PEMBANGUNAN PENDIDIKAN
A. UMUM
VII-2
Peningkatan yang cukup berarti tersebut juga disertai dengan
upaya meningkatkan layanan pendidikan melalui jalur pendidikan
nonformal yang terus dikembangkan dalam upaya untuk memberikan
pelayanan bagi masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan
formal, dan yang putus sekolah. Pendidikan nonformal antara lain
diberikan melalui Kelompok Belajar (Kejar) Paket A, Paket B, dan
Paket C serta kursus-kursus. Kejar Paket A dan Paket B dilaksanakan
baik bagi kelompok penduduk usia sekolah sebagai pendidikan
alternatif terhadap pelaksanaan Program Wajib Belajar Pendidikan
Dasar 9 Tahun maupun penduduk usia dewasa sebagai bagian dari
pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan keaksaraan fungsional
diberikan bagi penduduk dewasa untuk meningkatkan kemampuan
keaksaraan mereka yang dikaitkan dengan kebutuhan fungsional
dalam kehidupan sehari-hari seperti ketrampilan vokasional.
Sementara itu kursus-kursus yang dilakukan ditujukan terutama untuk
memberi ketrampilan bagi warga belajar sehingga memiliki
kemampuan yang memadai untuk bekerja.
VII-3
meningkatkan kemampuan manajerial dan kepemimpinan maupun
untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan mengajar menurut
bidang studi. Berbagai pendidikan dan pelatihan yang dilakukan telah
meningkatkan jumlah guru yang memenuhi kualifikasi pendidikan
minimal, sehingga pada tahun 2003 proporsi guru SD yang
berpendidikan Diploma-2 ke atas mencapai 48,6 persen dan guru
SLTP yang berpendidikan Diploma-3 ke atas menjadi 62,1 persen.
Meskipun demikian, kondisi tersebut belum mencukupi untuk
menyediakan pelayanan pendidikan yang berkualitas. Bahkan untuk
jenjang pendidikan SLTP-MTs dan SLTA-MA yang menggunakan
sistem guru mata pelajaran, banyak pula terjadi ketidaksesuaian antara
pelajaran yang diajarkan dengan latar belakang pendidikan guru.
Untuk itu diperlukan jumlah dan kualitas pendidikan dan latihan bagi
guru dan tenaga kependidikan lainnya secara lebih memadai sehingga
mereka mampu menyelenggarakan proses belajar mengajar yang lebih
berkualitas. Untuk menjawab kurangnya jumlah guru pada semua
jenjang pendidikan, pada tahun 2003 telah dikaryakan sebanyak 194
ribu guru untuk sekolah umum dan 13,5 ribu guru untuk madrasah dan
guru agama pada sekolah umum. Untuk meningkatkan kesejahteraan
guru, pada tahun 2002 tunjangan kependidikan bagi guru telah pula
ditingkatkan sebesar 50 persen. Selain itu telah disediakan pula
berbagai insentif bagi guru sekolah negeri dan swasta seperti
tunjangan kelebihan jam mengajar dan bantuan khusus guru yang
secara keseluruhan diharapkan dapat mendorong guru untuk tetap
berkarya. Meskipun kualitas pendidikan yang masih belum
sepenuhnya baik, pada tahun 2002 Indonesia berhasil menjadi salah
satu juara Olimpiade Fisika Internasional yang diikuti oleh 340
peserta dari 72 negara. Pada tahun 2003 Indonesia telah berpartisipasi
dalam Olimpiade IPA dan Matematika baik tingkat nasional maupun
tingkat ASEAN yang diikuti oleh 10 negara, dan meraih 1 medali
emas, 1 perak, dan 2 perunggu. Sementara itu pada tahun 2004
mengikuti Olimpiade Fisika Asia di Thailand, dan kontingen
Indonesia berhasil meraih 6 medali emas.
VII-4
profesional telah pula dilaksanakan. Penambahan jam pelajaran untuk
muatan lokal ditujukan untuk mengakomodasi keragaman kebutuhan
di setiap wilayah meskipun pelaksanaannya masih belum optimal dan
secara umum baru digunakan untuk pendidikan kesenian lokal dan
bahasa daerah. Kurikulum berbasis kompetensi yang dikembangkan
diharapkan dapat menjawab diversifikasi kebutuhan pembangunan.
Reposisi pendidikan kejuruan terus dilakukan untuk lebih menjamin
kesesuaian atau relevansi antara pendidikan dengan kebutuhan dunia
kerja. Bidang studi yang dinilai sudah tidak sesuai dengan kebutuhan
pembangunan terus direposisi menjadi bidang studi yang memiliki
prospek yang baik dalam dunia kerja.
VII-5
perguruan tinggi yang memberikan wewenang yang lebih luas pada
satuan pendidikan untuk mengelola sumberdaya yang dimiliki
termasuk mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan. Hal
ini sebagai langkah yang dilakukan agar sekolah lebih tanggap
terhadap kebutuhan setempat. Dana dekonsentrasi telah mulai
diberikan langsung kepada satuan pendidikan dalam bentuk block
grant yang diharapkan dapat dikelola oleh setiap satuan pendidikan
dengan tetap menerapkan prinsip-prinsip akuntabilitas, transparansi
dan partisipatif. Meskipun demikian sampai tahun 2004 sekolah yang
melaksanakan manajemen berbasis sekolah masih sangat terbatas
jumlahnya karena belum maksimalnya pemahaman dan kemampuan
sumberdaya manusia pada satuan pendidikan.
VII-6
BHMN) karena perguruan tinggi-perguruan tinggi tersebut belum
diberi keleluasaan penuh dalam mengelola sumberdaya yang dimiliki.
