Anda di halaman 1dari 55

PEMERINTAH KABUPATEN BEKASI

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD)


CABANG BUNGIN
Kp. Bojong RT 004 / RW 001 Ds. Jayalaksana Kec. Cabangbungin Kab. Bekasi
Kode Pos 17720

KEPUTUSAN DIREKTUR RSUD CABANGBUNGIN


KABUPATEN BEKASI
NOMOR :

TENTANG
PEDOMAN MANAJEMEN KESELAMATAN KESEHATAN KERJA
DI RUMAH SAKIT

DIREKTUR RSUD CABANGBUNGIN KABUPATEN BEKASI

Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan


Rumah Sakit Umum Daerah Cabangbungin Kabupaten
Bekasi, maka diperlukan manajemen pedoman
Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Umum
Daerah Cabangbungin Kabupaten Bekasi;
b. bahwa agar penyelenggaraan pelayanan Kesehatan
Keselamatan Kerja di Rumah Sakit Umum Daerah
Cabangbungin Kabupaten Bekasi dapat terlaksana
dengan baik, perlu adanya kebijakan Direktur Rumah
Sakit Umum Daerah Cabangbungin Kabupaten Bekasi
sebagai landasan bagi penyelenggaraan Pedoman
Manajement Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah
Sakit Umum Daerah Cabangbungin Kabupaten Bekasi;
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu ditetapkan
dengan Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah
Cabangbungin Kabupaten Bekasi;

Mengingat : 1. Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


432 Tahun 2007 Tentang Pedoman Manajement
Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit;
2. Undang Undang Nomor 1 tahun 1970 Tentang
Keselamatan Kerja

3. Peraturan Menaker RI Nomor 5/MENAKER/1996


Tentang Sistem Manajemen K3

MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
KESATU : Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah
Cabangbungin Kab. Bekasi tentang Pedoman Manajemen
Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit Umum
Daerah Cabangbungin Kabupaten Bekasi
KEDUA : Kebijakan pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah
Cabangbungin Kabupaten Bekasi sebagaimana tercantum
dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Keputusan ini.
KETIGA : Pembinaan dan pengawasan Pedoman Manajemen Kesehatan
dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit Umum Daerah
Cabangbungin Kab. Bekasi dilaksanakan oleh Pejabat Teknis
dan bertanggungjawab kepada Direktur Rumah Sakit Umum
Daerah Cabangbungin Kab. Bekasi.
KEEMPAT : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya, dan
apabila di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam
penetapan ini akan diadakan perbaikan sebagaimana
mestinya.

Ditetapkan di : Bekasi
Pada tanggal :

DIREKTUR RSUD CABANGBUNGIN


KABUPATEN BEKASI

dr. H.MARKENLLY,M.Kes
Penata Tk. I
NIP. : 19660311200111001
Lampiran I
Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum
Daerah Cabangbungin
No :
Tanggal :
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan,


Pasal 23 dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
harus diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang
mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau
mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang. Jika memperhatikan isi dari pasal
di atas maka jelaslah bahwa Rumah Sakit (RS) termasuk ke dalam kriteria
tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan
dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja di
RS, tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung RS. Sehingga sudah
seharusnya pihak pengelola RS menerapkan upaya - upaya K3 di RS.

Potensi bahaya di RS, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi bahaya-
bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di RS, yaitu
kecelakaan (peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan
instalasi listrik, dan sumber-sumber cidera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia
yang berbahaya, gas-gas anastesi, gangguan psikososial dan ergonomic ). Semua
potensi bahaya tersebut di atas, menimbulkan kecelakaan kerja, penyakit akibat
kerja dan kedaruratan termasuk bencana alam yang mengancam jiwa dan
kehidupan bagi para karyawan di RS, para pasien maupun para pengunjung
yang ada di lingkungan RS
Rumah Sakit Umum Daerah Cabangbungin merupakan institusi yang banyak
menyerap tenaga kerja (labor intensive), padat modal dan padat teknologi
sehingga tingkat keterlibatan manusia sangat tinggi dengan demikin pasien,
pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan Rumah Sakit harus
mendapatkan perlindungan dari gangguan kesehatan dan kecelakaan dengan
demikian Rumah Sakit Umum Daerah Cabangbungin harus memperhatikan juga
tuntutan K3 RS terhadap mutu pelayanan Rumah Sakit yang sejalan dengan
tuntutan masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan yang terbaik.

Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit Umum Daerah


Cabangbungin Tahun 2017 ini merupakan pedoman yang dipakai sebagai acuan
dalam pelaksanaan pengelolaan K3RS Cabangbungin Dengan demikian pengelola
Rumah Sakit Umum Daerah Cabangbungin menerapkan upaya – upaya yang
mendukung terciptanya K3 di RS agar penyelenggaraan K3 RS lebih efisien,
efektif dan terpadu. Dalam pedoman penyelenggaraan K3 di Rumah Sakit Umum
Daerah Cabangbungin melibatkan pengelola dan seluruh pegawai Rumah Sakit
Umum Daerah Cabangbungin untuk mendukung tercapainya kondisi kerja yang
sehat dan selamat.

B. TUJUAN

1. Umum

Sebagai petunjuk semua unit kerja di Rumah Sakit Umum Daerah


Cabangbungin khususnya unit kerja yang mempunyai resiko bahaya
kesehatan dan keselamatan kerja dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan,
agar diperoleh lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman yang
terselenggara secara optimal, efektif, efisien dan berkesinambungan.

2. Khusus

a. Menciptakan tempat kerja yang sehat, selamat, aman dan nyaman bagi
sumber daya manusia Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien,
pengunjung, maupun lingkungan Rumah Sakit sehingga proses pelayanan
berjalan baik dan lancar.

b. Mencegah timbulnya Kecelakaan Akibat Kerja (KAK), Penyakit Akibat Kerja


(PAK), penyakit menular dan penyakit tidak menular bagi seluruh sumber
daya manusia Rumah Sakit.

C. SASARAN

a. Pimpinan dan manajemen Rumah Sakit

b. SDM Rumah Sakit

c. Pasien

d. Pengunjung/pengantar pasien

D. RUANG LINGKUP

Pedoman K3RS mencakup program, kebijakan pelaksanaan K3, standar


pelayanan, standar sarana dan prasarana K3RS, pengelolaan bahan berbahaya,
SDM K3RS, pembinaan, pengawasan, pencatatan & pelaporan di seluruh area
yang berada didalam Rumah Sakit Umum Daerah Cabangbungin

E. BATASAN OPERASIONAL
1. Manajement K3 RS adalah upaya terpadu seluruh pekerja RS, pasien,
pengunjung orang sakit untuk menciptakan lingkungan kerja, tempat kerja
yang sehat, aman, dan nyaman bagi seluruh pekerja RS, pasien, pengunjung
orang sakit maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar RS
2. Pengembangan kebijakan K3RS adalah merencanakan program K3RS setiap
tahun dan pedoman dan kebijakan 3 tahun kedepan dapat direvisi kembali
sesuai kebutuhan, maupun revisi struktur organisasi Tim K3RS
3. Pengembangan SDM K3RS adalah peningkatan kapasitas petugas dibidang
K3RS melalui upaya pendidikan & pelatihan baik dalam maupun luar daerah
melalui kegiatan seminar,workshop, pelatihan lanjutan, dll.
4. Pengembangan pedoman dan Standar Prosedur Operasional (SPO) adalah
menyusun standar pedoman pelaksanaan pelayanan yang berhubungan K3RS.

F. LANDASAN HUKUMAN
1. Undang-Undang No. 1 tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja
2. Undang Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
3. Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tanggal 13 Oktober 2009 Tentang
Kesehatan
4. Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
5. Undang-Undang No. 44 tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
6. Undang-undang No. 32 tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
7. Undang-undang No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
8. Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2000 tentang Keselamatan dan Kesehatan
Terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion
9. Peraturan Pemerintah No. 50 TAHUN 2012 Tentang Penerapan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
10.Peraturan Menaker RI No. 5/MENAKER/1996 Tentang Sistem Manajemen K3.
11.Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.3 tahun 2008 tentang Tata Cara
Pemberian simbol dan Label Bahan Berbahaya dan Beracun
12.Peraturan Menteri Kesehatan No. 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan
Perizinan Rumah Sakit
13.Keputusan Menkes No. 876/Menkes/SK/VIII/2001 Tentang Pedoman Teknis
Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan;
14.Peraturan Menteri Kesehatan No. 48 tahun 2017 tentang Standar Keselamatan
dan Kesehatan Kerja Perkantoran
15.Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1204/Menkes/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah
Sakit;
16.Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 432/Menkes/IV/2007
Tentang Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah
Sakit.
17.Peraturan Menteri Kesehatan No. 66 tahun 2017 tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Rumah Sakit
18.Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 48/MENLH/1996 Tentang
Baku Mutu Tingkat Kebisingan.
19.Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu
Air Limbah
20.Peraturan Menteri Kesehatan No. 416 tahun 1990 Tentang Syarat – Syarat dan
Pengawasan Kualitas Air.
21.Peraturan Pemerintah No.101 tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun
22.Peraturan Menteri Kesehatan No. 492 Tahun 2010 Tentang Persyaratan
Kualitas Air Minum
23.Peraturan Menteri Kesehatan No. 4 Tahun 2017 tentang penggunaan gas medis
dan vakum medik pada fasilitas kesehatan masyarakat
24.Peraturan Menteri Kesehatan No.24 Tahun 2009 tentang Persyaratan Teknis
Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

Untuk terselenggaranya K3RS secara berkesinambungan optimal, efektif dan efesien


Rumah Sakit membentuk Panitia K3RS yang bertanggung jawab kepada direktur
dalam menyelenggarakan K3RS. Secara teknis melaksanakan 3 fungsi yang terdiri
dari :
a. Kesehatan Kerja meliputi upaya promotif, preventif, dan kuratif serta
rehabilitatif.

b. Keselamatan Kerja meliputi upaya pencegahan, pemeliharaan, penanggulangan


dan pengendalian.

c. Lingkungan Kerja meliputi pengenalan bahaya, penilaian risiko, dan


pengendalian risiko di tempat kerja.

Tugas Panitia K3RS


a. Menyusun dan mengembangkan kebijakan, pedoman, panduan, dan standar
prosedur operasional K3RS;

b. Menyusun dan mengembangkan program K3RS;

c. Melaksanakan dan mengawasi pelaksanaan K3RS; dan

d. Memberikan rekomendasi yang berkaitan dengan K3RS untuk bahan


pertimbangan Kepala atau Direktur Rumah Sakit.

Keanggotaan Panitia K3 RS terdiri dari :


 Unsur-unsur dari petugas dan jajaran direksi RS.

 Sekurang-kurangnya, Ketua, Sekretaris dan anggota.

 Pelaksanaan tugas ketua dibantu oleh wakil ketua dan sekretaris serta
anggota.

Kualifikasi pimpinan panitia K3RS adalah S1 maupun anggota serta pelaksananya


adalah mereka yang memiliki kompetensi di bidang K3RS. Apabila tidak tersedia
tenaga yang dimaksud maka dapat mendayagunakan - tenaga kesehatan lainnya
yang telah mendapatkan pelatihan K3RS.

Struktur Organisasi, uraian tugas dan pola ketenagaan K3RS sudah tertuang dalam
Pedoman Pengorganisasian Panitia K3RS.
BAB III
SISTEM MANAJEMEN K3 RS

A. PENGERTIAN

1. Kesehatan Kerja Menurut WHO / ILO (1995)

Kesehatan Kerja bertujuan untuk peningkatan dan pemeliharaan derajat


kesehatan fisik, mental dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pekerja di
semua jenis pekerjaan, pencegahan terhadap gangguan kesehatan pekerja
dalam pekerjaannya dari risiko akibat faktor yang merugikan kesehatan
dan penempatan serta pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja
yang disesuaikan dengan kondisi fisiologi dan psikologisnya, secara ringkas
merupakan penyesuaian pekerjaan kepada manusia dan setiap manusia
kepada pekerjaan atau jabatannya.

2. Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Suatu upaya untuk menekan atau mengurangi resiko kecelakaan


atau  penyakit kerja yang pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan antara
kesehatan & keselamatan

3. Upaya Kesehatan

Upaya penyerasian antara kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan


kerja agar setiap kerja karyawan dapat bekerja secara sehat tanpa
membahayakan diri sendiri maupun masyarakat disekelilingnya.

4. Keselamatan Kerja

Keselamatan yang berhubungan dengan alat kerja, bahan & proses


pengolahannya, tempat kerja & lingkungannya serta cara-cara melakukan
pekerjaan.

5. Kecelakaan Kerja

Kejadian yang tidak terduga & tidak diharapkan, karena peristiwa tersebut
tidak terdapat unsur kesengajaan, lebih-lebih dalam bentuk perencanaan
dan tidak diharapkan karena peristiwa kecelakaan disertai kerugian
material maupun penderitaan dari yang paling ringan sampai kepada yang
paling berat.

6. Penyakit Akibat Kerja


Penyakit yang ditimbulkan dari suatu pekerjaan yang mengandung
paparan / kontaminasi pada fasilitas penunjang pekerjaan

7. Bahaya Potensial di RS

Bahaya potensial di RS dapat mengakibatkan penyakit dan kecelakaan


akibat kerja yaitu disebabkan oleh faktor biologi (virus, bakteri dan jamur);
faktor kimia (antiseptik, gas anastesi); faktor ergonomi (cara kerja yang
salah); faktor fisika (suhu,cahaya, bising, listrik, getaran dan radiasi);
faktor psikososial (kerja bergilir, hubungan sesama karyawan atau atasan).
Bahaya potensial yang dimungkinkan ada di RS, diantaranya adalah
mikrobiologik desain/fisik, kebakaran, mekanik kimia/gas/karsinogen,
radiasi dan risiko hukum/keamanan.

