Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Apendiksitis merupakan kasus bedah yang sering ditemukan.
Umumnya terjadi pada masa remaja, tetapi kasus ini juga banyak ditemukan
pada orang dewasa.
Banyak hal yang mendasari timbulnya peradangan, erat kaitannya
dengan pola nutrisi dan eliminasi kebiasaan makan makanan yang pedas dan
rendah serat merupakan salah satu penyebab timbulnya apendiksitis. Dugaan
sementara adalah terjebaknya serpihan tinja keras ataupun biji kecil yang
termakan di dalam apendiks. Seperti dipaparkan situs Nerdoctor.co.uk,
apendiksitis bisa terjadi pada segala usia. Kasus terbanyak pada usia 8-25
tahun, hanya pada anak di bawah dua tahun jarang terjadi
(http://www.kompas.com/kompas/0212/03/iptek/36403.htm). Sedangkan
menurut data statistik dari angka kejadian penderita apendiksitis yang dirawat
di unit Lukas PK. Sint Carolus sejak Januari-Juli 2005 sebanyak 103 pasien.
Maka pencegahan yang dilakukan adalah memberikan penyuluhan
mengenai bagaimana mengatur pola nutrisi yang baik dan mendukung
kesehatan. Pada kesempatan ini pula penulis membahas tentang apendiksitis
dengan harapan agar masyarakat lebih banyak mengenal dan mengetahui
bagaimana penyakit itu terjadi, upaya pencegahan dini melalui penyuluhan
dari tenaga kesehatan.
Adapun peran perawat selain memberikan informasi adalah
memberikan asuhan keperawatan pada pasien apendiksitis pre maupun post
operasi dengan memperlihatkan prinsip-prinsipnya dengan harapan dapat
meningkatkan derajat kesehatan yang optimal.

B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk memperdalam pengetahuan tentang apendiksitis dan penerapannya
pada kasus nyata di bangsal.
2. Memperoleh pengalaman nyata dalam merawat pasien sesuai dengan
konsep dasar yang diperoleh selama proses belajar di kelas maupun dari
literatur yang ada.
3. Untuk menerapkan asuhan keperawatan berdasarkan konsep dan
disesuaikan kondisi dan keunikan pasien.
C. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam penyusunan makalah ini
adalah:
1. Studi kepustakaan
Mengambil beberapa literatur sebagai sumber dan acuan teori dalam
penulisan makalah mengenai apendiktomi post operasi.
2. Studi kasus
Penulis melakukan pengamatan langsung pada pasien apendiktomi post
operasi di unit Lukas melalui pengkajian, observasi serta intervensi
keperawatan.

D. Sistematika Penulisan
Dimulai dengan bab I Pendahuluan yang berisi latar belakang, tujuan
penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan. Bab II tinjauan
teoritis yang berisi konsep dasar medik dan konsep asuhan keperawatan,
patoflowdiagram dan perencanaan pulang. Bab III pengamatan kasus terdiri
dari pengkajian, analisa data, diagnosa keperawatan, rencana tindakan
keperawatan, pelaksanaan dan evaluasi. Bab IV Pembahasan kasus yang
menganalisa kesenjangan antara teori dan kasus. Bab V kesimpulan dari
seluruh materi yang telah ditulis.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP DASAR MEDIK


