Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak merupakan seorang individu yang memiliki pola pikir dan kepribadian
yang unik berbeda dengan individu dewasa. Anak memiliki rentang perkembangan
terbilang sedari usia bayi hingga usia remaja. Berbagai kebutuhan yang diperlukan
oleh anak berbeda-beda tergantung dari usia perkembangannya. Bentuk dari
kebutuhan itu sendiri dapat berupa kebutuhan fisiologis seperti makanan dan
minuman, kegiatan aktivitas, kebutuhan eliminasi, sandang, dll, selain itu anak juga
memiliki psikologis dan spiritual yang harus terpenuhi (Jing & Ming 2019).
Anak dengan usia prasekolah merupakan usia pertumbuhan dan
perkembangan, dunianya adalah dunia bermain, dimana dibalik permainan-
permainan yang ia mainkan, otaknya dipenuhi oleh ide-ide dan kreativitas yang
mendukungnya belajar akan sesuatu yang baru. Namun saat anak dalam kondisi sakit
maka anak akan merasa terbatasi akan dunia luar akibatnya kreativitas anak akan
terganggu (Fatmawati, 2019).
Berdasarkan hasil survey yang didapatkan dapat dinyatakan bahwa anak
usia prasekolah yang harus menjalani perawatan dirumah sakit sangat tinggi. Hal itu
disebabkan pada usia tersebut kekebalan tubuh anak belum terbentuk secara
sempurna dan masih rentan terhadap penyakit. Selain itu anak dengan usia
prasekolah masih belum mampu memahami tentang tanda, gejala dan pencegahan
dari sebuah penyakit yang dapat memperburuk kondisi kesehatannya (Supartini,
2019).
Anak usia prasekolah yaitu anak-anak dibawah usia rentang 3-6 tahun,
dimana pada tahap ini anak akan senang mengekspor segala sesuatu sehingga sangat
aktif dalam berkegiatan. Para ahli menggolongkan usia anak prasekolah sebagai
tahap usia yang sangat rentang terhadap infeksi penyakit. Salah satu penyakit yang
sering diderita oleh anak adalah infeksi yang diakibatkan oleh virus Dengue atau
Dengue Hemorragic Fever (Wowor, 2017).
Demam dengue atau biasa disebut dengan berdarah adalah penyakit yang
disebabkan oleh infeksi yang berasal dari virus dengue. Dengue yaitu suatu infeksi
Arbovirus (Arttropod Born Virus) yang diangkut dan ditularkan melalui Aedes
Aegypti atau Aedes Aebopictus. Nyamuk ini hidup didaerah tropis dan berkembang
biak pada air yang menggenang (Sezanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2018).
Dengue Hemorragic Fever (DHF) merupakan infeksi yang disebabkan oleh
vektor virus dengue dengan manifestasi demam naik turun nyeri otot dan atau nyeri
pada sendi disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan ditesis
hemoragik. Pada DHF terjadi pembesaran plasma yang ditandai dengan peningkatan
hematokrit atau penumpukan cairan dirongga tubuh (Kusuma, 2017).
Di Indonesia pertama kali terjadi kasus DBD (Demam Berdarah Dengue)
pada tahun 1968 tepatnya di Surabaya sebanyak 58 oranng terinfeksi dan 24
diantaranya meninggal dunia. Sejak saat itu angka kesakitan DBD rata – rata di
Indonesia terus meningkat, pada tahun 2014 sebanyak 71.668 kasus, sedangkan pada
tahun 2018 sebanyak 11.000 kasus. Data terbaru didapatkan tahun 2020 jumlah kasus
DBD yaitu sebanyak 95.893 kasus dengan kematian sebanyak 661 orang,
berdasarkan rata-rata penderita usia anak <1 tahun - 14 tahun sebanyak 51,8 %
(Kemenkes, 2020).
Berdasarkan data yang didapatkan oleh Kemenkes RI terjadi peningkatan
jumlah kasus DBD, data yang diperoleh hingga 14 Juni 2021 total kasus DBD di
Indonesia mencapai 16.320 kasus. Jumlah ini meningkat sebanyak 6.417 kasus jika
dibandingkan dengan kasus DBD pada bulan Mei tanggal 30 yaitu sebanyak 9.903
kasus. Data ini diikuti pula dengan jumlah kematian akibat DBD yang meningkat
dari 98 kasus pada akhir Mei 2021 menjadi 147 kasus pada 14 Juni 2021.
Provinsi Jawa Barat menjadi Provinsi yang menempati urutan pertama di
Indonesia dengan kasus DBD tertinggi pada tahun 2021, terlapor pada Juni 2021.
