Anda di halaman 1dari 36

BAB IV

CHASIS DAN SISTEM PEMINDAH TENAGA

A. CHASIS
Selain engine dan sistem kelistrikan, hal terpenting yang harus ada pada sepeda motor
adalah chasis. Chasis mempnyai fungsi yang sangat penting dalam satu kesatuan sepeda
motor. Chasis terdiri dari beberapa bagian, diantaranya: Rangka (body), kemudi, suspensi,
rem, roda dan ban.
Untuk lebih jelasnya akan dibahas masing-masing komponen yang termasuk dalam
chasis.

1. RANGKA (FAME BODY)


Rangka atau yang umum disebut sebagai framebody atau chasis merupakan tulang
punggung kendaraan, yang berfungsi :
 Sebagai penopang mesin,
 Menyatukan/merangkai mesin, sistem suspensi dan sistem kelistrikan menjadi
satu kesatuan sepeda motor yang dapat berjalan, dan
 Penyangga penumpang/beban.
Agar dapat berfungsi sebagaimana mestinya, rangka harus memenuhi beberapa
persyaratan, diantaranya :
1) Kuat, kokoh; sehingga mampu menopang mesin beserta kelengkapan kendaraan
lainnya, menyangga penumpang maupun beban tanpa mengalami
kerusakan/perubahan bentuk.
2) Ringan, sehingga tidak terlalu membebani mesin (meningkatkan efektivitas tenaga
yang dihasilkan mesin).
3) Mempunyai nilai kelenturan/fleksibilitas, yang berfungsi untuk meredam
getaran/goncangan berlebihan yang diakibatkan tenaga yang dihasilkan mesin
maupun akibat kondisi jalan yang buruk.
Beberapa konstruksi (profil) bahan yang digunakan pada rangka sepeda motor adalah
sebagai berikut :
1) Pressed Steel & Tubular
Rangka terbentuk dari kombinasi bahan pelat baja yang dipress (lempengan),
ditambahkan dengan bahan bentuk pipa. Pada umumnya jenis ini mempunyai bentuk
yang disebut “T-bone” (bentuk “Tulang-T”) dengan pola berlian. (Contoh : Honda
CB100, GL100/125, GL Max/Pro)

Gambar 4.1. Rangka Pelat Baja & Pipa (Pressed Steel & Tubular)
2) Pressed Steel
Rangka terbentuk dari bahan pelat baja yang seluruhnya dipress (lempengan). Pada
umumnya jenis ini mempunyai bentuk yang disebut “Backbone” (bentuk “tulang
punggung”). (Contoh : Honda C70/90, S90, C700/800, Astrea Star).

Gambar 4.2. Rangka Pelat Baja (Pressed Steel)

3) Tubular
Rangka yang seluruhnya terbentuk dari bahan pipa. Umumnya jenis ini
mempunyai bentuk yang disebut “Double Cradle” dan “Semi Double Cradle”.
(Contoh : Honda Win).

Gambar 4.3. Rangka Pipa (Tubular)

Rancangan suatu rangka dibuat berdasarkan beberapa pertimbangan, yaitu :


disesuaikan dengan besar (CC) mesin yang akan dipasangkan, penggunaan sepeda motor
tersebut, ataupun dirancang agar mudah dalam perawatannya dan ekonomis. Bahan yang
dipakai untuk pembuatan rangka juga dipi lih sesuai dengan pertimbangan yang sama.
Misalnya rangka dengan bahan alumunium diperuntukkan bagi sepeda motor jenis sport
yang exclusive, sepeda motor untuk penggunaan di jalananan umum, dan sepeda motor
dengan kapasitas mesin CC sedang dan besar.
Pada umumnya beberapa jenis rangka menggunakan bahan besi dan sebagian lain
menggunakan bahan alumunium campur. Bahan pipa dan pressed steel sangat mudah
dibentuk melalui proses casting dan forging dalam pembuatan rangka. Bahan alumunium
campur lebih ringan daripada besi dalam kondisi yang sama, akan tetapi bahan
alumunium harus cukup besar dalam pembuatannya dan biaya produksinya mahal.
Dalam awal pembuatan rangka sepeda motor, profil bahan yang banyak dipakai
adalah pipa bulat. Untuk model sepeda motor berikutnya dengan mesin di atas 305 CC,
jenis rangkanya dibuat dari bahan pressed steel. Belakangan ini, produksi motor hampir
sebagian besar menggunakan jenis rangka dari bahan pipa bulat dari berbagai jenis
ukuran dan ketebalan. Ada juga beberapa yang menggunakan jenis rangka dari bahan
pipa segi empat. Bahan alumunium sangat umum digunakan pada jenis rangka empat
persegi panjang, meskipun ada beberapa juga yang segi empat. Kemampuan menahan
tekanan yang tinggi dari bahan alumunium empat persegi panjang, sangat memenuhi
untuk suatu kebutuhan rancangan pembuatan rangka yang terpadu.
Rangka dari bahan paduan alumunium dan besi merupakan bagian yang kuat dan
terpadu untuk bahan rangka dari pipa atau untuk pivot dan bahan untuk penghubung.
Bahan pipa bulat, juga mempunyai kekuatan yang sama, sedangkan pipa sesi empat dan
pipa empat persegi panjang mempunyai perbedaan kekuatan yang khusus pada bagian-
bagian yang berbeda. Ketika kekuatan maksimum diperlukan pada arah vertikal, maka
kekuatan pada arah horisontal tidak begitu penting, karena pipa segi empat panjang
dengan kekuatannya dapat mengatasi hal tersebut. Terkadang diperlukan jenis rangka
yang ringan, hal ini dapat dilakukan dengan mengubah kombinasi dari bahan pipa
tersebut. Dinding yang tipis dari pipa alumunium empat persegi panjang dapat diperkuat
dengan menambahkan rib pada bagian dalam pipa. Beberapa model menggunakan
beberapa modifikasi dari bahan pipa alumunium empat persegi panjang ini antara lain :
Pentagonal Extrude Alumunium Tubing dan Hexagonal Extrude Alumunium Tubing,
berikut pemasangan rib pada bagian dalamnya dengan tujuan untuk memperbaiki
kekuatan bagian rangka, serta dalam hal perbandingan beratnya, dalam beberapa hal
tertentu akan meningkatkan kekuatan, disamping itu menjadikan rangka lebih terpadu
serta posisi pengendaraan yang lebih leluasa.

Gambar 4.4. Profil Rangka Pipa & Alumunium

Rangka juga berfungsi menyerap bunyi dan getaran yang ditimbulkan oleh mesin dan
permukaan jalan yang tidak rata. Oleh sebab itu posisi penempatan mesin terhadap
rangka merupakan hal yang sangat penting, agar dapat mengatasi timbulnya suara dan
getaran pada saat pengendaraan, dan juga menghindari terjadinya keretakan awal pada
bagian-bagian struktur rangka.
Jenis-jenis konstruksi rangka yang lazim digunakan pada sepeda motor adalah sebagai
berikut :
1) Back Bone Type Frame
Jenis rangka ini dibuat dari gabungan antara pipa dan pressed steel. Rancangan
dasar pembuatan jenis rangka ini diutamakan untuk penggunaan pada jenis cub serta
jenis-jenis scooter.

Gambar 4.5. Backbone Type Frame


2) Diamond Type Frame
Bagian bawah dari pipa (Down Tube) tidak dihubungkan dengan bagian rangka
yang lain, bentuk mesin menentukan bagian akhir dari struktur rangka. Sistem
pengikatan pesin pada rangka akan menambah kekuatan dari struktur rangka ini.
Jenis rangka Diamond dipakai pada jenis sepeda motor tipe sport. Disamping
bentuknya sangat sederhana, juga ringan dan mudah dalam perawatan.

Gambar 4.6. Diamond Type Frame

3) Single Cradle Frame


Jenis rangka single cradle memiliki satu buah pipa di bawah (Down Tube) dan satu
buah pipa utama (Main Pipe) pada bagian depan mesin. Secara struktur, bagian-
bagian dari rangka ini mengurung posisi dudukan mesin.
Penggunaan utama jenis rangka ini adalah jenis sepeda motor off road dan jenis on
road tipe sport dengan CC sedang. Single Cradle Frame disamping mempunyai
kekuatan yang prima, juga mudah dalam perawatan.

Gambar 4.7. Single Cradle Frame

4) Double Cradle Frame


Jenis Double Cradle Frame hampir mirip dengan Single Cradle Frame, hanya
pada jenis ini memiliki dua buah pipa bawah (Down Tube). Hal ini akan
menghasilkan kekuatan sistem rangka. Bagian-bagian down tube dapat dilepas pada
saat pemasangan dan melepas mesin.
Jenis rangka ini dipakai pada sepeda motor jenis on road dengan CC besar.

Gambar 4.8. Double Cradle Frame


5) Alumunium Frame
Rangka jenis alumunium mempunyai bobot yang ringan daripada rangka dari besi.
Penggunaan pipa segi empat dan empat persegi panjang pada jenis rangka ini akan
menjadikan rangka ini semakin kuat dan tahan terhadap tekanan. Bagian-bagian
rangka (Sub Frame) dapat dilepas untuk memudahkan perawatan. Jenis ini dipakai
pada sepeda motor tipe sport on road.

