Abstrak
Kesenjangan input pendidikan mulai dari rasio luas wilayah/sekolah, rasio guru/kelas, jumlah
guru berijasah S1 hingga kondisi kelas yang rusak serta ketimpangan pembangunan ekonomi
merupakan alasan yang kuat dibutuhkannya perencanaan dan implementasi pembangunan
pendidikan yang lebih fokus dan berorientasi ke timur Indonesia.
Boks 1.
Sasaran, Arah dan Strategi Kebijakan Pembangunan Pendidikan Dasar dan Menengah
Dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, sasaran pokok
pembangunan nasional sub bidang pendidikan dasar dan menengah difokuskan pada beberapa target
kenaikan indikator pendidikan antara lain adalah kenaikan APM dan APK SD/SDLB/Paket A, APM dan APK
SMP/SMPLB/Paket B, APK SMA/SMK/SMLB/Paket C, kenaikan angka melanjutkan ke jenjang yang lebih
tinggi serta penurunan angka putus sekolah disetiap jenjang pendidikan.
Tabel 3
Beberapa Sasaran Pokok Pembangunan Pendidikan Dasar dan Menengah dalam RPJMN 2015-2019
SASARAN 2015 2016 2017 2018 2019
APM SD/SDLB/PAKET A (%) 82.00 82.51 82.88 84.52 85.20
APK SD/SDLB/PAKET A (%) 97.65 97.85 98.02 99.92 100.55
Angka Putus Sekolah SD (%) 1.07 1.04 1.00 0.98 0.97
APM SMP/SMPLB/PAKET B (%) 71.88 72.69 73.07 73.70 73.72
APK SMP/SMPLB/PAKET B (%) 80.73 81.89 82.40 83.61 83.77
Angka Putus Sekolah SMP (%) 1.14 1.11 1.08 1.03 1.01
Angka Melanjutkan SD ke SMP (%) 83.40 83.64 84.95 86.89 87.67
APK SMA/SMK/SMLB/Paket C (%) 73.82 76.68 79.08 80.51 82.18
Lulusan SMP/MTs melanjutkan ke SMA dan SMK (%) 80.00 82.00 84.00 86.00 88.00
Persentase kecamatan yang memiliki Minimal 1 Sekolah Menengah 76.60 82.50 88.30 94.20 100.00
Angka siswa putus sekolah SMA/SMK (%) 1.20 1.10 1.00 0.90 0.80
Sumber : Dokumen RPJMN 2015-2019, Bappenas
Dari tabel 3 diatas, untuk tahun 2016 pemerintah menargetkan adanya kenaikan APM SD/SDLB/Paket C
sebesar 0,51 persen, APK sebesar 0,2 persen serta penurunan angka putus sekolah SD sebesar 0,03 persen.
Untuk SMP, pemerintah menargetkan peningkatan APM SMP/SMPLB/Paket C sebesar 0,81 persen, APK
sebesar 1,16 persen dan penurunan angka putus sekolah sebesar 0,03 persen. Sedangkan untuk SMA/SMK,
pemerintah menargetkan APK SMA/SMK/SMLB/Paket C sebesar 2,856 persen dan penurunan angka putus
sekolah sebesar 0,1 persen. Target-target tersebutkan merupakan target yang difokuskan untuk
meningkatkan angka partisipasi masyarakat untuk mengeyam pendidikan.
Target-target tersebut akan dicapai melalui arah dan strategi kebijakan dalam berbagai kegiatan-kegiatan
prioritas nasional. Di dalam RPJMN 2015-2019, kegiatan proritas dalam kerangka meningkatkan angka
partisipasi bersekolah antara lain melalui pemberian peluang bagi kelompok penduduk miskin untuk
bersekolah melalui pemberian bantuan Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Bantuan Operasional Sekolah
(BOS), pembangunan sekolah dan kelas baru untuk SD, SMP dan sekolah menengah, rehabilitasi ruang kelas,
pembangunan sekolah SD-SMP satu atap, meningkatkan jumlah SMK yang memberikan pendidikan
kewirausahaan dan teaching factory, peningkatan relevansi SMK terhadap industri atau dunia kerja, serta
pembangunan SMK kelautan dan pertanian..