Oleh karena itu upaya peningkatan mutu dan relevansi dalam proses
belajar mengajar serta dalam pelaksanaan penelitian dan pengabdian
pada masyarakat sebagai pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi
belum dapat secara maksimal dilakukan.
VII-7
kemampuan dilaksanakan melalui penerapan pendidikan kecakapan
hidup (life skill education) yang ditujukan untuk memfungsikan
pendidikan dalam mengembangkan potensi manusiawi peserta didik
melaksanakan peranannya di masa datang. Kecakapan yang
dikembangkan meliputi antara lain mengenal diri, yang juga sering
disebut kemampuan personal, berfikir rasional, akademik, dan
vokasional serta sosial. Melalui pendidikan tersebut peserta didik
diharapkan menjadi lebih beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, menjadi warga negara dan warga masyarakat yang
membangun, memiliki kemampuan pemecahan masalah yang baik,
dan memiliki kecakapan komunikasi dan empati sebagai dasar dalam
menumbuhkan hubungan yang harmonis dalam lingkungannya. Pada
jenjang pendidikan menengah, kecakapan vokasional atau kejuruan
peserta didik ditingkatkan sehingga lulusannya memiliki ketrampilan
untuk bekerja. Dalam pelaksanaannya masih dijumpai pendidikan
kecakapan hidup yang terbatas pada ketrampilan vokasional saja.
Pelaksanaan konsep pendidikan kecakapan hidup perlu terus
ditingkatkan agar peserta didik benar-benar memperoleh kemampuan
yang sesuai dengan masa pertumbuhan dan kebutuhan untuk
menjalani hidupnya sehari-hari.
VII-8
Di samping itu fasilitas pelayanan pendidikan khususnya untuk
jenjang pendidikan menengah pertama ke atas belum tersedia secara
merata khususnya di daerah terpencil termasuk pulau-pulau kecil
sehingga menyebabkan sulitnya anak-anak terutama anak perempuan
untuk mengakses layanan pendidikan, di samping fasilitas pendidikan
khusus dan layanan pendidikan khusus bagi anak-anak yang
mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau
memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa yang juga belum
tersedia secara memadai.
VII-9
penelitian dan pengembangan pendidikan sebagai dasar kebijakan,
program dan kegiatan pembangunan pendidikan; mengembangkan
manajemen pelayanan pendidikan untuk meningkatkan efisiensi dan
efektivitas pengelolaan pendidikan, meningkatkan kapasitas lembaga-
lembaga pengelola pendidikan di pusat dan daerah, mendorong
penerapan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, partisipatif dan
demokratisasi; meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
pembangunan pendidikan kedinasan dalam rangka meningkatkan
kemampuan, keterampilan dan profesionalisme pegawai dan calon
pegawai negeri departemen atau lembaga pemerintah non departemen
dalam pelaksanaan tugas kedinasan.
VII-10
Laboratorium (STANLAB), yang membantu laboratorium-laboratorium
penguji maupun kalibrasi agar memenuhi Standar Nasional dan Standar
Internasional, serta penyusunan kriteria akreditasi pranata penelitian dan
pengembangan di lembaga litbang pemerintah dan perguruan tinggi.
Terselesaikannya UU No. 18/2002 tentang Sistem Nasional Penelitian,
Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Sisnas
P3 Iptek) telah memberikan landasan hukum bagi perguruan tinggi,
badan usaha, pemerintah dan masyarakat untuk berpartisipasi
membentuk jaringan dan bersinergi mengembangkan dan memperkuat
sistem iptek nasional. Dalam rangka keterpaduan kebijakan iptek
nasional terus dikembangkan berbagai model pendekatan terpadu antara
lain melalui pembentukan Forum Perencanaan Pembangunan Iptek,
pengembangan sistem informasi program riptek (riset, ilmu
pengetahuan dan teknologi), peningkatan sinergi pelaksanaan program
riset unggulan, penyelarasan perencanaan program terintegrasi antara
pusat, daerah, perguruan tinggi dan lembaga masyarakat, dan
identifikasi penentuan prioritas program penelitian jangka panjang.
VII-11
swakelola. Masalah lain adalah menyangkut insentif peneliti, khususnya
terkait dengan unit cost penelitian yang masih dirasa kurang memadai.
B. PROGRAM-PROGRAM PEMBANGUNAN
VII-12
lebih demokratis, transparan, efisien, terakunkan, dan
meningkatnya partisipasi masyarakat, dan (3) terwujudnya
manajemen pendidikan yang berbasis sekolah/masyarakat dengan
mengenalkan konsep dan merintis pembentukan Dewan Sekolah
di setiap kabupaten/kota serta pemberdayaan atau pembentukan
Komite Sekolah di seluruh SD dan MI serta SMP dan MTs.
b. Pelaksanaan
VII-13
pengeluaran keluarga. APK SD/MI di perdesaan (106,15
persen) bahkan sedikit lebih tinggi dibanding di perkotaan
(105,31 persen). Berbeda dengan kinerja jenjang SD/MI,
pada jenjang SMP/MTs masih ditemukan perbedaan
partisipasi pendidikan yang signifikan antarkelompok
masyarakat, dimana APK di perkotaan (93,65 persen) jauh
lebih tinggi dibanding APK di perdesaan (72,89 persen).
Sementara APK penduduk perempuan (82,37 persen) sedikit
lebih baik dibandingkan penduduk laki-laki (79,92 persen).
Kesenjangan partisipasi pendidikan juga terjadi secara
signifikan antarkelompok pengeluaran keluarga.
