Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN

DIAGNOSIS KEPERAWATAN HALUSINASI

Tanggal 15 November – 20 November 2021

Oleh:

Mukhlis Zainun Ahmad Kumbara, S.Kep


NIM. 2030913310068

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN

DIAGNOSIS KEPERAWATAN HALUSINASI

Tanggal 15 November – 20 november 2021

Oleh:

Mukhlis Zainun Ahmad Kumbara, S.kep


NIM. 2030913310068

Banjarbaru, November 2021


Mengetahui,

Perseptor Akademik Perseptor Klinik

Dhian Ririn Lestari, S.Kep.,Ns.,M.Kep Fifi Juwarsih, S.Kep., Ns


NIP. 19801215 200812 2 003 NIP. 19841123 200803 2 003
HALUSINASI

A. Pengertian
Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa adanya rangsangan.
Klien merasa melihat, mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap
meskipun tidak ada sesuatu rangsang yang tertuju pada kelima indera
tersebut (Izzudin, 2005). Kesimpulannya bahwa halusinasi adalah persepsi
klien melalui panca indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau
rangsangan yang nyata.
B. Etiologi
Etiologi halusinasi antara lain (Suliswati, 2005) :
1. Faktor predisposisi
a. Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya
kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu
mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilangnya kepercayaan diri dan
lebih rentan terhadap stress.
b. Faktor sosiokultural
Seseorang yang tidak diterima oleh lingkungannya sejak bayi akan
merasa disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada
lingkungannya.
c. Faktor biokimia
Stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan
dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenikneuro kimia
seperti Buffofenon dan Dimetytranferse (DMP). Akibat stress
berkepanjangan menyebabkan terakitvasinya neurotransmitter otak.
Misalnya tejadi ketidakseimbangana cetylcholin dan dopamin.
d. Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggungjawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh
pada ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang  tepat
demi masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan
lari dari alam nyata menuju alam hayal.
e. Faktor genetik dan pola asuh
Anak sehat yang di asuh oleh orang tua yang mengalami gangguan
jiwa cenderung mengalami gangguan jiwa dan factor keluarga
menunjukan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
2. Faktor presipitasi
a. Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti
kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga
delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan dalam waktu lama.
b. Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat
diatasi merupakan  penyebab  halusinasi  terjadi. Isi dari  halusinasi
dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan.
c. Dimensi intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan
halusinasi akan memperlihatkan penurunan fungsi ego seseorang
yang pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego itu sendiri
untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal
yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh
perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku klien
d. Dimensi sosial
Dalam dimensi social ini klien mengalami gangguan interaksi sosial
dan menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat
membahayakan.
e. Dimensi spiritual
Secara spiritual klien dengan halusinasi dimulai dengan kehampaan
hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya keinginan untuk
beribadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk menyucikan
diri.
. Jenis-Jenis Halusinasi
Berikut adalah jenis-jenis halusisnasi yaitu (Yosep, 2007) : 
1. Halusinasi Pendengaran (Auditif, Akustik)
Paling sering dijumpai dapat berupa bunyi mendering atau suara bising
yang tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering terdengar sebagai sebuah
kata atau kalimat yang bermakna. Biasanya suara tersebut ditujukan
kepada penderita sehingga tidak jarang penderita bertengkar atau
berdebat dengan suara-suara tersebut.
2. Halusinasi Penglihatan (Visual, Optik) 
Lebihseringterjadi pada keadaan delirium (penyakit organik). Biasanya
sering muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran, menimbulkan
rasa takut akibat gambaran-gambaran yang mengerikan
3. Halusinasi Pengciuman (Olfaktorik)
Halusinasi ini biasanya berupa mencium sesuatu bau tertentu dan
dirasakan tidak enak, melambangkan rasa bersalah pada penderita. Bau
dilambangkan sebagai pengalaman yang dianggap penderita sebagai
kombinasi moral
4. Halusinasi Pengecapan (Gustatorik)
Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi
penciuman. Penderita merasa mengecap sesuatu.
5. Halusinasi Perabaan (Taktil)
Merasa diraba, disentuh, ditiup atau seperti ada ulat yang bergerak di
bawahkulit.
6. Halusinasi Seksual (halusinasi raba)
Penderita merasa diraba dan diperkosa sering pada skizofrenia dengan
waham kebesaran terutama mengenai organ-organ.
7. Halusinasi kinesthetik
Penderita merasa badannya bergerak-gerak dalam suatu ruang atau
anggota badannya bergerak-gerak. Misalnya “phantom phenomenom”
atau tungkai yang diamputasi selalu bergerak-gerak (phantom limb).
8. Halusinasi visceral
Timbulnya perasaan tertentu di dalam tubuhnya
 Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa pribadinya
sudah tidak seperti biasanya lagi serta tidaksesuai dengan kenyataan
yang ada.
 Direalisasi adalah suatu perasaan aneh tentang lingkungannya yang
tidak sesuai dengan kenyataan. Misalnya perasaan segala sesuatu
yang dialaminya seperti impian.
E. Fase Halusinasi
Halusinasi yang dialami oleh klien, bisa berbeda intensitasnya dan
keparahannya. Stuart dan Laraia (2001) membagi fase halusinasi dalam 4
fase berdasarkan tingkat ansietasnya yang dialami dan kemampuan klien
mengendalikan dirinya. Semakin berat fase halusinasinya, klien semakin
berat mengalami ansietas dan makin dikendalikan oleh halusinasinya.
TAHAP KARAKTERISTIK PERILAKU
Fase 1 : Comforting : Klien mengalami perasaan mendalam a.  Tersenyum atau tertawa yang
Ansietas Sedang : Memberi seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah, tidak sesuai
rasa nyaman tingkat ansietas takut, dan mencoba untuk berfokus pada b. Menggerakkan bibir tanpa
sedang secara umum pikiran menyenangkan untuk meredakan suara. 
halusinasi merupakan suatu ansietas. Individu mengenali bahwa c. Pergerakan mata yang cepat. 
kesenangan. pikiran-pikiran dan pengalaman sensori d. Respon verbal yang lambat
berada dalam kendali kesadaran jika jika sedang asyik. 
ansietas dapat ditangani. e.  Diam dan asyik sendiri. 

