Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. Y DENGAN DIAGNOSA


MEDIS PNEMONIA DI RUANG FLAMBOYAN RSU NEGARA

Disusun untuk memenuhi tugas pada stase Keperawatan Medikal Bedah

OLEH

MUNAWARAH

20089142201

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

TAHUN AKADEMIK

2021/2022
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

I. Konsep Dasar Penyakit


A. Definisi
Pneumonia adalah salah satu penyakit peradangan akut
parenkim paru yang biasanya dari suatu infeksi saluran pernafasan
bawah akut (ISNBA). (NANDA, 2015)
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-
paru (alveoli). Juga bisa didefinisikan peradangan yang mengenai
parenkim paru distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup
bronkiolus respiratonius dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi
jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat, dan
menimbulkan angka kesakitan yang tinggi, dengan gejala batuk,
demam, dan sesak nafas. (Qauliyah, 2010)
Pneumonia merupakan penyakit infeksi saluran napas bawah
akut padaparenkim paru. Pneumonia disebabkan oleh
mikroorganisme seperti bakteri, virus, kamur dan bakteri.
(Djojodibroto, 2019)
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa
pneumonia adalah suatu infeksi saluran pernafasan akut bagian
bawah yang mengenai parenkim paru yang disebabkan oleh
mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit) maupun benda asing.