B. Sistim Manajemen K3 RS

Adalah bagian dari manajemen Rumah Sakit secara keseluruhan dalam rangka
pengendalian risiko yang berkaitan dengan aktivitas proses kerja di Rumah
Sakit guna terciptanya lingkungan kerja yang sehat, selamat, aman dan
nyaman bagi sumber daya manusia Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien,
pengunjung, maupun lingkungan Rumah Sakit.
Tahapan Sistim Manajemen K3 Rumah Sakit meliputi:
1. Penetapan kebijakan K3RS

Dalam pelaksanaan K3RS, pimpinan tertinggi Rumah Sakit harus


berkomitmen untuk merencanakan, melaksanakan, meninjau dan
meningkatkan pelaksanaan K3RS secara tersistem dari waktu ke waktu
dalam setiap aktifitasnya dengan melaksanakan manajemen K3RS yang
baik. Rumah Sakit harus mematuhi hukum, peraturan, dan ketentuan yang
berlaku. Pimpinan Rumah Sakit termasuk jajaran manajemen bertanggung
jawab untuk mengetahui ketentuan peraturan perundang-undangan dan
ketentuan lain yang berlaku untuk fasilitas Rumah Sakit.
Isi dari kebijakan K3RS adalah :
a. Menetapan kebijakan dan tujuan dari program K3RS

Kebijakan dan tujuan K3RS ditetapkan oleh pimpinan tertinggi Rumah


Sakit dan dituangkan secara resmi dan tertulis. kebijakan tersebut
harus jelas dan mudah dimengerti serta diketahui oleh seluruh SDM
Rumah Sakit baik manajemen, karyawan, kontraktor, pemasok dan
pasien, pengunjung, pengantar pasien, tamu serta pihak lain yang
terkait dengan tata cara yang tepat. Selain itu semuanya bertanggung
jawab mendukung dan menerapkan kebijakan pelaksanaan K3RS
tersebut. Prosedur-prosedur yang berlaku di Rumah Sakit selama berada
di lingkungan Rumah Sakit. Kebijakan K3RS harus disosialisasikan
dengan berbagai upaya pada saat rapat pimpinan, rapat koordinasi,
rapat lainnya, maupun sosialisasi dengan menggunakan spanduk,
banner, poster, audiovisual, dan lain-lain
b. Menetapan organisasi K3RS

Dalam pelaksanaan K3RS memerlukan organisasi yang dapat


menyelenggarakan program K3RS di bawah pimpinan Rumah Sakit.
Tujuannya agar pelaksanaan K3RS dapat berjalan secara optimal,
efektif, efesien dan berkesinambungan, Selain itu Rumah Sakit
membentuk panitia K3RS yang mempunyai tugas dan tanggung jawab
terfokus penanganan bencana

c. Menetapan dukungan pendanaan, sarana, dan prasarana

Kebijakan tersebut ditetapkan secara tertulis dengan Keputusan Kepala


atau Direktur Rumah Sakit dan disosialisasikan ke seluruh SDM Rumah
Sakit

2. Perencanaan K3RS

Rumah Sakit harus membuat perencanaan K3RS yang efektif agar


penyelenggaraan K3RS berhasil dengan sasaran yang jelas dan dapat diukur.
Perencanaan K3RS dilakukan untuk menghasilkan perencanaan strategi K3RS,
yang diselaraskan dengan lingkup manajemen Rumah Sakit. Perencanaan
K3RS tersebut disusun dan ditetapkan oleh pimpinan Rumah Sakit dengan
mengacu pada kebijakan pelaksanaan K3RS yang telah ditetapkan dan
selanjutnya diterapkan dalam rangka mengendalikan potensi bahaya dan risiko
K3RS yang telah teridentifikasi dan berhubungan dengan operasional Rumah
Sakit. Dalam rangka perencanaan K3RS perlu mempertimbangkan peraturan
perundang - undangan, kondisi yang ada serta hasil identifikasi potensi bahaya
keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Perencanaan K3RS :
a. Dibuat berdasarkan panduan K3RS, peraturan perundang-undangan, dan
persyaratan lainnya.

b. Ditetapkan oleh Kepala atau Direktur Rumah Sakit.

c. Disusun berdasarkan tingkat faktor risiko.

d. Dibuat secara berkala setiap 1 (satu) tahun dan ditinjau jika terdapat
perubahan sarana dan prasarana serta perubahan proses kerja di Rumah
Sakit.

3. Pelaksanaan K3RS meliputi :

a. Manajemen risiko K3RS

b. Keselamatan dan keamanan di Rumah Sakit

c. Pelayanan Kesehatan Kerja

d. Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dari aspek keselamatan


dan Kesehatan Kerja
e. Pencegahan dan pengendalian kebakaran

f. Pengelolaan prasarana Rumah Sakit dari aspek keselamatan dan Kesehatan


Kerja

g. Pengelolaan peralatan medis dari aspek keselamatan dan Kesehatan Kerja

h. Kesiapsiagaan menghadapi kondisi darurat atau bencana.

Pelaksanaan rencana K3RS harus didukung oleh sumber daya manusia di


bidang K3RS,
sarana dan prasarana, dan anggaran yang memadai

4. Pemantauan dan evaluasi kinerja K3RS

Pemantauan kinerja K3RS


a. Dilakukan oleh sumber daya manusia di bidang K3RS yang telah
memperoleh orientasi dan/atau workshop dan/atau pelatihan mengenai
identifikasi potensi bahaya dan ditugaskan oleh Kepala atau Direktur
Rumah Sakit.

b. Dilaksanakan melalui pemeriksaaan, pengujian, pengukuran, dan audit


internal SMK3 Rumah Sakit secara teratur.

c. Jika Rumah Sakit tidak memiliki sumber daya manusia di bidang K3RS
untuk melakukan pemantauan dan evaluasi kinerja K3RS sebagaimana
dimaksud makadapat menggunakan jasa pihak lain.

d. Inspeksi mencari masukan dari petugas yang melakukan tugas ditempat


yang diperiksa dengan menggunakan chek list

e. Hasil pemantauan dan evaluasi kinerja K3RS dilaporkan kepada ketua


panitia K3 RS dan digunakan untuk melakukan tindakan perbaikan.

5. Peninjauan dan peningkatan kinerja K3RS

a. Dilakukan untuk menjamin kesesuaian dan efektivitas penerapan SMK3


Rumah Sakit.

b. Dilakukan terhadap penetapan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan


rencana, dan pemantauan dan evaluasi.

c. Hasil digunakan untuk melakukan perbaikan dan peningkatan kinerja


K3RS.

d. Kinerja K3RS dituangkan dalam indikator kinerja yang akan dicapai dalam
setiap tahun

Indikator kinerja K3RS yang dapat dipakai antara lain:


1. Menurunkan absensi karyawan karena sakit.
2. Menurunkan angka kecelakaan kerja.

3. Menurunkan prevalensi penyakit akibat kerja.

4. Meningkatnya produktivitas kerja Rumah Sakit.


BAB IV
PELAKSANAAN SISTEM MANAJEMEN K3 RS

A. Manajemen Risiko K3RS

Manajemen risiko K3RS adalah proses yang bertahap dan berkesinambungan


untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja secara
komperhensif di lingkungan Rumah Sakit yaitu terhadap SDM Rumah Sakit,
pasien, pendamping pasien, dan pengunjung. Manajemen risiko merupakan
aktifitas klinis dan administratif yang dilakukan oleh Rumah Sakit untuk
melakukan identifikasi, evaluasi dan pengurangan risiko keselamatan dan
Kesehatan Kerja. Hal ini akan tercapai melalui kerja sama antara pengelola
K3RS yang membantu manajemen dalam mengembangkan dan
mengimplementasikan program Kesela matan dan Kesehatan Kerja, dengan
kerjasama seluruh pihak yang berada di Rumah Sakit

Dalam melakukan manajemen risiko K3RS perlu dipahami hal-hal berikut:


1. Bahaya potensial / hazard yaitu suatu keadaan / kondisi yang dapat
mengakibatkan (berpotensi) menimbulkan kerugian
(cedera/injury/penyakit) bagi pekerja, menyangkut lingkungan kerja,
pekerjaan (mesin, metoda, material), pengorganisasian pekerjaan, budaya
kerja dan pekerja lain.

2. Risiko yaitu kemungkinan/peluang suatu hazard menjadi suatu kenyataan,


yang bergantung pada:

a. pajanan, frekuensi, konsekuensi

b. dose response

3. Konsekuensi adalah akibat dari suatu kejadian yang dinyatakan secara


kualitatif atau kuantitatif, berupa kerugian, sakit, cedera, keadaan
merugikan atau menguntungkan. Bisa juga berupa rentangan akibat-akibat
yang mungkin terjadidan berhubungan dengan suatu kejadian.

Program manajemen risiko fasilitas / lingkungan / proses kerja membahas


pengelolaan risiko keselamatan dan kesehatan dengan membuat rencana
manajemen fasilitas dan penyediaan tempat, teknologi, dan sumber daya.
Organisasi K3RS bertanggung jawab mengawasi pelaksanaan manajemen
risiko keselamatan dan Kesehatan Kerja
Tahapan pelaksanaan Manajemen Risiko
B. Persiapan Kegiatan yang akan dikelola risikonya
Persiapan dilakukan dengan menetapan konteks parameter proses menajemen
risiko K3RS yang meliputi:
1. Penentuan tanggung jawab dan pelaksana kegiatan manajemen risiko yang
terdiri dari karyawan, kontraktor dan pihak ketiga.

2. Penentuan ruang lingkup manajemen risiko keselamatan dan Kesehatan


Kerja.

3. Penentuan semua aktivitas (baik normal, abnormal maupun emergensi),


proses, fungsi, proyek, produk, pelayanan dan aset di tempat kerja.

4. Penentuan metode dan waktu pelaksanaan evaluasi manajemen risiko


keselamatan dan Kesehatan Kerja.

C. Identifikasi bahaya potensial


Sebagai langkah awal identifikasi bahaya potensial adalah sebagai berikut :
1. Menentukan petugas yang akan melakukan identifikasi.
2. Mempersiapkan lembar/formulir pencatatan hasil identikasi
3. Menentukan jadwal kegiatan identifikasi.
4. Memberitahukan secara tertulis kepada penanggung jawab ruangan / area
sebelum dilakukan identifikasi
Langkah selanjutnya adalah sbb :
a. Petugas identifikasi datang ke ruangan/area yang akan diidentifikasi :

R.Perawatan Anak R.Laboratorium


R.Perawatan Dewasa R.Farmasi
R.OK R.Poli
R.ICU R.Dapur
R.VK R.Loundry
R.Perina R.IPSRS
R.Theraphy R.Logistik dan Umum
R.IGD R.Staf Administrasi
R.Radiologi Dll

b. Petugas melihat / memperhatikan semua obyek yang harus


diidentifikasi terkait hazard / pajananya ( factor yang dapat
menyebabkan ancaman )
c. Petugas bertanya dan meminta penjelasan kepada staf yang berada
di ruang /area yang sedang dilakukan identifikasi.
d. Petugas mencatat hasil temuan pada lembar yang sudah ditentukan.
e. Kegiatan identifikasi dilakukan minimum 1 ( satu ) kali dalam
setahun yaitu setiap akhir tahun (Bulan Nopember / Desember).