1. Definisi
Apendiksitis adalah inflamasi pada apendiks, yang merupakan
saluran sempit dan buntu sepanjang bagian bawah sekum (Lewis, 2000,
Medical Surgical Nursing, Assessment and Management of Clinical
Problem, hal. 1150).
Apendiksitis adalah inflamasi pada apendiks vermiformis yang
banyak terjadi pada remaja dan dewasa muda (Luckman and Sorensen,
1993, Medical Surgical Nursing: A Psychophysiologic Approach (fourth
edition), hal 1635)
Klasifikasi:
Apendiksitis dibagi atas apendiksitis akut dan apendiksitis kronik.
 Apendiksitis akut dibagi atas
- Apendiksitis akut fokalis atau segmentalis.
Biasanya hanya bagian distal yang meradang, tetapi seluruh rongga
appendiks 1/3 distal berisi nanah. Untuk diagnosa yang penting
ialah ditemukannya nanah dalam luwen bagian itu. Kalau radangnya
menjalar maka dapat terjadi:
- Apendiksitis akut purulenta/supperotiva diffusa disertai
pembentukan nanah yang berlebihan. Jika radanya lebih mengeras,
dapat terjadi nekrosis dan pembusukan disebut apendiksitis yang
renosa dapat terjadi perforasi akibat nekrosis ke dalam rongga perut
dengan akibat peritonitis.
 Apendiksitis Kronik dibagi atas:
- Apendiksitis Kronik Fokalis
Secara mikroskopik tampak fibrosis setempat yang melingkar,
sehingga dapat menyebabkan stenosis.
- Apendiksitis Kronik Obsiteratif
Terjadi fibrosis yang luas sepanjang apendiks pada jaringan
submukosa dan subserosa. Sehingga terjadi obliterasi (hilangnya
lumen) terutama di bagian distal dengan menghilang selaput lendir
pada bagian itu.
2. Anatomi Fisiologi
Apendiks adalah ujung seperti jari-jari yang kecil panjangnya kira-
kira 10 cm (4 inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal.
Apendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara ke dalam sekum.
Karena pengosongannya tidak efektif, dan lumennya kecil, apendiks
cenderung menjadi tersumbat dan rentan terhadap infeksi (apendiksitis).
Apendiks mempunyai peranan dalam mekanisme imunologik.
Apendiks mengeluarkan cairan yang bersifat basa mengandung
amilase, erepsin dan musin. Apendiks diperdarahi oleh cabang arteri
mesentrika superior sedangkan aliran baliknya menuju vena mesentrika
yang dilanjutkan ke vena porta hepatika.
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml/hari. Lendir itu secara normal
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan
aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis
apendiksitis. Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh Galt (Gut
Associated Lymphoid Tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna
termasuk apendiks ialah IgA, imunoglobulin itu sangat efektif sebagai
pelindung terhadap infeksi. Dengan berkurangnya jaringan limfoid. Terjadi
fibrosis dan pada kebanyakan masuk timbul konstriksi lumen.
3. Etiologi
- Fekalit (massa keras dari feses)
- Tumor atau benda asing
- Pembengkakan usus besar
- Kekakuan pada apendiks

4. Patofisiologi
Obstruksi apendiks itu menyebabkan mukus yang diproduksi
mukosa terbendung, makin lama mukus yang terbendung makin banyak
dan menekan dinding apendiks sehingga mengganggu aliran limfe dan
menyebabkan dinding apendiks edema serta merangsang tunika serosa dan
peritoneum viseral dan dirasakan sakit di daerah sekitar perut kanan
bawah/titik Mc Burney.
Mukus yang terkumpul terinfeksi bakteri dan menjadi nanah
kemudian timbul gangguan sirkulasi. Karena terjadi gangguan sirkulasi
darah maka timbul gangren, dan dapat terjadi kerapuhan dinding apendiks
yang menyebabkan perforasi.
Bila semua proses di atas hingga timbul suatu massa lokal yang
disebut infiltrat apendicularis, peradangan apendiks tersebut ditambah
dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya
perforasi. Seringkali perforasi ini terjadi dalam 24-36 jam. Bila proses ini
berjalan lambat, organ-organ di sekitar ileum terminal, sekum, dan
omentum dalam membentuk dinding mengitari apendiks sehingga
berbentuk abses yang terlokalisasi.

5. Tanda dan Gejala


- Demam
- Nyeri perut
- Mual, muntah
- Anoreksia
- Nyeri tekan di titik Mc. Burney
- Konstipasi

6. Pemeriksaan Diagnostik
- Pemeriksaan darah lengkap: menunjukkan adanya peningkatan jumlah
leukosit.
- Pemeriksaan urin rutin: ditemukan sejumlah kecil eritrosit dan leukosit.
- Foto abdomen: gambaran fekalit, adanya massa jaringan lunak di
abdomen kanan bawah, dan mengandung gelembung-gelembung udara.
- USG menunjukkan gambaran apendiksitis.
- Pemeriksaan fisik nyeri tekan pada titik Mc Burney.