B. Anatomi Fisiologi

1. Anatomi
Organ pernafasan berguna bagi transgportasi gas-gas dimana
organ-organ pernafasan tersebut dibedakan menjadi bagian
dimana udara mengalir yaitu rongga hidung, pharynx, larynx,
trakhea, dan bagian paru-paru yang berfungsi melakukan
pertukaran gas-gas antara udara dan darah.
a. Saluran nafas bagian atas, terdiri dari:
1) Hidung yang menghubungkan lubang-lubang sinus udara
paraanalis yang masuk kedalam rongga hidung dan juga
lubang-lubang naso lakrimal yang menyalurkan air mata
kedalam bagian bawah rongga nasalis kedalam hidung.
2) Parynx (tekak) adalah pipa berotot yang berjalan dari
dasar tenggorokan sampai persambungannya dengan
esophagus pada ketinggian tulang rawan krikid maka
letaknya di belakang hidung (naso farynx), dibelakang
mulut(oro larynx), dan dibelakang farinx (farinx
laryngeal)
b. Saluran pernafasan bagian bawah terdiri dari:
1) Larynx (Tenggorokan) terletak di depan bagian terendah
pharnyx yang memisahkan dari kolumna vertebra,
berjalan dari farine-farine sampai ketinggian vertebra
servikalis dan masuk ke dalam trakhea di bawahnya.
2) Trachea (Batang tenggorokan ) yang kurang lebih 9 cm
panjangnya trachea berjalan dari larynx sampai kira-kira
ketinggian vertebra torakalis ke lima dan ditempat ini
bercabang menjadi dua bronchus (bronchi).
3) Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada
ketinggian kira-kira vertebralis torakalis kelima,
mempunyai struktur serupa dengan trachea yang dilapisi
oleh jenis sel yang sama. Cabang utama bronchus kanan
dan kiri tidak simetris. Bronchus kanan lebih pendek,
lebih besar dan merupakan lanjutan trachea dengan sudut
lancip. Keanehan anatomis ini mempunyai makna klinis
yang penting.Tabung endotrachea terletak sedemikian
rupa sehingga terbentuk saluran udara paten yang mudah
masuk kedalam cabang bronchus kanan. Kalau udara
salah jalan, maka tidak dapat masuk kedalam paru-paru
akan kolaps (atelektasis).Tapi arah bronchus kanan yang
hampir vertical maka lebih mudah memasukkan kateter
untuk melakukan penghisapan yang dalam. Juga benda
asing yang terhirup lebih mudah tersangkut dalam
percabangan bronchus kanan ke arahnya vertikal. Cabang
utama bronchus kanan dan kiri bercabang-cabang lagi
menjadi segmen lobus, kemudian menjadi segmen
bronchus. Percabangan ini terusmenerus sampai cabang
terkecil yang dinamakan bronchioles terminalis yang
merupakan cabang saluran udara terkecil yang tidak
mengandung alveolus. Bronchiolus terminal kurang lebih
bergaris tengah 1 mm. bronchiolus tidak diperkuat oleh
cincin tulang rawan, tetapi di kelilingi oleh otot polos
sehingga ukurannya dapat berubah, semua saluran udara
dibawah bronchiolus terminalis disebut saluran pengantar
udara karena fungsi utamanya dalah sebagai pengantar
udara ke tempat pertukaran gas paru-paru. Diluar
bronchiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan
unit fungsional paru-paru, tempat pertukaran gas. Asinus
terdiri bronchiolus respiratorius, yang kadang- kadang
memiliki kantung udara kecil atau alveoli yang bersal
dari dinding mereka. Duktus alveolaris yang seluruhnya
dibatasi oleh alveolus dan sakus alveolaris terminalis
merupakan struktur akhir paru-paru.
4) Paru merupakan organ elastik berbentuk kerucut yang
terletak dalam rongga toraks atau dada. Kedua paru-paru
saling terpisah oleh mediastinum central yang
mengandung jantung dan pembuluh-pembuluh darah
besar. Setiap paru mempunyai apeks (bagian atas paru)
dan dasar.Pembuluh darah paru dan bronchial, bronkus,
saraf dan pembuluh limfe memasuki tiap paru pada
bagian hilus dan membentuk akar paru. Paru kanan lebih
daripada kiri,paru kanan dibagi menjadi tiga lobus dan
paru kiri dibagi menjadi dua lobus. Lobus-lobus tersebut
dibagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai dengan
segmen bronchusnya. Paru kanan dibagi menjadi 10
segmen sedangkan paru dibagi 10 segmen.Paru kanan
mempunyai 3 buah segmen pada lobus inferior, 2 buah
segmen pada lobus medialis, 5 buah pada lobus superior
kiri. Paru kiri mempunyai 5 buah segmen pada lobus
inferior dan 5 buah segmen pada lobus superior.Tiap-tiap
segmen masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang
bernama lobules. Didalam lobolus, bronkhiolus ini
bercabang- cabang banyak sekali, cabang ini disebut
duktus alveolus.Tiap duktus alveolus berakhir pada
alveolus yang diameternya antara 0,2- 0,3mm. Letak paru
dirongga dada di bungkus oleh selaput tipis yang
bernama selaput pleura. Pleura dibagi menjadi dua : 1.)
pleura visceral (selaput dada pembungkus) yaitu selaput
paru yang langsung membungkus paru. 2.) pleura parietal
yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar.
Antara kedua pleura ini terdapat rongga (kavum) yang
disebut kavum pleura. Pada keadaan normal, kavum
pleura ini vakum (hampa udara)sehingga paru dapat
berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan
(eksudat) yang berguna untuk meminyaki permukaannya
(pleura), menghindarkan gesekan antara paru dan dinding
sewaktu ada gerakan bernafas. Tekanan dalam rongga
pleura lebih rendah dari tekanan atmosfir, sehingga
mencegah kolpas paru kalau terserang penyakit, pleura
mengalami peradangan, atau udara atau cairan masuk ke
dalam rongga pleura, menyebabkan paru tertekan atau
kolaps.
2. Fisiologi
a. Pernafasan paru (pernafasan pulmoner)
Fungsi paru adalah pertukaran gas oksigen dan
karbondioksida pada pernafasan melalui paru/pernafasan
eksternal, oksigen di pungut melalui hidung dan mulut, pada
waktu bernafas oksigen masuk melalui trachea dan pipa
bronchial ke alveoli, dan erat hubungan dengan darah di
dalam kapiler pulmonaris. Didalam paru, karbondioksida
salah satu buangan metabolisme menembus membrane
kapiler dan kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui pipa
bronchial dan trachea di lepaskan keluar melalui hidung dan
mulut.
Empat proses yang berhubungan dengan pernafasan pulmoner
pernafasan eksterna:
1) Ventilasi pulmoner, gerakan pernafasan yang menukar
udara dalam alveoli dengan udara luar.
2) Arus darah melaui paru, darah mengandung oksigen
masuk keseluruh tubuh, karbondioksida dari seluruh
tubuh masuk paru.
3) Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga
jumlahnya yang bisa dicapai untuk semua bagian.
4) Difusi gas yang membrane alveoli dan kapiler,
karbondioksida lebih mudah berdifusi daripada oksigen.
b. Pernafasan jaringan (pernafasan interna)
Darah yang menjenuhkan hemoglobinnya dengan oksigen
(oksihemoglobin) mengitari seluruh tubuh dan mencapai
kapiler, dimana darah bergerak sangat lambat. Sel jaringan
memungut oksigen dari hemoglobin untuk memungkinkan
oksigen berlangsung dan darah menerima sebagai gantinya
hasil buangan oksidasi yaitu karbondioksida.
Perubahan – perubahan berikut terjadi dalam komposisi udara
dalam alveoli, yang disebabkan pernafasan eksterna dan
pernafasan interna atau pernafasan jaringan. Udara (atmosfer)
yang dihirup:
Oksigen : 20%
Karbondioksida : 0-0,4%
Udara yang masuk alveoli mempunyai suhu dan kelembaban
atmosfer. Udara yang dihembuskan:
Nitrogen : 79%
Oksigen : 16%
Karbondioksida : 4-0,4%
Udara yang dihembuskan jenuh dengan uap air dan
mempunyai suhunyang sama dengan badan (20 persen panas
badan hilang untuk pemanasan uadra yang dikeluarkan).
c. Daya muat paru
Besarnya daya muat udara dalam paru 4500 ml - 5000 ml (4,5
– 5 liter). Udara diproses dalam paru (inspirasi dan ekspirasi)
hanya 10% kurang lebih 500 ml disebut juga udara pasang
surut (tidal air) yaitu yang dihirup dan yang dihembuskan
pada pernafasan biasa. Pada seorang laki- laki normal (4-5
liter) dan pada seorang perempuan (3-4 liter). Kapasitas (h)
berkurang pada penyakit paru-paru) dan pada kelemahan otot
pernafasan.
d. Kecepatan pernafasan
Kecepatan pernafasan secara normal, ekspirasi akan menyusul
inspirasi dan kemudian istirahat, pada bayi ada kalanya
terbalik, inspirasi- istirahat –ekspirasi, disebut juga
pernafasan terbalik.
Kecepatan normal setiap menit berdasarkan umur :
Bayi prematur : 40 – 90x/menit
Neonatus : 30 – 80 x/menit
1 Tahun : 20- 40x/ menit
Inspirasi atau menarik nafas adalah proses aktif yang
diselenggarakan oleh kerja otot. Kontraksi diafragma
meluaskan rongga dada dari atas sampai bawah, yaitu
vertical. Kenaikan iga-iga dan sternum, yang ditimbulkan
oleh kontaksi otot interkostalis, meluaskan romgga dada
kedua sisi dari belakang ke depan. Paru yang bersifat elastis
mengembang untuk mengisi ruang yang membesar itu dan
udara ditarik masuk kedalam saluran udara, otot interkostalis
eksterna diberi peran sebagai otot tambahan hanya bila
inspirasi menjadi gerak sadar.
Pada ekspirasi, udara dipaksa oleh pengendoran otot dan
karena paru kempes kembali, disebakan sifat elastis paru itu
gerakan ini adalah proses pasif.
Ketika pernafasan sangat kuat, gerakan dada bertambah, otot
leher dan bahu membantu menarik iga-iga dan sternum ke
atas. Otot sebelah belakang dan abdomen juga dibawa
bergerak.
e. Kebutuhan tubuh akan oksigen
Dalam banyak keadaan, termasuk yang telah disebut oksigen
dapat diatur menurut keperluan orang tergantung pada
oksigen untuk hidupnya, kalau tidak mendapatkannya selama
kurang lebih 4 menit dapat mengakibatkan kerusakan pada
otak yang tidak dapat perbaiki dan biasanya pasien
meninggal. Keadaan genting timbul bila misalnya seorang
anak menutupi kepala dan mukanya dengan kantong plastic
menjadi lemas. Tetapi hanya penyadiaaan oksigen berkurang,
maka pasien menjadi kacau pikirannya, ia menderita anoxia
serebralis. Hal ini terjadi pada orang yang bekerja dalam
ruangan sempit tertutup seperti dalam ruang kapal, oksigen
yang ada mereka habiskan dan kalau mereka tidak diberi
oksigen untuk bernafas atau tidak dipindahkan ke udara yang
normal, maka akan meninggal karena anoxemia. Istilah lain
adalah hypoxemia atau hipoksia. Bila oksigen didalam darah
tidak mencukupi maka warna merahnya hilang dan berubah
menjadi kebiru- biruan, bibir, telingga, lengan dan kaki pasien
menjadi kebiru- biruan dan keadaan itu disebut sianosis
(Evelyn C.Pearce, 2008).
C. Etiologi/ Predisposisi
Penyebaran infeksi terjadi melalui droplet dan sering
disebabkan oleh streptoccus pneumonia, melalui slang infuse oleh
staphyloccus aureus sedangkan pada pemakaian ventilator oleh p.
Aeruginosa dan enterobacter. Dan masa kini terjadi karena
perubahan keadaan pasien seperti kekebalan tubuh dan penyakit
kronis, polusi lingkungan, penggunaan antibiotic yang tidak tepat.
Setelah masuk keparu-paru organism bermultiplikasi dan, jika telah
berhasil mengalahkan mekanisme pertahanan paru, terjadi
pneumonia. Selain diatas penyebab terjadinya pneumonia sesuai
penggolongannya yaitu: (NANDA, 2015)
1. Bacteria: diplococcus pneumonia, pneumococcus, streptokokus
hemolyticus, streptococcus aureus, hemophilus influinzae,
mycobacterium tuberkolusis, bacillus friedlander.
2. Virus: respiratory syncytial virus, adeno virus, v.sitomegalitik, v.
Influenza.
3. Mycoplasma pneumonia.
4. Jamur: histoplasma capsuatum, cryptoccus neuroformans,
blastomyces dermatitides, coccicodies immitis, aspergilus
species, candida albicans.
5. Aspirasi: makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan
amnion, benda asing.
6. Pneumonia hipostatik
7. Sindrom loeffler