VII-14
Untuk memberikan dampak yang lebih signifikan
terhadap peningkatan kesejahteraan penduduk, upaya
peningkatan akses dan pemerataan pendidikan ditunjang pula
oleh upaya peningkatan mutu pendidikan. Kemampuan
akademik dan profesional serta jaminan kesejahteraan tenaga
kependidikan terus ditingkatkan. Pendidikan lanjutan serta
pendidikan dan latihan jangka pendek terus dilaksanakan
baik untuk meningkatkan kemampuan manajerial dan
kepemimpinan maupun untuk meningkatkan pengetahuan
dan kemampuan mengajar menurut bidang studi. Berbagai
pendidikan dan pelatihan yang dilakukan telah meningkatkan
jumlah guru yang memenuhi kualifikasi pendidikan minimal,
sehingga sampai dengan tahun 2003/04 proporsi guru SD-MI
yang berpendidikan Diploma-2 ke atas menjadi 50,10 persen,
meningkat dari dari tahun 2001 yang baru mencapai 40,95
persen. Sementara di tingkat SMP-MTs, guru yang
berpendidikan Diploma-3 ke atas pada tahun 2003/04
menjadi 66,00 persen, meningkat dari tahun 2001 yang baru
mencapai 48,95 persen. Meskipun demikian, kondisi tersebut
belum mencukupi untuk menyediakan pelayanan pendidikan
yang berkualitas. Jumlah guru juga tidak mengalami
peningkatan secara memadai. Hal ini terutama disebabkan
oleh kebijakan zero growth pengangkatan guru pegawai
negeri sipil serta adanya guru yang telah mendapatkan gelar
sarjana pindah mengajar pada jenjang SLTA serta terjadinya
pengisian jabatan non struktural di kantor pemerintah daerah
terutama daerah pengembangan. Permasalahan lain yang
dihadapi selain kurangnya jumlah guru adalah distribusi guru
yang belum merata dan lebih terkonsentrasi pada daerah
perkotaan. Untuk menjawab kekurangan jumlah guru, pada
tahun 2003 dan 2004 Pemerintah telah mengkaryakan guru
bantu sementara sebanyak 136.009 orang guru untuk jenjang
SD dan 60.966 orang guru untuk jenjang SMP.
VII-15
juta bagi madrasah, pengembangan kurikulum, serta
penyediaan bantuan operasional manajemen mutu bagi
sekolah negeri maupun swasta yang dapat dimanfaatkan
sesuai kebutuhan sekolah. Untuk MI dan MTs pada kurun
waktu 2000-2004 diberikan insentif bagi 383.251 guru MI
dan 415.131 guru MTs, serta 76.426 guru RA. Dalam rangka
peningkatan mutu dan relevansi pada tahun 2003 telah
dilaksanakan kegiatan-kegiatan pemberian subsidi
operasional untuk 13.853 SD inti, 1.061 SD terpencil, 1.240
imbal swadaya TK, 2.905 orang guru daerah terpencil, 103
unit TK/SD satu atap, dan 104 SD rujukan. Pada tahun 2004
akan direalisasikan pemberian subsidi bagi guru tidak tetap
(negeri dan swasta) sebanyak 608 ribu orang, dan pemberian
kelebihan jam hadir mengajar sebanyak 114,4 jam pelajaran.
Selain itu telah dilaksanakan pemberian bantuan operasional
manajemen mutu (BOMM) di 276 lokasi MI dan 1.295 lokasi
MTs. Pada tahun 2004 telah dikembangkan 2 buah lembaga
pendidikan agama bertaraf internasional yang bekerjasama
dengan Universitas Al-Azhar Cairo yaitu MI-MTs Al-Azhar
Al-Syarif yang berlokasi di Jakarta.
VII-16
Pada tahun 2001 telah dimulai penyusunan konsep
pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah yang
kemudian diterbitkan melalui Keputusan Menteri Pendidikan
Nasional No. 44 Tahun 2002 tentang Dewan Pendidikan dan
Komite Sekolah. Mengingat pembentukan lembaga tersebut
bersifat sukarela, maka kegiatan sosialisasi terus digalakkan
untuk memberikan pemahaman bagi semua stakeholder baik
di tingkat pusat, daerah maupun masyarakat umum mengenai
pentingnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan
pendidikan. Sampai dengan semester 2 tahun ajaran
2002/2003 diperkirakan 60 persen sekolah/madrasah telah
memiliki Komite Sekolah.
VII-17
kemudian menjadi 5,41 persen atau sebanyak 1,55 juta siswa
pada tahun 2001/02, dan kemudian turun menjadi 3,79 persen
atau sebanyak 1,10 juta siswa pada tahun 2002/03.
Pada jenjang SMP/MTs meskipun angka mengulang
kelas sudah sangat rendah yaitu 0,47 persen pada tahun
ajaran 2000/01, 0,44 persen pada tahun ajaran 2001/02, dan
0,46 persen pada tahun ajaran 2002/03, namun angka putus
sekolah masih sangat tinggi yaitu sebesar 3,53 persen dengan
jumlah absolut sebanyak 332,0 ribu pada tahun 2000/01, 3,20
persen dengan jumlah absolut sebanyak 306,1 ribu pada
tahun 2001/02, dan menjadi 2,84 persen dengan jumlah
absolut sebanyak 277,1 ribu anak putus sekolah pada tahun
2002/03. Banyaknya siswa putus sekolah pada jenjang ini
akan sangat menghambat penuntasan Program Wajib Belajar
Pendidikan Dasar 9 Tahun.
