Anda di halaman 1dari 78

TINJAUAN SOSIOLOGIS TERHADAP PEMBERIAN WARISAN

MENURUT HUKUM ADAT DESA BAJO


DI KABUPATEN BOALEMO

SKRIPSI
(Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir Skripsi Fakultas Hukum jurusan Ilmu
Hukum)

OLEH :
DWI VALENTIN EVERLY AMRAIN
1011416187

FAKULTAS HUKUM
JURUSAN ILMU HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2020
i
iii
ABSTRAK

Dwi Valentin Everly Amrain, Nim 1011416187. Tinjauan Sosiologis Terhadap


Pemberian Warisan Menurut Masyarakat Adat Desa Bajo di Kabupaten Boalemo.
Dibimbing oleh pembimbing I : Nur. Mohamad Kasim, S.Ag, M.H dan pembimbing
II : Dolot Alhasni Bakung, S.H, M.H. jurusan ilmu hukum Fakultas Hukum
Universitas Negeri Gorontalo

Tujuan peneliti adalah Untuk mengetahui Bagaiman pembagian Warisan


menurut Masyarakat Adat dan Untuk mengetahui upaya hukum seperti apa yang di
tempuh dalam menyelesaian sengketa akibat pembagian warisan menurut Masyarakat
Adat Desa Bajo di Kabupaten Boalemo.
Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah jenis Penelitian hukum
sosiologis atau empiris, dengan mengamati proses pemberian warisan menurut
masyarakat adat di desa Bajo Peneliti juga menggunakan dua sumber data yakni
sumber data primer dan sumber data sekunder.
Berdasarkan hasil penelitian: Pertama, Pembagian warisan menurut Hukum
Adat Desa Bajo di Kabupaten Boalemo mengacu pada Hukum Adat atau kebiasaan
dari Desa bajo yaitu dengan Musyawarah Mufakat yang sudah menjadi tradisi terun-
temurun dari zaman dahulu. Pembagian harta waris secara musyawarah lebih
didasarkan pada perasaan bahwa besarnya bagian dengan sama-rata dan
penyelesaiannya dilakukan di tingkat keluarga yang otoritasnya dipegang oleh dewan
adat. Pembagiannya di awali dengan cara musyawarah ditingkat keluarga, apabila
musyawarah ditingkat keluarga tidak mendapatkan kesepakatan maka pihak keluarga
akan mengundang kepala dusun untuk melakukan musyawarah kembali antara
keluarga dan kepala dusun, namun bila dalam musyawarah tersebut tetap saja tidak
menemukan kesepakatan antra kedua belah pihak maka musyawarah akan kembali
dilakukan ditingkat Desa dan ditingkat adat dan dewan adat sebegai hakim adat atau
penengah dalam musyawarah tersebut, jika dalam musyawarah tersebut belum saja
mendapatkan hasil yang adil dan kata sepakat maka akan dilanjutkan di tingkat yang
lebih tinggi, yaitu ditingkat peradilan dalam hal ini Pengadilan Agama setempat.
Kedua, permasalahan yang timbul dalam pembagian warisan tersebut biasanya terjadi
apabila salah seorang merasa mendapatkan bagian tak sesuai dengan haknya.

Kata kunci : Warisan, Hukum Adat, Desa Bajo

iv
v
- Moto dan Persembahan -
Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai
dengan kadar kesanggupannya.

(QS. Al- Baqarah:286)

Dari Abu Yahya Shuhaibbin Sinan radhiallahuanhu bahwa Rosulullah


shallallahualaihiwasallam Bersabda: “Sungguh menakjubkan urusan
seorang mukmin. Sungguh semua urusannya adalah baik, dan yang demikian
itu tidak dimiliki oleh siapa pun kecuali orang Mukmin, yaitu jika ia
mendapatkan kegembiraan ia bersyukur dan itu suatu kebaikan baginya. Dan
jika ia mendapat kesusaahan, ia bersabar dan itu pun suatu kebaikan
baginya.” (Riwayat Imam Muslim. Hadits Shahih menurutI bnu Hibban
meriwayatkannya secara ta’liq).

Setiap manusia memiliki cobaan dan ujian masing – masing dan setiap
manusia juga memiliki cara yang berbeda dalam menghadapinya. Yang
perlu diingat adalah bagaimanapun cobaan dan ujian yang datang tetap
jadikan shalat dan sabar sebagai penolong.

(Dwi Valentin Everly Amrain)

Dengan segala kerendahan hati, karya ini ku persembahkan sebagai bukti


syukur kepada sang Illahi Robbi (Allah Subhanahuwata’ala) yang telah meridhoi
usaha dan kerja kerasku. Dan wujud darma baktiku kepada orang terkasih: (Ibuku
Elizabeth Makausi dan Ayahku Asnawi Amrain). Untuk Ibu, terimakasih karena
sampai dengan hari ini tak henti – hentinya mendoakan dan memberi bantuan
kepadaku sehingga aku bisa berada dalam tahap ini. Dan untuk Ayah , terikasih sudah
membesarkanku sehingga menjadi anak yang kuat dalam menghadapi semua
rintangan dalam hidup ini hingga bisa sampai di tahap ini.

vi
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas berkah, rahmat dan hidayah-

Nya yang senantiasa dilimpahkan kepada penulis, sehingga bisa menyelesaikan

skripsi dengan judul “TINJAUAN SOSIOLOGI TERHADAP PEMBAGIAN

WARISAN MENURUT MASYARAKAT ADAT DESA BAJO DI KABUPATEN

BOALEMO” sebagai syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1) pada

program sarjana Fakultas Hukum Jurusan Ilmu Hukum Universitas Negeri Gorontalo.

Dalam penyusunan skripsi ini banyak hambatan serta rintangan yang penulis

hadapi namun pada akhirnya penulis dapat melaluinya berkat adanya bimbingan dan

bantuan dari berbagai pihak baik secara moral maupun spiritual. Untuk itu dengan

segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalalmnya

kepada:

1. Terimakasih yang sebesar-besarnya saya ucapkan kepada diri saya sendiri

yang telah mampu bertahan hingga akhir penyusunan skripsi ini.

Terimakasih sudah berjuang walaupun banyak hambatan dan rintangan

yang telah dilalui. Tetap keren dan bertahan.

2. Terkhusus kepada kedua orang tua saya, Ibunda tercinta Elizabeth

Makausi, dan Ayahanda Asnawi Amrain. Untuk Ibu terimakasih atas

Do’a, kasih sayangnya, pengorbanan, nasehat dan dukunganya.

Terimakasih karena sudah memenuhi segala kebutuhanku baik kebutuhan

vii
kampus atau pun kebutuhan sehari-hari. Dan untuk Ayah, terimakasih atas

segala pengorbanan mu dalam membesarkanku hingga sudah sebesar ini.

3. Ibu Dr. Nur M. Kasim, S.Ag., MH selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum

dan Dosen Pembimbing 1 yang telah sabar dalam memberikan bimbingan,

arahan dan bantuan yang sangat saya butuhkan agar skripsi ini tersusun

dengan baik dan benar, semoga ketulusan hati beliau di balas jannah oleh

Allah Subhanahuwata’ala sekali lagi Syukron Jazakillahu Kahiran.

4. Bapak Dolot Alhasni Bakung, SH., MH selaku Ketua Bidang Perdata

Fakultas Hukum Universitas Negeri Gorontalo dan sebagai Dosen

Pembimbing II terimakasih telah sabar membimbing saya memberikan

arahan dan masukan yang sangat membantu saya dalam menyelsaikan

skripsi ini dengan baik dan benar, merupakan sosok dosen yang

berpendirian, baik, dan ramah sekali lagi Syukron Jazakallahu Kahairan.

5. Bapak Dr. Eduart Wolok, ST., M.T selaku Rektor Universitas Negeri

Gorontalo.

6. Bapak Dr. Harto S Malik, M.Hum selaku Wakil Rektor I Universitas

Negeri Gorontalo.

7. Bapak Dr. Fence M Wantu, SH., MH selaku Wakil Rektor II Universitas

Negeri Gorontalo.

8. Ibu Karmila Machmud, S.pd., Ph.d selaku Wakil Rektor III Universitas

Negeri Gorontalo

viii
9. Prof. Dr. Phil. Ikhfan Haris. M.Sc selaku Wakil Rektor IV Universitas

Negeri Gorontalo.

10. Prof. Dr. fenty U. puluhulawa, SH., M.Hum selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas Negeri Gorontalo.

11. Bapak Dr. Fence M Wantu, SH., MH selaku Wakil Rektor II Universitas

Negeri Gorontalo dan selaku Dosen penguji I saya yang dengan baik hati

telah memberikan arahan dan masukan terkait dengan skripsi ini agar

tersusun dengan baik dan benar.

12. Ibu Hj. Nirwan Junus, SH., MH sebagai Dosen penguji II saya yang

dengan baik hati dan sabar telah memberikan arahan, masukan yang

sangat membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

13. Ibu lisnawaty W. Badu, SH., MH selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum

Universitas Negeri Gorontalo.

14. Bapak Novendri M. Nggilu, SH., MH selaku Ketua Jurusan Fakultas

Hukum Universitas Negeri Gorontalo.

15. Bapak Jufrianto Puluhulawa, SH., MH selaku Wakil Ketua Jurusan

Fakultas Hukum Universitas Negerri Gorontalo

16. Alm Bapak Ismail Tomu, SH,. MH yang merupakan sosok dosen yang

sangat saya idolakan terimakasih sudah menjadi dosen yang mengajarkan

saya tentang banyak hal.

17. Seluruh bapak dan ibu Dosen di Lingkungan Fakultas Hukum Universitas

Negeri Gorontalo yang telah memberi ilmu, waktu, arahan, masukan,

ix
motifasi, dukungan dan Do’a kepada saya dalam proses perkuliahan

hingga penyusunan skripsi ini.

18. Seluruh bapak ibu staf Tata Usaha dan Operator di Lingkunga Fakultas

Hukum Universitas Negeri Gorontalo yang telah banyak membantu saya

dalam mengurus hal-hal yang berkaitan dengan Administrasi dan sistem

perkuliahan.

19. Kepada seluruh Masyarakat Desa bajo ,terimakasih sudah mau membantu

saya dalam penelitian ini, khususnya kepala desa dan jajaran yang sudah

mau direpotkan dalam penyelesaian skripsi ini.

20. Untuk kakak ku Vensi Vindi Amrain, terimakasih atas segala bantuannya

dari mulai MABA hingga sampai pengurusan dan penyelesaian skripsi.

21. Untuk semua keluarga om, tante dan sepupu terimakasih karena telah

membantu dan mendukung saya sehingga saya dapat menyelesaikan

skripsi ini.

22. Untuk sahabat sedari bocah ,sahabat terbaik yang pernah saya miliki

dalam hidup saya, Anda, Ayip, Andri, Vina. Valle, Terimakasih karena

selalu menemani saya saat senang susah hingga senang lagi, terimakasih

atas doa support yang tiada henti-hentinya selama ini.

23. Untuk sahabat Pejuang SH ,sasa, viko, ririn, tiwi. Terimakasih karena

telah menjadi teman seperjuangan dalam menyelesaikan skripsi ini.

x
24. Untuk teman-teman kelas F 2016 (Fabulaws), terimakasih atas dukungan

dan support yang di berikan selama ini, terimah kasih atas suka dan duka

dalam dunia perkuliahan hingga sekerang, tetap kompak hingga akhir.

25. Untuk sahabat yang sudah saya anggap seperti keluarga, Anggi, Nanda,

Ibo, Mutia, Saphira. Terimakasih karena selalu ada untuk saya dari awal

perkuliahan hingga sekarang tidak terasa sudah berada di akhir

perkuliahan. Semoga pertemanan ini tetap terjaga hingga di waktu yang

akan datang.

26. Teman – teman seangkatan Persatuan Angkatan 16 (PRAKA’16) dan

teman – teman konsentrasi Pidana PRAKA’16 atas segala informasi,

kebaikan dan kerja sama yang kalian berikan.

27. Kepada senior Firhan Kadullah SH, terimakasih atas bentuan dan arahan

dalam penyusun skripsi ini, tetap jadi senior yang baik hati.

28. Untuk senior basket maniak Gorontalo, terimakasih atas bantuan dan

segala ilmu yang diberikan selama ini.

29. Teman-teman KKS Saripi ela, Irma, ririn, Erika, nadia, anggi, eka via,

juang, halid,melky dan teman-teman yang lain yang tidak bisa saya sebut

satu persatu. Terimakasih untuk pengalamannya.

30. Almamater tercinta Merah Maroon, Kampus Perdaban, Universitas Negeri

Gorontalo yang telah memberikan kenangan, ilmu, teman dan pelajaran

hidup yang sangat berarti bagi saya untuk kedepannya.

xi
31. Untuk Sahabat Semongko, Ayu, riska, via, eka, fais, iki, terimaksih sudah

baik selama ini, terimakasih canda tawanya, jangan selupa semongko

32. Nabila Alifiya Paputungan, terima kasih karena selalu menemani saya di

saat susah dan senang, terimakasih karena tidak pernah mengeluh ketika

membantu saya dalam proses penyelesaian skripsi ini, terimakasih atas

bantuan moril dan materil yang telah diberikan dan terima kasih karena

tidak pernah menambah beban pikiran saya selama saya menyusun skripsi

ini. Besar harapan saya untuk kita bisa bertahan lama.

33. Semua pihak yang tidak dapat saya sebut satu persatu yang juga turut

membantu dalam proses penyelesaian studi ini.

Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan karena skripsi ini di tulis sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan

yang di miliki oleh peneliti, namun apabila masih ada kekurangan dengan lapang

dada peneliti menerima saran dan kritikan yang sifatnya membangun demi

kesempurnaan skripsi ini di masa yang akan datang.

Gorontalo, November 2020


Peneliti

DWI VALENTIN EVERLY AMRAIN

xii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN .............................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN ..............................................................................ii
SURAT PERNYATAAN ..................................................................................iii
ABSTRAK .........................................................................................................iv
ABSTRACK.......................................................................................................v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ....................................................................vi
KATA PENGANTAR .......................................................................................vii
DAFTAR ISI ......................................................................................................xiii

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah ................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ..................................................................................7
1.3. Tujuan Penelitian .................................................................................8
1.4. Manfaat Penelitian ...............................................................................8

1.4.1 Manfaat Teoritis ...............................................................................8

1.4.2 Manfaat Praktis .................................................................................8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Tentang Sosiologi Hukum ......................................................10


2.1.1. Pengertian Sosiologi Hukum ...........................................................10
2.1.2. Ruang Lingkup Kajian Sosiologi hukum ........................................12
2.2. Tinjauan Umum Tentang Warisan .........................................................14
2.2.1. Hukum Waris ...................................................................................14
2.3. Tinjauan Tentang Adat ...........................................................................21
2.3.1. Pengertian Adat ...............................................................................21
2.3.2. Hukum Adat ....................................................................................22
BAB III METODE PENELITIAN

xiii
3.1. Jenis Penelitian .......................................................................................25
3.2. Lokasi Penelitian, Populasi Dan Sampel................................................26
3.2.1. Lokasi Penelitian .............................................................................26
3.2.2. Populasi ...........................................................................................26
3.2.3. Sampel .............................................................................................27
3.3. Sumber Data Penelitian ..........................................................................27
3.4. Teknik Pengumpulan Data .....................................................................28
3.5. Analisis data ...........................................................................................29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pembagian Warisan Menurut Hukum Adat Bajo ...................................30
4.2. Upaya Hukum Penyelesaian Sengketa Dalam Pembagian Harta Warisan
Menurut Hukum Adat Bajo .....................................................................36
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan.............................................................................................57
5.2. Saran .......................................................................................................58
5.3. Penutup ...................................................................................................58
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................60
CURRICULUM VITAE

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Secara menyeluruh hukum perdata mempunyai salah satu bagian yang disebut

waris.Waris juga merupakan bagian terkecil apabila ditinjau dari hukum ke

keluargaan.Waris erat kaitannya dengan kehidupan manusia dalam ruang

lingkupnya.Hal ini dikarenakan manusia pasti mengalami suatu peristiwa yang

namanya kematian.

Hilman Hadikusumah berpendapat bahwa “warisan menunjukkan harta

kekayaan dari orang yang telah meninggal, yang kemudian disebut pewaris, baik

harta itu telah dibagi-bagi atau pun masih dalam keadaan tidak terbagibagi”. Begitu

pun dengan Wirjono Prodjodikoro yang menyatakan bahwa: “Warisan adalah soal

apakah dan bagaimanakah pembagaian hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang

kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang yang

masih hidup.”

Dalam membicarakan tentang pewarisan,yang menjadi suatu permasalahan

yaitu apabila seseorang meninggal dunia yang dalam ini meninggalkan hartanya,

maka harta tersebut disebut sebagai harta warisan. Dalam penyelesaian pembagian

harta cara apa yang hendak kita pakai, dalam penyelesaian harta tersebut hukum apa

yang hendak diterapkan, dan bagaimana kepengurusan dan lanjutan hak maupun

1
kewajiban orang yang telah meninggal tersebut. Secara umum sistim pewarisan atau

pembagian warisan itu dapat dilakukan dengan menggunakan tiga cara yaitu

menggunakan hukum barat BW (Burgerlijk Wetboek), hukum Islam dan hukum

adat.1

Hukum Waris Adat melingkup seluruh asas, aturan serta putusan/penetapan

hukum yang berikatan dengan proses dalam meneruskan dan mengendalikan harta

benda (materil) juga harta cita (nonmaterial) dari generasi satu ke generasi

selanjutnya. Hukum waris sangat beragam.Permberlakuaanya di Indonesia tergantung

pada masing-masing daerah.Dalam waris adat ini ada yang sifatnya patrilineal atau

matrilineal, yang memberikan petunjuk ada suatu perbedaan daerah hukum adat satu

dengan yang lain, yang erat kaitnya dengan sistim kekelurgaan dengn jenis atau status

harta yang akan diwariskan

“Hukum waris adat mengenal adanya tiga system kewarisan, yaitu:

a. Sistem kewarisan individual yang merupakan system kewarisan di mana para

ahli waris mewarisi secara perorangan, (Batak, Jawa, Sulawesi dan lain-lain).

b. Sistem kewarisan kolektif, di mana para ahli waris secara kolektif (bersama-

sama) mewarisi harta peninggalan yang tidak dapat di bagi-bagi pemilikannya

kepada masing-masing ahli waris (Minang Kabau).

c. Sistem kewarisan mayorat:

1
Mohammad Daud Ali, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia,
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, hlm 38.

2
I. Mayorat laki-laki, yaitu apabila anak laki-laki tertua pada saat pewaris

meninggal atau anak laki-laki sulung (atau keturunan laki-laki) merupakan

ahli waris tunggal, seperti di Lampung.

II. Mayorat perempuan, yaitu apabila anak perempuan tertua pada saat

pewaris meninggal, adalah ahli waris tunggal, misalnya, pada masyarakat

di Tanah Semendo.”2

Hukum Islam dirumuskan sebagai “perangkat ketentuan hukum yang mengatur

pembagian harta kekayaan yang dimiliki seseorang pada waktu ia meninggal. Sumber

pokok dalam pembagian warisan pada hukum islam dilandasi pada Al-Qur’an dan

Hadits Nabi, kemudian Qias (analogon) dan Ijma’(kesamaan pendapat).

Selain dimuat dalam sumber dasar dari hukum Islam seperti Alquran dan

Hadits, ketentuan mengenai kewarisan juga terdapat dalam sumber hukum lainnya,

yakni Kompilasi Hukum Islam atau KHI.Pada Pasal 171 huruf a “disebutkan bahwa

hukum kewarisan adalah Hukum yang mengatur tentang pemindahan hak

kepemilikan harta peninggalan(tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak

menjadi ahli waris.”

Hukum waris kitab Undang-undang hukum perdata pembagian warisannya

dilandasi atau pembagiannya mengikuti peraturan perundang-undang di dalam KUH

Perdata.3

2
Soejono Soekanto, 2010, Hukum Adat Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, hlm 259.
3
Surini Ahlan Sjarif & Nurul Elmiyah,2018 , Hukum Kewarisan Perdata Barat, Jakarta:
Prenadamedia Group, hlm 1

3
Aturan dalam hukum waris islam yaitu mengatur dalam hal mengalihkan harta

dari orang yang telah meninggal ke para ahli sebagai waris. Dimana dapat di kita

tentukan siapa yang akan jadi ahli waris.4

Bagian ahli waris dalam hal ini hukum Islam mempunyai ketentuan yaitu dua

kali lebih besar bagian laki-laki apabila dibandingkan dengan anak perempuan. Ini

salah satu cara dalam mewujudkan keadilan menurut Allh SWT, sistem ini

disesuaikan dengan besarnya tanggungjawab yang pegang oleh seorang laki-laki dan

maupun seorang perempuan.5 Seperti di jelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam

pasal 176 “anak perempuan bila hanya seorang ia mendapat separuh bagian, bila dua

orang atau lebih mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian, dan apabila

anak perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki, maka bagian anak laki-laki

adalah dua berbanding satu dengan anak perempuan.”

Suatu system waris yang di telaah oleh KUHPerdata yaitu individual bilateral,

dimana setiap ahli waris memiliki hal daman penetuan membagi harta warisnya serta

dapat menerima bagian yang jadi hak nya, harta wairis dari ayah ataupun harta waris

dari ibunya. Hak yang berada untuk ahli waris dalam penentuan warisnya itu,

memperlihatkan sifat waris yang tertuang dalam KUHPerdata (BW) “adalah

individual mutlak.Namun demikian, dapat diadakan perjanjian untuk tidak

melaksanakan pemisahan (pembagian) harta warisan itu selama 5(lima) tahun dan

4
Moh. Muhibbin& abdul wahid, 2017, hukum kewarisan islam,Jakarta: sinar grafika, hlm 6.
5
H. Zainuddin Ali, 2010, pelaksanaan Hukum Waris di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, hlm 3

4
tiap kali jangka waktu itu terlampaui dapat diperbaharui (PASAL 1066 AYAT 3 dan

4 KUHPerdata)”.6

Pembagian warisan menurut Hukum Adat khusunya didaerah Kabupaten

Boalemo dilandasi atau dalam pembagian warisannya melalui musyawarah mufakat

terlebih dahulu antara ahli waris dari si pewaris, apabila tidak terjadi kesepakatan

antara ahli waris pada musyawarah maka pembagian warisan tersebut akan dilakukan

pembagian melalui Kompilasi Hukum Islam.

Untuk ketetapan pembagian warisan di Desa Bajo,uaitu jika dalam keluarga

tersebut ada anak laki-laki maupun anak perempuan, jika anak laki-laki memiliki

pendapatan melebihi anak perempuan, maka anak perempuan mendapat bagian lebih

besar dari si anak laki-laki begitu juga sebaliknya jika anak perempuan mempunyai

penghasilan yang lebih besar daripada anak laki-laki maka anak laki-laki yang akan

mendapatkan bagian lebih besar. Tetapi jika kedua anak tersebut memiliki

pendapatan yang sama atau kedua nya tidak memiliki pekerjaan (pengangguran),

maka pembagian warisan siapa yang akan mendapatkan bagian yang lebih besar bisa

di tentukan melalui musyawarah antara ahli waris atau pembagiannya akan

ditentukan oleh pewaris (jika pewaris belum meninggal dunia).

Sedangkan menurut KUHPerdata, “dalam hal ini mengenai besaran ahli waris

laki-laki dengan ahli waris perempuan, memiliki bagian sama antara anak laki-laki

6
Djaja S. Meliala, 2018, Hukum Waris Menurutkitab undang-undang hukum perdata,Bandung:
Nuansa Aulia, hlm 3

5
dan anak perempuan sesuai dengan ketentuan PASAL 852 AYAT (1) KUHPerdata

yang menjelaskan sebagai berikut:

“Anak-anak atau sekalian keturunan mereka, biar dilahirkan dari lain-lain perkawinan
sekali pun, mewaris dari kedua orang tua, kakek, nenek, atau semua keluarga sedarah
mereka selanjutnya dalam garis lurus ke atas dengan tiada perbedaan antara laki-
laki atau perempuan dan tiada perbedaan berdasarkan kelahiran lebih dulu”.7

Hal ini kemungkunan besar dapat memicu ketidakadilan antara satu pihak dan

akan menimbulkan permasalahan antara ahli waris ketika dalam musyawarah salah

satu ahli waris tidak terima dengan hasil musyawarah tersebut dan akan membawa

masalah tersebut di tinggkat yang lebih tinggi, yaitu di tingkat peradilan

Masing-masing sistem hukum mempunyai konsepsi yang berbeda tentang

kapan mulai warisan itu dibagikan kepada ahli waris KUH Perdata dan hukum Islam

menganut prinsip bahwa warisan baru dapat dibagikan kepada ahli waris apabil

pewaris telah meninggal dunia, sedangkan menurut prinsip hukum Adat, warisan itu

dapat dibagi, baik sebelum dan sesudah pewaris meninggal dunia. Begitu juga

dengan masalah bagian yang di terima ahli waris, masing-masing sistem hukum

berbeda antara satu sama lain.

Maka dari itu, dikaitkan dengan hukum waris, maka pembagian warisan

sebenarnya bersifat plural, Dimana wilayah yang satu berbeda dengan wilayah yang

lain, apalagi pada wilayah masyarakat dengan kebiasaan hukum yang berbeda.Hal

ini memungkinkan sistem pewarisan yang khas dan berkembang diluar ketiga

konsep tersebut di atas, yaitu BW, hukum adat, dan hukum Islam.

7
pasal 852 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Perdata

6
Penulis disini menemukan keunikan pada sistem pembagian waris yang

terjadi di Desa Bajo Kabupaten Boalemo. Dalam observasi pendahuluan yang

dilakukan oleh penulis, dapat diketahui bahwa pelaksanaan waris tersebut

didasarkan kehendak dari pemberi wasiat (waris), dan tanpa wasiat dengan

mengandalkan musyawarah, yang mana meskipun berkesan subjektif, namun diakui

oleh masyarakat di wilayah Desa Bajo Kabupaten Boalemo.

Sistem pewarisan di Desa Bajo Kabupaten Boalemo ini menarik untuk

ditinjau karena jelas pembagian harta warisan tersebut berbeda dengan kaidah

hukum yang berlaku.Namun pengakuan masyarakat terhadap pelaksanaan pewarisan

tersebut menunjukkan bahwa berlakunya hukum di masyarakat tidak selalu sesuai

dengan peraturan yang ditetapkan.Hal ini menarik untuk diteliti karena memberikan

kekayaan terhadap tinjauan aplikasi hukum waris di berbagai wilayah di Indonesia.