Fase II : Condemning : Pengalaman sensori menjijikkan dan a. Meningkatnya tanda-tanda


Ansietas Berat: Halusinasi menakutkan. Klien mulai lepas kendali system syaraf otonom akibat
menjadi menjijikkan. dan mungkin mencoba untuk mengambil ansietas otonom akibat
Menyalahkan, tingkat jarak dirinya dengan sumber yang ansietas seperti peningkatan
kecemasan berat secara dipersepsikan. Klien mungkin denyutjantung, pernafasan,
umum halusinasi mengalami dipermalukan oleh dan tekanan darah. 
menyebabkan rasa antipati pengalaman sensori dan menarik diri dari b.   Rentang perhatian
orang lain.  menyempit. 
c.  Asyik dengan pengalaman
sensori dan kehilangan
kemampuan membedakan   
halusinasi dan realita. 
Fase III : Controlling : Klien berhenti menghentikan perlawanan a. Kemauan yang dikendalikan
Ansietas berat : Pengalaman terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi akan lebih diikuti.
sensori menjadi berkuasa. halusinasi tersebut. Isi halusinasi b. Kesukaran berhubungan
Mengontrol tingkat menjadi menarik. Klien mungkin dengan orang lain.
kecemasan berat mengalami pengalaman kesepian jika c. Rentang perhatian hanya
pengalaman sensori tidak sensori halusinasi beberapa detik atau menit.
dapat ditolak lagi. berhenti.  d. Adanya tanda-tanda fisik
ansietas berat : berkeringat,
tremor, tidak mampu
mematuhi perintah.