D. Manifestasi Klinis/ Tanda dan Gejala


Menurut NANDA (2015) :
1. Demam, sering tampak sebagai tanda infeksi yang pertama.
Paling sering terjadi pada usia 6 bulan-3 tahun dengan suhu
mencapai 39,5-40,5°C bahkan dengan infeksi ringan. Mungkin
malas dan peka rangsang atau terkadang euforia dan lebih aktif
dari normal, beberapa anak bicara dengan kecepatan yang tidak
biasa
2. Meningismus, yaitu tanda-tanda meningeal tanpa infeksi
meninges. Terjadi dengan awitan demam yang tiba-tiba dengan
disertai sakit kepala, nyeri dan kekakuan pada punggung dan
leher, adanya tanda kernig dan brudzinski, dan akan berkurang
saat suhu turrun.
3. Anoreksia, merupakan hal yang umum yang disertai dengan
penyakit masa kanak-kanak. Seringkali merupakan bukti awal
dari prnyakit. Menetap sampai derajat yang lebih besar atau
lebih sedikit melalui tahap demam dari penyakit, seringkali
memanjang sampai ke tahap pemulihan.
4. Muntah, anak kecil mudah muntah bersamaan dengan penyakit
yang merupakan petunjuk untuk awitan infekdi. Biasanya
berlangsung singkat, tetapi dapat menetap selama sakit.
5. Nyeri abdomen, merupakan keluhan umum, kadang tidak bisa
dibedakan dari nyeri apendiksitis.
6. Sumbatan nasal, pasase nasal kecil dari bayi mudah tersumbat
oleh pembengkakan mukosa dan eksudasi, dapat
mempengaruhi pernafasan dan menyusu pada bayi.
7. Keluaran nasal, sering menyertai imfeksi pernapasan. Mungkin
encerdan sedikit (rinorea) atau kental dan purulen, bergantung
pada tipe dan atau tahap infeksi.
8. Batuk, merupakan gambaran umum dari penyakit pernafasan.
Dapat menjadi bukti hanya selama fase akut.
9. Bunyi pernafasan, seperti batuk, mengi, mengorok. Auskultasi
terdengar mengi, krekels.
10. Sakit tenggorokan, merupakan keluhan yang sering terjadi pada
anak yang lebih besar. Ditandai dengan anak akan menolak
untuk minum dan makan peroral.
11. Keadaan berat pada bayi tidak dapat menyusu atau
makan/minum, atau memuntahkan semua, kejang, letargis atau
tidak sadar, sianosis, distress, pernapasan berat.
12. Disamping batuk atau kesulitan bernapas, hanya terdapat napas
cepat saja
a. Pada anak umur 2 bulan – 11 bulan : ≥50 kali/menit
b. Pada anak umur 1 tahun-5 tahun : ≥ 40 kali/menit

E. Patofisiologi
Adanya etiologi seperti jamur dan intalasi mikroba ke dalam
tubuh manusia melalui udara aspirasi, hematogen dapat
menyebabkan reaksi inflamasi hebat sehingga membrane paru-paru
meradang dan berlobang dari reaksi inflamasi akan muncul panas,
anoreksia, mual, muntah, serta nyeri pleuritis. Selanjutnya RBC,
WBC dan cairan keluar masuk alveoli sehingga terjadi sekresi,
edema dan bronkuspasme yang menimbul manifestasi klinis yang
akan membuat daerah paru menjadi padat (kosolidasi). Konsolidasi
paru nyebabkan meluasnya permukaan membran respirasi dan
penurunan rasio ventilasi. Kedua hal ini dapat menyebabkan
kapasitas difusi menurun dan selanjutnya terjadi hipoksemia.
(Setiadi, 2017)
WOC

Normal (system
Organisme
pertahanan) terganggu

Virus Sal. Napas bagian Stapilokokus


bawah pneumokokus

Trombus
Kuman pathogen
mencapai bronkioli Eksudat masuk
terminalis merusak sel ke alveoli
epitel bersilia, sel goblet Toksin, coagulase

Alveoli
Permukaan lapisan
Cairan edema +
pleura tertutup tebal
leukositke alveoli
Sel darah merah, eksudat thrombus vena
leukosit, pneumokokus pulmonalis
mengisi alveoli
Konsolidasi paru
Nekrosis hemoragik

Leukosit + fibrin
Kapasitas vital, mengalami konsolidasi
compliance menurun,
hemoragik

Leukositosis

Intoleransi Aktivitas

Suhu tubuh meningkat

Kekurangan Volume Cairan

Produksi sputum meningkat Abses pneumatocele


(kerusakan jaringan parut)

Ketidakefektifan
Bersihan Jalan Napas Ketidakefektifan Pola
Napas
H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut NANDA (2015), pemeriksaan penunjang pneumonia yaitu:
1. Sinar x: mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar,
bronchial dapat juga menyatakan abses).
2. Biopsi paru: untuk menetapkan diagnosa
3. Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat
mengidentifikasi semua organisme yang ada.
4. Pemeriksaan serologi: membantu dalam membedakan diagnosis
organisme khusus.
5. Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahui paru-paru
menetapkan luas berat penyakit dan membantu diagnosis
keadaan.
6. Spirometrick static: untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi.
7. Bronkostopi: untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda
asing.

I. Penatalaksanaan
Kepada penderita yang penyakitnya tidak terlalu berat, bisa
diberikan antibiotik per-oral dan tetap tinggal dirumah. Penderita
yang lebih tua dan penderita dengan sesak nafas atau dengan
penyakit jantung atau penyakit paru lainnya, harus dirawat dan
antibiotik diberikan melalui infus. Mungkin perlu diberikan oksigen
tambahan, cairan intravena dan alat bantu napas mekanik.
Kebanyakan penderita akan memberikan respon terhadap terhadap
pengobatan dan keadaannya membaik dalam waktu 2 minggu.
Penatalaksanaan umum yang dapat diberikan antara lain:
1. Oksigen 1-2L/menit
2. IVFD dekstrose 10% NaCl o,9% = 3:1 + KCl 10 mEq/ 500 ml
cairan, jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status
hidrasi.
3. Jika sesak terlalu berat, dapat dimulai makanan enteral bertahap
melalui selang nasogastrik dengan feeding drip.
4. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin
normal dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier.
Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.
BAB II

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN INTENSIF

I. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian Keperawatan Intensif
1. Pengkajian Primer
a. Airway : penilaian akan kepatenan jalan napas, meliputi pemeriksaan
mengenai adanya obstruksi jalan napas, adanya benda asing. Pada klien
yang dapat berbicara dapat dianggap jalan napas bersih. Dilakukan pula
pengkajian adanya suara napas tambahan seperti snoring.
b. Breathing : frekuensi napas, apakah ada penggunaan otot bantu
pernapasan, retraksi dinding dada, adanya sesak napas. Palpasi
pengembangan paru, auskultasi suara napas, kaji adanya suara napas
tambahan seperti ronchi, wheezing, dan kaji adanya trauma pada dada.
c. Circulation : dilakukan pengkajian tentang volume darah dan cardiac
output serta adanya perdarahan. Pengkajian juga meliputi status
hemodinamik, warna kulit, nadi.
d. Disability : nilai tingkat kesadaran, serta ukuran dan reaksi pupil.

Pengkajian 6B
1. B 1 : Breathing (Pernafasan/Respirasi)
Yang perlu diperhatikan dalam breating yaitu :
a. Pola napas : Dinilai kecepatan, irama, dan kualitas.
b. Bunyi napas: Bunyi napas normal; Vesikuler, broncho vesikuler.
c. Penurunan atau hilangnya bunyi napas dapat menunjukan adanya
atelektasis, pnemotorak atau fibrosis pada pleura.
d. Rales (merupakan tanda awal adanya CHF. emphysema) merupakan
bunyi yang dihasilkan oleh aliran udara yang melalui sekresi di dalam
trakeobronkial dan alveoli.
e. Ronchi (dapat terjadi akibat penurunan diameter saluran napas dan
peningkatan usaha napas)
f. Bentuk dada : Perubahan diameter anterior – posterior (AP) menunjukan
adanya COPD
g. Ekspansi dada : Dinilai penuh / tidak penuh, dan kesimetrisannya.
h. Ketidaksimetrisan mungkin menunjukan adanya atelektasis, lesi pada
paru, obstruksi pada bronkus, fraktur tulang iga, pnemotoraks, atau
penempatan endotrakeal dan tube trakeostomi yang kurang tepat.
i. Pada observasi ekspansi dada juga perlu dinilai : Retraksi dari otot-otot
interkostal, substrernal, pernapasan abdomen, dan respirasi paradoks
(retraksi abdomen saat inspirasi). Pola napas ini dapat terjadi jika otot-
otot interkostal tidak mampu menggerakan dinding dada.
j. Sputum. Sputum yang keluar harus dinilai warnanya, jumlah dan
konsistensinya. Mukoid sputum biasa terjadi pada bronkitis kronik dan
astma bronkiale; sputum yang purulen (kuning hijau) biasa terjadi pada
pnemonia, brokhiektasis, brokhitis akut; sputum yang mengandung darah
dapat menunjukan adanya edema paru, TBC, dan kanker paru.
k. Selang oksigen. Endotrakeal tube, Nasopharingeal tube, diperhatikan
panjangnya tube yang berada di luar.
l. Parameter pada ventilator. Volume Tidal Normal : 10 – 15 cc/kg BB.
Perubahan pada uduma fidal menunjukan adanya perubahan status
ventilasi penurunan volume tidal secara mendadak menunjukan adanya
penurunan ventilasi alveolar, yang akan meningkat PCO2. Sedangkan
peningkatan volume tidal secara mendadak menunjukan adanya
peningkatan ventilasi alveolar yang akan menurunkan PCO2.