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik mengangkat permasalahan

yang berjudul: “ Tinjauan Sosiologis Terhadap Pemberian Warisan Menurut

Hukum Adat Desa Bajo di Kabupaten Boalemo”

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah Tinjauan Sosiologis terhadap Pemberian Warisan menurut

Hukum Adat di Desa Bajo Kabupaten Boalemo?

2. Apa Upaya Hukum Yang dapat Ditempuh guna melesaikan Sengketa

Terhadap Pemberian Warisan menurut Hukum Adat di Desa Bajo Kabupaten

Boalemo?

7
1.3 Tujuan Penelitian

Setiap penelitian pada pastinya memiliki tujuan tertentu yang hendak dicapai.

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini yaitu :

1. Untuk mengetahui Bagaiman pembagian Warisan menurut Hukum Adat

2. Untuk mengetahui upaya hukum seperti apa yang di tempuh dalam

menyelesaian sengketa akibat pembagian warisan menurut Hukum Adat Desa

Bajo di Kabupaten Boalemo.

1.4 Manfaat Penelitian

Suatu penelitian dapat dikatakan bernilai apabila dapat memberikan manfaat

atau nilai guna bagi berbagai pihak.Diharapkan penelitian ini bisa memberikan

manfaat baik sedara teoritis maupun secara praktis.Adapun manfaat penelitian ini

adalah sebagai berikut.

1. Manfaat Teoritis

Diharapkan penelitian ini bisa memberikan manfaat kepada pembaca berupa

kontribusi pemikiran dalam pengaturan hak waris, terutama terkait dengan pemberian

warisan menurut Hukum Adat Desa Bajo di Kabupaten Boalemo.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai

recomendasi akademik serta menjadi referensi membentuk UU dalam mendesain

8
regulasi yang dapat mengatur kepentingan hak waris dalam masyarakat adat di

daerah-daerah.

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Tentang Sosiologi Hukum

2.1.1 Pengertian Sosiologi Hukum

Sosiologi berasal dari bahasa lain Latin, yaitu socius yang berarti kawan, dan

logos yang berarti ilmu pengetahuan. Ungkapan ini pertama kali dipublikasikan oleh

August Comte dalam bukunya “cours De Philosophie Positive” (1798-1857).8 Soerjono

Soekanto, menyimpulkan bahwa secara subtansial hadirnya hukum tidak dapat

dilepaskan dari gejala social dan dinamikanya. Oleh sebab itu setiap tindakan

masyarakat yang mengandung unsur-unsur hukum menjadi bagian dari kajian sosiologi

hukum.9

Silsilah Sosiolog Hukum kali pertama dianut oleh anziloti tahun 1882.Pada

saat itu demulailah perkenalan ruang lingkup serta objek dalam mengkaji sociology

hukum.akan tetapi sosilogi hukum itu tengah mempengaruhi disiplin ilmu filsafat

huukum, ilmu hukumm, serta sociology yang dalam pengkajiannya berpacu pada

hukum.10

Aliran filsafat yang dalam menyebabkan lahir sociology hukum yaitu aliran

positivism yang berarti hukumnya tidak bisa menentang dengan penentuan yang lebih

diatas derjatnya adapun maksudnya untuk yang dibawah yaitu keputusan badan

8
Wawan Muhwan, 2013, pengantar ilmu hukum, Bandung: cv. Pustaka setia, hlm 105
9
Ibid hlm 112.
10
Zainuddin Ali, 2015, sosiologi hukum,Jakarta: sinar Grafika, hlm 2

10
pengadilan, diatasnya yaitu UU serta kebiasaan, di atasnya lagi karena konstitusi, dan

teratas adalah grundnorm yakni dasar ataupun basic sosial darihukum yang juga

meruokan salah satu objek dalam membahas didalam sociology hukum.

Kajian ilmu hukum beranggapan bahwa hukumm yaitu gejalah social, banyak

yang jadi pendorong mengembangkan sociology hukum.para sociology yang

orientasinya berpacu pada hukum, yaitu: emile Durkheim, max weber, rescoe pound

Emile Durkheim menyatakan dalam tiap masyarakat selalu ada yang namanya

solidaritass, yakni organism dan mechanism.11

Solidaritas Mekanism, yakni tertuang dalam masyarkat sedehana.

Hukumnyapun sifatnya represif yang diasosiasukan seperti didalam hukum pidana.Lain

halnya solidaritas organsm, yakni tertuang dalam masyarkat modern.Hukumnyapun

sifatnya restitutif yang diasosikan berupa tertuang dalam hukum perdata.12 Jika yang

berlaku hukum positf dimasyarakat tidak searah dan juga menentang hukum yang

didalam masyarakat itu maka dapat dipastikan hukum positive itu tidak akan berjalan

secara efektif.

Sosiologi Hukum menurut Soerjono Soekanto adalah suatu cabang ilmu

pengetahuan yang secara analitis dan empiris menganalisis atau mempelajari hubungan

timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala social lainya.Sedangkan menurut

Sajipto Rahardjo bahwa sosiologi hukum (sociologi of law) adalah pengetahuan hukum

terhadap pola perilaku masyarakat dalam konteks sosialnya.

11
Ibid, hlm 2
12
Ibid hlm 3

11
Menurut R. Otje Salman, “sosiologi hukum adalah ilmu yang mempelajari

hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala social lainya secara empiris

analitis.”13

2.1.2 Ruang Lingkup Kajian Sosiologi Hukum

Dalam ilmu hukum kelompok filosofi berpandangan hukum itu suatu yang harus

ada, juga kelompok ini melihat hukum sesuatu yang bekerja nyata dalam masyarakat,

maka para positivism tidak mau menerima kesekian kalinya, sebab mereka cenderung

melihat hukum sama dengan yang terutuang dalam undang-undang.

Sosiolog hukum terus melakukan percobaan system hukum menurut pandangan

ilmu social.Pada awalnya sosiolog hukum mengemukakan pendapat dimana hukum itu

sekian dari banyak system sosial, bahkan system social lainnya yang memberikan

pengertian dan mempengaruhi terkait hukum yang berada dalam masyarakat.

Friedman berpendapat, sosialog hukum berangkat dari asumsi awal.dimana

asumsi itu beranggapan orang yang membuat, menerapkan, dan menggunakan hukum

yaitu makhluk manusia. Tingkah laku mereka yaitu tingkah social. Tetapi pengertian

hukum yang relative dari studi lain telah berpisah diri dari ilmu sosial. Maka pengertian

terhadap hukum, akan cenderung menghilang untuk mendasarkan hukum hanya sebagai

UU saja sama dengan yang ditelaah oleh kaum positivis atau legistis.

Fokus awal dari sosiology hukum oleh Gerald turkel dalam Achmad ali“yaitu:

kepercyaan serta asas yang mendasarinya yang dijadikan sebagai sumber hukum.

Pendekatan ilmu hukum mencoba untuk menentukan konsep-konsep hukum dan

13
Ibid, hlm 1.

12
hubungannya yang independen dengan asas-asas dan nilai-nilai non hukum.Kedua

pendekatan ini meskipun memiliki perbedaan, tetapi keduanya memfokuskan secara

besar pada kandungan dan pengaruh hukum terhadap perilaku sosial serta kepercayaan-

kepercayaan yang dianut oleh masyarakat dalam the sosial worldmereka.Pada organisasi

sosial dan perkembangan sosial serta pranata hukum.Tentang bagaimana hukum itu

dibuat dan tentang kondisi-kondisi sosial yang menimbulkan hukum.”

Hukum apabila dikaji dapat memberikan perbedaan dalam beberapa sudut

pandang, yakni selain mengkaji sociology hukum tertuang juga kajian normative dan

filosofis.apabila kita menggunakan empiris dalam mengkaji makan sosiologi melihat

hukum itu sesuatu yang nyata, meliputi fakta sosial, kultur maupun empiris yang lain,

jadi dalam mengkaji menurut normative berpandangan bahwa dalam perwujudannya

hukum dijadikan akidah, yang dalam penentuannya yaitu apa yang bisa dan tidak bisa

dilakukan. Kajian ini menekan pada law in books yakni hukum itu harus semestinya,

Maka dari itu hukum ada dalam dunia sollen.selain itu, dalam mengkaji normative pada

dasarnya perskriptif, yakni perilaku yang menentukan mana yang benar dan salah.

Kajian ini terhadap hukum yakni ilmu hukum perdata, pidana, HTN, dan lainnya.14

14
Ibid

13
2.2 Tinjauan Umum Tentang Warisann

2.2.1 Hukum Waris

Hukum waris diatur di dalam Buku II KUH Perdata.Jumlah pasal yang mengatur

hukum waris sebanyak 300 pasal, yang dimulai dari pasal 830 KUH Perdata sampai

dengan 1130 KUH Perdata.Disamping itu, hukum waris juga diatur di dalam Inpres

Nomor 1 Tahun 1991.

Di dalam KUH Perdata tidak ditemukan pengertian hukum waris, tetapi yang ada

hanya berbagai konsep-konsep tentang pewarisan, orang yang berhak dan tidak berhak

menerima warisan, dan lain-lain. Namun, didalam Kompilasi Hukum Islam, yaitu di

dalam Inpres Nomor 1 Tahun 1991 telah diatur dan dimasukkan pengertian hukum

waris. Pasal 171 huruf a Inpres Nomor 1 Tahun 1991 berbunyi: “Hukum kewarisan

adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta

peninggalan(tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris

dan berapa bagian masing-masing.”

Pengertian ini difokuskan kepada ruang lingkup hukum kewarisan Islam.Hukum

kewarisan ini hanya berlaku bagi orang Islam. Ruang lingkupnya meliputi: pemindahan

hak pemilikan, penentuan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan bagiannya

masing-masing. Didalam berbagai literatur.Para ahli juga mengemukakan pengertian

waris.

Vollmar berpendapat bahwa “Hukum waris adalah perpindahan dari sebuah harta

kekayaan seutuhnya, jadi keseluruhan hak-hak dan wajib-wajib, dari orang yang

mewariskan kepada warisnya” (vollmar, 1989:373).Pendapat ini hanya difokuskan

14
kepada pemindahan harta kekayaan dari pewaris kepada ahli warisnya.Pendapat lainnya

dikemukakan oleh Pitlo. Ia berpendapat bahwa “Hukum waris adalah kumpulan

peraturan, yang mengatur hukum mengenai kekayaan karena wafatnya seseorang, yaitu

mengenai pemindahan kekayaan yang di tinggalkan oleh si mati dan akibat dari

pemindahan kekayaan ini bagi orang-orang yang memperolehnya, baik dalam hubungan

antara mereka dengan mereka, maupun dalam hubungan antara mereka dengan pihak

ketiga” (Pitlo, 1986:1 ).Menurut Pitlo ini terlalu lues, karena memindahkan kekayaan

bukan karena ikatan oleh ahli waris yang satu dengan yang lain, tetapi karena telah

tertuang dalam aturan mengenai ikatan antara ahli waris degn pihak ketiga.Hubungan

inilah yang erat kaitannya dengn masalah utang pewaris sewaktu hidup.15

Kedua pendapat itu mengandung berbagai kelemahan, karena hanya melihat

hukum waris dari hukum waris tertulis semata-mata, sementara di dalam masyarakat

adat juga mengenal hukum waris, yang dinamakan hukum waris adat, sehingga kedua

definisi tersebut perlu disempurnakan.Hukum waris yaitu keseluruhaan dari kaidah

hukum, baikitu yang tertulis ataupun tidak, yang tengah mngatur tentang memindahkan

harta kekayaan pe waris pada ahli waris nya.

Dari definisi ini dapat dikemukakan unsur-unsur yang terdapat dalam hukum

waris, yaitu:

1. Kaidah hukum;

2. Pemindahan harta kekayaan pewaris;

3. Ahli waris;

15
Salim HS, 2014, pengantar hukum perdata tertulis(bw), Jakarta:Sinar Grafika, hlm 137.

15
4. Bagian yang diterimanya;

5. Hubungan antara ahli waris dengan pihak ketiga.

Hukum waris dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu hukum waris tertulis

dan hukum waris adat.Hukum waris tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang terdapat

di dalam peraturan perundang-undangan dan yurisprudensi, sedangkan hukum waris

adat adalah hukum waris yang hidup dan tumbuh dalam masyarakat adat.Memindahkan

harta kekayaan artinya harta yang diterima pewaris dalam hidupnya dibagi kemudian

diserahterimakan pada ahli yang memiliki hak untuk menerima.Ahli waris dimaksud

yaitu seseorang yang memiliki hak dalam menerimanya.Di dalam hukum waris telah

ditentukan bagian-bagian yang diterima ahli waris.Masing-masing system hukum

waris, berbeda bagianyang diterima ahli waris. Misalnya dalam hukum waris islam,

bagian yang diterima ahli waris berbeda antara satu dengan lainnhya. Ahli waris laki-

laki mendapat bagian yang sanagat besar, dibandingkan dengan ahli waris wanita. Yang

dimaksud dengan hubungan antara ahli waris dengan pihak ketiga adalah hubungan

hukum yang timbul antara pewaris dengan pihak ketiga, pada saat pewaris masih hidup,

ia mempunyai utang maupun piutang sehingga ahli warislah yang meneruskannya.

