Anda di halaman 1dari 7

Tari Pendet sendiri dulunya diciptakan oleh seorang Maestro yang berasal daridaerah Bali bernama I

Wayan Rindi pada tahun 1967. Awalnya, tari Pendet Bali merupakan tarian yang bersifat sakral dan
hanya di pentaskan di Pura pada saat ada ritual keagamaan tertentu. Tarian ini melambangkan
penyambutan atas turunnya dewata ke alam dunia. Nah, oleh seniman I Wayan Rindi seni tari ini
dirubah fungsinya, yakni menjadi kesenian yang dapat dipentaskan tidak hanya pada setiap ritual
keagamaan.

Meski dirubah fungsi seni tari ini oleh I Wayan Rindi, tari yang memakai properti salah satunya
mangkuk ini tepat memiliki spirit keagaamaan Hindu di Bali yang sakral sifatnya.

Tarian tradisional ini pada umumnya dibawakan oleh beberapa orang remaja putri yang dalam
menarikannya membawa mangkuk dari perak dimana di dalamnya diisi penuh dengan Bunga. Pada
akhir pementasan, bunga yang berada di dalam mangkuk perak itu kemudian akan di taburkan oleh
para penari kepada para penonton sebagai ucapan selamat datang. Oleh karena itu Tari Pendet
sering disebut sebagai tari penyambutan. Dan para tamu yang datang ada dari berbagai lapisan
masyarakat, mulai dari para pejabat negara sampai turis manca negara. Selain kesenian, tari Pendet
juga dikemas menjadi objek wisata bagi pemerintah daerah setempat guna menggenjot pendapatan
daerah Bali.

Pada pementasannya, Pendet dilaksanakan oleh para wanita dengan memakai pakaian adat Bali.
Para penari tidak lupa membawa bokor yang berisi canang sari, bunga-bunga dan Kwangen. Dari
sebagian penari ada yang bertugas membawa alat-alat upacara seperti: sangku, kendi dan pasepan.

Tari khas Bali ini dilakukan secara massal dan dipimpin oleh seorang pemangku (pemimpin upacara)
dengan membawa sebuah pasepan atau alat pedudusan yang diberi menyan dan dibakar. Di bagian
akhir pertujukan, para penari meletakkan saji-sajian, canang sari dan Kwangen itu pada pelinggih
dan ada juga yang menaburkan bunga kepada Bhatari sebagai suatu penghormatan. Tari ini diiringi
dengan alat musik tradisional Bali yang bernama Gamelan gong kebyar.

Tak seperti halnya tarian-tarian daerah lain yang memerlukan pelatihan intensif dan memakan
waktu lama, tari Pendet dapat ditarikan oleh semua orang, baik pria dan wanita, dewasa maupun
gadis. He he, mungkin karena mudah dibawakan menyebabkan ada negara lain yang mengklaim ya.

Tari Pendet sempat menjadi sorotan media Indonesia disebabkan tampil dalam program televisi
Enigmatic Malaysia Discovery Channel. Berdasarkan pengakuan pemerintah Malaysia, mereka tidak
bertanggung jawab atas iklan tersebut karena dibuat oleh Discovery Channel Singapura, kemudian
Discovery TV melayangkan surat permohonan maaf kepada kedua negara, dan menyatakan bahwa
jaringan televisi itu bertanggung jawab penuh atas penayangan iklan program tersebut. Atas insiden
penayangan tari Pendet tersebut, sempat memicu hubungan Indonesia dan Malaysia. Kejadian ini
terjadi pada tahun 2009 dan banyak media online yang menyiarkannya melalui sarana Komunikasi
Daring.