7. Komplikasi
- Abses akibat dari perforasi dinding apendiks.
- Peritonitis akibat infeksi dari perforasi dinding apendiks yang
menyebar ke seluruh rongga perut.

8. Terapi dan Pengelolaan Medik


a. Pre Operasi
- Istirahat tirah baring: untuk observasi dalam 8-12 jam setelah
keluhan.
- Puasa: pemberian cairan parenteral jika pembedahan langsung
dilakukan.
- Terapi pharmacologic: narkotik dihindari karena dapat
menghilangkan tanda dan gejala, antibiotik untuk menanggulangi
infeksi.
- NGT untuk mengeluarkan cairan lambung jika diperlukan.
- Enema dan laxantria tidak boleh diberikan karena dapat
meningkatkan peristaltik usus meningkat dan menyebabkan
perforasi.
- Pembedahan: apendiktomi secepatnya dilakukan bila diagnosanya
tepat.
b. Post Operasi
- Observasi TTV: syok, hipertermi, gangguan pernafasan
- Klien dipuasakan sampai fungsi usus kembali normal.
- Berikan minum mulai 15 ml/am selama 4-5 jam lalu naikkan
menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya diberikan makanan saring
dan hari berikutnya lunak.
- Aktivitas: satu hari pasca operasi klien dianjurkan untuk duduk
tegak di tempat tidur selama 2x30 menit. Pada hari kedua klien
dapat berdiri dan duduk di luar kamar.
- Antibiotik dan analgesik.
- Jahitan diangkat hari ketujuh.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan.
- Riwayat penyakit
b. Pola nutrisi metabolik
- Kebiasaan makan makanan berbiji, rendah serat
- Mual, muntah
- Anoreksia
- Demam
c. Pola eliminasi
- Konstipasi
d. Pola tidur dan istirahat
- Gangguan tidur karena nyeri
e. Pola persepsi kognitif
- Nyeri perut
- Nyeri tekan di titik Mc Burney.
f. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stres
- Cemas

2. Diagnosa Keperawatan
a. Pre Operasi
1) Nyeri berhubungan dengan peradangan pada apendiks.
2) Resiko tinggi kurang volume cairan berhubungan dengan muntah
pembatasan cairan peroral (pre op).
3) Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual, muntah, dan anoreksia.
4) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan ruptur apendiks.
5) Hipertermi berhubungan dengan peradangan apendiks.
6) Kurang pengetahuan mengenai persiapan pre operatif dan
perawatan post operatif.
b. Post operasi
1) Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan.
2) Resiko tinggi kurang volume cairan berhubungan dengan intake
kurang, pembatasan pemasukan cairan secara oral (puasa post op).
3) Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual, muntah, puasa post op.
4) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan.
5) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan insisi pembedahan.
3. Perencanaan Keperawatan
a. Pre Operasi
1) Nyeri berhubungan dengan peradangan pada apendiks.
HYD: - Klien melaporkan nyeri hilang atau terkontrol, intensitas
2-3.
- Ekspresi wajah dan posisi tubuh tampak relaks.
- Mampu tidur atau istirahat
Rencana Tindakan:
a) Observasi tanda-tanda vital.
Rencana: Deteksi dini terhadap tanda-tanda komplikasi.
b) Kaji dan catat kualitas, lokasi dan intensitas nyeri.
Rencana: Karakteristik nyeri dapat menunjukan bahaya dari
proses apendiksitis.
c) Pertahankan istirahat, beri posisi semi fowler.
Rencana: Sebagai teknik relaksasi dan menghilangkan tegangan
dengan posisi terlentang.
d) Ajarkan teknik nafas dalam.
Rencana: Untuk mengurangi tekanan dan membantu otot-otot
untuk relaksasi.
e) Berikan aktivitas hiburan seperti baca koran, baca buku.
Rencana: Meningkatkan teknik relaksasi dan meningkatkan
kemampuan koping.
f) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
Rasional: Therapi analgetik dapat mengurangi atau
menghilangkan nyeri.