VII-18
kepulauan menjadi wilayah tersulit untuk dijangkau
pelayanan pendidikan. Dari sisi penduduk yang perlu
dilayani pendidikannya, geografi yang sulit menyebabkan
keengganan bagi mereka untuk bersekolah. Di sisi lain
pembangunan fasilitas pendidikan di wilayah tersebut
menjadi lebih mahal dengan tidak ada jaminan
pemanfaatannya. Faktor lain yang berpengaruh adalah
keamanan. Berbagai konflik yang terjadi di Indonesia telah
menurunkan kinerja pembangunan pendidikan dasar dan
prasekolah. Konflik yang terjadi tidak hanya menyebabkan
rusaknya berbagai fasilitas pendidikan tetapi juga
menyebabkan ketakutan pada anak untuk pergi ke sekolah
serta berkurangnya guru dan tenaga kependidikan lainnya di
wilayah tersebut.
VII-19
SMP-MTs Terbuka, SMP-MTs Kelas Jauh/Guru Kunjung
sesuai dengan kondisi dan situasi daerah serta penyediaan
trauma konseling bagi siswa-siswa di daerah konflik; (3)
menyelenggarakan pendidikan khusus bagi anak-anak yang
memiliki keunggulan dan yang memiliki tingkat kesulitan
dalam proses pembelajaran khususnya yang memiliki
kelainan fisik, emosional, mental, sosial dan/atau intelektual;
(4) melaksanakan penjaringan anak usia sekolah baik yang
belum pernah sekolah maupun yang putus sekolah untuk
masuk ke dalam sistem pendidikan; (5) menambah ruang
kelas baru dan unit sekolah/madrasah baru (termasuk melalui
dana imbal swadaya) baik negeri maupun swasta termasuk
penyediaan guru secara selektif terutama di daerah-daerah
dengan jumlah penduduk usia jenjang pendidikan dasar dan
prasekolah yang masih banyak belum tertampung; (6)
melanjutkan program beasiswa bagi anak-anak dari keluarga
tidak mampu termasuk beasiswa untuk menarik anak usia
jenjang pendidikan dasar yang berada di luar sistem sekolah
baik yang belum bersekolah maupun yang putus sekolah
dengan tetap memberi perhatian pada keadilan dan
kesetaraan gender; (7) menata pelaksanaan kurikulum
nasional untuk jenjang pendidikan dasar dan prasekolah yang
sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional; (8)
meningkatkan pelaksanaan manajemen pendidikan dasar dan
prasekolah berbasis pada sekolah dan masyarakat, (9)
meningkatkan jumlah, mutu dan kualifikasi guru melalui
rekruitmen, pendidikan dan latihan sesuai kebutuhan dalam
rangka meningkatkan kualitas proses belajar mengajar; (10)
melakukan advokasi dan sosialisasi untuk meningkatkan
pemahaman masyarakat tentang pentingnya menyelesaikan
pendidikan sampai jenjang SMP/MTs; dan (11)
meningkatkan peran serta masyarakat dalam membangun
pendidikan dasar dan prasekolah.
VII-20
2. Program Pendidikan Menengah
VII-21
Arah kebijakan yang ditempuh sesuai dengan yang telah
diuraikan pada bagian Umum.
b. Pelaksanaan Program
VII-22
juta pada tahun 2000/01, 5,72 juta pada tahun 2001/02, 5,94
juta pada tahun 2002/03, dan menjadi 6,195 juta pada tahun
2003/04.
VII-23
dua kali lipat lebih tinggi dibanding perdesaan (35,82
persen). Selanjutnya, partisipasi pendidikan penduduk laki-
laki dan perempuan juga menunjukkan perbedaan. Pada
tahun 2003 APK penduduk laki-laki mencapai 51,32 persen
dan APK penduduk perempuan adalah sebesar 50,43 persen.
Meskipun perbedaan persentase tersebut tampak tidak terlalu
besar, apabila dianalisis lebih lanjut terungkap bahwa pada
jenjang pendidikan menengah terutama pendidikan kejuruan
terlihat adanya gejala pemisahan gender (gender segregation)
dalam jurusan atau program studi sebagai salah satu bentuk
diskriminasi gender secara sukarela (voluntarily
discrimination) ke dalam bidang keahlian. Pemisahan jurusan
bagi anak perempuan lebih dikaitkan dengan fungsi domestik
atau kerumahtanggaan, sementara itu anak laki-laki
diharapkan berperan dalam menopang ekonomi keluarga
sehingga harus lebih banyak memilih keahlian-keahlian ilmu
keras, teknologi dan industri. Sebagai contoh pada tahun
2001 siswa perempuan yang bersekolah di SMK program
studi teknologi industri baru mencapai 18,46 persen dan
program studi pertanian dan kehutanan 29,74 persen.
VII-24
yang sama telah disubsidi SMK 41.234 sekolah, uji
kompetisi Test of English for International Communication
(TOEIC) 1500 siswa, SMK berstandar nasional 500 sekolah.
Pada tahun 2004 akan diberikan BOMM untuk MA di 392
lokasi. Penanggulangan pendidikan di daerah kerusuhan dan
bencana alam; pengadaan peralatan pendidikan dan buku
pelajaran; serta penyelenggaraan Olimpiade Fisika. Melalui
program PKPS-BBM sebagai akibat karena kesulitan
ekonomi telah dilakukan pemberian Bantuan Khusus Murid
(BKM) yang diprogramkan dengan tujuan utama agar siswa
SLTA tidak mengalami putus sekolah. Selain itu, telah
dilakukan pula pemberian insentif bagi 18.000 guru tidak
tetap SLTA negeri, dan 164.084 guru SLTA Swasta
disamping pemberian insentif kelebihan jam mengajar bagi
guru.