Pada dasarnya tidak semua ahli waris mendapat warisan dari pewaris. Orang–

orang yang tidak berhak mendapat warisan dari pewaris adalah:

1.Mereka yang telah dihukum karena dipersalahkan telah membunuh atau mencoba

membunuh atau menganiaya berat si yang meninggal (pasal 838 ayat (1) KUH

Perdata, pasal 172 ayat(1) Inpres Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum

Isalam);

16
2.Mereka dengan putusan hakim pernah dipersalahkan karena menfitnah telah

mengajukan pengaduan terhadap si yang meninggal, ialah suatu pengaduan telah

melakukan sesuatu kejahatan yang terancam dengan hukuman penjara 5 (lima) tahun

lamanya atau hukuman yang lebih berat (Pasal 838 ayat (2) KUH Perdata, pasal 172

ayat (2) Inpres Nomor 1 Tahun1991 tentang Kompilasi Hukum Islam);

3.Merek yang dengan kekerasan atau perbutan tidak mencegah si yang meninggaal

untuk membuat atau mencabut surat wasiatnya (Pasal 838 ayat (3) KUH Perdata);

4.Mereka yang telah menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat si yang

meninggal (Pasal 838 ayat (4) KUH Perdata).16

Orang-orang yang berhak menerima warisan dapat dibedakan menjadi dua

macam, yaitu karena: (1) ditentukan oleh undang-undang, dan wasiat.

Ahli waris karena undang-undang adalah orang yang berhak menerima

warisan, sebagaimana yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang

berlaku.Ahli waris karena UU ini diatur di dalam pasal 832 KUH Perdata dan Pasal

174 Inpres Nomor 1 Tahun 1991.Di dalam pasal 832 KUH Perdata di tentukan orang-

orang yang berhak menjadi ahli waris. Orang-orang yang berhak menjadi ahli waris

menurut undang-undang adalah:

1. Para keluarga sedarah, baik sah maupun luar kawin;

2. Suami atau Istri yang hidup terlama.

16
Ibid 138

17
Ahli waris karena hubungan darah ini ditegaskan kembali dalam Pasal 852

KUH Perdata. Ahli waris karena hubungan darah ini adalah anak atau sekalian

keturunan mereka, baik anak sah maupun anak luar kawin, Pitlo, berdasarkan

interpretasinya membagi ahli waris menurut UU menjadi empat golongan, yaitu:

1. Golongan pertama, terdiri dari suami/istri dan keturunannya;

2. Golongan kedua, terdiri dari orangtua, saudara dan keturunan saudara;

3. Golongan ketiga, terdiri dari leluhur lain-lainnya;

4. Golongan keempat, terdiri dari sanak keluarga lain-lainnya dalam garis

menyimpang sampai dengan derajat keenam (Pitlo, 1986:41).

Apabila golongan pertama masih ada, maka golongan berikutnya tidak

mendapat apa-apa dari harta peninggalan pewaris.Apabila semua golongan ahli

waris itu tidak ada, maka segala harta peninggalan dari si yang meninggal menjadi

milik Negara.Negara wajib melunasi utang-utang dari si meninggal sepanjang harta

itu mencukupi.

Inpres Nomor 1 Tahun 1991 juga mengatur tentang orang-orang yang berhak

menjadi ahli waris. Di dalam pasal 174 Inpres Nomor 1 Tahun 1991, ahli waris

dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu:

1. Menurut darah;

2. Menurut hubungan perkwinan.

18
Ahli waris karena hubungan darah merupakan ahli waris yang timbul karena

hubungan keluarga.Ahli waris karena hubungan darah dibedakan menjadi dua

golongan, yaitu golongan laki-laki dan perempuan. Golongan laki-laki terdiri dari:

1. Ayah;

2. Anak Laki-laki saudara laki-laki

3. Paman;

4. Kakek

Golongan perempuan terdiri dari:

1. Ibu;

2. Anak perempuan;

3. Saudara perempuan;

4. Nenek;

Ahli waris karena hubungan perkawinan adalah ahli waris yang timbul karena

adanya hubungan perkawinan antara pewaris dengan ahli waris.Yang termasuk ahli

waris karena hubungan perkawinan adalah duda atau janda. Apabila semua ahli

waris ada, maka yang berhak mendapat warisan hanya:

1. Anak

2. Ayah

3. Ibu

4. Janda atau duda.

19
Sebelum harta pewaris dibagi kepada ahli waris, maka ada empat kewajiban

ahli waris yang harus dilakukannya, yaitu:

1. Menyelenggarakan dan membereskan sampai pemakaman selesai;

2. Membereskanutang piutang berupa pengobatan, perawatan termasuk kewajiban

pewaris maupun menagih piutang;

3. Membereskan wasiat pewaris;

4. Membagikan harta warisan di antara ahli waris yang berhak secara adil.

Kewajiban satu sampai dengan ketiga harus diselesaikan lebih dahulu oleh ahli

waris.Apabila kewajiban itu telah dilaksanakan dan harta yang dibagi sudah ada,

maka menjadi kewajiban yang keempat adalah membagikan warisan tersebut secara

adil diantara para ahli waris, sesuai dengan hak masing-masing ahli waris.

Ahli waris menurut wasiat adalah ahli waris yang menerima warisan, karena

adanya wasiat (testamen) dari pewaris kepada ahli waris, yang dituangkannya dalam

surat wasiat. Surat wasiat (testamen) adalah suatu akta yang memuat pernyataan

seseorang tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia meninggal dunia,

dan olehnya dapat dicabut kembali (Pasal 875 KUH Perdata).

Masing-masing system hukum mempunyai konsepsi yang berbeda tentang

kapan mulai warisan itu dibagikan kepada ahli waris KUH Perdata dan hukum Islam

menganut prinsip bahwa warisan baru dapat dibagikan kepada ahli waris apabil

pewaris telah meninggal dunia, sedangkan menurut prinsip hukum Adat, warisan itu

dapat dibagi, baik sebelum dan sesudah pewaris meninggal dunia. Begitu juga

20
dengan masalah bagian yang di terima ahli waris, masing-masing sistem hukum

berbeda antara satu sama lain.17

2.3Tinjauan tentang Adat

2.3.1 Pengertian Adat

Adat adalah aturan, kebiasaan-kebiasaan yang tumbuh dan terbentuk dari suatu

masyarakat atau daerah yang dianggap memiliki nilai dan dijunjung serta dipatuhi

masyarakat pendukungnya. Di Indonesia aturan-aturan tentang segi kehidupan

manusia tersebut menjadi aturan-aturan hukum yang mengikat yang disebut hukum

adat. Adat telah melembaga dalam kehidupan masyarakat baik berupa tradisi, adat

upacara dan lain-lain yang mampu mengendalikan perilaku warga masyarakat

dengan perasaan senang dan bangga, dan peranan tokoh adat yang menjadi tokoh

masyarakat menjadi cukup penting.

Adat merupakan norma yang tidak tertulis, namun sangat kuat mengikat

sehingga anggota-anggota masyarakat yang melanggar adat istiadat akan menderita

karena sanksi keras kadang-kadang secara tidak langsung dikenakan. Misalnya pada

masyarakat yang melarang terjadinya perceraian apabila terjadi suatu perceraian

maka tidak hanya yang bersangkutan yang akan mendapatkan sanksi atau menjadi

tercemar, tetapi seluruh keluarga atau bahkan masyarakatnya.

17
Ibid 139-142

21
2.3.2 Hukum Adat

Di dunia sekurang-kurangnya ada lima sistem hukum yang besar yang hidup

dan berkembang. Sistem hukum tersebut adalah sistem common law yang dianut di

Inggris, sistem civil law yang berasal dari hukum romawi, yang dianut di Eropa Barat

Kontinental, sistem hukum ada yang dianut di negara-negra di Asia dan Afrika,

sistem hukum Islam yang dianut oleh orang-orang islam dimanapun mereka berada,

dan sistem hukum komunis/sosialis yang dilaksanakan di negara-negara

komunis/sosialis seperti Uni Soviet. Salah satu sistem hukum yang memiliki kajian

menarik adalah hukum adat.18

Hukum adat adalah sistem hukum yang dikenal dalam lingkungan kehidupan

sosial di Indonesia dan negara-negara lainnya seperti Jepang, India,

dan Tiongkok.Hukum adat adalah hukum asli bangsa Indonesia.Sumbernya adalah

peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dan

dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya.Karena peraturan-peraturan

ini tidak tertulis dan tumbuh kembang, maka hukum adat memiliki kemampuan

menyesuaikan diri dan elastis.Selain itu dikenal pula masyarakat hukum adat yaitu

sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama

suatu persekutuan hukum karena kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar

keturunan.

18
Nur Moh. Kasim, 2014, Hukum Islam dan Masalah Kontemporer ,Yogyakarta : Interpena ,hal. 52

22
Hukum adat adalah suatu kompleks norma-norma yang bersumber pada

perasaan keadilan rakyat yang selalu berkembang serta meliputi peraturan-peraturan

tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, sebagian besar

tidak tertulis, senantiasa ditaati dan dihormati oleh rakyat, karena mempunyai akibat

hukum.19 Cornelis van Vollenhoven pun mendefinisikan hukum adat sebagai

himpunan peraturan tentang perilaku yang berlaku bagi orang pribumi dan timur

asing pada suatu pihak mempunyai sanksi (karena bersifat hukum), dan pihak lain

berada dalam keadaan tidak dikodifikasikan (karena adat).20

Tidak bisa dipungkiri bahwa sistem adat di Provinsi Gorontalo telah turun-

temurun diberlakukan dalam masyarakat.Ini merupakan sebuah pembuktian bahwa

hukum adat di Indonesia telah bersemayam dalam perasaan hati nurani orang

Indonesia dari segala penjuru Nusantara. Dalam wilayah yang sangat luas ini, hukum

adat tumbuh dan dianut serta dipertahankan sebagai peraturan penjaga tata tertib

sosial dan tata tertib hukum diantara manusia yang sama-sama bergaul di salam

masyarakat supaya dapat dihindarkan dari segala bencana dan bahaya yang akan

mengancam.

19
Djaren Saragih (II), 1984, Pengantar Hukum Adat Indonesia, (Bandung : Tarsito) hal. 14
20
Cornelis van Vollenhoven dalam bukunya Dewi Wulansari, Hukum adat Indonesia suatu pengantar,
(Bandung : PT Refika Aditama 2014) hal. 3-4

23
KERANGKA FIKIR

Pemberian Warisan Menurut


Masyarakat Adat desa Bajo

Pasal 852 ayat (1) KUHPerdata

 Secara Hukum Materil (Substansi)


 Kepada Pihak Ahli Waris
 Secara Hukum Formil (Praktek)

Pembagian warisan secara Adat yang dilakukan secara musyawarah mufakat


diharapkan dapat menyelesaikan masalah yang ada di desa bajo secara
kekeluargaan agar terciptanya kedamaian antara pihak-pihak bersengketa.

24
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Jenis Penelitian

Penelitian (research) berarti pencarian kembali. Pencarian yang dimaksud

adalah pencarian terhadap pengetahuan yang benar (ilmiah), karena hasil dari

pencarian ini akan dipakai untuk menjawab permasalahan tertentu. Dengan demikian,

setiap penelitian (research) [a] berangkat dari ketidaktahuan dan berakhir pada

keraguan, dan tahap selanjutnya [b] berangkat dari keraguan dan berakhir pada suatu

hipotesis (jawaban yang untuk sementara dapat dianggap benar sebelum dibuktikan

sebaliknya).21

Penelitian (research) pada hakikatnya adalah suatu kegiatan pencarian

kebenaran dari ilmu pengetahuan. Penelitian diawali karena adanya keraguan atau

keingintahuan dari seorang peneliti terhadap suatu masalah (hukum) yang ada atau

dialaminya (permasalahan). Pada umumnya permasalahan adalah kesenjangan (gap)

antara yang seharusnya dengan yang senyatanya; antara cita-cita (idea) hukum

dengan senyatanya; antara teori dengan pelaksanaannya (legal gap).

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada

metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu

atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya. Kecuali itu, maka

21
Amiruddin, Zainal Asikin. (2014). “Pengantar Metode Penelitian Hukum”. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada. Hal 19

25
juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk

kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan – permasalahan yang

timbul di dalam gejala yang bersangkutan. 22

Penelitian hukum dapat dibedakan antara penelitian hukum normatif dengan

penelitian hukum sosiologis atau empiris. Biasanya, pada penelitian hukum normatif

yang diteliti hanya bahan pustaka atau data sekunder, yang mungkin mencakup bahan

hukum primer, sekunder dan tertier. Sedangkan jenis penelitin yang digunakan Pada

penelitian hukum sosiologis atau empiris, maka yang diteliti pada awalnya adalah

data sekunder, untuk kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer di

lapangan, atau terhadap masyarakat.23

3.2 Lokasi, Populasi dan Sampel

3.2.1. Lokasi penelitian yang peneliti tinjau yaitu di Kabupaten Boalemo.

3.2.2 Populasi

Populasi merupakan seluruh manusia yang mempunyai karakteristik yang

sama menurut Ronny Soemitro populasi ini dapat terwujud sejumlah manusia atau

seperti kurikulum manajemen, alat mengajar, cara pengadministrasi, kepemimpinan

dan lain-lain. Penelitian populasi oleh calon peneliti adalah Qadhi Kabupaten

Boalemo, Ketua Adat Desa Bajo, Masyarakat Desa Bajo.

2222
Soerjono Soekanto. (2014). “Pengantar Penelitian Hukum”. Jakarta: Penerbit UI (UI – Press). Hal.
43
23
Ibid. Hal. 52

26
3.2.3 Sampel

Adapun sampel dalam penelitian ini adalah Qadhi Kabupaten Boalemo,

DewanAdat Desa Bajo,Kepala Desa dan kepala-kepala dusun yang ada di Desa Bajo.