2) Resiko tinggi kurang volume cairan berhubungan dengan muntah


pembatasan cairan peroral (pre op).
HYD: Mempertahankan keseimbangan cairan ditandai dengan:
- Kelembaban membran mukosa.
- Turgor kulit elastis.
- Keseimbangan intake dan output.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal.
Suhu: 36,5oC-37,5oC
Nadi: 60 x/menit-100 x/menit.
Tekanan darah: < 120/80 mmHg
Rencana Tindakan:
a) Observasi tanda-tanda vital, catat adanya hipotensi, takikardi.
Rencana: Mengevaluasi keefektifan terapi cairan dan respon
pada pengobatan.
b) Observasi membran mukosa, turgor kulit.
Rencana: Indikator adekuatnya sirkulasi perifer.
c) Pantau dan catat intake output, catat warna urine.
Rencana: Penurunan output urine atau konsentrasi urine pekat
mengidentifikasi dehidrasi.
d) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian cairan parenteral.
Rencana: Menjaga keseimbangan sirkulasi cairan dan elektrolit.

3) Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan mual, muntah, dan anoreksia.
HYD: - Keluhan mual, muntah, anoreksia tidak ada.
- Klien menghabiskan 1 porsi makan yang diberikan.
- IMT normal (20,5-25 kg/m 2).
Rencana Tindakan:
a) Kaji keluhan mual, muntah, anoreksia.
Rencana: Untuk menetapkan cara mengatasinya.
b) Timbang BB tiap hari.
Rencana: Mengetahui status gizi pasien.
c) Beri porsi kecil.
Rencana: Menghindari mual dan muntah.
d) Hidangkan makanan selagi hangat.
Rencana: Untuk meningkatkan nafsu makan.
e) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antiemetik.
Rencana: Mengurangi mual.

4) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan ruptur apendiks.


HYD: Klien bebas dari resiko infeksi, ditandai dengan:
- Suhu tubuh dalam batas normal.
- Tidak ada tanda-tanda infeksi (merah, panas, nyeri).
- Leukosit 4.800-10.800/ul.
Rencana Tindakan:
a) Observasi tanda-tanda vital.
Rencana: Peningkatan suhu tubuh dapat terkontrol selama
proses infeksi berlangsung.
b) Kaji tanda-tanda infeksi: kemerahan, bengkak, nyeri.
Rencana: Menentukan intervensi sesuai masalah pasien.
c) Kaji dan catat kuantitas, lokasi, dan intensitas nyeri.
Rencana: Nyeri hebat merupakan tanda-tanda terjadi ruptur.
d) Kaji tingkat nyeri pasien dengan skala nyeri (0-10).
Rencana: Mengetahui nyeri.
e) Kolaborasi medis untuk pemeriksaan darah.
Rencana: Untuk mengetahui terjadinya peradangan.
f) Kolaborasi medis untuk pemberian antibiotik.
Rasional: Untuk mengurangi nyeri.

5) Hipertermi berhubungan dengan peradangan apendiks.


HYD: - Suhu tubuh 36,5o-37,5oC.
Rencana Tindakan:
a) Observasi tanda-vita vital.
Rencana: Peningkatan suhu tubuh dapat terkontrol selama
proses infeksi.
b) Anjurkan klien minum 2-3 liter/hari.
Rencana: Mengganti cairan tubuh yang hilang melalui proses
evaporasi.
c) Beri kompres hangat.
Rencana: Meningkatkan proses evaporasi dalam upaya
menurunkan suhu tubuh.
d) Anjurkan klien istirahat di tempat tidur.
Rencana: Mencegah terjadinya komplikasi perdarahan.
e) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antipiretik.
Rencana: Dapat digunakan sebagai penurun panas.