VII-25
sekolah/masyarakat dengan memberdayakan atau
membentuk Komite Sekolah di seluruh SMA, SMK dan MA.
Sampai dengan semester 2 tahun ajaran 2002/2003
diperkirakan 41,7 persen sekolah/madrasah aliyah telah
memiliki komite sekolah.
VII-26
maka pertentangan antara bekerja dan bersekolah pada
jenjang SLTA bagi penduduk miskin menjadi lebih besar.
VII-27
meningkatkan partisipasi keluarga dan masyarakat yang
didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai.
VII-28
siswa yang tidak melanjutkan ke pendidikan tinggi; (9)
meningkatkan kerjasama dengan dunia usaha dan industri
dalam rangka meningkatkan relevansi pendidikan; (10)
meningkatkan pelaksanaan manajemen pendidikan menengah
berbasis pada sekolah dan masyarakat, (11) meningkatkan
jumlah, mutu dan kualifikasi guru melalui rekruitmen,
pendidikan dan latihan sesuai kebutuhan dalam rangka
meningkatkan kualitas proses belajar mengajar; (12)
meningkatkan peran serta masyarakat dalam membangun
pendidikan menengah.
VII-29
b. Pelaksanaan
VII-30
(sumbangan pembinaan pendidikan) secara proporsional
terutama pada perguruan tinggi dengan status Badan Hukum
Milik Negara (BHMN).
VII-31
orang dan 393 orang di PTA, dosen yang mengikuti
pendidikan S3 dalam negeri sebanyak 11.500 orang di PT
umum dan 32 orang dosen di PTAI, S2 luar negeri sebanyak
1.004 orang, dan S3 luar negeri sebanyak 1.344 orang. Untuk
pendidikan lanjutan yang berorientasi pada bidang keahlian
dilakukan melalui pendidikan D-IV sebanyak 818 orang
dosen. Di samping itu juga dilakukan
pelatihan/penataran/magang tenaga dosen sebanyak 7.685
orang, serta workshop/seminar/lokakarya tenaga dosen
sebanyak 6.242 orang.
VII-32
Islam Negeri yaitu Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah di Jakarta sedangkan pada tahun 2004 telah
dilakukan perubahan STAIN Malang menjadi Universitas
Islam Negeri Malang dan IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
menjadi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta. Penataan program studi dilakukan agar terjadi
keselarasan antara program studi sains dan keteknikan
dengan program studi sosial dan humaniora. Sehubungan
dengan hal tersebut dilakukan penataan dan pengembangan
program studi, peningkatan daya tampung bidang sains dan
teknologi, pengembangan kerja sama dengan industri,
pemantapan kurikulum, pembukaan dan perluasan bidang
studi unggulan, serta pemantapan pengelolaan program
program studi baru. Pada tahun 2000 proporsi program studi
dan keteknikan di PTN mencapai 47,9 persen atau 1.116
program studi dari 2.330 program studi yang ada, pada tahun
2004 telah meningkat menjadi 55,15 persen atau 1.623
program studi dari 2.943 program studi yang ada. Proporsi
ini berbeda untuk PTS. Untuk PTS, pada tahun 2001 proporsi
program studi sains dan keteknikan adalah 29,67 persen atau
2.246 program studi dari 7.571 program studi yang ada,
sedangkan pada tahun 2004 proporsi ini tidak mengalami
perubahan yaitu 29,67 persen dengan jumlah program studi
sebanyak 3.437 dari 9.248 program studi yang ada. Sulitnya
meningkatkan proporsi bidang studi sains dan teknologi di
PTS adalah karena relatif tingginya biaya investasi
dibandingkan bidang studi sosial dan humaniora. Biaya
investasi yang tinggi tersebut akan berpengaruh pada
meningkatnya biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh
mahasiswa.
VII-33
akreditasi. Pada tahun 2000, BAN-PT melakukan akreditasi
sebanyak 1.539 program studi S-1, 70 program studi
Diploma dan 275 program studi Pasca Sarjana. Sedangkan
pada tahun 2003 akan dilakukan akreditasi bagi 1.746
program studi S-1, 61 program studi Diploma dan 348
program studi Pasca Sarjana.
VII-34
lain. Sementara itu, untuk perguruan tinggi agama telah
dilakukan 146 kerjasama, baik dengan perguruan tinggi,
pemerintah daerah maupun dengan lembaga lain.
VII-35
dan seni di kalangan akademisi dan belum optimalnya
pelaksanaan otonomi perguruan tinggi termasuk pengelolaan
PT BHMN (UGM, UI, ITB, IPB, USU dan UPI) yang masih
dalam tahap transisi karena PT tersebut belum diberi
keleluasaan penuh dalam mengelola sumber daya yang
dimiliki. Di samping itu kemampuan tenaga pengelola
pendidikan belum bisa mengikuti peningkatan kemampuan
tenaga akademik sehingga kualitas pelayanan pendidikan
belum dapat dilakukan secara optimal.
VII-36
manusia antarperguruan tinggi yang diakibatkan oleh
perbedaan kebijakan para pimpinan PT, arus globalisasi
terutama dalam perkembangan teknologi informasi, dan
penataan sistem manajemen perguruan tinggi.