2. B 2 : Bleeding (Kardiovaskuler / Sirkulasi)


Yang perlu diperhatikan dalam Bleeding yaitu :
a. Irama jantung : Frekuensi ..x/m, reguler atau irregular
b. Ada Distensi Vena Jugularis tidak
c. Tekanan Darah : Hipotensi dapat terjadi akibat dari penggunaan ventilator
d. Bunyi jantung : Dihasilkan oleh aktifitas katup jantung
e. S1 : Terdengar saat kontraksi jantung / sistol ventrikel. Terjadi akibat
penutupan katup mitral dan trikuspid.
f. S2 : Terdengar saat akhir kotraksi ventrikel. Terjadi akibat penutupan
katup pulmonal dan katup aorta.
g. S3 : Dikenal dengan ventrikuler gallop, manandakan adanya dilatasi
ventrikel.
h. Murmur : terdengar akibat adanya arus turbulansi darah. Biasanya
terdengar pada pasien gangguan katup atau CHF.
i. Pengisian kapiler : normal kurang dari 3 detik
j. Nadi perifer : ada / tidak dan kualitasnya harus diperiksa. Aritmia dapat
terjadi akibat adanya hipoksia miokardial.
k. PMI (Point of Maximal Impuls): Diameter normal 2 cm, pada interkostal
ke lima kiri pada garis midklavikula. Pergeseran lokasi menunjukan
adanya pembesaran ventrikel pasien hipoksemia kronis.
l. Edema : Dikaji lokasi dan derajatnya
3. B 3 : Brain (Persyarafan/Neurologik)
Yang perlu diperhatikan dalam Brain yaitu :
a. Tingkat kesadaran. Penurunan tingkat kesadaran pada pasien dengan
respirator dapat terjadi akibat penurunan PCO2 yang menyebabkan
vasokontriksi cerebral. Akibatnya akan menurunkan sirkulasi
cerebral. Untuk menilai tingkat kesadaran dapat digunakan suatu skala
pengkuran yang disebut dengan Glasgow Coma Scale (GCS). GCS
memungkinkan untuk menilai secara obyektif respon pasien terhadap
lingkungan. Komponen yang dinilai adalah : Respon terbaik buka mata,
respon motorik, dan respon verbal. Nilai kesadaran pasien adalah jumlah
nilai-nilai dari ketiga komponen tersebut. Tingkat kesadaran adalah
ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap rangsangan dari
lingkungan, tingkat kesadaran dibedakan menjadi :
1) Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar
sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan
sekelilingnya..
2) Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan
dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
3) Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),
memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
4) Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih
bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu
memberi jawaban verbal.
5) Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada
respon terhadap nyeri.
6) Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon
terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek
muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).

Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan dari berbagai faktor,


termasuk perubahan dalam lingkungan kimia otak seperti keracunan,
kekurangan oksigen karena berkurangnya aliran darah ke otak, dan tekanan
berlebihan di dalam rongga tulang kepala.

Adanya defisit tingkat kesadaran memberi kesan adanya hemiparese


serebral atau sistem aktivitas reticular mengalami injuri. Penurunan tingkat
kesadaran berhubungan dengan peningkatan angka morbiditas (kecacatan) dan
mortalitas (kematian).
GCS (Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan untuk menilai
tingkat kesadaran pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak)
dengan menilai respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan. Respon
pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi membuka mata ,
bicara dan motorik. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score) dengan
rentang angka 1 – 6 tergantung responnya.

Eye (respon membuka mata) :

(4) : spontan

(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).

(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku
jari)

(1) : tidak ada respon

Verbal (respon verbal) :

(5) : orientasi baik

(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang )


disorientasi tempat dan waktu.

(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun
tidak dalam satu kalimat. Misalnya “aduh…, bapak…”)

(2) : suara tanpa arti (mengerang)

(1) : tidak ada respon

Motor (respon motorik)

(6) : mengikuti perintah

(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi


rangsang nyeri)

(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus


saat diberi rangsang nyeri)

(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki
extensi saat diberi rangsang nyeri).

(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan
jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(1) : tidak ada respon

Hasil pemeriksaan kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam symbol


E…V…M… Selanjutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi
adalah 15 yaitu E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1.

Refleks pupil

1. Reaksi terhadap cahaya (kanan dan kiri)


2. Ukuran pupil (kanan dan kiri; 2-6mm)
3.Dilatasi pupil dapat disebabkan oleh : stress/takut, cedera neurologis
penggunaan atropta, adrenalin, dan kokain. Dilatasi pupil pada pasien yang
menggunakan respirator dapat terjadi akibat hipoksia cerebral. Kontraksi
pupil dapat disebabkan oleh kerusakan batang otak, penggunaan narkotik,
heroin.

4. B 4 : Bladder (Perkemihan – Eliminasi Uri/Genitourinaria)


Yang perlu diperhatikan dalam bladder yaitu :
a. Kateter urin
b. Urine : warna, jumlah, dan karakteristik urine, termasuk berat jenis urine.
c. Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi
akibat menurunnya perfusi pada ginjal.
d. Distesi kandung kemih

5. B 5 : Bowel (Pencernaan – Eliminasi Alvi/Gastrointestinal)


Yang perlu diperhatikan dalam bowel yaitu :
a. Rongga mulut. Penilaian pada mulut adalah ada tidaknya lesi pada mulut
atau perubahan pada lidah dapat menunjukan adanya dehidarsi.
b. Bising usus. Ada atau tidaknya dan kualitas bising usus harus dikaji
sebelum melakukan palpasi abdomen. Bising usus dapat terjadi pada
paralitik ileus dan peritonitis. Lakukan observasi bising usus selama ± 2
menit. Penurunan motilitas usus dapat terjadi akibat tertelannya udara
yang berasal dari sekitar selang endotrakeal dan nasotrakeal.
c. Distensi abdomen. Dapat disebabkan oleh penumpukan cairan. Asites
dapat diketahui dengan memeriksa adanya gelombang air pada abdomen.
Distensi abdomen dapat juga terjadi akibat perdarahan yang disebabkan
karena penggunaan IPPV. Penyebab lain perdarahan saluran cerna pada
pasien dengan respirator adalah stres, hipersekresi gaster, penggunaan
steroid yang berlebihan, kurangnya terapi antasid, dan kurangnya
pemasukan makanan.
d. Nyeri. Dapat menunjukan adanya perdarahan gastrointestinal
e. Pengeluaran dari NGT : jumlah dan warnanya Mual dan muntah.