Iklan Tari Pendet di Malaysia (Kompas)

Tindakan negara tetangga yang mengklaim tari Pendet sebagai bagian dari budayanya amat
disesalkan keluarga Wayan Rindi. Dimasa hidupnya, seniman Bali ini memang tak berfikir untuk
mendaftarkan temuannya agar tak ditiru negara lain. Selain belum ada lembaga hak cipta, tari
daerah Bali selama ini tidak pernah di patenkan disebabkan kandungan nilai keagamaan, khususnya
Hindu yang luas dan tidak bisa dimonopoli sebagai ciptaan manusia atau bangsa tertentu. Tetapi
dengan adanya kasus, maka harus ada upaya untuk menyelamatkan warisan budaya nasional dari
tangan jahil negara lain. Jangan sampai kesenian Bali hanya tinggal nama di masa yang akan datang.

Seperti banyak diketahui, sebelumnya, negara Malaysia telah mengklaim Angklung, Reog Ponorogo,
Batik, Hombo Batu, dan Tari Folaya sebagai kesenian mereka.

Dalam perspektif pengertian sejarah menurut Moh Yamin, negara lain akan sulit mengklaim
kesenian Indonesia disebabkan bangsa Indonesia mempunyai bukti otentik yang sulit untuk
dibantah. Meski begitu, Indonesia jangan anggap ringan.

Kejadian tersebut sebaiknya menjadi pelajaran bagi bangsa Indonesia untuk terus aktif menjaga
khazanah seni dan budaya yang merupakan warisan para leluhur dari zaman dahulu. Salah satu
caranya adalah dengan melestarikannya dengan berbagai cara – cara yang konstruktif. Jika
memungkinkan semua kebudayaan Indonesia didaftarkan hak ciptanya kelembaga yang berwenang.
Tari Pendet sendiri dulunya diciptakan oleh seorang Maestro yang berasal dari daerah Bali bernama I
Wayan Rindi pada tahun 1967. Awalnya, tari Pendet Bali merupakan tarian yang bersifat sakral dan
hanya di pentaskan di Pura pada saat ada ritual keagamaan tertentu. Tarian ini melambangkan
penyambutan atas turunnya dewata ke alam dunia. Nah, oleh seniman I Wayan Rindi seni tari ini
dirubah fungsinya, yakni menjadi kesenian yang dapat dipentaskan tidak hanya pada setiap ritual
keagamaan. Meski dirubah fungsi seni tari ini oleh I Wayan Rindi, tari yang memakai properti salah
satunya mangkuk ini tepat memiliki spirit keagaamaan Hindu di Bali yang sakral sifatnya.

Tarian tradisional ini pada umumnya dibawakan oleh beberapa orang remaja putri yang dalam
menarikannya membawa mangkuk dari perak dimana di dalamnya diisi penuh dengan Bunga. Pada
akhir pementasan, bunga yang berada di dalam mangkuk perak itu kemudian akan di taburkan oleh
para penari kepada para penonton sebagai ucapan selamat datang. Oleh karena itu Tari Pendet
sering disebut sebagai tari penyambutan. Dan para tamu yang datang ada dari berbagai lapisan
masyarakat, mulai dari para pejabat negara sampai turis manca negara. Selain kesenian, tari Pendet
juga dikemas menjadi objek wisata bagi pemerintah daerah setempat guna menggenjot pendapatan
daerah Bali.

Pada pementasannya, Pendet dilaksanakan oleh para wanita dengan memakai pakaian adat Bali.
Para penari tidak lupa membawa bokor yang berisi canang sari, bunga-bunga dan Kwangen. Dari
sebagian penari ada yang bertugas membawa alat-alat upacara seperti: sangku, kendi dan pasepan.
Tari khas Bali ini dilakukan secara massal dan dipimpin oleh seorang pemangku (pemimpin upacara)
dengan membawa sebuah pasepan atau alat pedudusan yang diberi menyan dan dibakar. Di bagian
akhir pertunjukan, para penari meletakkan saji-sajian, canang sari dan Kwangen itu pada pelinggih
dan ada juga yang menaburkan bunga kepada Bhatari sebagai suatu penghormatan. Tari ini diiringi
dengan alat musik tradisional Bali yang bernama Gamelan gong kebyar.