Gambar 4.9. Alumunium Frame

2. SISTEM KEMUDI
Sistem kemudi berfungsi untuk mengendalikan/mengontrol arah sepeda motor
sehingga arah jalannya sepeda motor sesuai dengan kehendak pengemudi. Tenaga untuk
mengendalikan arah kendaraan mempergunakan tenaga tangan, yang diteruskan ke roda
melalui batang kemudi (stang) dan garpu depan (fork). Jari-jari lingkaran perputaran
sepeda motor ditentukan oleh besar/kecilnya sudut belok stang dan juga ditentukan oleh
besar/kecilnya sudut kemiringan dari sepeda motor sewaktu menikung.
Beberapa istilah penting dalam sistem kemudi :
1) Caster, Adalah sudut kemiringan dari poros kemudi, dinyatakan dalam satuan
derajat. Dengan menarik garis sejajar poros kemudi, maka akan didapat suatu
sudut yang dihitung dari garis mendatar (horisontal).
2) Trail, Adalah jarak antara titik potong dari garis melalui poros kemudi dengan
jalan mendatar, ke titik tumpu ban depan di atas jalan.

Gambar 4.10. Caster dan Trail

Kedua hal di atas menunjukkan bahwa semakin besar sudut casternya, maka trail akan
semakin kecil. Caster dan trail harus diperhitungkan secara tepat, karena berhubungan
erat sekali terhadap pengaruh kestabilan dari sistem kemudi sepeda motor.
Konstruksi dari sistem kemudi dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Batang kemudi ditambatkan pada penghubung garpu bagian atas (2) dan diikat oleh pengikat
stang (3). Fungsi penghubung garpu (2) adalah sebagai penghubung antara kedua buah garpu
depan dan poros kemudi (4). Sistem kemudi dihubungkan terhadap rangka pada bagian kepala
rangka.
Gambar 4.11. Konstruksi Sistem Kemudi

Jenis batang kemudi pada sepeda motor dibedakan menjadi dua, yaitu :
1) Jenis Tubular (Berbentuk Pipa)
Jenis ini umum digunakan pada sepeda motor dengan suspensi depan tipe
teleskopic/upside down.
2) Jenis Pressed Steel
Jenis ini digunakan pada sepeda motor dengan suspensi depan tipe link.
Sebenarnya jenis pressed steel mempunyai susunan bentuk dan fungsi yang sama
dengan jenis tubular, hanya saja jenis pressed steel dibuat dari bahan pelat baja yang
dipress (lempengan) dan dibentuk sebagai penutup lekukan dari batang kemudi,
sekaligus sebagai pengapit lampu depan dan speedometer.

3. SISTEM REM
Kendaraan tidak dapat segera berhenti walaupun katup gas ditutup penuh dan mesin
tidak lagi dihubungkan dengan pemindah daya, akan tetapi mempunyai kecenderungan
untuk tetap bergerak karena gaya kelembamannya. Kelemahan ini harus diatasi dengan
maksud menurunkan/mengurangi kecepatan kendaraan hingga berhenti. Sistem rem
dirancang untuk mengontrol kecepatan/laju (mengurangi/memperlambat kecepatan dan
menghentikan laju) kendaran, dengan tujuan meningkatkan keselamatan dan untuk
memperoleh pengendaraan yang aman.
Mesin mengubah energi panas menjadi energi gerak untuk menggerakkan kendaraan.
Sebaliknya, rem mengubah energi gerak menjadi energi panas untuk menghentikan
kendraaan. Pada umumnya, rem bekerja disebabkan adanya sistem gabungan penekanan
melawan sistem gerak putar. Efek pengereman (Braking Effect) diperoleh dari adanya
gesekan yang ditimbulkan antara dua obyek. Sistem rem sepeda motor dirancang untuk
mengontrol kecepatan/laju (mengurangi/memperlambat kecepatan dan menghentikan
laju) sepeda motor, dengan tujuan meningkatkan keselamatan dan untuk memperoleh
pengendaraan yang aman.
Prinsip kerja rem adalah dengan mengubah energi gerak/kinetik menjadi energi panas
dalam bentuk gesekan. Pembagian tipe rem pada sepeda motor menurut konstruksinya :
1) Rem tromol (Drum Brake), dan 2) Rem cakram (Disc Brake).

1) Rem Tromol Mekanis (Mechanical Drum Brakes)


Pada rem tromol, kekuatan tenaga pengereman diperoleh dari sepatu rem yang
diam menekan permukaan tromol yang berputar besama dengan roda. Rem tromol
mempunyai keuntungan dibandingkan dengan tipe rem cakram, yaitu adanya self
energizing effect yang memperkuat daya pengereman, hanya saja konstruksinya agak
rumit dan tertutup sehingga radiasi panas ke udara luar dan water recovery kurang
baik. Water recovery merupakan kemampuan bidang gesek (sepatu rem/pad) untuk
mengembalikan koefisien gesek pada kondisi semula, pada saat sistem rem terkena air
yang mengakibatkan koefisien gesek sepatu rem/pad menjadi berkurang karena
terlumasi oleh air. Pada saat sistem rem terkena air, tipe rem cakram memiliki
kemampuan water recovery yang lebih baik dibandingkan dengan sistem rem tromol,
hal ini disebabkan karena air akan terlempar keluar dari permukaan cakram dan pad
karena adanya gaya sentrifugal. Pada rem tromol tetap akan menyisakan air di antara
sepatu rem dan tromol sehingga koefisien gesek rem menjadi rendah.

Gambar 4.12 Water Recovery


Tipe rem tromol yang digunakan pada sepeda motor dibedakan menjadi dua (2),
yaitu: a) Single Leading Shoe Type / Leading Trailing Shoe Type, dan b) Double
Leading Shoe Type.

a) Single Leading Shoe Type


Tipe ini digunakan pada semua jenis sepeda motor kecil (di bawah 250 cc). Pada
sistem rem tromol single leading shoe type, digunakan dua sepatu rem (2 Shoes).
Sepatu rem yang terbawa oleh putaran tromol dan cenderung melengket disebut
sebagai leading shoe, sedangkan sepatu rem yang terdorong ke dalam oleh putaran
tromol disebut trailing shoe. Leading shoe menghasilkan daya pengeremen yang
lebih besar dibandingkan dengan trailing shoe sebagai akibat adanya self energizing
effect yang diperoleh karena leading shoe terbawa oleh putaran tromol. Hal ini akan
menyebabkan keausan pada leading shoe lebih besar dibanding keausan pada trailing
shoe.

Gambar 4.13 Single Leading Shoe Type

b) Double Leading Shoe Type


Tipe ini digunakan pada motor-motor besar (tipe lama) dan sekarang sudah jarang
digunakan. Tipe ini juga menggunakan dua sepatu rem seperti pada single leading
shoe type, akan tetapi pada double leading shoe type digunakan dua bubungan rem
(brake cam), sehingga kedua sepatu rem menjadi leading dan menghasilkan daya
pengereman yang besar karena kedua sepatu rem menghasilkan self energizing
effect yang memperkuat daya pengereman.

Gambar 4.14 Double Leading Shoe Type

Pada umumnya sistem rem tromol pada sepeda motor menggunakan mekanisme
penggerak mekanik, yaitu mekanisme penggerak sistem rem dengan menggunakan
tenaga mekanik (melalui perantaraan kabel, tuas dan lengan/engsel sebagai penghubung)
untuk meneruskan tenaga pengereman dari pedal/handel rem ke sepatu rem/pad rem.
2) Rem Cakram (Disc Brake)
Konstruksi rem cakram pada umumnya terdiri atas cakram (disc rotor) yang terbuat
dari besi tuang yang berputar dengan roda, bahan gesek (disc pad) yang menjepit &
mencengkeram cakram, serta kaliper rem yang berfungsi untuk menekan & mendorong
bahan gesek sehingga diperoleh daya pengereman. Daya pengereman dihasilkan oleh
adanya gesekan antara bahan gesek dan cakram. Self energizing effect yang terjadi pada
rem cakram sangat kecil, sehingga diperlukan tekanan pengereman yang lebih besar
untuk mendapatkan daya pengereman yang efisien dan pad cenderung lebih cepat aus
dibanding dengan sepatu rem pada rem tromol. Akan tetapi disamping kelemahan
tersebut rem cakram mempunyai beberapa kelebihan, diantaranya : konstruksi sederhana,
penggantian pad mudah, tanpa penyetelan, bidang gesek selalu terkena udara sehingga
radiasi panasnya sangat baik dan water recovery sangat baik karena air akan terlempar
keluar dari permukaan cakram dan pad karena adanya gaya sentrifugal.
Menurut mekanisme penggeraknya, rem cakram sepeda motor dibedakan menjadi dua
jenis, yaitu : a) Rem cakram penggerak mekanik, dan b) Rem cakram penggerak
hidrolik.
a) Rem cakram penggerak mekanik, bekerja menggunakan kabel. (cth. : pada sepeda
motor Honda GL100). Konstruksi sistem rem cakram penggerak mekanis dapat
dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 4.15 Rem Cakram Penggerak Mekanik

Cara kerja rem cakram penggerak mekanik :