6. B 6 : Bone (Tulang – Otot – Integumen)


Yang perlu diperhatikan dalam bone yaitu :
a. Warna kulit, suhu, kelembaban, dan turgor kulit. Adanya perubahan
warna kulit; warna kebiruan menunjukan adanya sianosis (ujung kuku,
ekstremitas, telinga, hidung, bibir dan membran mukosa). Pucat pada
wajah dan membran mukosa dapat berhubungan dengan rendahnya kadar
haemoglobin atau shok. Pucat, sianosis pada pasien yang menggunakan
ventilator dapat terjadi akibat adanya hipoksemia. Jaundice (warna
kuning) pada pasien yang menggunakan respirator dapat terjadi
akibatpenurunan aliran darah portal akibat dari penggunaan FRC dalam
jangka waktu lama. Pada pasien dengan kulit gelap, perubahan warna
tersebut tidak begitu jelas terlihat,. Warna kemerahan pada kulit dapat
menunjukan adanya demam, infeksi. Pada pasien yang menggunkan
ventilator, infeksi dapat terjadi akibat gangguan pembersihan jalan napas
dan suktion yang tidak steril.
b. Integritas kuli. Perlu dikaji adanya lesi, dan dekubitus

2. Pengkajian Sekunder
a. Identitas
1) Identitas klien.
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register,
diagnose medis, dan status pernikahan.
2) Identitas penanggung jawab klien.
Identitas penanggung jawab klien meliputi nama, umur, jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam
MRS, nomor register, status pernikahan, dan hubungan dengan klien.
b. Riwayat Kesehatan
1) Alasan utama masuk rumah sakit.
Alasan atau keluhan pasien saat masuk rumah sakit, dari kapan pasien
sudah merasakan sakit yang dialami.
2) Keluhan utama
Keluhan utama merupakan keluhan yang paling utama, hanya ada satu
keluhan yang paling menganggu pasien atau mengancam nyawa
pasien.
3) Riwayat kesehatan sekarang.
Penyakit yang dirasakan oleh pasien pada saat pasien datang kerumah
sakit. Pada pasien dengan sinusitis biasanya mengeluh nyeri saat BAK
atau susah untuk BAK.
4) Riwayat kesehatan dahulu.
Riwayat penyakit yang dulu pernah di derita oleh pasien. Misalnya
adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia,
dan lain-lain.
5) Riwayat kesehatan keluarga.
Riwayat penyakit yang mungkin pernah diderita oleh keluarga pasien.
6) Riwayat alergi.
Riwayat alergi merupakan apakah pasien ada alergi terhadap makanan
tertentu atau tidak.
c. Genogram
Adanya genogram untuk mengetahui garis keturunan dari pasien, agar
mengetahui informasi bilamana ada penyakit keturunan pada keluarga
pasien.
d. Pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan management
Pola ini menjelaskan bagaimana klien mengatasi penyakitnya, cara klien
memandang penyakitnya dan pemeliharaan kesehatannya.
2) Pola nutrisi dan metabolik
Pola ini menjelaskan bagaimana makan dan minum klien, meliputi
frekuensi, jenis makanan dan minuman klien serta gangguan yang terjadi
pada pemenuhan nutrisi klien seperti mual dan muntah. Pada penderita
sinusitis biasanya nafsu makan berkurang karena terjadi gangguan pada
hidung.
3) Pola eliminasi
Pola ini menjelaskan bagaimanan pola eliminasi klien, intensitas,
konsentrasi, warna dan bau dari BAK dan BAB pasien. Khususnya pada
pasien yang mengalami batu ureter akan lebih banyak mengalami
gangguan pada saluran perkemihannya.
4) Pola aktivitas dan latihan
Pola ini menjelaskan tentang sejauh mana kemandirian klien dalam
melakukan aktivitas sehari-hari.
5) Pola kognitif dan perceptual
Pola ini menjelaskan tentang persepsi sensori dan kognitif pasien. Pola
persepsi sensori meliputi pengkajian fungsi penglihatan, pendengaran,
perasaan, pembau dan kompensasinya terhadap tubuh. Sedangkan
kognitif meliputi daya ingat pasien, orientasi terhadap waktu, tempat, dan
nama orang. Biasanya pada penderita.
6) Pola istirahat dan tidur
Pola ini menjelaskan tentang pola istirahat dan tidur pasien, jumlah jam
tidur pada siang dan malam, masalah selama tidur, insomnia atau mimpi
buruk.
7) Pola konsep diri dan persepsi
Pola ini menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi tentang
kemampuan meliputi gambaran diri, harga diri, peran, identitas dan ide
diri sendiri.
8) Pola peran dan hubungan
Pola ini menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien
terhadap anggota keluarga dan masyarakat di sekitar tempat tinggal klien.
9) Pola reproduksi dan seksual
Pola ini menjelaskan tentang bagaimana keadaan system reproduksi dan
seksual klien.
10) Pola koping dan toleransi
Pola ini menggambarkan kemampuan pasien untuk menangani stress dan
bagaimana cara klien menghadapi dan menyelesaikan masalah yang
dihadapi.
11) Pola nilai dan keyakinan
Pola ini menjelaskan tentang bagaimana cara klien melakukan ibadah.
Biasanya pasien yang menderita anemia tidak mengalam gangguan pada
ibadahnya karena tidak ada organ tubuhnya yang rusak atau tidak
berfungsi hanya saja penderita mengalami kelemahan dan keletihan.

B. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan inflamasi dan
obstruksi jalan napas.
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan abses pneumatocele
(kerusakan jaringan parut).
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake oral tidak adekuat,
takipneu, demam.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan isolasi respirator.
C. Intervensi

NO DIAGNOSA/MASALAH KOLABORASI TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)