D. Faktor Fisik

Faktor-faktor fisik di rumah sakit terdiri dari kebisingan, pencahayaan,


getaran, iklim kerja, radiasi dan listrik.
1. Kebisingan
Diartikan sebagai suara/bunyi yang tidak diinginkan karena mengganggu
kenyamanan, berkaitan dengan faktor intensitas kebisingan, frekuensi,
durasi pemaparan kebisingan dan kepekaan individu. Kebisingan akan
lebih berbahaya jika dipengaruhi oleh jarak, temperatur udara,
kelembaban, jenis dan jumlah sumber suara.
Sumber kebisingan di rumah sakit ada dibeberapa tempat seperti Ruang
Generator, Ruang dapur, Mesin potong dan mesin gerinda di bengkel/
SPRS, Ruang IPAL, Ruang Radiolog
Pengaruh kebisingan terhadap kesehatan adalah :

a. Gangguan Fisiologis

Gangguan fisiologis yang terjadi yaitu berupa Internal Bodily Sistem


Ambang Pendengaran. Internal bodiy sistem adalah sistem fisiologis
yang paling penting untuk kehidupan seperti saraf, endokrin,
kardiovaskuler, gastrointestinal dan musculoskeletal ; sehingga dapat
menimbulkan kelelahan, pusing,sakit kepala dan kurang nafsu makan.
Selain itu dapat juga meningkatkan tekanan darah, mempercepat
denyut jantung, pengerutan saluran darah di kulit, meningkatkan
metabolik dan ketegangan otot.

b. Gangguan Psikologis

Bersifat sangat objektif. Reaksi potensial yang ditimbulkan oleh


kebisingan ini antara lain cepat emosi, mudah marah/tersinggsung dan
gangguan konsentrasi.

c. Gangguan Komunikasi

Gangguan ini dapat mengganggu pekerjaan yang juga berisiko terhadap


terjadinya kecelakaan kerja karena adanya salah pengertian instruksi
yang kurang dipahami.

d. Gangguan Pendengaran

Gangguan yang terjadi berupa Trauma akustik yang disebabkan


peledakan (bising impulsif), tuli sementara dan tuli menetap.

e. Pencahayaan

Merupakan penyebaran cahaya dari sumber cahaya ( buatan/alami )


tergantung pada konstruksi sumber cahaya itu sendiri dan pada
konstruksi kulit pelindung yang digunakan.
Risiko pencahayaan yang buruk pada kesehatan berupa sakit kepala,
kelelahan mata, iritasi mata, penglihatan rangkap, ketajaman
penglihatan terganggu, serta akomodasi dan konvergensi menurun.
Selain itu, pencahayaan yang buruk juga dapat menyebabkan
meningkatnya kesalahan dalam bekerja yang pada akhirnya dapat
menyebabkan menurunnya produktivitas dan terjadinya kecelakaan
kerja berupa terpeleset atau jatuh.
f. Getaran

Getaran merupakan faktor fisik yang ditimbulkan oleh subyek dengan


gerakan osilasi. Getaran biasanya ditimbulkan oleh mesin atau peralatan
kerja yang bergetar misalnya hand piece unit gigi, mesin potong rumput
atau mesin bor. Dampaknya gangguan pada sistem saraf misalnya
kesemutan, mempengaruhi ketajaman penglihatan dan mengganggu
fungsi keseimbangan.

g. Listrik

Bergabungnya dua ion yang bermuatan positif dan negatif. Peralatan


listrik banyak digunakan di rumah sakit dalam menunjang kegiatan
operasionalnya. Bahaya listrik seperti tersengat aliran listrik bahkan
kebakaran.

h. Panas (iklim kerja)

Secara umum panas dirasakan bila suhu udara di atas suhu nyaman,
untuk di Indonesia berkisar antara 26 0C - 28 0C dengan kelembaban
60 - 70 %. Efek negatif panas pada tubuh yaitu gangguan kenyamanan
seperti : rasa tidak enak / serba salah, lelah, mual, mudah marah dan
suhu kulit panas / basah karena berkeringat / kering ( keringat
menguap ) Gangguan perilaku akibat perasaan kepanasan dan gangguan
sistem saraf pusat.
i. Radiasi

Pemencaran sinar atau gelombang yang digunakan untuk kegiatan


pemeriksaan (radioagnostik) maupun untuk pengobatan (radioterapi).
Di rumah sakit sinar radiasi banyak digunakan oleh Radiologi dan
Fisioterapi. Efek negatif radiasi pada tubuh :
1. Menimbulkan gangguan pada sistem tubuh seperti saraf pusat,
hemopoetik dan gastrointestinal.

2. Karsinogenik

3. Gangguan pada mata dan kulit

4. Leukimia

E. Faktor Biologi

Bahaya biologi adalah penyakit atau gangguan kesehatan yang


diakibatkan oleh mikroorganisme hidup seperti bakteri, jamur, virus,
riketsia dan parasit.
Sumber Bahaya Faktor Biologi di Rumah Sakit :

1. Penyakit infeksi menular yang disebabkan bakteri, parasit, virus atau


jamur.

2. Berbagai bahan yang berasal dari penderita / pasien, misalnya


darah, dahak dan tinja.

3. Peralatan medis yang terkontaminasi oleh mikroorganisme.

Efek negatif faktor bahaya Biologi adalah beberapa penyakit menular


seperti Infeksi Nosokomial, Tuberculosis Paru, Hepatitis B, HIV/AIDS.

F. Faktor Ergonomi

Ergonomi merupakan penyesuaian karakteristik fisik tenaga kerja


dengan lingkungan kerjanya. Penyesuaian yang dapat dilakukan antara
lain berupa penyesuaian ukuran tempat kerja dengan dimensi tubuh
agar tidak melelahkan, pengaturan suhu, cahaya dan kelembaban agar
tercipta kenyamanan dalam bekerja dan juga menghindari terjadinya
kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Sumber Bahaya Ergonomi di Rumah Sakit
1. Risiko cedera pinggang dan leher, HNP dan gangguan otot rangka
akibat cara mengangkat / menggotong barang maupun pasien yang
salah.

2. Kelainan pada tulang belakang seperti Lordosis, Skoliosis dan Kifosis.


Hal ini disebabkan cara duduk / bekerja yang salah secara kontiniu.

3. Pemakaian kursi yang tidak tepat dapat menyebabkan keluhan-


keluhan pada tenaga kerja dimana pekerjaan yang pekerjaannya
banyak dilakukan dengan posisi duduk, misalnya sakit pinggang,
sakit kepala, sakit leher, sakit/pegal pada lengan dan tangan.

4. Gangguan kenyamanan dalam bekerja hingga kecelakaan kerja


akibat kurangnya penerangan atau suhu yang panas.

G. Faktor Kimia

Adanya zat-zat kimia di rumah sakit dapat menimbulkan bahaya bagi


pasien, pengunjung maupun petugas seperti dokter, perawat, teknisi
dan semua yang berkaitan dengan pengelolaan rumah sakit maupun
perawatan penderita.
Tumpahan-tumpahan, kebocoran tempat penyimpanan bahan kimia dan
ventilasi yang tidak baik dapat mengakibatkan keracunan kronik.
Bahan-bahan kimia yang mempunyai risiko mengakibatkan gangguan
kesehatan antara lain adalah gas zat-zat Anestetik.
1. Gas Anastesi (Halotan, Nitrogen oksida (N2O)

2. Formaldehid/Formalin (CH2O5)

3. Ethylene oxide

4. Gas Karbon monoksida (CO)

H. Faktor Psikososial

Masalah Psikososial yang berisiko terhadap gangguan keselamatan dan


kesehatan kerja adalah stres, kerja bergilir (Shift), penyalahgunaan obat-
obatan, perokok berat dan pelecehan seksual.
1. Stres

Merupakan tekanan terhadap kondisi fisik dan psikis individu yang


berasal dari faktor lingkungan kerja. Keadaan di tempat kerja yang
dapat menimbulkan stres yaitu, tuntutan dan beban kerja yang
berat, konflik kerja dengan rekan kerja atau atasan, tekanan waktu,
dan tanggung jawab yang kurang atau lebih.
Dampak negatif stres kerja pada kesehatan berupa : depresi,
anxietas, sakit kepala, kelelahan dan kejenuhan, hilang nafsu makan
dan buang air tak teratur.

2. Kerja bergilir (Shift)

Kerja bergilir adalah pekerjaan yang pada dasarnya dilakukan di luar


jam kerja yang biasa/normal, dengan ciri adanya kontinuitas,
pergantian gilir dan jadwal kerja khusus. Kerja bergilir dikatakan
mempunyai kontinuitas apabila dikerjakan selama 24 jam setiap hari
termasuk hari minggu dan hari libur. Dampak negatif kerja bergilir :
1. Perubahan kebiasaan dan pola kehidupan sosial.

2. Gangguan gastrointestinal seperti Gastro duodenitis, Peptic ulcer


dan Colitis.

3. Penyakit-penyakit Kardiovaskuler.

4. Shift Mal Adaption Syndrome yaitu ketidakmampuan tenaga kerja


dalam beradaptasi dengan pekerjaan bergilir.

5. Diabetes Melitus

6. Gangguan jiwa

c. Penyalahgunaan obat-obatan

Pemakaian suatu macam obat/zat kimia baik secara periodik


maupun terus menerus yang tidak berdasarkan petunjuk medis yang
dapat berisiko terhadap gangguan kesehatan dan gangguan pada
masyarakat.
d. Pelecehan seksual

Setiap ucapan atau perbuatan yang menjurus ke tindak pelecehan


dan biasanya disertai ancaman terselubung atau nyata.

I. Kecelakaan Kerja

Merupakan kejadian yang tidak diinginkan yang terjadi secara tidak


terduga dan berpotensi mengganggu kegiatan operasional rumah sakit.
Kecelakaan kerja yang terjadi di rumah sakit dapat menimpa karyawan,
pasien dan pengunjung, dan kerusakan aset rumah sakit.
a. Potensi kecelakaan kerja di rumah sakit :

1. Bahaya peledakan dan kebakaran

2. Terpeleset / jatuh

3. Tertimpa benda atau material

4. Pada pekerjaan menyuntik misalnya oleh perawat dan dokter


berisiko tertusuk jarum suntik yang kemungkinan dapat
menularkan Virus HIV/AIDS atau Virus Hepatitis maupun
penyakit menular lainnya.

5. Terluka / terpotong jari atau tangan akibat terkena benda - benda


tajam saat bekerja, misalnya terkena pisau dan gerinda.

6. Tersengat aliran listrik. Hal ini dapat terjadi karena kecerobohan


atau kurangnya pemeliharaan terhadap peralatan listrik.

b. Bentuk-bentuk kecelakaan di rumah sakit :

1. Kecelakaan medis, yaitu jika yang menjadi korban adalah pasien.

2. Kecelakaan kerja, yaitu jika yang menjadi korban adalah pekerja


rumah sakit itu sendiri.

c. Penyebab kecelakaan di rumah sakit :

1. Tindakan/perbuatan yang tidak aman (Unsafe act) :

a. Menjalankan peralatan tanpa izin

b. Salah memberikan tanda peringatan - Tidak menggunakan


alat keselamatan

c. Menggunakan peralatan tidak semestinya


d. Memuat dan menempatkan barang tidak benar - Mengangkat
barang/pasien tidak benar

e. Posisi kerja yang salah

f. Bekerja sambil bersenda gurau dengan teman kerja - Di


bawah pengaruh alkohol atau obat-obatan

2. Kondisi yang tidak aman (Unsafe condition) :

a. Peralatan yang rusak

b. Ruangan bekerja yang terbatas/sempit

c. Kurang/tidak ada tanda-tanda petunjuk

d. Tata ruang/House keeping yang buruk

e. Temperatur udara yang terlalu tinggi/rendah

f. Penerangan yang buruk

g. Ventilasi kurang/tidak ada

d. Prosedur Kecelakaan Kerja

1. Lakukan pertolongan pertama, bila diperlukan segera ke IGD


untuk penanganan luka serius/parah

2. Lapor kepada atasan yaitu Koordinator ruangan/ unit atau PJ /


pengawas

3. Segera lapor secara lisan kepada Tim K3 (jam kerja) atau di luar
jam kerja kepada perawat pengawas, maksimal pelaporan 1 x 24
jam.

4. Buat laporan tertulis insiden beserta tindak lanjut

No Bahaya Potensial Lokasi

1 FISIK:  

Bising IPS-RS, laundri, dapur, CSSD, gedung


genset- boiler, IPAL

Getaran ruang mesin-mesin dan perlatan yang


menghasilkan getaran (ruang gigi dll)

Debu genset, bengkel kerja, laboratorium gigi,


gudang rekam medis, incinerator

Panas CSSD, dapur, laundri, incinerator, boiler


Radiasi X-Ray, OK yang menggunakan c-arm,
ruang fisioterapi, unit gigi
2 KIMIA:  

Disinfektan Semua area

Cytotoxics Farmasi, tempat pembuangan limbah,


bangsal
Ethylene oxide Kamar operasi

Formaldehyde Laboratorium, kamar mayat, gudang


farmasi
Methyl: Methacrylate, Hg Ruang pemeriksaan gigi
(amalgam)
Solvents Laboratorium, bengkel kerja, semua area
di RS
Gas-gas anaestesi Ruang operasi gigi, OK, ruang pemulihan
(RR)
3 BIOLOGIK:  

AIDS, Hepatitis B dan Non IGD, kamar Operasi, ruang pemeriksaan


A- Non B gigi, laboratorium, laundry

Cytomegalovirus Ruang kebidanan, ruang anak

Rubella Ruang ibu dan anak

Tuberculosis Bangsal, laboratorium, ruang isolasi

4 ERGONOMIK  

Pekerjaan yang dilakukan Area pasien dan tempat penyimpanan


secara manual barang (gudang)

Postur yang salah dalam Semua area


melakukan pekerjaan

Pekerjaan yang berulang Semua area

MEKANIKAL  
5
Diantaranya terjepit, Semua karyawan
terpotong, terpukul,
tergulung, tersayat,
tertusuk benda tajam ;
sengatan listrik,
hubungan arus pendek
ELEKTRIKAL  

Tersetrum, terbakar,
6
ledakan.
LIMBAH  
7
Limbah medis (jarum Semua Karyawan
suntik,vial obat, nanah,
darah) limbah non medis,
limbah cairan tubuh
manusia (misal : droplet,
liur, sputum)

8 PSIKOSOSIAL  

  Sering kontak dengan Semua area


pasien, kerja bergilir, kerja
berlebih, ancaman secara
fisik

Pada kasus terkait dengan bahan kimia, maka perlu dipelajari Material
Safety Data Sheets(MSDS) untuk setiap bahan kimia yang digunakan,
pengelompokan bahan kimia menurut jenis bahan aktif yang
terkandung, mengidentifikasi bahan pelarut yang digunakan, dan bahan
inert yang menyertai, termasuk efek toksiknya. Ketika ditemukan dua
atau lebih faktor risiko secara simultan, sangat mungkin berinteraksi
dan menjadi lebih berbahaya atau mungkin juga menjadi kurang
berbahaya. Sumber bahaya yang ada di RS harus diidentifikasi dan
dinilai untuk menentukan tingkat risiko yang merupakan tolok ukur
kemungkinan terjadinya penyakit akibat kerja dan kecelakaan akibat
kerja

J. Analisa dan Evaluasi Risiko

Risiko adalah probabilitas / kemungkinan bahaya potensial menjadi


nyata, yang ditentukan oleh frekuensi dan durasi pajanan, aktivitas
kerja, serta upaya yang telah dilakukan untuk pencegahan dan
pengendalian tingkat pajanan. Termasuk yang perlu diperhatikan juga
adalah perilaku bekerja, higiene perorangan, serta kebiasaan selama
bekerja yang dapat meningkatkan risiko gangguan kesehatan. Analisis
risiko bertujuan untuk mengevaluasi besaran (magnitude) risiko
kesehatan pada pekerja. Dalam hal ini adalah perpaduan keparahan
gangguan kesehatan yang mungkin timbul termasuk daya toksisitas bila
ada efek toksik, dengan kemungkinan gangguan kesehatan atau efek
toksik dapat terjadi sebagai konsekuensi pajanan bahaya potensial.
Karakterisasi risiko mengintegrasikan semua informasi tentang bahaya
yang teridentifikasi (efek gangguan/toksisitas spesifik) dengan perkiraan
atau pengukuran intensitas/konsentrasi pajanan bahaya dan status
kesehatan pekerja, termasuk pengalaman kejadian kecelakaan atau
penyakit akibat kerja yang pernah terjadi. Analisis awal ditujukan untuk
memberikan gambaran seluruh risiko yang ada. Kemudian disusun
urutan risiko yang ada. Prioritas diberikan kepada risiko-risiko yang
cukup signifikan dapat menimbulkan kerugian.