Tari Pendet pada awalnya merupakan tari pemujaan yang banyak diperagakan dipura,
tempat ibadat umat Hindu di Bali, Indonesia. Tarian ini melambangkan penyambutan atas
turunnya dewata ke alam dunia. Lambat-laun, seiring perkembangan zaman, para seniman
Bali mengubah Pendet menjadi "ucapan selamat datang", meski tetap mengandung anasir
yang sakral-religius. Pencipta/koreografer bentuk modern tari ini adalah I Wayan Rindi (? -
1967). Pendet merupakan pernyataan dari sebuah persembahan dalam bentuk tarian
upacara. Tidak seperti halnya tarian-tarian pertunjukkan yang memerlukan pelatihan
intensif, Pendet dapat ditarikan oleh semua orang, pemangkus pria dan wanita, dewasa
maupun gadis. Tarian ini diajarkan sekedar dengan mengikuti gerakan dan jarang dilakukan
dibanjar-banjar. Para gadis muda mengikuti gerakan dari para wanita yang lebih senior yang
mengerti tanggung jawab mereka dalam memberikan contoh yang baik.
Tari putri ini memiliki pola gerak yang lebih dinamis daripada Tari Rejang yang dibawakan
secara berkelompok atau berpasangan. Biasanya ditampilkan setelah Tari Rejang di halaman
pura dan biasanya menghadap ke arah suci (pelinggih) dengan mengenakan pakaian
upacara dan masing-masing penari membawa sangku, kendi, cawan, dan perlengkapan
sesajen lainnya.
Tari Pendet merupakan tari pemujaan yang banyak diperagakan di pura. Pendet merupakan
pernyataan dari sebuah persembahan dalam bentuk tarian upacara. Tidak seperti halnya
tarian-tarian pertunjukkan yang memerlukan pelatihan intensif, Pendet dapat ditarikan oleh
semua orang, pemangkus pria dan wanita, kaum wanita dan gadis desa.
Tari yang tercipta awal tahun 70-an oleh seniman I Nyoman Kaler ini, menggambarkan
penyambutan atas turunnya Dewa-Dewi ke alam Marcapada. Tarian ini merupakan sebuah
persembahan dalam bentuk tarian upacara. Tidak seperti tarian-tarian pertunjukan yang
memerlukan pelatihan intensif, tarian ini diajarkan sekadar mengikuti gerakan. Para gadis
muda mengikuti gerakan dari para perempuan yang lebih senior.
Tari Pendet dibawakan secara berkelompok atau berpasangan, ditampilkan setelah tari
Rejang di halaman pura. Biasanya penari menghadap ke arah suci (pelinggih) mengenakan
pakaian upacara dan masing-masing penari membawa sangku, kendi, cawan dan
perlengkapan sesajen lainnya. Selain tari Pendet, di Bali ada beberapa jenis tari-tarian yang
dibawakan para gadis atau perempuan dewasa untuk kelengkapan pelaksanaan kegiatan
ritual atau upacara keagamaan. Lambat-laun, seiring perkembangan zaman, para seniman
Bali mengubah Pendet menjadi ‘ucapan selamat datang‘™. Taburan bunga disebarkan di
hadapan para tamu sebagai ungkapan selamat datang. Meski demikian, tarian ini tetap
mengandung muatan-muatan sakral dan religius. Sebagaimana Pendet, tarian ini sifatnya
feminin, karena menuntut gerakan-gerakan yang lemah gemulai seperti tarian Sanghyang
Dedari, tari Rejang, Sutri dan tari Gabor. Tarian-tarian Bali yang dipentaskan untuk
keperluan upacara keagamaan disebut tarian wali, sedang pementasan di luar pura disebut
Balih-balihan.
Sejarah tari pendet sebenarnya sudah ada sejak lama di bali. Tarian ini termasuk yang tertua
di antara tarian sejenis yang ada di pulau bali. Dari berbagai sumber yang saya temukan