VII-37
peningkatan kualitas tenaga peneliti dan pemantapan sistem
kompetitif berjenjang; (6) mendorong kerjasama penelitian
dan pengembangan hasil penelitian antarperguruan tinggi,
antarperguruan tinggi dan lembaga penelitian/dunia usaha
baik nasional maupun internasional, khususnya untuk
mendukung sumber daya lokal; (7) memberdayakan
stakeholder pendidikan tinggi dalam mendukung
penyelenggaraan dan evaluasi kualitas pendidikan tinggi; (8)
meningkatkan kegiatan pengabdian pada masyarakat melalui
penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna untuk
kemaslahatan masyarakat; (9) meningkatkan kualitas
kegiatan kemahasiswaan dan meningkatkan partisipasi
mahasiswa dalam kegiatan ekstra kurikuler; dan (10)
meningkatkan kerja antara lembaga pendidikan tenaga
kependidikan (LPTK), sekolah dan instansi terkait lainnya
sebagai upaya penyegaran pengalaman mengajar dan
peningkatan kualitas proses pembelajaran.
VII-38
untuk mendukung pembangunan daerah dan memberikan
kesempatan bagi kelompok masyarakat yang berpenghasilan
rendah termasuk kelompok masyarakat dari daerah yang
bermasalah.
b. Pelaksanaan
VII-39
Peningkatan partisipasi pendidikan melalui pendidikan
luar sekolah telah meningkatkan proporsi penduduk melek
aksara. Data Susenas tahun 2003 menunjukkan bahwa
penduduk usia 15 tahun keatas yang melek aksara sudah
mencapai 89,79 persen. Lebih lanjut terungkap bahwa angka
melek aksara penduduk usia 15 tahun keatas terjadi
keragaman antarperdesaan dan perkotaan, dan antarkelompok
laki dan perempuan. Angka melek aksara di perdesaan
mencapai 86,20 persen atau masih jauh lebih rendah dari
perkotaan yang sudah mencapai 94,51 persen.
VII-40
Upaya untuk meningkatkan mutu tenaga pengelola
pendidikan luar sekolah juga telah dilakukan. Hal ini
mengingat bahwa berdasarkan hasil identifikasi hampir 70
persen tenaga pengelola PLS di tingkat kabupaten/kota dan
provinsi adalah pegawai baru yang sebagian besar belum
memahami tentang substansi PLS. Untuk menunjang
keberhasilan program PLS dan untuk menyatukan persepsi
tentang pentingnya PLS dalam mencerdaskan bangsa, para
pengelola tersebut akan diberikan orientasi yang berkaitan
dengan substansi program PLS yakni dalam hal
merencanakan, memprogramkan dan mengevaluasi program-
program PLS di wilayah kerjanya.
VII-41
lebih lanjut berdampak pada meningkatkan kinerja
pembangunan pendidikan secara keseluruhan.
VII-42
sosial budaya juga masih dominan yang meletakkan
perempuan untuk lebih banyak berperan dalam urusan
domestik atau yang berkaitan dengan rumah tangga. Oleh
karena itu mereka menjadi tidak dapat melihat manfaat
kemampuan keaksaraan. Terlebih lagi jika dikaitkan dengan
keharusan mereka untuk keluar rumah untuk mengikuti
pendidikan keaksaraan yang lokasinya tidak selalu dekat
dengan tempat tinggalnya dan waktu yang juga tidak selalu
sesuai dengan pekerjaan mereka di rumah. Faktor tersebut
berpengaruh juga pada kinerja pendidikan berkelanjutan
karena keengganan penduduk perempuan untuk mengikuti
pendidikan luar sekolah.
VII-43
dituntut untuk mampu mengembangkan model pembelajaran
secara kualitatif.
VII-44
melaksanakan kerjasama dengan berbagai instansi/lembaga
terkait dalam pelaksanaan program PLS; dan (9)
melaksanakan supervisi, evaluasi, monitoring dan pelaporan
pelaksanaan program serta pemetaan sasaran dan potensi
PLS secara akurat, tepat waktu dan terkini untuk
meningkatkan kualitas perencanaan dan pelaksanaan
program PLS.
b. Pelaksanaan
VII-45
dengan tahun 2003 adalah tersusunnya Undang-Undang No:
20 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) sebagai
pengganti UUSPN No. 2 Tahun 1989. Selanjutnya dalam
upaya pembangunan pendidikan telah pula dilaksanakan
penyiapan kerangka dasar pembangunan pendidikan yang
memuat antara lain arah kebijakan, strategi, dan sasaran
berdasarkan pentahapan pada setiap tahunnya.
VII-46
Guru (PPPG), dan Balai Penataran Guru (BPG) yang
ditingkatkan fungsinya menjadi Lembaga Penjamin Mutu
Pendidikan (LPMP). Pada tahun 2003 telah dilaksanakan
penataan pegawai akibat restrukturisasi dan kebijakan
rasionalisasi, pembinaan PNS yang menjadi
pengurus/anggota parpol/pejabat negara yang
diperbantukan/dipekerjakan di departemen lain, pengkajian
dan penyempurnaan sistem pembinaan karier guru,
pengkajian/evaluasi pelaksanaan pemberian penghargaan dan
tunjangan pendidikan bagi guru, pamong, dan penilik.
VII-47
pendidikan. Selain itu, mulai tahun 2004 dilakukan penataan
proses perencanaan dan penganggaran yang berbasis pada
kinerja instansi pendidikan.
VII-48
Dalam rangka meningkatkan pelayanan pendidikan,
pada tahun 2001 telah disusun berbagai model pelayanan
antara lain: (a) model sistem pelayanan pendidikan bagi
warga masyarakat yang kurang beruntung untuk memperoleh
pendidikan dasar, (b) pengembangan model sekolah
berasrama untuk daerah yang kurang efisien dengan sistem
pendidikan konvensional dan (c) model kurikulum dan model
pelayanan pendidikan sebagai penjabaran dari UUSPN
mengenai pemberian pelayanan khusus bagi peserta didik
yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa.