Data hasil identifikasi diolah oleh Panitia K3RS dengan menentukan


score / nilai dari setiap temuan.
1. Score Frekwensi yaitu penilaian yang dilakukan dengan
mempertimbangkan elemen jangka waktu kejadian (frekuensi).
Dimana tingkat frekuensi kejadian berbanding lurus dengan score /
nilai yang ditetapkan (semakin sering terjadi, maka semakin tinggi
score/nilai frekuensinya).

2. Score/nilai Dampak (Severity), yaitu penilaian yang dilakukan


dengan mempertimbangkan elemen akibat dari suatu kejadian
(dampak). Dimana akibat/dampak yang dihasilkan dari suatu
kejadian juga berbanding lurus dengan score/nilai yang ditetapkan
(semakin parah akibat/dampak yang dihasilkan, maka semakin
tinggi score/nilai dampaknya).

Penetapan Score/Nilai Frekuensi diatur sebagai berikut :

NILAI URAIAN NILAI


1 Sangat Jarang / Sangat Sedikit (> 5 Tahun Sekali)
2 Jarang / Sedikit (2 – 5 Tahun Sekali)

3 Mungkin / Kadang (1 – 2 Tahun Sekali)

4 Sering / Banyak (1 - 5 Kali Setahun)

5 Sangat Sering / sangat Banyak (> 5 Kali Setahun)

Penetapan Score/Nilai Dampak diatur sebagai berikut :

NILAI URAIAN NILAI

1 Tidak Signifikan / Tidak Mengakibatkan Cidera


2 Minor (Cidera Ringan / Tidak Perlu Tindakan Khusus)
3 Moderat (Cidera Sedang / Perlu Tindakan Khusus)
4 Mayor (Cidera Berat / Cacat Tetap)
5 Katatropik (Kematian)

3. Score/nilai Total Risiko (Risk), yaitu total penilaian risiko yang didapat
dengan cara mengalikan 2 (dua) elemen diatas (frekuensi dan dampak).
Berikut rumus penetapan risiko :

RISK = PROBABILITY X SEVERITY


d. Hasil perkalian antara Nilai Frekuensi dengan Nilai Dampak (Total
Risk) ditetapkan sebagai berikut :

TOTAL
FOLLOW UP (RENCANA TINDAK LANJUT)
RISIKO
1-3 Rendah (Tanggung Jawab Kepala Ruang – Follow Up Per - 6 Bln)
4-6 Sedang (Tanggung Jawab Kepala Ruang – Follow Up Per - 3 Bln)
Tinggi (Tanggung Jawab Kepala Unit Kerja – Follow Up Per - 2
7 – 15
Bln)
16 - 25 Extrim (Tanggung Jawab Direktur – Follow Up Per - Bln)

e. Pengurutan Total Risiko (Grading), yaitu proses untuk mengurutkan


score/nilai total risiko yang telah didapatkan. Dimana proses ini
dilakukan untuk menentukan skala prioritas penanganan tertinggi
sampai dengan yang terendah atas risiko yang mungkin dapat terjadi
di Rumah Sakit Umum Daerah Cabangbungin.

K. Pengendalian Risiko

Dari evaluasi risiko ditentukan Rencana Tindak Lanjut (RTL), yaitu


proses untuk menentukan pilihan / opsion / cara dalam menangani
risiko-risiko di atas.
Prinsip pengendalian risiko meliputi 5 hirarki, yaitu:
a. Menghilangkan bahaya (eliminasi)

b. Menggantikan sumber risiko dengan sarana/peralatan lain yang


tingkat risikonya lebih rendah/tidak ada (substitusi)

c. Rekayasa engineering/pengendalian secara teknik

d. Pengendalian secara administrasi

e. Alat Pelindung Diri (APD)

Termasuk diantaranya adalah menentukan siapa penanggung jawab,


berapa biaya yang butuhkan, serta kapan dan berapa lama jangka
waktu penanganannya.

Pengendalian risiko keselamatan dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit:


a. Containment, yaitu mencegah pajanan dengan:

1. Desain tempat kerja

2. Peralatan safety (biosafety cabinet, peralatan centrifugal)

3. Cara kerja

4. Dekontaminasi
5. Penanganan limbah dan spill management

b. Safety Inspectiondan Audit meliputi :

1. Kebutuhan (jenisnya) ditentukan berdasarkan karakteristik


pekerjaan (potensi bahaya dan risiko)

2. Dilakukan berdasarkan dan berperan sebagai upaya pemenuhan


standar tertentu

3. Dilaksanakan dengan bantuan cheklist (daftar periksa) yang


dikembangkan sesuai dengan kebutuhan jenis kedua program
tersebut

c. Investigasi kecelakaan dan penyakit akibat kerja

1. Upaya penyelidikan dan pelaporan KAK dan PAK di tempat kerja

2. Disertai analisis penyebab, kerugian KAK, PAK dan tindakan


pencegahan serta pengendalian KAK, PAK

3. Menggunakan pendekatan metode analisis KAK dan PAK.

d. Fire Prevention Program

1. Risiko keselamatan yang paling besar & banyak ditemui pada


hampir seluruh jenis kegiatan kerja, adalah bahaya dan risiko
kebakaran

2. Dikembangkan berdasarkan karakteristik potensi bahaya & risiko


kebakaran yang ada di setiap jenis kegiatan kerja

e. Emergency Response Preparedness

1. Antisipasi keadaan darurat, dengan mencegah meluasnya


dampak dan kerugian

2. Keadaan darurat: kebakaran, ledakan, tumpahan, gempa, social


cheos,bomb treat dll

3. Harus didukung oleh: kesiapan sumber daya manusia, sarana


dan peralatan, prosedur dan sosialisasi
f. Pemindahan Risiko (Risk transfer)

1. Mendelegasikan atau memindahkan suatu beban kerugian ke


suatu kelompok/bagian lain melalui jalur hukum,
perjanjian/kontrak, asuransi, dan lain-lain. Pemindahan risiko
mengacu pada pemindahan risiko fisik & bagiannya ke tempat
lain.

L. Komunikasi dan konsultasi


Hasil / temuan yang didapat selama proses persiapan sampai rencana
pengendalian risiko di komunikasikan secara vertical ke direktur dan
horizontal kebagian yang terkait serta dilakukan konsultasi bila
dianggap perlu.

M. Pemantauan dan telaah ulang


Pemantauan dilakukan pada area risiko yang sudah dilakukan
tindaklanjut selain itu dilakukan telaah ulang untuk mengetahui
apakah tindak lanjut yang dilakukan sudah memenuhi standart yang
diharapkan.

N. Keselamatan dan Keamanan

Tujuan keselamatan dan keamanan adalah untuk mencegah terjadinya


kecelakaan dan cidera serta mempertahankan kondisi yang aman bagi
sumber daya manusia Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien, dan
pengunjung. Dimana keselamatan adalah suatu tingkatan keadaan
tertentu dimana gedung, halaman / ground, peralatan, teknologi medis,
informasi serta sistem di lingkungan Rumah Sakit tidak menimbulkan
bahaya atau risiko fisik bagi pegawai, pasien, pengunjung serta
masyarakat sekitar. Sedangkan keamanan adalah suatu kondisi yang
melindungi properti milik Rumah Sakit, sumber daya manusia Rumah
Sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan
Rumah Sakit dari bahaya pengrusakan dan kehilangan atau akses serta
penggunaan oleh mereka yang tidak berwenang. Langkah – langkah
pelaksanaan Keselamatan dan Keamanan di Rumah Sakit adalah :
1. Identifikasi dan penilaian risiko dilakukan dengan cara inspeksi
keselamatan (lantai licin, terjebak lift, lift anjlok dll ) dan keamanan (
pencurian, penculikan bayi, kerusuhan, dll ) di area Rumah Sakit

2. Pemetaan area risiko merupakan hasil identifikasi area risiko


terhadap kemungkinan kecelakaan dan gangguan keamanan di
Rumah Sakit.

3. Upaya pengendalian dan pencegahan lain pada kejadian tidak


aman seperti :
a. Menghilangkan kondisi yang tidak standar

b. Menghilangkan tindakan yang tidak standar

c. Mengurangi unsur kesalahan oleh manusia

d. Mengurangi unsur kesalahan dari pekerjaan

e. Mengurangi unsur kesalahan dari pengendalian

f. Sosialisasi enam unsur keamanan, meliputi sarana, lingkungan,


tempat, prosedur tindakan dan anggaran

g. Memastikan prinsip kewaspadaan standar

h. Menginspeksi semua bangunan perawatan pasien dan memiliki


rencana untuk mengurangi risiko yang sudah jelas dan
menciptakan fasilitas fisik yang aman bagi pasien, keluarga
pasien, staf dan pengunjung.

i. Melakukan dokumentasi pemeriksaan fasilitas fisiknya yang


terbaru, akurat

j. terhadap fasilitas fisiknya.

k. Melakukan pengkajian keselamatan dan keamanan selama


terdapat proyek konstruksi dan renovasi serta penerapan strategi-
strategi untuk mengurangi risiko.

l. Melakukan pemantauan dan pengamanan area-area yang


diidentifikasi berisiko keamanan.

m. Memastikan semua staf, pegawai pihak ketiga, dan vendor sudah


diidentifikasi.

n. Memberikan tanda pengenal sementara selama di area Rumah


Sakit.

o. Semua area berisiko tinggi keamanan dan area-area yang terbatas


sudah diidentifikasi, didokumentasi dan dipantau serta terjaga
keamanannya.

p. Rencana dan anggaran Rumah Sakit disusun dengan


memperhatikan kebutuhan yang menunjang aspek keselamatan
dan keamanan.

q. Rencana dan anggaran Rumah Sakit disusun untuk perbaikan


atau penggantian sistem, bangunan, atau komponen-komponen
yang diperlukan agar fasilitas dapat beroperasi dengan selamat,
aman, dan efektif secara berkesinambungan.

r. Pimpinan Rumah Sakit menerapkan anggaran sumber daya yang


sudah ditetapkan untuk menyediakan fasilitas yang selamat dan
aman sesuai dengan rencana-rencana yang sudah disetujui.

s. Memastikan perlindungan setiap orang yang ada di Rumah Sakit


terhadap kerugian pribadi dan dari kehilangan atau kerusakan
properti.

t. Mengelola, memelihara dan mensertifikasi sarana, prasarana dan


peralatan Rumah Sakit, terutama penyediaan listrik, air,
pembuangan limbah, ventilasi dan pengelolaan gas medic
Keselamatan dan Keamanan terdiri dari :

O. Penyediaan Air Bersih dan Air Minum

Merupakan air yang mempunyai kualitas minimal sebagaimana yang


terlampir dalam Pemenkes RI No.416 / Pemenkes / IX / 1990 dan
Pemenkes RI No.492 / Menkes / Per / 1V / 2010.
Pemantauan air bersih dan air minum dilakukan dengan cara :
1. Memeriksa dan menjamin ketersediaan air bersih dan air minum
yang dilakukan setiap hari pada penampungan air bersih dan
gudang air minum.
2. Mengirimkan sampel air minum dan air bersih ke
laboratorium Unilab dengan frekuensi  pengiriman sebanyak 2
kali setahun dengan hasil yang segera dievaluasi dan ditindaklanjuti

P. Pengelolaan Limbah

Pengelolaan terhadap semua air buangan dan tinja hasil kegiatan


operasional Rumah Sakit sehingga m e m e n u h i p e r s y a r a t a n baku
mutu limbah cair di wilayah DKI Jakarta (BPLHD). Pengelolaan air
limbah ini diolah dalam instalasi pengolahan air limbah dengan
sistem aerob dan anaerob bio filter system. Pemantauan pengelolaan
air limbah dilakukan dengan cara :
1. Pemeriksaan setiap hari terhadap fungsi IPAL dengan
memperhatikan parameter fisik dan bau.
2. Pemeriksaan setiap hari tempat penyimpanan limbah B3
3. Mengirimkan sempel air limbah dari outlet IPAL ke BPLHD sebanyak
4 kali setahun dengan hasil segera dievaluasi dan ditindaklanjuti.