Sedangkan untuk peningkatan mutu pendidikan dasar dan menengah, pemerintah menargetkan peningkatan
jumlah SD/SDLB dan SMP/SMPLB berakreditasi B, jumlah SD/SDLB dan SMP/SMPLB yang memiliki sarana
dan prasarana sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan (SNP), SD/SDLB dan SMP/SMPLB yang memenuhi
Standar Pelayanan Minimal (SPM), SD/SDLB dan SMP/SMPLB yang memiliki Pendidik dan Tenaga
Kependidikan (PTK) sesuai NSP, persentase kabupaten/kota yang memiliki minimal 1 sekolah menengah
rujukan/model serta peningkatan persentase PTK sekolah menengah yang meningkat karirnya. Untuk
mencapai target-target tesebut, kegiatan prioritas diarahkan antara lain melalui peningkatan jumlah sekolah
yang mendapat pembinaan akreditasi dan bantuan peralatan pendidikan, peningkatan perpustakaan/pusat
sumber belajar SD/SMP/SM dan laboraturium SMP/SM yang dibangun maupun direhabilitasi, mendorong
peningkatan siswa yang mengikuti lomba/kompetisi/olimpiade/debat dan unjuk prestasi tingkat nasional
dan internasional serta mendorong siswa untuk memperoleh beasiswa bakat dan prestasi. Sedangkan untuk
PTK, dicapai melalui peningkatan jumlah PTK yang menerima tunjangan fungsional, profesi dan khusus,
peningkatan jumlah PTK berkualifikasi akademik S1/D4 serta tersedianya jenis penghargaan dan
perlindungan bagi PTK.
Pembangunan Berorientasi Ke Timur wilayah dan jumlah sekolah inilah yang
Indonesia : Solusi Atasi Kesenjangan menjadi penyebab terjadinya kesenjangan
dan Percepatan Pencapaian Target hasil pembangunan pendidikan di wilayah
Timur dan Barat Indonesia.
Dari berbagai kegiatan prioritas dalam
dokumen RPJMN 2015-2019 yang Kesenjangan input pendidikan lainnya
tergambar dalam boks 1 diatas, dapat adalah rasio jumlah guru di setiap sekolah.
dikatakan bahwa dimensi rencana Tabel 5
kegiatan/pembangunan pendidikan yang Jumlah guru Sekolah Dasar (SD) di Papua dan
berdimensi kewilayahan (menfokuskan Maluku hanya 5-10 orang sedangkan di
Jawa/Sumatera sudah 12 orang. Kondisi
kepada wilayah Timur Indonesia) tidak kesenjangan di jenjang SMP dan SM tidak jauh
terpapar dengan jelas. Padahal berbeda
permasalahan yang paling serius, salah WILAYAH/PROPINSI
RASIO GURU/SEKOLAH
satunya adalah kesenjangan antar SD SMP SM
Sumatera 12.21 17.22 21.69
daerah/wilayah di Indonesia. Jawa-Bali 12.48 20.19 22.43
Salain itu, dimensi kewilayahan dalam Kalimantan 11.47 10.78 17.74
Sulawesi 10.01 13.30 18.30
konteks peningkatan mutu pendidikan Nusa Tenggara Barat 12.18 13.95 16.54
dalam RPJMN 2015-2019 juga tidak Nusa Tenggara Timur 9.90 11.40 17.53
terpapar dengan jelas Maluku 10.64 13.41 18.50
Maluku Utara 7.39 9.17 11.15
Pada alinea-alinea awal sudah terpapar Papua 5.75 12.13 15.96
dengan jelas bahwa kesenjangan Papua Barat 5.25 11.19 11.89
pembangunan pendidikan antara wilayah Sumber : Kemendikbud, diolah
timur dengan wilayah barat. Kesenjangan
Tabel 5 memberikan gambaran yang jelas
tersebut tidak hanya saja pada
tentang kesenjangan rasio guru terhadap
kesenjangan akses dan partisipasi
jumlah sekolah di di wilayah Sumatera,
pendidikan, akan tetapi juga terhadap
Jawa dan Bali dengan wilayah timur
mutu pendidikan. Kesenjangan tersebut
Indonesia. Ketersedian guru per setiap
tidak terlepas dari kesenjangan input
sekolah, baik SD, SMP maupun SM, di
pendidikan di kedua wilayah, mulai dari
propinsi-propinsi bagian timur Indonesia
ketersedian sekolah dan sarana
masih jauh dibawah rata-rata propinsi-
prasarananya hingga kepada kuantitas
propinsi Pulau Jawa dan Bali.
dan kualitas tenaga pendidiknya.
Tabel 4 Jumlah guru baik SD, SMP maupun SM
Jarak SD ke SD lain di papua mencapai 131,14 km dan yang tingkat pendidikan tertingginya
SMP 698,11 km, berbeda jauh dengan di wilayah minimal strata 1 di wilayah Nusa
Sumatera, Jawa dan Bali
RASIO LUAS WILAYAH/SEKOLAH Tenggara, Maluku dan Papua juga jauh
WILAYAH/PROPINSI
SD SMP SM tertinggal dengan propinsi-propinsi di
Sumatera 15.34 58.82 95.99 wilayah Sumatera, Jawa dan Bali.