1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas NOC NIC
Definisi: ketidakmampuan membersihkan 1. Status pernapasan: kepatenan jalan 1. Manajemen jalan napas
sekresi atau obstruksi dari saluran napas napas. a. Buka jalan nafas dengan tehnik chin lift atau
untuk mempertahankan bersihan jalan nafas. a. Frekuensi pernafasan (5) tidak ada jaw thrust, sebagai mana mestinya.
Batasan Karakteristik: deviasi dari kisaran normal. b. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
1. Batuk yang tidak efektif b. Irama pernafasan (5) tidak ada deviasi ventilasi.
2. Dispnea dari kisaran normal. c. Identifikasi kebutuhan actual/potensial pasien
3. Gelisah c. Kedalaman inspirasi (5) tidak ada untuk memasukkan alat membuka jalan nafas.
4. Kesulitan verbalisasi deviasi dari kisaran normal. d. Masukka alat NPA atau OPA sebagaimana
5. Mata terbuka lebar d. Kemampuan untuk mengeluarkan mestinya.
6. Ortopnea secret (5) tidak ada deviasi dari kisaran e. Lakukan fisioterapi dada,sebagaimana
7. Penurunan bunyi nafas normal. mestinya
8. Perubahan frekuensi nafas e. Suara nafas tambahan (5) tidak ada. f. Buang secret dengan memotivasi pasien untuk
9. Perubahan pola nafas f. Pernafasan cuping hidung (5) tidak melakukan batuk atau menyedot lendir
10. Sianosis ada. g. Motivasi klien untuk bernafas pelan, dalam,
11. Sputum dalam jumlah yang berlebih g. Penggunaan otot bantu nafas (5) tidak berputar dan batuk.
12. Suara napas tambahan ada. h. Instruksikan bagaimana agar bisa melakukan
13. Tidak ada batuk h. Batuk (5) tidak ada. batuk efektif
Faktor yang berhubungan i. Austkultasi suara nafas, catat area yang
Lingkungan ventilasinya menurun atau tidak ada dan
1. Perokok adanya suara nafas tambahan
2. Perokok pasif j. Lakukan penyedotan melalui eudotrakea atau
3. Terpajan asap nasotrakea sebagaimana mestinya
Obstruksi jalan nafas k. Kelola pemberian bronkodilator sebagaimana
1. Adanya jalan napas buatan mestinya
2. Benda asing dalam jalan napas l. Ajarkan pasien bagaimana menggunakan
3. Eksudat dalam alveoli inhaler sesuai resep sebagaimana mestinya
4. Hyperplasia pada dinding bronkus m. Kelola pengobatan aerosol sebagaimana
5. Mucus berlebih mestinya
6. Penyakit paru obstruktif kronis n. Kelola nebulizer ultrasonic sebagaimana
7. Sekresi yang tertahan mestinnya
8. Spasme jalan napas o. Monitor status pernafasan dan oksigen
Fisiologi sebagaimana mestinya.
1. Asma 2. Terapi oksigen
2. Disfungsi neuromuscular a. Bersihkan mulut, hidung, dan skresi trakea
3. Infeksi dengan tepat
4. Jalan napas alergik b. Batasi merokok
c. Pertahankan kepatenan jalan nafas
d. Siapkan peralatan oksigen dan berikan melalui
sistem humidifier
e. Berikan oksigen tambahan seperti yang
diperintahkan
f. Monitor aliran oksigen
g. Monitor efektifitas terapi oksigen (misalnya
tekanan oksimetri, ABGs) dengan tepat
h. Pastikan penggantian masker oksigen/kanul
nasal setiap penggantian perangkat
i. Amati tanda-tanda hipoventilasi induksi
oksigen
j. Pantau adanya tanda-tanda keracunan oksigen
k. Konsultasikan dengan tenaga kesehatan lain
mengenai penggunaan oksigen tambahan
selama kegiatan/tidur.
3. Monitor pernafasan`
a. Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan
kesulitan bernafas
b. Catat pergerakan dada, ketidaksimetrisan,
penggunaan otot bantu nafas, dan retraksi pada
otot supraclavikula dan intercostal
c. Monitor suara nafas tambahan seperti ngorok
dan mengi
d. Monitor pola nafas (misalnya bradipneu,
takipneu, hiperventilasi, pernafasan kusmaul,
pernafasan 1:1, apneustik, respirasi biot, dan
pola ataxic)
e. Auskulatasi suara nafas, catat area dimana
dimana terjadi penurunan atau tidak adanya
ventilasi dan keberadaan suara nafas tambahan
f. Berikan bantuan resusitasi jika diperlukan
g. Berikan bantuan nafas jika diperlukan
(misalnya nebulizer).
2. Ketidakefektifan pola nafas NOC NIC
Definisi : inspirasi atau ekspirasi yang tidak 1. Respon penyapihan Ventilasi 1. Manajemen jalan napas
memberikan ventilasi kuat. Mekanik: Dewasa a. Buka jalan nafas dengan tehnik chin lift atau
Batasan karakteristik: a. Tingkat pernafasan spontan (5) jaw thrust, sebagai mana mestinya.
1. Bradipnea tidak ada deviasi dari kisaran b. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
2. Dyspnea normal. ventilasi.
3. Fase ekspirasi memanjang b. Irama pernafasan spontan (5) tidak c. Identifikasi kebutuhan actual/potensial pasien
4. Penggunaan otot bantu pernafasan ada deviasi dari kisaran normal. untuk memasukkan alat membuka jalan nafas.
5. Peningkatan diameter anterior – c. Kedalaman pernafasan spontan (5) d. Masukka alat NPA atau OPA sebagaimana
posterior tidak ada deviasi dari kisaran mestinya.
6. Takipnea normal. e. Lakukan fisioterapi dada,sebagaimana
Factor yang berhubungan dengan: d. Saturasi oksigen (5) tidak ada mestinya
1. Ansietas deviasi dari kisaran normal. f. Buang secret dengan memotivasi pasien untuk
2. Hiperventilasi e. Kapasitas vital (5) tidak ada deviasi melakukan batuk atau menyedot lendir
3. Cedera medulla spinalis dari kisaran normal. g. Motivasi klien untuk bernafas pelan, dalam,
4. Imaturitas neurologis f. Volume tidal (5) tidak ada deviasi berputar dan batuk.
5. Keletihan dari kisaran normal. h. Instruksikan bagaimana agar bisa melakukan
6. Dformitas dinding dada g. Suara nafas tambahan (5) tidak ada. batuk efektif
7. Deformitas tulang 2. Status Pernafasan i. Austkultasi suara nafas, catat area yang
8. Keletihan otot pernafasan a. Status pernafasan (5) tidak ada ventilasinya menurun atau tidak ada dan
9. Obesitas deviasi dari kisaran normal. adanya suara nafas tambahan
b. Irama pernafasan (5) tidak ada j. Lakukan penyedotan melalui eudotrakea atau
deviasi dari kisaran normal. nasotrakea sebagaimana mestinya
c. Kedalam inspirasi (5) tidak ada k. Kelola pemberian bronkodilator sebagaimana
deviasi dari kisaran normal. mestinya
d. Suara auskultasi nafas (5) tidak ada l. Ajarkan pasien bagaimana menggunakan
deviasi dari kisaran normal. inhaler sesuai resep sebagaimana mestinya
e. Kepatenan jalan nafas (5) tidak ada m. Kelola pengobatan aerosol sebagaimana
deviasi dari kisaran normal. mestinya
3. Status Pernafasan : Ventilasi n. Kelola nebulizer ultrasonic sebagaimana
a. Frekuensi pernafsan (5) tidak ada mestinnya
deviasi dari kisaran normal. Monitor status pernafasan dan oksigen
b. Suara perkusi nafas (5) tidak ada sebagaimana mestinya.
deviasi dari kisaran normal.
c. Penggunaan otot bantu nafas (5) 2. Manajemen Jalan Nafas Buatan
tidak ada. a. Selalu mencuci tangan
d. Retraksi dinding dada (5) tidak ada. b. Menggunakan alat perlindungan diri
e. Taktil fremitus (5) tidak ada. c. Memberikan OPA atau alat bantu gigit untuk
mencegah tergigitnya ETT dengan cara yang
tepat
d. Menyediakan sistem hidrasi yang adekuat
melalui oral maupun pemberian cairan
intravenalakukan fisioterapi dada jika
diperlukan
e. Tinggikan kepala sama dengan atau lebih besar
dari 30 derajat atau bantu pasien untuk duduk
di kursi selama pemberian makan dengan cara
yang tepat.
3. Terapi oksigen
a. Bersihkan mulut, hidung, dan skresi trakea
dengan tepat
b. Batasi merokok
c. Pertahankan kepatenan jalan nafas
d. Siapkan peralatan oksigen dan berikan melalui
sistem humidifier
e. Berikan oksigen tambahan seperti yang
diperintahkan
f. Monitor aliran oksigen
g. Monitor efektifitas terapi oksigen (misalnya
tekanan oksimetri, ABGs) dengan tepat
h. Pastikan penggantian masker oksigen/kanul
nasal setiap penggantian perangkat
i. Amati tanda-tanda hipoventilasi induksi
oksigen
j. Pantau adanya tanda-tanda keracunan oksigen
k. Konsultasikan dengan tenaga kesehatan lain
mengenai penggunaan oksigen tambahan
selama kegiatan/tidur.