Kasus DBD terbanyak di Jawa Barat terdapat di Kota Bekasi dengan jumlah 796
kasus. Jumlah kasus DBD di Kabupaten Cirebon sendiri menurut Kasi Pencegahan
dan Pengendalian Penyakit P2P Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon, tercatat hingga
akhir Mei 2021 sebanyak 331 dengan jumlah kematian 3 orang, sedangkan pada
tahun 2020 mencapai 880 kasus dengan angka kematian 15 orang.
Peningkatan dan penurunan jumlah kasus DBD dipengaruhi oleh faktor
host, lingkungan, demografi dan perilaku hidup bersih dan sehat yang diterapkan ole
masyarakat. Maksud dari faktor host diatas adalah rentannya dya tahan tubuh dan
respon imun yang dimiliki oleh individu, sedangkan untuk lingkungan yaitu kondisi
geografis (ketinggian dari permukaan laut, curah hujan, angina, kelembapan, dan
musim). Faktor demografi juga turut mempengaruhi tergantung dari tingkat
kepadatan penduduk, mobilitas, perilaku, adat istiadat disuatuu daerah, dan juga
faktor dari peerilaku hidup bersih dan sehat yang dilakukan oleh individu dan
keluarga. (Saragi, 2018).
Kematian penderita DHF sebagian disebabkan karena terlambatnya
penanganan yang dapat mengakibatkan Dengue Shock Syndrome (DSS). Pasien
dengan DSS mengalami hipovolemia atau defisit volume cairan yaitu suatu kondisi
dimana jumlah darah dan cairan dalam tubuh berkurang secara drastis menyebabkan
permeabilitas pembuluh darah kapiler terganggu, dalam keadaan lebih lanjut dapat
menimbulkan kerusakan jaringan hingga mengakibatkan kematian (Pare, dkk, 2020).
Penyakit demam berdarah dapat mengancam kehidupan, jumlah trombosit
yang rendah secara mendadakadalah salah satu gejala utama dari DHF. Angka
trombosit dibawah normal yaitu 150.000 diperlukan perawatan intens untuk
memulihkan kadar trombosit dengan segera. Virus dengue menyerang sistem
kekebalan tubuh dan sistem organ. Hal ini menyebabkan bayi dan orang tua sangat
rentan meninggal karena demam berdarah menyerang mereka yang mempunyai fisik
lemah (Dwi, 2019).
Menurut Penelitian Asri dkk dalam “ Community Social Capital on
Fighting Dengue Fever in Suburban Surabaya” (2017), faktor perilaku berupa
pengetahuan, sikap dan tindakan, mempunyai peran penting dalam penyebaran DHF,
selain dari faktor lingkungan dan vektor atau keberadaan jentik nyamuk. Perilaku
masyarakat dalam penularan DHF didukung oleh pengetahuan, sikap, tindakan yang
benar sehingga dapat diterapkan dengan tepat dikehidupan sehari-hari. Namun pada
kenyataannya masih banyak dari masyarakat yang beranggapan bahwa nyamuk
Aedes Aegypti hanya ada dan berkembang biak di lingkungan yang terlihat kumuh
dan pencegahan demam berdarah hanya dapat dilakukan dengan cara pengasapan
atau fogging. Padahal pemerintah telah lama memberikan program Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) yaitu dengan 3M plus.
Program 3M adalah serangkaian tindakan pencegahan penyebaran dan
perkembangbiakan nyamuk khusunya Aedes Aegypti, rangkaian kegiatannya adalah
1) Menguras tempat penampungan air; 2) Menutup tempat penampungan air; 3)
Mengubur barang bekas. Sedangkan tindakan plusnya yaitu, menaburkan bubuk
larvasida pada tempat penampungan air, menggunakan obat nyamuk atau anti
nyamuk, menggunakan kelambu saat tidur, memelihara ikan pemakan jentik
nyamuk, menanam tanaman pengusir nyamuk, mengatur pencahayaan dan ventilasi
dalam rumah, menghindari kebiasaan menggantung baju. Melalui gerakan 3M plus
ini, diharapkan penemuan dini kasus DHF dan pengobatan segera dapat terlaksana,
yang merupakan bagian dari tatalaksana kasus fasilitas pelayanan kesehatan tingkat
pertama dan lanjutan, serta pelaksanaan surveinlans vektor Aedes Aegypti untuk
memantau dinamika vektor dan mengantisipasi dan mencegah peningkatan polpulasi
Aedes Aegypti (Kemenkes RI, 2018).
Peran perawat dalam kasus DHF sendiri adalah memberikan asuhan
keperawatan secara menyeluruh bagi penderita, dimulai dari tindakam promotif