Jawa-Bali 1.75 8.40 11.43
Nusa Tenggara Barat 5.96 22.51 37.75 Jumlah guru SD yang memiliki ijasah
Nusa Tenggara Timur 10.11 35.61 83.28 minimal S1 di wilayah Nusa Tenggara,
Maluku 26.98 85.14 142.60 Maluku dan Papua hanya mencapai 38
Maluku Utara 25.22 79.56 127.42 persen, sedangkan diwilayah lain sudah
Papua 131.24 698.11 1096.34
melebihi 50 persen. Sedangkan untuk SMP
Papua Barat 99.51 455.51 688.12
Sumber : Kemendikbud & BPS, diolah
dan SM, jumlah guru di wilayah Nusa
Tenggara, Maluku dan Papua masih jauh
tertinggal dibandingkan wilayah lain.
Dari table 4 dapat terlihat berapa jauh
Kesenjangan kualitas guru yang diukur
jarak tempuh yang harus dijalani oleh
dari pendidikan tertinggi yang ditamatkan
seorang siswa di Nusatenggara, Maluku
inilah yang menjadi salah satu faktor yang
dan Papua. Kesenjangan rasio antara luas
menyebabkan kesenjangan mutu wilayah–jumlah sekolah, rasio guru-
pendidikan antar wilayah. jumlah sekolah, persentase guru berijasah
Gambar 1 minimal S1 dan persentase kelas dengan
Guru SD dengan Ijasah Minimal S1 di Nusa kondisi baik, dapat ditarik sebuah
Tenggara, Maluku dan Papua hanya 38 persen, kesimpulan bahwa kesenjangan hasil
sedangkan di Jawa sudah 76 persen
pembangunan pendidikan tersebut tidak
terlapas dari kesenjangan faktor inputnya.
Dengan memperhatikan kesenjangan
input tersebut, harusnya perencanaan
pembangunan pendidikan lebih
berorientasi ke timur Indonesia.
Tapi jika memperhatikan perencanaan
pendidikan dalam dokumen RPJMN 2015 -
2019,perencanaan yang lebih berorientasi
ke timur Indonesia serta lebih
Sumber : Kemendikbud, diolah mengedepankan pendekatan wilayah
belum terlihat dan terpapar dengan jelas
Kesenjangan lainnya juga terlihat dari dan tegas. Padahal, pembangunan
persentase ruang kelas dengan kondisi pendidikan yang lebih fokus dan lebih
baik. berorientasi ke timur Indonesia
Tabel 6 merupakan salah satu jawaban dalam
Ketersedian ruang kelas dengan kondisi baik di
wilayah timur Indonesia masih tertinggal
menyelesaikan kesenjangan serta dapat
dibandingkan bagian barat menjadi tools untuk mempercepat
PERSENTASE RUANG KELAS KONDISI BAIK perbaikan hasil pembangunan pendidikan
WILAYAH
SD SMP SM secara nasional. Pembangunan pendidikan
Sumatera, Jawa & Bali 79.25 76.24 88.14
yang berdimensi ke timur dalam konteks
Kalimantan 77.24 74.52 85.41
Sulawesi 76.24 71.84 86.52 menyelesaikan disparitas harus berpijak
Nusa Tenggara, Maluku & Papua 77.51 67.52 81.96 pada perencanaan dan penganggaran yang
Sumber : Kemendikbud, diolah tepat jumlah, fungsi dan tepat guna
dengan tetap memperhatikan karakter
Untuk SD, kondisi kelas baik hanya wilayah, karakter sosial yang multi etnik
sebesar rata-rata 77,51 persen di Nusa serta tuntutan/kebutuhan setiap daerah.
