ANTIBIOTIKA
OBAT YANG MENGHAMBAT SINTESA DINDING SEL
Oleh:
UNIVERSITAS UDAYANA
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala rahmat_Nya sehingga
paper berjudul " Antibiotika ‘Obat yang Menghambat Sintesa Dinding Sel’ " ini dapat tersusun
hingga selesai. Tidak lupa penulisan juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari
pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya.
Tulisan ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Farmakologi Veteriner, Fakultas
Kedokteran Hewan, Universitas Udayana. Dan harapan semoga tulisan ini dapat menambah
pengetahuan bagi para pembaca. Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Hormat
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Antibiotik adalah zat-zat kimiawi yang dihasilkan oleh mikroorganisme seperti bakteri
dan jamur yang mempunyai kemampuan dalam larutan encer untuk menghambat pertumbuhan
atau membunuh mikroorganisme lain. Biasanya bahan ini dapat membunuh bakteri
(bakterisidal) atau menghambat pertumbuhan bakteri (bakteriostatik) atau mikroorganisme
lain. Pada umumnya, tubuh berhasil mengeliminasi bakteri tersebut dengan respon imun yang
dimiliki, tetapi bila bakteri berkembang biak lebih cepat daripada aktivitas respon imun
tersebut maka akan terjadi penyakit infeksi yang disertai dengan tanda-tanda inflamasi. Terapi
yang tepat harus mampu mencegah berkembang biaknya bakteri lebih lanjut tanpa
membahayakan host. Antibiotik sebagai obat untuk menanggulangi penyakit infeksi,
penggunaannya harus rasional, tepat dan aman. Penggunaan antibiotic yang tidak rasional akan
menimbulkan dampak negatif, seperti terjadinya kekebalan mikroorganisme terhadap beberapa
antibiotik, meningkatnya efek samping obat dan bahkan berdampak kematian (Pratiwi, 2017).
Beberapa antibiotik bersifat aktif terhadap lebih dari satu spesies bakteri baik gram
negative maupun gram positif serta jamur yaitu berspektrum luas sedangkan antibiotik lain
bersifat lebih spesifik terhadap spesies bakteri tertentu yaitu berspektrum sempit. Terdapat dua
tipe antibiotik , yaitu antibiotik yang bersifat bakteriostatik dengan aktivitas menghambat
perkembangan bakteri dan memungkinkan sistem kekebalan inangnya mengambil alih sel
bakteri yang dihambat, contohnya tetrasiklin. Tipe kedua ialah antibiotik yang bersifat
bakterisidal yang dapat membunuh bakteri dengan cara menghambat pembentukan dinding sel
dan bersifat toksik pada sel bakteri, contohnya penisilin (Pratiwi, 2017). Antibiotik dapat
diklasifikasikan berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu sebagai berikut:
1. Inhibitor sintesis dinding sel bakteri yang memiliki efek bakterisidal dengan cara
memecah enzim dinding sel dan menghambat enzim dalam sintesis dinding sel.
2. Inhibitor sintesis protein bakteri memiliki efek bakterisidal atau bakteriostatik dengan cara
menganggu sintesis protein tanpa mengganggu sel-sel normal dan menghambat tahap-
tahap sintesis protein.
3. Mengubah permeabilitas membran sel dan memiliki efek bakteriostatik dengan cara
menghilangkan permeabilitas membran oleh karena hilangnya substansi seluler sehingga
menyebabkan sel menjadi lisis.
4. Menghambat sintesa folat, dan mengganggu sintesis DNA (Pratiwi, 2017)
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan paper Farmakologi Veteriner dengan judul ‘Antibiotika ‘Obat yang
Menghambat Sintesa Dinding Sel’’ adalah sebagai berikut:
1. Untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen pengampuh materi ‘Antibiotika’
mata kuliah Farmakologi Veteriner.
2. Untuk mengetahui jenis-jenis antibiotik yang berperan sebagai inhibitor sintesis dinding
sel bakteri.
3. Untuk mengetahui mekanisme antibiotik yang berperan sebagai inhibitor sintesis
dinding sel bakteri.
Gambar 1. Dinding sel bakteri Gram positif dan Gram negatif dan masuknya antibiotik
melalui porin pada dinding bakteri Gram negatif (Mekanise Timbulnya Resistensi Antibiotik pada
Infeksi Bakteri. Oleh: Sudigdoadi, 2015)
Contoh antibiotik sebagai inhibitor sintesis dinding sel bakteri adalah antibiotik golongan β-
laktam yaitu penisilin, sefalosporin, karbapenem, monobaktam, dan inhibitor β -laktamase.
yang bersifat inhibitor selektif terhadap sintesis dinding sel bakteri, bekerja aktif pada bakteri
yang dalam fase pertumbuhan. Tahap awal pada kerja antibiotik ini dimulai dari pengikatan
obat pada reseptor sel bakteri yaitu pada protein pengikat penisilin (PBPs=Penicillin-binding
proteins). Setelah obat melekat pada satu atau lebih reseptor maka reaksi transpeptidasi akan
dihambat dan selanjutnya sintesis peptidoglikan akan dihambat. Tahap berikutnya adalah
inaktivasi serta hilangnya inhibitor enzim-enzim autolitik pada dinding sel. Akibatnya adalah
aktivasi enzim-enzim litik yang akan menyebabkan lisis bakteri (Sudigdoadi, 2015). Penghambat
lain sintesis dinding sel pada bakteri adalah Vancomycin, Teicoplanin, Fosfomycin, bacitracin,
Cycloserine.
3
Gambar 2. Struktur Kimia Penisilin
(Sumber: Produksi Penisilin oleh Penicillium Chrysogenum
dengan Penambahan Fenilalanin. Oleh: Tanuwijaya 2015)
Ket: 1. Gugus rantai samping; 2. Cincin β-laktam;
3. Cincin thiazolidin
Benzylpenillin (Penicillin G) sangat peka terhadap bakteri gram positif, coccus gram
negative, dan bakteri anaerob penghasil non- β-laktam (Yuana, 2016). Namun
memiliki potensi rendah terhadap mikroorganisme gram negatif.
Phenoxymethylpenicillin (Penisillin V)
Phenoxymethylpenicillin (Penisillin V) sama seperti Benzylpenillin, yaitu sangat
peka terhadap bakteri gram positif, coccus gram negative, dan bakteri anaerob
penghasil non- β-laktam (Yuana, 2016). Pemakaian antibiotik jenis ini cocok
diberikan secara oral karena tergolong stabil pada pH asam. Absorbsi
Phenoxymethylpenicillin (Penisillin V) relatif lambat.
B. Aktivitas Antimikroba
Potensi penisilin dinyatakan dalam dua jenis satuan. Untuk penisilin G biasanya
digunakan satuan aktivitas biologic yang dibandingkan terhadap suatu standar, dan
dinyatakan dalam Internasional Unit (IU). Satu miligram natrium-penisilin G murni adalah
ekivalen dengan 1667 IU atau 1 IU = 0,6 µg. Satuan potensi penisilin lainnya pada umumnya
dinyatakan dalam satuan berat.
C. Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja penisillin yaitu membunuh sel bakteri dengan penghambatan sintesis
dinding sel bakteri, penisilin menghambat pembentukan mukopeptida yang diperlukan
untuk sintesis dinding sel mikroba. Penisilin akan menghasilkan efek bakterisid terhadap
mikroba yang sensitive.
Mekanisme kerja antibiotika β-laktam yaitu obat bergabung dengan penicillin-binding
protein (PBPs) pada kuman. Sehingga terjadi hambatan sintesis dinding sel kuman karena
proses transpeptidasi antar rantai peptidoglikan terganggu, kemudian terjadi aktivasi enzim
proteolitik pada dinding sel. Di antara semua penisilin, penisilin G mempunyai aktivitas
terbaik terhadap kuman Gram-positif yang sensitif. Kelompok ampisilin, walaupun
spektrum antimikrobanya luas, aktivitasnya terhadap mikroba Gram-positif tidak sekuat
penisilin G, tetapi efektif terhadap beberapa mikroba Gram-negatif dan tahan asam.
Spektrum Antimikroba Penisilin G efektif terutama terhadap mikroba Gram positif dan
beberapa mikroba Gram-negatif , di antara kokus Gram-positif, enterokokus yang terendah
sensitivitasnya. Hampir semua infeksi oleh stafilokokus disebabkan oleh kuman penghasil
penisilinase dan karena itu harus diobati dengan penisilin yang tahan penisilinase. Penisilin
V memiliki spektrum anti mikroba yang sama dengan penisilin G. Phenoxymethylpenicillin
spektrumnya lebih sempit daripada penisilin G, karena tidak efektif sama sekali terhadap
mikroba Gram-negatif. Sifat Phenoxymethylpenicillin ini juga merupakan sifat umum
penisilin isoksazolil. Secara in vitro, aktivitas dicloksacillin dan fluoxacillin melebihi
Cloxacillin dan Oxacillin, dan yang dua tersebut terakhir aktivitasnya melebihi
Phenoxymethylpenicillin. Aktivitas penisilin isoksazolil, metisilin dan nafsilin umumnya
kurang bila dibandingkan dengan penisilin G. Ampisilin berspektrum luas, tetapi
aktivitasnya terhadap kokus Gram-positif kurang daripada penisilin G.
Perbedaan amoksilin dari ampisilin, ialah efek bakterisidal yang lebih cepat. Kelompok
penisilin antipseudomonas seperti Karbenisilin efektif terhadap pseudomonas yang resisten
terhadap ampisilin. Tikarsilin memiliki sifat yang sama dengan karbenisilin, kecuali
aktivitasnya terhadap pseudomonas lebih baik. Azlosilin mempunyai daya antipseudomonas
10 kali lebih kuat daripada karbenisilin. Mezlosilin mempunyai daya antipseudomonas yang
sebanding dengan tikarsilin(Wahyu, 2017).
D. Resistensi
Penggunaan penisillin dapat menyebabkan resistensi, jenis mikroba yang tadinya
sensitif dapat menjadi resisten.
Mekanisme resistensi terhadap penisilin dapat terjadi karena beberapa hal yaitu seperti:
Pembentukan enzim betalaktamase, pada umumnya kuman Gram-positif mensekresi
betalaktamase ekstraselular dalam jumlah relatif besar. Kuman Gram-negatif hanya
sedikit mensekresi keluar betalaktamase Kebanyakan jenis betalaktamase dihasilkan
oleh kuman melalui kendali genetik oleh plasmid;
Enzim autolisin kuman tidak bekerja sehingga timbul sifat toleran kuman terhadap
obat;
Kuman tidak mempunyai dinding sel (misalnya mikoplasma);
Perubahan PBP atau obat tidak dapat mencapai PBP. (Wahyu, 2017).
E. FARMAKOKINETIK
Absobsi
Penisilin G mudah rusak dalam suasana asam (pH 2), oleh karena itu penisilin G tidak
dianjurkan untuk diberikan oral. Larutan garam Na-penisilin G absorbsi cepat dari
tempat injeksi. Untuk memperlambat absorpsinya, penisilin G dapat diberikan dalam
bentuk repositori, umpamanya penisilin G benzatin, penisilin G prokain sebagai
suspensi dalam air atau minyak. Penisilin tahan asam pada umumnya dapat
menghasilkan kadar obat yang dikehendaki dalam plasma dengan penyesuaian dosis
oral yang tidak terlalu bervariasi. Makanan dapat menghambat absorpsi tetapi beberapa
di antaranya dihambat secara tidak bermakna. Absorpsi amoksisilin di saluran cerna
jauh lebih baik daripada ampisilin dengan dosis oral yang sama, Penyerapan ampisilin
terhambat oleh adanya makanan di lambung, sedang amoksisilin tidak. Perlambatan
absorbsi diperluan untuk menjaga konsentrasi dalam plasma dan jaringan, terdapat
metode untuk memperlambat absorbs yaitu sediaan garam inorganik disuspensikan
dalam minyak, sering pada penisillin semisintetik (ampicillin dan amoxycyllin) dan
garam organik sedikit larut air seperti procaine benzylpenicillin atau benzathine
penicillin.
Distribusi
Penisilin G didistribusi luas dalam tubuh dan pengikatannya oleh protein plasma 65%,
namun tidak dapat menembus blood brain barrier, kecuali terjadi meningitis. Penisilin
G sedikit diabsorbsi via intestinal, karena instabilitas pada pH yang rendah, difusi via
membran serosa penisilin G tergolong buruk, kecuali saat terjadi inflamasi. Distribusi
Phenoxymethylpenicillin, penisilin isoksazolil dan metisilin pada umumnya sama
dengan penisilin G. Dengan dosis yang sama, kadar puncak dalam serum tertinggi
dicapai oleh diklosasilin, sedangkan kadar tertinggi obat bebas dalam serum dicapai
oleh flukloksasilin. Perbedaan nyata terlihat antara lain adalah dalam hal pengikatan
oleh protein plasma. Ampisilin juga didistribusi luas di dalam tubuh dan pengikatannya
oleh protein plasma hanya 20%. Ampisilin yang masuk ke dalam empedu mengalami
sirkulasi enterohepatik, tetapi yang diekskresi bersama tinja jumlahnya cukup tinggi.
Distribusi amoksisilin secara garis besar sama dengan ampisilin. Karbenisilin pada
umumnya memperlihatkan sifat distribusi yang sama dengan penisilin lainnya termasuk
distribusi ke dalam empedu, dan dapat mencapai CSS pada meningitis(Wahyu, 2017).
Pemilihan preparan berdasarkan beberapa hal yaitu khususnya gram positif, penisilin tahan
asam dengan pemberial secara oral, penisilin tahan penisilinase, dan farmakokinetikanya.
2.2.2. Sefalosporin
Sefalosporin mirip dengan penisilin secara kimiawi, cara kerja, dan toksisitas. Hanya
saja sefalosporin lebih stabil terhadap banyak beta-laktamase bakteri sehingga memiliki
spektrum yang lebih luas. Mekanisme kerja sefalosporin yaitu menghambat sintesis dinding
sel bakteri dengan cara yang sama seperti penisilin (Yuana 2016).
A. Klasifikasi
Sefalosporin diklasifikasikan berdasarkan generasinya, yaitu generasi I hingga IV
Sefalosporin generasi pertama
Sefalosporin generasi pertama termasuk di dalamnya sefadroxil, sefazolin, sefalexin,
sefalotin, sefafirin, dan sefradin. Obat - obat ini sangat aktif terhadap kokus gram positif
seperti pneumokokus, streptokokus viridan, dan grup streptokokus A hemolitikus dan
S. aures rentan terhadap golongan ini. Sebagian besar anaerob mulut bersifat sensitif,
tetapi kelompok B. Fragilis bersifat resisten
Sefalosporin generasi kedua
Anggota dari sefalosporin generasi kedua, antara lain: sefaklor, sefamandol, sefanisid,
sefuroxim, sefprozil, loracarbef, dan seforanid. Secara umum, obat-obat generasi kedua
memiliki spektrum antibiotik yang sama dengan generasi pertama. Hanya saja obat
generasi kedua mempunyai spektrum yang diperluas kepada bakteri gram negatif, tetapi
kurang aktif daripada sefalosporin generasi-ketiga.
Sefalosporin generasi ketiga
Obat–obat sefalosporin generasi ketiga adalah sefoperazone, sefotaxime, seftazidime,
seftizoxime, seftriaxone, sefixime, seftibuten, moxalactam, dll. Obat generasi ketiga
memiliki spektrum yang lebih diperluas kepada bakteri gram negatif dan dapat
menembus susunan saraf pusat (Yuana, 2016). Obat golongan ini kurang aktif dari
generasi-pertama melawan kokus gram-positif, tetapi jauh lebih aktif terhadap
Enterobacteriaceae, termasuk galur penghasil β- laktamase
Sefalosporin generasi keempat
Obat golongan ini adalah sefepim, memiliki spektrum aktivitas lebih luas dibandingkan
dengan generasi ketiga dan tahan terhadap hidrolisis oleh β- lactamase.
B. Penggunaan Klinik
Sefalosporin generasi pertama
Secara Orally digunakan untuk terapi infeksi tract. Urinary. Cefazolin merupakan
penetrasi jaringan yang bagus, sebagai profilaksis pada pembedahan. Cefazolin juga
digunakan sebagai alternatif antistafilikokal pada pasien alergi penicillin. Cefazolin
tidak dapat menetrasi CNS, sehingga tidak dapat digunakan untuk terapi meningitis.
Sefalosporin generasi kedua
Secara primer sefalosporin generasi kedua digunakan untuk terapi sinusitis, otitis,
infeksi tract respirasi bagian bawah, terutama yang disebabkan oleh H. influenza,
Branhamella catarrhalis. H. influenza, Branhamella catarrhalis. Karena
kemampuannya terhadap bakteri anaerob (spt. B fragilis), cefoxitin, cefotetan,
cefmetazole, sefalosporin generasi kedua juga digunakan untuk terapi infeksi anaerobic
seperti peritonitis dan diverticulitis. Hanya Cefuroxime dari Sefalosporin generasi
kedua yang dapat menembus sawar otak. Tetapi penggunaannya kurang efektif untuk
terapi meningitis dibandingkan ceftriaxone atau cefotaxime.
Sefalosporin generasi ketiga
Sefalosporin generasi ketiga biasanya digunakan untuk terapi infeksi yg serius dan
resisten terhadap obat lain. Ceftriaxone (125 mg single injeksi) dan cefixime (400 mg
single orally) digunakan sebagai the first–line therapy gonorrhea dan beberapa strain N
gonorrhoeae yang resisten terhadap penisilin. Karena Ceftriaxone dan cefixime mampu
menetrasi sawar otak, sefalosporin generasi tiga juga digunakan untuk terapi
meningitis, termasuk yang disebabkan oleh pneumococci, meningococci, H influenza,
gram negatif saluran cerna tetapi bukan Listeria monocytogenes. Penggunaannya
dianjurkan dikombinasi dengan aminoglikosida untuk terapi meningitis yang
disebabkan oleh P aeruginosa.
Ceftriaxone dan cefotaxime adalah cephalosphorin generasi ketiga yang paling aktif
terhadap pneumococci yang resisten penicillin.
Sefalosporin generasi keempat
Sefalosporin generasi keempat memiliki aktivitas yang baik terhadap P aeruginosa,
Enterobacteriaceae, S aureus dan S pneumonia. Sefalosporin generasi keempat
mempunyai aktivitas yang bagus terhadap streptococci yang resisten terhadap
penicillin, dan aktivitas yg tinggi terhadap haemophilus dan neisseria. Dan mampu
menetrasi sawar otak dengan baik.
2.2.3. Monobaktam
Monobaktam relatif resisten terhadap β-laktamase dan aktif terhadap gram negatif
(termasuk serratia dan pseudomonas). Aktivitas Monobaktam terhadap gram-positif atau
anaerob tergolong rendah. Aztreonam adalah contoh monobaktam, aktivitasnya mirip
aminoglikosida. Pasien yang alergi terhadap penicillin dapat menerima aztreonam tanpa ada
reaksi.
2.2.4. Karbapenem
Karbapenem adalah golongan β-laktam yang mempunyai spektrum yang lebih luas daripada
kebanyakan antibiotik β-laktam lainnya(Yuana,2016).
Imipenem merupakan contoh Karbapenem yang mempunyai spectrum luas terhadap
bakteri gram negatif, gram positif dan anaerob. Imipenem resisten terhadap sebagian besar β-
laktamase, tetapi tidak resisten terhadap metallo β-laktamase. Enterococcus faecium,
methicillin-resistent staphylococci, Clostridium difficile, Burkholderia cepacia dan
Stenotrophomona maltophillia adalah resisten. Imipenem diinaktivasi oleh dehidropeptidase
pada tubulus ginjal, yang menyebabkan konsentrasinya rendah pada urin. Sehingga
penggunaan kliniknya dikombinasi dengan cilastin yang merupakan inhibitor
dehidropeptidase. Efek samping umum imipenem adalah terjadi mual, muntah, diare, gatal, dan
dosis berlebih dapat menyebabkan kejang.
Meropenem merupakan contoh Karbapenem yang mirip dengan imipenem, tetapi
aktivitasnya terhadap gram negatif aerob sedikit lebih besar dibanding imipenem dan
Meropenem sedikit kurang aktif terhadap gram positif. Ertapenem merupakan contoh
Karbapenem yang berbeda dengan imipenem dan meropenem karena mempunyai t½ serum
yang lebih lama yang memungkinkan dosis sehari dan aktivitasnya lebih rendah terhadap P.
aeruginosa dan Acinetobacter spp. Aztreonam merupakan contoh Karbapenem β-laktam
monosiklik. Aztreonam resisten terhadap β laktamase yang dihasilkan oleh sebagian besar
bakteri gram negatif. Memiliki aktivitas hanya terhadap bakteri gram-negatif, tidak aktif
terhadap bakteri gram-positif dan anaerob(Yuana 2016).
2.2.5 Inhibitor β–laktamase
Inhibitor β–laktamase yaitu termasuk Clavulanic acid, Sulbactam, Tazobactam.
Antibakterial β–lactamase inhibitor sangat lemah. Inhibitor β–laktamase merupakan inhibitor
yang potensial terhadap sebagian besar β-laktamase bakteri dan melindungi penisillin dari
hidrolisis enzim ini. Inhibitor β–laktamase hanya tersedia dalam kombinasi dengan penicillin.
Ampicillin sulbactam aktif terhadap S aureus dan H influenzae, tetapi tidak aktif terhadap
serrate. Pada P aeruginosa yang resisten piperacillin, juga resisten piperacillin-tazobactam.
BAB III
KESIMPULAN
Antibiotik adalah zat-zat kimiawi yang dihasilkan oleh mikroorganisme seperti bakteri
dan jamur yang mempunyai kemampuan dalam larutan encer untuk menghambat pertumbuhan
atau membunuh mikroorganisme lain. Salah satu mekanisme kerja antibiboti adalah sebagai
inhibitor sintesis dinding sel bakteri yang memiliki efek bakterisidal dengan cara memecah
enzim dinding sel dan menghambat enzim dalam sintesis dinding sel. Tempat kerja antibiotik
pada dinding sel bakteri adalah lapisan peptidoglikan yang merupakan lapisan penting dalam
mempertahankan kehidupan bakteri dari lingkungan yang hipotonik, sehingga kerusakan atau
hilangnya lapisan ini akan menyebabkan dinding sel menjadi rapuh dan terjadi lisis sel.
Antibiotik sebagai inhibitor sintesis dinding sel bakteri adalah antibiotik golongan β-
laktam yaitu penisilin, sefalosporin, karbapenem, dan monobaktam yang bersifat inhibitor
selektif terhadap sintesis dinding sel bakteri, bekerja aktif pada bakteri yang dalam fase
pertumbuhan. Penghambat lain sintesis dinding sel pada bakteri adalah Vancomycin,
Teicoplanin, Fosfomycin, bacitracin, Cycloserine
DAFTAR PUSTAKA
Pratiwi, Rina Hidayati. 2017. Mekanisme Pertahanan Bakteri Patogen Terhadap Antibiotik.
Jurnal Pro-Life Vol. 4 (3).
Purnomo, Hari Purnomo, Intan Setyorini. 2017. Komputasional Derivat Penisilin yang Tahan
Asam dan Tahan Enzim Beta Laktamase. Majalah Farmaseutik Vol. 13 (2): 95-100
Wahyu, Fernando. 2017. Tinjauan Farmakologi Penisilin. Program Studi Dokter Spesialis
Farmakologi Klinik. Stase Ilmu Penyakit Dalam-Divisi Alergi Imunologi. Fakultas
Kedokteran. Universitas Indonesia: Jakarta.
Yuana, Derryl Agustin. 2016. Gambaran Penggunaan Antibiotik dengan Resep dan Tanpa
Resep Dokter di Beberapa Apotek di Area Jember Kota. Skripsi. Fakultas Farmasi.
Universitas Jember: Jember.
Tanuwijaya, Vania Aprilina. 2015. Produksi Penisilin oleh Penicillium chrysogenum dengan
Penambahan Fenilalanin. Skripsi. Fakultas Teknobiologi. Universitas Atma Jaya
Yogyakarta: Yogyakarta.
Sudigdoadi, Sunarjati. 2015. Mekanisme Timbulnya Resistensi Antibiotik pada Infeksi Bakteri.
Bahan Ajar Bagian Mikrobiologi. Fakultas Kedokteran. Universitas Padjadjaran:
Sumedang.
Samsuri. 2016. Antibiotics (Antibiotik yang Menghambat Sintesis Dinding Sel). Bahan Ajar
Farmakologi Veteriner. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Udayana:
Denpasar.
Wahyono, Adi. 2019. Antibiotik. https://suryahusadha.com/blog/articles/185-antibiotics.
Diakses pada Tanggal 10 Oktober 2020.