seperti memeberikan penyuluhan kesehatan dimasyarakat mengenai proses penyakit
DHF dan cara penanggulangannya, tindakan preventif seperti cara pencegaha DHF
dengan merubah kebiasaan sehari-hari melalui gerakan 3M plus, dan tindakan kuratif
yaitu memberikan perawatan secara cepat dan tanggap terhadap penderita DHF
dengan tujuan memulihkan dan menceah terjadinya komplikasi, serta tindakan
rehabilitatif yaitu pemulihan kesehatan pasien DHF dan mencegah penularan DHF
kepada individu lain (Siragi, 2018).
Berdasarkan uraian yang sudah dipaparkan diatas, maka peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian melalui Study Literature Review mengenai
“Penatalaksanaan Asuhan Keperawatan Pada Klien Anak Dengan Dengue
Hemoraggic Fever“.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum :
Tujuan umum yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
mendeskripsikan Asuhan Keperawatan pada Klien Anak dengan Dengue
Hemorragic Fever.
2. Tujuan Khusus
a. Memaparkan hasil pengkajian pada kasus Dengue Hemorragic Fever
berdasarkan kebutuhan dasar manusia.
b. Memaparkan hasil analisa data pada kasus Dengue Hemorragic Fever
berdasarkan kebutuhan dasar manusia.
c. Memaparkan hasil implementasi keperawatan pada kasus Dengue
Hemorragic Fever berdasarkan kebutuhan dasar manusia.
d. Memaparkan hasil evaluasi keperawatan pada kasus Dengue Hemorragic
Fever berdasarkan kebutuhan dasar manusia.
e. Memaparkan hasil analisis inovasi keperawatan (sebelum dan sesudah
diberikan asuhan keperawatan) pada kasus Dengue Hemorragic Fever
berdasarkan kebutuhan dasar manusia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Medis
1. Pengertian Dengue Hemorragic Fever
Penyakit Demam Berdarah Dengue atau Dengue Hemorragic Fever
adalah salah satu penyakit infeksi dengan proses perjalanan penyakitnya yang
relative cepat dan dapat mengakibatkan kematian jika tidak ditangani dengan
segera (Kemenkes RI, 2016).
Demam berdarah dengue adalah demam berat yang dapat menyebabkan
kematian penderitanya, suatu infeksi yang ditularkan melalui gigitan nyamuk
Aedes Aegypti ditandai oleh permeabilitas kapiler, kelainan hemostasis dan
sindrom syok pada kasus lebih lanjut. Penyakit ini dapat menyerang anak dan
orang dewasa sehingga penyakit ini dapat berkembang menjadi kasus kejadian
luar biasa (KLB) atau wabah pada suatu daerah wilayah (Nelson, 2017).
Dengue Hemorragic Fever adalah penyakit demam akut yang disebabkan
oleh empat serotipe virus dan genus flavivirus, virus RNA dari keluarga
flaviviradea. Infeksi ini ditandai dengan demam mendadak tanpa sebab disertai
gejala lain seperti kelemahan, nafsu makan berkurang, mual dan muntah, nyeri
pada anggota tubuh dan sendi, sakit kepala dan perut. Selanjutnya pada hari
kedua atau ketiga timbul bentuk perdarahan, seperti perdarahan dibawah kulit,
perdarahan gusi, epitaksis, sampai perdarahan yang hebat berupa muntah darah
akibat perdarahan pada lambung, melena hingga hematuria massif (Dwi, 2019).
Dengue Hemorragic Fever merupakan penyakit infeksi yang berpotensi
kejadian luar biasa (KLB) atau wabah karena penyebarannya yang cepat oleh
vektor nyamuk Aedes Aegypti. Penyakit ini biasa menyerang sebagian besar
anak usia <15 tahun, namun mugngkin juga menyerang orang dewasa (Dinkes,
2018).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
Demam Berdarah Dengue atau Dengue Hemorragic Fever adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh gigitan vektor berupa nyamuk Aedes Aegypti.
Gejala umum yang paling umum dialami penderitanya adalah demam tinggi,
masalah pencernaan, nyeri otot dan sendi, perdarahan hingga kehilangan
volume cairan tubuh. Jika tidak ditangani dengan serius maka penyait ini dapat
mengakibatkan kematian. Penyebaran yang cepat dari vektor berpontensi
menyebabkan kejadian luar biasa (KLB) atau wabah pada suatu daerah.