Tenggara, Maluku dan Papua, sedangkan
di wilayah Sumatera, Jawad an Bali sudah
mencapai 79,25. Untuk SMP, wilayah Nusa Kesenjangan Ekonomi Memperkuat
Tenggara, Maluku dan Papua hanya (dibutuhkan) Pentingnya Perencanaan
sebesar 67,52 persen sedangkan Pembangunan Pendidikan Berorientasi
Sumatera, Jawa dan Bali sudah mencapai Ke Timur Indonesia
76,24 persen. Dan untuk Sekolah
Menengah (SM), 81,96 persen berbanding Kemampuan keuangan keluarga atau
88,14 persen. Bagaimana mungkin masyarakat memiliki peran yang cukup
mengharapkan mutu pendidikan yang besar terhadap angka parisipasi sekolah di
jauh lebih baik, jika ketersediaan ruang suatu daerah. Kemampuan keuangan
kelas dalam kondisi baik juga masih cukup keluarga tersebut tidak terlepas dari
rendah. perkembangan perekonomian suatu
daerah atau seberapa besar share
Dengan menyandingkan kesenjangan perekonomian daerah yang dapat
capaian hasil pembangunan pendidikan dinikmati oleh kelompok masyarakat. Jika
antara bagian timur dengan barat melihat kesenjangan perekonomian antar
Indonesia, dengan kesenjangan rasio daerah/wilayah yang masih belum
terselesaikan hingga saat ini, menjadi timur Indonesia khususnya di wilayah
sebuah kewajaran kesenjangan tersebut Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan
linear dengan kesenjangan hasil Papua masih jauh tertinggal dibandingkan
pembangunan pendidikan. dengan wilayah lain. Ketertinggalan
tersebut bermakna bahwa ada perbedaan
Data kontribusi wilayah terhadap Produk
kemampuan keuangan keluarga yang
Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2005
cukup signifikan di antar wilayah tersebut.
dan tahun 2013 pada table 7
Kemampuan keuangan keluarga di
menunjukkan bahwa kontribusi propinsi-
Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan
propinsi di wilayah timur Indonesia hanya
Papua jauh lebih rendah dibandingkan
sekitar 15 persen. Dalam kurun waktu
wilayah lain. Menjadi wajar hasil
tersebut tidak ada perubahan yang
pembangunan pendidikan di wilayah
signifikan, bahkan kontribusi Nusa
tersebut juga jauh lebih rendah
Tenggara, Maluku & Papua menurun dari
dibandingkan wilayah lain, sebagai akibat
3,66 persen menjadi 3,01 persen.
dari ketidakmampuan keuangan keluarga
Tabel 7 untuk memberikan peluang sekolah yang
Kontribusi wilayah timur Indonesia hanya 15
persen dan kontribusi Nusa Tenggara, Maluku dan lebih besar bagi anak usia sekolah.
Papua mengalami penurunan di tahun 2013
dibandingkan tahun 2005 Kesenjangan peluang bersekolah bisa saja
WILAYAH
Kontribusi PDB Tanpa Migas diselesaikan oleh pemerintah daerah,
2005 2013 mengingat pelayanan bidang pendidikan
Sumatera 18.83 19.08 merupakan salah satu urusan yang sudah
Jawa-Bali 66.10 65.35
didaerahkan ketika sistem pemerintahan
Kalimantan 6.63 7.24
Sulawesi 4.79 5.33
Indonesia mulai menganut sistem
Nusa Tenggara, Maluku & Papua 3.66 3.01 desentralisasi. Akan tetapi, peran tersebut
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah belum bisa sepenuhnya dijalankan oleh
pemerintah daerah. Hal ini disebabkan
Kesenjangan kontribusi tersebut, sudah oleh politik anggaran pemerintah daerah
pasti akan linear dengan kesenjangan yang masih belum menjadikan
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pembangunan layanan dasar (termasuk
dan pengeluaran per kapita sebagai proksi pendidikan) sebagai anggaran prioritas
tingkat pendapatan keluarga/masyarakat. dalam APBD, keterbatasan keuangan
Tabel 8 daerah, ketergantungan keuangan daerah
Kesenjangan PDRB Per Kapita dan Pengeluaran Per terhadap dana perimbangan serta alokasi
Kapita sebagai akibat kesenjangan ekonomi antar
wilayah belanja pegawai yang masih relatif besar
PDRB Per Kapita Pengeluaran dan membebani APBD.
WILAYAH Tanpa Migas Perkapita
(Ribu Rupiah) (Rupiah) Kondisi kesenjangan pembangunan
Sumatera 9,743 751,494 ekonomi dan belum optimalnya peran
Jawa-Bali 14,007 853,272 pemerintah daerah dalam menjalankan
Kalimantan 12,349 834,230
Sulawesi 7,375 604,498
urusan bidang pendidikan, dapat menjadi
Nusa Tenggara, Maluku & Papua 5,157 620,011 alasan yang memperkuat dibutuhkanya
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah perencanaan dan implementasi
pembangunan pendidikan yang lebih
PDRB per kapita dan pengeluaran per fokus dan berorientasi ke timur Indonesia.
kapita propinsi yang berada di wilayah (RAS)