Q. Pengelolaan Sampah

Pengelolaan terhadap semua sampah baik sampah medis maupun


sampah non medis yang dihasilkan dalam kegiatan operasional RSU UKI
sehingga memenuhi. Untuk kategori sampah non medis dilakukan
pengelolaan dengan cara dimasukkan ke dalam kantong plastik
berwarna hitam. Untuk kategori medis, pengelolaan sampah
dimasukkan ke dalam kantong plastik berwarna kuning. Pemantauan
pengelolaan sampah dilakukan dengan cara :
1. Pemeriksaan kebersihan TPS non Medis dan Medis setiap hari
dengan lembar kontrol.
2. Pengawasan dan pemeriksaan terhadap proses pemisahan sampah
medis dengan sampah non medis.

R. Pengendalian Serangga dan Binatang Pengganggu

Kegiatan yang bertujuan menekan kepadatan populasi serangga,


tikus, kucing, cacing, rayap atau hewan yang menjadi perantara
menularkan penyakit tertentu.Pemantauan pengendalian serangga dan
binatang pengganggu dilakukan oleh pihak ketiga dengan cara :
1. Melakukan pemantauan terhadap kebersihan baik dalam gedung
maupun luar gedung setiap hari dengan alat bantu checklist.
2. Pemantauan tingkat kepadatan tikus dengan parameter tingkat
kepadatan tikus mendekati angka 0 setiap 3 bulan sekali.
3. Pemantauan tingkat kepadatan lalat, kecoa, dan nyamuk setiap 3
bulan sekali.

S. Sanitasi Makanan

Upaya memantau faktor makanan, petugas, tempat dan perlengkapan


yang mungkin dapat menimbulkan penyakit terhadap pasien dan
pegawai Rumah Sakit. Kegiatan dilakukan di dapur sebagai tempat
pengolahan dan pengelolaan makanan. Pemantauan terhadap sanitasi
makanan dilakukan dengan cara :
1. Pemantauan terhadap pelaksanaan prinsip hygiene sanitasi
makanan

2. Pemeriksaan Kesehatan khusus terhadap tenaga penjamah makanan


minimal sekali dalam setahun yang hasilnya segera dievaluasi dan
ditindaklanjuti.

3. Pemeriksaan sampel makanan setiap 3 bulan sekali dengan hasil


segera dievaluasi dan ditindaklanjuti.

4. Pengukuran suhu dan kelembaban ruang dapur setiap 1 bulan


sekali, segera dievaluasi dan ditindaklanjuti. 

Penanganan keracunan makanan karyawan/ pasien Rumah Sakit


Umum Daerah Cabangbungin antara lain:
1. Semua pasien Rumah Sakit Umum Daerah Cabangbungin
mendapatkan makan yang disediakan Inst. Gizi bekerja sama dengan
pihak ketiga dan dipersiapkan oleh dapur milik Rumah Sakit Umum
Daerah Cabangbungin sedangkan snack dipesan dari supplier
makanan.

2. Bila terjadi keracunan makanan yang berasal dari menu/snack


makanan maka, penanganan kejadian ini berkoordinasi dengan
Kepala Ruangan, perawat pengawas (sore/ malam), Tim PPI, Tim K3,
IGD, SDM, dan Kesling.

3. Pasien yang mengalami keracunan makanan segera dibawa ke IGD


untuk mendapat penanganan medis. Selama ditangani, Tim K3, Tim
PPI dan Kesling menginvestigasi sumber makanan penyebab
keracunan. Tim K3 membuat laporan kepada Direksi terkait
pengobatan yang ditembuskan kepada Divisi SDM.

4. Apabila jumlah pasien yang menderita keracunan 5 pasien atau lebih


dan dalam waktu yang berdekatan maka, dinyatakan Kejadian Luar
Biasa (KLB).

5. Tingkatan siaga:

- Siaga 1: jumlah pasien 8 – 15 orang


- Siaga 2: jumlah pasien 15 – 30 orang
- Siaga 3: jumlah pasien 30 – 50 orang
- Bila jumlah pasien > 50 orang, hubungi rumah sakit lain atau
rujuk.

T. Penyehatan Ruang Laundry

Upaya penyehatan tehadap tempat dan sarana pencucian linen hingga


linen siap dipakai dalam kegiatan operasional Rumah Sakit.

U. Infeksi Nosokomial

Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat dan berkembang saat


seseorang berada di lingkungan rumah sakit. Kegiatan pemantauan
Infeksi Nosokomial dilakukan dengan cara :
a. Terhadap proses tindakan bagi pasien dengan standar yang telah
ditetapkan.
b. Terhadap kepadatan serangga dan binatang pengganggu. 

V. Desinfeksi dan Sterilisasi

Sterilisasi/desinfeksi adalah upaya mensuci hamakan atau


membebaskan suatu objek dari mikroorganisme pathogen.
1. Indikasi kuat untuk diadakannya tindakan sterilisasi/desinfeksi
adalah
1. Semua peralatan kedokteran klinis atau peralatan pasien yang
masuk / dimasukan ke dalam jaringan, sistem vascular atau
melalui saluran darah.
2. Semua peralatan yang menyentuh selaput lendir.
3. Semua peralatan operasi setelah dibersihkan dari jaringan, darah
atau sekresi.

2. Tata cara pelaksanaan :

a. Semua benda atau alat yang akan disterilisasi / desinfeksi harus


terlebih dahulu dicuci secara seksama untuk menghilangkan
semua bahan organik.
b. Sterilisasi harus disesuaikan dengan jenis alat yang disterilisasi
dengan tujuan pencapaian sterilisasi tercapai dan tidak merusak
benda atau alat yang disterilisasi.
c. Setiap alat yang berubah kondisi fisiknya setelah disterilisasi /
desinfeksi tidak boleh dipergunakan lagi.
d. Simpan benda/alat yang sudah disterilisasi / desinfeksi pada
lemari khusus.
e. Pastikan hasil sterilisasi tercapai dengan bantuan indikator.
f. Pemeliharaan dan cara penggunaan peralatan sterilisasi harus
memperhatikan petunjuk (manual book).

3. Pemantauan proses desinfeksi dilakukan dengan cara :

 Usap peralatan medis/instrument setiap 1 tahun sekali yang


hasilnya dievaluasi dan ditindaklanjuti.

4.2.9 Pencahayaan Ruangan


Adalah pengaturan jumlah penyinaran pada suatu ruang bidang kerja
yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif dan
produktif di semua bagian dalam dari gedung Rumah Sakit Umum
Daerah Cabangbungin. Pemantauan dilakukan dengan cara
pengukuran kualitas pencahayaan 1 minggu sekali
dengan parameter yang telah ditentukan. 

4.2.10 Penyehatan Udara


Adalah upaya untuk melakukan penyehatan udara yang diakibatkan
dari kegiatan Rumah Sakit, tolak ukurnya adalah Peraturan Pemerintah
No. 41 tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran udara (udara luar
ruangan) dan tentang nilai ambang batas faktor kimia di udara
lingkungan kerja (udara dalam ruangan).

4.2.11 Kebisingan Ruangan


Adalah upaya pengaturan tingkat kebisingan yang tidak
dikehendaki sehingga mengganggu dan atau membahayakan
kesehatan,.Pemantauan dilakukan dengan cara pengukuran
tingkat kebisingan setiap 1 tahun sekali dengan  parameter
kebisingan ruangan adalah :
a. Ruang perawatan, isolasi, radiologi, operasi maksimal 45 dBA.
b. Poliklinik/poli gigi maksimum 80 dBA.
c. Laboratorium maksimum 68 dBA.
d. Ruang cuci, dapur, maksimum 78 dBA.

4.2.12 Instalasi Listrik 


Adalah pusat jaringan pengendalian listrik sebagai sumber
tenaga pembangkit untuk melakukan kegiatan operasional Rumah
Sakit Umum Daerah Cabangbungin. Pemantauan instalasi listrik
dilakukan dengan mengacu pedoman IPSRS

4.2.13 Instalasi Pemadaman Kebakaran


Suatu sistem pendeteksian dini terhadap ancaman terjadinya bahaya
kebakaran dengan alat pendeteksi berupa Heat Detector dan Smoke
Detector yang dilengkapi dengan Fire Alarm. Pemantauan pengelolaan
kebakaran sesuai penjelasan Bab IV.5 Pencegahan dan
Pengendalian Kebakaran

4.2.14 Fasilitas Toilet


Tempat yang disediakan oleh Rumah Sakit sebagai tempat pembuangan
dan atau keperluan lain yang diperuntukkan bagi pasien, pengunjung
dan karyawan. Pemantauan terhadap fasilitas toilet dengan cara :
a. Pemeriksaan terhadap kebersihan fasilitas toilet dengan frekuensi
sebanyak 3 kali dalam 24 jam.
b. Pemeriksaan terhadap fungsi peralatan bantu yang terdapat dalam
fasilitas toilet yang dilakukan setiap hari.

4.2.15 Sertifikasi Peralatan Medik dan Umum


Bertujuan untuk menjamin berfungsinya peralatan medik dan non
medik sebagaimana mestinya sehingga tidak merugikan pengguna alat
tersebut. Pemantauan kelayakan alat medik dan non medik dengan cara
uji Kalibrasi yang dilakukan oleh lembaga pemerintah yang telah
ditentukan. 

4.2.16 Penetapan Tempat - tempat beresiko


Agar seluruh pegawai, pasien, keluarga pasien, pengunjung dapat
mengetahui tempat-tempat yang berbahaya di lingkungan Rumah Sakit,
untuk itu diberikan petunjuk-petunjuk pada tempat - tempat yang telah
ditentukan seperti :
Instalasi Radiologi, Instalasi Laboratorium, Instalasi Farmasi, Kamar
Operasi, ICU, IGD, HD, Dapur, Laundry dan IT

4.2.17 Infection Control Risk Assessment (ICRA) Bangunan


Pengamanan selama renovasi dan atau pembangunan gedung
dimaksudkan segala upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya
gangguan atau hal yang tidak diinginkan atau yang dapat merugikan
pasien, pengunjung pasien, karyawan selama renovasi.

4.2.18 Fasilitas Perlengkapan Keamanan Pasien


4.2.18.1 Alat Pelindung Diri (APD)
a. Langkah-langkah dalam pemakaian alat pelindung diri pada tenaga
kerja:

 Analisa kebutuhan, merupakan langkah awal. Terlebih dahulu


ditentukan jenis bahaya yang terdapat dalam pekerjaan dan
bagaimana kondisi kerja yang ada serta peraturan yang berlaku.

 Pemilihan alat pelindung diri (APD). Berdasarkan analisa


kebutuhan, dapat ditentukan jenis alat apa saja yang diperlukan.
Selain itu, dalam pemilihan APD ini sudah melalui proses
pengujian dan memenuhi standar yang berlaku.

 Komunikasi program, perlu pula ditanamkan pengertian akan


pentingnya peranan pemakaian APD dalam mencegah cedera atau
mengurangi akibat suatu kecelakaan dan membangkitkan minat
dan akhirnya membutuhkan pemakaian APD.

 Latihan, diperlukan agar tenaga kerja mengetahui dalam keadaan


apa saja alat ini harus digunakan dan bagaimana cara
pemeliharaannya.

b. Jenis-jenis Alat Pelindung Diri

 Alat pelindung kepala

Digunakan untuk melindungi kepala dari kejatuhan


benda/material keras seperti batu, kayu atau besi. Contoh alat
pelindung kepala : Topi pengaman (Safety helmet)

 Alat pelindung telinga

Alat pelindung telinga berguna untuk mengurangi intensitas


suara yang masuk ke dalam telinga. Alat ini terdiri dari 2 jenis,
yaitu :
 Ear plug (sumbat telinga), dapat mengurangi intensitas suara
20 – 30 dB.
 Ear muff (tutup telinga), dapat juga melindungi bagianluar
telinga (daun-telinga). Alat ini lebih efektif dari pada sumbat
telinga dan dapat mengurangiintensitas bising 25 – 45 dB

 Alat pelindung pernapasan

Berguna untuk melindungi alat pernapasan terhadap gas, uap,


debu atau udara yang terkontaminasi kuman patogen dan bahan
kimia. Alat ini terbagi dua :
 Masker, digunakan untuk mengurangi debu/partikel-partikel
yang lebih besar dan kuman patogen. Masker dapat terbuat
dari kain. Terdiri dari Masker Disposible dan Masker non
Disposible.

 Respirator, berguna untuk melindungi pernapasan dari debu,


kabut, uap logam, asap dan gas.

 Alat pelindung mata dan muka

 Spectacles, berguna untuk melindungi mata dari partikel-


partikel kecil, debu dan radiasi gelombang elektromagnetik.

 Goggles, digunakan untuk melindungi mata dari gas, uap,


debu dan percikan larutan kimia.

 Alat pelindung tangan

Berguna untuk melindungi tangan dari bahan dan benda-benda


tajam, bahan-bahan kimia, biologis (darah dan cairan tubuh
pasien lainnya), benda panas/dingin. Contoh : Hand Scound
(sarung tangan karet), sarung tangan kain dan sarung tangan
tegangan tinggi untuk keperluan pengamanan pada saat
perbaikan elektrikal ( panel listrik yang bertegangan tinggi )

 Alat pelindung kaki

Berguna untuk melindungi kaki dan bagian-bagian lainnya dari


benda-benda yang jatuh, benda tajam, larutan kimia dan kontak
pada listrik.