Gambar 2.1 Nyamuk Aedes Aegypti

2. Etiologi
Dengue hemorrhagic fever (DHF) disebabkan oleh virus dengue yang
dibawa oleh nyamuk Aedes Aegypti yang termasuk kelompok B Arthropod
Borne Virus (Arboviroses) atau yang dikenal sebagai flavivirus, famili
flaviviridae, dan memiliki 4 jenis serotipe yaitu; DEN-1,DEN-2,DEN-3, dan
DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan menyebabkan antibodi terhadap serotipe
tersebut, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain akan
berkurang, sehingga tidak mampu memberikan perlindungan yang cukup dan
memadai terhadap serotipe lain. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang
dianggap paling dominan karena banyak menunjukkan manifestasi klinis yang
berat, tetapi akhir-akhir ini peneliti menyebutkan DEN-2 juga dapat dominan
(Wijaya, 2017).
Demam berdarah dengue disebabkan oleh gigitan nyamuk aedes aegypti
yang memiliki virus dengue. Pada saat nyamuk aedes aegypti mengigit tubuh,
maka virus akan masuk dan menyebar kedalam tubuh dengan cepat. Setelah
masa inkubasi 3-15 hari penderita biasanya akan mengalami demam tinggi
selama 3 hari berturut-turut (Fitri, 2019).
Infeksi pada salah satu serotipe menyebabkan timbulnya antibodi untuk
seumur hidup terhadap serotipe tersebut, tetapi hal tersebut akan mengakibatkan
antibodi terhadap serotipe lain tidak memadai sehingga tidak mampu memberika
perlindungan terhadap tubuh. Virus dengue ini terutama ditularkan melalui
vektor nyamuk aedes aegypti, namun dalam beberapa penelitian dijelaskan juga
bahwa nyamuk albopictus, aedes polynesianis dan beberapa jenis lain kurang
berperan tapi mampu menginfeksi. Jenis nyamuk tersebut terdapat dihampir
seluruh daerah yang ada di Indonesia kecuali di ketinggian lebih dari 1000m
diatas permukaan laut (Ambarwati, 2018).

3. Manifestasi
Manifestasi klinis pada penderita dengue hemorrhagic fever menurut
Kusuma (2016) adalah sebagai berikut :
a. Demam dengue
Demam dengue merupakan demam akut yang terjadi selama 2-7 hari dengan
tanda-tanda yaitu ;
1) Nyeri kepala
2) Nyeri retro orbital
3) Myalgia atau arthralgia
4) Ruam kulit
5) Perdarahan seperti petekie
6) Leukopnea
7) Pemeriksaan serologi dengue positif atau dikenal dengan DD/DBD yang
sudah terkonfirmasi waktu dan tempat
b. Demam berdarah dengue
Berdasarkan kriteria yang di diagnosis oleh WHO (2016) diagnosa DHF
dapat ditegakkan apabila semua tanda dibawah ini terpenuhi :
1) Demam atau riwayat demam akut antara 2-7 hari, biasanya bersifat
bifastik
2) Manifestasi perdarahan berupa;
- Uji tourniquet positif
- Petekie, ekimosis, atau purpura
- Perdarahan mukosa (epitaksis, perarahan gusi), saluran cerna
- Hematemesis atau melena
Trombositopenia <100.00/ul
- Kebocoran plasma yang ditandai dengan peningkatan nilai
hematokrit >20% dari nilai baku sesuai umur dan jenis kelamin,
serta penurunan hematokrit >20% setelah pebeerian cairan yang
adekuat
- Tanda kebocoran plasma ; hipoproteinemi, asites, efusi pleura

c. Syndrome Syok
Seluruh kriteria yang sudah disebutkan diatas disertai dengan tanda
kegagalan sirkulasi yaitu ;
1) Penurunan kesadaran, gelisah
2) Nadi cepat atau lemah
3) Hipotensi
4) Perfusi perifer menurun
5) Kulit dingin atau lembab
4. Pathway
Gigitan nyamuk Aedes Aegypti
Kurang Defisiensi
Informasi Pengetahuan
Virus Dengue masuk ke tubuh
- Ansietas pd
Bagan 2.1 pathway DHF
anak
Sumber : SDKI DPP PPNI 2017 Terbentuk kompleks virus antibodi Stress
MRS - Ansietas pd
hospitalisasi orang tua