3.3 Sumber Data Penelitian

Data penelitiaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Data Primer

Data primer yaitu, berupa hasil wawancara dengan narasumber dalam hal ini

Qadhi Kabupaten Boalemo.Dewan Adat desa bajo, Kepala Desa, Kepala dusun dan

masyarakat desa bajo.

b. Data Sekunder

1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat yang terdiri dari

peraturan- peraturan yang terkait dengan penelitian ini. (Kompilasi Hukum Islam)

2. Bahan hukum sekunder, yaitu buku-buku, maupun tulisan ilmiah terkait dengan

penelitian ini.

3. Bahan hukum tersier, yaitu petunjuk atau penjelasan mengenai bahan hukum

primer dan bahan hukum sekunder yang berasal dari kamus besar bahasa

Indonesia, majalah, surat kabar, internet dan lain sebagainya.

27
3.4 Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut.

a. Pengumpulan Data Primer

Pengumpulan data primer yaitu melalui wawancara. Wawancara merupakan suatu

carayang digunakan dalam pengumpulan data berupa dangan mengajukan pertanyaan

secara langsung pada narasumber atau orang yang mempunyai kewenangan terhadap

masalah tersebut. Narasumber yang akan di wawancarai oleh peneliti yaitu seorang

Qadhi Kabupaten Boalemo. Dengan demikian peneliti akanmenyusun beberapa

pertnyaan yang akan diajukan sebagai pedoman ketika melakukan wawancara agar

permasalahan bisa terungkap dengan jawaban narasumber yang terarah, sehingga

hasil dari wawancara bisa langsung di tulis oleh peneliti.

b. Pengumpulan Data Sekunder

Metode pengumpulan menggunakan metode penelitian kepustakaan, studi ini

dilakukan dengan cara mengumpulkan dokumen-dokumen yang ada. Baik itu buku

maupun karanggan ilmiah, peraturan perundang-undangan, dan bahan lainnya yang

berkaitan dengan peneliti. Dengan cara mencari, mempelajari, mencatat serta

menginterpretasikan hal-hal yang berkaitan dengan objek penelitian.

28
3.5 Analisis Data

Apabila data primer telah terkumpul maka dilakukan analisis data.Suatu masalah

yang diteliti berdasarkan data yang diperoleh kemudian diolah sesuai dengan pokok

permasalahan yang diteliti dan bersifat deskriptif.Penelitian deskriptif ditujukan

untuk menggambar secara sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok

tertentu, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara gejala dengan gejala

lain masyarakat.

29
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Pembagian Warisan Menurut Masyarakat Bajo

Bajo dan segenap pembahasannya memuat unsur-unsur menarik tertentu yang

dapat dijadikan sebagai bahan kajian penelitian. Salah satu hal yang sampai saat ini

masih memiliki keunikan tersendiri adalah cara pembagian harta warisan dengan

tidak menggunakan metode atau sistem pmebagian menurut hukum positif melainkan

hukum waris bajo itu sendiri. Berdasarkan kondisi sosial desa bajo itu sendiri,

notabene masyarakat di daerah ini telah melaksanakan sistem pembagian warisan

berdasarkan regulasi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh perangkat desa dan

tokoh-tokoh yang berperan dalam pembagian warisan ini. akan tetapi regulasi yang

telah lama dianut ini ternyata masih memiliki kontroversi tertentu yang ditimbulkan

oleh orang-orang yang merasa dirugikan oleh aturan pembagian harta waris tersebut.

Pembagian harta waris berdasarkan hukum adat bajo ini adalah pembagian yang

sistemnya telah lama dianut oleh masyarakat setempat, dimana proses penetapan dan

pembagian ini tentunya dihadiri oleh beberapa tokoh yang berperan dalam hal ini,

salah satunya adalah kepala dusun. Hal tersebut di perjelas kembali oleh Sekretaris

desa bajo yang menjelaskan bahwa “ setiap masalah atau segala sesuatu yang

30
menyangkut aturan yang ada didesa bajo selalu di selesai dengan adat kebiasaan dari

desa bajo tersebut tidak terkecuali dengan pembagian warisan”. 24

Berdasarkan penjelesan diatas yang menjelaskan bagaimana kondisi

masyarakat desa bajo ternyata masih banyak masyarakat atau kepala keluarga yang

masih menggunakan sistem atau metode pembagian harta waris menurut hukum adat

atau kebiasaan dari desa adat tersebut. Hal ini dapat dibuktikan dengan tabel di bawah

ini:

Tabel I
Jumlah Kepala Keluarga yang Melakukan Pembagian Waris dengan Hukum
Adat Desa Bajo 3 Tahun Terakhir

NO. TAHUN JUMLAH KK

1 2017 3 (KEPALA KELUARGA)

2 2018 5 (KEPALA KELUARGA)

3 2019 6 (KEPALA KELUARGA)

(sumber: Data dari Desa Bajo).

Tabel diatas menjelaskan bahwa pembagian waris menurut adat desa bajo

masih dilakukan dan masih dijalankan oleh masyarakat desa bajo itu sendiri secara

adat desa tersebut. Dari tabel tersebut terlihat jumlah kepala keluarga yang

24
Wawancara dengan Sekretaris desa bajo, pada hari jumat tanggal 2 oktober 2020 pukul 10:00 di
kantor desa bajo

31
menggunakan hukum adat desa bajo dalam pembagian waris dalam 3 tahun

belakangan mengalami peningkatan. Dimana pada tahun 2017 ada 3 kepala keluarga

yang melakukan pembagian waris menurut hukum adat desa bajo, pada tahun 2018

mengalami peningkatan yang tahun sebelumnya hanya 3 kepala keluarga pada tahun

2018 menjadi 5 kepala keluarga yang menggunakan hukum adat desa bajo dalam

pembagian waris, dan pada tahun 2019 juga mengalami peningkatan jumlah kepala

keluarga yang menggunakan hukum adat bajo dalam pembagian waris yaitu menjadi

6 kepala keluarga. Sesuai penjalasan diatas bisa di tarik kesimpulan bahwasanya di

desa bajo masih banyak atau menggunakan hukum adat dalam penyelesaian masalah

khusus dalam hukum waris.

Dalam pembagian harta waris ini, berikut mekanisme pelaksanaan pembagian

warisan di dalam masyarakat adat Bajo.

Internal Keluarga Musyawarah Keluarga-Kadus Kepala Desa

Putusan Pertimbangan Musyawarah Dewan Adat

Dalam penyelesaian masalah khususnya dalam masalah pembagian warisan,

tentunya haruslah melalui mekanisme tertentu, dimana semua elemen yang ada

didalam daerah tersebut haruslah mengambil peran terkait peristiwa yang terjadi.

Pembagian warisan merupakan hal yang sangat sensitif sehingga pembahasan

awalnya harus dimulai dari dalam pihak keluarga terlebih dahulu karena keluarga

32
merupaka aspek utama dalam sebuah peristiwa atau pun permasalahan. Di desa bajo

sendiri dalam mekanisme dalam pembagian warisan ada beberapa tahapan seperti

yang sudah di gambarkan pada skema diatas, yaitu sebagai berikut:

a. Internal Keluarga

mekanisme pembagian pada tahap pertama ini dimulai dari internal keluarga ,

kenapa di mulai dari internal keluarga, Karena keluarga adalah bagian terpenting

dalam peristiwa atau sengketa khusunya dalam pembagian waris, dalam tahap

pertama ini pihak keluarga akan membahas beberapa poin yaitu ,berapah banyak

warisan yang akan di bagi kan dan siapa saja yang akan mendapatkan warisan

tersebut dengan cara musyawarah mufakat.

Dalam musyawarah di internal keluarga ini tidaklah selalu berjalanan sesuai

dengan apa yang di harapkan, pasti ada saja masalah yang terjadi di dalam

musyawarah tersebut. Apabila dalam musyawarah di internal keluarga masih saja

tidak mendapatkan kesepakatan atau titik terang maka masalah tersebut akan dibawah

ditingkat yang lebih tinggi, yaitu dalam musyawarah akan melibatkan kepala dusun

dalam penyelesaian masalah.

b. Keluarga dan Kepala Dusun

Di tahap ini akan dilakukan musyawarah mufakat antara pihak keluarga dan

kepala Dusun sebagai penengah dalam musyawarah tersebut, dalam musyawarah

akan membahas tentang pembagian warisan dari keluarga dan mencari solusi dan

33
jalan keluar bersama-sama dalam permasalahan yang terjadi sampai di dapatkan kata

sepakat dari semua ahli waris.

Dalam musyawarah antara keluarga dan kepala Dusun ini bukan tanpa

masalah seperti yang disampaikan oleh bapak kepala dusun I Desa bajo “ dalam

musyawarah antara keluarga dan kepala dusun tidak semua berjalan lancar ada-ada

saja masalah yang terjadi khusunya antara ahli waris yang tidak mau mengalah satu

sama lain”25. Jika dalam proses musyawarah tetap tidak mendapatkan kesepekan

antara ahli waris maka musyawarah akan dilanjutkan di tingkat Desa.

c. Keluarga, Kepala Dusun dan Kepala Desa

Pada tahap ini masalah akan di bawa ketingkat desa dengan kata lain

penyelesaian permasalahan warisan ini akan di adili langsung atau penengah adalah

kepala desa selaku yang kekuasan di desa tersebut, proses yang akan dilakukan tetap

sama seperti tahap dari Internal Keluarga hingga Keluarga dan kepala Dusun yaitu

akan dilakukan musyawarah yang dihadiri oleh pihak ahli waris dan perangkat desa

dalam hal ini kepala desa dan kepala dusun,dan kembali membahas pembagian dan

mencari solusi bersama hingga mendapatkan kesepakatan antara ahli waris.

Dalam musyawarah tahap ini bukan tanpa masalah tetapi masih banyak terjadi

masalah atau perbedaan pendapat yang terjadi antara ahli waris yang dapat

25
Wawancara dengan kepala dusun I Desa bajo, pada hari minggu tanggal 4 oktober 2020 pukul
15:00 dirumah kepala dusun I desa bajo

34
menimbulkan tidak dapat terwujud kesepakan bersama dalam musyawarah. Ketika

dalam musyawarah tersebut tetap saja tidak mendapatkan hasil atau pun tidak ada

kesepakatan dari pihak ahli waris, maka akan dilakukan musyarah dengan melibatkan

dewan adat dari desa tersebut dalam hal ini dewan adat dari desa bajo.

d. Dewan Adat, Kepala Desa, Kepala Dusun dan Keluarga

Tahap ini akan di hadiri oleh semua elemen yang ada di desa bajo dari

keluarga ahli waris , kepala dusun, kepala desa dan dewan adat desa bajo untuk

bermusyawarah bersama-sama membahas tentang pemberian waris, musyawarah ini

akan di pimpin oleh dewan adat yang akan bertugas sebagai hakim adat dalam proses

pembagian warisan ini. dalam musyawarah ini hakim akan mempertimbangkan

semua aspek dari mulai siapa yang akan menerima warisan yang lebih besar dan siapa

yang menerima yang lebih dan pantaskah seseorang tersebut menerima warisan,

apabila hakim adat sudah mempertimbangkan semua itu maka hakim adat akan

menetapkan atau akan memutuskan hasil dari musyawarah dengan seadil-adilnya

dengan ketatapan atau hukum adat dari desa bajo sendiri.

Untuk ketetapan pembagian warisan di Desa Bajo,yaitu jika dalam keluarga

tersebut ada anak laki-laki maupun anak perempuan, jika anak laki-laki memiliki

pendapatan melebihi anak perempuan, maka anak perempuan mendapat bagian lebih

besar dari si anak laki-laki begitu juga sebaliknya jika anak perempuan mempunyai

penghasilan yang lebih besar daripada anak laki-laki maka anak laki-laki yang akan

35
mendapatkan bagian lebih besar. Jadi secara tidak langsung melihat apa yang

dijelaskan diatas ketetapan pembagian warisan di desa bajo ini siapa yang

mempunyai penghasil lebih banyak dialah yang akan mendapatakan bagian yang

lebih sedikit dari yang memiliki penghasilan lebih sedikit.

Dalam pembagian warisan di desa bajo yang dilakukan secara adat atau

kebiasaan suku bajo bukan tanpa kendala seperti yang dikatan oleh bapak Kepala

desa Bajo dia mengatakan bahwa “dalam pembagian harta warisan di desa bajo ini

tidak selama berjalan sesuai harapan ada beberapa masalah-masalah yang terjadi

dalam pembagian waris di desa bajo, masalah-masalah yang timbul biasanya ketika

musyawarah sudah di tetapkan dan sudah final hasil dari musyawarah tersebut ada

salah seorang dari ahli waris yang tidak terima dengan hasil yang sudah di tetapkan

oleh dewan adat yang sudah di musyawarakan sebelumnya dengan keluarga dan

menuntut dengan jalur hukum positif atau melakukan tuntutan di Pengadilan Agama

setempat”.26

4.2 Upaya Hukum Penyelesaian Sengketa dalam Pembagian Harta Waris

menurut Hukum Adat Bajo

Indonesia sebagai negara hukum adalah sebuah kalimat yang memuat makna

yang sangat besar terkait kenegaraan itu sendiri. Segala bentuk problematika yang

lahir ditengah-tengah masyarakat tentunya memiliki solusi atau upaya

26
Wawancara dengan kepala desa bajo, pada hari minggu tanggal 4 oktober 2020 pukul 09:00 dirumah
kepala desa bajo

36
penyelesaiannya. Hukum yang berlaku di tengah-tengah masyarakat adalah alat

pengendali perilaku, rujukan sikap dan cara bertindak dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Masalah yang lahir di daerah bajo

khususnya terkait pembagian harta warisan ini adalah sebuah perkara yang bersifat

lumrah atau sudah umum terjadi di dalam kehidupan bermasyarakat, seperti yang di

terangkan oleh bapak kepala desa bajo bahwa perkara atau masalah yang terjadi di

masyarakat desa bajo adalah hal yang lumrah terjadi bahkan hampir setiap tahun ada

saja masalah atau perkara yang terjadi di desa bajo tak terkecuali masalah tentang

sengketa warisan.27

Penyelesaian sengketa waris merupakan suatu penyelesaian suatu masalah

yang timbul dikarenakan adanya perbedaan pendapat atau adanya persengketaan

mengenai harta warisan, baik harta warisan dalam wujud harta benda yang berwujud

maupun yang tidak berwujud benda, melainkan berupa hak dan kewajiban,

kedudukan, kehormatan, jabatan adat, gelar-gelarnya maupun sebagaianya.