 Pakaian pelindung

Berguna untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuh dari


percikan bahan kimia, biologis, panas dan sinar radiasi. Contoh :
Apron di Radiologi.
 Sabuk pengaman (Safety belt).

Digunakan tenaga kerja untuk pekerjaan di tempat ketinggian.

4.2.18.2 Tempat Tidur


Tempat tidur dilengkapi penahan pada tepinya dengan tujuan
menghindari terjatuhnya pasien dari tempat tidur. Penahan
tempat tidur ini hendaknya dengan mudah dapat dinaikan atau
diturunkan.

4.2.18.3 Oksigen
Ketersediaan oksigen diruangan dalam jumlah dan siap pakai
merupakan hal yang vital terutama bagi pasien jantung karena
kekurangan supply oksigen dapat mengakibatkan kematian. oleh
karena itu supply oksigen harus benar-benar terpenuhi, baik
secara sentral maupun portable di seluruh unit / ruangan
perawatan, baik Rawat Jalan, Rawat Intensif, Semi Intensif,
Emergency dan Rawat Inap. Untuk menjamin kelangsungan
supply oksigen maka perlu dilakukan pemeliharaan terhadap
seluruh jenis peralatan gas medis yang ada di RS

4.2.18.4 Emergency suction


Emergency suction disediakan di setiap Ruang Perawatan agar
dapat dengan mudah dipergunakan pada saat dibutuhkan. Untuk
ruang intensif dan semi intensif agar disediakan di setiap tempat
tidur sedang ruang rawat biasa minimal disediakan 1 unit
emergency suction dalam kondisi siap pakai.

Fasilitas Perlengkapan Keamanan lainnya yang terkait bangunan :


a. Lokasi Bangunan

1. Berada pada lingkungan dengan udara bersih dan


lingkungan yang tenang.

2. Bebas dari kebisingan yang tidak semestinya dan polusi


atmosfer yang dating dari berbagai sumber.

3. Tidak di tepi lereng.

4. Tidak dekat kaki gunung yang rawan terhadap tanah


longsor.

5. Tidak dekat anak sungai, sungai atau badan air yang


dapat mengikis pondasi.

6. Tidak di atas atau dekat dengan jalur patahan aktif.

7. Tidak di daerah rawan tsunami.


8. Tidak di daerah rawan banjir.

9. Tidak dalam zona topan.

10.Tidak di daerah rawan badai

11.Tidak dekat stasiun pemancar.

12.Tidak berada pada daerah hantaran udara tegangan tinggi


Peruntukan Lokasi Bangunan rumah sakit harus
diselenggarakan pada lokasi yang sesuai dengan
peruntukannya yang diatur dalam ketentuan tata ruang
dan tata bangunan daerah setempat.

13.Luas lahan untuk bangunan tidak bertingkat minimal 1,5


kali luas bangunan. Luas lahan untuk bangunan
bertingkat minimal 2 kali luas bangunan lantai dasar.
Luas bangunan disesuaikan dengan jumlah tempat tidur
(TT) dan klasifikasi Rumah Sakit. Bangunan minimal
adalah 50 m2 per tempat tidur.

b. Lantai

1. Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, kedap air,


permukaan rata, tidak licin, warna terang, dan mudah
dibersihkan.

2. Tidak terbuat dari bahan yang memiliki lapisan


permukaan dengan porositas yang tinggi yang dapat
menyimpan debu.

3. Mudah dibersihkan dan tahan terhadap gesekan.

4. Penutup lantai harus berwarna cerah dan tidak


menyilaukan mata.

5. Ram harus mempunyai kemiringan kurang dari 70, bahan


penutup lantai harus dari lapisan permukaan yang tidak
licin ( walaupun dalam kondisi basah ).

6. Khusus untuk ruang yang sering berinteraksi dengan


bahan kimia dan mudah terbakar, maka bahan penutup
lantai harus dari bahan yang mempunyai Tingkat
Ketahanan Api (TKA) minimal 2 jam, tahan bahan kimia.

7. Khusus untuk area perawatan pasien (area tenang) bahan


lantai menggunakan bahan yang tidak menimbulkan
bunyi.

8. Pada area dengan resiko tinggi yang membutuhkan


tingkat kebersihan ruangan tertentu, maka pertemuan
antara lantai dengan dinding harus melengkung untuk
memudahkan pembersihan lantai (hospital plint)

9. Pada ruang yang terdapat peralatan medik, lantai harus


dapat menghilangkan muatan listrik statik dari
peralatan sehingga tidak membahayakan petugas dari
sengatan listrik.

c. Dinding

1. Dinding harus keras, rata, tidak berpori, kedap air, tahan


api, tahan karat, harus mudah dibersihkan, tahan cuaca
dan tidak berjamur.

2. Warna dinding cerah tetapi tidak menyilaukan mata.

3. Khusus pada ruangan-ruangan yang berkaitan dengan


aktivitas pelayanan anak, pelapis dinding dapat berupa
gambar untuk merangsang aktivitas anak.

4. Pada daerah yang dilalui pasien, dindingnya harus


dilengkapi pegangan tangan (handrail) yang menerus
dengan ketinggian berkisar 80 - 100 cm dari permukaan
lantai. Pegangan harus mampu menahan beban orang
dengan berat minimal 75 kg yang berpegangan dengan
satu tangan pada pegangan tangan yang ada.

5. Bahan pegangan tangan harus terbuat dari bahan yang


tahan api, mudah dibersihkan dan memiliki lapisan
permukaan yang bersifat non-porosif.

6. Khusus ruangan yang menggunakan peralatan x-ray,


maka dinding harus memenuhi persyaratan teknis
proteksi radiasi sinar pengion.

7. Khusus untuk daerah yang sering berkaitan dengan


bahan kimia, daerah yang mudah terpicu api, maka
dinding harus dari bahan yang mempunyai Tingkat
Ketahanan Api (TKA) minimal 2 jam, tahan bahan kimia
dan benturan.

8. Pada ruang yang terdapat peralatan menggunakan


gelombang elektromagnetik (EM), seperti Short Wave
Diathermy atau Micro Wave Diathermy, tidak boleh
menggunakan pelapis dinding yang mengandung unsur
metal atau baja.

9. Ruang yang mempunyai tingkat kebisingan tinggi


(misalkan ruang mesin genset, ruang pompa, ruang boiler,
ruang kompressor, dan lain-lain) maka bahan dinding
menggunakan bahan yang kedap suara atau
menggunakan bahan yang dapat menyerap bunyi.

10. Pada area dengan resiko tinggi yang membutuhkan


tingkat kebersihan ruangan tertentu, maka pertemuan
Antara dinding dengan dinding harus dibuat
melengkung/conus untuk memudahkan pembersihan.

11. Khusus pada ruang operasi dan ruang perawatan


intensif, bahan dinding/partisi harus memiliki Tingkat
Ketahanan Api (TKA) minimal 2 jam

d. Pintu dan Jendela

1. Pintu utama dan pintu-pintu yang dilalui brankar/tempat


tidur pasien memiliki lebar bukaan minimal 120 cm, dan
pintu-pintu yang tidak menjadi akses tempat tidur pasien
memiliki lebar bukaan minimal 90 cm.

2. Di daerah sekitar pintu masuk tidak boleh ada perbedaan


ketinggian lantaintidak boleh menggunakan ram

3. Pintu Darurat

a. Setiap bangunan rumah sakit yang bertingkat lebih


dari 3 lantai harus dilengkapi dengan pintu darurat.

b. Lebar pintu darurat minimal 100 cm membuka kearah


ruang tangga penyelamatan (darurat) kecuali pada
lantai dasar membuka ke arah luar (halaman).

c. Jarak antar pintu darurat dalam satu blok bangunan


gedung maksimal 25 m dari segala arah.

1. Pintu untuk kamar mandi di ruangan perawatan pasien


dan pintu toilet untuk aksesibel, harus terbuka ke luar,
dan lebar daun pintu minimal 85 cm.

2. Pintu-pintu yang menjadi akses tempat tidur pasien harus


dilapisi bahan anti benturan.

3. Ruangan perawatan pasien harus memiliki bukaan


jendela yang dapat terbuka secara maksimal untuk
kepentingan pertukaran udara.

4. Pada bangunan rumah sakit bertingkat, lebar bukaan


jendela harus aman dari kemungkinan pasien dapat
melarikan/ meloloskan diri.

5. Jendela juga berfungsi sebagai media pencahayaan alami


di siang hari.

e. Langit - langit

1. Langit-langit harus kuat, berwarna terang, dan mudah


dibersihkan, tidak mengandung unsur yang dapat
membahayakan pasien, tidak berjamur.

2. Rangka langit-langit harus kuat.

3. Tinggi langit-langit di ruangan minimal 2,80 m, dan tinggi


di selasar (koridor) minimal 2,40 m.

4. Tinggi langit-langit di ruangan operasi minimal 3,00 m.

5. Pada ruang operasi dan ruang perawatan intensif, bahan


langit-langit harus memiliki tingkat ketahanan api (TKA)
minimal 2 jam.

6. Pada tempat-tempat yang membutuhkan tingkat


kebersihan ruangan tertentu, maka lampu-lampu
penerangan ruangan dipasang dibenamkan pada plafon
(recessed).Langit-langit dengan ketinggian minimal 2,8 m
dari lantai.

f. Ventilasi

1. Pemasangan ventilasi alamiah dapat memberikan


sirkulasi udara yang cukup, luas minimum 15% dari luas
lantai.

2. Ventilasi mekanik disesuaikan dengan peruntukan


ruangan, untuk ruang operasi kombinasi antara fan,
exhauster dan AC harus dapat memberikan sirkulasi
udara dengan tekanan positif.

3. Ventilasi AC dilengkapi dengan filter bakteri.

g. Atap

Atap kuat, tidak bocor, tidak menjadi perindukan serangga,


tikus dan binatang pengganggu lain.

h. Sanitasi
 Toilet yang dilengkapi pegangan dan bel Pegangan dan bel
di toilet bertujuan untuk menjaga pasien agar
memudahkan pasien saat berada dalam toilet dan bila
terjadi suatu hal / keadaan emergency bel dapat
digunakan pasien untuk memanggil pertolongan.

1. Closet, urinoir, wastafel dan bak mandi dari bahan


kualitas baik, utuh dan tidak cacat, serta mudah
dibersihkan.

2. Urinoir dipasang/ditempel pada dinding, kuat, berfungsi


dengan baik.

3. Wastafel dipasang rata, tegak lurus dinding, kuat, tidak


menimbulkan bau, dilengkapi desinfektan dan dilengkapi
tisu yang dapat dibuang

4. Bak mandi tidak berujung lancip, tidak menjadi sarang


nyamuk dan mudah dibersihkan.

5. Indek perbandingan jumlah tempat tidur pasien dengan


jumlah toilet dan kamar mandi 10:1.

6. Indek perbandingan jumlah pekerja dengan jumlah


toiletnya dan kamar mandi 20:1.

7. Air untuk keperluan sanitair seperti mandi, cuci, urinoir,


wastafel, closet, keluar dengan lancar dan jumlahnya
cukup.

i. Air Bersih

Pemantauan air bersih dan air minum dilakukan dengan cara:


1. Memeriksa dan menjamin ketersediaan air bersih dan air
minum yang dilakukan setiap hari pada penampungan air
bersih dan gudang air minum.
2. Kapasitas reservoir sesuai dengan kebutuhan Rumah Sakit
(250-500 liter/tempat tidur).
3. Sistem penyediaan air bersih menggunakan pengolahan air
permukaan dengan Water Treatment Plan (WTP).
4. Air bersih dilakukan pemeriksaan fisik, kimia dan biologi
setiap 6 bulan sekali.
5. dengan parameter bekteriologi dan kimia dan
merujuk  pada Peraturan Menteri Kesehatan No. 492
Tahun 2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum
dengan hasil yang segera dievaluasi dan ditindaklanjuti. 
j. Sumber listrik mempunyai penutup / penahan

Sumber listrik / stop kontak dengan penutup dipasang di


seluruh ruangan, terutama ruang anak-anak. Hal ini
bertujuan agar dapat menghindari terjadinya hal-hal yang
tidak diinginkan

k. Pemipaan (Plumbing) :

1. Sistem pemipaan menggunakan kode warna : biru untuk


pemipaan air bersih dan merah untuk pemipaan
kebakaran.
2. Pipa air bersih tidak boleh bersilangan dengan pipa air
kotor.
3. Instalasi pemipaan tidak boleh berdekatan atau
berdampingan dengan instalasi listrik.

l. Saluran (Drainase) :

1. Saluran keliling bangunan drainase dari bahan yang kuat,


kedap air dan berkualitas baik dengan dasar mempunyai
kemiringan yang cukup ke arah aliran pembuangan.
2. Saluran air hujan tertutup telah dilengkapi bak kontrol
dalam jarak tertentu, dan ditiap sudut pertemuan, bak
kontrol dilengkapi penutup yang mudah di buka/ditutup
memenuhi syarat teknis, serta berfungsi dengan baik.

m. Jalur Melandai (Ramp)