Selanjutnya pada tahun 2002 dilakukan penyusunan model
alat test psikologi yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan antara lain untuk alat diagnosis kesulitan belajar
siswa, penjurusan, penerimaan pegawai dan promosi
karyawan. Pada tahun 2003 dilakukan pengembangan model
pendidikan bagi penyandang masalah sosial pada pendidikan
dasar dan menengah, pengembangan model layanan
pendidikan bagi anak jalanan, masyarakat miskin,
berkelainan, terisolir, terasing, termasuk daerah bermasalah.
Pada Tahun 2004 dirintis alternatif pembelajaran melalui
Televisi Pendidikan Nasional dengan menyusun program
tayangannya.
VII-49
Berbagai advokasi dan sosialisasi kebijakan pendidikan
nasional terus dilakukan seperti antara lain sosialisasi
Rencana Aksi Nasional (RAN) Hak Asasi Manusia dalam
bidang pendidikan, sosialisasi Keputusan Menteri Pendidikan
Nasional No. 44 Tahun 2002 tentang Dewan Pendidikan dan
Komite Sekolah, sosialisasi pedoman penilaian pelaksanaan
pembinaan karier jabatan struktur pengelola pendidikan
tingkat provinsi; sosialisasi pedoman pelaksanaan pemberian
penghargaan pada PNS di bidang pendidikan; dan
pelaksanaan berbagai temu konsultasi antarlembaga yang
bertanggungjawab dalam pembangunan pendidikan nasional.
VII-50
amandemen UUD 1945 dan ditetapkannya UU No. 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang
mengamanatkan agar dana pendidikan selain gaji pendidik
dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20
persen dari APBN dan minimal 20 persen dari APBD,
anggaran pendidikan pada tahun 2004 mendapat porsi yang
lebih besar lagi. Anggaran pendidikan pada tahun 2004
mencapai 21,5 persen dari anggaran pembangunan
keseluruhan atau 6,6 persen dari APBN yang dibelanjakan
oleh pemerintah pusat. Anggaran pendidikan tersebut terdiri
dari Pengeluaran Rutin di luar gaji pendidik dan Pengeluaran
Pembangunan diluar anggaran untuk pendidikan kedinasan.
Karena anggaran yang dialokasikan untuk daerah masuk
sebagai penerimaan APBD maka dana perimbangan yang
berupa Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus
(DAK), dan dana bagi hasil serta dana otonomi khusus tidak
diperhitungkan dalam menghitung 20 persen dari APBN.
Proporsi tersebut masih jauh dari 20 persen tetapi dengan
adanya komitmen yang lebih besar dari pemerintah dan
legislatif untuk melaksanakan amanat undang-undang
tersebut maka proporsi anggaran pendidikan terhadap APBN
akan terus ditingkatkan secara bertahap. Pada saat yang sama
pemerintah daerah juga didorong untuk secara bertahap
melaksanakan amanat undang-undang tersebut.
VII-51
Perubahan sistem peraturan perundang-undangan yang
tidak lagi menempatkan Keputusan Menteri sebagai
peraturan perundang-undangan yang mengikat bagi daerah
menjadi faktor lain yang turut menghambat pelaksanaan
sinkronisasi dan koordinasi pembangunan pendidikan
nasional. Salah satu dampak negatifnya adalah kurang
baiknya pelaksanaan sistem pelaporan, serta arus data dan
informasi dari tingkat kabupaten/kota sampai tingkat
nasional.
VII-52
peraturan pemerintah yang mengatur pembiayaan
pendidikan, dan penuntasan penyusunan kebijakan
pembangunan pendidikan nasional yang mendukung
sinkronisasi dan koordinasi perencanaan dan
pelaksanaannya; (10) mengembangkan kemitraan secara
kelembagaan pusat, provinsi dan kabupaten/kota yang
mendukung sinkronisasi dan koordinasi perencanaan,
pelaksanaan, pengendalian, dan pengawasan pembangunan
pendidikan antarjenjang, antarjalur, antarjenis dan
antardaerah; dan (11) meningkatkan efektivitas pelaksanaan
pengawasan dan pengendalian pembangunan pendidikan.
VII-53
b. Pelaksanaan
VII-54
mendorong peningkatan peran Riptek nasional dalam dunia
internasional, peningkatan kolaborasi antara lembaga
penelitian/universitas di Indonesia dengan mitra internasional
serta melakukan penelitian yang berkualitas dengan tujuan
publikasi internasional dan atau penemuan yang mengarah
pada pemanfaatan teknologi industri (patent).
VII-55
kemanusiaan di Indonesia. Cakupan topik RUKK meliputi
bidang ekonomi, demografi, ketenagakerjaan, filsafat, sastra
dan budaya, politik, hukum, pemerintahan dan komunikasi,
sosiologi, antropologi dan sejarah, serta bidang agama. Hasil
yang didapat mengidentifikasikan kurangnya minat peneliti
dalam bidang sosial, khususnya dalam pengembangan teori,
konsep dan metodologi.
Program insentif lainnya dalam rangka penguatan Hak
Kekayaan Intelektual (HKI) adalah pengembangan Sentra
HKI. Melalui program Sentra HKI para intelektual difasilitasi
dalam mengurus hak eksklusifnya mulai dari awal hingga
akhir proses. Kegiatan lain adalah insentif Oleh Paten yang
merupakan program insentif untuk membantu peneliti,
perekayasa, dan peneliti dan rekayasa (litkayasa) yang
temuannya mempunyai nilai potensial dan kekayaan
intelektualnya dapat dilindungi.