Didalam pembagian warisan masyarakat adat Desa Bajo di Kabupaten

boalemo, sering muncul masalah-masalah dalam pembagian warisan salah satunya

perselisihan antara sesama saudara dalam keluarga dan pertengkaran saudara dalam

27
Wawancara dengan kepala desa bajo pada tanggal 4 oktober 2020 2020 pukul 09:00 dirumah kepala
desa bajo

37
satu keluarga.28 Penyelesaian sengketa pembagian harta warisan di Desa Bajo dapat

diselesaika dengan cara yaitu:

a. Secara Musyawarah keluarga

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala kelurga

dan beberapa orang terkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah satu atap dalam

keadaan saling ketergantungan satu sama lain. Musyawarah keluarga pada

masyarakat adat Desa Bajo adalah suatu musyawarah yang dapat dilakukan setiap

waktu, ketika ada peristiwa peristiwa penting dalam kehidupan masyarakat Desa Bajo

yang menyangkut masalah keluarga, termasuk bila terdapat perselisihan atau

sengketa. Biasanya sengketa tersebut diselesaikan terlebih dahulu dengan cara

musyawarah antara anggota keluarga, yang akan di pimpin oleh kerabat dari orang

tua (paman). Dalam penyelesaian sengketa warisan, biasanya para ahli waris akan

meminta solusi ataupun jalan keluar yang harus di tempuh kepada pimpinan

musyawarah (kerabat dari orangtua) agar sengketa harta warisan atau pembagian

warisan ini bisa diselesaikan dengan baik. Apabila sengketa tersebut tidak dapat

diselesaikan pada musyawarah keluarga maka akan dilakukan musyawarah adat.

28
Wawancara dengan kepala desa bajo pada tanggal 4 oktober 2020 2020 pukul 09:00 dirumah kepala
desa bajo

38
b. Secara Musyawarah Adat

Masyarakat adat desa bajo di Kecamatan Tilamuta dalam menyelesaikan

persoalan dan sengketa melalui musyawarah adat, baik berupa persoalan kecil seperti

perkelahian suami istri, perceraian, perkawinan, hingga masalah pembagian warisan.

Seperti yang diketahui, masalah tentang harta warisan menjadi salah satu persoalan

utama dalam kehidupan masyarakat. Untuk masalah di lingkungan adat desa bajo

adalah tanggung jawab dewan adat, jika terjadi sengketa para dewan adat tersebut

akan berusaha untuk menyelesaikan persoalan atau masalah itu melalui musyawarah.

Dalam proses penyelesaian sengketa dalam pembagian warisan, dewan adat akan

membantu para pihak untuk mencapai kesepakatan bersama dengan cara memanggil

seluruh Ahli waris, serta wali dan waris serta saksi-saksi, setelah itu persoalan

diutarakan di forum musyawarah dan dewan adat akan jalan keluar terhadap sengketa

waris tersebut demi terciptanya perdamaian.

Berdasarkan langkah-langkah penyelesaian sengketa melalui jalur

musyawarah, maka sangat diharapkan terciptanya perdamaian antara pihak yang

bersengketa. Tetapi ketika melalui jalur ini persengketaan tidak juga selesai, maka

persengketaan ini akan dibawa ke jalur paling akhir yang harus di tempuh adalah jalur

pengadilan.

Di dalam penyelesaian sengketa di tingkat pengadilan , biasanya setiap

pengadilan di seluruh Indonesia diwajibkan mengadakan proses media sebelum

39
memasuki proses peradilan,berdasarkan ketentuan Pasal 17 PERMA No. 1Tahun

2016 tentang prosedur mediasi di Pengadilan“pada hari sidang yang telah di tentukan

dan dihadiri oleh para pihak, hakim pemeriksa perkara mewajibkan para pihak untuk

menempuh mediasi.”29

Mediasi dalam suatu perkara diharapkan dapat menyelesaian perkara dengan

baik-baik tanpa ada konflik yang terjadi dikemudian hari, karena dengan adanya

mediasi perkara bisa di selesaikan dengan waktu yang singkat, biaya ringan dan di

selesaikan secara damai.

Mediasi merupakan cara penyelesaian secara efektif dan efisien melalui

proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu para

pihak serta dibantu oleh mediator. Dalam semua perkara terutama perkara perdata

diwajibkan untuk dilakukan mediasi, apabila terjadi pelanggaran terhadap kewajiban

mediasi akan berakibat batalnya demi hukum sehingga mediasi adalah suatu cara

terbaik untuk menyelesaikan sengketa antara para pihak secara tuntas dan final.

Semakin banyaknya masyarakat memilih pengadilan agama sebagai sarana

mereka menyelesaikan masalah keluarga yang dimaksud disini ialah mengenai

perkara kewarisan, terlihat dari perkara kewarisan tersebut membuktikan tidak sedikit

sengketa kewarisan yang bisa diselesaikan hanya dengan mediasi.

29
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 2016 Tentang prosedur Mediasi di Pengadilan

40
Dalam kenyataanya tidak semua masalah atau sengketa kewarisan yang ada di

Pengadilan Agama tidak dapat diselesaikan melalui upaya damai yang sesuai dengan

harapan, hal tersebut dapat sebabkan beberapa kendala yang berkembang dalam

masyarakat dan ruang lingkup Pengailan, tetapi setiap kendala pasti ada jalan keluar

atau pun upaya untuk menghadapinya, sehingga kendala tersebut bisa di atasi atau

pun dihilangkan, sehingga proses mediasi bisa berjalan secara efisien dan lancar

tanpa ada kendala sedikitpun.

Masyarakat Adat Desa bajo yang berperkara mengenai waris di Pengadilan

Agama Kabupaten Boalemo berasal dari berbagai kalangan baik dari kalangan bawah

sampai kalangan yang berpendidikan. Tidak banyak dari kedua belah pihak berasal

dari latar belakang ekonomi yang berbeda pula. Baik yang berasal ari latar belakang

ekonomi menengah ke atas atau berlatar belakang ekonomi menengah ke bawah.

Siapapun parah pihak tersebut harus menempuh proses mediasi.

Mediasi merupakan bagian dari alternative penyelesaian sengketa yang

mendapat kedudukan penting dalam PERMA No.1 Tahun 2016. Mediasi bertujuan

untuk menyelesaikan sengketa secara damai yang tepat, efektif kepada pihak untuk

memperoleh kedamaian dan keadilan yang memuaskan.

PERMA No.1 TAHUN 2016 telah di jelaskan aturan tahapan prosedur

mediasi merupakan bagian hukum acara perdata di Pengadilan dengan upaya

memperkuat an mengoptimal tingkat keberhasilan mediasi di lembaga pengadilan.

41
Mediasi dalam perkara, para pihak yang bersengketa khususnya perkara warisan yang

mempunyai kewajiban penuh dalam mengambil keputusan. Hakim yang ditunjuk dan

di sepakati para pihak, tidak memiliki kewajiban untuk langsung memberi putusan

terhadap sengketa tersebut, melainkan hanya bertujuan untuk membantu menemukan

solusi kepada para pihak untuk mencapai kesepakatan.

Dalam hal ini dapat dilihat, syarat-syarat prosedur mediasi kedalam tiga tahap

yaitu, sebagai berikut:

1. Tahap Pramediasi

Awal siding sebelum gugatan dibacakann yang dihadiri oleh para pihak

majelis hakim mewajibkan parah pihak untuk menempuh mediasi. Berdasarkan yang

dituliskan oleh aturan Mahkamah Agung, Perma No.1 Tahun 2016 pasal 17 ayat (3)

pemanggilan pihak yang tidak hadir pada siding pertama dapat dilakukan

pemanggilan satu kali sesuai dengan praktik hukum Acara.30sesuai aturan formil

hukum acara di Pengadilan, sebelum pembacaan gugatan oleh majelis hakim para

pihak di perkenankan hadir untuk melaksanakan media seperti dimuat pada pasal 17

ayat (1) Hakim pemeriksa perkara mewajibakan para pihak untuk menempuh

mediasi.31 Pada perkara warisan mediasi tetap di langsungkan setelah pemanggilan

dilakukan secara sah dan patut walaupun tidak seluruh pihak mesti hadir, yang mana

30
Pasal 17 ayat 3 Perma No. 1 Tahun 2016 tentang prosedur mediasi di Pengadilan.
31
Pasal 17 ayat 1 Perma No. 1 Tahun 2016 tentang prosedur mediasi di Pengadilan.

42
dimaksud adalah ketidak hadiran pihak turut tergugat dengan arti lain tidak signifikan

untuk tidak menghalangi dilaksanakannya mediasi.

Sidang pertama majelis hakim akan memberikan penjelasan kepada para

pihak berlandaskan Perma No. 1 Tahun 2016tentang prosedur mediasi di Pengadilan

meliputi: pengertian dan manfaat mediasi, kewajiban para pihak untuk menghadiri

langsung pertemuan mediasi, akibat hukum atas perilaku tidak beritikad baik dalam

proses mediasi, biaya yang mungkin timbul akibat penggunaan mediator nonhakim

dan bukan pegawai Pengadilan, pilihan menindak lanjuti kesepakatan perdamaian

melalui akta perdamaian atau pencabutan gugatan, dan setelah itu para pihak

berkewajiban untuk menandatangani formulir penjelasan Mediasi.32 Prosen

penyelesaian perkara waris secara mediasi oleh hakim mediator di Pengadilan Agama

sebagaimana yang didasarkan dari Perma No. 1 Tahun 2016 adalah pokok yang wajib

untuk dilaksanakan Mediasi, jika tidak dilaksanakannya maka putusan pengadilan

menjadi batal demi hukum.

Setelah para pihak menandatangani formulir penjelasan mediasi sebagai bukti

telah mendengarkan penjelesan lengkap tentang mediasi, selanjutnya yang dimuat

dalam pasal 20 (1) para pihak diberi waktu 2 hari kerja untuk menunjuk mediator. 33

Mediator yang dipilih harus memiliki sertikat mediator yang terdaftar di Pengadilan

setempat.

32
Pasal 17 Ayat 7 Perma No. 1 Tahun 2016 tentang prosedur Mediasi di Pengadian.
33
Pasal 20 Ayat 1 Perma No. 1 Tahun 2016 tentang prosedur Mediasi di Pengadilan.

43
2. Tahap Proses/pelaksanaan Mediasi

Dasar hukum berdasarkan Perma No. 1 Tahun 2016 tentang prosedur mediasi

di Pengadilan setelah ditunjuknya hakim mediator yang telah disepakati oleh para

pihak sesuai dengan pasal 20 (50) yang tertuls, Jika para pihak telah memilih

mediator sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) atau ketua majelis Hakim

pemeriksa perkara menunjuk mediator sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat

(4), ketua majelis Hakim Pemeriksa Perkara menerbitkan penetapan yang memuat

perintah untuk melakukan mediasi dan menunjuk mediator.34 Para pihak masing-

masing memberikan resume perkaranya kepada mediator yang bersangkutan,

selanjutnya hakim mediator memberikan 30 hari berdasarkan pasal 24 (2) terhitung

sejak penetpan untuk mengaturan jadwal dilaksanakannya mediasi yang disepakati

oleh mediator dan para pihak.35hakim mediator sebelum dilaksanakan mediasi dengan

waktu yang telah disepakati para pihak, wajib mempelajari dan mendalami isi

gugatan untuk menciptakan sejumlah peluang untuk menghasilkan kesepakan damai

bagi para pihak. Apabila terjadi hal yang menegangkan atau keresahan pada saat

proses mediasi dilaksanakan maka mediator wajib menghentikan mediasi beberapa

saat sehingga dapat meredam suasana hingga tenang.

34
Pasal 20 Ayat 5 Perma No. 1 Tahun 2016 tentang prosedur mediasi di Pengadilan.
35
Pasal 24 ayat 2 Perma No. 1 Tahun 2016 tentang prosedur mediasi di Pengadilan.

44
3. Laporan Mediasi tidak mencapai kesepakatan (Gagal)

Mediasi yang tidak mencapai kesepakatan atau tidak berhasil dalam

melakukan perundingan, mediator berkewajiban menyatakan proses mediasi gagal

mencapai kesepakatan, mediator membuat laporan mediasi dan memberitahukan

secara tertulis kepada majelis hakim yang mengadili dan memeriksa perkara

tersebut.36 Khusus perkara warisan mediator kiatnya memberikan jalan tengah untuk

mencapai win-win solution sebagaimana pembagian waris sesuai hukum islam atau

dengan adat kebiasaan yang akan dibagikan kepada masing-masing para pihak. Jika

para pihak tetap bersih keras dan merasa paling benar sehingga tidak ada kesepakatan

pada saat di mediasi maka dinyatakan mediasi tidak berhasil. Mediasi yang gagal

otomatis perkara dilanjutkan pada pemeriksaan persidangan oleh majelis hakim.