Breath Blood Virus masuk ke Brain Bladder Bowel Bone


pembuluh darah
Mengaktifkan Agregasi Aktivasi Aktivasi
C3 & C5 Aktivasi Kebocoran plasma
sistem trombosit Menstimulasi sel Pelepasan C3 & C5 C3 & C5 (ke ekstravaskuler)
komplemensi host inflamasi neutransmitter
(mikrofag,neutrofil)
Permeabilitas
Aktivasi C3 Melepas ADP dinding pemb Permeabilitas Hepato
dan C5 darah dinding splenomegali O2, nutris tdk
Memproduksi Beriktan dg terpenuhi
pemb darah
endogenus pirogen reseptor nyeri
Trombosis mengalami Kehilangan (IL-1,IL-6) Mendesak
Permeabilitas plasma
kerusakan metafosis lambung
dinding darah Kehilangan Metabolisme
pemb darah Produksi Impuls nyeri
plasma darah
prostaglandin dan masuk ke
Trombositopenia Kebocoran neurotransmitter Thalamus HCL SGOT,SGPT

Kebocoran plasma plasma (ke


(ke ekstravaskuler) ekstravaskuler Kebocoran plasma
Resiko ) Meningkatkan Ggn. Rasa (ke ekstravaskuler) Mual, muntah Lemah, pusing,
perdarahan thermostant pada nyaman ggn nafsu nadi, nafas cepat
Syok pusat termoregulator nyeri makan
Penumpukan
cairan pleura Syok
Penurunan O2 dlm Demam
jaringan Nutrisi kurang Intoleransi
dari kebutuhan aktivitas
Ggn. Pola nafas Ketidakefektifan tubuh
Resiko ggn. perfusi
perfusi ginjal
perifer Hipertermi
Resiko ggn fungsi hati
5. Penatalaksanaan
Dasar penatalaksanaan medis yang dibutuhkan oleh penderita DHF
adalah pengganti cairan yang hilang sebagai akibat dari kerusakan dinding
kapiler yang menyebabkan permeabilitas meningkat sehingga terjadi kebocoran
plasma, selain itu perlu juga pemantauan suhu karena memungkinkan adanya
gangguan termoregulitas (Rampengan, 2017). Penatalaksanaan DHF yaitu dibagi
kedalam beberapa keadaan sebagai berikut :
a. Penatalaksanaan DHF tanpa Syok
Penatalaksanaan disesuaikan dengan gambaran klinis maupun fase, dan
untuk derajat I dan II menunjukkan bahwa anak menunjukkan anak penderita
DHF tanpa syok, sedangkan pada derajat III dan IV maka anak mengalami
DHF disertai dengan syok. Tatalaksana untuk anak penderita DHF yang
dirawat dirumah sakit meliputi :
1) Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air sirup,
susu untuk mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma,
demam muntah, dan diare.
2) Berikan parasetamol jika anak demam, jangan berikan asetosal atau
ibuprofen karena dapat merangsang terjadinya perdarahan.
3) Berikan infus sesuai kebutuhan dehidrasi sedang :
- Berikan hanya larutan isotonic seperti ringer laktat atau setat
- Pantau tanda vital dan diuresis setiap jamserta periksa hasil
laboratorium (hematokrit, trombosit, leukosit, dan hemoglobin)
tiap 6 jam
- Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik
maka
- Turunkan jumlah cairan secara berthap sampai keadaan stabil.
Cairan intravena biasanya hanya memerlukan 24-48 jam
sejak kebocoran pembuluh darah kapiler spontan setelah
pemberian cairan
4) Apabila terjadi perburukan klinis maka berikan tatalaksana sesuai
dengan tata laksana syok terkompensasi.
b. Penatalaksanaan DHF dengan Syok
Penatalaksanaan DHF menurut WHO (2016) meliputi :
1) Perlakukan seperti gawat darurat berikan oksigen 2-4 L/menit dengan
nasal
2) Berikan 2o ml/kg larutan kristaloid seperti ringer laktat/asetat
secepatnya
3) Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid
20 ml/kgBB secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan
pemberian koloid 10-20 ml/kgBB/jam maksimal 30 ml/kgBB/24 jam
4) Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin
menurun pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi, maka
berikan transfusi darah atau komponen
5) Jika terjadi perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer
mulai membaik, tekanan nadi membaik), maka jumlah cairan
dikurangi hingga 10 ml/kgBB dalam 2-4 jam dan secara bertahap
turunkan 4-6 jam sesuai kondisi laboratorium
6) Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36-48
jam. Perlu diperhatikan banyak kematian terjadi karena pemberian
yang terllau sedikit.

B. Konsep Dasar Masalah Keperawatan


C. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Teori
D. Kerangka Konsep

Anda mungkin juga menyukai