 Kabel rem akan menarik tuas rem (brake arm) ke atas.
 Pergerakan/perputaran tuas rem mendorong “thrust plate guide” ke
depan sehingga pad A menempel ke atas cakram.
 Badan rumah rem (caliper body) berengsel sehingga dapat berputar
bebas dalam arah mendatar di antara batas-batas yang ditentukan oleh
letak titik kontak pad A dan pad B
 dengan cakram. Oleh karena itu, bila pad A maju menempel ke atas
cakram, sebagai reaksinya rumah rem dan pad B akan tertarik maju
sampai pad B menyentuh cakram. Akibatnya cakram yang berputar itu
“dijepit” oleh pad A dan pad B.
 Gesekan antara pad A dan pad B pada cakram akan memberikan
tahanan gesek yang melawan perputaran cakram.

b) Rem cakram penggerak hidrolik


Rem cakram penggerak hidrolik banyak digunakan pada sepeda motor
pada umumnya. Mekanisme penggerak sistem rem tipe hidrolik memanfaatkan
tenaga hidrolik (fluida/cairan) untuk meneruskan tenaga pengereman dari
pedal/handel rem ke sepatu rem/pad rem.
Mekanisme penggerak hidrolik berpedoman kepada hukum Pascal: bila
suatu fluida/cairan dalam ruang tertutup diberi tekanan maka tekanan tersebut
akan diteruskan ke semua arah dengan sama rata. Gaya penekanan pada
pedal/handel rem akan diubah menjadi tekanan fluida oleh piston master silinder,
kemudian diteruskan ke silinder roda/kaliper rem melalui pipa/slang rem untuk
menghasilkan gaya pengereman.
Rem penggerak hidrolik mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan
dengan penggerak mekanik, yaitu :
 Fluida mempunyai sifat tidak dapat dimampatkan, dan pada sistem rem
hidrolik tidak terjadi kerugian gesekan/penurunan tekanan karena
sambungan/engsel seperti halnya pada mekanisme penggerak rem
mekanik sehingga rem lebih responsif.
 Gaya pengereman yang diperlukan untuk mengoperasikan rem relatif
ringan.
 Bebas penyetelan.
Komponen-komponen rem cakram penggerak hidrolis :
 Master cylinder, mengubah gerak pedal/tuas rem ke dalam tekanan
hidrolis. Master cylinder terdiri atas reservoir tank yang berisi minyak
rem, piston dan silinder yang membangkitkan tekanan hidrolis.

Gambar 4.16 Master Cylinder

 Piringan rem (Cakram), pada umumnya dibuat dari besi tuang yang
diberikan lubang pada permukaan geseknya untuk ventilasi dan
menampung kotoran/debu yang menempel pada permukaan cakram
maupun pada brake pad.
 Brake pad/disc pad, terbuat dari campuran metallic fiber dan sedikit
serbuk besi (biasa disebut semi metallic disc pad). Pada beberapa pad,
penggunaan metallic plate (anti-sequel shim) dipasangkan pada sisi
piston dari pad untuk mencegah bunyi pada saat pengereman.
Gambar 4.17 Brake Pad dan Anti-Sequel Shim
 Caliper, sering disebut Cylinder Body, berfungsi untuk memegang
piston-piston dan dilengkapi dengan saluran minyak rem. Jenis-jenis rem
cakram yang digunakan pada sepeda motor pada umumnya dibedakan
berdasarkan jenis kalipernya, yaitu : a) tipe fixed caliper, dan b) tipe
floating caliper.
 Pipa/slang rem, merupakan saluran yang berfungsi menyalurkan tekanan
hydraulic fluida dari master cylinder ke caliper.
 Minyak rem, merupakan fluida yang berfungsi sebagai media penerus
gaya pengereman dalam bentuk tekanan hidrolis (hydraulic pressure) ke
brake piston pada caliper.
Mekanisme kerja sistem rem cakram penggerak hidrolik dapat dilihat
pada gambar di bawah ini.

Gambar 4.18 Mekanisme kerja rem cakram hidrolik

4. SISTEM SUSPENSI
Sistem suspensi merupakan salah satu bagian pada chasis sepeda motor yang
berfungsi menyerap bantingan, kejutan maupun getaran dari permukaan jalan dengan
tujuan meningkatkan keamanan, kenyamanan dan stabilitas berkendara. Selain itu sistem
suspensi juga berfungsi untuk menopang body & rangka sepeda motor untuk menjaga
letak geometris antara body & roda-roda.
Prinsip kerja sistem suspensi adalah sebagai berikut :
 Pada saat kendaraan melewati permukaan jalan yang tidak rata Kendaraan akan
mengalami kejutan dan getaran yang diterima roda dari permukaan jalan,
kemudian kejutan dan getaran tersebut akan diteruskan oleh roda ke sistem
suspensi. Pegas suspensi bereaksi dengan cara melakukan gerakan mengayun,
kemudian dikembalikan lagi (rebound) ke roda, sehingga kejutan dan getaran
tidak langsung diterima oleh body/rangka.
 Setelah kendaraan melewati permukaan jalan yang tidak rata Gerakan ayunan
pegas tetap akan berlangsung beberapa saat walaupun kendaraan telah melewati
permukaan jalan yang tidak rata. Keadaan ini akan mengakibatkan pengendaraan
tidak nyaman dan berbahaya.
Untuk mengatasi hal ini, peredam kejut atau (shock absorber) dipasangkan pada
sistem suspensi, dimana peredam kejut akan bekerja menyerap kelebihan ayunan
(osilasi) pegas sehingga pengendalian akan terasa stabil. Oleh karenanya, unit sistem
suspensi biasanya merupakan gabungan/kombinasi antara pegas dan peredam kejut.

Gambar 4.19 Prinsip Kerja Suspensi

Sistem Suspensi Depan


Jenis sistem suspensi depan yang umum digunakan pada sepeda motor diantaranya :
a) Suspensi Bottom Link/Pivoting Link, jenis ini dipergunakan pada sepeda motor
tipe cub (Leading link) dan scooter (Trailing Link) model lama, dan
belakangan ini sudah tidak begitu populer.
Keuntungan :
 Pada saat pengereman, konstruksi link akan menaikkan bagian depan
kendaraan, sehingga gejala kendaraan menukik akibat pengereman dapat
diminimalisir.
Kerugian :
 Adanya link dan engsel menyebabkan sistem suspensi ini memerlukan
perawatan dan pelumasan rutin.
 Keausan bushing pada bagian engsel link akan menyebabkan kedudukan
roda miring terhadap sumbu geometrinya.
 Kurang nyaman digunakan pada kecepatan tinggi maupun off road.
b) Suspensi Telescopic, jenis ini paling banyak dipergunakan pada sepeda motor
CC kecil sampai dengan CC sedang.
Keuntungan :
 Tidak memerlukan perawatan ekstra seperti halnya pada sistem suspensi
bottom link.
 Kenyamanan dan keamanan pada kecepatan tinggi tetap terjaga.
Kerugian :
 Bagian depan kendaraan cenderung menukik pada saat pengereman,
sehingga kemungkinan pengendara terjungkal pada saat pengereman
mendadak lebih besar.
Gambar 4.20 Suspensi Depan Telescopic & Bottom Link

Prinsip kerja suspensi telescopic :


 Langkah Menekan (Kompresi)
Pada saat garpu telescopic (fork tube) bergerak pada posisi
menekan (langkah kompresi), oli pada ruang B mengalir melalui lubang
orifice pada pipa garpu menuju ruang C. Sementara itu, oli di dalam ruang
B juga menekan free valve dan kembali ke atas menuju ruang A.
Tahanan oli yang mengalir akan meredam gerakan kejut (shock absorber)
pada saat gerakan menekan. Untuk kejutan yang besar atau saat garpu
mendekati tekanan yang maksimal, maka bagian bawah dari ujung garpu
akan tersumbat oleh “oil lock piece”, sehingga terjadi tahanan gerakan
garpu secara hidrolis sebelum garpu menyentuh bagian bawah.
 Langkah Naik (Rebound)
pada langkah naik (rebound stroke), oli dalam ruang A mengalir
menuju ruang C melalui lubang orifice yang berada pada bagian atas fork
piston sehingga mengakibatkan tahanan aliran oli. Tahanan oli tersebut
akan berfungsi sebagai tenaga redam (damping force) untuk mengontrol
gerak naik pegas suspensi. Rebound spring akan bekerja meredam
gerakan kejut dari garpu pada saat terjadi gerakan rebound yang lebih
kuat. Pada saat tersebut terjadi aliran oli dari ruang C menuju ruang B,
melalui lubang orifice yang berada pada bagian bawah piston fork.
Catatan : Jumlah minyak peredam kejut yang kurang dapat mengakibatkan
timbulnya suara hentakan ketika pipa garpu mencapai akhir dari langkah
kompresi atau akhir dari rebound stroke.
c) Suspensi Telescopic model up-side down, banyak diaplikasikan pada sepeda
motor off road dan on road dengan CC besar. Secara prinsip kerja hampir sama
dengan suspensi telescopic, hanya saja posisi tabung suspensi dibalik.
Keuntungan sistem suspensi model up-side down adalah konstruksinya jauh lebih
kuat daripada kedua jenis sistem suspensi di atas. Oleh karenanya, sistem
suspensi model ini sangat cocok digunakan pada sepeda motor off road maupun
on road ber-CC besar.
Sistem Suspensi Belakang
Sistem suspensi belakang yang umum digunakan pada sepeda motor menggunakan
swing arm pivot sebagai penunjang dan penahan rear axle. Penggunaan swing arm
pivot memberikan reaksi yang cepat pada roda untuk bervariasi di berbagai kondisi jalan,
disamping itu memiliki kemampuan mengontrol gerakan roda dengan baik sehingga
memberikan kenyamanan dan keamanan berkendara.
Prinsip kerja shock absorber pada suspensi belakang :
1) Shock absorber jenis friction damper
Prinsip kerjanya sangat sederhana, dimana untuk pengganti oli sebagai peredam
gerakan per dan suspensi dilakukan oleh piston yang memiliki ring non metalik
(biasanya dari bahan plastik) yang dipasangkan pada bagian atas piston. Ring piston
dari bahan non metalik tersebut berfungsi meredam gerakan rod yang menekan
dinding bagian dalam silinder yang dilapisi oleh gemuk (grease).