4. Laporan Mediasi mencapai kesepakatan (berhasil)

Mediasi telah berhasil dengan mencapai kesepakantan perdamaian para pihak,

dalam pasal 27 ayat (1) para pihak dengan bantuan mediator wajib merumuskan

kesepakatan secara tertulis dalam kesepakatan perdamaian yang di tandatangani oleh

para pihak dan mediator.37 Kesepakatan yang dimaksud dimuat antara lain:

a. Nama lengkap dan tempat tinggal para pihak

b. Nama lengkap dan nama lengkap Mediator

c. Uraian singkat masalah yang di persengketakan

36
Pasal 32 ayat 1 Perma No. 1 Tahun 2016 tentang prosedur mediasi di pengadilan.
37
Pasal 27 ayat 1 perma No. 1 Tahun 2016 tentan prosedur mediasi di pengadilan.

45
d. Pendirian para pihak

e. Pertimbangan dan kesimpulan dari mediator

f. Pernyataan kesediaan melaksanakan kesepakatan

g. Pernyataan kesediaan dari salah satu pihak atau kedua belah pihak bersedia

menanggung semua biaya mediasi (bila mediator berasal dari luar pengadila).

h. Larangan pengungkapan dan pernyataan yang menyinggung atau menyerang

pribadi.

i. Kehadiran pengamat atau tenaga ahli (bila ada)

j. Larangan mengungkapkan catatan dari proses serta hasil kesepakatan.

k. Tempat para pihak melaksanakan isi kesepakatan.

l. Batas waktu pelaksanaan isi kesepakatan, dan

m. Klausal pencabutan perkara atau pertnyataan perkara telah selesai.

Urutan diatas difungsikan dalam penyusunan hasil jumlah kesepakatan secara

tertulis untuk hasil dari pelaksanaan mediasi. Di Pengadilan agama untuk hasil para

pihak yang telah mencapai kesepakatan maka perkaranya dicabut atau perkara telah

selesai. Para pihak wajib dengan pernyataan bahwa proses pemeriksaan perkara tidak

di teruskan lagi.

Dengan pengaturan prosedur mediasi sekian rupa, diharapkan segala sengketa

yang masuk ke Pengadilan Agama , termasuk didalamnyasengketa kewarisan, karena

pada dasarnya sengketa kewarisan melibatkan kedua belah pihak yang berasal dari

satu keluarga yang sama, disini mereka sebagai anak atau kerabat yang ditinggali

46
harta warisan oleh orang tua mereka yang telah meninggal mempermasalahkan harta

warisan tersebut dan akhirnya saling memperebutkan hak mereka atas harta warisan

tersebut, sehingga hubungan mereka antar saudara menjadi pecah dan terjadi

perselisihan, yang membuat masalah ini tidak lagi bisa diselesaikan dengan kepala

dingin, sehingga salah satu atau kedua pihak sepakat menyelesaikan masalah ini

dengan cara hukum, dan disinilah tujuan mediasi, apabila mediasi tersebut dijalankan

sesuai dengan tata cara mediasi yang telah diatur oleh PERMA Nomor 1 Tahun 2016,

maka proses penyelesaian sengketa melalui mediasi ini tidak akan menemukan

masalah atau kendala yang berarti.

Sebagaimana yang di inginkan kita semua, bahwa proses mediasi merupakan

proses mendidik dan mendewasakan para pihak dalam bersikap. Dimana para pihak

harus mengikuti proses mediasi sesuai aturan yang ada dan mendengar setiap arahan

serta masukan yang diberikan oleh mediator, karena mediator disini berperan besar

dalam proses pendewasaan para pihak dalam menyelesaikan masalah mereka.

Mediator berperan untuk tidak memihak terhadap masalah yang dihadapi, sehingga

timbul rasa aman dan nyaman dari para pihak dalam menyelesaikan masalahnya.

Namun sikap netral mediator tidaklah buta terhadap masalah yang ada, mediator bisa

saja memberikan pandangan kepada para pihak ketika melihat ada proses yang tidak

seimbang atau tidak adil serta merugikan salah satu pihak. Keberadaan netralitas

mediator berada, apabila para pihak masih saling menguntungkan sehingga tidak ada

yang merasa dirinya dikalahkan.

47
Oleh sebab itu, dibutuhkan kerja sama dari para pihak yang bersengketa

dengan mediator yang terlibat dalam proses mediasi agar mediasi dapat berjalan

lancar dan berhasil, sehingga berakhir dengan kesepakatan damai dari para pihak.

Apabila proses mediasi dapat berjalan semestinya dan berakhir dengan kesepakatan

damai, maka kerja sama ini dibutuhkan guna menghadapi kendala-kendala yang

timbul dalam proses mediasi, yang dalam kasus ini ialah proses mediasi sengketa

kewarisan.

Keberhasilan mediasi ditentukan oleh para pihak, kalau mereka ingin perkara

diselesaikan dengan mediasi seharusnya mereka datang pada saat sidang mediasi,dan

mengikuti proses mediasi dengan iktikad baik, sehingga proses mediasi mendapatkan

hasil yang bagus.

Mediasi yang dilaksanakan di dalam pengadilan seharusnya berjalan lancar,

dan diharapkan dapat kata sepakat dan berakhir dengan damai, tetapi karena beberapa

hal yang ditemukan dalam proses mediasi membuat hal diharapkan tersebut menjadi

terhambat.

proses mediasi di pengadilan agama Boalemo bukan tanpa hambatan , tetapi

ada beberapa kendala yang ditemui dalam proses mediasi yaitu hambatan yang di

akibatkan para pihak itu sendiri maupun hambatan karena ruang lingkup yang

terdapat di Pengadilan Agama itu sendiri. Kendala-kendala inilah yang menghambat

keberhasilan dan kurang maksimalnya proses mediasi, adapun kendala yang di temui

antara lain:

48
1. Menunggu antrian terlebih dahulu karena ruangan mediasi di sini hanya

satudengan hakim aktif bersetifikat sebagai mediator berjumlah tiga orang,

ketika padahari tertentu antrian para pihak yang akan menempuh proses

mediasi pada haritersebut banyak, maka mereka harus menunggu giliran

untuk mediasi;

2. Kebanyakan para pihak yang datang ke Pengadilan Agama Kabupaten

Boalemo sangatsulit untuk didamaikan atau menemukan kata sepakat karena

mereka sudahmempunyai prinsip sendiri untuk mempertahankan posisi

mereka, yang manamasing pihak-pihak menganggap tindakan yang diambil

sudah benar dan sesuaiyang diinginkan, dan mungkin hanya sedikit dari

mereka yang menemukan katasepakat dan dapat didamaikan dalam proses

pelaksanaan mediasi.

3. Pembagian waktu yang kurang maksimal apabila terdapat antrian yang banyak

bagipara pihak ingin menempuh proses mediasi, sehingga dalam proses

mediasikurang dapat dimaksimalkan karena jangka waktu yang diberikan

dalam prosesmediasi, yang membuat para pihak kurang mendapat waktu

dalam bermediasi.Mediasi hanya berlansung sebentar saja, hal ini sangat tidak

sesuai degan harapandiadakannya mediasi, sebabmediasi diharapkan mampu

mengurani jumlah perkarayang masuk dalam tahap peradilan.

4. Perkara sengketa waris yang sudah sangat parah, yang mana masalah

waristersebut pernah diselesaikan secara kekeluargaan, namun tidak bisa

diselesaikandan merasa jalan satu-satunya ialah menyelesaikan masalah di

49
pengadilan, yangmana dalam hal inilah yang menjadikan semua pendekatan,

nasehat, pemahamanlain yang diberikan saat mediasi menjadi sia-sia. Maka

setiap masukan yangdiberikan mediator tidak akan diterima oleh oleh salah

satu ataupun kedua belahpihak, mereka sudah mempertahankan keyakinan

masing-masing dan merekamenganggap keyakinan merekalah yang benar dan

akan menang dalam perkara ini.

5. Para pihak tidak dapat diajak bekerja sama, dalam artian tidak memiliki

niat(beriktikad baik) dalam melakukan mediasi yakni mereka tidak memiliki

niat yakni salah satu pihak ataukedua belah pihak tidak hadir dalam proses

mediasi, sama halnya para pihakmemberikan kuasa hukum kepada

pengacaranya, meskipun hal tersebut dibolehkandengan para pihak

diwajibkan menyatakan secara tertulis persetujuan ataskesepakatan yang

dicapai, namun inti dari mediasi tidak terlaksana. Sebab mediasipada dasarnya

harus dilakukan sendiri oleh para pihak yang berpekara. Ditambahlagi kuasa

hukum hanya berpegangan kepada surat gugatan, sehingga mediatortidak

dapat menjalankan perannya sebagai orang yang mencari alternatif-

alternatifpenyelesaian masalah secara maksimal.

Kendala-kendala inilah yang membuat proses mediasi tidak dapat berjalan

secara maksimal dan sebagai mestinya. Mengaharuskan mediator untuk berpikir guna

menemukan upaya-upaya demi menyelesaikan kendala-kendala tersebut. Dari hasil

diatas diketahui beberapa kendala yang terdapat penyelesaian sengketa kewarisan

50
secara mediasi oleh hakim di Pengadilan Agama Boalemo, kendala-kendala tersebut

menjadi faktor penghambat untuk kelancaran proses mediasi, kendalakendala ini juga

membuat mediasi terancam gagal.

Kendala-kendala ini timbul karena para pihak yang kurang memiliki

kesadaran ataupun tidak mengetahui keuntungan atau manfaat nyata bagi mereka

sehingga mereka menganggap proses mediasi hanyalah sebuah langkah formalitas

sebelum memasuki tahap peradilan, yang mereka pikir apabila mengikuti ataupun

tidak mengikuti proses mediasi tidak akan merubah pemikiran mereka dan

menganggap proses mediasi tidak akan bisa menyelesaikan perkara mereka. Yang

mengira sengketa mereka akhirnya hanya akan diselesaikan melalui peradilan

Pemikiran-pemikiran singkat dari masyarakat awam inilah yang

mempengaruhi orang disekitar mereka bahwa mengikuti proses mediasi hanyalah

sebuah langkah formalitas, tidak mengikutinya mediasipun tidak apa-apa, dan tidak

akan mengubah apapun. Opini-opini ini terus menyebar di masyarakat, sehingga

proses mediasi dipandang sebelah mata oleh masyarakat awam.

Pandangan yang salah inilah yang membuat masyarakat awam yang hendak

menyelesaikan perkara mereka di pengadilan, tidak begitu menaruh perhatian lebih

terhadap mediasi. Mereka jadi mengira tidak perlu juga mengikuti proses mediasi,

pemikiran ini dipengaruhi oleh pandangan yang salah tadi, yang didapat dari orang

yang juga tidak mempunyai pengetahuan lebih mengenai mediasi, yang mana

51
mungkin ia hanya mendengar dari orang lain juga yang tidak jelas sumber

informasinya.

Kendala-kendala lain yang terdapat dalam pelaksanaan penyelesaian perkara

secara mediasi oleh hakim di Pengadilan Agama Boalemo, termasuk sengketa

kewarisan juga dapat disebabkan pada lingkungan pengadilan itu sendiri. Yang

menjadi kendalanya adalah tempat dan waktu yang menjadi batasan bagi para pihak

untuk menyelesaikan sengketa, waktu yang sebentar dan ruang mediasi yang hanya

terdapat satu ruang saja, membuat mediasi kurang dapat dimaksimalkan, disesuaikan

dengan banyaknya juga antrian perkara yang juga harus menempuh jalur mediasi,

membuat pelaksanaan mediasi menjadi lama, sehingga tujuan mediasi yang

menghemat waktupun tidak tercapai. Selain itu, jumlah mediator hakim aktif kurang

memadai, masyarakat lebih suka memakai jasa hakim aktif sebagai mediator, karena

tidak lagi dibutuhkan lagi biaya tambahan untuk menggunakan jasa mediator non

hakim.

Kendala-kendala inilah yang membuat mediasi tidak dapat berjalan sesuai

tujuannya, tidak dapat dimaksimalkan, dan tidak berjalan efektif serta efisien.

Harapan pihak Pengadilan Agama Boalemo adalah agar kendala-kendala ini dapat

dihadapi dengan berbagai upaya yang telahmereka persiapkan. Sehingga proses

mediasi dapat berjalan sesuai dengan dicita-citakan oleh PERMA Nomor 1 Tahun

2016.