Fase IV : Conquering : pengalaman sensori menjadi mengancam a. Perilaku terror akibat panik.
Panik Umumnya menjadi jika klien mengikuti perintah halusinasi. b. Potensi kuat suicide  (bunuh
melebur dalam halusinasi. Halusinasi berakhir dari beberapa jam diri) atau homicide
Kecemasan panik secara atau hari jika tidak ada intervensi (membunuh orang lain)
umumdiatur dan terapeutik. c. Aktivitas fisik merefleksikan
dipengaruhi oleh waham   isi halusinasi seperti perilaku
kekerasan, agitasi, menarik
diri, atau katatonia.
d. Tidak mampu berespon
terhadap perintah yang
kompleks.
e. Tidak mampuberes ponlebih
dari satu orang.

F. Rentang Respon Halusinasi (Kusumawati dan Hartono. 2010)


Adatif Mal adatif

- Pikiran logis - Kadang-kadang - Waham


- Persepsi akurat proses piker - Halusinasi
- Emosi konsisten terganggu (distorsi - Sulit berespons
dengan pengalaman pikiran - Perilaku
- Perilaku sesuai - Ilusi disorganisasi
- Hubungan social - Menarik diri - Isolasi sosial
harmonis - Reaksi emosi
berlebihan
- Perilaku tidak biasa