tercatat bahwa tahun 1950 adalah tahun di mana terciptanya tarian pendet. Sebelumnya
tarian ini ada untuk upacara keagamaan dan ritual sejenis di bali.
Adalah dua seniman kelahiran Desa Sumertha, Denpasar bernama I Wayan Rindi dan Ni
Ketut Reneng yang menciptakan tarian ini. Merekalah yang mengubah tarian ritual ini
menjadi tarian penyambutan bagi tamu yang dilakukan empat orang penari di berbagai
tempat termasuk hotel dan tempat resmi lainnya. Pada tahun 1960-an lah tarian ini
diperkenalkan ke dunia internasional melalui suatu event internasional yaitu Asian games.
Tari pendet ini dipertunjukkan pada upacara pembukaan Asian games di Jakarta yang dibuka
oleh Presiden Soekarno. Berdasarkan fakta-fakta yang ada sebenarnya tidak ada alasan bagi
malaysia untuk mengklaim budaya asli dai Bali itu menjadi budaya miliknya. Karena sudah
sejak dahulu dunia internasional mengetahui bahwa tari pendet merupakan tarian asli dari
Bali.
Tari Pendet pada awalnya merupakan tari pemujaan yang banyak diperagakan di Pura,
sebuah tempat ibadat bagi umat Hindu di Bali, Indonesia. Tarian ini melambangkan
penyambutan atas turunnya dewata ke alam dunia. Tarian ini diciptakan oleh I Wayan Rindi.
Rindi merupakan maestro tari yang dikenal luas sebagai penggubah tari pendet sakral yang
bisa di pentaskan di pura setiap upacara keagamaan. Tari pendet juga bisa berfungsi sebagai
tari penyambutan. Lambat-laun, seiring perkembangan zaman, para seniman Bali mengubah
Pendet menjadi “tarian ucapan selamat datang”, meski tetap mengandung anasir yang
sakral-religius.
Wayan Rindi adalah penekun seni tari yang dikenal karena kemampuannya menggubah tari
dan melestarikan seni melalui pembelajaran pada generasi penerusnya. Salah satunya
terekam dalam beragam foto semasa hidupnya yang aktif mengajarkan beragam tari Bali,
termasuk tari pendet pada keturunan keluarga maupun di luar lingkungan keluarganya.
Menurut anak bungsunya, Ketut Sutapa, Wayan Rindi memodifikasi tari pendet sakral
menjadi tari pendet penyambutan yang kini diklaim Malaysia. Rindi menciptakan tari pendet
ini sekitar tahun 1950. Meski dimodifikasi, namun semua busana dan unsur gerakan tarinya
tetap mengacu pada pakem seni Bali yang dikenal khas dan dinamis.
Diyakini bahwa tari Pendet merupakan pernyataan dari sebuah persembahan dalam bentuk
tarian upacara. Tidak seperti halnya tarian-tarian pertunjukkan yang memerlukan pelatihan
intensif, Pendet dapat ditarikan oleh semua orang, pemangku pria dan wanita, dewasa
maupun gadis. Tarian ini diajarkan sekedar dengan mengikuti gerakan dan jarang dilakukan
di banjar-banjar. Para gadis muda mengikuti gerakan dari para wanita yang lebih senior yang
mengerti tanggung jawab mereka dalam memberikan contoh yang baik.
Tari putri ini memiliki pola gerak yang lebih dinamis daripada Tari Rejang yang dibawakan
secara berkelompok atau berpasangan. Biasanya ditampilkan setelah Tari Rejang di halaman
pura dan biasanya menghadap ke arah suci (pelinggih) dengan mengenakan pakaian
upacara dan masing-masing penari membawa sangku, kendi, cawan, dan perlengkapan
sesajen lainnya.
Tak seperti halnya tarian-tarian daerah lain yang memerlukan pelatihan intensif dan