Gambar 4.21 Shock Absorber Jenis Friction Damper

Friction damper umumnya digunakan pada sepeda motor sederhana dengan CC


yang kecil, dan belakangan ini sudah tidak umum digunakan.
2) Shock absorber jenis oil damper
Oil damper berfungsi mengontrol gerakan pegas suspensi (naik maupun turun)
melalui lubang-lubang saluran yang terdapat pada piston damper. Gerakan menahan
yang dilakukan oleh piston damper didapatkan dari oli yang meredam gerakan pegas,
melalui perubahan lubang keluar masuknya oli pada saat piston bergerak turun naik.
Pada saat piston bergerak turun (menekan), oli menahan gerakan tersebut melalui
sebagian besar aliran oli yang masuk melalui damping orifice, reaksi ini terjadi akibat
gerakan roda yang menyentuh secara tiba-tiba bagian jalanan yang menonjol.
Pada saat tekanan pegas mengembalikan rod bergerak ke atas (memanjang)
gerakan tertahan dengan lembut, karena adanya tekanan oli dari damping oil melalui
sebagian kecil aliran oli yang mengalir melalui lubang-lubang kecil orifice.

Gambar 4.22 Shock Absorber Jenis Oil Damper


Jenis-jenis sistem suspensi belakang sepeda motor diantaranya :
1) Suspensi conventional Dual Spring (Damper Type)
Jenis ini pada umumnya dipergunakan pada sepeda motor on road dengan
CC kecil. Jenis ini mempunyai dua spring damper unit yang mendukung bagian
belakang framebody dan bagian belakang swing arm.
Keuntungan yang dimiliki sistem suspensi ini adalah sangat sederhana dalam
proses pemasangannya, serta memiliki sistem dasar yang ekonomis.
Kelemahannya adalah sistem ini memerlukan keseimbangan kondisi kerja dari
kedua shock absorber. Kerusakan/penurunan kinerja salah satu shock absorber akan
menyebabkan sistem suspensi bekerja pincang sehingga membahayakan
pengendaraan terutama pada saat kendaraan menikung dengan kecepatan tinggi.

Gambar 4.23 Suspensi conventional Dual Spring

2) Suspensi Monoshock
Sistem suspensi monoshock menggunakan sebuah shock absorber sebagai
peredam, sehingga kinerja sistem suspensi menjadi lebih baik dibandingkan dengan
tipe conventional dual spring. Sistem suspensi jenis ini banyak digunakan pada
sepeda motor off road dan on road kecepatan tinggi dengan CC sedang – besar.
Beberapa model suspensi monoshock diantaranya :
a) Susensi Monoshock Konvensional
b) Suspensi Monocross
c) Suspensi Unitrak

Gambar 4.24 Suspensi Monoshock

5. RODA DAN BAN


Roda depan dan belakang sepeda motor berfungsi sebagai penunjang sepeda motor
untuk dapat berjalan. Pada sepeda motor pada umumnya (penggerak roda belakang),
roda belakang juga berfungsi sebagai penerus tenaga mesin ke permukaan jalan sehingga
sepeda motor dapat berjalan. Komponen-komponen roda sebagai penggerak pada sepeda
motor adalah : (1) Rantai roda (wheel chain), (2) Teromol roda (wheel hub), (c) Pelek
(rim) dan jari-jari roda, dan (4) Ban (tyre).

1) Rantai Roda
Rantai roda berfungsi sebagai penerus tenaga mesin yang disalurkan oleh
transmisi ke roda belakang. Rantai roda terdiri dari dua jenis, yaitu :
a) Master link, pada jenis ini terdapat sambungan rantai, sehingga dengan mudah
dapat dilepaskan. Pada umumnya sepeda motor menggunakan rantai jenis
master link.

Gambar 4.25 Rantai Roda Jenis Master Link


b) Endless, merupakan rantai roda sepeda motor tanpa menggunakan sambungan
(master link) sehingga tidak dapat dilepas tanpa merusak konstruksi rantai.
Rantai jenis endless umumnya digunakan pada sepeda motor besar, misalnya
Honda CB750.
Konstruksi rantai dibuat menggunakan pin-pin dan pelat-pelat samping yang
dihubungkan sedemikian rupa sehingga memungkinkan rantai dapat meneruskan
tenaga putaran ke roda dengan baik. Menurut konstruksinya, jenis pin rantai roda
dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
 Jenis straight-pin. Bentuk dari poros pin lurus, sehingga pin dengan mudah dapat
dilepaskan.
 Jenis shoulder-pin. Pada jenis ini pin tidak dapat dilepaskan, yang harus dilepas
adalah pelat-pelat sampingnya.

Gambar 4.26 Jenis Pin Rantai

2) Teromol Roda (Wheel Hub)


Teromol roda berfungsi sebagai penopang roda pada poros roda dan sebagai
dudukan sprocket rantai maupun sistem rem. Konstruksi teromol roda depan dan
belakang dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
a. Teromol Roda Depan (Rem Cakram) b. Teromol Roda Belakang (Rem
Tromol)

Gambar 4.27 Konstruksi Teromol Roda Depan dan Belakang

3) Pelek (Rim) dan Jari-Jari Roda


Pelek berfungsi untuk memasangkan ban pada roda, sedangkan jari-jari roda
berfungsi sebagai penghubung antara teromol roda dengan pelek (untuk pelek tipe
standar/menggunakan jari-jari). Jari-jari roda juga berfungsi sebagai penopang berat
sepeda motor, penerus tenaga yang dibebankan melalui roda, sekaligus sebagai
penyerap getaran/goncangan dari keadaan permukaan jalan.
Tipe pelek yang umum digunakan pada sepeda motor :
 Pelek tipe standar (jari-jari)
 Pelek tipe racing (cast wheel)
Menurut jenis ban yang digunakan (tube type dan tubeless), pelek dibedakan
menjadi dua, yaitu :
 Pelek untuk ban tube type, dan
 Pelek untuk ban tubeless

Gambar 4.28 Pelek Untuk Ban Tubeless


Pemakaian pelek yang tidak sempurna akan mengakibatkan :
 Posisi kedudukan bead kurang sempurna (tidak melekat dengan baik). Akibatnya,
ketika menikung ban mungkin lepas dari pelek.
 Tidak dapat menjaga tekanan angin ban tubeless dengan sempurna.
 Ban dalam mungkin koyak karena terjepit bead pada pelek yang lebih sempit.
 Pada pelek yang lebih lebar, dinding samping ban terlalu tegang (tidak lentur),
sehingga pengendaraan menjadi keras.
Gambar 4.29 Posisi Ban Terhadap Pelek
Penggunaan ban dan pelek yang sesuai :
 Gunakan pelek ukuran standar, sesuai dengan ukuran ban.
 Gunakan pelek tubeless untuk ban tubeless.
 Mengemudi dengan cara yang wajar.

4) Ban (Tyre)
Ban adalah satu-satunya bagian kendaraan yang berhubungan permukaan jalan.
Ban tidak dapat berdiri sendiri pada kendaraan, akan tetapi harus dipasang pada pelek
supaya dapat dipergunakan. Ban mempunyai fungsi sebagai berikut :
 Menahan seluruh berat kendaraan.
 Karena berhubungan dengan permukaan jalan, maka ban akan memindahkan
gaya gerak dan gaya pengereman kendaraan ke jalan, dan juga mengontrol start,
akselerasi, deselerasi, pengereman dan berbelok.
 Mengurangi kejutan yang disebabkan oleh permukaan jalan yang tidak beraturan.

