Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH

ILMU FARMOKOLOGI

OLEH:
IRWAN
NIM : 132116

STIKPER GUNUNG SARI MAKASSAR


TAHUN 2014
1

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT, atas segala nikmat, taufik, serta hidayahNya yang tiada terkira besarnya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan judul Farmokologi . Dalam penyusunannya, kami memperoleh banyak
bantuan dari berbagai pihak, karena itu kami mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya oleh semua pihak atas bantuannya.
Meskipun kami berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan
kesalahan, namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, kami mengharapkan
kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi.
Saya berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.

Watampone, September 2014

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .....................................................................................

DAFTAR ISI ....................................................................................................

ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................

A. Latar Belakang .....................................................................................

B. Rumusan Masalah ................................................................................

C. Tujuan Penulisan ..................................................................................

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................

BAB III PENUTUP ........................................................................................

33

A. Kesimpulan .........................................................................................

33

B. Saran ....................................................................................................

33

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................

34

ii

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di zaman yang serba modern ini. Banyak orang-orang menggunakan
obat-obat tanpa memperhatikan fungsi, dosis, serta efek samping dari obat
yang mereka konsumsi. Farmakologi bersaral dari kata pharmacon (obat)
dan logos (ilmu pengetahuan). Farmakologi didefinisikan sebagai ilmu yang
mempelajari obat dan cara kerjanya pada system biologis.
Farmakologi Klinik adalah ilmu farmakologi yang mempelajari
pengaruh kondisi klinis pasien terhadap efikasi obat, misalkan kondisi hamil
dan menyusui, neonates dan anak, geriatric, inefisiensi ginjal dan hepar.

B. Rumusan Masalah
Banyaknya penyalahgunaan obat-obatan yang menyebabkan berbagai
macam penyakit bahkan kematian,karena pemakaian yang tidak sesuai dengan
ajuran yang di berikan tenaga medis.

C. Tujuan Penulisan
Pembuatan makalah ini adalah untuk memperkenalkan kepada pembaca
tentang macam-macam obat dan cara penggunaannya beserta efek
sampingnya.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Antibiotik
Antibiotik adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yang
mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam
organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri. Literatur lain
mendefinisikan antibiotik sebagai substansi yang dalam konsentrasi rendah
dapat menghambat pertumbuhan dan reproduksi bakteri dan fungi.
Berdasarkan sifatnya (daya hancurnya) antibiotik dibagi menjadi dua:
1. Antibiotik yang bersifat bakterisidal, yaitu antibiotik yang bersifat
destruktif terhadap bakteri.
2. Antibiotik yang bersifat bakteriostatik, yaitu antibiotik yang bekerja
menghambat pertumbuhan atau multiplikasi bakteri.
Mekanisme kerja antibiotik dalam menghambat proses biokimia di
dalam organisme dapat dijadikan dasar untuk mengklasifikasikan antibiotik
sebagai berikut:
1. Antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel bakteri. Yang termasuk
ke dalam golongan ini adalah Beta-laktam, Penicillin, Polypeptida,
Cephalosporin, Ampicillin, Oxasilin.
a. Beta-laktam menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara berikatan
pada

enzim

DD-transpeptidase

yang

memperantarai

dinding

peptidoglikan bakteri, sehingga dengan demikian akan melemahkan


dinding sel

bakteri.

Hal

ini

mengakibatkan

sitolisis

karena

ketidakseimbangan tekanan osmotis, serta pengaktifan hidrolase dan


autolysins yang mencerna dinding peptidoglikan yang sudah terbentuk
sebelumnya. Namun Beta-laktam (dan Penicillin) hanya efektif
terhadap bakteri gram positif, sebab keberadaan membran terluar
(outer membran) yang terdapat pada bakteri gram negatif membuatnya
tak mampu menembus dinding peptidoglikan.

b. Penicillin meliputi natural Penicillin, Penicillin G dan Penicillin V,


merupakan antibiotik bakterisidal yang menghambat sintesis dinding
sel dan digunakan untuk penyakit-penyakit seperti sifilis, listeria, atau
alergi bakteri gram positif/Staphilococcus/Streptococcus. Namun
karena Penicillin merupakan jenis antibiotik pertama sehingga paling
lama digunakan telah membawa dampak resistansi bakteri terhadap
antibiotik ini. Namun demikian Penicillin tetap digunakan selain
karena harganya yang murah juga produksinya yang mudah.
c. Polypeptida meliputi Bacitracin, Polymixin B dan Vancomycin.
Ketiganya bersifat bakterisidal. Bacitracin dan Vancomycin samasama menghambat sintesis dinding sel. Bacitracin digunakan untuk
bakteri gram positif, sedangkan Vancomycin digunakan untuk bakteri
Staphilococcus dan Streptococcus. Adapun Polymixin B digunakan
untuk bakteri gram negatif.
d. Cephalosporin (masih segolongan dengan Beta-laktam) memiliki
mekanisme kerja yang hampir sama yaitu dengan menghambat sintesis
peptidoglikan dinding sel bakteri. Normalnya sintesis dinding sel ini
diperantarai oleh PBP (Penicillin Binding Protein) yang akan berikatan
dengan D-alanin-D-alanin, terutama untuk membentuk jembatan
peptidoglikan. Namun keberadaan antibiotik akan membuat PBP
berikatan dengannya sehingga sintesis dinding peptidoglikan menjadi
terhambat.
e. Ampicillin memiliki mekanisme yang sama dalam penghancuran
dinding peptidoglikan, hanya saja Ampicillin mampu berpenetrasi
kepada bakteri gram positif dan gram negatif. Hal ini disebabkan
keberadaan gugus amino pada Ampicillin, sehingga membuatnya
mampu menembus membran terluar (outer membran) pada bakteri
gram negatif.
f. Penicillin jenis lain, seperti Methicillin dan Oxacillin, merupakan
antibiotik bakterisidal yang digunakan untuk menghambat sintesis
dinding sel bakteri. Penggunaan Methicillin dan Oxacillin biasanya

untuk bakteri gram positif yang telah membentuk kekebalan


(resistansi) terhadap antibiotik dari golongan Beta-laktam.
g. Antibiotik jenis inhibitor sintesis dinding sel lain memiliki spektrum
sasaran yang lebih luas, yaitu Carbapenems, Imipenem, Meropenem.
Ketiganya bersifat bakterisidal.
2. Antibiotik yang menghambat transkripsi dan replikasi. Yang termasuk ke
dalam golongan ini adalah Quinolone, Rifampicin, Actinomycin D,
Nalidixic acid, Lincosamides, Metronidazole.
a. Quinolone merupakan antibiotik bakterisidal yang menghambat
pertumbuhan bakteri dengan cara masuk melalui porins dan
menyerang DNA girase dan topoisomerase sehingga dengan demikian
akan menghambat replikasi dan transkripsi DNA. Quinolone lazim
digunakan untuk infeksi traktus urinarius.
b. Rifampicin (Rifampin) merupakan antibiotik bakterisidal yang bekerja
dengan cara berikatan dengan -subunit dari RNA polymerase
sehingga menghambat transkripsi RNA dan pada akhirnya sintesis
protein.

Rifampicin

umumnya

menyerang

bakteri

spesies

Mycobacterum.
c. Nalidixic acid merupakan antibiotik bakterisidal yang memiliki
mekanisme kerja yang sama dengan Quinolone, namun Nalidixic acid
banyak digunakan untuk penyakit demam tipus.
d. Lincosamides merupakan antibiotik yang berikatan pada subunit 50S
dan banyak digunakan untuk bakteri gram positif, anaeroba
Pseudomemranous colitis. Contoh dari golongan Lincosamides adalah
Clindamycin.
e. Metronidazole merupakan antibiotik bakterisidal diaktifkan oleh
anaeroba dan berefek menghambat sintesis DNA.
3. Antibiotik yang menghambat sintesis protein. Yang termasuk ke dalam
golongan

ini

adalah

Macrolide,

Aminoglycoside,

Chloramphenicol, Kanamycin, Oxytetracycline.

Tetracycline,

a. Macrolide, meliputi Erythromycin dan Azithromycin, menghambat


pertumbuhan bakteri dengan cara berikatan pada subunit 50S ribosom,
sehingga dengan demikian akan menghambat translokasi peptidil
tRNA yang diperlukan untuk sintesis protein. Peristiwa ini bersifat
bakteriostatis, namun dalam konsentrasi tinggi hal ini dapat bersifat
bakteriosidal. Macrolide biasanya menumpuk pada leukosit dan akan
dihantarkan ke tempat terjadinya infeksi. Macrolide biasanya
digunakan

untuk

Diphteria,

Legionella

mycoplasma,

dan

Haemophilus.
b. Aminoglycoside meliputi Streptomycin, Neomycin, dan Gentamycin,
merupakan antibiotik bakterisidal yang berikatan dengan subunit
30S/50S sehingga menghambat sintesis protein. Namun antibiotik jenis
ini hanya berpengaruh terhadap bakteri gram negatif.
c. Tetracycline merupakan antibiotik bakteriostatis yang berikatan
dengan subunit ribosomal 16S-30S dan mencegah pengikatan
aminoasil-tRNA dari situs A pada ribosom, sehingga dengan demikian
akan menghambat translasi protein. Namun antibiotik jenis ini
memiliki efek samping yaitu menyebabkan gigi menjadi berwarna dan
dampaknya terhadap ginjal dan hati.
d. Chloramphenicol

merupakan

antibiotik

bakteriostatis

yang

menghambat sintesis protein dan biasanya digunakan pada penyakit


akibat kuman Salmonella.
4. Antibiotik yang menghambat fungsi membran sel. Contohnya antara lain
Ionimycin dan Valinomycin. Ionomycin bekerja dengan meningkatkan
kadar kalsium intrasel sehingga mengganggu kesetimbangan osmosis dan
menyebabkan kebocoran sel.
5. Antibiotik yang menghambat bersifat antimetabolit. Yang termasuk ke
dalam golongan ini adalah Sulfa atau Sulfonamide, Trimetophrim,
Azaserine.
a. Pada bakteri, Sulfonamide bekerja dengan bertindak sebagai inhibitor
kompetitif terhadap enzim dihidropteroate sintetase (DHPS). Dengan

dihambatnya enzim DHPS ini menyebabkan tidak terbentuknya asam


tetrahidrofolat bagi bakteri. Tetrahidrofolat merupakan bentuk aktif
asam folat, di mana fungsinya adalah untuk berbagai peran biologis di
antaranya dalam produksi dan pemeliharaan sel serta sintesis DNA dan
protein. Biasanya Sulfonamide digunakan untuk penyakit Neiserria
meningitis.
b. Trimetophrim juga menghambat pembentukan DNA dan protein
melalui penghambatan metabolisme, hanya mekanismenya berbeda
dari

Sulfonamide.

Trimetophrim

akan

menghambat

enzim

dihidrofolate reduktase yang seyogyanya dibutuhkan untuk mengubah


dihidrofolat (DHF) menjadi tetrahidrofolat (THF).
c. Azaserine (O-diazo-asetyl-I-serine) merupakan antibiotik yang dikenal
sebagai purin-antagonis dan analog-glutamin. Azaserin mengganggu
jalannya metabolisme bakteri dengan cara berikatan dengan situs yang
berhubungan sintesis glutamin, sehingga mengganggu pembentukan
glutamin yang merupakan salah satu asam amino dalam protein.
Yang perlu diperhatikan dalam pemberian antibiotik adalah dosis serta
jenis antibiotik yang diberikan haruslah tepat. Jika antibiotik diberikan dalam
jenis yang kurang efektif atau dosis yang tanggung maka yang terjadi adalah
bakteri tidak akan mati melainkan mengalami mutasi atau membentuk
kekebalan terhadap antibiotik tersebut.

B. Parmakodinamik
1. Pengertian Farmokodinamik
Farmakodinamik ialah subdisiplin farmakologi yang mempelajari
efek biokimiawi dan fisiologi obat, serta mekanisme kerjanya. Tujuan
mempelajari mekanisme kerja obat ialah untuk meneliti efek utama obat,
mengetahui interaksi obat dalam sel, dan mengetahui urutan peristiwa
serta spektrum efek dan respons yang terjadi. pengetahuan yang baik
mengenai hal ini merupakan dasar terapi rasional dan berguna dalam
sintesis obat baru. Farmakodinamik lebih fokus membahas dan
6

mempelajari seputar efek obat-obatan itu sendiri di dalam tubuh baik dari
segi fisiologi maupun biokimia berbagai organ tubuh serta mekanisme
kerja obat-obatan itu sendiri di dalam tubuh manusia. Farmakodinamik
juga sering disebut dengan aksi atau efek obat. Efek Obat merupakan
reaksi Fisiologis atau biokimia tubuh karena obat, misalnya suhu turun,
tekanan darah turun, kadar gula darah turun.
2. Mekanisme kerjanya
Kerja obat dapat dibagi menjadi onset (mulai kerja) merupakan
waktu yang diperlukan oleh obat untuk menimbulkan efek terapi atau efek
penyembuhan atau waktu yang diperlukan obat untuk mencapai
maksimum terap. Peak (puncak), duration (lama kerja) merupakan
lamanya obat menimbulkan efek terapi, dan waktu paruh. Mekanisme
kerja obat dipengaruhi oleh reseptor, enzim, dan hormon.
Fase farmakodinamik sendiri yang dipelajari adalah efek obat dalam
tubuh atau mempelajari pengaruh obat terhadap fisiologis tubuh.
Kebanyakan obat pada tubuh bekerja melalui salah satu dari proses
interaksi obat dengan reseptor, interaksi obat dengan enzim, dan kerja obat
non spesifik.
Interaksi obat dengan reseptor terjadi ketika obat berinteraksi dengan
bagian dari sel, ribosom, atau tempat lain yang sering disebut sebagai
reseptor. Reseptor sendiri bisa berupa protein, asam nukleat, enzim,
karbohidrat, atau lemak. Semakin banyak reseptor yang diduduki atau
bereaksi, maka efeknya akan meningkat.
Interaksi obat dengan enzim dapat terjadi jika obat atau zat kimia
berinteraksi dengan enzim pada tubuh. Obat ini bisa dengan cara mengikat
(membatasi produksi) atau memperbanyak produksi dari enzim itu sendiri.
Contohnya obat kolinergik. Obat kolinergik bekerja dengan cara mengikat
enzim asetilkolin esterase. Enzim ini sendiri bekerja dengan cara
mendegradasi asetilkolin menjadi asetil dan kolin. Jadi ketika asetilkolin
esterase dihambat, maka asetilkolin tidak akan dipecah menjadi asetil dan
kolin.

Maksud dari kerja non spesifik adalah obat tersebut bekerja dengan
cara tanpa mengikat reseptor. Contoh dari obat-obatan ini adalah Nabikarbonat yang merubah cairan pH tubuh, alkohol yang mendenaturasi
protein, dan norit yang mengikat toksin, zat racun, atau bakteri.
Obat yang berikatan dengan reseptor disebut agonis. Kalau ada obat yang
tidak sepenuhnya mengikat reseptor dinamakan dengan agonis parsial,
karena yang diikat hanya sebagian (parsial). Selain menimbulkan efek
farmakologis, ketika reseptor diduduki suatu senyawa kimia juga bisa
tidak menimbulkan efek farmakologis. zat tersebut diberinama antagonis.
Jika nantinya obat antagonis dan agonis diberikan secara bersamaan dan
obat antagonis memiliki ikatan yang lebi kuat maka dapat menghalangi
efek agonis. Antagonis sendiri ada yang kompetitif dan antagonis nonkompetitif. Disebut antagonis kompetitif ketika obat itu berikatan di
tempat yang sama dengan obat agonis.

C. Farmakokinetik
Mencakup studi tentang penyerapan dan distribusi obat , studi tentang
perubahan kimiawi obat dalam tubuh , dan studi sarana penyimpanan obat di
dalam tubuh dan penghapusannya. Farmakokinetik dapat didefinisikan sebagai
setiap proses yang dilakukan tubuh terhadap obat, yaitu absorpsi, distribusi,
metabolisme, dan ekskresi. Dalam arti sempit, farmakokinetik khususnya
mempelajari perubahan-perubahan konsentrasi dari obat dan metabolitnya da
dalam darah dan jarigan sebagai fungsi dari waktu.
Dalam fase farmakokinetik termasuk bagian proses invasi dan proses
eliminasi (evasi). Yang dimaksud dengan invasi ialah proses-proses yang
berlangsung pada pengambilan suatu bahan obat ke dalam organisme
(absorpsi, distribusi), sedangkan eliminasi merupakan proses-proses yang
menyebabkan penurunan konsentrasi obat dalam organisme (metabolisme,
ekskresi)

1. Absorpsi
Absorpsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian
ke dalam darah. Bergantunng pada cara pemberiannya, tempat pemberian
obat adalah saluran cerna ( mulut sampai dengan rectum ), kulit, paru, otot,
dan lain-lain. Yang terpenting adalah cara pemberian obat per oral, dengan
cara ini tempat absopsi utama adalah usus halus karena memiliki
permukaan absorpsi yanng sangat luas, yakni 200 m2 (panjang 280 cm,
diameter 4 cm, disertai dengan villi dan mikrovilli ). Absorpsi obat melalui
saluran cerna pada umumnya terjadi secara difusi pasif, karena itu absorpsi
mudah terjadi bila obatdalam bentuk non-ion dan mudah larut dalam
lemak. Absorpsi secara transpor aktif terjadi teutama di dalam usus halus
untuk zat-zat makanan : glokusa dan gula lain, asam amino, basa purin,
dan pirimidin, mineral, dan beberapa vitamin. Cara ini juga terjadi untuk
obat-obat yang struktur kimianya mirip struktur zat makanan tersebut.
Misalnya levodopa, metildopa, 6-merkaptopurin, dan 5-flourourasil.
Kebanyakan obat merupakan electrolit lemah, yakni asam lemah
atau basa lemah. Dalam air, elektrolit lemah ini akan terionisasi menjadi
bentuk ionnya. Untuk asam lemah, pH yang tinggi (suasana basa ) akan
meningkatkan ionisasinya dan mengurangi bentuk nonionnya. Sebaliknya
untuk basa lemah, pH yang rendah (suasana asam ) yang akan
meningkatkan ionisasinya dan mengurangi nonionnya. Hanya bentuk
nonion yang mempunyai kelarutan lemak, sehingga hanya bentuk nonion
dan bentuk ion berada dalam kesetimbangan, maka setelah bentuk nonion
diabsopsi, kesetimbangan akan bergeser kearah bentuk nonion sehingga
absorpsi akan berjalan terus sampai habis.Zat-zat makanan dan oabt0obat
yanng strukturnya mirip makanan, yang tidak dapat / sukar berdifusi pasif
memerlikan membran agar dapat dapat diabsorpsi dari saluran cerna
maupun direabsopsi dari lumen tubulus ginjal.

2. Biovaliabilitas
Konsep bioavailabilitas pertama kali diperkenalkan oleh Osser
pada tahun 1945, yaitu pada waktu Osser mempelajari absorpsi relatif
sediaan vitamin. Istilah yang dipakai pertamakali adalah availabilitas
fisiologik, yang kemudian diperluas pengertiannya dengan istilah
bioavailabilitas. Dimulai di negara Amerika Serikat, barulah pada tahun
1960 istilah bioavailabilitas masuk ke dalam arena promosi obat. Hal ini
disebabkan oleh semakin banyaknya produk obat yang sama yang
diproduksi oleh berbagai industri obat, adanya keluhan dari pasien dan
dokter di man obat yang sama memberikan efek terapeutik yang berbeda,
kemudian dengan adanya ketentuan tidak diperbolehkannya Apotek
mengganti obat yang tertulis dalam resep dengan obat merek lainnya.
Sebagai cabang ilmu yang relatif baru, ditemukan berbagai definisi
tentang bioavailabilitas dalam berbagai literatur. Bagian yang esensial
dalam konsep bioavailabilitas adalah absorpsi obat ke dalam sirkulasi
sistemik. Ada 2 unsur penting dalam absorpsi obat yang perlu
dipertimbangkan, yaitu :
1. kecepatan absorpsi obat
2. jumlah obat yang diabsorpsi
Ke dua faktor ini sangat kritis dalam memperoleh efek terapeutik
yang diinginkan dengan toksisitas yang minimal. Atas dasar kedua faktor
ini

dapat

diperkirakan

bagaimana

seharusnya

definisi

tentang

bioavailabilitas. Dua definisi berikut ini merupakan definisi yang relatif


lebih sesuai dengan kedua faktor di atas adalah :
Definisi 1: Bioavailabilitas suatu sediaan obat merupakan ukuran
kecepatan absorpsi obat dan jumlah obat tersebut yang diabsorpsi secara
utuh oleh tubuh, dan masuk ke dalam sirkulasi sistemik.
Definisi 2 : Bioavailabilitas suatu sediaan obat merupakan ukuran
kecepatan absorpsi obat dan jumlah obat tersebut yang diabsorpsi.

10

D. Obat Analgetik Dan Antipiretik


1. Antipiretik
a. Pengertian Antipiretik
Antipiretik adalah obat yang dapat menurunkan panas atau untuk obat
mengurangi suhu tubuh (suhu tubuh yang tinggi). Hanya menurunkan
temperatur tubuh saat panas dan tidak berefektif pada orang normal.
Dapat menurunkan panas karena dapat menghambat prostatglandin
pada CNS.
b. Mekanisme Kerja Obat Antipiretik
Bekerja dengan

cara

menghambat produksi

prostaglandin di

hipotalamus anterior (yang meningkat sebagai respon adanya pirogen


endogen).
c. Macam-macam obat Antipiretik
Contoh Obat Antipiretik : Parasetamol, panadol, paracetol, paraco,
praxion, primadol, santol, zacoldin, poldan mig, acetaminophen,
asetosal atau asam salisilat, salisilamida.
2. Analgetik Atau Analgesik
a. Pengertian analgetik atau analgesik
Analgetik atau analgesik, adalah obat yang digunakan untuk
mengurangi atau menghilangkan rasa sakit atau obat-obat penghilang
nyeri tanpa menghilangkan kesadaran dan akhirnya akan memberikan
rasa nyaman pada orang yang menderita.

Nyeri merupakan suatu

pengalaman sensorik dan motorik yang tidak menyenangkan,


berhubungan dengan adanya potensi kerusakan jaringan atau kondisi
yang menggambarkan kerusakan tersebut. Gejala Nyeri dapat
digambarkan sebagai rasa benda tajam yang menusuk, pusing, panas
seperti rasa terbakar, menyengat, pedih, nyeri yang merambat, rasa
nyeri yang hilang timbul dan berbeda tempat nyeri.
Obat ini digunakan untuk membantu meredakan sakit, sadar
tidak sadar kita sering mengunakannya misalnya ketika kita sakit
kepala atau sakit gigi, salah satu komponen obat yang kita minum

11

biasanya mengandung analgetik atau pereda nyeri. Pada umumnya


(sekitar 90%) analgetik mempunyai efek antipiretik.
b. Mekanisme
Menghambat sintase PGS di tempat yang sakit/trauma jaringan.
c. Karakteristik:
1) Hanya efektif untuk menyembuhkan sakit
2) Tidak ada narkotika dan tidak menimbulkan rasa senang dan
gembira
3) Tidak mempengaruhi pernapasan
4) Gunanya untuk nyeri sedang, contohnya: sakit gigi
d. Macam - macam Analgetik
Berdasarkan aksinya, obat-abat analgetik dibagi menjadi 2 golongan
yaitu :
1) Analgetik Opioid/analgetik narkotika
Analgetik opioid merupakan kelompok obat yang memiliki
sifat-sifat seperti opium atau morfin. Golongan obat ini digunakan
untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri seperti pada
fractura dan kanker. Tetap semua analgetik opioid menimbulkan
adiksi/ketergantungan.
Mekanisme kerja Analgetik Opioid
Mekanisme kerja utamanya ialah dalam menghambat enzim
sikloogsigenase dalam pembentukan prostaglandin yang dikaitkan
dengan kerja analgetiknya dan efek sampingnya. Kebanyakan
analgetik OAINS diduga bekerja diperifer . Efek analgetiknya
telah kelihatan dalam waktu satu jam setelah pemberian per-oral.
Sementara efek antiinflamasi OAINS telah tampak dalam waktu
satu-dua minggu pemberian, sedangkan efek maksimalnya timbul
berpariasi dari 1-4 minggu. Setelah pemberiannya peroral, kadar
puncaknya NSAID didalam darah dicapai dalam waktu 1-3 jam
setelah pemberian, penyerapannya umumnya tidak dipengaruhi
oleh adanya makanan. Volume distribusinya relatif kecil (< 0.2

12

L/kg) dan mempunyai ikatan dengan protein plasma yang tinggi


biasanya (>95%). Waktu paruh eliminasinya untuk golongan
derivat arylalkanot sekitar 2-5 jam, sementara waktu paruh
indometasin

sangat

berpariasi

diantara

individu

yang

menggunakannya, sedangkan piroksikam mempunyai waktu paruh


paling panjang (45 jam).
2) Contoh obat Analgetik Opioid
Alfentanil,
Codeine,

Benzonatate,

Buprenorphine,

Dextromethorphan

Butorphanol,

Dezocine,

Difenoxin,

Dihydrocodeine, Diphenoxylate, Fentanyl, Heroin Hydrocodone,


Hydromorphone,

LAAM,

Levopropoxyphene,

Levorphanol

Loperamide, Meperidine, Methadone, Morphine, Nalbuphine,


Nalmefene,

Naloxone,

Naltrexone,

Noscapine

Oxycodone,

Oxymorphone, Pentazocine, Propoxyphene, Sufentanil.


3. Obat Analgetik Non-narkotik
Obat Analgesik Non-Nakotik dalam Ilmu Farmakologi juga sering
dikenal dengan istilah Analgetik/Analgetika/Analgesik Perifer. Analgetika
perifer (non-narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat
narkotik dan tidak bekerja sentral. Penggunaan Obat Analgetik NonNarkotik

atau

Obat

Analgesik

Perifer

ini

cenderung

mampu

menghilangkan atau meringankan rasa sakit tanpa berpengaruh pada


sistem susunan saraf pusat atau bahkan hingga efek menurunkan tingkat
kesadaran. Obat Analgetik Non-Narkotik / Obat Analgesik Perifer ini juga
tidak mengakibatkan efek ketagihan pada pengguna (berbeda halnya
dengan penggunaan Obat Analgetika jenis Analgetik Narkotik). Efek
samping obat-pbat analgetik perifer : kerusakan lambung, kerusakan
darah, kerusakan hati dan ginjal, kerusakan kulit.
a. Mekanisme Kerja Obat Analgesik Non-Nakotik
Obat-obatan dalam kelompok ini memiliki target aksi pada
enzim, yaitu enzim siklooksigenase (COX). COX berperan dalam
sintesis

mediator

nyeri,

salah

13

satunya

adalah

prostaglandin.

Mekanisme umum dari analgetik jenis ini adalah mengeblok


pembentukan prostaglandin dengan jalan menginhibisi enzim COX
pada daerah yang terluka dengan demikian mengurangi pembentukan
mediator nyeri . Mekanismenya tidak berbeda dengan NSAID dan
COX-2 inhibitors. Efek samping yang paling umum dari golongan obat
ini adalah gangguan lambung usus, kerusakan darah, kerusakan hati
dan ginjal serta reaksi alergi di kulit. Efek samping biasanya
disebabkan oleh penggunaan dalam jangka waktu lama dan dosis
besar.
b. Contoh obat Analgetik Non-Narkotik
Acetaminophen, Aspirin, Celecoxib, Diclofenac, Etodolac,
Fenoprofen, Flurbiprofen Ibuprofen, Indomethacin, Ketoprofen,
Ketorolac, Meclofenamate, Mefanamic acid Nabumetone, Naproxen,
Oxaprozin, Oxyphenbutazone, Phenylbutazone, Piroxicam Rofecoxib,
Sulindac, Tolmetin.
4. Efek Samping Obat Antipiretik Dan Analgetik
a. Gangguan Saluran Cerna
Selain menimbulkan demam dan nyeri, ternyata prostaglandin
berperan melindungi saluran cerna. Senyawa ini dapat menghambat
pengeluaran asam lambung dan mengeluarkan cairan (mukus)
sehingga mengakibatkan dinding saluran cerna rentan terluka, karena
sifat asam lambung yang bisa merusak.
b. Gangguan Hati (hepar)
Obat yang dapat menimbulkan gangguan hepar adalah
parasetamol. Untuk penderita gangguan hati disarankan mengganti
dengan obat lain
c. Gangguan Ginjal
Hambatan pembentukan prostaglandin juga bisa berdampak
pada ginjal. Karena prostaglandin berperan homestasis di ginjal. Jika
pembentukan terganggu, terjadi gangguan homeostasis.

14

d. Reaksi Alergi
Penggunaan obat aspirin dapat menimbulkan raksi alergi.
Reaksi dapat berupa rinitis vasomotor, asma bronkial hingga
mengakibatkan syok.

E. Obat Anestesi
1. Definisi Anestesi Umum
Anestesi umum atau pembiusan umum adalah kondisi atau
prosedur ketika pasien menerima obat untuk amnesia, analgesia,
melumpuhkan otot, dan sedasi. Anestesi umum memungkinkan pasien
untuk menoleransi prosedur bedah yang dalam kondisi normal akan
menimbulkan sakit yang tak tertahankan, berisiko eksaserbasi fisiologis
yang ekstrim, dan menghasilkan kenangan yang tidak menyenangkan.
Anestesi umum dapat menggunakan agen intravena (injeksi) atau inhalasi,
meskipun injeksi lebih cepat yaitu memberikan hasil yang diinginkan
dalam waktu 10 hingga 20 detik.
Kombinasi dari agen anestesi yang digunakan untuk anestesi
umum membuat pasien tidak merespon rangsangan yang menyakitkan,
tidak dapat mengingat apa yang terjadi (amnesia), tidak dapat
mempertahankan proteksi jalan napas yang memadai dan/atau pernapasan
spontan

sebagai

akibat

dari

kelumpuhan

otot

dan

perubahan

kardiovaskuler.
2. Definisi Anestesi Lokal
Anestesi

lokal

adalah

teknik

untuk

menghilangkan

atau

mengurangi sensasi di bagian tubuh tertentu. Hal ini memungkinkan


pasien untuk menjalani prosedur pembedahan dan gigi tanpa rasa sakit
yang mengganggu.
Ada kalangan medis yang membatasi istilah anestesi lokal hanya
untuk pembiusan di bagian kecil tubuh seperti gigi atau area kulit. Mereka
menggunakan istilah anestesi regional untuk pembiusan bagian yang lebih

15

besar dari tubuh seperti kaki atau lengan. Namun, banyak juga yang
menyebut anestesi lokal untuk anestesi apa pun selain yang menimbulkan
ketidaksadaran umum (anestesi umum).
3. Taraf taraf narkosa
Anestetika umum dapat menekan SSP secara bertingkat dan
berturut-turut menghentikan aktifitas bagiannya. Ada 4 taraf narkosa,
yakni:
a. Analgesia: kesadaran berkurang, rasa nyeri hilang, dan terjadinya
euforia (rasa nyaman) yang disertai impian yang mirip halusinasi. Eter
dan nitrogenmonoksida memberikan analgesia baik pada taraf ini,
sedangkan halotan dan thiopental baru tahap berikut.
b. Eksitasi: kesadaran hilang dan timul kegelisahan. Kedua taraf ini juga
disebut taraf induksi.
c. Anesthesia: pernafasan menjadi dangkal, cepat dan teratur, seperti
keadaan tidur (pernafasan perut), gerakan mata dan reflex mata hilang,
sedangkan otot menjadi lemas.
d. Kelumpuhan sum-sum tulang: kegiatan jantung dan pernafasan
terhenti. Pada taraf ini sedapat mungkin sebaiknya di hindarkan.
Pada hakikatnya, kembalinua kessadaran atau siuman (recovery)
berlangsung dalam uruttan terbalik, dari c ke a.
4. Syarat Ideal Anastesi Umum dan Cara kerja dan titik tangkap kerja
obat
Syarat Ideal Anastesi Umum
a. Memberi induksi yang halus dan cepat.
b. Timbul situasi pasien tak sadar / tak berespons
c. Timbulkan keadaan amnesia
d. Hambat refleks-refleks
e. Timbulkan relaksasi otot skeletal, tapi bukan otot pernafasan.
f. Hambat persepsi rangsang sensorik sehingga timbul analgesia yang
cukup untuk tempat operasi.

16

g. Berikan keadaan pemulihan yang halus cepat dan tak timbulkan ESO
yang berlangsung lama
5. Syarat Anestesi Lokal
a. Tidak merangsang jaringan
b. Tidak mengakibatkan kerusakan permanen terhadap susunan syaraf
c. Toksisitas sistemis yang rendah
d. Efektif dengan jalan injeksi atau penggunaan setempat pada selaput
lendir
e. Mulai kerjanya sesingkat mungkin , tetapi bertahan cukup lama
f. Dapat larut dalam air dan menghasilkan larutan yang stabil juga
terhadap pemanasan atau sterilisasi.
6. Tujuan Premedikasi Dan Posmedikasi
Kriteria analgetika yang baik adalah mulai kerja cepat tanpa efek
samping (seperti kegelisahan) dan tidak merangsang mukosa. Begitu pula
pemulihannya harus cepat tanpa efek sisa, seperti perasaan kacau,mual dan
muntah juga tidak boleh meningkatkan pendarahan kapiler selama
pembedahan. Karena tidak dikenal obat yang memiliki semua sifat ini,
biasanya anestetikum dikombinasi dengan obat obat pembantu yang
diberikan kepada pasien sebagai premedikasi lebih kurang 1 jam sebelum
induksi dimulai.
Premedikasi dilakukan dengan maksud :
a. Meniadakan kegelisahan, sering digunakan morfin atau petidin juga
sedative seperti klorpromazin, diazepam atau thiopental
b. Menghentikan sekresi ludah dan dahak, yang dapatmengakibatkan
kejang kejang berbahaya di tenggorok. Yang banyak digunaka adalah
atropine dan skopolamin(bersama morfin)
c. Memperkuat efek anestetik, sehingga anestesi bekerja lebih dalam dan
atau dosis nya dapat diturunkan
d. Memperkuat relaksasi otot, selama narkosa dapat dicapai dalam
permberian

pula

relaksansia

galamin(flaxedil)

17

otot

seperti

tubokurarin

dan

Premedikasi diberikan untuk menghilangkan efek samping seperti


perasaan gelisah dan mual. Untuk maksud ini digunakan klorpromazin
atau antiemetikum lain, misalnya ondansetron.
OBAT PREMEDIKASI
a. Sulfas atropin 0,25 mg : Antikolinergik
Atropin dapat mengurangi sekresi dan merupakan obat
pilihanutama untuk mengurangi efek bronchial dan kardial yang
berasal dariperangsangan parasimpatis, baik akibat obat atau
anestesikummaupun tindakan lain dalam operasi. Disamping itu efek
ainnya adalah melemaskan tonus otot polos organ-organ dan
menurunkanspasme gastrointestinal. Perlu diingat bahwa obat ini tidak
mencegah timbulnya laringospame yang berkaitan dengan anestesi
umum. Setelah penggunaan obat ini (golongan baladona) dalam
dosisterapeutik ada perasaan kering dirongga mulut dan penglihatan
jadikabur. Karena itu sebaiknya obat ini tidak digunakan untuk
anestesi regional atau lokal. Pemberiannya harus hati-hati pada
penderitadengan suhu diatas normal dan pada penderita dengan
penyakit jantung khususnya fibrilasi aurikuler.Atropin tersedia dalam
bentuk atropin sulfat dalam ampul 0,25mg dan 0,50 mg. Diberikan
secara suntikan subkutis, intramuscular atau intravena dengan dosis
0,5-1 mg untuk dewasa dan 0,015mg/kgBB untuk anak-anak.
b. Hipnoz 2 mg (Midazolam) : obat penenang(transquilaizer)
Midazolam
untukpremedikasi,

adalah

obat

induksi

induksi
dan

tidur

jangka

pemeliharaan

pendek

anestesi

Dibandingkandengan diazepam, midazolam bekerja cepat karena


transformasimetabolitnya cepat dan lama kerjanya singkat. Pada pasien
orang tuadengan perubahan organik otak atau gangguan fungsi jantung
danpernafasan, dosis harus ditentukan secara hati-hati. Efek obat
timbuldalam 2 menit setelah penyuntikan.Dosis premedikasi dewasa
0,07-0,10 mg/kgBB, disesuaikandengan umur dan keadaan pasien.
Dosis lazim adalah 5 mg. padaorang tua dan pasien lemah dosisnya

18

0,025-0,05 mg/kgBB.Efek sampingnya terjadi perubahan tekanan


darah arteri, denyutnadi dan pernafasan, umumnya hanya sedikit
c. Cedantron 4 mg (Ondansentrone)
Suatu antagonis reseptor serotonin 5 HT 3 selektif. Baik
untukpencegahan dan pengobatan mual, muntah pasca bedah. Efek
samping berupa ipotensi, bronkospasme, konstipasi dan sesak nafas.
Dosis dewas 2-4 mg.
OBAT INDUKSI
a. Tracrium 20 mg (Atracurium) : nondepolarisasi
Pelumpuh otot nondepolarisasi (inhibitor kompetitif, takikurare)
berikatan dengan reseptorni kotinik-kolinergik. Posmedikasi dilakukan
dengan maksud :
Diberikan untuk menghilangkan efek samping spt perasaan gelisah dan
mual. Digunakan klorpromazin atau antiemetika lain
Tujuan Premedikasi :
1) Menenangkan penderita
2) Mengurangi rasa sakit
3) Memudahkan induksi
4) Mengurangi dosis obat- obat anestesi
5) Menngurangi refleks yang tidak diinginkan
6) Mengurangi sekresi kelainan mulut & saluran nafas
7) Mencegah mual dan muntah pasca bedah
8) Mencegah penderita ingat situasi selama operasi ( menciptakan
amnesia )
Obat obatan Premedikasi :
1) Sedativa, transquilizer
2) Analgetika narkotika
3) Alkaloid belladona :
a) Anti sekresi
b) Mengurangi efek vagal terhadap jantung dari obat-obat
c) Impuls afferent abdomen, thorax, mata

19

d) Anti emetic
7. Penggolongan Anestesi Umum Dan Lokal
Anestesi Umum :
a. Anestetik Inhalasi : gas tertawa, halotan, enfluran, isofluran dan
sevofluran.
Obat obat ini diberikan sebagai uap melalui saluran nafas.
Keuntungannya adalah resorpsi yang cepat melalui paru paru seperti
juga ekskresinya melalui gelembung paru paru (alveoli) yang biasanya
dengan keadaan utuh . pemberiannya mudah dipantau dan bila perlu
setiap waktu dapat dihentikan. Obat ini terutama digunakan untuk
memelihara anestesi. Dewasa ini senyawa kuno eter, kloroform,
trikoletiren dan siklopropan praktis tidak digunakan lagi karena efek
sampingnya.
b. Anestetik Intravena : thiopental, diazepam dan midazolam, ketamine
dan propofol.
Obat obat ini juga dapat diberikan dalam sediaan suppositoria
secara rektal, tetapi resorpsinya kurang teratur. Terutama digunakan
untuk mendahului (induksi) anestesi local atau memeliharanya juga
sebagai anestesi pada pembedahan singkat.
Anestesi Lokal
Stuktur dasar anestetika lokalpada umumnya terdiri dari tiga
bagian, yakni suatu gugus amino hidrofil (sekunder atau tersier) yang
dihubungkan oleh suatu ikatan ester atau alcohol atau amida dengan suatu
gugus aromatis lipofil. Semakin panjang gugus alkoholnya, semakin besar
daya kerja anestetiknya tetapi toksisitas nya juga meningkat.
Anestetika local dapat digolongkan secara kimiawi dalam beberapa
kelompok berikut :
a. Senyawa ester : cocain dan ester PABA (benzokain, prokain,
oksibuprokain, tetrakain)
b. Senyawa amida : lidokain dan prilokain, mepivakain. Bupivakain dan
cinchokain

20

c. Lainnya : fenol, benzilalkohol dan etil klorida.


Semua obat tersebut diatas adalah sintetis, kecuali kokain yang
alamiah.

F. OBAT ASMA
1. Obat Asma dan Saluran Pernapasan
Pengertian obat-obat respiratorik ( Obat saluran pernapasan) : Obat yang
bekerja dan mempengaruhi sistem pernafasan Bentuk sediaan yang
tersedia bisa berupa : tablet / kapsul, tablet lepas lambat, sirup dan drop,
balsam, inhaler, tetes hidung, nebulizer, dll Jenis-jenis obat-obat saluran
pernapasan. Dapat dibedakan berdasar :
a. Tujuan Pemberian : anti asma dan PPOK (Penyakit Paru Obstruksi
Kronis) obat anti batuk dan pilek golongan dekongestan dan obat
hidung lain
b. Efek Terhadap Organ Saluran Pernafasan Bronkodilator (Obat yang
melebarkan saluran nafas), Anti inflamasi, Penekan sekresi dan edema
2. Golongan Saluran Pernapasan
a. Antihistaminika.
Semua antihistamin memberikan manfaat potensial pada terapi alergi
nasal,

rhinitis

alergik.

Sifat

antikolinergik

pada

kebanyakan

antihistamin menyebabkan mulut kering dan pengurangan sekresi,


membuat zat ini berguna untuk mengobati rhinitis yang ditimbulkan
oleh flu. Antihistamin juga mengurangi rasa gatal pada hidung yang
menyebabkan penderita bersin banyak obat-obat flu yang dapat dibeli
bebas mengandung antihistamin, yang dapat menimbulkan rasa
mengantuk. Contoh obat : Difenhidramin, Kloerfenilamen maleat,
Fenotiasin

Prometazine, Timeprazine Turunan piperazine :

hydroxyzine
b. Obat-obat batuk
Antitussiva (L . tussis = batuk) digunakan untuk pengobatan batuk
sebagai gejala dan dapat di bagi dalam sejumlah kelompok dengan

21

mekanisme kerja yang sangat beraneka ragam, yaitu : Zat pelunak


batuk (emolliensia, L. mollis = lunak ), yang memperlunak rangsangan
batuk, melumas tenggorokan agar tidak kering, dan melunakkan
mukosa yang teriritasi. Banyak digunakan syrup (thyme dan althea),
zat-zat lender (infus carrageen) Ekspoktoransia (L . ex = keluar, pectus
= dada) : minyak terbang, gualakol, radix ipeca (dalam tablet / pelvis
doveri) dan ammonium klorida (dalam obat batuk hitam) zat-zat ini
memperbanyak produksi dahak ( yang encer). Sehingga mempermudah
pengeluarannya dengan batuk. Mukolotika : asetilsistein, mesna,
bromheksin, dan ambroksol, zat-zat ini berdaya merombak dan
melarutkan dahak ( L . mucus = lender, lysis = melarutkan), sehingga
viskositasnya dikunrangi dan pengeluarannya dipermudah. Antitussiv :
dexrometorphan.
c. Inhalasi
inhalasi

adalah

suatu

cara

penggunaan

adrenergika

dan

korrtikosteroida yang memberikan beberapa keuntungan dibandingkan


pengobatan per oral. Efeknya lebih cepat, dosisnya jauh lebih rendah
dan tidak diresorpsi ke dalam darah sehingga resiko efek sampingnya
ringan sekali. Dalam sediaan inhalasi, obat dihisap sebagai aerosol
(nebuhaler)

atau

sebagai

serbuk

halus

(turbuhaler).

Inhalasi dilakukan 3-4 kali sehari 2 semprotan, sebaiknya pada saatsaat tertentu, seperti sebelum atau sesudah mengelularkan ternaga,
setelah bersentuhan dengan zat-zat yang merangsang (asap rokok,
kabut, alergan, dan saat sesak napas). Contoh obat : minyak angin
(aromatis), Metaproterenol
3. Antiasma dan Bronkodilator
a. Agonis Reseptor Beta-2 Adrenergik
Termasuk didalamnya adalah formoterol dan salmeterol yang
mempunyai durasi kerja panjang lebih dari 12 jam. Cara kerja obat
beta2-agonis adalah melalui aktivasi reseptor beta2-adrenergik yang
menyebabkan

aktivasi

dari

22

adenilsiklase

yang

meningkatkan

konsentrasi siklik AMP . Beta2-agonis long acting inhalasi


menyebabkan relaksasi otot polos saluran nafas, meningkatkan klirens
mukosiliar, menurunkan permeabilitas vaskuler dan dapat mengatur
pelepasan mediator dari sel mast dan basofil. Juga menghambat reaksi
asma segera dan lambat setelah terjadi induksi oleh alergen, dan
menghambat peningkatan respon saluran nafas akibat induksi histamin.
Walaupun posisi beta2-agonis inhalasi long acting masih belum
ditetapkan

pasti

dalam

penatalaksanaan

asma,

studi

klinis

mendapatkan bahwa pengobatan kronis dengan obat ini dapat


memperbaiki skor gejala, menurunkan kejadian asma nokturnal,
memperbaiki fungsi paru dan mengurangi pemakaian beta2-agonis
inhalasi short acting.
Efek sampingnya adalah stimulasi kardiovaskuler, tremor otot skeletal
dan hipokalemi. Mekanisme aksi dari long acting beta2-agonis oral,
sama dengan obat inhalasi. Obat ini dapat menolong untuk mengontrol
gejala nokturnal asma. Dapat dipakai sebagai tambahan terhadap obat
kortikosteroid inhalasi, sodium kromolin atau nedokromil kalau
dengan dosis standar obat-obat ini tidak mampu mengontrol gejala
nokturnal. Efek samping bisa berupa stimulasi kardiovaskuler,
kelemahan dan tremor otot skeletal.
b. Kortikosteroi
Rute pemberian bisa secara inhalasi ataupun sistemik (oral atau
parenteral). Mekanisme kerja antiinflamasi dari kortikosteroid belum
diketahui secara pasti. Beberapa yang ditawarkan adalah berhubungan
dengan metabolisme asam arakidonat, juga sintesa leukotrien dan
prostaglandin, mengurangi kerusakan mikrovaskuler, menghambat
produksi dan sekresi sitokin, mencegah migrasi dan aktivasi sel radang
dan meningkatkan respon reseptor beta pada otot polos saluran nafas.
Studi tentang kortikosteroid inhalasi menunjukkan kegunaannya dalam
memperbaiki fungsi paru, mengurangi hiperrespon saluran nafas,
mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan beratnya eksaserbasi dan

23

memperbaiki kualitas hidup. Dosis tinggi dan jangka panjang


kortikosteroid inhalasi bermanfaat untuk pengobatan asma persisten
berat karena dapat menurunkan pemakaian koetikosteroid oral jangka
panjang dan mengurangi efek samping sistemik. Untuk kortikosteroid
sistemik, pemberian oral lebih aman dibanding parenteral. Jika
kortikosteroid oral akan diberikan secara jangka panjang, harus
diperhatikan mengenai efek samping sistemiknya.
Prednison, prednisolon dan metilprednisolon adalah kortikosteroid
oral pilihan karena mempunyai efek mineralokortikoid minimal, waktu
paruh yang relatif pendek dan efek yang ringan terhadap otot bergaris.
Pendapat lain menyatakan kortikosteroid sistemik dipakai pada
penderita dengan penyakit akut, pasien yang tidak tertangani dengan
baik memakai bronkodilator dan pada pasien yang gejalanya menjadi
lebih jelek walaupun telah diberi pengobatan maintenance yang baik.
Efek samping lokal kortikosteroid inhalasi adalah kandidiasis
orofaring, disfonia dan kadang batuk. Efek samping sistemik
tergantung dari potensi, bioavailabilitas, absorpsi di usus, metabolisme
di hepar dan waktu paruhnya. Beberapa studi menyatakan bahwa dosis
diatas 1 mg perhari beclometason dipropionat atau budesonid atau
dosis ekuivalen kortikosteroid lain, berhubungan dengan efek sistemik
termasuk penebalan kulit dan mudah luka, supresi adrenal dan
penurunan metabolisme tulang. Efek sistemik pemakaian jangka
panjang kortikosteroid oral adalah osteoporosis, hipertensi arterial,
diabetes melitus, supresi HPA aksis, katarak, obesitas, penipisan kulit
dan kelemahan otot.
c. Golongan Theophylline
Obat ini merupakan golongan metilxantin utama yang dipakai
pada penatalaksanaan asma. Mekanisme kerja teofilin sebagai
bronkodilator masih belum diketahui, tetapi mungkin karena teofilin
menyebabkan hambatan terhadap phospodiesterase (PDE) isoenzim

24

PDE IV, yang berakibat peningkatan cyclic AMP yang akan


menyebabkan bronkodilatasi.
Teofilin

adalah

bronkodilator

yang

mempunyai

efek

ekstrapulmonar, termasuk efek antiinflamasi. Teofilin secara bermakna


menghambat reaksi asma segera dan lambat segera setelah paparan
dengan alergen. Beberapa studi mendapatkan teofilin berpengaruh baik
terhadap inflamasi kronis pada asma.
Banyak studi klinis memperlihatkan bahwa terapi jangka panjang
dengan teofilin lepas lambat efektif dalam mengontrol gejala asma dan
memperbaiki fungsi paru. Karena mempunyai masa kerja yang
panjang, obat ini berguna untuk mengontrol gejala nokturnal yang
menetap walaupun telah diberikan obat antiinflamasi.
Efek sampingnya adalah intoksikasi teofilin, yang dapat
melibatkan

banyak

sistem

organ

yang

berlainan.

Gejala

gastrointestinal, mual dan muntah adalah gejala awal yang paling


sering. Pada anak dan orang dewasa bisa terjadi kejang bahkan
kematian. Efek kardiopulmoner adalah takikardi, aritmia dan terkadang
stimulasi pusat pernafasan.
d. Antikolinergik
Obat antikolinergik (contohnya atropin dan ipratropium bromida)
bekerja dengan menghalangi kontraksi otot polos dan pembentukan
lendir yang berlebihan di dalam bronkus oleh asetilkolin. Lebih jauh
lagi, obat ini akan menyebabkan pelebaran saluran udara pada
penderita yang sebelumnya telah mengonsumsi agonis reseptor beta2adrenergik.
1) Ipratropium Bromida
Mekanisme kerja Ipratropium untuk inhalasi oral adalah suatu
antikolinergik (parasimpatolitik) yang akan menghambat refleks
vagal dengan cara mengantagonis kerja asetilkolin. Bronkodilasi
yang dihasilkan bersifat lokal, pada tempat tertentu dan tidak
bersifat

sistemik.

Ipratropium

25

bromida

(semprot

hidung)

mempunyai sifat antisekresi dan penggunaan lokal dapat


menghambat sekresi kelenjar serosa dan seromukus mukosa
hidung. Indikasinya adalah digunakan dalam bentuk tunggal atau
kombinasi dengan bronkodilator lain (terutama beta adrenergik)
sebagai bronkodilator dalam pengobatan bronkospasmus yang
berhubungan dengan penyakit paru-paru obstruktif kronik,
termasuk bronkhitis kronik dan emfisema
2) Tiotropium Bromida
Mekanisme kerja Tiotropium adalah obat muskarinik kerja
diperlama yang biasanya digunakan sebagai antikolinergik. Pada
saluran pernapasan, tiotropium menunjukkan efek farmakologi
dengan cara menghambat reseptor M3 pada otot polos sehingga
terjadi bronkodilasi. Bronkodilasi yang timbul setelah inhalasi
tiotropium bersifat sangat spesifik pada lokasi tertentu. Indikasi
dari Tiotropium digunakan sebagai perawatan bronkospasmus yang
berhubungan dengan penyakit paru obstruksi kronis termasuk
bronkitis kronis dan emfisema.

G. Obat Lambung
1. Gastritis
a. Pengertian Gastritis
Gastritis atau lebih dikenal sebagai maag, berasal dari bahasa
Yunani yaitu Gastro yang berarti perut/lambung dan it is yang berarti
inflamasi / peradangan. Gastritis adalah inflamsi (pembengkakan) dari
mukosa lambung. Inflamasi ini mengakibatkan sel darah putih menuju
ke dinding lambung sehingga respon terjadinya kelainan pada bagian
tersebut. Berdasarkan pemeriksaan endoskopi ditemukan eritema
mukosa, sedangkan hasil foto memperlihatkan iregularitas mukosa.
Gastritis bukan penyakit tunggal, tetapi terbentuk dari beberapa
kondisi yang kesemuanya itu mengakibatkan peradangan pada
lambung. Biasanya peradangan tersebut merupakan akibat dari infeksi

26

oleh bakteri yang bernama yang sama dengan bakteri yang dapat
menyebabkan borok di lambung yaitu helicobacter pylori. Tetapi
faktor-faktor lain seperti trauma fisik dan pemakaian secara terus
menerus beberapa obat penghilang sakit dapat juga menyebabkan
gastritis.
b. Gejala-gejala :
1) Perih atau sakit seperti terbakar pada perut bagian atas yang dapat
menjadi lebih baik atau lebih buruk ketika makan.
2) Mual
3) Muntah
4) Kehilangan selera/tidak nafsu makan
5) Kembung
6) Terasa penuh pada perut bagian atas setelah makan
7) Kehilangan berat badan
8) Kelenjar ludah berlebih
9) Bersendawa/cegukan
10) Sering keluar keringat dingin
11) Cepat kenyang
12) Perut sering bunyi atau keroncongan
c. Penyebabnya :
1) Infeksi bakteri
Sebagian besar populasi manusia di dunia terinfeksi oleh bakteri
Helicobacter pylori yang hidup di bagian lapisan mukasa yang
melapisi dinding lambung. Diperkirakan penularan terjadi melalui
jalur oral atau akibat memakan/meminum yang terkontaminasi oleh
bakteri ini. Infeksi yang terlalu lama akan menyebabkan
peradangan menyebar sehingga mengakibatkan perubahan pada
lapisan pelindung dinding lambung.
2) Pemakaian obat penghilang nyeri secara terus menerus.
Obat analgesic anti inflamasi nonsteroid (AINS) seperti aspirin,
ibufrofen dan lain-lain dapat menyebakan peradangan pada

27

lambung dengan cara mengurangi prostaglandin yang bertugas


melindung dinding lambung.
3) Penggunaan alkohol secara berlebihan.
Alcohol dapat mengiritasikan dan mengikis mukosa pada dinding
lambung dan membuat dinding lambung rentan terhadap asam
lambung walaupun pada kondisi normal. Penggunaan kokain
Kokain dapat merusak lambung dan dapat menyebabkan
pendarahan dan gastritis.
4) Stress fisik
Stress fisik akibat pembedahan besar, luka trauma, luka bakar atau
infeksi dapat menyebabkan gastritis dan borok serta pendarahan
pada lambung.
5) Kelainan kekebalan tubuh
Terjadi ketika system kekebalan tubuh menyerang sel-sel sehat
yang berada pada dinding lambung, sehingga mengakibatkan
peradangan dan secara bertahap menipiskan dinding lambung,
menghancurkan kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung dan
mengganggu produksi factor intrinsic (yaitu sebuat zat yang
membantu tubuh mengabsorbsi vitamin B-12.
6) Radiasi/kemoterapi
Dapat

mengakibatkan

peradangan

pada

selanjutnya berkembang menjadi gastritis


d. Pencegahan :
1) Makan secara benar dan teratur
2) Hindari alcohol
3) Jangan merokok
4) Olah raga secara teratur
5) Kendalikan stress
6) Ganti obat penghilang rasa nyeri
Makanan yang dianjurkan :
1) Makanan yang lunak

28

dinding

lambung

2) Makanan yang banyak serat


3) Jenis makanan yang mengandung karbohidrat
4) Contoh : roti dan sagu
5) Makanan yang dihindari :
6) Makanan pedas
7) Makanan asam
8) Makanan atau buah dengan bau yang menyengat (nangka, durian)
9) Minuman yang bersoda atau beralkohol
10) Makanan yang banyak mengandung lemak
e. Pengobatan :
1) Antasida, merupakan obat bebas yang berbentuk cairan atau tablet.
Fungsinya : menetralisir asam lambung dan dapat menghilangkan
rasa sakit akibat asam lambung dengan cepat
2) Penghambat asam
Seperti cimetidin, ranitidine, nizatidin, atau famotidin.
Fungsinya : mengurangi jumlah asam lambung yang diproduksi.
3) Penghambat pompa proton
Yang termasuk obat omeprazole, lansoprazole, rabeprozole dan
esomeprozole
4) Cytoprotective agents
Seperti sucraflate dan misoprostol
Fungsinya : membantu untuk melindungi jaringan-jaringan yang
melapisi lambung dan usus kecil.
5) Obat maag jenis penyembuh luka lambung / antiulserasi
6) Obat maag anti kembung/antiflatulen
7) Obat maag anti kejang/antispasmodic
8) Obat maag anti peembengkakan/antiinflamasi
9) Obat maag pengatur pencernaan/regulator gastro intestinal
10) Antibiotika

29

H. Perhitungan Dosis
Dosis adalah takaran atau jumlah, dosis obat adalah takaran obat yang
bila dikelompokkan bisa dibagi :
1. Dosis Terapi (Therapeutical Dose), yaitu dosis obat yang dapat digunakan
untuk terapi atau pengobatan untuk penyembuhan penyakit.
2. Dosis Maksimum (Maximalis Dose), yaitu dosis maksimal obat atau batas
jumlah obat maksimum yang masih dapat digunakan untuk penyembuhan.
Dalam buku buku standar seperti Farmakope atau Ekstra Farmakope Dosis
Maksimum (DM) tercantum diperuntukkan orang dewasa.
3. Dosis Lethalis (Lethal Dose), yaitu dosis atau jumlah obat yang dapat
mematikan bila dikonsumsi. Bila mencapai dosis ini orang yang
mengkonsumsi akan over dosis (OD)
4. Dosis medicinalis yaitu dosis terapeutik = dosis lazim
5. Dosis permulaan yaitu initial dose
6. Dosis pemeliharaan yaitu maintenance dose 5
7. Dosis toxica = dosis sampai terjadi keracunan
8. Dosis Khusus
Dosis penderita yang obesitas: harus diperhitungkan lemak dan persentase
BB tanpa lemak (BBTL)
BBTL = BB x (100 - % lemak)
9. Dosis penderita geriatrik (>65 tahun)
Dosis diturunkan ( 75 % DD)
Perubahan fisiologis dan patologis diperhatikan (cardivaskuler, ginjal,
DM)
10. Dosis penderita ginjal:
Ekskresi obat terganggu obat lebih lama di peredarah darah
Dosis dan interval obat harus diatur
11. Dosis dopamine
Salah satu indikasi penggunaan dopamine adalah pada TD sistolik
<70mmHg disertai dengan tanda-tanda syok.

30

Rumus dopamine yaitu: Dosis X BB(kg) X 60/4000


Contoh:Pasien dengan tekanan darah 80/50mmHg dan BB 50 kg. Dosis
dopamine dimulai dari 5mikrogram/kgBB/menit
Kita gunakan rumus praktik saja=5X50X60/4000=15000/4000=3.75 cc/jam
1. Cara Menghitung Dosis Maksimum Obat Dalam Resep:
a. DM tercantum berlaku untuk orang dewasa, bila resep mengandung
obat yang ber-DM, tanyakan

umurnya.

b. Bila ada zat yang bekerja searah, harus dihitung DM searah (dosis
ganda).
c. Urutan melihat daftar DM berdasarkan Farmakope Indonesia edisi
terakhir (FI. Ed.III, Ekstra

Farmakope, FI. Ed.I, Pharm.

Internasional, Ph. Ned. Ed. V, CMN dan lain-lain).


d. Setelah diketahui umur pasien, kalau dewasa langsung dihitung, yaitu
untuk sekali minum : jumlah dalam satu takaran dibagi dosis sekali
dikali 100%. Begitu juga untuk sehari minum : jumlah sehari dibagi
dosis sehari dikali 100%.
e. Dosis Maksimum (DM) searah : dihitung untuk sekali dan sehari.
2. Cara menghitung Dosis Maksimum (DM) untuk oral berdasarkan :
a. Rumus Young
Untuk umur 1-8 tahun dengan rumus :
(n/n + 12) x DM (dewasa)

n = umur dalam tahun

b. Rumus Dilling
Untuk umur di atas 8 tahun dengan rumus :
(n/20) x DvgM

n = umur dalam tahun

Contoh:R/ Ekstrak Belladonce 0.12


Antipyrin

1,5

Lactosa

q.s

m.f.pulv.No. XII
s.t.d.d.p.l.
Pro Ani (15)

31

Dengan DM:20mg/80mg
DM:1/4
Penyelesaian:
a.DM untuk umur 15 th:
Extr. Bellad

1 x p =15/20 x 20mg =15mg


1 hari=15/20 x 80mg=60mg

Antipyrin

1 x p =15/20 x 1 =0,75g=750mg
1 hari=15/20 x 4=3g=3.000mg

b.setiap bungkus mengandung : Extr. Bellad =0,12/12=0,01=10mg


Antipyrin

= 1,5/12 =0,125 =125mg

c.pemakaian menurut resep :


Extr. Bellad : 1 x p

=10mg<DM

1 hari = 3 x 10mg =30mg<DM


Antipyrin

:1xp

=125mg<DM

1 hari = 3 x 125mg=375mg<DM
3). Rumus Fried
Untuk umur <1tahun

(n/150) x DM

n = umur bayi dalam bulan

4). Bila dalam berat badan


a. Rumus Clark
(Berat badan dalam kilogram) / 70 kg x DM (dewasa)
b.Rumus Augeberger: { (1 BB+10) / 100 } x DM
Keterangan: BB = BB anak dalam Kg

32

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Farmakognosi adalah ilmu yang mempelajari tentang bagian-bagian
tanaman atau hewan yang dapat digunakan sebagai obat. Farmakodinamika
mempelajari efek obat dalam tubuh atau jaringan hidup atau mempelajari
pengeruh obat terhadap fisiologi tubuh.

B. Saran
Mudah-mudahan dengan adanya makalah ini kita semua dapat
memperkaya pengetahuan kita, terutama tentang ilmu farmakologi dan
semoga dapat bermanfaat dalam meningkatkan ketepatan pemakaian obat.
kami sebagai penulis mengharapkan umpan balik yang membangun demi
penyempurnaan makalah ini.

33

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2009). Sariawan Bayi. (http//febryan.com/?p=38) diakses 22 Mei 2010


Pukul 17.30 WIB
Anurogo,Dito.(2008).TipsPraktismengatasiSariawan.(http://www.pewartakabarin
donesia.blogspot.com) di akses 21 juni 2010 Pukul 12.00 WIB
Effendi, Nasrul. (1998). Dasar-dasar Kesehatan Masyarakat. Jakarta : EGC
http://arviwheq.blogspot.com/2010/07/konsep-farmakologi-secara-umum.html

34

Anda mungkin juga menyukai