Banyak cara yang dapat dilakukan mediator untuk meminimalisir kendala-

kendala dalam yang terjadi dalam proses mediasi. Kendala tersebut dapat di

52
minimalisir atau di hilangkan asalkan para pihak mau mengikuti tata cara atau upaya

untuk meminimalisir kendala tersebut, dibutuhkan partispasi dari masyarakat itu

sendiri sebagai para pihak dan pengadilan dalam melaksanakannya. Adapun beberapa

upaya tersebut antara lain:

1. Dengan banyaknya antrian para pihak yang menunggu untuk melakukan

proses mediasi, ruang untuk melakukan proses mediasi hanya satu, serta

waktu yang terbatas maka mediator di Pengadilan Agama Boalemo

berinisiatif untuk tidak mengulur-ulur waktu dengan tidak memperlama

pembukaan dengan lansung ke pokok permasalahan, dan membahas apa

masalah apa yang terjadi antara pihak serta keinginan mereka supaya

cepat menemukan solusi yang memenangkan kedua belah pihak(win-win

solution) serta mediator di sini bersifat netral dengan memberikan arahan

dan nasehat yang dibutuhkan dengan tidak memperlamapembahasan

kasus, karena mediator sebelum proses mediasi dilaksanakan telah

mempelajari masalah yang akan dimediasi, sehingga dapat menghemat

waktu dalam membahas masalah, upaya lainnya adalah masing-masing

pihak bisa menemui mediator tanpa kehadiran pihak lainnya di luar waktu

mediasi untuk membahas masalah dan kepentigan yang tidak

tersampaikan selama proses mediasi karena tidak ingin didengar oleh

pihak lawan.

2. Ada beberapa pihak tidak ingin damai, karena beberapa alasan contohnya

saja salah satu pihak atau kedua pihak tidak menunjukan iktikad

53
baikantara kedua bela pihak, dan menganggap lebih baik memilih

menyelesaikan masalah melalui jalur pengadilan, untuk menghadapi

kendala ini, mediator melakukan pendekatan persuasif kepada para pihak

yaitu memberikan arahan dan nasehat yang bertujuan agar para pihak mau

berubah pikiran mereka, supaya bisa diselesaikan dengan cara baik-baik

dan dapat didamaikan sehingga hubungan mereka sebagai satu keluarga

tidak renggang lagi.

Dari hasil diatas, dapat dilihat segala upaya-upaya yang dilakukan hakim

sebagai mediator guna menghadapi kendala-kendala yang timbul dalam proses

mediasi kewarisan di Pengadilan Agama Boalemo merupakan cara yang cukup

berguna, karena dapat dilihat penyelesaian sengketa kewarisan secara mediasi di

Pengadilan Agama Boalemo cukup efisien dan lancar.

Tingkat keberhasilan proses mediasi sengketa kewarisan di Pengadilan

Agama Boalemo yang cukup memuaskan, ini tidak terlepas peran hakim sebagai

mediator yang sangat berperan untuk melakukan pendekatan persuasif kepada para

pihak untuk memberikan nasehat dan masukan untuk membantu para pihak

menemukan solusi yang memuaskan dan memenangkan kedua belah pihak.

Dengan adanya upaya-upaya ini, mediasi kembali menemukan tujuan

utamanya yakni sebagai alternatif penyelesaian sengketa yang mementingkan faktor

ekonomi, dengan menyelesaikan sengketa secara ekonomis, baik dari sudut pandang

biaya maupun dari sudut pandang waktu. Setiap orang menginginkan masalah meraka

bisa cepat diselesaikan tanpa mengulur-ulur waktu serta menghemat biaya yang

54
dikeluarkan. Proses mediasi dipandang sebagai cara penyelesaian sengketa yang lebih

cepat dan murah dibandingkan dengan proses litigasi. Di indonesia memang belum

ada penelitian yang membuktikan asumsi bahwa mediasi merupakan proses

penyelesaian sengketa yang cepat dan murah dibandingkan proses litigasi. Akan

tetapi, dapat dilihat bahwa pihak yang kalah seringkali mengajukan upaya hukum,

banding maupun kasasi, sehingga membuat penyelesaian atas perkara yang

bersangkutan dapat memakan waktu bertahun-tahun, dari sejak pemeriksaan di

pengadilan tingkat pertama hingga pemeriksaan tingkat kasasi Mahkamah Agung.

Sebaliknya, jika perkara dapat diselesaikan dengan proses mediasi, maka para pihak

dengan sendirinya dapat menerima hasil akhir karena merupakan hasil kerja mereka

yang mencerminkan kehendak bersama para pihak. Selain itu, dapat ditemukan juga

dalam literatur-literatur bahwa disebutkan mengenai penggunaan mediasi merupakan

proses penyelesaian sengketa yang lebih cepat dan murah dibandingkan proses

litigasi.

Upaya-upaya ini membangkitkan kepercayaan masyarakat dalam peran

mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa, menapis segala opini-opini yang

salah terhadap mediasi bahwa mediasi bukan sekedar suatu langkah formalitas dalam

proses peradilan, yang tidak harus diikuti. Dengan adanya upaya-upaya ini membuat

tingkat keberhasilan proses mediasi menjadi naik, yang menguatkan antusias

masyarakat tentang arti sebenarnya dari suatu proses mediasi, bahwa dengan proses

mediasi segala sengketa dapat diselesaikan, termasuk didalamnya sengketa

kewarisan, dimana permasalahan antar saudara yang meributkan masalah hak waris

55
mereka dapat saudara, sehingga hubungan mereka yang dulu sempat renggang

bahkan terjadi pertikaian mereka antar saudara dan kerabat bisa kembali utuh. Dan

tidak hanya itu mediasi juga merupaka alternatif dalam menyelesaian sebuah masalah

yang bertujuan agar masalah yang di hadapi oleh dua pihak yang bersengketa bisa di

selesaikan dengan damai.

56
BAB V

PENUTUP

5.1Kesimpulan

Berdasarkan informasi yang dikemas dalam sebuah penelitian ini, dapat disimpulkan

bahwa pembagian harta warisan dan upaya penyelesaiannya, sebgai berikut:

1. Pembagian warisan menurut masyarakat Adat desa bajo dalam pembagiannya

mengacu pada hukum adat atau kebiasaan dari masyarakat desa bajo itu sendiri.

Dalam pembagian harta warisan masyarakat Adat desa bajo menggunakan sistem

musyawarah pada pembagian warisan dengan melibat kan anggota keluarga, aparat

desa dan dewan adat.

2. Masalah yang terjadi dalam pembagian warisan di desa bajo biasanya bias dipicu

adanya rasa tidak puasnya ahli waris atas bagian yang di dapatkan. Upaya

penyelesaian sengketa waris biasanya melalui musyawarah. Musyawarah di tingkat

internal keluarga, ketika tidak terselesaikan di tingkat keluarga maka akan di lakukan

musyawarah adat yang melibat kan anggota keluarga yang bersengketa, aparat desa

dan dewan adat ,apabila tetap tidak terselesaikan maka akan di selesaikan di

pengadilan melalui jalan mediasi.

57
5.2 Saran

Dilihat dari adat istiadat serta kebiasaan warga masyarakat desa Bajo yang

dalam menentukan sesuatu kebijakan atau keputusan selalu berpegang teguh pada

kebiasaan atau adat , maka menurut penulis pemerintah setempat dapat membukukan

(secara tertulis) hukum adat yang ada di masyarakat adat desa bajo agar warga

masyarakat desa bisa memahami hukum adat dari suku bajo, apalagi dijaman yang sudah

modern seperti ini yang kebanyakan masyarakat masa bodoh dengan peraturan dan

norma-norma yang berlaku di masyarakat desa bajo dengan di bukukannya peraturan yang

ada di desa Bajo (suku bajo) menurut penulis hal tersebut dapat memperkuat hukum adat

di desa bajo dan juga bisa mengurangi permasalahan hukum khususnya dalam pembagian

warisan.

Untuk masyarakat Adat bajo di harapakan agar dalam penyelesaian masalah

khususnya sengketa kewarisan bisa di selesaikan dengan damai supaya tidak

menimbulkan masalah keluarga yang berkepanjangan, melihat kebanyakan yang

bersengketa adalah satu keluarga, jika diselesaikan secara damai bisa mempererat

hubungan antara anggota keluarga dan terciptanya kedamaian di masyarakat.

5.3 Penutup

Segala puji bagi Allah SWT, zat yang maha segalanya yang menciptakan anugrah

yang luar biasa untuk setiap orang, tempat meminta pertolongan dan perlindungan.

Dengan mengucapkan rasa syukur yang sebesar-besarnya, peneliti mampu

menyelesaikn naskah skrpsi ini. sungguh merupakan kecongkakakn intelektual ketika

58
peneliti menganggap bahwa skripsi ini telah sempurna dan bersifat final. Karena peneiti

menyadari bahwa skripsi yang peneliti tulis masih jauh sari kata sempurna karena pada

hakikatnya tak ada manusia yang tak berbuat kesalahan. Berdasarkan hal ini, peneliti

sangat mengharapkan koreksi atau pun kritik, saran dari pihak pembaca terkait skripsi ini

sebuah kesempurnaan yang kita harapkan.

59
Daftar Pustaka

Buku

Ali, H. Zainuddin. 2010. Pelaksanaan Hukum Waris di Indonesia.Jakarta: Sinar


Grafika. Hlm 3.

Ali, Mohammad Daud. Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum
Islam di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Hlm 38.

Ali, Zainuddin.2015. Sosiologi Hukum. Jakarta: Sinar Grafika. Hlm 2

Amiruddin, dan Zainal Asikin. (2014). “Pengantar Metode Penelitian Hukum”.


Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Hal 19

HS,Salim. 2014. Pengantar Hukum Perdata Tertulis(bw). Jakarta: Sinar Grafika. Hlm
137.

Kasim,Nur Moh. 2014.Hukum Islam dan Masalah Kontemporer. Yogyakarta:


Interpena, Hlm 52.

Meliala,Djaja S. 2018, Hukum Waris Menurut Kitab Undang-undang Hukum


Perdata. Bandung: Nuansa Aulia. Hlm 3.

Muhibbin, Moh. & Abdul Wahid. 2017.Hukum Kewarisan Islam. Jakarta: Sinar
Grafika. Hlm 6.

Muhwan,Wawan. 2013. Pengantar Ilmu Hukum. Bandung: CV. Pustaka Setia. Hlm
105.

Saragih, Djaren. 1984.Pengantar Hukum Adat Indonesia. Bandung: Tarsito. Hlm 14.

Sjarif. Surini Ahlan &Nurul Elmiyah. 2018.Hukum Kewarisan Perdata Barat.Jakarta:


Prenadamedia Group. Hlm 1.

Soekanto,Soejono. 2010.Hukum Adat Indonesia.Jakarta: Rajawali Pers. Hlm 259.

Soekanto,Soerjono. 2014. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Penerbit UI (UI –


Press). Hal. 43

60
Wulansari, Dewi. 2014.Hukum Adat Indonesia Suatu Pengantar. Bandung : PT
Refika Aditama. Hlm 3-4.

Undang-undang

Pasal 852 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Perdata

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 2016 Tentang prosedur Mediasi di

Pengadilan

Pasal 17 ayat 3 Perma No. 1 Tahun 2016 tentang prosedur mediasi di Pengadilan.

Pasal 17 ayat 1 Perma No. 1 Tahun 2016 tentang prosedur mediasi di Pengadilan.

Pasal 17 Ayat 7 Perma No. 1 Tahun 2016 tentang prosedur Mediasi di Pengadian.

Pasal 20 Ayat 1 Perma No. 1 Tahun 2016 tentang prosedur Mediasi di Pengadilan.

Pasal 20 Ayat 5 Perma No. 1 Tahun 2016 tentang prosedur mediasi di Pengadilan.

Pasal 24 ayat 2 Perma No. 1 Tahun 2016 tentang prosedur mediasi di Pengadilan

Pasal 32 ayat 1 Perma No. 1 Tahun 2016 tentang prosedur mediasi di pengadilan.

Pasal 27 ayat 1 perma No. 1 Tahun 2016 tentan prosedur mediasi di pengadilan.

Wawancara

Wawancara dengan Sekretaris Desa Bajo, pada hari jumat tanggal 2 oktober 2020

pukul 10:00 di Kantor Desa Bajo.

Wawancara dengan Kepala Dusun I Desa Bajo, pada hari minggu tanggal 4 oktober

2020 pukul 15:00 di Rumah Kepala Dusun I Desa Bajo

Wawancara dengan Kepala Desa Bajo pada tanggal 4 oktober 2020 2020 pukul 09:00

di Rumah Kepala Desa Bajo.

61
Wawancara dengan Kepala Desa bajo pada tanggal 4 oktober 2020 2020 pukul 09:00

di Rumah Kepala Desa Bajo.

62
CURICULLUM VITAE

A. Identitas
Nama : Dwi Valentin Everly Amrain
Tempat/Tanggal Lahir : Tilamuta, 1 Juni 1997
Nim : 1011416187
Fakuiltas : Hukum
Jurusan : Ilmu Hukum
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Alamat : Desa Limbato, Kecamatan Tilamuta, Kabupaten
Boalemo, Provinsi Gorontalo

B. Riwayat Pendidikan
1. Pendidikan Formal
- SDN 01 Tilamuta 2005 - 2011
- SMP Negeri 1 Tilamuta 2011 - 2013
- SMK Negeri 1 Tilamut 2013 - 2016
2. Pendidikan Non Formal
- Peserta MOMB Tahun 2016
- Peserta Pelatihan Komputer Dan Internet UNG Tahun 2016
- Peserta PKL (Praktek Kerja Lapangan) Universitas Negeri Gorontalo
Di Mahkama Agung, Gedung MPR, RI, Kemenkumham RI, Jakarta
Tahun 2017
- Pesserta PKL (Praktek Kerja Lapangan) Universitas Negeri
Gorontalo Di PTUN Manado Tahun 2018
- Peserta KKS Tematik UNG Bank Sampah Desa Saripi, Kecamatan
Paguyaman, Kabupaten Boalemo Tahun 2019

Anda mungkin juga menyukai