Gambar 4.30 Konstruksi Dasar Ban


a) Carcass (Cassing)
Carcass merupakan rangka ban yang keras, cukup kuat untuk menahan
udara yang bertekanan tinggi, tetapi harus cukup fleksibel untuk meredam
perubahan beban dan benturan. Carcass terdiri dari ply (layer) dari tire cord
(lembaran anyaman paralel dari bahan yang kuat) yang direkatkan menjadi satu
dengan karet. Cord pada ban sepeda motor biasanya terbuat dari polyester atau
nylon.
b) Tread
Tread adalah lapisan karet luar yang melindungi carcass terhadap keausan
dan kerusakan yang disebabkan oleh permukaan jalan. Ini adalah bagian yang
langsung berhubungan dengan permukaan jalan dan menghasilkan tahanan gesek
yang memindahkan gaya gerak dan gaya pengereman kendaraan ke permukaan
jalan.
Pola tread terdiri dari alur yang terdapat pada permukaan tread, dan
dirancang untuk memperbaiki kemampuan ban dalam memindahkan gaya ke
permukaan jalan.
Pola dasar tread pada sepeda motor :
(1) Pola Rib
Jalur-jalurnya relatif sempit dengan corak yang sesuai dan tepar untuk
melayani pengendalian sepeda motor secara aman. Pola tread ini disebut pola
rib (rib pattern), biasa digunakan pada ban depan sepeda motor.
(2) Pola Block
Jalur-jalurnya dibuat ketat terhadap permukaan jalan. Pola block
(block pattern) mampu memaksimalkan efisiensi penyaluran tenaga mesin ke
permukaan jalan, oleh karena itu pola ini cocok digunakan pada ban belakang
sepeda motor.

Gambar 4.31 Pola Tread


c) Sidewall
Sidewall adalah lapisan karet yang menutup bagian samping ban dan
melindungi carcass terhadap kerusakan dari luar. Sebagai bagian ban yang paling
besar dan paling fleksibel, sidewall secara terus menerus melentur di bawah beban
yang dipikulnya selama berjalan. Pada sidewall tercantum nama pabrik pembuat,
ukuran ban, dan informasi lainnya.
d) Bead
Untuk mencegah robeknya ban dari rim oleh karena berbagai gaya yang
bekerja, sisi bebas atau bagian samping ply dikelilingi oleh kawat baja yang
disebut kawat bead. Udara bertekanan di dalam ban mendorong bead keluar pada
rim dan tertahan kuat disana. Bead dilindungi dari kerusakan karena gesekan
dengan pelek dengan jalan memberinya lapisan karet keras yang disebut chafer
strip. Konstruksi bead secara lebih rinci dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Flipper : Pembungkus bead wire yang memiliki bentuk sedemikian rupa sehingga cocok dengan bentuk
ban pada bead (Memakai karet pengisi bead yang berbentuk segitiga).
Bead Toe : Bagian bead sebelah dalam.
Bead Heel : Bagian bead yang kontak dengan pelek pada flens.
Bead Base : Bagian bead yang datar, yang berada di antara bead toe dan bead heel.
Chafer : Lapisan terluar yang membungkus bead untuk mencegah kerusakan karena gesekan dengan
pelek.
Bead Wire : Kawat baja yang mengandung kadar karbon tinggi menjamin pemasangan ban ke pelek.
Gambar 4.43 Konstruksi Bead
Klasifikasi ban
Klasifikasi ban menurut caranya menyimpan udara : ban dengan ban dalam (Tube Type)
dan ban tanpa ban dalam (Tubeless).
a) Ban Dengan Ban Dalam (Tube Type)
Di dalamnya terdapat ban dalam untuk menampung udara yang dipompakan ke
dalam ban. Katup atau pentil (air valve) yang menonjol keluar melalui lubang pelek
menjadi satu dengan ban dalam (diistilahkan sebagai tube valve).
b) Ban Tubeless
Ban Tubeless tidak menggunakan ban dalam. Tekanan udara hanya ditahan oleh
lapisan dalam ban, yaitu lapisan karet yang kedap udara. Karena ban tubeless tidak
menggunakan ban dalam, maka pentil (air valve) langsung dipasang pada pelek
(diistilahkan sebagai rim valve).

a. Ban Tube Type b. Ban Tubeless


Gambar 4.44 Ban

Ban tubeless mempunyai tanda “TUBELESS” pada sisi samping ban (lihat
gambar di bawah). Pelek ban tubeless mempunyai tanda “TUBELESS TYRE
APPLICABLE”. Tiap katup pelek (rim valve) mempunyai tanda (snap-in valve :
TR412 atau TR413).
Konstruksi katup, ban dan pelek tubeless berbeda dengan tube type. Penggantian
rim valve dilakukan jika berlobang atau dindingnya rusak.

Gambar 4.45 Tanda Tubeless Pada Ban dan Pelek

Keuntungan Ban Tubeless :


 Bila ban tertusuk paku atau benda tajam lainnya, ban tidak menjadi kempes
sekaligus karena lapisan dalamnya menghasilkan efek merapatkan sendiri.
Sekalipun tertusuknya pada saat kendaraan berjalan, biasanya tekanan udaranya
tidak turun tiba-tiba sehingga pengemudi tidak kehilangan kontrol kendaraan.
 Karena udara dalam ban berhubungan langsung dengan rim, transfer radiasi
panas akan lebih baik, juga dengan dihilangkannya ban dalam, ban menjadi lebih
ringan.
Kode Ban
Kode ban sepeda motor dituliskan pada bagian sidewall dengan huruf dan angka.
Berikut ini merupakan contoh penulisan kode ban dan cara pembacaannya.

Gambar 4.46 Contoh Kode Ban

B. SISTEM PEMINDAH TENAGA (POWER TRANSMISSION)


Sepeda motor dituntut bisa dioperasikan atau dijalankan pada berbagai kondisi jalan.
Namun demikian, mesin yang berfungsi sebagai penggerak utama pada sepeda motor tidak
bisa melakukan dengan baik apa yang menjadi kebutuhan atau tuntutan kondisi jalan
tersebut. Misalnya, pada saat jalanan mendaki, sepeda motor membutuhkan momen puntir
(torsi) yang besar namun kecepatan atau laju sepeda motor yang dibutuhkan rendah. Pada
saat ini walaupun putaran mesin tinggi karena katup trotel atau katup gas dibuka penuh
namun putaran mesin tersebut harus dirubah menjadi kecepatan atau laju sepeda motor yang
rendah. Sedangkan pada saat sepeda motor berjalan pada jalan yang rata, kecepatan
diperlukan tapi tidak diperlukan torsi yang besar.
Berdasarkan penjelasan di atas, sepeda motor harus dilengkapi dengan suatu sistem yang
mampu menjembatani antara output mesin (daya dan torsi mesin) dengan tuntutan kondisi
jalan. Sistem ini dinamakan dengan sistem pemindahan tenaga.
Prinsip kerja mesin dan pemindahan tenaga pada sepeda motor adalah sebagai berikut:

Gambar 4.47 Rangkaian pemindahan tenaga dari mesin sampai roda

Ketika poros engkol (crankshaft) diputar oleh pedal kick starter atau dengan motor
starter, piston bergerak naik turun (TMA dan TMB). Pada saat piston bergerak ke bawah,
terjadi kevakuman di dalam silinder atau crankcase. Kevakuman tersebut selanjutnya
menarik (menghisap) campuran bahan bakar dan udara melalui karburator (bagi sistem
bahan bakar konvensional). Sedangkan bagi sistem bahan bakar tipe injeksi (tanpa
karburator), proses pencampuran terjadi dalam saluran masuk sebelum katup masuk setelah
terjadi enyemprotan bahan bakar oleh injektor.
Ketika piston bergerak ke atas (TMA) campuran bahan bakar dan udara di dalam
silinder dikompresi. Kemudian campuran dinyalakan oleh busi dan terbakar dengan cepat
(peledakan). Gas hasil pembakaran tersebut melakukan expansi (pengembangan) dan
mendorong piston ke bawah (TMB). Tenaga ini diteruskan melalui connecting rod (batang
piston), lalu memutar crankshaft. menekan piston naik untuk mendorong gas hasil
pembakaran. Selanjutnya piston melakukan langkah yang sama. Gerak piston naik turun
yang berulang-ulang diubah menjadi gerak putar yang halus. Tenaga putar dari crankshaft
ini akan dipindahkan ke roda belakang melalui roda gigi reduksi, kopling, gear box
(transmisi), sprocket penggerak, rantai dan roda sprocket. Gigi reduksi berfungsi untuk
mengurangi putaran mesin agar terjadi penambahan tenaga.