memakan waktu lama, tari Pendet dapat ditarikan oleh semua orang, baik pria dan wanita,
dewasa maupun gadis. Mungkin karena mudah dibawakan menyebabkan ada negara lain
yang mengklaim ya. Tari Pendet sempat menjadi sorotan media Indonesia disebabkan
tampil dalam program televisi Enigmatic Malaysia Discovery Channel. Berdasarkan
pengakuan pemerintah Malaysia, mereka tidak bertanggung jawab atas iklan tersebut
karena dibuat oleh Discovery Channel Singapura, kemudian Discovery TV melayangkan surat
permohonan maaf kepada kedua negara, dan menyatakan bahwa jaringan televisi itu
bertanggung jawab penuh atas penayangan iklan program tersebut. Atas insiden
penayangan tari Pendet tersebut, sempat memicu hubungan Indonesia dan Malaysia.
Kejadian ini terjadi pada tahun 2009 dan banyak media online yang menyiarkannya melalui
sarana Komunikasi Daring.
Tindakan negara tetangga yang mengklaim tari Pendet sebagai bagian dari budayanya amat
disesalkan keluarga Wayan Rindi. Dimasa hidupnya, seniman Bali ini memang tak berfikir
untuk mendaftarkan temuannya agar tak ditiru negara lain. Selain belum ada lembaga hak
cipta, tari daerah Bali selama ini tidak pernah di patenkan disebabkan kandungan nilai
keagamaan, khususnya Hindu yang luas dan tidak bisa dimonopoli sebagai ciptaan manusia
atau bangsa tertentu. Tetapi dengan adanya kasus, maka harus ada upaya untuk
menyelamatkan warisan budaya nasional dari tangan jahil negara lain. Jangan sampai
kesenian Bali hanya tinggal nama di masa yang akan datang.
Seperti banyak diketahui, sebelumnya, negara Malaysia telah mengklaim Angklung, Reog
Ponorogo, Batik, Hombo Batu, dan Tari Folaya sebagai kesenian mereka. Dalam
perspektif pengertian sejarah menurut Moh Yamin, negara lain akan sulit mengklaim
kesenian Indonesia disebabkan bangsa Indonesia mempunyai bukti otentik yang sulit untuk
dibantah. Meski begitu, Indonesia jangan anggap ringan.
Kejadian tersebut sebaiknya menjadi pelajaran bagi bangsa Indonesia untuk terus aktif
menjaga khazanah seni dan budaya yang merupakan warisan para leluhur dari zaman
dahulu. Salah satu caranya adalah dengan melestarikannya dengan berbagai cara – cara
yang konstruktif. Jika memungkinkan semua kebudayaan Indonesia didaftarkan hak ciptanya
kelembaga yang berwenang.
Tindakan Malaysia yang mengklaim tari pendet sebagai bagian dari budayanya amat
disesalkan keluarga Wayan Rindi. Pada masa hidupnya, Wayan Rindi memang tak berfikir
untuk mendaftarkan temuannya agar tak ditiru negara lain. Selain belum ada lembaga hak
cipta, tari Bali selama ini tidak pernah di patenkan karena kandungan nilai spiritualnya yang
luas dan tidak bisa dimonopoli sebagai ciptaan manusia atau bangsa tertentu. Namun
dengan adanya kasus ini, Sutapa yang juga dosen tari di Institut Seni Indonesia (ISI) Bali
berharap pemerintah mulai mengambil langkah untuk menyelamatkan warisan budaya
nasional dari tangan jahil negara lain.
Siapapun yang merasa sebagai bangsa Indonesia, akan kaget mendengar bahwa tari Pendet
diklaim menjadi milik Malaysia. Menurut Prof. Dr. I Wayan Dibia MA, guru besar Institut Seni
Indonesia (ISI) Denpasar, tari Pendet digagas dua seniman kelahiran Desa Sumertha, kota
Denpasar, yakni I Wayan Rindi dan Ni Ketut Reneng. Tak lama setelah diciptakan - sekitar