6) Kurang pengetahuan mengenai persiapan pre operatif dan


perawatan post operatif.
HYD: - Klien akan mengemukakan/mengulang kembali
penjelasan mengenai persiapan pre operasi yang telah
diberikan.
- Klien dapat mendemonstrasikan cara batuk efektif, nafas
dalam dan melatih ekstremitas lebih dini.
- Menunjukkan motivasi yang baik terhadap proses
belajar.
Rencana Tindakan:
a) Kaji kemampuan/pengetahuan pasien mengenai proses penyakit
dan kondisi serta keadaan penyakitnya, komplikasi dan
pengobatan.
Rencana: Membantu memberikan penjelasan yang tepat dan
sesuai kebutuhan.
b) Jelaskan kepada klien mengenai jalan prosedur mengenai
persiapan operasi: termasuk mendemonstrasikan batuk efektif,
nafas dalam dan latihan otot.
Rencana: Klien akan lebih mudah mengingat dan lebih
kooperatif dan memahami apa yang harus dilakukan, mudah
mengikuti persiapan per operasi dan lebih cepat untuk mencoba
meningkatkan aktivitas secara bertahap.

b. Post Operasi
1) Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan.
HYD: - Klien melaporkan nyeri hilang atau terkontrol, intensitas
2-3.
- Ekspresi wajah dan posisi tubuh tampak relaks.
- Mampu tidur atau istirahat
Rencana Tindakan:
a) Observasi tanda-tanda vital.
Rencana: Dapat mengidentifikasi rasa sakit dan ketidak-
nyamanan.
b) Kaji dan catat kualitas, lokasi dan intensitas nyeri.
Rencana: Menentukan intervensi selanjutnya.
c) Pertahankan istirahat, beri posisi semi fowler.
Rencana: Sebagai teknik relaksasi dan menghilangkan tegangan
dengan posisi terlentang.
d) Ajarkan teknik nafas dalam.
Rencana: Untuk mengurangi tekanan dan membantu otot-otot
untuk relaksasi.
e) Tekan daerah insisi dengan bantal selama/pada saat aktivitas.
Rencana: Mengurangi keluhan nyeri saat beraktivitas.
f) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
Rasional: Therapi analgetik dapat mengurangi atau
menghilangkan nyeri.

2) Resiko tinggi kurang volume cairan berhubungan dengan intake


kurang, pembatasan pemasukan cairan secara oral (puasa post op).
HYD: Mempertahankan keseimbangan cairan ditandai dengan:
- Kelembaban membran mukosa.
- Turgor kulit elastis.
- Keseimbangan intake dan output.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal.
Suhu: 36,5oC-37,5oC
Nadi: 60 x/menit-100 x/menit.
Tekanan darah: < 120/80 mmHg
Rencana Tindakan:
a) Observasi tanda-tanda vital.
Rencana: Hipotensi, takikardi, peningkatan pernafasan,
mengidentifikasi kekurangan cairan.
b) Observasi membran mukosa, turgor kulit, capillary refill.
Rencana: Indikator adekuatnya sirkulasi perifer.
c) Kaji dan catat adanya mual dan muntah.
Rencana: Mual yang terjadi selama 12-24 jam post op umumnya
karena efek anestesi.
d) Observasi balutan luka, drain.
Rencana: Perdarahan yang berlebihan dapat mengacu pada
hipovolemik.
e) Catat intake output, catat warna urine.
Rencana: Penurunan output urine atau konsentrasi urine pesat
mengidentifikasi dehidrasi.

3) Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan mual, muntah, puasa post op.
HYD: - Keluhan mual, muntah tidak ada.
- Bising usus 5-30 kali/menit.
Rencana Tindakan:
a) Kaji keluhan mual, muntah.
Rencana: Mual yang terjadi selama 12-24 jam post op umumnya
karena efek anestesi.
b) Kaji bising usus dan distensi abdomen.
Rencana: Mengetahui fungsi usus telah kembali normal.
c) Jaga agar nutrisi peroral dihindari sampai dengan bising usus
kembali.
Rencana: Mencegah muntah.
d) Catat intake dan output.
Rencana: Mengetahui keseimbangan pemasukan dan
pengeluaran nutrisi.
e) Kolaborasi medis untuk pemberian cairan parenteral.
Rencana: Pemenuhan nutrisi.
4) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan.
HYD: Klien terbebas dari infeksi luka, ditandai dengan:
- Suhu tubuh 36,5o-37,5oC.
- Tidak ada tanda-tanda infeksi (merah, panas, nyeri).
- Luka balutan bersih, kering, tidak ada rembesan.
Rencana Tindakan:
a) Observasi tanda-tanda vital.
Rencana: Sebagai identifikasi tanda-tanda infeksi.
b) Kaji tanda-tanda infeksi.
Rencana: Deteksi dini jika terjadi faktor resiko/tanda dan gejala
infeksi.
c) Observasi keadaan balutan luka dan sekitarnya.
Rencana: Memberikan deteksi dini terjadinya infeksi.
d) Rawat luka dengan prinsip antiseptik.
Rencana: Meminimalkan resiko adanya organisme infeksius.
e) Kolaborasi medis dalam pemberian antibiotik.
Rencana: Antibiotik dapat menghambat dan mengontrol
pertumbuhan mikroorganisme.

5) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan insisi pembedahan.


HYD: Klien dalam waktu 3 hari setelah post operasi akan
menunjukkan:
- Suhu 36,5-37,5oC.
- Luka jahitan bersih, kering dan tidak tanda-tanda infeksi.
Rencana Tindakan:
a) Monitor suhu tubuh.
Rencana: Peningkatan suhu tubuh merupakan tanda penting
terjadinya infeksi.
b) Kaji daerah sekitar balutan luka.
Rencana: Memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi.
c) Jaga luka jahitan tetap kering dan bersih.
Rencana: Mengurangi resiko infeksi. Daerah insisi yang
lembab/basah dapat meningkatkan pertumbuhan mikro-
organisme.
d) Gunakan teknik aseptik pada saat merawat luka jahitan.
Rencana: Teknik aseptik mencegah transmisi infeksi bakterial
pada luka jahitan karena pembedahan.
e) Perhatikan intake nutrisi tiap shift.
Rencana: Intake protein, kalori, vitamin dan mineral adalah
bagian penting untuk meningkatkan penyembuhan luka.

4. Perencanaan Pulang
a. Klien diinstruksikan untuk membuat janji menemui ahli bedah yang
akan mengangkat jahitan hari ke-5 dan 7.
b. Aktivitas normal biasanya dapat kembali dilakukan 2-4 minggu.
c. Jaga balutan luka operasi agar tetap kering dan tidak lembab.
d. Pasien dan keluarga diajarkan cara merawat luka.
e. Memperhatikan nutrisi yang bergizi untuk perbaikan jaringan yang
sudah rusak.
C. PATOFLOWDIAGRAM

- Fekalit
- Tumor atau benda asing Tertahan di apendiks
- Pembengkakan usus, besar
- Kekakuan pada apendiks
- Obstruksi lumen

Pembengkakan jaringan limfoid

Sekresi mukus meningkat

Sekret apendiks terbendung

DP. Resiko tinggi peru- Mengganggu aliran Peningkatan tekanan intralumen


bahan nutrisi < keb. tubuh limfe
Apendiks teregang

- Mual, muntah Edema dinding Ulserasi mukosa


- Anoreksia edema

- Nyeri umbilikus Merangsang tunika


serosa peritoneum
viseral
DP. Resiko tinggi < volume
cairan b.d muntah, pemba- Invasi multiplikasi Mukus berlebih
tasan pre op bakteri pada dinding
apendiks
Obstruksi vena
DP. Hipertermi Demam Infeksi
Edema semakin meningkat
Menutup apendiks dengan Trombosis dinding
omentum, usus halus vena

Terbentuk massa Gangguan aliran


periapendikularis (infiltrat vena
appendicularis)