4. Monitor pernafasan
a. Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan
kesulitan bernafas
b. Catat pergerakan dada, ketidaksimetrisan,
penggunaan otot bantu nafas, dan retraksi pada
otot supraclavikula dan intercostal
c. Monitor suara nafas tambahan seperti ngorok
dan mengi
d. Monitor pola nafas (misalnya bradipneu,
takipneu, hiperventilasi, pernafasan kusmaul,
pernafasan 1:1, apneustik, respirasi biot, dan
pola ataxic)
e. Auskulatasi suara nafas, catat area dimana
dimana terjadi penurunan atau tidak adanya
ventilasi dan keberadaan suara nafas tambahan
f. Berikan bantuan resusitasi jika diperlukan
g. Berikan bantuan nafas jika diperlukan
(misalnya nebulizer).
3. Kekurangan volume cairan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1. Manajemen cairan
Definisi : penurunan cairan intravaskuler, … x 24 jam diharapkan kebutuhan cairan a. Timbang BB setiap hari dan monitor status
interstisial, dan/atau intraselular. Ini mengacu pasien cukup. pasien
pada dehidrasi, kehilangan cairan saja tanpa Kriteria hasil : b. Jaga intake/asupan yang akurat dan catat
perubahan kadar natrium. 1. Keseimbangan cairan output (pasien)
Batasan karakteristik : a. Tekanan darah (5) tidak terganggu c. Masukkan kateter urin
1. Haus b. Denyut nadi radial (5) tidak d. Monitor status hidrasi (misalnya, membrane
2. Kelemahan terganggu mukosa lembab, denyut nadi adekuat, dan TD
3. Kulit kering c. Keseimbangan intake dan output ortostatik)
4. Membran mukosa kering dalam 24 jam (5) tidak terganggu e. Monitor hasil laboratorium yang relefan
5. Peningkatan frekuensi nadi d. Berat badan stabil (5) tidak terganggu dengan retensi cairan (misalnya, peningkatan
6. Peningkatan hematokrit e. Turgor kulit (5) tidak terganggu berat jenis, peningkatan BUN, penurunan
7. Peningkatan konsentrasi urin f. Kelembaban membrane mukosa (5) hematocrit, dan peningkatan kadar osmolalitas
8. Peningkatan suhu tubuh tidak terganggu. urin)
9. Penurunan BB tiba-tiba f. Monitor status hemodinamik, termasuk CVP,
10. Penurunan haluran urin 2. Hidrasi MAP, PAP, dan PCWP, jika ada
11. Penurunan pengisian vena a. Turgor kulit (5) tidak terganggu. g. Monitor tanda-tanda vital pasien
12. Penurunan tekanan darah b. membran mukosa lembab (5) tidak h. Monitor indikasi kelebihan cairan atau retensi
13. Penurunan turgor kulit terganggu. (misalnya, crackles, elevasi CPV atau tekanan
14. Penurunan turgor lidah c. Intake cairan (5) tidak terganggu. kapiler paru yang terganjal, edema, distensi
15. Penurunan volume nadi d. Output urin (5) tidak terganggu. vena leher, dan ascites)
16. Perubahan status mental e. Perfusi jaringan(5) tidak terganggu. i. Monitor perubahan BB pasien sebelum dan
Faktor yang berhubungan : f. Haus (5) tidak ada. sesudah HD
1. Kegagalan mekanisme regulasi g. Nadi cepat dan lemah (5) tidak ada. j. Kaji lokasi dan luasnya edema, jika ada
2. Kehilangan cairan aktif h. Kehilangan BB (5) tidak ada. k. Konsultasikan dengan dokter jika tanda-tanda
dan gejala kelebihan volume cairan menetap
atau memburuk.
2. Monitor cairan
a. Tentukan jumlah dan jenis intake asupan
cairan serta kebiasaan eliminasi
b. Tentukan factor resiko yang mungkin
menyebabkan ketidak seimbangan cairan (
musal : kehilangan albumin, luka bakar,
hipertermi, infeksi, paska oprasi, diare, dan
muntah)
c. Periksa turgor kulit dengan memegang jaringa
sekitar tulang
d. Monitor berat badan
e. Monitor asupan dan pengeluaran
f. Monitor nilai kadar serum dan elektrolit urin
g. Monitor tekanan darah, denyut nadi, dan status
pernafasan
h. Monitor membrane mukosa, turgor kulit dan
respon haus
Cek grafik asupan dan pengeluaran secara
berkala untuk memastikan pemberian layanan
yang baik.
3. Manajemen hipovolemi
a. Timbang BB setiap hari dengan waktu yang
tetap/sama
b. Monitor pola pernafasan untuk mengetahui
adanya gejala edema fulmonar (misalnya,
cemas, sesak nafas, ortopnea, dysnea,
takipnea, batuk, produksi sputum kental dan
nafas pendek)
c. Monitor suara paru abnormal
d. Monitor suara jantung abnormal
e. Monitor distensi pena jugularis
f. Monitor adanya efek pengobatan yang
berlebihan (misalnya, dehidrasi, hipotensi,
takikardi, hypokalemia)
g. Berikan infus IV (misalnya, cairan, produk
darah) secara perlahan untuk mencegah
peningkatan preload yang cepat
h. Batasi intake cairan bebas pada pasien dengan
hyponatremia dilusi
i. Instruksikan pasien dan keluarga penggunaan
catatan asupan dan output, sesuai kebutuhan
j. Instruksikan pasien dan keluarga mengenai
interpensi yang direncanakan untuk
menangani hipervolemia
k. Batasi asupan natrium, sesuai indikasi.
4. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1. Perawatan jantung rehabilitasi
Definisi : ketidakcukupan energy psikologis ….x24jam diharapankan pasien dapat a. Monitor toleransi pasien terhadap aktivitas
atau fisiologis untuk mempertahankan atau melakukan aktivitas secara mandiri. b. Pertahankan jadwal ambulasi, sesuai toleransi
menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari – Kriteria hasil : pasien
hari yang harus dilakukan. 1. Toleransi terhadap aktivitas c. Instruksikan kepada pasien dan keluarga
Batasan karakteristik : a. Saturasi oksigen ketika beraktivitas mengenai modifikasi faktor resiko jantung
1. Dyspnea setelah beraktivitas (5) tidak terganggu. (misalnya kebiasaan merokok, diet dan
2. Keletihan b. Frekuensi nadi ketika berktivitas (5) olahraga) sebagaimana mestinya.
3. Ketidaknyamanan setelah tidak terganggu. d. Instruksikan pasien dan keluarga mengenai
beraktivitas c. Frekuensi pernafasan ketika pertimbangan khusus terkait aktivitas sehari-
4. Perubahan elekrokardiogram(EKG) beraktivitas (5) tidak terganggu. hari (misalnya pembatasan aktivitas dan
5. Respons frekuensi jantung abnormal d. Kemudahan bernafas ketika meluangkan waktu istirahat) jika memang
terhadap aktivitas beraktivitas (5) tidak terganggu. tepat.
6. Respons tekanan darah abnormal e. Hasil EKG (5) tidak terganggu.
terhadap aktivitas f. Kemudahan dalam melakukan 1. Manajemen energy
Factor yang berhubungan: aktivitas hidup harian (5) tidak a. Kaji status fisiologis pasien yang menyebabkan
1. Gaya hidup kurang gerak terganggu. kelelahan sesuai dengan konteks usia dan
2. Imobilitas 2. Daya tahan perkembangan
3. Ketidakseimbangan antara suplai dan a. Melakukan aktivitas rutin (5) tidak b. Tentukan jenis dan banyaknya aktivitas yang
kebutuhan oksigen terganggu. dibutuhkan untuk menjaga ketahanan
4. Tirah baring b. Aktivitas fisik (5) tidak terganggu. c. Monitor intake/asupan nutrisi untuk
c. Daya tahan otot (5) tidak mengetahui sumber energy yang
terganggu. adekuatkonsultasikan dengan ahli gizi
d. Oksigen darah ketika beraktivitas mengenai cara meningkatkan asupan energy
(5) tidak terganggu. dari makanan
e. Kelelahan (5) tidak ada. d. Instruksikan pasien/SO untuk mrngrnali tanda
3. Energy Psikomotor dan gejala kelelahan yang memerlukan
a. Menunjukan efek yang sesuai pengurangan aktivitas
dengan situasi (5) secara konsisten e. Ajarkan pasien/SO untuk menghubungi tenaga
menunjukkan. kesehatan jika tanda dan gejala kelelahan tidak
b. Menunjukkan konsentrasi (5) berkurang.
secara konsisten menunjukkan. 2. Bantuan Perawatan Diri
c. Menjaga kebersihan dan tampilan a. Pertimbangkan usia pasien ketika
personal (5) secara konsisten meningkatkan aktivitas perawatan diri
menunjukkan. b. Monitor kemampuan perawatan diri secara
d. Menunjukkan nafsu makan yang mandiri
normal (5) secara konsisten c. Berikan lingkungan yang terapeutik dengan
menunjukkan. memastikan (lingkungan) yang hangat, santai,
e. Menunjukkan tingkat energi yang tertutup, dan berdasarkan pengalaman individu
stabil (5) secara konsisten d. Berikan bantuan sampai pasien mampu
menunjukkan. melakukan perawatan diri sendiri
e. Bantu pasien menerima kebutuhan pasien
terkait dengan kondisi ketergantungannya
f. Dorong pasien untuk melakukan aktivitas
normal sehari-hari sampai batas kemampuan
g. Dorong kemampuan pasien, tapi bantu ketika
pasien tak mampu melakukannya
h. Ciptakan rutinitas aktivitas perawatan diri.
D. Evaluasi
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
inflamasi dan obstruksi jalan napas.
Kriteria evaluasi:
1) Status pernapasan: kepatenan jalan napas.
i. Frekuensi pernafasan (5) tidak ada deviasi dari kisaran
normal.
j. Irama pernafasan (5) tidak ada deviasi dari kisaran normal.
k. Kedalaman inspirasi (5) tidak ada deviasi dari kisaran
normal.
l. Kemampuan untuk mengeluarkan secret (5) tidak ada
deviasi dari kisaran normal.
m. Suara nafas tambahan (5) tidak ada.
n. Pernafasan cuping hidung (5) tidak ada.
o. Penggunaan otot bantu nafas (5) tidak ada.
p. Batuk (5) tidak ada.