tahun 1950 - oleh dua seniman Bali ini maka tari Pendet atau tari selamat datang, langsung
memasyarakat sehubungan kerap dipakai menyambut kehadiran tamu-tamu penting di
Pulau Dewata. Pada awalnya, tari Pendet hanya menampilkan empat orang penari, dan
disuguhkan kepada turis asing yang tiba di Bali atau yang sedang menginap di sejumlah
hotel. Karena cukup mengesankan, maka tari ini kemudian juga digunakan untuk
menyambut para pejabat negeri dan tamu-tamu penting negara. Setelah cukup
berkembang, di tahun 1961, I Wayan Beratha mengolah kembali tari Pendet menjadi
polanya seperti sekarang, termasuk menambahkan jumlah penari dari empat orang menjadi
lima orang. Bahkan di tahun 1962, I Wayan Beratha dan kawan-kawan menyuguhkan tari
Pendet massal dengan jumlah penari tidak kurang dari 800 orang. Tarian massal ini
ditampilkan pada upacara pembukaan Asian Games di Jakarta.
Inilah yang menjadi pertanyaan atau kebingungan kita bersama. Kita tidak mengetahui
secara pasti apa yang dijadikan dasar bagi Malaysia untuk mengklaim tari Pendet sebagai
hak milik mereka. Sepertinya tetangga/jiran kita ini selalu mencari masalah.
Mulai dari kasus Sipadan dan Ligitan (yang akhirnya dimenangkan oleh Malaysia), batik,
angklung, reog Ponorogo, dan sekarang tari Pendet. Apa yang sedang kau cari Malaysia?
Dengan dalih, banyaknya orang/suku Jawa yang tinggal di Malaysia dan membawa
budayaIndonesia ke sana, maka sepertinya Malaysia 'berhak' mengklaim batik, angklung dan
reog juga adalah milik mereka. Tapi kita tidak habis pikir, jika sebuah tarian yang asli dari
Bali juga bisa diklaim menjadi milik mereka.
Jika dengan seenaknya saja Malaysia bisa mengklaim apa-apa yang berbau Indonesia
menjadi milik mereka, maka dikhawatirkan mereka juga akan mengklaim kesenian asli
Indonesia lainnya. Saya khawatirkan, bisa-bisa tari SaMan, tari Tor Tor, tari Serampang 12,
tari Jaipong, tari Ronggeng Betawi, tari Serimpi, tari Merak, tari Kecak, tari Barong, tari
Lenso, tari Cakalele, dan lain-lain, bisa dengan seenaknya diklaim oleh Malaysia. Bahkan
mungkin saja terjadi, koteka dari Papua diklaim oleh mereka. Atau Danau Toba juga akan
diklaim. Atau yang lebih 'gila' lagi, misalnya Pulau Madura atau Candi Borobudur diklaim
milik mereka.
Tidak bisa dipungkiri, ada beberapa lahan bisnis di Indonesia yang kini sudah dimiliki
Malaysia, misalnya perkebunan kelapa sawit, bisnis perbankan, bisnis telekomunikasi, dan
lain-lain. Tapi bukan berarti apa yang sudah menjadi warisan (heritage) budaya dan seni di
Indonesia serta merta dapat diklaim seenak udel. Apa tanggapan Malaysia jika kita juga
mengklaim warisan budaya dan seni mereka adalah milik kita. Sebagai tetangga sudah
selayaknya kita bersahabat, saling mendukung, bukan mencari masalah. Apalagi kita satu
rumpun.
Kejadian ini juga diharapkan menjadi koreksi bagi Pemerintah, bahwa untuk segera
mengklaim semua warisan budaya, seni, makanan serta karya anak bangsa lainnya, yang
berasal dari Indonesia. Jangan setelah ada klaim dari negara lain, baru kita ribut, seperti
orang yang kebakaran jenggot. Kalau tidak ada tindakan yang nyata dari Pemerintah
Indonesia, jangan heran satu per satu warisan tersebut akan berpindah tangan.

Anda mungkin juga menyukai