Peradangan
Iskemia

Peritoneum parietal Nyeri kuadran DP. Nyeri


Kanan bawah
Nekrosis jaringan DP. Resiko tinggi infeksi

Gangren Abses

Jaringan parut Perforasi

Perlengketan dengan Peritonitis


jaringan sekitarnya
BAB III
PENGAMATAN KASUS

Pengamatan kasus dilakukan di unit Lukas kamar 66-2 pada Nn. MS,
berusia 12 tahun, beragama Islam, suku Jawa. Klien masuk rumah sakit pada
tanggal 31 Agustus 2005 melalui UGD PKSC dengan keluhan nyeri perut kanan
bawah dan diagnosa masuk Apendiksitis Akut.
Klien mengatakan sejak 4 hari yang lalu setelah berolah raga di sekolah
mengeluh nyeri abdomen kanan bawah, hilang timbul, ada demam dan mual.
Minum Panadol sedikit membantu. Sejak 2 hari yang lalu nyeri tidak dapat
ditahan, muntah 1x kuning cair, demam kemudian klien memutuskan berobat ke
UGD PKSC dan dianjurkan untuk dirawat dan pada tanggal 1 Agustus 2005
dilakukan operasi Apendiktomi atas indikasi apendiksitis akut.
Pada saat pengkajian, post operasi hari kedua, keadaan umum klien tampak
sakit sedang, kesadaran compos mentis, terpasang infus three way. DIR dan DIR +
Novalgin 1 ampul 12 jam/kolf pada lengan sebelah kiri. Observasi tanda-tanda
vital suhu: 37oC, nadi: 80 kali/menit, HR: 84 kali/menit, pernafasan: 21
kali/menit, tekanan darah: 110/80 mmHg, bising usus: 11 kali/menit, distensi
abdomen tegang, tampak balutan luka operasi di abdomen kuadran kanan bawah,
kering tidak ada rembesan, belum boleh makan, diet minum bebas cair II. Klien
mengeluh nyeri di daerah luka operasi abdomen kuadran kanan bawah intensitas
6, terus menerus, mual.
Hasil laboratorium tanggal 1 Agustus 2005; leukosit 4600 /uL, fosfatase
alkali: 265 u/L, massa protrombin: 17,1 detik, APTT: 42,9 detik. USG: kesan
Apendiks berdiameter 7,5 cm (kemungkinan apendiksitis akut) USG organ-organ
lain tidak ditemukan.
Terapi yang didapat: Inpepsa 3x15 cc, Gastridine 2x1 gram, Broadced 2x1
gram, Tramal 3x1 ampul, Panadol 3x1 tablet. Dari hasil data di atas ditemukan
beberapa diagnosa keperawatan yaitu: nyeri berhubungan dengan insisi
pembedahan, Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan mual, resiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan,
kerusakan integritas kulit berhubungan dengan insisi pembedahan.
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS

Setelah melakukan pengamatan kasus di unit Lukas kamar 66-2 pada Nn.
MS berusia 12 tahun, penulis membandingkan antara teori dan pengamatan kasus
secara langsung di lapangan, di dapatkan beberapa hal, yaitu:
Dalam pengkajian asuhan keperawatan pada teori, dikatakan bahwa
Apendiksitis dapat disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya adanya benda
asing pada apendiks, sedangkan ditinjau dari penyebab pada kasus penyebab yang
terjadi dari pola makan yang sering mengkonsumsi sambal, yang mengandung
biji-bijian sehingga menyebabkan adanya benda asing pada apendiks. Tanda dan
gejala yang ditampilkan oleh klien sesuai dengan teori yaitu nyeri tekan abdomen
kuadran kanan bawah, mual, muntah, demam. Dari hasil pemeriksaan diagnostik
menunjukkan apendiksitis (hasil USG abdomen), sedangkan pada pemeriksaan
darah ditemukan leukopeni dimana leukosit 4.600 /uL. Pada saat post operasi
klien menunjukkan keluhan nyeri pada daerah luka operasi abdomen kuadran
kanan bawah intensitas 6 dan mual. Mual dikarenakan efek samping dari anestesi
saat operasi.
Sedangkan dalam memutuskan diagnosa keperawatan yang tepat untuk
klien Nn. MS diangkat 4 diagnosa keperawatan sesuai dengan keadaan klien saat
menerapkan asuhan keperawatan. Adapun diagnosa keperawatan yang sesuai
dengan analisa data yang diperoleh yaitu : Nyeri berhubungan dengan insisi
pembedahan, resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual, resiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi
pembedahan. Hal ini sesuai dengan teori yang didapat. Diagnosa resiko tinggi
kurang volume cairan tubuh tidak diangkat karena pada saat pengamatan klien
sudah mendapatkan diet minum bebas cair II.
Setelah mengangkat diagnosa keperawatan, adapun perencanaan yang
dilakukan disesuaikan dengan diagnosa keperawatan. Dalam melakukan
implementasi keperawatan disesuaikan dengan keadaan klien pada saat perawatan
sangat kooperatif dalam menjalani terapi dan pemberian asuhan keperawatan.
Setelah melakukan evaluasi terhadap keberhasilan penerapan asuhan
keperawatan yang telah diberikan kepada klien didapatkan bahwa ada
keberhasilan dari setiap tindakan yang diberikan klien mengungkapkan secara
verbal bahwa nyeri pada luka operasi berkurang intensitas 5, mual masih ada
sedikit berkurang, balutan luka operasi kering dan tidak ada rembesan, dan tubuh
merasa membaik ditandai dengan klien dapat beraktivitas mandi di kamar mandi
dibantu oleh ibunya. Semua rencana tindakan keperawatan untuk semua diagnosa
keperawatan tetap dilanjutkan oleh perawat ruang karena keterbatasan waktu.
BAB V
KESIMPULAN