1. Kemiringan rata-rata 10-15 derajat.


2. Ramp untuk evakuasi harus satu arah dengan lebar
minimum 140 cm, khusus ramp koridor dapat dibuat dua
arah dengan lebar minimal 240 cm, kedua ramp tersebut
dilengkapi pegangan rambatan, kuat, ketinggian 80 cm.
3. Area awal dan akhir ramp harus bebas dan datar, mudah
untuk berputar, tidak licin.

n. Tangga

1. Lebar tangga minimum 120 cm jalan searah dan 160 cm


jalan dua arah.
2. Lebar injakan minimum 28 cm.
3. Tinggi injakan seragam 15 – 17 cm
4. Tidak berbentuk bulat/spiral.
5. Memiliki dimensi pijakan dan tanjakan yang seragam.
6. Memiliki kemiringan injakan < 60 derajat.
7. Tangga diluar bangunan dirancang ada penutup tidak kena
air hujan.
8. Dilengkapi pegangan sepanjang tangga diadakan dengan
tujuan agar pasien termasuk pengunjung dan karyawan
dapat berpegangan saat menurun atau menaiki tangga
minimum pada salah satu sisinya Syarat pegangan tangga
yang aman adalah terbuat dari bahan yang tidak licin,
permukaan pegangan tidak kasar, mudah dibersihkan,
dapat digenggam (tidak terlalu besar atau terlalu kecil),
kokoh / tidak goyah, jarak antara tiang pegangan tidak
terlalu renggang ketinggian 60–80 cm dari lantai dan bebas
dari segala instalasi

o. Jalur Pejalan Kaki (Pedestrian Track):

1. Tersedia jalur kursi roda dengan permukaan keras/stabil,


kuat, dan tidak licin.
2. Hindari sambungan atau gundukan permukaan.
3. Kemiringan 70 derajat, setiap jarak 9 meter ada border.
4. Drainase searah jalur.
5. Ukuran minimum 120 Cm (jalur searah), 160 Cm (jalur 2
arah).

p. Area Parkir

1. Area parkir harus tertata dengan baik.


2. Mempunyai ruang bebas disekitarnya.
3. Untuk penyandang cacat disediakan ramp trotoar.
4. Diberi rambu penyandang cacat yang bisa membedakan
untuk mempermudah dan membedakan dengan fasilitas
parkir bagi umum.
5. Parkir dilengkapi dengan dilengkapi petunjuk arah dan
disediakan tempat sampah yang memadai.

q. Pemandangan (Landscap jalan dan taman )

1. Akses jalan harus lancar dengan rambu-rambu yang jelas.


2. Saluran pembuangan yang melewati jalan harus tertutup
dengan baik dan tidak menimbulkan bau.
3. Tanam-tanaman tertata dengan baik dan tidak menutupi
rambu-rambu yang ada.
4. Jalan dalam area Rumah Sakit pada kedua belah tepinya
dilengkapi dengan kansten dan dirawat.
5. Harus tersedia area untuk tempat berkumpul (Public
Corner).
4.3. Pelayanan Kesehatan Kerja
Upaya pelayanan kesehatan yang diberikan pada SDM Rumah Sakit secara
paripurna meliputi kegiatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.

4.3.1 Kegiatan promotif paling sedikit meliputi pemenuhan gizi kerja,


kebugaran, dan pembinaan mental dan rohani.
 Pemberian makanan tambahan dengan gizi yang mencukupi untuk
SDM Rumah Sakit yang dinas malam, petugas radiologi, petugas
laboratorium, petugas kesling, dll
 Pemberian imunisasi bagi SDM Rumah Sakit;
 Olah raga, senam kesehatan dan rekreasi;
 Pembinaan mental/rohani.

4,3,2 Kegiatan preventif paling sedikit meliputi imunisasi, pemeriksaan


kesehatan, surveilans lingkungan kerja, dan surveilans medik.
Imunisasi yang dilakukan diperuntukkan bagi tenaga kesehatan dan
tenaga non kesehatan serta SDM Rumah Sakit lainnya yang berisiko.
Pemeriksaan kesehatan yang dilakukan bagi SDM Rumah Sakit yang
meliputi:
a. Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja

Pemeriksaan fisik lengkap terdiri dari :


1. Kesegaran jasmani
2. Rontgen paru-paru (bilamana mungkin)
3. Laboratorium rutin
4. Pemeriksaan lain yang dianggap perlu
5. Pemeriksaan yang sesuai kebutuhan guna mencegah bahaya yang
diperkirakan timbul, khususnya untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu

b. Pemeriksaan kesehatan berkala

1. Pemeriksaan berkala meliputi pemeriksaan fisik lengkap, kesegaran


jasmani, rontgen paru-paru (bilamana mungkin) dan laboratorium
rutin, serta pemeriksaan-pemeriksaan lain yang dianggap perlu
2. Pemeriksaan kesehatan berkala bagi SDM Rumah Sakit sekurang-
kurangnya 1 tahun.

c. Pemeriksaan kesehatan khusus

1. SDM Rumah Sakit yang telah mengalami kecelakaan atau penyakit


yang memerlukan perawatan yang lebih dari 2 (dua) minggu;
2. SDM Rumah Sakit yang berusia di atas 40 (empat puluh) tahun atau
SDM Rumah Sakit yang wanita dan SDM Rumah Sakit yang cacat
serta SDM Rumah Sakit yang berusia muda yang mana melakukan
pekerjaan tertentu
3. SDM Rumah Sakit yang terdapat dugaan-dugaan tertentu mengenai
gangguan-gangguan kesehatan perlu dilakukan pemeriksaan khusus
sesuai dengan kebutuhan
4. Pemeriksaan kesehatan kesehatan khusus diadakan pula apabila
terdapat keluhan-keluhan diantara SDM Rumah Sakit, atau atas
pengamatan dari Organisasi Pelaksana K3RS.

Jenis pemeriksaan kesehatan yang dilakukandisesuaikan berdasarkan


risiko
4.3.3 Kegiatan yang bersifat kuratif sebagaimana dimaksud paling
sedikit meliputi pelayanan tatalaksana penyakit baik penyakit
menular, tidak menular, penyakit akibat kerja dan kecelakaan akibat
kerja, dan penanganan pasca pemajanan ( post exposure
profilaksis )
a. Memberikan pengobatan dasar secara gratis kepada seluruh SDM
Rumah Sakit.
b. Memberikan pengobatan dan menanggung biaya pengobatan untuk
SDM Rumah Sakit yang terkena Penyakit Akibat Kerja (PAK)
c. Menindak lanjuti hasil pemeriksaan kesehatan berkala dan
pemeriksaan kesehatan khusus

4.3.4 Kegiatan yang bersifat rehabilitatif paling sedikit meliputi


rehabilitasi medik dan program kembali bekerja (return to work)
Melakukan upaya rehabilitasi sesuai penyakit terkait.

4.3.5 Melaksanakan pendidikan dan penyuluhan / pelatihan tentang


kesehatan kerja dan memberikan bantuan kepada SDM Rumah
Sakit dalam penyesuaian diri baik fisik maupun mental. Yang
diperlukan antara lain :
a. Informasi umum Rumah Sakit dan fasilitas atau sarana yang
terkait dengan K3
b. Informasi tentang risiko dan bahaya khusus di tempat
kerjanya
c. SOP kerja, SOP peralatan, SOP penggunaan alat pelindung diri
dan kewajibannya
d. Orientasi K3 di tempat kerja
e. Melaksanakan pendidikan, pelatihan ataupun promosi /
penyuluhan Kesehatan kerja secara berkala dan
berkesinambungan sesuai kebutuhan dalam rangka
menciptakan budaya K3.

4.3.6 Melakukan koordinasi dengan tim Panitia Pencegahan dan


Pengendalian Infeksi terkait infeksi nasokomial dan pelaksanaan
ICRA

4.3.7 Melaksanakan kegiatan surveilans kesehatan kerja dengan


pemetaan (mapping) tempat kerja untuk mengidentifikasi jenis
bahaya dan besarnya risiko
a. Melakukan identifikasi SDM Rumah Sakit berdasarkan jenis
pekerjaannya, lama pajanan dan dosis pajanan
b. Melakukan analisa hasil pemeriksaan kesehatan berkala dan
khusus
c. Melakukan tindak lanjut analisa pemeriksaan kesehatan
berkala dan khusus. (dirujuk ke spesialis terkait, rotasi kerja,
merekomendasikan pemberian istirahat kerja)
d. Melakukan pemantauan perkembangan kesehatan SDM
Rumah Sakit

4.3.8 Melaksanakan pemantauan lingkungan kerja dan ergonomi yang


berkaitan
dengan kesehatan kerja
a. Manajemen harus menyediakan dan menyiapkan lingkungan
kerja yang memenuhi syarat fisik, kimia, biologi, ergonomi dan
psikososial.
b. Pemantauan/pengukuran terhadap faktor fisik, kimia, biologi,
ergonomi dan psikososial secara rutin dan berkala.
c. Melakukan evaluasi dan memberikan rekomendasi untuk
perbaikan lingkungan kerja.
d. Pengadaan barang beracun, dan berbahaya dilaksanakan
secara terkoordinasi antara pengguna, panitia K3 dan bagian
logistik umum dan alkes, dan dalam hal pengadaan barang B3
perlu disertakan lembar data keselamatan /Material Safety
Data Sheet (MSDS) dari supplier
e. Rumah Sakit harus menyediakan fasilitas untuk menangani
limbah seperti IPAL untuk limbah cair dan pengelolaan limbah
medis dan non medis yang dikelola oleh pihak kedua (dari luar
Rumah Sakit).
f. Melakukan identifikasi dan penilaian risiko ergonomi terhadap
peralatan kerja
g. Membuat program pelaksanaan kegiatan, mengevaluasi dan
mengendalikan risiko ergonomik.
4.4. Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dari aspek keselamatan
dan Kesehatan Kerja
Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) bertujuan untuk
melindungi sumber daya manusia Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien,
pengunjung, maupun lingkungan Rumah Sakit dari pajanan dan limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Pengelolaan Bahan Berbahaya dan
Beracun (B3) dilaksanakan melalui:
a. Identifikasi dan inventarisasi B3 di RS
b. Menyiapkan dan memiliki lembar data keselamatan bahan (material safety
data sheet)
c. Menyiapkan sarana keselamatan B3
d. Pembuatan pedoman dan standar prosedur operasional pengelolaan B3 yang
aman
e. Penanganan keadaan darurat B3

Sarana keselamatan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) meliputi:


1. Lemari Bahan Berbahaya dan Beracun (B3);

2. Penyiram badan (body wash);

3. Pencuci mata (eyewasher);

4. Alat Pelindung Diri (APD);

5. Rambu dan simbol Bahan Berbahaya dan Beracun(B3)

6. spill kit.

Pembahasan secara detail terkait Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
tertuang dalam Pedoman tentang Bahan dan Limbah Berbahaya serta penggunaan
APD.

4.5. Pencegahan Dan Pengendalian Kebakaran


Pencegahan kebakaran adalah upaya yang dilakukan untuk mencegah
terjadinya kebakaran di Rumah Sakit. Pengendalian kebakaran adalah upaya
yang dilakukan untuk memadamkan api pada saat terjadi kebakaran dan
setelahnya. Jenis Kegiatan yang dapat dilakukan:

4.5.1 Pencegahan Kebakaran


Pencegahan dan pengendalian kebakaran bertujuan untuk memastikan
SDM Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung, dan aset
Rumah Sakit aman dari bahaya api, asap, dan bahaya lain.

Tahapan pencegahan kebakaran melalui :


4.5.1.1 Identifikasi area berisiko bahaya kebakaran dan ledakan
Identifikasi area berisiko bahaya kebakaran dan ledakan berguna
mengetahui potensi bahaya kebakaran dengan membuat daftar
potensi - potensi bahaya kebakaran yang ada di semua area
Rumah Sakit. Dilakukan pemantauan terutama yang terkait
dengan penggunaan bahan-bahan mudah terbakar, penggunaan
sumber panas / api

4.5.2 Pemetaan area berisiko bahaya kebakaran dan ledakan


1. Peta area risiko tinggi ledakkan dan kebakaran

2. Peta keberadaan alat proteksi kebakaran aktif (APAR,


hydrant)

3. Peta jalur evakuasi dan titik kumpul aman

4. Denah lokasi di setiap gedung

4.5.3 Pengurangan risiko bahaya kebakaran dan ledakan


 Pengaturan konstruksi gedung sesuai dengan prinsip
keselamatan dan Kesehatan Kerja, sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan yaitu Upaya proteksi
dengan memasukkan standar baku terhadap struktur
bangunan agar tahan api dan juga kompartemenisasi agar
tidak terjadi perambatan asap dan api ke area lainnya.

 Tersedianya tanda-tanda dan / atau rambu evakuasi

 Penempatan bahan mudah terbakar aman dari api dan


panas

 Mengurangi volume atau jumlah bahan yang mudah


terbakar pada area-area tertentu dimana gudang
penyimpanannya kecil dan tidak tahan api

 Penyimpanan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang


mudah terbakar dan gas medis dengan benar

 Pelarangan bagi sumber daya manusia Rumah Sakit,


pasien, pendamping pasien, dan pengunjung yang dapat
menimbulkan kebakaran (peralatan masak-memasak)

 Larangan merokok.

 Inspeksi fasilitas/area berisiko kebakaran secara berkala

 Menyusun kebijakan, pedoman dan SPO terkait


keselamatan kebakaran

 Pelatihan dan sosialisasi kepada karyawan/ti dan terhadap


pihak ketiga/kontraktor terkait pencegahan kebakaran.