VII-56
Selain itu juga telah dialakukan penyusunan kriteria akreditasi
pranata penelitian dan pengembangan di lembaga litbang
pemerintah dan perguruan tinggi. Dari program ini telah
dihasilkan perangkat kriteria pengukuran untuk menentukan
klasifikasi dan tingkat akreditasi lembaga, melakukan
penilaian mutu dan efisisensi lembaga sebagai dasar penentuan
akreditasi dan langkah-langkah pembinaannya.
Dalam upaya meningkatkan peran kajian iptek dalam
pembangunan telah dilakukan kajian-kajian unggulan sesuai
kebutuhan masyarakat. Kajian tersebut mencakup berbagai
bidang ilmu termasuk bidang pangan dan energi serta sosial
budaya dan ekonomi. Dalam bidang energi telah dilakukan
pengembangan teknologi energi alternatif dan daur bahan
nuklir serta pengembangan iptek produksi isotop,
radiofarmaka dan bahan baru untuk mendukung
pengembangan teknologi nuklir di industri, serta diperolehnya
paket teknologi proses pengelolaan limbah nuklir.
VII-57
lembaga inspeksi dan laboratorium melalui program
Standarisasi Laboratorium (stanlab). Sementara itu kegiatan
penelitian di bidang survei dan pemetaan terus dilakukan
melalui penelitian astrogeodesi, geodetik, geodinamik,
termasuk penelitian survei dan pemetaan yang terkait dengan
upaya pencegahan dan penaggulangan bencana alam.
VII-58
Permasalahan yang ditemukan dalam pelaksanaan
program ini adalah belum adanya kebijakan yang terintegrasi
antara kebijakan iptek dengan sektor produksi sehingga
mengakibatkan tidak fokusnya kegiatan penelitan dan
pengembangan yang dilakukan oleh lembaga litbang serta
tidak optimalnya pengembangan sumberdaya litbang.
Akibatnya masih ditemui inefisiensi dalam pelaksanaan
penelitian dalam bentuk tumpang tindih topik penelitian serta
inefisiensi dalam pemanfaatan sumberdaya litbang yang ada
serta kedaluarsaan fasilitas litbang. Permasalahan lain adalah
ketidaktersediaan mekanisme intermediasi yang baik yang
mampu menjembatani antara riset dan inovasi.
VII-59
reorientasi kebijakan makro dan koordinasi dengan
mempertimbangkan tingkat dari unsur-unsur teknologi, modal,
informasi dan birokrasi. Selain itu juga dlakukan upaya
peningkatan dayaguna hasil-hasil penelitian diberbagai bidang
pembangunan, dilakukan berbagai penelitian sebagai masukan
untuk penyusunan kebijakan pemerintah di bidang politik,
ekonomi, sosial dan budaya, hukum dan lain-lain. Dalam
rangka pemfokusan program penelitian dan pengembangan
akan dilakukan (1) penelitian dan pengembangan yang
ditekankan pada enam bidang fokus, yakni bidang pertanian
dan pangan, energi, kelautan, kebumian dan dirgantara,
bioteknologi, manufaktur, dan informatika; (2) penelitian dan
pengembangan program tematis unggulan dan strategis dengan
mekanisme kompetitif; (3) pengembangan teknologi proses
untuk mendukung peningkatan produksi. Sedangkan untuk
meningkatkan kualitas dan kuantitas sumberdaya iptek
dilakukan melalui: (1) optimalisasi dan mobilisai potensi SDM
iptek dalam melaksanakan kegiatan litbang; (2) peningkatan
kualitas dan kuantitas penelitian; dan (3) Melakukan pelatihan
bagi para peneliti. Dalam rangka memperkuat kompetensi inti
lembaga riset, ilmu pengetahuan dan teknologi (riptek),
dilakukan kegiatan pokok: (1) penyusunan peta potensi dan
kemampuan pusat-pusat penelitian dan pengembangan; (2)
peningkatan jumlah kerjasama lembaga riptek dengan
departemen teknis, dunia usaha, dan lembaga riset luar negeri;
serta (3) mendorong kegiatan yang memanfaatkan sarana dan
prasarana iptek secara optimal.
VII-60
sendiri agar dapat meningkatkan daya saing dunia usaha dan
masyarakat.
b. Pelaksanaan
VII-61
lembaga litbang dalam mendorong peningkatan daya saing
produk nasional.
VII-62
Penyusunan Informasi Kapabilitas Lembaga Iptek untuk
Agenda Riset Nasional (ARN) merupakan analitis dan
pemetaan kelembagaan iptek untuk mendukung proses
perumusan ARN. Kegiatan ini diterapkan dalam bentuk
program-program kegiatan yang mendukung tercapainya
pemberdayaan SDM yang unggul dan mandiri, pengembangan
kelembagaan Ripteknas, dan pengembangan jaringan
kemitraan antar lembaga dalam pelaksanaan penelitian
nasional.
VII-63
kepentingan nasional dalam forum internasional.
Dikembangkannya bisnis dirgantara yang arahnya dapat
meningkatkan pertumbuhan industri dan komersialisasi
sebagai dampak dari produk dan jasa kedirgantaraan.
VII-64
penyediaan fasilitas uji, peningkatan asistensi teknis menjadi
tantangan yang perlu terus diantisipasi. Selain itu tantangan
lainnya adalah perlunya pengembangan sistem pranata iptek
yang kondusif dan terpadu, sistem kelembagaan yang efektif
dan efisien dalam memacu peningkatan kualitas kegiatan iptek
dan pemanfaatannya bagi masyarakat.
VII-65