1. KOPLING (CLUTCH)
Kopling berfungsi meneruskan dan memutuskan putaran dari poros engkol ke
transmisi (perseneling) ketika mulai atau pada saat mesin akan berhenti atau
memindahkan gigi. Umumnya kopling yang digunakan pada sepeda motor adalah adalah
kopling tipe basah dengan plat ganda, artinya kopling dan komponen kopling lainnya
terendam dalam minyak pelumas dan terdiri atas beberapa plat kopling.
Tipe kopling yang digunakan pada sepeda motor menurut cara kerjanya ada dua
jenis yaitu kopling mekanis dan kopling otomatis. Cara melayani kedua jenis kopling ini
sewaktu membebaskan (memutuskan) putaran poros engkol sangat berbeda.
a. Kopling Mekanis (Manual Clutch)
Kopling mekanis adalah kopling yang cara kerjanya diatur oleh handel kopling,
dimana pembebasan dilakukan dengan cara menarik handel kopling pada batang
kemudi. Kedudukan kopling ada yang terdapat pada crankshaft (poros engkol/kruk as)
(misalnya: Honda S90Z, Vespa, Bajaj dan lain-lain) dan ada yang berkedudukan pada
as primer (input/main shaft) (misalnya: Honda CB 100 dan CB 125, Yamaha, Suzuki
dan Kawasaki).
Sistem kopling mekanis terdiri atas bagian-bagian berikut yaitu a) mekanisme
handel terdiri atas: handel, tali kopling (kabel kopling), tuas (batang) dan pen
pendorong. b) mekanisme kopling terdiri atas: gigi primer kopling (driven gear),
rumah (clutch housing), plat gesek (friction plate) plat kopling (plain plate), per (coil
spring), pengikat (baut), kopling tengah (centre clutch), plat tutup atau plat penekan
(pressure plate), klep penjamin dan batang penekan/pembebas (release rod).
Rumah kopling (clutch housing) ditempatkan pada poros utama (main shaft) yaitu
poros yang menggerakkan semua roda gigi transmisi. Tetapi rumah kopling ini bebas
terhadap poros utama, artinya bila rumah kopling berputar poros utama tidak ikut
berputar. Pada bagian luar rumah kopling terdapat roda gigi (diven gear) yang
berhubungan dengan roda gigi pada poros engkol sehingga bila poros engkol berputar
maka rumah kopling juga ikut berputar.
Agar putaran rumah kopling dapat sampai pada poros utama maka pada poros
utama dipasang hub kopling (clutch sleeve hub). Untuk menyatukan rumah kopling
deng hub kopling digunakan dua tipe pelat, yaitu pelat tekan (clutch driven plate/plain
plate) dan pelat gesek (clutch drive plate/friction plate). Pelat gesek dapat bebas
bergerak terhadap hub kopling, tetapi tidak bebas terhadap rumah kopling. Sedangkan
pelat tekan dapat bebas bergerak terhadap rumah kopling, tetapi tidak bebas pada hub
kopling.

Gambar 4.48 Konstruksi kopling plat banyak dengan penggerak tipe coil spring (pegas
keong)

Cara kerja kopling mekanis adalah sebagai berikut:


Bila handel kopling pada batang kemudi bebas (tidak ditarik) maka pelat tekan dan
pelat gesek dijepit oleh piring penekan (clutch pressure plate) dengan bantuan pegas
kopling sehingga tenaga putar dari poros engkol sampai pada roda belakang.
Sedangkan bila handel kopling pada batang kemudi ditarik maka kawat kopling akan
menarik alat pembebas kopling. Alat pembebas kopling ini akan menekan batang
tekan (pushrod) atau release rod yang ditempatkan di dalam poros utama. Pushrod
akan mendorong piring penekan ke arah berlawanan dengan arah gaya pegas kopling.
Akibatnya pelat gesek dan pelat tekan akan saling merenggang dan putaran rumah
kopling tidak diteruskan pada poros utama, atau hanya memutarkan rumah kopling
dan pelat geseknya saja.

Gambar 4.49 Putaran mesin tidak diteruskan ke transmisi saat handel kopling ditekan
Gambar 4.50 Putaran mesin mulai diteruskan ke Transmisi saat handel kopling mulai
dilepas

Gambar 4.51 Putaran mesin diteruskan dengan sempurna ke transmisi saat handel
kopling dilepas

Pada tipe kopling mekanik terdapat dua cara untuk membebaskan kopling (putaran
mesin tidak diteruskan ke transmisi), yaitu secara manual dan hidrolik. Metode
pembebasan kopling secara manual adalah dengan menggunakan kabel kopling yang
ditarik oleh handel kopling.
Terdapat tiga tipe untuk pembebasan kopling secara manual, yaitu:
1) Tipe dengan mendorong dari arah luar (outer push type)
Pada tipe ini, jika handel kopling ditarik, plat penekan (pressure plate) akan
ditekan ke dalam dari arah sebelah luar. Dengan tertekannya plat penekan tersebut,
plat kopling akan merenggang dari plat penekan, sehingga kopling akan bebas dan
putaran mesin tidak diteruskan ke transmisi.

Gambar 4.52 Pembebas kopling dengan outer push type


2) Tipe dengan mendorong ke arah dalam (inner push type)
Pada tipe ini, jika handel kopling ditarik, plat penekan (pressure plate) akan
ditekan ke luar dari arah sebelah dalam. Dengan tertekannya plat penekan tersebut,
plat kopling akan merenggang dari plat penekan, sehingga kopling akan bebas dan
putaran mesin tidak diteruskan ke transmisi.

Gambar 4.53 Pembebas kopling dengan inner push type


3) Tipe rack and pinion
Pada tipe ini, dimungkinkan kopling dapat dihubungkan dan dilepas secara
langsung. Konstruksinya sederhana namun mempunyai daya tahan yang tinggi
sehingga cocok untuk sepeda motor bermesin putaran tinggi

Gambar 4.54 Pembebas kopling dengan rack and pinion type

Sedangkan metode pembebasan kopling tipe mekanik dengan menggunakan sistem


hidrolik adalah dengan mengganti fungsi kabel kopling oleh cairan hidrolik. Cara
kerjanya hampir sama dengan sistem rem yang menggunakan cairan/fluida hidrolik.
Jika handel kopling/tangkai kopling ditarik, batang pendorong (Pushrod) pada
master cylinder mendorong cairan hidrolik yang berada pada slang. Kemudian cairan
hidrolik tersebut menekan piston yang terdapat pada silinder pembebas (Release
Cylinder).

Gambar 4.55 Pembebas kopling dengan sistem hidrolik


Akibatnya piston bergerak keluar dan mendorong pushrod yang terdapat pada
bagian dalam poros utama transmisi. Pergerakan pushrod pada poros utama transmisi
tersebut akan menyebabkan plat penekan pada kopling tertekan sehingga kopling akan
terbebas dan putaran mesin tidak diteruskan ke transmisi.
Metode pembebasan kopling tipe mekanik dengan menggunakan sistem hidrolik
mempunyai keuntungan, antara lain; lembut dan ringan dalam membebaskan dan
menghubungkan pergerakan kopling, bebas penyetelan dan perawatan terkecuali
pemeriksaan berkala/rutin pada sistem hidrolik seperti ketinggian cairan hidrolik, dan
penggantian cairan dan perapat (seal) hidrolik. Dengan pergerakan yang ringan
tersebut, maka tipe ini bisa menggunakan pegas kopling (clutch spring) yang lebih
kuat dibanding kopling tipe mekanik yang menggunakan kabel kopling. Pegas
kopling yang lebih kuat akan menyebabkan daya tekan/cengkram plat penekan
menjadi lebih kuat juga saat kopling tersebut terhubung, sehingga proses
penyambungan putaran mesin ke transmisi akan lebih baik.
b. Kopling Otomatis (Automatic Clutch)
Kopling otomatis adalah kopling yang cara kerjanya diatur oleh tinggi atau
rendahnya putaran mesin itu sendiri, dimana pembebasan dilakukan secara otomatis,
pada saat putaran rendah. Kedudukan kopling berada pada poros engkol/kruk as dan
ada juga yang berkedudukan pada as primer persnelling/poros utama transmisi
(main/input shaft transmisi) seperti halnya kopling mekanis.
Mekanisme atau peralatan kopling otomatis tidak berbeda dengan peralatan yang
terdapat pada kopling mekanis, hanya tidak ada perlengkapan handel sebagai gantinya
terdapat alat khusus yang bekerja secar otomatis pula seperti: a) otomatis kopling;
terdapat pada kopling tengah (untuk kopling yang berkedudukan pada crankshaft), b)
Bola baja keseimbangan gaya berat (roller weight); berguna untuk menekan palat
dasar waktu digas, c) per kopling yang lemah; berguna untuk menetralkan (menolkan)
kopling waktu mesin hidup langsam/idle, dan 4) pegas pengembali (return spring);
berguna untuk mengembalikan cepat dari posisi masuk kenetral bila mesin hidup dari
putaran tinggi menjadi rendah.
Kopling otomatis terdiri atas dua unit kopling yaitu kopling pertama dan kopling
kedua. Kopling pertama ditempatkan pada poros engkol. Komponennya terdiri atas
pasangan sepatu (kanvas) kopling, pemberat sentrifugal, pegas pengembali dan
rumah kopling.
Cara kerjanya adalah sebagai berikut:
Pada putaran stasioner/langsam (putaran rendah), putaran poros engkol tidak
diteruskan ke gigi pertama penggerak (primary drive gear) maupun ke gigi pertama
yang digerakkan (primary driven gear). Ini tejadi karena rumah kopling bebas (tidak
berputar) terhadap kanvas, pemberat, dan pegas pengembali yang terpasang pada
poros engkol.
Gambar 4.56 Konstruksi kopling otomatis tipe centripugal, (A) centripugal tipe
kanvas/sepatu, (B) centripugal tipe plat

Pada saat putaran mesin rendah (stasioner), gaya sentrifugal dan kanvas kopling,
pemberat menjadi kecil sehingga sepatu kopling terlepas dari rumah kopling dan
tertarik ke arah poros engkol, akibatnya rumah kopling yang berkaitan dengan gigi
pertama penggerak menjadi bebas terhadap poros engkol.
Saat putaran mesin bertambah, gaya sentrifugal semakin besar sehingga
mendorong kanvas kopling mencapai rumah kopling di mana gayanya lebih besar dari
gaya tarik pengembali. Rumah kopling ikut berputar dan meneruskan ke tenaga gigi
pertama yang digerakkan. Sedangkan kopling kedua ditempatkan bersama primary
driven gear pada poros center (countershaft) dan berhubungan langsung dengan
mekanisme pemindah gigi transmisi/persnelling. Pada saat gigi persnelling
dipindahkan oleh pedal pemindah gigi, kopling kedua dibebaskan oleh pergerakan
poros pemindah gigi (gear shifting shaft).