 Pemadam api khusus pada area ruang server, gizi, gudang


obat dan disesuaikan dengan peraturan dan ketentuan
yang berlaku

 Sarana bantu : sarana penunjang operasi dari sistem aktif


yang harus selalu tersedia dan siap pakai seperti air,
pompa-genset / sumber daya darurat yang disesuaikan
dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku.

.
4.5.4 Pengendalian kebakaran
 Alat pemadam api ringan yang digunakan pada tahap awal
terjadinya kebakaran dengan volume api kecil

 Deteksi asap dan api

 Sistem alarm kebakaran

 Penyemprot air otomatis (sprinkler)

 Pintu darurat

 Jalur evakuasi yang tidak terhalang oleh benda apapun


terdapat penerangan yang cukup, rambu dan petunjuk yang
jelas dan mudah terbaca

 Tangga darurat

 Pengendali asap untuk mengendalikan asap saat terjadinya


kebakaran terutama untuk area yang berada di tangga
darurat, atau ruang bertekanan lainnya

 Tempat titik kumpul aman

 Penyemprot air manual (hydrant)

 Pembentukan tim penanggulangan kebakaran

 Pembentukan tim penanggulangan kebakaran terdiri dari :

 Tim Penanggulangan Kebakaran Tingkat RS

 Tim Penanggulangan Kebakaran Tingkat Unit RS

 Pelatihan dan sosialisasi

4.5.5 Simulasi kebakaran minimal dilakukan 1 thn sekali


Rumah Sakit perlu menguji secara berkala rencana penanganan
kebakaran dan asap, termasuk semua alat yang terkait dengan
deteksi dini dan pemadaman Minimal dilakukan 1 tahun sekali
untuk setiap gedung serta mendokumentasikan hasil ujinya.
Penggunaan APAR dilakukan secara berurutan yang disingkat
dengan PASS
 Pull : Tarik atau cabut pin pengaman APAR
 Aim : Arahkan selang ke api
 Squeeze : Tekan tuas APAR
 Sweep : Kibas-kibas arah semprotan ke api

Bila terjadi kebakaran, secara umum yang harus dilakukan


secara berurutan yang disingkat dengan RACE adalah sebagai
berikut :
 R – RESCUE : selamatkan orang atau barang
ke tempat yang aman dari api
 A – ANNOUNCE :
 Pecahkan kaca alarm kebakaran atau hubungi
Security dengan telepon ext.
 Sebut nama & asal unit/departemen
 Sebut lokasi adanya api / asap
 Sebut kondisi api
 Laporkan situasi terakhir, termasuk bila ada korban
 Bila kondisi tidak ada alarm kebakaran maupun
telepon dapat berteriak
“Kebakaran….Kebakaran..Kebakaran…”

 C – CONTAIN : tutup seluruh pintu dan


jendela agar besarnya api tidak
merambat ke ruangan lain

 E - EXTINGUISH : padamkan api dengan APAR bila


terlatih dan untuk api kecil. Bila
tidak dapat dipadamkan segera
evakuasi.

Dalam pemadaman perlu diperhatikan :


 Arah angin
 Jenis bahan yang terbakar
 Volume dan potensi bahan yang terbakar
 Letak dan situasi lingkungan
 Lamanya terbakar
 Alat pemadam yang tersedia
4.6. Pengelolaan sarana prasarana Rumah Sakit dari aspek Keselamatan dan
Kesehatan Kerja
Tujuan Pengelolaan prasarana Rumah Sakit dari aspek keselamatan dan
Kesehatan Kerja adalah untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman
dengan memastikan kehandalan sistem utilitas dan meminimalisasi risiko yang
mungkin terjadi.
Pengelolaan prasarana Rumah Sakit dari aspek keselamatan dan Kesehatan
Kerja
meliputi keamanan:
a. Penggunaan listrik;
b. Penggunaan air
c. Penggunaan tata udara
d. Penggunaan genset
e. Penggunaan boiler
f. Penggunaan lift
g. Penggunaan gas medis
h. Penggunaan jaringan komunikasi
i. Penggunaan mekanikal dan elektrikal
j. Penggunaan instalasi pengelolaan limbah.

4.6.1 Sasaran Sistem Sarana Prasarana Rumah Sakit:


a. Air bersih dan listrik tersedia 24 jam sehari, tujuh hari dalam
seminggu

b. Rumah Sakit mengidentifikasi area dan layanan yang memiliki


risiko terbesar jika terjadi pemadaman listrik atau kontaminasi atau
gangguan air

c. Rumah Sakit merencanakan sumber-sumber listrik dan air


alternatif dalam keadaan darurat

d. Tata udara, gas medis, sistim kunci, sistim perpipaan, limbah, lift,
dan lain lain berfungsi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

4.6.2 Jenis Kegiatan


a. Memastikan adanya daftar inventaris komponen-komponen sistem
sarana prasarana dan memetakan pendistribusiannya.

b. Memastikan dilakukan kegiatan pemeriksaan, pengujian dan


pemeliharaan terhadap semua komponen-komponen sistem sarana
prasarana yang beroperasi, semua komponennya ditingkatkan bila
perlu.

c. Mengidentifikasi jangka waktu untuk pemeriksaan, pengujian, dan


pemeliharaan semua komponen-komponen sistem sarana
prasaranan yang beroperasi di dalam daftar inventaris, berdasarkan
kriteria seperti rekomendasi produsen, tingkat risiko, dan
pengalaman Rumah Sakit.

d. Memberikan label pada tuas-tuas kontrol sistem sarana prasarana


untuk membantu pemadaman darurat secara keseluruhan atau
sebagian.

e. Memastikan dilakukannya dokumentasi setiap kegiatan sistem


sarana prasarana

4.7. Pengelolaan peralatan medis dari aspek Keselamatan dan Kesehatan


Kerja
Tujuannyauntuk melindungi SDM Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien,
pengunjung, maupun lingkungan Rumah Sakit dari potensi bahaya peralatan
medis baik saat digunakan maupun saat tidak digunakan sekaligus
pengawasan untuk memastikan seluruh proses pengelolaan peralatan medis
telah memenuhi aspek keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Untuk itu dilakukan dengan kegiatan:
a. Membuat daftar inventaris seluruh peralatan medis

b. Melakukan penandaan pada peralatan medis yang digunakan dan yang


tidak digunakan.

c. Melaksanakan Inspeksi berkala.

d. Melakukan uji fungsi dan uji coba peralatan

e. Pemeliharaan promotif dan pemeliharaan terencana pada peralatan


medis

f. Memastikan petugas yang memelihara dan menggunakan peralatan


medis kompeten dan terlatih

g. Mempunyai izin

h. Dikalibrasi oleh Badan penguji yang resmi

i. Penggunaan alat sesuai indikasi medis

j. Pengoperasian dan perawatan dilakukan oleh yang berkompeten.

k. Perawatan alat harus didokumentasikan dan dievaluasi secara berkala


dan berkesinambungan

4.8. Kesiapsiagaan menghadapi kondisi darurat atau bencana.


Tujuannya adalah untuk meminimalkan dampak terjadinya kejadian akibat
kondisi darurat dan bencana yang dapat menimbulkan kerugian fisik, material,
dan jiwa, mengganggu operasional, serta menyebabkan kerusakan lingkungan,
atau mengancam finansial dan citra Rumah Sakit. Dalam pelaksanaannya
meliputi :
4.8.1 Identifikasi risiko kondisi darurat atau bencana
Mengidentifikasi potensi keadaan darurat di area kerja yang berasal
dari aktivitas (proses, operasional, peralatan), produk dan jasa.

4.8.2 Penilaian analisa risiko kerentanan bencana


a. Menilai risiko keadaan darurat di area kerja yang berasal dari
aktivitas (proses, operasional, peralatan), produk dan jasa.

b. Analisis kerentanan bencana terkait dengan bencana alam,


teknologi, manusia, penyakit / wabah dan hazard material.

4.8.3 Pemetaan risiko kondisi darurat atau bencana


Pemetaan risiko kondisi darurat atau bencana untuk menentukan
skala prioritas.

4.8.4 Pengendalian kondisi darurat atau bencana


a. Menyusun pedoman tanggap darurat atau bencana

b. Membentuk Tim Tanggap Darurat atau Bencana

c. Menyusun SPO tanggap darurat atau bencana antara lain:

d. Menyediakan alat/sarana dan prosedur keadaan darurat


berdasarkan hasil identifikasi.

e. Menilai kesesuaian, penempatan dan kemudahan untuk


mendapatkan alat keadaan darurat oleh petugas yang berkompeten
dan berwenang.

f. Memasang rambu-rambu mengenai keselamatan dan tanda pintu


darurat sesuai dengan standar dan pedoman teknis.

4.8.5 Simulasi kondisi darurat atau bencana.


a. Simulasi kondisi darurat atau bencana berdasarkan penilaian analisa
risiko kerentanan bencana dilakukan terhadap keadaan, antara lain:

 Darurat air

 Darurat listrik

 Penculikan bayi

 Ancaman bom

 Tumpahan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)

 Kebocoran radiasi
 Gangguan keamanan

 Banjir

 Gempa bumi

b. Memberikan pelatihan tanggap darurat atau bencana

c. Melakukan uji coba (simulasi) kesiapan petugas yang bertanggung


jawab menangani keadaan darurat yang dilakukan minimal 1 tahun
sekali pada setiap gedung.

BAB V
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

Dalam rangka meningkatkan pemahaman, kemampuan dan keterampilan


tentang pelaksanaan K3RS, dilakukan pendidikan dan pelatihan di bidang K3RS bagi
sumber daya manusia di bidang K3RS. Pelatihan harus sesuai dengan standar
kurikulum di bidang K3RS yang diakreditasi oleh Kementerian Kesehatan dan
pelatihan yang direkomendasi adalah pelatihan yang diselenggarakan oleh
pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau lembaga pelatihan yang terakreditasi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Tahapan pelaksanaan pelatihan adalah :


 Identifikasi kebutuhan pelatihan SDM disesuaikan dengan kompetensi SDM
yang sdh ada dalam bentuk matriks

 Ditetapkan jadwal pelatihan


 Dibuat program simulasi bagi seluruh SDM K3RS
 Pendokumentasian pelatihan yang diberikan
 Evaluasi pelatihan yang sudah diterima
BAB VI
PENCATATAN DAN PELAPORAN

Pencatatan dan pelaporan adalah pendokumentasian kegiatan K3 secara


tertulis dari masing-masing unit kerja Rumah Sakit dan kegiatan K3RS secara
keseluruhan yang dilakukan oleh organisasi K3RS, yang dikumpulkan dan
dilaporkan/diinformasikan oleh organisasi K3RS kepada Direktur Rumah Sakit dan
unit teknis terkait di wilayah Rumah Sakit (Dinas Kesehatan setempat, cq.
Penanggung jawab / Pengelola Program Kesehatan Kerja).
Tujuan kegiatan pencatatan dan pelaporan kegiatan K3 adalah menghimpun
dan menyediakan data dan informasi kegiatan K3, mendokumentasikan hasil-hasil
pelaksanaan kegiatan K3, mencatat dan melaporkan setiap kejadian/kasus K3, dan
menyusun serta melaksanakan pelaporan kegiatan K3 sehingga dapat ditindaklanjuti
Sasaran kegiatan pencatatan dan pelaporan kegiatan K3 adalah mencatat dan
melaporkan pelaksanaan seluruh kegiatan K3, yang tercakup di dalam :
1. Program K3, termasuk penanggulangan kebakaran dan Kesehatan Lingkungan
Rumah Sakit;

2. Kejadian/kasus yang berkaitan dengan K3 serta upaya penanggulangan dan


tindak lanjutnya.

Pelaksanaan pencatatan dan pelaporan untuk masing-masing aspek K3,


dilaksanakan dengan membuat atau menggunakan formulir-formulir yang telah ada
atau yang telah ditetapkan sesuai dengan aturan yang berlaku serta formulir-formulir
seperti terlampir di dalam standar K3RS ini. Pencatatan dan pendokumentasian
pelaksanaan kegiatan K3 dilakukan setiap waktu, sesuai dengan jadwal pelaksanaan
kegiatan yang telah ditetapkan, dan atau pada saat terjadi kejadian/kasus (tidak
terjadwal). Pelaporan terdiri dari ; pelaporan berkala (bulanan, semester, dan
tahunan) dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan dan pelaporan
sesaat/insidentil, yaitu pelaporan yang dilakukan sewaktu-waktu pada saat kejadian
atau terjadi kasus yang berkaitan dengan K3.
Setiap kegiatan dan atau kejadian/kasus sekecil apapun, yang berkaitan
dengan K3, wajib dicatat dan dilaporkan secara tepat waktu kepada wadah organisasi
K3 di Rumah Sakit. Rumah Sakit perlu menetapkan dengan jelas alur pelaporan baik
untuk laporan rutin/berkala, laporan kasus/kejadian tidak terduga.
Pencatatan dan pelaporan dilaksanakan secara bulanan dan tahunan
meliputiseluruh penyelenggaraan kegiatan K3RS yang telah dilaksanakan dan terdiri
dari :
a. insiden penyakit menular dan tidak menular;

b. insiden kecelakaan dan penyakit akibat kerja;

DIREKTUR RSUD CABANGBUNGIN


KABUPATEN BEKASI

dr. H.MARKENLLY,M.Kes
Penata Tk. I
NIP. : 19660311200111001

Anda mungkin juga menyukai