Dilihat dari kasus nyata bahwa faktor makanan sangat mempengaruhi


status kesehatan individu. Dalam kasus ini dicontohkan pola makan yang sering
mengkonsumsi cabai/sambal. Terkadang sambal dapat dijadikan sebagai alasan
untuk meningkatkan nafsu makan, akan tetapi penggunaan yang sering dengan
volume yang besar dapat menimbulkan resiko bagi kesehatan, misalnya saja
terjadinya apendiksitis ini.
Tingkat pengetahuan klien mendukung cepatnya mencari pertolongan dan
terhindar dari resiko komplikasi yang mungkin muncul. Pada saat post operasi
tingginya motivasi klien untuk cepat sembuh dapat mendukung pula proses
penyembuhannya.
Kendati tidak dapat dicegah, pemberian informasi dapat memungkinkan
untuk meningkatkan kesadaran akan kesehatan dan meningkatkan motivasi untuk
segera mencari pertolongan sehingga komplikasi dapat dihindari. Di sini peran
perawat pun sangat dibutuhkan saat pasien sembuh dan pulang sehingga pasien
dan keluarga dapat meneruskan apa yang telah dilakukan di rumah sakit. Adapun
yang dapat dilakukan di rumah adalah penyuluhan seperti: menjaga kebersihan
daerah luka operasi, jangan sampai kotor atau basa untuk mencegah terjadinya
infeksi. Selain itu pula peran serta keluarga pun sangat mendukung kesehatan
klien.
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marilynn E. (1993). Nursing Care Plans Guidelines for Planning and
Documenting Patient Care. Ahli Bahasa I Made Kariasa (2000). Rencana Asuhan
Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien. Jakarta: EGC.

Ignatavicius D. Donna. VB. Marilynn (2002). Medical Surgical Nursing: Clinical


Management for Continuity of care. Fifth Edition. Philadelphia: W.B. Saunders
Company.

Lewis, Sharon Mantik (2000). Medical Surgical Nursing: Assessment and


Management of Clinical Problems . Fifth Edition. By Mosby Inc.

Luckman and Sorensen’s (1993). Medical Surgical Nursing: A Psychophysiologic


Approach. Fourth Edition. By. W.B. Saunders Company.

Long C. Barbara (1996). Perawatan Medikal Bedah. Yayasan IAPK Padjajaran


Bandung.

Price, Sylvia Anderson (1994). Pathophysiology Clinical Concepts of Disease


Processes. Fourth Edition. Alih bahasa: Peter Anugerah (1995). Patofisiologi:
Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC.

Mansjoer Arif M. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius FKUI.


Jakarta.

Noer Sjaifoellah (1996). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. FKUI Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai