Anda di halaman 1dari 8

HAKIKAT IBADAH

A. Konsep ibadah
Ibadah menurut Bahasa berasal dari kata ‫ فهو‬،ً‫عبُود َّية‬
ُ ‫ ِعبادة ً و‬،‫ع َبدَ َيعبُد‬
‫عا ِبد‬ artinya adalah beribadah, menyembah, mengabdi dan memuja1. ً ‫ِعبادة‬
َّ ‫)ال‬, tunduk(‫)الخضوع‬, hina (‫ )الذُّ ُل‬dan pengabdian (‫ )التّنسُّك‬. Adapun
berarti taat (‫طاعة‬
definisi ‘ibadah menurut Ibnu Taimiyah adalah:

‫الص ََلة‬
َّ َ‫ ف‬.‫اه َرة‬ِ َّ‫اطنَة والظ‬ ِ ‫حُِيبه هللا ويرضاه من ْاْلَقْوال واْلعمال الْب‬
‫اسم َجامع لكل َما‬ ِ َ ‫الْعِب‬
َ َ َ ْ ‫ادة ه َي‬ َ ‫ح‬
ِ ِ
‫اْلَديث َوأ ََداء ْاْل ََمانَة وبر ال َْوالدين وصلَة ْاْل َْر َحام َوال َْوفَاء‬
‫الزَكاة َوالصيَام َواْلْج َوصدق‬ ِ
َّ ‫َو‬
‫ْجار واليتيم‬ ِْ ‫ني َو‬ ِِ ِ ‫ابلعهود و ْاْلَمر ِابلْمعر‬
َّ ‫ْهاد لل‬
َ ‫سان لل‬ َ ‫اْل ْح‬ َ ‫ْكفار َوال حْمنَافق‬
‫َّهي‬ْ ‫وف َوالن‬ ‫َ ْح‬ َ ‫َعن ال حْمنكر َواْل‬
َ
‫ُّعاء َوالذكر َوال ِْق َراءَة وأمثال ذَلِك من‬ َ ‫من ْاْل َد ِميني والبهائم َوالد‬
‫السبيل واململوك‬ِ َّ ‫واملسكني َوابْن‬
2.‫الْعِبادة‬
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Beliau rahimahullah mengatakan, “Ibadah ََ
adalah suatu istilah yang mencakup segala sesuatu yang dicintai Allah dan
diridhai-Nya, baik berupa perkataan maupun perbuatan, yang tersembunyi
(batin) maupun yang nampak (lahir). Maka shalat, zakat, puasa, haji,
berbicara jujur, menunaikan amanah, berbakti kepada kedua orang tua,
menyambung tali kekerabatan, menepati janji, memerintahkan yang ma’ruf,
melarang dari yang munkar, berjihad melawan orang-orang kafir dan
munafiq, berbuat baik kepada tetangga, anak yatim, orang miskin, ibnu sabil
(orang yang kehabisan bekal di perjalanan), berbuat baik kepada orang atau
hewan yang dijadikan sebagai pekerja, memanjatkan do’a, berdzikir,
membaca Al Qur’an dan lain sebagainya adalah termasuk bagian dari ibadah.

Begitu pula rasa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, takut kepada Allah,
inabah (kembali taat) kepada-Nya, memurnikan agama (amal ketaatan) hanya
untuk-Nya, bersabar terhadap keputusan (takdir)-Nya, bersyukur atas nikmat-
nikmat-Nya, merasa ridha terhadap qadha/takdir-Nya, tawakal kepada-Nya,
mengharapkan rahmat (kasih sayang)- Nya, merasa takut dari siksa-Nya dan

1
Kamus Arab Indonesia
2
44 ‫العبودية‬, ‫ابن تيمية‬
lain sebagainya itu semua juga termasuk bagian dari ibadah kepada Allah.” (Al
‘Ubudiyah, cet. Maktabah Darul Balagh hal. 6).
Definisi ibadah menurut Muhammadiyah adalah:
ِ ‫التّقرب الي هللا بامتِثَا ِل ا َ َوامِ ِر ِه واجْ تِنَا‬
‫ب نَ َوا ِه ْي ِه َوا ْلعَ َم ِل ِب َما اَ ِذنَ ِبهَ الشَا ِرع‬
“Mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan melaksanakan segala perintah-
Nya dan menjauhi segala larangan-Nya serta mengamalkan apa saja yang
diperkenankan oleh-Nya.”
Syeikh Muhammad Abduh: Bentuk ketundukan dan ketaatan yang mencapai
puncaknya akibat rasa keagungan dalam jiwa seseorang terhadap siapa ia
mengabdi . Juga merupakan dampak dari keyakinan, bahwa pengabdian itu
tertuju kepada yang memiliki kekuasaan yang tidak terjangkau arti hakikatnya.
Definisi ibadah menurut Ulama Fiqih, yaitu:
‫مااديت ابتغا’ لوجه هللا وطلبا لثوا به فى اال خرة‬
“Apa yang dikerjakan untuk mendapatkan keridhaan Allah SWT dan
mengharapkan pahala-Nya di Akhirat”
B. Ibadah mahdhah dan ghairu mahdhah
Ibadah merupakan suatu bentuk ketaatan dan ketundukan hamba kepada
sang Pencipta karena Allah yang telah menciptakan dan memberikan banyak
hal kepada kita manusia. Maka sepatutnyalah kita bersyukur dengan bentuk
ibadah. Ada sebagian yang menanyakan perkara ibadah yang seharusnya tidak
ditanyakan, misalnya mengapa kalau kita batal (kentut) disuruh untuk
berwudhu, bukan membasuh/memebersihkan tempat keluarnya? Mengapa kita
shalat dengan rakaat 2,3 atau 4? Dan seterusnya. Kemudian ada lagi yang
menanyakan hal yang sepele, misalnya jika kita ingin mencontoh Rasulullah
apakah harus berpakaian gamis, jika pergi haji apakah harus dengan kendaraan
onta dan sebagainya.
Oleh karena itu perlu kiranya memahami prinsip dalam ibadah mahdhah
dan mana ibadah ghairu mahdhah. Dengan memahami prinsip-prinsip tersebut
kita bisa membedakan manakah ibadah mahdhah dan mana yang ghairu
mahdhah.
Jadi jika ditinjau dari ruang lingkupnya, ibadah dibagi menjadi dua bagian
1. Ibadah khashshah (ibadah khusus), yaitu ibadah yang ketentuannya telah
ditetapkan oleh nash, seperti thaharah, shalat, zakat dan semacamnya.
Adapun prinsip dalam menjalankan ibadah Mahdhah adalah:
a. Adanya dalil yang memerintahkannya (al Qur’an dan Hadis maqbulan)
b. Polanya sesuai contoh Rasulullah
c. Sifatnya Supra Rasional ( di atas jangkauan akal fikiran) wilayah wahyu
d. Asasnya adalah ketaatan dan kepatuhan
2. Ibadah ‘ammah (ibadah umum), yaitu semua perbuatan baik yang dilakukan
dengan niat karena Allah swt semata, misalnya: berdakwah, melakukan
amar ma’ruf nahi munkar di berbagai bidang, menuntut ilmu, bekerja,
rekreasi dan lain-lain yang semuanya itu diniatkan semata-mata karena
Allah dan ingin mendekatkan diri kepada-Nya. 3
Prinsip dalam menjalankan ibadah ghairu mahdhah:
a. Allah dan Rasul-Nya tidak melarang
b. Tidak harus mengacu kepada Rasulullah
c. Bersifat Rasional (akal fikiran mengetahui baik buruknya
Ciri Ibadah Ghairu Mahdhah
a. Porosnya Ikhlas
b. Tujuannya mendapat Ridha Allah
c. Garis amalannya adalah Amal shaleh
C. Fungsi dan hikmah ibadah
1. Ada tiga aspek tujuan ibadah dalam Islam.
a. Pertama mewujudkan hubungan antara hamba dengan Tuhannya.
Mewujudkan hubungan antara manusia dengan Tuhannya dapat
dilakukan melalui muqorobah yaitu sikap merasa selalu dalam
pengawasan Allah SWT, dan khudlu yaitu sikap tunduk kepada Allah
SWT. Orang yang beriman dirinya akan selalu merasa diawasi oleh
Allah. Ia akan selalu berupaya menyesuaikan segala perilakunya dengan
ketentuan Allah SWT. Dengan sikap itu seseorang muslim tidak akan
melupakan kewajibannya untuk beribadah, bertaubat, serta

3
Yunahar Ilyas. Kuliah Fiqih Ibadah, (Yogyakarta: LPPI UMY2015). hal. 50
menyandarkan segala kebutuhannya pada pertolongan Allah SWT.
Demikianlah ikrar seorang muslim seperti tertera dalam Al'Quran hanya
kepadamulah kami menyembah dan hanya kepada-Mu lah kami
memohon pertolongan. Atas landasan itulah manusia akan terbebas dari
penghambaan terhadap manusia, harta benda dan hawa nafsu.
b. Kedua mendidik mental dan menjadikan manusia ingat akan
kewajibannya terhadap diri sendiri dan memperkokoh rasa solidaritas
dengan sesame manusia lainnya. Dengan sikap ini, setiap manusia tidak
akan lupa bahwa dia adalah anggota masyarakat yang mempunyai hak
dan kewajiban untuk menerima dan memberi nasihat. Oleh karena itu,
banyak ayat Al'Quran ketika berbicara tentang fungsi ibadah
menyebutkan juga dampaknya terhadap kehidupan pribadi dan
masyarakat. Contohnya ketika Al-Quran berbicara tentang shalat, ia
menjelaskan fungsinya:
“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji
dan mungkar.” (Al-Ankabut :45)
Dalam ayat ini Al’Quran menjelaskan bahwa fungsi sholat adalah
mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Perbuatan keji dan mungkar
adalah suatu perbuatan merugikan diri sendiri dan orang lain. Maka
dengan sholat diharapakan manusia dapat mencegah dirinya dari
perbuatan yang merugikan tersebut. Ketika Al'Quran berbicara tentang
zakat, Al'Quran juga menjelaskan fungsinya. Ambillah zakat dari
sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa
kamu itu menjadi ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Al'Attaubah103) Zakat berfungsi
untuk membersihkan mereka yang berzakat dari ke kikiran dan
kecintaan yang berlebih-lebihan terhadap harta benda. Sifat kikir adalah
sifat buruk yang anti kemanusiaan. Orang kikir tidak akan disukai
masyarakat tentunya. Zakat juga akan menyuburkan sifat-sifat kebaikan
dalam hati pemberinya dan memperkembangkan harta benda mereka.
Orang yang mengeluarkan zakat hatinya akan tentram karena ia akan
dicintai masyarakat. Dan hartanya pun akan berkembang karena dapat
perlindungan dari mereka. Dan masih banyak ibadah-ibadah lain yang
tujuannya tidak hanya baik bagi diri pelakunya tetapi juga membawa
dapak sosial yang baik bagi masyarakatnya. Karena itu Allah tidak akan
menerima semua bentuk ibadah, kecuali ibadah tersebut membawa
kebaikan bagi dirinya dan orang lain. Dalam hal ini Nabi saw bersabda:
“Barangsiapa yang sholatnya tidak mencegah dirinya dari perbuatan keji
dan munkar, maka dia hanya akan bertambah jauh dari Allah.”
(HR.Thabrani)
c. Ketiga melatih diri untuk berdisiplin, adalah suatu kenyataan bahwa
segala bentuk ibadah menuntut kita untuk berdisiplin. Kenyataan itu
dapat dilihat dengan jelas dalam pelaksanaan sholat mulai dari wudhu,
ketentuan waktunya, berdiri, ruku, sujud dan aturan-aturan lainnya,
mengajarkan kita untuk berdisiplin. Apabila kita menganiaya sesama
muslim, menyakiti manusia baik dengan perkataan maupun perbuatan,
tidak mau membantu kesulitan sesame manusia, menumpuk harta dan
tidak menyalurkannya kepada yang berhak. Tidak mau melakukan amar
ma’ruf nahi mungkar, maka ibadahnya tidak bermanfaat dan tidak bisa
menyelamatkannya dari siksa Allah SWT.4
2. Hikmah Ibadah
a. Adanya ketenangan bati
b. Dapat memperkokoh iman
c. Adanya pembentukan kepribadian
d. Dapat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar
e. Dapat menjaga kesehatan jasmaniah dan dengan sendirinya akan
membawa efek pula pada kesehatan rohaniah atau kesehatan mental jiwa
seseorang
f. Dapat mempererat tali persaudaraan

4
https://www.academia.edu/17263711/fungsi_ibadah. 1-2
g. Dapat mendidik manusia untuk membersihkan jiwanya dari sifat kikir, tamak,
somobong, dan angkuh karena kekayaannya
h. Dapat menumbuhkan rasa kasih sayang dan peduli terhadap sesama muslim
i. Sebagai latihan untuk mengendalikan nafsu dan menahan keinginan-keinginan
untuk melakukan perbuatan yang dilarang Allah SWT.5

D. Makna spiritual ibadah bagi kehidupan sosial


Diantara makna ibadah mahdah adalah memiliki dimensi sosial, dalam
arti Ibadah mahdah sebagai hubungannya dengan Allah (habluminallah)
memiliki konteks sosial (habluminannas). Jika kita perhatikan perintah-perintah
ibadah, maka sebagai wujud ketaatan kepada Allah akan melahirkan kebaikan-
kebaikan yang bersifat sosial. Sebagai contoh berikut ini:
1. Allah memerintahkan shalat yang memiliki fungi mencegah perbuatan keji
dan mungkar. Allah swt berfirman:
dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-
perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat)
adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah
mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Sesungguhnya shalat mencakup dua hal: meninggalkan berbagai


kekejian dan kemungkaran, di mana menjaganya (shalat) dapat membawa
sikap meninggalkan hal-hal tersebut. Seseungguhnya shalat memiliki tiga
pokok. Setiap shalat yang tidak memiliki salah satu dari tiga pokok itu,
maka hal itu bukanlah shalat; ikhlas, khasy-yah (rasa takut, dan mengingat
Allah. Ikhlas memerintahkannya kepada yang ma’ruf. Khasy-yah
mencegahnya dari yang mungkar dan mengingat Allah adalah Al-Qur’an
yang memerintah dan melarangnya. 6

5
Dkk, Aminuddin. 2005. Pendidikan Agama Islam Untuk Perguru an Tinggi Umum Bogor:
Ghalia Indonesia. 111-125

6
Abdullah bin Muhammad bin Abdullah bin Ishak Alu Syaikh. 2012. Terjemah Tafsir Ibnu Katsir .
(JakartaKPustaka Imam Syafi’i)hal 138
Begitu pula ibadah dzikir yang dilakukan Rasulullah pada saat uzalah
(menyendiri di gua Tsur) adalah karena Rasulullah ingin mendapatkan
solusi kepada Allah mengenai kehidupan sosial masyarakat Mekkah yang
sudah melampaui batas. Rasulullah beruzlah untuk kembali lagi ke
masyarakat (sosial).
2. Ibadah Puasa merupakan ibadah yang memiliki dimensi spiritual dan
dimensi social.
Ketika bulan Ramadhan nampak bagi para Soimun berlomba-lomba
dalam kebaikan, baik itu kebaikan yang berhubungan dengan Allah atau
dengan manusia, misalnya memberikan makanan untuk berbuka (ifthor).
Pada bulan Ramadhan orang yang berpuasa akan meningkatkan rasa empati
yang tinggi kepada kaum du’afa, fakir miskin, anak yatim dan orang-orang
yang membutuhkan. Jika orang berpuasa kita diajak untuk berkelahi, maka
Rasulullah meminta agar kita menahan diri.
Namun ada di antara kaum muslimin yang melakukan puasa, dia
tidaklah mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan dahaga saja yang
menghinggapi tenggorokannya. Inilah yang disabdakan oleh Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam yang jujur lagi membawa berita yang benar,
ِِ ِ ِ ِ ‫ب‬
‫ش‬ َ ‫صائ ٍم َحظُّهح م ْن صيَامه اْلحْوعح َو‬
‫العطَ ح‬ َ َّ ‫حر‬
“Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari
puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga.” (HR. Ath Thobroniy
dalam Al Kabir dan sanadnya tidak mengapa. Syaikh Al Albani dalam
Shohih At Targib wa At Tarhib no. 1084 mengatakan bahwa hadits ini
shohih ligoirihi –yaitu shohih dilihat dari jalur lainnya).

3. Orang yang dikatakan mendustakaan agama memiliki ciri menghardik anak


yatim, tidak memberi makan kepada orang miskin dan tidak mau menolong
dengan barang-barang yang berguna (lihat surat Al Ma’un).
Kita lihat bagaimana pemikiran KH Ahmad Dahlan mendalami surat
Al-Ma’un yang didalamya menceritakan tentang kategori orang yang
mendustakan agama. Apabila seorang mukmin tidak ingin disebut sebagai
orang yang mendustakan agama, maka ia harus melakukan perubahan sosial
dengan medirikan panti asuhan yang bisa menampung anak-anak Yatim,
memberi makan kepada fakir miskin, meguatkan aspek keikhlasan dalam
beribadah tanpa ada niat ria sedikitpun membiasakan untuk membagikan
sebagia hartanya bagi kepentingan umat islam.
Surat Al-Ma’un yang selalu diajarkan oleh Kyai Dahlan kepada para
muridnya tersebut mengandung pesan-pesan sosial dan tauhid. Pertama,
orang yang tidak memiliki naluri kemanusiaan dengan tidak memperhatikan
anak yatim dan orang miskin termasuk dalam kategori orang yang
mendustakan agama. Kedua, setiap ibadah mahdoh, seperti solat, memiliki
pesan sosial yang cukup jelas. Dengan perkataan lain, solat mejadi tidak
berfaedah ketika mengabaikan dimensi sosial. Ketiga, dalam perbuatan
kebijakan tidak perlu diketahui oleh orang lain. Dengan kata lain, setiap
amal soleh tidak boleh dibarengi dengan ria. Keempat, memberi
pertolongan kepada orang lain merupakan anjuran agama yang perlu
diperhatikan.7

7
Syarifuddin jurdin Elite Muhammadiyah da kekuasaan politik, studi tetang tingkah laku politik
elite global muhammadiyah sesudah orde baru. (Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press, 2004)
hlm.,56.

Anda mungkin juga menyukai