EKG (5) tidak terganggu. keluarga mengenai
terhadap aktivitas f. Kemudahan dalam melakukan pertimbangan khusus terkait

34
Factor yang berhubungan: aktivitas hidup harian (5) tidak aktivitas sehari-hari
1. Gaya hidup kurang gerak terganggu. (misalnya pembatasan
2. Imobilitas 2. Daya tahan aktivitas dan meluangkan
3. Ketidakseimbangan antara suplai dan a. Melakukan aktivitas rutin (5) tidak waktu istirahat) jika
kebutuhan oksigen terganggu. memang tepat.
4. Tirah baring b. Aktivitas fisik (5) tidak terganggu.
c. Daya tahan otot (5) tidak 1. Manajemen energy
terganggu. a. Kaji status fisiologis pasien
d. Oksigen darah ketika beraktivitas yang menyebabkan
(5) tidak terganggu. kelelahan sesuai dengan
e. Kelelahan (5) tidak ada. konteks usia dan
3. Energy Psikomotor perkembangan
a. Menunjukan efek yang sesuai b. Tentukan jenis dan
dengan situasi (5) secara konsisten banyaknya aktivitas yang
menunjukkan. dibutuhkan untuk menjaga
b. Menunjukkan konsentrasi (5) ketahanan
secara konsisten menunjukkan. c. Monitor intake/asupan
c. Menjaga kebersihan dan tampilan nutrisi untuk mengetahui
personal (5) secara konsisten sumber energy yang

35
menunjukkan. adekuatkonsultasikan
d. Menunjukkan nafsu makan yang dengan ahli gizi mengenai
normal (5) secara konsisten cara meningkatkan asupan
menunjukkan. energy dari makanan
e. Menunjukkan tingkat energi yang d. Instruksikan pasien/SO
stabil (5) secara konsisten untuk mrngrnali tanda dan
menunjukkan. gejala kelelahan yang
memerlukan pengurangan
aktivitas
e. Ajarkan pasien/SO untuk
menghubungi tenaga
kesehatan jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang.
2. Bantuan Perawatan Diri
a. Pertimbangkan usia pasien
ketika meningkatkan
aktivitas perawatan diri
b. Monitor kemampuan

36
perawatan diri secara
mandiri
c. Berikan lingkungan yang
terapeutik dengan
memastikan (lingkungan)
yang hangat, santai,
tertutup, dan berdasarkan
pengalaman individu
d. Berikan bantuan sampai
pasien mampu melakukan
perawatan diri sendiri
e. Bantu pasien menerima
kebutuhan pasien terkait
dengan kondisi
ketergantungannya
f. Dorong pasien untuk
melakukan aktivitas normal
sehari-hari sampai batas
kemampuan

37
g. Dorong kemampuan pasien,
tapi bantu ketika pasien tak
mampu melakukannya
h. Ciptakan rutinitas aktivitas
perawatan diri.

38
K. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan
intervensi-intervensi keperawatan. Implementasi terdiri atas melakukan dan
mendokumentasikan tindakan yang merupakan tindakan keperawatan
khusus yang diperlukan untuk melaksanakan intervensi. (Kozier, 2011).
L. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan evaluasi intervensi keperawatan dan terapi dengan
membandingkan kemajuan klien dengan tujuan dan hasil yang diinginkan
dan direncanakan keperawatan. (Potter, 2010).
Perawat mengevaluasi keberhasilan intervensi. Perawat harus
mempersiapkan untuk mengubah rencana jika tidak berhasil (Saryono,
2011).
DAFTAR PUSTAKA

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2011. PPOK (Penyakit Paru Obstruksi


Kronik), Pedoman Praktis Diagnosi dan Penatalaksanaan di Indonesia.
Available from: http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-
ppok/ppok.pdf
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2010. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II, Ed. 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Price, Sylvia. 2007. Patofisiologi Volume 2. Jakarta: EGC.
Rendy, M. Clevo & Margareth. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.
Smeltzer, Suzanna C. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Brunner dan
Suddarth Edisi 8 Volume 2. Jakarta: EGC.

40

Anda mungkin juga menyukai