G. Konsep Dasar AsuhanKeperawatan


1. Pengkajian
a.    Alasan masuk RS
Umumnya klien halusinasi di bawa ke rumah sakit karena keluarga merasa
tidak mampu merawat, terganggu karena perilaku klien dan hal lain, gejala
yang dinampakkan di rumah sehingga klien dibawa ke rumah sakit untuk
mendapatkan perawatan.
b.    Faktor prediposisi
1)   Faktor perkembangan terlambat
·      Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan rasa aman.
·      Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi.
·      Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan
2)    Faktor komunikasi dalam keluarga
·      Komunikasi peran ganda
·      Tidak ada komunikasi
·      Tidak ada kehangatan
·      Komunikasi dengan emosi berlebihan
·      Komunikasi tertutup
·      Orangtu yang membandingkan anak-anaknya, orangtua yang otoritas dan
konflik dalam keluarga
3)   Faktor sosial budaya
Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan
lingkungan yang terlalu tinggi.
4)   Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal
diri tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran,
gambaran diri negatif dan koping destruktif.
5)    Faktor biologis
Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran vertikel,
perubahan besar dan bentuk sel korteks dan limbik.
6)     Faktor genetik
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui kromoson
tertentu. Namun demikian kromoson yang keberapa yang menjadi faktor
penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian.
Diduga letak gen skizofrenia adalah kromoson nomor enam, dengan
kontribusi genetik tambahan nomor 4,8,5 dan 22. Anak kembar identik
memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah
satunya mengalami skizofrenia, sementara jika di zygote peluangnya
sebesar 15 %, seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami
skizofrenia berpeluang 15% mengalami skizofrenia, sementara bila
kedua orang tuanya skizofrenia maka peluangnya menjadi 35 %.
c.    Faktor presipitasi
Faktor –faktor pencetus respon neurobiologis meliputi:
1)   Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang menerima dan
memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
2)   Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu (mekanisme
penerimaan abnormal).
3)   Adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak
berguna, putus asa dan tidak berdaya.
Menurut Stuart (2007), pemicu gejala respon neurobiologis maladaptif adalah
kesehatan, lingkungan dan perilaku.
1)    Kesehatan
Nutrisi dan tidur kurang, ketidakseimbangan irama sikardian, kelelahan dan
infeksi, obat-obatan sistem syaraf pusat, kurangnya latihan dan hambatan
untuk menjangkau pelayanan kesehatan.
2)    Lingkungan
Lingkungan sekitar yang memusuhi, masalah dalam rumah tangga,
kehilangan kebebasab hidup dalam melaksanakan pola aktivitas sehari-hari,
sukar dala, berhubungan dengan orang lain, isolasi sosial, kurangnya
dukungan sosialm tekanan kerja, dan ketidakmampuan mendapat pekerjaan.
3)    Sikap
Merasa tidak mampu, putus asam merasa gagal, merasa punya kekuatan
berlebihan, merasa malang, rendahnya kemampuan sosialisasi,
ketidakadekuatan pengobatan dan penanganan gejala.
4)    Perilaku
Respon perilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan,
rasa tidak aman, gelisah, bingung, perilaku merusak, kurang perhatian, tidak
mampu mengambil keputusan, bicara sendiri. Perilaku klien yang mengalami
halusinasi sangat tergantung pada jenis halusinasinya. Apabila perawat
mengidentifikasi adannya tanda-tanda dan perilaku halusinasi maka
pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui jenis
halusinasinya saja. Validasi informasi tentang halusinasi yang iperlukan
meliputi :
·      Isi halusinasi
Menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang dikatakan.
·      Waktu dan frekuensi
Kapan pengalaman halusianasi munculm berapa kali sehari.
·      Situasi pencetus halusinasi
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi
muncul. Perawat bisa mengobservasi apa yang dialami klien menjelang
munculnya halusinasi untuk memvalidasi pertanyaan klien.
·      Respon klien
Sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien. Bisa dikaji dengan apa
yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalamana halusinasi. Apakah
klien bisa mengontrol stimulus halusinasinya atau sebaliknya.
d.    Pemeriksaan fisik
Yang dikajiadalahtanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan dan
tekanandarah), berat badan, tinggi badan sertakeluhanfisik yang
dirasakanklien.
1)      Status mental
·      Penampilan  :  tidak rapi, tidak serasi
·      Pembicaraan : terorganisir/berbelit-belit
·      Aktivitas motorik : meningkat/menurun
·      Afek : sesuai/maladaprif
·      Persepsi : ketidakmampuan menginterpretasikan stimulus yang ada
sesuai dengan nformasi
·      Proses pikir : proses informasi yang diterima tidak berfungsi dengan baik
dan dapat mempengaruhi proses pikir
·      Isi pikir : berisikan keyakinan berdasarkan penilaian realistis
·      Tingkat kesadaran
·      Kemampuan konsentrasi dan berhitung
2)        Mekanisme koping
·      Regresi : malas beraktifitas sehari-hari
·      Proyeksi : perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk mengalihkan
tanggungjawab kepada orang lain.
·      Menarik diri : mempercayai oranglain dan asyik dengan stimulus internal
3)   Masalah psikososial dan lingkungan: masalah berkenaan dengan ekonomi,
pekerjaan, pendidikan dan perumahan atau pemukiman.

2. Pohon Masalah
Resiko perilaku kekerasan (Akibat)

Gangguan persepsi sensori: Halusinasi (Masalah)

Isolasi sosial (Penyebab)

3. Diagnosis Keperawatan
a. Gangguan persepsi sensori: Halusinasi
b. Isolasi sosial: menarik diri
c. Resiko perilaku kekerasan