Tipe-Tipe Kopling
Selain dibedakan menurut cara kerjanya, tipe kopling juga bisa dibedakan sebagai
berikut:
1) Berdasarkan Konstruksi Kopling:
a) Kopling Tipe Piringan
Kopling tipe piringan (disc) terdiri dari berbagai plat gesek (friction plate)
sebagai plat penggerak untuk menggerakkan kopling. Plat gesek dan plat yang
digerakkan (plain plate) pada tipe kopling manual digerakkan oleh per/pegas, baik
jenis pegas keong (coil spring) maupun pegas diapragma (diapraghm spring).
1. Strengthening ring (cincin penguat)
2. Diaphragm spring (pegas diapragma)
3. Pressure plate (plat penekan)
4. Plain plates (plat yang digerakkan)
5. Friction plates (plat gesek/penggerak)
6. Wire retaining ring (cincin kawat penahan)
7. Inner plain plate (plain plate bagian dalam)
8. Inner friction plate (friction plate bagian dalam)
9. Anti-judder spring (pegas)
10. Anti-judder spring seat (dudukan pegas)

Gambar 4.57 Kopling piringan dengan penggerak tipe diaphragm spring


Selain kopling piringan yang digerakkan secara manual di atas, kopling
piringan juga bisa digerakkan secara otomatis berdasarkan gerakan sentripugal.
b) Kopling Sepatu Sentrifugal
Kopling sepatu sentripugal (the shoe-type centrifugal clucth) terdiri dari
susunan sepatu atau kanvas kopling yang akan bergerak ke arah luar karena
gerakan sentripugal saat kopling berputar. Kopling tipe ini akan meneruskan
putaran dari mesin ke transmisi setelah gerakan sepatunya ke arah luar
berhubungan dengan rumah kopling (drum) sampai rumah kopling tersebut ikut
berputar.
c) Kopling " V “ Belt
Kopling "V“ belt merupakan kopling yang terdiri dari sabuk (belt) yang
berbentuk "V“ dan puli (pulley). Kopling akan bekerja meneruskan putaran karena
adanya gerakan tenaga sentripugal yang menjepit sabuk ”V“ tersebut.

Gambar 4.58 Kopling tipe "V“ belt

2) Berdasarkan Kondisi Kerja kopling


a) Wet Clutch (Kopling Basah)
Kopling basah merupakan salah satu tipe yang ditinjau berdasarkan kondisi
kerja kopling, yaitu merendam bagian dalam kopling yang terdapat dalam crank
case (bak poros engkol) dengan minyak pelumas/oli. Pelumas berfungsi sebagai
pendingin untuk mencegah kopling terbakar. Fungsi lainnya adalah untuk
melumasi bushing (bos) dan bearing (bantalan) yang terdapat pada rumah kopling
dan melumasi kanvas dan gigi yang terdapat pada plat kopling. Bahan-bahan yang
bergesekan pada kopling basah dirancang khusus agar dapat bekerja dalam
rendaman oli dan bisa membuat kerja kopling sangat lembut. Oleh karena itu,
kopling basah banyak digunakan pada sepeda motor.
b) Dry Clutch (Kopling Kering)
Kopling kering digunakan untuk mengatasi kelemahan kopling basah.
Gesekan yang dihasilkan pada kopling basah tidak sebanyak kopling kering,
sehingga memerlukan jumlah plat kopling yang lebih banyak. Disebut kopling
kering karena penempatan kopling berada di luar ruang oli dan selalu terbuka
dengan udara luar untuk menyalurkan panas yang dihasilkan saat kopling bekerja.
Namun demikian, penggunaan kopling kering umumnya terbatas untuk sepeda
motor balap saja. Alasan utamanya adalah pada sepeda motor balap dibutuhkan
respon kopling yang baik dan cepat walau kerja kopling yang dihasilkan tidak
selembut kopling basah. Selain itu, dengan kopling kering, tentunya akan
mengurangi berat sepeda motor.

3) Berdasarkan tipe plat kopling (Plate Clutch )


a) Single or double plate type (plat kopling tunggal atau ganda)
Plat kopling tunggal atau ganda digunakan pada sepeda motor yang poros
engkol-nya (crankshaft) sejajar dengan rangka (rumah transmisi/persnelling) dan
kopling tersebut dibautkan pada ujung rangka tersebut. Kopling mempunyai rumah
tersendiri yang berada diantara mesin dan transmisi. Diameter kopling dibuat besar
agar menghasilkan luas permuakaan gesek yang besar karena hanya terdiri dari
satu atau dua buah plat kopling.

Gambar 4.59 Konstruksi plat kopling ganda


b) Multi-plate type (tipe plat kopling banyak)
Kopling plat banyak adalah suatu kopling yang terdiri dari plat gesek (friction
plate) dan plat yang digerakkan (plain plate) lebih dari satu pasang. Biasanya plat
gesek berjumlah 7, 8 atau 9 buah. Sedangkan plain plate selalu kurang satu dari
jumlah plat gesek karena penempatan plain plate selalu diapit diantara plat gesek.
Pada umumnya sepeda motor yang mempunyai mesin dengan posisi poros
engkol melintang menggunakan kopling tipe plat banyak. Alasannya adalah
kopling dapat dibuat dengan diameter yang kecil. Kopling plat banyak juga sedikit
lebih ringan dibanding kopling plat tunggal, namun masih bisa memberikan
kekuatan dan luas permukaan gesek yang lebih besar. Kopling plat banyak yang
digunakan pada sepeda motor modern pada umumnya kopling plat banyak tipe
basah (wet multi-plate type).
Gambar 4.60 Konstruksi Plat Kopling Banyak

4) Berdasarkan posisi kopling


a) Hubungan langsung
Maksud dari hubungan langsung adalah pemasangan kopling langsung pada
ujung poros engkol (crankshaft) sehingga putaran kopling akan sama dengan
putaran mesin. Sepeda motor yang posisi kopling-nya menggunakan tipe hubungan
langsung harus dirancang sedemikian rupa agar daya tahan dan kerja kopling bisa
tetap presisi dan baik.

Gambar 4.61 Posisi kopling tipe hubungan langsung


b) Tipe reduksi
Maksud dari tipe reduksi adalah pemasangan kopling berada pada ujung poros
utama atau poros masuk transmisi (input shaft). Jumlah gigi kopling yang dipasang
pada ujung poros utama transmisi lebih banyak dibanding jumlah gigi penggerak
pada ujung poros engkol. Dengan demikian putaran kopling akan lebih lambat
dibanding putaran mesin. Hal ini bisa membuat kopling lebih tahan lama.
2. TRANSMISI (GEAR BOX)
Prinsip dasar transmisi adalah bagaimana bisa digunakan untuk merubah kecepatan
putaran suatu poros menjadi kecepatan yang diinginkan untuk tujuan tertentu. Gigi
transmisi berfungsi untuk mengatur tingkat kecepatan dan momen (tenaga putaran)
mesin sesuai dengan kondisi yang dialami sepeda motor. Transmisi pada sepeda motor
terbagi menjadi; a) transmisi manual, dan b) transmisi otomatis.
Komponen utama dari gigi transmisi pada sepeda motor terdiri dari susunan gigi-gigi
yang berpasangan yang berbentuk dan menghasilkan perbandingan gigi-gigi tersebut
terpasang. Salah satu pasangan gigi tersebut berada pada poros utama (main shaft/input
shaft) dan pasangan gigi lainnya berada pada poros luar (output shaft/ counter shaft).
Jumlah gigi kecepatan yang terpasang pada transmisi tergantung kepada model dan
kegunaan sepeda motor yang bersangkutan. Kalau kita memasukkan gigi atau mengunci
gigi, kita harus menginjak pedal pemindahnya.
Tipe transmisi yang umum digunakan pada sepeda motor adalah tipe constant mesh,
yaitu untuk dapat bekerjanya transmisi harus menghubungkan gigi-giginya yang
berpasangan. Untuk menghubungkan gigi-gigi tersebut digunakan garu pemilih
gigi/garpu persnelling (gearchange lever).

a. Transmisi Manual
Cara kerja transmisi manual adalah sebagai berikut:

Gambar 4.62 konstruksi kopling manual


Pada saat pedal/tuas pemindah gigi ditekan (5), poros pemindah (21) gigi berputar.
Bersamaan dengan itu lengan pemutar shift drum (6) akan mengait dan mendorong
shift drum (10) hingga dapat berputar. Pada shift drum dipasang garpu pemilih gigi
(11,12 dan 13) yang diberi pin (pasak). Pasak ini akan mengunci garpu pemilih pada
bagian ulir cacing. Agar shift drum dapat berhenti berputar pada titik yang dikendaki,
maka pada bagian lainnya (dekat dengan pemutar shift drum), dipasang sebuah roda
yang dilengkapi dengan pegas (16) dan bintang penghenti putaran shift drum (6).
Penghentian putaran shift drum ini berbeda untuk setiap jenis sepeda motor, tetapi
prinsipnya sama.
Garpu pemilih gigi dihubungkan dengan gigi geser (sliding gear). Gigi geser ini
akan bergerak ke kanan atau ke kiri mengikuti gerak garpu pemilih gigi. Setiap
pergerakannya berarti mengunci gigi kecepatan yang dikehendaki dengan bagian
poros tempat gigi itu berada. Gigi geser, baik yang berada pada poros utama (main
shaft) maupun yang berada pada poros pembalik (counter shaft/output shaft), tidak
dapat berputar bebas pada porosnya (4 dan 5). Lain halnya dengan gigi kecepatan (1,
2, 3, 4, dan seterusnya), gigi-gigi ini dapat bebas berputar pada masing-masing
porosnya. Jadi yang dimaksud gigi masuk adalah mengunci gigi kecepatan dengan
poros tempat gigi itu berada, dan sebagai alat penguncinya adalah gigi geser.

b. Transmisi Otomatis
Transmisi otomatis umumnya digunakan pada sepeda motor jenis scooter (skuter).
Transmisi yang digunakan yaitu transmisi otomatis "V“ belt atau yang dikenal dengan
CVT (Constantly Variable Transmission). CVT merupakan transmisi otomatis yang
menggunakan sabuk untuk memperoleh perbandingan gigi yang bervariasi.

Gambar 4.63 Konstruksi transmisi otomatis tipe CVT

Seperti terlihat pada gambar di atas transmisi CVT terdiri dari; dua buah puli yang
dihubungkan oleh sabuk (belt), sebuah kopling sentripugal (6) untuk menghubungkan
ke penggerak roda belakang ketika throttle gas di buka (diputar), dan gigi transmisi
satu kecepatan untuk mereduksi (mengurangi) putaran. Puli penggerak/drive pulley
centripugal unit (1) diikatkan ke ujung poros engkol (crankshaft); bertindak sebagai
pengatur kecepatan berdasarkan gaya sentripugal. Puli yang digerakkan/driven pulley
(5) berputar pada bantalan poros utama (input shaft) transmisi. Bagian tengah kopling
sentripugal/centripugal clutch (6) diikatkan/dipasangkan ke puli (5) dan ikut berputar
bersama puli tersebut. Drum kopling/clucth drum (7) berada pada alur poros utama
(input shaft) dan akan memutarkan poros tersebut jika mendapat gaya dari kopling.
Kedua puli masing-masing terpisah menjadi dua bagian, dengan setengah
bagiannya dibuat tetap dan setengah bagian lainnya bisa bergeser mendekat atau
menjauhi sesuai arah poros. Pada saat mesin tidak berputar, celah puli penggerak (1)
berada pada posisi maksimum dan celah puli yang digerakkan (5) berada pada posisi
minimum. Pada gambar di bawah ini dapat dilihat bahwa pergerakkan puli (2)
dikontrol oleh pergerakkan roller (nomor 7 dalam gambar). Fungsi roller hampir sama
dengan plat penekan pada kopling sentripugal. Ketika putaran mesin naik, roller akan
terlempar ke arah luar dan mendorong bagian puli yang bisa bergeser mendekati puli
yang diam, sehingga celah pulinya akan menyempit.

1. Ujung poros engkol


2. Puli penggerak
3. Bagian puli penggerak yang bisa bergeser
4. Sabuk (belt)
5. Puli yang digerakan
6. Poros roda belakang
7. Roller
Gambar 4.63 Posisi dan cara kerja puli

Ketika celah puli mendekat, maka akan mendorong sabuk ke arah luar. Hal ini
akan membuat puli (2) tersebut berputar dengan diameter yang lebih besar. Setelah
sabuk tidak dapat diregangkan kembali, maka sabuk akan meneruskan putaran dari
puli (2) ke puli yang digerakkan (5).
Jika gaya dari puli (2) mendorong sabuk ke arah luar lebih besar dibandingkan
dengan tekanan pegas yang menahan puli yang digerakkan (5), maka puli (5) akan
tertekan melawan pegas, sehingga sabuk akan berputar dengan diameter yang lebih
kecil. Kecepatan sepeda motor saat ini sama seperti pada gigi tinggi untuk transmisi
manual. Jika kecepatan mesin menurun, roller puli penggerak (7) akan bergeser ke
bawah lagi dan menyebabkan bagian puli penggerak yang bisa bergeser merenggang.
Secara bersamaan tekanan pegas di pada puli (5) akan mendorong bagian puli yang
bisa digeser dari puli tersebut, sehingga sabuk berputar dengan diameter yang lebih
besar pada bagain belakang dan diameter yang lebih kecil pada bagain depan.
Kecepatan sepeda motor saat ini sama seperti pada gigi rendah untuk transmisi
manual.
3. FINAL DRIVE (PENGGERAK AKHIR)
Final drive adalah bagian terakhir dari sistem pemindah tenaga yang memindahkan
tenaga mesin ke roda belakang. Final drive juga berfungsi sebagai gigi pereduksi untuk
mengurangi putaran dan menaikkan momen (tenaga ). Biasanya perbandingan gigi
reduksinya berkisar antara 2,5 sampai 3 berbanding 1 (2,5 atau 3 putaran dari transmisi
akan menjadi 1 putaran pada roda).

Gambar 4.65 Final drive jenis rantai dan sproket

Final drive pada sepeda motor sebagai bagian terpisah dari transmisi/persnelling,
terkecuali scooter dengan transmisi CVT. Final drive dapat dilakukan dengan
menggunakan rantai dan gigi sproket, sabuk dan puli, atau sistem poros penggerak. Jenis
rantai dan sproket adalah jenis yang paling umum digunakan pada sepeda motor.
Final drive jenis poros penggerak (drive shaft) biasanya digunakan untuk sepeda
motor model touring. Jenis ini cukup kuat, lebih terjaga kebersihannya dan perawatan
rutinnya hanya saat penggantian oli. Namun demikian final drive jenis ini cukup berat
dan biaya pembuatannya mahal. Sedangkan final drive jenis sabuk dan puli hanya
dipakai pada beberapa sepeda motor saja, khususnya generasi awal sepeda motor,
dimana power atau tenaga yang dihasilkan masih banyak yang rendah, sehingga
penggunaan jenis sabuk dan puli masih efektif.

Gambar 4.66 Final drive jenis shaft drive


Gambar 4.67 Final drive jenis sabuk dan puli (Belt and Pulley)

4. PEMERIKSAAN DAN PERBAIKAN SISTEM PEMINDAH TENAGA


Jadwal Perawatan Berkala Sistem Pemindah Tenaga
Jadwal perawatan berkala sistem pemindah tenaga sepeda motor yang dibahas berikut
ini adalah berdasarkan kondisi umum, artinya sepeda motor dioperasikan dalam keadaan
biasa (normal). Pemeriksaan dan perawatan berkala sebaiknya rentang operasinya
diperpendek sampai 50% jika sepeda motor dioperasikan pada kondisi jalan yang
berdebu dan pemakaian berat (diforsir).
Tabel di bawah ini menunjukkan jadwal perawatan berkala sistem pemindah tenaga
yang sebaiknya dilaksanakan demi kelancaran dan pemakaian yang hemat atas sepeda
motor yang bersangkutan. Pelaksanaan servis dapat dilaksanakan dengan melihat jarak
tempuh atau waktu, tinggal dipilih mana yang lebih dahulu dicapai.
Tabel 1. Jadwal Perawatan Berkala (Teratur) Sistem Pemindah Tenaga

Sumber-Sumber kerusakan Sistem Pemindah Tenaga


Tabel di bawah ini menguraikan permasalahan atau kerusakan sistem Pemindah
Tenaga yang umum terjadi pada sepeda motor, untuk diketahui kemungkinan
penyebabnya dan menentukan jalan keluarnya atau penanganannya (solusinya).
Tabel 2. Sumber-Sumber kerusakan Sistem Pemindah Tenaga

Pemeriksaan Kopling Otomatis


a) Sepeda motor ini dilengkapi dengan kopling otomatis yang fungsinya diatur oleh
putaran mesin dan mekanis sentrifugal yang terletak di kopling. Untuk menjamin
kemampuan daya tekan kopling secara keseluruhan, maka sengatlah perlu
kopling dapat bekerja dengan lancar dan halus
b) Pemeriksaan hubungan pertama
 Panaskan mesin hingga mencapai panas yang normal
 Hubungkan digital engine tachometer.
 Duduklah di atas sepeda motor, naikan putaran mesin secara perlahan dan
lihatlah digital engine tachometer pada putaran berapa sepeda motor mulai
bergerak maju.
c) Pemeriksaan saat kopling berfungsi untuk menentukan kopling dapat bekerja
penuh dan tidak terjadi selip.
 Injak peda rem belakang sekuat mungkin
 Buka gas dengan singkat sampai habis dan perhatikan putaran
d) Jangan membuka gas sampai habis lebih dari 3 detik, karena dapat menyebabkan
kopling atau mesin cepat rusak

Anda mungkin juga menyukai