2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan abses


pneumatocele (kerusakan jaringan parut).
Kriteria evaluasi:
1) Respon penyapihan Ventilasi Mekanik: Dewasa
h. Tingkat pernafasan spontan (5) tidak ada deviasi dari
kisaran normal.
i. Irama pernafasan spontan (5) tidak ada deviasi dari kisaran
normal.
j. Kedalaman pernafasan spontan (5) tidak ada deviasi dari
kisaran normal.
k. Saturasi oksigen (5) tidak ada deviasi dari kisaran normal.
l. Kapasitas vital (5) tidak ada deviasi dari kisaran normal.
m. Volume tidal (5) tidak ada deviasi dari kisaran normal.
n. Suara nafas tambahan (5) tidak ada.
2) Status Pernafasan
f. Status pernafasan (5) tidak ada deviasi dari kisaran normal.
g. Irama pernafasan (5) tidak ada deviasi dari kisaran normal.
h. Kedalam inspirasi (5) tidak ada deviasi dari kisaran
normal.
i. Suara auskultasi nafas (5) tidak ada deviasi dari kisaran
normal.
j. Kepatenan jalan nafas (5) tidak ada deviasi dari kisaran
normal.
3) Status Pernafasan : Ventilasi
f. Frekuensi pernafsan (5) tidak ada deviasi dari kisaran
normal.
g. Suara perkusi nafas (5) tidak ada deviasi dari kisaran
normal.
h. Penggunaan otot bantu nafas (5) tidak ada.
i. Retraksi dinding dada (5) tidak ada.
j. Taktil fremitus (5) tidak ada.
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake oral tidak
adekuat, takipneu, demam.
Kriteria evaluasi:
1) Keseimbangan cairan
g. Tekanan darah (5) tidak terganggu
h. Denyut nadi radial (5) tidak terganggu
i. Keseimbangan intake dan output dalam 24 jam (5) tidak
terganggu
j. Berat badan stabil (5) tidak terganggu
k. Turgor kulit (5) tidak terganggu
l. Kelembaban membrane mukosa (5) tidak terganggu.
2) Hidrasi
i. Turgor kulit (5) tidak terganggu.
j. membran mukosa lembab (5) tidak terganggu.
k. Intake cairan (5) tidak terganggu.
l. Output urin (5) tidak terganggu.
m. Perfusi jaringan(5) tidak terganggu.
n. Haus (5) tidak ada.
o. Nadi cepat dan lemah (5) tidak ada.
p. Kehilangan BB (5) tidak ada.

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan isolasi respirator.


Kriteria evaluasi:
1) Toleransi terhadap aktivitas
g. Saturasi oksigen ketika beraktivitas (5) tidak terganggu.
h. Frekuensi nadi ketika berktivitas (5) tidak terganggu.
i. Frekuensi pernafasan ketika beraktivitas (5) tidak
terganggu.
j. Kemudahan bernafas ketika beraktivitas (5) tidak
terganggu.
k. Hasil EKG (5) tidak terganggu.
l. Kemudahan dalam melakukan aktivitas hidup harian (5)
tidak terganggu.
2) Daya tahan
f. Melakukan aktivitas rutin (5) tidak terganggu.
g. Aktivitas fisik (5) tidak terganggu.
h. Daya tahan otot (5) tidak terganggu.
i. Oksigen darah ketika beraktivitas (5) tidak terganggu.
j. Kelelahan (5) tidak ada.
3) Energy Psikomotor
f. Menunjukan efek yang sesuai dengan situasi (5) secara
konsisten menunjukkan.
g. Menunjukkan konsentrasi (5) secara konsisten
menunjukkan.
h. Menjaga kebersihan dan tampilan personal (5) secara
konsisten menunjukkan.
i. Menunjukkan nafsu makan yang normal (5) secara
konsisten menunjukkan.
j. Menunjukkan tingkat energi yang stabil (5) secara
konsisten menunjukkan.
DAFTAR PUSTAKA

Djojodibroto, D., 2019. Respirologi ( Respiratory Medicine). Jakarta: EGC

Evelyn C. Pearce. 2018. Anatomi dan fisiologi untuk para medis. Jakarta: PT
Gramedia

Gloria, Howard, Joanne & Cheryl.2016.Nursing Interventions Classification


(NIC). CV Mocomedia.

Huda Nuarif, Amin, dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis NANDA NIC NOC. Medication Publishing:
Yogyakarta.

Rendy, M. Clevo & Margareth. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah


Penyakit Dalam. Yogyakarta: NuhaMedika.

Setiadi. 2007. Anatomi fisiologi manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu

Sue Moorhead, Marion, Meridien & Elizabeth.2016.Nursing Outcome


Classification (NOC).CV Mocomedia.

T.Heather & Shigemi.2015.Nanda International Inc. Nursing Diagnoses:


Definitions & Classifications 2015-2017,10th Edition.NANDA
Internasional.

Qauliyah, A. 2018. Imunisasi : Pengertian, Jenis dan Ruang Lingkup.


Available online : http://www.astaqauliyah.com. Diakses pada tanggal
4 September 2017.

Anda mungkin juga menyukai