4. Rencana Tindakan Keperawatan

SP PASIEN SP KELUARGA
Membina hubungan saling percaya
Strategi Pelaksanaan 1 Strategi Pelaksanaan 1
1. Identifikasi halusinasi : dengan 1. Diskusikan masalah yang dirasakan
mendiskusikan isi, frekuensi, waktu keluarga dalam merawatpasien
terjadi situasi pencetus, perasaan dan 2. Jelaskan pengertian, tanda dan gejala
respon serta proses terjadinya halusinasi
2. Jelaskan cara mengontrol halusinasi : (gunakan booklet)
hardik, obat, bercakap-cakap, 3. Jelaskan cara merawat pasien dengan
melakukan kegiatan. halusinasi.
3. Latih cara mengontrol halusinasi 4. Latih cara merawat halusinasi : hardik
dengan menghardik 5. Anjurkan membantu pasiensesuai
4. Masukan pada jadwal kegiatan untuk jadwal dan beri pujian.
latihan menghardik.
Strategi Pelaksanaan 2 Strategi Pelaksanaan 2
1. Evaluasikegiatan menghardik. Beri 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam
pujian merawat / melatih pasien menghardik
2. Latih cara mengontrol halusinasi beri pujian
dengan obat(jelaskan 8 benar obat, 2. Jelaskan 8 benar cara memberikan obat
jenis, guna, dosis, frekuensi, 3. Latih cara memberikan/ membimbing
kontinuitas minum obat, kadaluarsa minum obat
dan dokumentasi) 4. Anjurkan membantu pasien sesuai
3. Jelaskan pentingnya penggunaan obat jadwal dan beri pujian
pada gangguan jiwa
4. Jelaskan akibat jika obat tidak
diminum sesuai program
5. Jelaskan akibat putu sobat
6. Jelaskan cara berobat
7. Masukan pada jadwal kegiatan untuk
latihan menghardik dan beri pujian.
Strategi Pelaksanaan 3 Strategi Pelaksanaan 3
1. Evaluasi kegiatan latihan menghardik 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam
dan obat. Beri pujian. merawat/ melatih pasien dalam
2. Latih cara mengontrol halusinasi menghardik dan memberikan obat. Beri
dengan bercakap-cakap ketika pujian
halusinasi muncul 2. Jelaskan cara bercakap-cakap dan
3. Masukan pada jadwal kegiatan untuk melakukan kegiatan untuk mengontrol
latihan menghardik, minum obat, dan halusinasi
bercakap-cakap. 3. Latih dan sediakan waktu untuk
bercakap-cakap dengan pasien
terutama saat halusinasi
4. Anjurkan membantu pasien sesuai
jadwal dan berikan pujian.
Strategi Pelaksanaan 4 Strategi Pelaksanaan 4
1. Evaluasi kegiatan latihan menghardik, 1. Evaluasi kegoatan keluarga merawat/
penggunaan obat dan bercakap-cakap. melatih pasien menghardik,
Beri pujian memberikan obat dan bercakap-cakap.
2. Latih cara mengontrol halusinasi Beri pujian
dengan melakukan kegiatan harian 2. Jelaskan follow up ke RSJ/ PKM,
(mulai 2 kegiatan) tanda kambuh, rujukan.
3. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk 3. Anjurkan membantu pasien sesuai
latihan menghardik, minum obat, jadwal. Beri pujian.
bercakap-cakap dan kegiatan harian.
Strategi Pelaksanaan 5 Strategi Pelaksanaan 5
1. Evaluasi kegiatan latihan menghardik, 1. Evaluasi kegiatan keluarga dala
minum obat, bercakap-cakap, dan merawat/ melatih pasien menghardik,
melakukan kegiatan harian. Beri pujian minum obat, bercakap-cakap, kegiatan
2. Latih kegiatan harian harian dan follow up. Beri pujian
3. Nilai kemampuan yang telah mandiri 2. Nilai kemampuan keluarga merawat
4. Nilai apakah halusinasi terkontrol pasien
3. Nilai kemampuan keluarga melakukan
kontrol ke RSJ/ PKM

DAFTAR PUSTAKA

Izzudin, 2005. Buku Pedoman Jiwa Teori dan Tindakan Keperawatan


Halusinasi, Airlangga University Press.
Suliswati, dkk. 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta
: EGC.
Damaiyanti, M. Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT
Refika Aditama
Iyus, Yosep. 2007. Keperawatan Jiwa, Edisi 1. Jakarta : Refika Aditama
Stuart, GW, Laraia, M.T., 2001, Principle and Practice of Pshychiatric
Nursing, Edisi 7, Mosby, Philadelpia
Stuart, G. W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa .Edisi 5. Jakarta. EGC.
Kusumawati dan Hartono. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta :
Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai