Anda di halaman 1dari 52

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PEDIATRI


DENGAN PNEUMONIA MENGGUNAKAN METODE GYSSENS
DI RSUD KOTA YOGYAKARTA PERIODE 2017

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)
Program Studi Farmasi

Oleh:
Patricia Nathania Widyastuti
NIM : 158114003

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2019

i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PEDIATRI


DENGAN PNEUMONIA MENGGUNAKAN METODE GYSSENS
DI RSUD KOTA YOGYAKARTA PERIODE 2017

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)
Program Studi Farmasi

Oleh:
Patricia Nathania Widyastuti
NIM : 158114003

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2019

ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan untuk:

Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria


Bapak dan Ibu, serta keluarga besar terkasih
sebagai penyemangat terbesarku
Sahabat dan teman-teman tercinta
Almamaterku Universitas Sanata Dharma

v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas segala berkat, penyertaan dan pertolongan-Nya, penulis dapat menyelesaikan
tugas akhir yang berjudul “Evaluasi Penggunaan Antibiotik pada Pasien Pediatri
dengan Pneumonia menggunakan Metode Gyssens di RSUD Kota Yogyakarta
Periode 2017” sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Pada penyusunan tugas akhir ini, penulis sungguh menyadari bahwa
apabila tidak mendapat bimbingan, bantuan, doa, kritik dan saran, serta dukungan
dari berbagai pihak, tugas akhir ini tidak dapat diselesaikan. Oleh karena itu, pada
kesempatan kali ini penulis hendak menyampaikan ungkapan terimakasih.
Ungkapan terimakasih ini disampaikan kepada:
1. Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria atas berkat, penyertaan, dan
pertolongan-Nya yang luar biasa sehingga penulis diberikan kelancaran
dalam penyusunan tugas akhir ini.
2. Ibu Dr. Yustina Sri Hartini, Apt. selaku dekan Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan sekaligus sebagai Dosen
Pembimbing Akademik.
3. Bapak Septimawanto Dwi Prasetyo, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing
skripsi yang telah membimbing dengan sangat sabar dan senantiasa
memberikan arahan, waktu, kritik dan saran, motivasi serta doa dari awal
proses penyusunan tugas akhir ini hingga pada akhirnya dapat diselesaikan
dengan baik.
4. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt. dan Ibu Yunita Linawati M.Sc., Apt.
selaku dosen penguji yang telah memberi waktu, dukungan, dan masukan
berupa kritik dan saran yang membangun selama penyusunan hingga
penyelesaian tugas akhir ini.
5. Staf Sekretariat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah
membantu dalam hal perjiinan dan keperluan surat-menyurat sehingga
proses penyusunan tugas akhir ini dapat berjalan dengan baik.

viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

6. Direktur, Staf Diklat, Staf Rekam Medis dan Apoteker di Rumah Sakit
Umum Daerah Kota Yogyakarta yang telah bersedia memberikan izin dan
berbagai informasi, serta membantu penulis untuk melakukan penelitian.
7. Tim Komite Etik Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Duta Wacana
yang telah memberikan izin dan arahan terkait pembuatan Ethical
Clearance kepada penulis untuk melakukan penelitian.
8. Kedua orang tuaku, Bapak Julius Hasta Widagdo dan Ibu Catharina
Wahyu Warsini yang senantiasa mendoakan, memberikan semangat dan
kasih sayang yang luar biasa, mendengarkan keluh kesah, dan sebagai
donatur terbesar dalam hidupku terutama selama proses studi dan
penyusunan tugas akhir ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.
9. Keluarga besar Solo dan Bogor yang senantiasa memberikan dukungan,
dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan tugas akhir ini.
10. Partner dalam banyak hal. Teruntuk kekasihku YB. Abraham, terimakasih
untuk segala doa, dukungan, semangat, masukan dan telah bersedia untuk
menjadi tempat berkeluh kesah yang selalu menemani dalam suka dan
duka. Terimakasih juga karena sudah berjuang bersama dengan jarak.
11. Partner segalanya selama di Jogja, Mas Heribertus Wijiraharjo, Mbak
Fransisca Putri Wulandari, Maria Tri Nidi Astuti dan Kezia Triyono.
Terimakasih untuk segala cerita dan kenangan saat menempuh studi di
Jogja hingga penulis dapat menyelesaikan studi dan tugas akhir ini.
12. Sahabat “D’Geng”, Maria Tri Nidi Astuti, Charitas Widyastuti, dan Nora
Tisa Sitanggang yang berada di Yogyakarta, dan Riska Handayani Wau
yang berada di Bogor. Terimakasih telah senantiasa menghibur,
memberikan semangat, dukungan, doa dan bantuan selama proses
perkuliahan, terutama dalam penyusunan proposal hingga tugas akhir ini.
13. Sahabat ‘Aak Burjo’ Nadia, Tika, Graciella, Indian, dan Tia yang
senantiasa memberikan hiburan, bantuan, dukungan, dan doa selama
perkuliahan hingga penyelesaian tugas akhir ini. Untuk Cikgu Tommy,
terimakasih banyak karena telah senantiasa memberi bantuan dan
dukungan kepada penulis.

ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

14. Rekan-rekan skripsi ‘Skripsweet Pak Wawan’, Tika, Graciella, Indian,


Marju, Berta, dan Misty yang selalu memberikan dukungan dan semangat
yang tiada henti satu sama lain mulai dari proses penyusunan proposal
hingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.
15. Sahabat PKM “Beta Punya 2017”, Arini Safti Sandrapitaloka, Karmelia
Intany Doko, Maria Tri Nidi Astuti, dan Maria Magdalena Indriati Kartika
yang tiada henti memberikan wejangan dan hiburan disaat jenuh dalam
menghadapi segala hal. Tanpa kalian, hidupku pasti hampa.
16. Teman-teman meja 1 (Brysinihecipiti - Bryant, Siska, Henny, Cindy,
Pipin, Tika Menyeng) yang menjadi partner praktikum, mengerjakan tugas
kelompok dan tugas perkuliahan selama 4 tahun.
17. Keluarga PSM Cantus Firmus yang senantiasa menjadi rumah kedua
selama di Jogja dan memberikan kerinduan untuk selalu pulang.
18. Teman-teman FSM A 2015 dan Farmasi dari angkatan 2013-2018 yang
telah senantiasa berdinamika bersama, memberikan banyak kenangan
selama masa perkuliahan, serta semangat kepada penulis.
19. Kota Yogyakarta dan segala isinya yang istimewa dan selalu dirindukan.
20. Semua pihak yang memberikan dukungan doa dan semangat yang luar
biasa dan tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih belum sempurna
dan meminta maaf apabila terdapat kesalahan dalam penyusunan kata.
Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran agar tugas akhir ini
menjadi lebih baik lagi. Akhir kata, semoga tugas akhir ini dapat berguna
dan bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan, terutama di
bidang ilmu kefarmasian.
Yogyakarta, 31 Mei 2019

Penulis

x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRAK
Pneumonia merupakan penyakit infeksi yang menyerang saluran
pernapasan yaitu pada jaringan paru dan biasanya disebabkan oleh bakteri
Streptococcus pneumonia. Pneumonia berada pada peringkat ke-8 dalam 10 besar
penyakit rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Yogyakarta tahun 2014
sejumlah 61 kasus. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
kerasionalan penggunaan antibiotik pada pasien pediatri dengan pneumonia
menggunakan metode/kriteria Gyssens di Instalasi Rawat Inap RSUD Kota
Yogyakarta periode 2017.
Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental yang menggunakan
desain metode deskriptif evaluatif dengan pengambilan data yang bersifat
retrospektif. Data yang diambil berasal dari data rekam medis pasien pneumonia
kelompok pediatri di Instalasi Rawat Inap RSUD Kota Yogyakarta periode 2017.
Data rekam medis yang diperoleh kemudian dievaluasi menggunakan diagram
alur Gyssens yang memuat kriteria untuk evaluasi penggunaan antibiotik.
Hasil evaluasi penggunaan antibiotik berdasarkan metode Gyssens yaitu
diperoleh penggunaan antibiotik tepat/rasional (kategori 0) sebesar 21,1% dan
penggunaan antibiotik yang tidak rasional sebesar 78,9% yang terbagi dalam
penggunaan antibiotik tidak tepat dosis (kategori IIa) sebesar 36,8%, penggunaan
antibiotik tidak tepat interval pemberian (kategori IIb) sebesar 7,9%, penggunaan
antibiotik terlalu singkat (kategori IIIb) sebesar 23,7%, dan ada antibiotik lain
yang lebih efektif (kategori IVa) sebesar 10,5%.

Kata kunci: Pneumonia, antibiotik, Gyssens

xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRACT
Pneumonia is an infectious disease that attacks the respiratory tract in the
lung tissue and usually caused by Streptococcus pneumonia. Pneumonia is ranked
8th in the top 10 inpatient diseases at RSUD Kota Yogyakarta in 2014, amounting
to 61 cases. The purpose of this study was to determine the rationality of
antibiotic use in pediatric patients with pneumonia using the Gyssens method /
criteria in the Inpatient Installation of RSUD Kota Yogyakarta in 2017.
This study is a non-experimental research that uses descriptive evaluative
method design with retrospective data collection. The data taken comes from the
medical record data of pneumonia patients in the pediatric group at the Inpatient
Installation of RSUD Kota Yogyakarta in 2017. The medical record data were
obtained then evaluated using the Gyssens flow diagram which contained criteria
for evaluating antibiotic use.
The results of evaluating antibiotic use based on Gyssens method / criteria
are obtained the use of rational antibiotics (category 0) of 21,1% and irrational
use of antibiotics of 78,9% which are divided into inappropriate dose of
antibiotics (category IIa) of 36,8%, antibiotic use was not the right interval
(category IIb) of 7,9%, antibiotic use was too short (category IIIb) of 23,7%, and
there were other effective alternatives of antibiotics (category IVa) of 10,5% .

Keywords: Pneumonia, antibiotics, Gyssens

xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .......................................................... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI........................... vii
PRAKATA ....................................................................................................... viii
ABSTRAK ....................................................................................................... xi
ABSTRACT ....................................................................................................... xii
DAFTAR ISI .................................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xvi
PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
METODE PENELITIAN ................................................................................. 2
Desain dan Subjek Penelitian ................................................................... 2
Pengambilan Data ..................................................................................... 3
Analisis Data............................................................................................. 4
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 7
KESIMPULAN ................................................................................................ 16
SARAN ............................................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 17
LAMPIRAN ..................................................................................................... 19
BIOGRAFI PENULIS ..................................................................................... 36

xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR TABEL

Tabel I. Kriteria Gyssens ........................................................................... 6


Tabel II. Persentase Jenis Antibiotik yang Digunakan pada Pasien
Pediatri dengan Pneumonia Tahun 2017 di RSUD Kota
Yogyakarta.................................................................................... 8
Tabel III. Distribusi Data Kerasionalan Penggunaan Antibiotik pada
Pasien Pediatri dengan Pneumonia Berdasarkan Kategori
Gyssens di RSUD Kota Yogyakarta Periode 2017 ...................... 8
Tabel IV. Hasil Evaluasi Penggunaan Antibiotik untuk Pneumonia pada
Pediatri Berdasarkan Kategori Gyssens di RSUD Kota
Yogyakarta Periode 2017 ............................................................. 9

xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Bagan Populasi Penelitian Pasien Pediatri dengan Pneumonia


di RSUD Kota Yogyakarta Periode 2017 ..................................... 3
Gambar 2. Diagram Alur Gyssens .................................................................. 5

xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Ethical Clearance ...................................................................... 19


Lampiran 2. Surat Perizinan Penelitian RSUD Kota Yogyakarta .................. 20
Lampiran 3. Definisi Operasional .................................................................. 21
Lampiran 4. Kasus Kategori 0 & IIa .............................................................. 22
Lampiran 5. Kasus Kategori IIb ..................................................................... 27
Lampiran 6. Kasus Kategori IIIb .................................................................... 31
Lampiran 7. Kasus Kategori IVa .................................................................... 34

xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PENDAHULUAN
Pneumonia merupakan penyakit yang disebabkan karena adanya infeksi
akut atau radang pada jaringan paru dan penularannya dapat melalui udara.
Organisme yang dapat menyebabkan penyakit pneumonia yaitu jamur, virus, dan,
bakteri. Bakteri yang paling sering menginfeksi yaitu bakteri Streptococcus
pneumonia dan dapat menyerang semua kelompok umur. Pneumonia dapat
ditandai dengan gejala panas tinggi, batuk berdahak dan sesak napas
(Prabaniswari, 2011; PDPI, 2003; Riskesdas, 2013). Menurut World Health
Organization (2014), pneumonia menjadi salah satu penyakit terbanyak di dunia
dan menempati urutan kedua dengan jumlah kasus sebanyak 18% dari jumlah
kematian anak-anak sebanyak 2 juta per tahun. Pada tahun 2014 di Instalasi Rawat
Inap RSUD Kota Yogyakarta, pneumonia masuk dalam 10 besar penyakit
terbanyak dan berada di urutan ke-8 dengan jumlah 61 kasus (Kemenkes, 2015b).
Terapi antibiotik diperlukan untuk menangani penyakit pneumonia
(Banaszak, 2013). Pemberian antibiotik yang kurang tepat dapat menimbulkan
masalah resistensi dan potensi terjadinya kejadian efek samping seperti
perkembangan infeksi yang lebih parah, terjadinya komplikasi, waktu tinggal di
rumah sakit (rawat inap) menjadi lebih lama, dan meningkatnya risiko kematian
(Llor, 2014). Terdapat beberapa penelitian terkait evaluasi penggunaan antibiotik
pada pasien pneumonia menggunakan metode Gyssens, seperti yang dilakukan
oleh Prabaniswari di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2011
menyatakan bahwa dari 45 kasus pneumonia terdapat 11 kasus ketidaktepatan
pemberian antibiotik karena kesalahan dosis atau interval/frekuensi atau rute dan
cara pemberian. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yanti di RSUD Sultan
Syarif Mohamad Alkadrie Pontianak tahun 2016 menunjukkan adanya
ketidakrasionalan pemberian antibiotik pada pasien balita dengan pneumonia,
yaitu sebesar 50,01% dari 18 kasus yang ada, termasuk ke dalam kategori IIA
yaitu tidak tepat dosis. Selain itu, dari penelitian Trisnawati di Rumah Sakit Islam
Sultan Agung Semarang tahun 2018 juga ditemukan adanya ketidakrasionalan
penggunaan antibiotik, yaitu dari 41 kasus pneumonia ditemukan 15 kasus
diantaranya (34,88%) tidak rasional yang termasuk ke dalam kategori IIIA, IIIB

1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dan IVC. Hasil dari beberapa penelitian ini menunjukkan bahwa masih ada
pemberian dan penggunaan antibiotik yang tidak rasional pada pasien pneumonia.
Berdasarkan beberapa permasalahan di atas, penelitian ini dilakukan untuk
menentukan ketepatan peresepan antibiotik pada pasien pediatri dengan
pneumonia menggunakan metode Gyssens di RSUD Kota Yogyakarta. Pemilihan
RSUD Kota Yogyakarta sebagai lokasi penelitian dikarenakan belum pernah
dilakukan sebelumnya dan jumlah angka kejadian penyakit pneumonia yang
cukup banyak.

METODE PENELITIAN
Desain dan Subjek Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental, yaitu subjek tidak
diberikan intervensi atau suatu perlakuan tertentu. Jenis penelitian yang digunakan
adalah metode deskriptif evaluatif. Pengambilan data dilakukan secara
retrospektif, yaitu melalui pengambilan data rekam medis pasien pediatri dengan
pneumonia di RSUD Kota Yogyakarta yang memenuhi kriteria inklusi. Kriteria
inklusi pada penelitian ini adalah pasien pneumonia kelompok pediatri (0-11
tahun) baik laki - laki maupun perempuan yang menjalani rawat inap di RSUD
Kota Yogyakarta dengan periode perawatan Januari - Desember tahun 2017 dan
dinyatakan sembuh, pasien yang terdiagnosis pneumonia dan tidak memiliki
penyakit penyerta lain serta mendapatkan terapi antibiotik selama menjalani rawat
inap. Kriteria eksklusi penelitian ini adalah pasien dengan data rekam medis yang
hilang atau tidak lengkap, pasien yang pulang secara paksa atau belum sembuh,
dan pasien yang melanjutkan pengobatan di tempat lain.

2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Gambar 1. Bagan Populasi Penelitian Pasien Pediatri dengan


Pneumonia di RSUD Kota Yogyakarta Tahun 2017

Eksklusi = 7
- Rekam medis Rekam medis
Jumlah pasien Rekam medis pasien hilang & yang
pneumonia yang masuk tidak lengkap digunakan
periode dalam kriteria dalam
Januari- - Pasien
inklusi memiliki penelitian
Desember 2017 sebanyak 19 sebanyak 19
sebanyak 26 penyakit
data penyerta lain data dengan 38
orang peresepan obat
- Pasien belum
sembuh

Pengambilan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data rekam medis.
Pengambilan data dilakukan dengan mengambil seluruh populasi pasien pediatri
dengan pneumonia yang menjalani rawat inap di RSUD Kota Yogyakarta periode
tahun 2017 dan memenuhi kriteria inklusi. Data yang diambil terdiri dari nomor
rekam medis, tanggal masuk dan keluar rumah sakit, inisial pasien, jenis kelamin,
umur, berat badan, tanda vital, keluhan, diagnosa utama, status pasien, status
pulang, hasil tes laboratorium (hematologi), dan pengobatan yang diberikan
selama menjalani rawat inap dan yang dibawa pulang. Penelitian ini telah
mendapatkan izin dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Duta Wacana dengan nomor surat 921/C.16/FK/2019 serta
pihak RSUD Kota Yogyakarta dengan nomor surat 070/1221.

3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dan disajikan secara deskriptif dalam
bentuk persentase jenis antibiotik yang digunakan dan evaluasi kerasionalan
penggunaan antibiotik pada pasien pediatri dengan pneumonia. Persentase jenis
antibiotik untuk pengobatan pneumonia yang diterima pasien dilakukan dengan
cara menghitung jumlah kasus tiap jenis antibiotik kemudian dibagi jumlah
seluruh kasus dan dikali 100%. Tahap selanjutnya, dilakukan evaluasi ketepatan
penggunaan antibiotik pada pasien pediatri dengan pneumonia berdasarkan
metode Gyssens yang dikategorikan berdasarkan kriteria Gyssens (Kategori 0-VI)
dengan mengacu pada Panduan Praktik Klinis Anak tahun 2015 yang digunakan
di RSUD Kota Yogyakarta sebagai acuan utama dalam praktik klinis, serta British
National Formulary for Children tahun 2011 dan Drug Information Handbook
edisi 11 sebagai acuan pelengkap. Alur evaluasi menggunakan metode Gyssens
dimulai dari kotak yang paling atas, yaitu dengan melihat apakah kelengkapan
data pasien sudah terpenuhi atau belum. Apabila data lengkap, maka dilanjutkan
ke kotak dibawahnya dan mengikuti alur-alur berikutnya, namun apabila data
tidak lengkap maka data yang dievaluasi berhenti pada kategori tersebut dan
dinilai tidak lolos kategori VI. Terapi antibiotik dikatakan rasional apabila lolos
semua kategori pada metode Gyssens. Hasil evaluasi tiap peresepan antibiotik
disajikan dalam bentuk narasi serta tabel. Dalam tahap analisis menggunakan
metode Gyssens juga dilakukan wawancara dengan pihak apoteker RSUD Kota
Yogyakarta dengan tujuan untuk mengetahui alasan pemberian maupun pemilihan
terapi antibiotik untuk pasien pediatri dengan pneumonia.

4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Gambar 2. Diagram Alur Gyssens

(Gyssens, 2005).

5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel I. Kriteria Gyssens


Kategori Gyssens Keterangan
Kategori 0 penggunaan antibiotik tepat/bijak
Kategori I penggunaan antibiotik tidak tepat waktu
Kategori IIa penggunaan antibiotik tidak tepat dosis
Kategori IIb penggunaan antibiotik tidak tepat interval pemberian
Kategori IIc penggunaan antibiotik tidak tepat cara/rute pemberian
Kategori IIIa penggunaan antibiotik terlalu lama
Kategori IIIb penggunaan antibiotik terlalu singkat
Kategori IVa ada antibiotik lain yang lebih efektif
Kategori IVb ada antibiotik lain yang kurang toksik/lebih aman
Kategori IVc ada antibiotik lain yang lebih murah
Kategori IVd ada pilihan antibiotik lain dengan spektrum lebih sempit
Kategori V tidak ada indikasi penggunaan antibiotik
Kategori VI data rekam medis tidak lengkap dan tidak dapat dievaluasi
(Gyssens, 2005).

6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

HASIL DAN PEMBAHASAN


Penelitian ini menggunakan 19 rekam medis dengan 38 peresepan
antibiotik untuk pasien pediatri dengan pneumonia yang menjalani rawat inap
periode 2017 di RSUD Kota Yogyakarta dan sesuai kriteria inklusi. Jenis
antibiotik yang digunakan adalah ampicillin, gentamicin, cefixime, cefspan®
(cefixime), amoxicillin, ceftriaxone, dan azithromycin.
Berdasarkan Tabel II, dapat dilihat bahwa penggunaan antibiotik yang
paling banyak diresepkan adalah ampicillin dengan jumlah 15 peresepan (39,5%),
diikuti dengan gentamicin sebanyak 14 peresepan (36,8%), kemudian cefixime
dengan jumlah 3 peresepan (7,9%), ceftriaxone dengan jumlah 3 peresepan
(7,9%), cefspan® (cefixime) dengan jumlah 1 peresepan (2,6%), amoxicillin
dengan jumlah 1 peresepan (2,6%), dan azithromycin dengan jumlah 1 peresepan
(2,6%). Evaluasi peresepan antibiotik dibagi menjadi 13 kategori dengan
menggunakan alur Gyssens (Gyssens, 2005).
Berdasarkan Tabel III, penggunaan antibiotik yang tergolong
tepat/rasional (kategori 0) sebanyak 8 peresepan (21,1%) dan penggunaan
antibiotik yang tergolong tidak tepat (kategori I-VI) sebanyak 30 peresepan
(78,9%). Penggunaan antibiotik yang tidak tepat meliputi: penggunaan antibiotik
tidak tepat dosis (kategori IIa) sebanyak 14 peresepan (36,8%), penggunaan
antibiotik tidak tepat interval pemberian (kategori IIb) sebanyak 3 peresepan
(7,9%), penggunaan antibiotik terlalu singkat (kategori IIIb) sebanyak 9 peresepan
(23,7%), dan ada antibiotik lain yang lebih efektif (kategori IVa) sebanyak 4
peresepan (10,5%). Tidak ditemukan antibiotik yang termasuk dalam kategori
penggunaan antibiotik tidak tepat waktu (kategori I), penggunaan antibiotik tidak
tepat cara/rute pemberian (kategori IIc), penggunaan antibiotik terlalu lama
(kategori IIIa), ada antibiotik yang kurang toksik/lebih aman (kategori IVb), ada
antibiotik yang lebih murah (kategori IVc), ada pilihan antibiotik lain dengan
spektrum lebih sempit (kategoi IVd), tidak ada indikasi penggunaan antibiotik
(kategori V), dan data rekam medis tidak lengkap dan tidak dapat dievaluasi
(kategori VI).

7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel II. Persentase Jenis Antibiotik yang digunakan pada Pasien


Pediatri dengan Pneumonia Tahun 2017 di RSUD Kota Yogyakarta
Antibiotik Jumlah Persentase (%)
Ampicillin 15 39,5
Gentamicin 14 36,8
Cefixime 3 7,9
Ceftriaxone 3 7,9
Cefspan® (Cefixime) 1 2,6
Amoxicillin 1 2,6
Azithromycin 1 2,6
Total 38 100

Tabel III. Distribusi Data Kerasionalan Penggunaan Antibiotik pada Pasien


Pediatri dengan Pneumonia Berdasarkan Kategori Gyssens
di RSUD Kota Yogyakarta Periode 2017
Kategori Gyssens Jumlah Persentase (%)
Kategori 0 8 21,1
Kategori I - -
Kategori IIa 14 36,8
Kategori IIb 3 7,9
Kategori IIc - -
Kategori IIIa - -
Kategori IIIb 9 23,7
Kategori IVa 4 10,5
Kategori IVb - -
Kategori IVc - -
Kategori IVd - -
Kategori V - -
Kategori VI - -
Total 38 100

8
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel IV. Hasil Evaluasi Penggunaan Antibiotik untuk Pneumonia pada Pediatri
Berdasarkan Kategori Gyssens di RSUD Kota Yogyakarta Periode 2017
Rute Kategori Gyssens
No Antibiotik Total
Pemberian 0 IIa IIb IIIb IVa
1 Ampicillin iv 7 - 3 5 - 15
2 Gentamicin iv - 14 - - - 14
3 Cefixime po - - - - 3 3
4 Ceftriaxone iv - - - 3 - 3
5 Cefspan® (Cefixime) po - - - - 1 1
6 Amoxicillin po - - - 1 - 1
7 Azithromycin po 1 - - - - 1
Jumlah 8 14 3 9 4 38
Keterangan kategori Gyssens:
0 : Penggunaan antibiotik tepat/bijak
IIa : Penggunaan antibiotik tidak tepat dosis
IIb : Penggunaan antibiotik tidak tepat interval pemberian
IIIb : Penggunaan antibiotik terlalu singkat
IVa : Ada antibiotik lain yang lebih efektif
Tabel IV menunjukkan hasil evaluasi penggunaan antibiotik pada pasien
pediatri dengan pneumonia berdasarkan kriteria Gyssens yang meliputi
penggunaan antibiotik yang tepat/bijak (kategori 0) yaitu ampicillin sebanyak 7
peresepan dan azithromycin sebanyak 1 peresepan. Antibiotik yang masuk ke
dalam kategori tidak tepat dosis (kategori IIa) yaitu gentamicin sebanyak 14
peresepan. Antibiotik yang masuk ke dalam kategori tidak tepat interval
pemberian (kategori IIb) yaitu ampicillin sebanyak 3 peresepan. Antibiotik yang
termasuk ke dalam kategori penggunaan antibiotik yang terlalu singkat (kategori
IIIb) yaitu ampicillin sebanyak 5 peresepan, ceftriaxone sebanyak 3 peresepan,
dan amoxicillin sebanyak 1 peresepan. Yang termasuk ke dalam kategori ada
antibiotik lain yang lebih efektif (kategori IVa) yaitu cefixime sebanyak 3
peresepan, dan cefspan® (cefixime) sebanyak 1 peresepan.
Berikut ini disajikan hasil penilaian terkait evaluasi penggunaan antibiotik
pada pasien pediatri dengan pneumonia menggunakan metode Gyssens di RSUD
Kota Yogyakarta periode 2017 secara lebih terperinci:

9
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

1. Data rekam medis tidak lengkap untuk dievaluasi (kategori VI)


Data rekam medis yang tidak lengkap ditandai dengan data tanpa
diagnosis kerja (penegakan secara klinis dari anamnesis dan pemeriksaan
fisik), atau ada halaman rekam medis yang hilang sehingga tidak dapat
dievaluasi (Kemenkes, 2011b). Pada penelitian ini, data rekam medis yang
tidak lengkap untuk dievaluasi meliputi tidak adanya berat badan dan umur
pasien, lembar pengobatan tidak tersedia, dan dosis pengobatan tidak
dicantumkan. Data rekam medis yang tidak lengkap dimasukkan dalam
kriteria eksklusi, dan berdasarkan hasil evaluasi menggunakan metode
Gyssens, tidak terdapat peresepan yang masuk dalam kategori ini.
2. Tidak ada indikasi penggunaan antibiotik (kategori V)
Pada kategori ini, apabila ada indikasi penggunaan antibiotik namun
tidak sesuai dengan hasil laboratorium yang menunjukkan adanya infeksi
maka diartikan sebagai antibiotik tanpa indikasi (Kemenkes, 2011b). Selain
itu, pemberian antibiotik juga dilihat dari penegakan diagnosa dan pengalaman
klinis dari dokter. Berdasarkan hasil evaluasi menggunakan metode Gyssens,
tidak ditemukan kasus yang masuk ke dalam kategori ini.
3. Ada alternatif antibiotik lain yang lebih efektif (kategori IVa)
Adanya alternatif antibiotik lain yang lebih efektif apabila terdapat
pilihan antibiotik yang lebih direkomendasikan karena dinilai akan
memberikan terapi yang lebih optimal. Berdasarkan hasil evaluasi dengan
metode Gyssens, terdapat 4 peresepan yang termasuk dalam kategori ini
contohnya yaitu kasus 37 (cefixime) (Lampiran 7).
Pada kasus 37, pasien menerima antibiotik cefixime selama menjalani
rawat inap. Pasien terdiagnosis pneumonia sehingga perlu diberikan terapi
antibiotik. Menurut literatur yang digunakan di Rumah Sakit yaitu Panduan
Praktik Klinis Anak tahun 2015 dan literatur tambahan yang diterbitkan oleh
WHO yaitu Classification and Treatment of Childhood Pneumonia at Health
Facilities serta Drug Information Handboook, cefixime tidak termasuk ke
dalam salah satu pilihan obat untuk pengobatan pneumonia. Antibiotik yang
dinilai lebih efektif yaitu ampicillin yang dikombinasikan dengan gentamicin

10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

karena kombinasi obat ini merupakan obat lini pertama untuk pneumonia
rawat inap (Lacy, 2009; Staf Medis Anak, 2015; WHO, 2014). Berdasarkan
evaluasi menggunakan metode Gyssens, terdapat alternatif antibiotik lain yang
lebih efektif yaitu kombinasi ampicillin dengan gentamicin sehingga
peresepan cefixime masuk dalam kategori ini.
4. Ada alternatif antibiotik lain yang kurang toksik/lebih aman (kategori IVb)
Adanya antibiotik alternatif yang kurang toksik/lebih aman dapat
dilihat dari interaksi obat yang dapat meningkatkan toksisitas maupun
munculnya efek samping yang tidak diharapkan. Selain itu kontraindikasi
terhadap pasien juga perlu diperhatikan. Berdasarkan hasil evaluasi
menggunakan metode Gyssens, tidak ditemukan adanya kasus yang masuk
dalam kategori ini.
5. Ada alternatif antibiotik yang lebih murah (kategori IVc)
Alternatif antibiotik yang lebih murah dilihat berdasarkan daftar harga
obat yang ada di RSUD Kota Yogyakarta dengan acuan tambahan MIMS
sebagai pembanding. Status bayar pasien juga diperhatikan dalam kategori ini
untuk melihat apakah antibiotik yang digunakan masuk ke dalam
Formularium Nasional. Berdasarkan hasil evaluasi mengggunakan metode
Gyssens, tidak ditemukan ada kasus yang masuk dalam kategori ini.
6. Ada pilihan antibiotik lain dengan spektrum lebih sempit (kategori IVd)
Pemilihan jenis antibiotik dengan spektrum yang lebih sempit harus
berdasarkan hasil kultur atau dari pola kepekaan antibiotik. Pada keadaan
tertantu, pemberian antibiotik spektrum luas masih dibenarkan namun setelah
diperoleh hasil kultur bakteri perlu dilakukan penyesuaian dan evaluasi
(Permenkes, 2015). Pada penelitian ini pemilihan antibiotik yang digunakan
untuk penatalaksanaan pneumonia pada pediatri sudah berdasarkan Panduan
Praktik Klinis Anak tahun 2015 yang menjadi acuan RSUD Kota Yogyakarta
sebagai standar terapi sehingga tidak ada kasus yang masuk dalam kategori
ini.

11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

7. Penggunaan antibiotik terlalu lama (kategori IIIa)


Durasi pemberian antibiotik tergantung pada tingkat keparahan suatu
penyakit. Durasi penggunaan antibiotik yang terlalu lama akan meningkatkan
konsentrasi obat dalam darah sehingga beresiko menyebabkan toksisitas
(Ishaque & Aighewi, 2014). Berdasarkan efikasi klinis yang sesuai dengan
protokol terapi untuk sebagian besar infeksi seperti pneumonia, lama
pemberian antibiotik berkisar antara 5-7 hari (Kemenkes, 2011b) dan
peresepan maksimal diberikan selama 10 hari (Kemenkes, 2017). Pada semua
kasus yang dievaluasi, durasi pemberian antibiotik tidak ada yang lebih dari
10 hari, sehingga tidak ada kasus yang masuk dalam kategori ini.
8. Penggunaan antibiotik terlalu singkat (kategori IIIb)
Berdasarkan efikasi klinis yang sesuai dengan protokol terapi untuk
sebagian besar infeksi seperti pneumonia, lama pemberian antibiotik berkisar
antara 5-7 hari (Kemenkes, 2011b) dan peresepan maksimal diberikan selama
10 hari (Kemenkes, 2017). Berdasarkan hasil evaluasi, ditemukan adanya 9
kasus yang masuk ke dalam kategori ini contohnya yaitu kasus 10 (ampicillin)
(lampiran 6).
9. Penggunaan antibiotik tidak tepat dosis (kategori IIa)
Ketepatan dosis sangat penting dalam pemberian suatu terapi
pengobatan. Apabila dosis yang diberikan terlalu tinggi, maka akan
menimbulkan resiko peningkatan toksisitas maupun timbulnya resiko efek
samping yang tidak diharapkan. Sebaliknya, apabila dosis yang diberikan
terlalu rendah, maka tidak akan mencapai outcome terapi (Kemenkes, 2011b).
Berdasarkan hasil evaluasi menggunakan metode Gyssens, ditemukan
sebanyak 14 kasus ketidaktepatan dosis yaitu pada antibiotik gentamicin.
Contoh kasus yang masuk dalam kategori ini yaitu kasus 2 (gentamicin)
(lampiran 4). Dosis gentamicin yang dianjurkan oleh British National
Formulary for Children adalah 2,5 mg/kg dalam dosis terbagi tiap 8 jam (BMJ
Group, 2011). Dosis yang diberikan pada pasien adalah 2x16 mg. Perhitungan
: 7 kg x 2,5 mg/kg = 17,5 mg/8 jam. Dosis yang diberikan tidak sesuai, karena
seharusnya gentamicin diberikan 3 kali sehari atau tiap 8 jam, namun pada

12
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

peresepan ini diberikan 2 kali sehari atau tiap 12 jam. Setelah dilakukan
wawancara dengan apoteker, diduga bahwa dokter memberikan pengobatan
gentamicin 2 kali sehari dengan alasan untuk menghindari efek samping yang
cukup besar dari gentamicin yaitu nefrotoksik.
10. Penggunaan antibiotik tidak tepat interval pemberian (kategori IIb)
Interval pemberian antibiotik harus tepat, apabila dianjurkan diminum
3 kali sehari, berarti obat diminum setiap 8 jam dengan tujuan untuk menjaga
kadar obat dalam darah agar berada diatas kadar minimal yang dapat
membunuh bakteri penyebab penyakit (Kemenkes, 2011b). Berdasarkan hasil
evaluasi, ditemukan adanya 3 kasus yang masuk dalam kategori IIb, salah
satunya kasus 8 (ampicillin) (lampiran 5). Penggunaan antibiotik ampicillin
yang dianjurkan oleh British National Formulary for Children adalah setiap 6
jam (BMJ Group, 2011), sedangkan interval pemberian antibiotik ampicillin
yang digunakan pasien tidak sama setiap harinya, dan rata-rata hanya
diberikan 3 kali saja, sehingga kasus ini masuk dalam kategori IIb.
11. Penggunaan antibiotik tidak tepat cara/rute pemberian (kategori IIc)
Rute pemberian obat harus disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan
klinis pasien karena merupakan salah satu faktor penting dalam proses
keberhasilan suatu terapi. Macam-macam rute pemberian obat meliputi peroral
(melalui mulut), oromukosal (melalui mukosa di rongga mulut; seperti
sublingual (di bawah lidah) dan bucal (diantara pipi dan gusi)), injeksi
(parenteral dan menembus kulit; seperti intra muscular (i.m) yaitu penyuntikan
ke dalam otot, dan intra vena (i.v) yaitu penyuntikan di dalam pembuluh
darah), rektal (melalui anus/dubur) dan transdermal (melalui permukaan kulit
berupa plester) (Sulanjani, 2013). Untuk pengobatan pneumonia rawat inap,
rute pemberian obat diberikan secara p.o (peroral) maupun i.v (intra vena)
(Staf Medis Anak, 2015). Berdasarkan evaluasi dengan metode Gyssens, tidak
ditemukan adanya antibiotik yang masuk dalam kategori IIc.
12. Penggunaan antibiotik tidak tepat waktu (kategori I)
Penggunaan antibiotik dinilai tidak tepat waktu apabila waktu
pemberiannya tidak tepat setiap harinya. Apabila suatu obat harus diberikan

13
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dalam interval setiap 6 jam, dan yang paling awal diberikan pukul 06.00, maka
pengobatan yang diterima seharusnya pada pukul 06.00, 12.00, 18.00, dan
24.00. Hasil evaluasi dengan metode Gyssens tidak ditemukan adanya
antibiotik yang termasuk dalam kategori I.
13. Penggunaan antibiotik tepat/bijak (kategori 0)
Penggunaan antibiotik dinilai tepat/bijak apabila lolos kategori I-VI
berdasarkan alur Gyssens. Berdasarkan hasil evaluasi ditemukan sebanyak 8
peresepan yang masuk dalam kategori 0, yaitu kasus 1 (ampicillin), kasus 5,
(azithromycin), kasus kasus 12 (ampicillin), kasus 14 (ampicillin), kasus 19
(ampicillin), kasus 23 (ampicillin), kasus 29 (ampicillin), dan kasus 31
(ampicillin). Salah satu contoh penggunaan antibiotik yang tepat/bijak
(rasional) yaitu ampicillin pada kasus 1 (Lampiran 4).
Pada kasus 1, data rekam medis pasien sudah lengkap sehingga dapat
dievaluasi dan lolos kategori VI. Pasien terdiagnosis pneumonia, sehingga
diberikan terapi antibiotik berupa ampicillin. Oleh karena itu lolos kategori V
karena ada indikasi penggunaan antibiotik. Pasien mendapatkan antibiotik
ampicillin yang merupakan salah satu pilihan obat untuk pneumonia, dan
merupakan pengobatan lini pertama (Staf Medis Anak, 2015). Pemilihan
ampicillin juga mengandalkan penilaian klinis dari pihak rumah sakit karena
tingkat keberhasilan terapi lebih tercapai sehingga lolos kategori IV A (tidak
ada alternatif antibiotik lain yang lebih efektif) dan lolos kategori IV D (tidak
ada alternatif antibiotik lain dengan spektrum sempit). Tidak terdapat interaksi
dengan obat lain yang dikonsumsi oleh pasien (Medscape, 2019) sehingga
lolos kategori IV B (tidak ada antibiotik lain yang kurang toksik). Ampicillin
merupakan antibiotik generik dan harganya lebih murah dibandingkan dengan
brand name lainnya yang ada di Instalasi Farmasi RSUD Kota Yogyakarta.
Status bayar pasien juga diperhatikan, pada pasien ini merupakan pasien
Jamkesda dan ampicillin masuk ke dalam Formularium Nasional sehingga
lolos kategori IV C (tidak ada pilihan antibiotik yang lebih murah).
Berdasarkan efikasi klinis yang sesuai dengan protokol terapi untuk sebagian
besar infeksi seperti pneumonia, lama pemberian antibiotik berkisar antara 5-7

14
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

hari (Kemenkes, 2011b) dan peresepan maksimal diberikan selama 10 hari


(Kemenkes, 2017). Pasien menerima ampicillin selama 7 hari, sehingga
pemberian antibiotik tidak terlalu lama dan tidak terlalu singkat. Oleh karena
itu lolos kategori III A (pemberian antibiotik tidak terlalu lama) dan lolos
kategori III B (pemberian antibiotik tidak terlalu singkat). Dosis ampicillin
yang dianjurkan (sesuai literatur) adalah 25 mg/kg dalam dosis terbagi tiap 6
jam dengan dosis maksimum 100 mg/kg/hari (BMJ Group, 2011; Staf Medis
Anak, 2015). Dosis yang diberikan pada pasien adalah 4x175 mg. Perhitungan
: 7 kg x 25 mg/kg = 175 mg/6 jam. Dosis sehari : 700mg/hari (dosis
maksimum 700mg/hari). Dosis yang diberikan sudah sesuai dengan literatur
yang digunakan oleh pihak rumah sakit, sehingga lolos kategori II A
(pemberian antibiotik tepat dosis). Penggunaan antibiotik yang dianjurkan
adalah setiap 6 jam (BMJ Group, 2011). Interval pemberian antibiotik yang
digunakan pasien sudah tepat yaitu setiap 6 jam sehingga lolos kategori II B
(interval pemberian antibiotik tepat). Rute pemberian antibiotik sudah tepat
melalui iv (BMJ Group, 2011; Staf Medis Anak, 2015) sehingga lolos kategori
II C (penggunaan antibiotik tepat rute pemberian). Waktu pemberian
antibiotik tepat, yaitu pada pukul 06.00, 12.00, 18.00, dan 24.00, sehingga
lolos kategori I (penggunaan antibiotik tepat waktu pemberian). Berdasarkan
keseluruhan evaluasi tersebut, penggunaan ampicillin termasuk kategori 0
yang artinya rasional.
Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu data yang diperoleh hanya
mengacu pada data yang tertera dalam rekam medis, sehingga tidak bisa
dilakukan monitoring terhadap kondisi pasien; data rekam medis masih disajikan
dalam bentuk tulisan tangan, sehingga cukup sulit untuk dibaca. Data rekam
medis yang tidak lengkap dimasukkan ke dalam kriteria eksklusi, sehingga tidak
bisa dinilai sesuai dengan kategori VI. Selain itu, wawancara hanya bisa dilakukan
dengan pihak apoteker karena keterbatasan waktu dokter untuk diwawancarai,
sehingga alasan dokter dalam memberikan terapi antibiotik untuk pasien tidak
diketahui secara spesifik.

15
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian mengenai evaluasi kerasionalan penggunaan
antibiotik pada pasien pediatri dengan pneumonia menggunakan metode Gyssens
di RSUD Kota Yogyakarta periode 2017 dapat disimpulkan bahwa yang termasuk
dalam penggunaan antibiotik tepat/bijak (kategori 0) sebesar 21,1% dan
penggunaan antibiotik yang tidak rasional sebesar 78,9% yang terbagi dalam
penggunaan antibiotik tidak tepat dosis (kategori IIa) sebesar 36,8%, penggunaan
antibiotik tidak tepat interval pemberian (kategori IIb) sebesar 7,9%, penggunaan
antibiotik terlalu singkat (kategori IIIb) sebesar 23,7%, dan ada antibiotik lain
yang lebih efektif (kategori IVa) sebesar 10,5%.

SARAN
Saran untuk penelitian selanjutnya yaitu perlu adanya penelitian dengan
pendekatan prospektif menggunakan metode Gyssens agar bisa dilakukan
monitoring terhadap kondisi pasien. Penulisan peresepan obat dalam sistem
komputer diperlukan untuk mempermudah dan meminimalisir kesalahan dalam
pembacaan. Selain itu, wawancara dengan pihak dokter juga diperlukan dengan
tujuan untuk mengetahui pertimbangan dan alasan terkait terapi antibiotik yang
diberikan.

16
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR PUSTAKA
Banaszak, I. W., Bręborowicz, A., 2013. Pneumonia in Children. INTECH.
BMJ Group. 2011. British National Formulary for Children 2011-2012. London:
Pharmaceutical Press.
Gyssens, I.C., 2005. Audits for Monitoring the Quality of Antimicrobial
Prescriptions.In: Gould, I.M., Van der Meer, J.W. M., eds. Antibiotic
Policies. Boston: Springer.
Ishaque, A. B., and Aighewi, I, T., 2014. Dose Response. Reference Module in
Earth Systems and Environmental Sciences. 1-11.
Islam, Z., Qodariyah, S. M., dan Nursehah, E., 2017. Penggunaan Antibiotik pada
Terapi Community Acquired Pneumonia di RSUD Pasar Rebo dan RSUD
Tarakan di Jakarta Tahun 2014. Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi.
Jakarta: UHAMKA.
Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2009. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter
Anak Indonesia. Palembang: IDAI.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011a. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 2406/Menkes/Per/XII/2011 tentang Pedoman
Umum Penggunaan Antibiotik. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011b. Pedoman Pelayanan
Kefarmasian untuk Terapi Antibiotik. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015a. Panduan Praktik Klinis bagi
Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015b. Profil Kesehatan Tahun 2015
Kota Yogyakarta (Data Tahun 2014). Yogyakarta: Dinas Kesehatan
Yogyakarta.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2017. Formularium Nasional.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.01.07/Menkes/659/2017.
Lacy, C. F., Armstrong, L. L., and Goldman, M. P., 2009. Drug Information
Handbook: A Comprehensive Resource for All Clinicians and Healthcare
Professionals. New York: American Pharmacist Association.
Llor C., Bjerrum L., 2014. Antimicrobial Resistance: Risk Associated with
Antibiotic Overuse and Initiatives to Reduce The Problem. Therapeutic
Advances in Drug Safety. UK: University of British Columbia.

17
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Medscape, 2019. Drug Interaction Checker. Medscape (Online).


https://reference.medscape.com/drug-interactionchecker accessed 27
April 2019.
MIMS, 2014. MIMS Petunjuk Konsultasi Edisi 14. Jakarta: PT Bhuana Ilmu
Populer.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003. Pneumonia Komuniti: Pedoman
Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia.
Permenkes, 2015. Program Pengendalian Resistensi Antimikroba di Rumah Sakit.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2015.
Prabaniswari. C. R., 2011. Evaluasi Penggunaan Antimikroba pada Pasien
Pneumonia di Instalasi Rawat Inap Panti Rapih Yogyakarta Periode 2008-
2010. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Staf Medis Anak, 2015. Panduan Praktik Klinis Anak. Yogyakarta: Pemerintah
Kota Yogyakarta.
Sulanjani, I., Andini, M. D., Halim, M., 2013. Dasar-Dasar Farmakologi 1 Kelas
X Semester 1. Kemendikbud.
Trisnawati, Umi. 2018. Evaluasi Penggunaan Antibiotik pada Pasien Pneumonia
dengan Metode Gyssens di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Islam Sultan
Agung Semarang Tahun 2015-2016. Skripsi. Unissula.
World Health Organization, 2014. Revised WHO Classification and Treatment of
Childhood Pneumonia at Health Facilities. Switzerland: WHO.
Yanti, Y. E., 2016. Rasionalitas Penggunaan Antibiotik pada Pasien Rawat Inap
Balita Penderita Pneumonia dengan Pendekatan Metode Gyssens di RSUD
Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Pontianak. Naskah Publikasi. Pontianak:
Universitas Tanjungpura.

18
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Lampiran 1. Ethical Clearance

19
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Lampiran 2. Surat Perizinan Penelitian RSUD Kota Yogyakarta

20
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Lampiran 3. Definisi Operasional


1. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data rekam medis
pasien pediatri dengan pneumonia yang menjalani rawat inap di RSUD
Kota Yogyakarta periode 2017 dengan kode ICD 10: J15 dan J18.9
yang memenuhi kriteria inklusi. Data diperoleh dari bagian rekam
medis RSUD Kota Yogyakarta, dengan mencantumkan nomor rekam
medis, tanggal masuk dan keluar rumah sakit, inisial pasien, jenis
kelamin, umur, berat badan, tanda vital, keluhan, diagnosa utama,
status pasien, status pulang, hasil tes laboratorium (hematologi), dan
pengobatan yang diberikan selama menjalani rawat inap dan yang
dibawa pulang.
2. Kelompok pediatri menurut Departemen Kesehatan Republik
Indonesia adalah prematur (sebelum berumur 37 minggu), neonatus (1
hari – 1 bulan), bayi (1 bulan – 1 tahun) dan anak (1 - 11 tahun).
3. Ketepatan peresepan antibiotik dievaluasi secara kualitatif dengan
menggunakan kriteria Gyssens yang akan dimasukkan ke dalam
kategori 0-VI yang telah ditetapkan oleh Kemenkes pada tahun 2011
yaitu tepat indikasi, tepat dosis, tepat interval waktu pemberian, tepat
lama pemberian, tepat rute pemberian antibiotik, kemudian disesuaikan
dengan Panduan Praktek Klinis Anak tahun 2015 yang digunakan
sebagai acuan utama di RSUD Kota Yogyakarta, serta British National
Formulary for Children tahun 2011 dan Drug Information Handbook
edisi 11 sebagai acuan pelengkap

21
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Lampiran 4. Kasus 1 & 2 (Kategori 0 & IIa)

No. RM : 698058
Dirawat pada tanggal : 27 Januari 2017 - 3 Februari 2017
Subjektif
Pasien : An. Y; Laki-laki; Umur : 7 bulan; BB : 7 kg; Suhu : 40 ºC;
Napas : 36x/menit; Keluhan utama : demam; Diagnosa utama : pneumonia;
Status pulang : sembuh; Status pasien : Jamkesda.
Objektif
Hasil Tes Laboratorium

Hematologi
Tanggal
Parameter Rujukan
27/01 31/01
Leukosit 15,0 11,0 4,0-10,6 103/uL
Eritrosit 4,31 4,74 3,50-5,20 106/uL
Hemoglobin 8,8 9,4 9,5-14,0 g/dL
Hematokrit 28,4 31,3 29,0-43,0 %
Mean Corporuscular Volume 65,8 66,1 81-99 fL
Mean Corporuscular Hemoglobin 20,4 19,8 27-31 pg

Mean Corporuscular Hemoglobin Concentration 31,0 30,0 33-37 g/dL

Concentration RDW-CV 15,4 16,0 11-16 %


Trombosit 266 506 150-450 103/uL

Hitung Jenis
Neutrofil% 45,2 34,3 50-70 %
Limfosit% 45,7 60,3 20-40 %
Monosit% 5,9 1,0 3-12 %
Eusinofil% 3,1 3,7 0,5-5,0 %
Basofil% 0,1 0,7 0-1 %

22
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Pengobatan
Tanggal
Nama Obat & Rute
27/01 28/01 29/01 30/01 01/02 03/02
Dosis Pemberian Pemberian
Pukul
06.00 06.00 06.00 06.00
Inj. Ampicillin 13.00
12.00 12.00 12.00 12.00 06.00
17.00
18.00 18.00 18.00 18.00 10.00
iv
4x175 mg 24.00
24.00 24.00 24.00 24.00
Inj. Gentamicin 13.00 12.00 12.00 12.00
24.00 24.00 24.00 24.00
12.00 iv
2x16 mg
Meptin mini 07.00 06.00 05.00 06.00
17.00 06.00 po
2x1/4 tab 17.00 17.00 17.00 18.00

Lameson 4 mg 07.00 04.00 06.00


12.00 06.00
17.00 12.00 12.00 12.00 po
3x1/4 tab 18.00 18.00 17.00
18.00 12.00

L-zink
06.00 po
2x10 mg

Nama Obat Dosis Pemberian


Cefixime 2x20 g
Obat Pulang
Meptin mini 2x1/4 tab
L. Zink 2x10 mg

23
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Assessment dengan Metode Gyssens (Lolos atau Tidak Lolos Per Kategori)

Nama Kategori Hasil Assessment


No
Antibiotik Gyssens (Lolos atau Tidak Lolos Per-Kategori)
Lolos kategori VI (data rekam medis pasien lengkap).
1. Ampicillin VI
Assessment : Data rekam medis pasien lengkap.
Lolos kategori V (ada indikasi penggunaan antibiotik).
V Assessment : Pasien terdiagnosis pneumonia, sehingga perlu
diberikan terapi antibiotik.
Lolos kategori IVa (tidak ada antibiotik yang lebih efektif).
Assessment : Ampicillin merupakan terapi lini pertama untuk
IVa
pneumonia (Staf Medis Anak, 2015), sehingga tidak ada
antibiotik yang lebih efektif.
Lolos kategori IVb (tidak ada antibiotik lain yang kurang
toksik).
Assessment : Tidak ada interaksi antara ampicillin dengan
IVb obat lain yang dikonsumsi oleh pasien. Selain itu, tidak
terdapat kontraindikasi obat ampicillin terhadap pasien
(Medscape, 2019), sehingga tidak ada antibiotik lain yang
kurang toksik.
Lolos kategori IVc (tidak ada pilihan antibiotik yang lebih
murah).
IVc Assessment : Ampicillin merupakan antibiotik generik yang
harganya lebih murah dibandingkan dengan brand name
lainnya, dan ampicillin masuk dalam Formularium Nasional.
Lolos kategori IVd (tidak ada pilihan antibiotik lain dengan
spektrum lebih sempit).
Assessment : Ampicillin merupakan antibiotik lini pertama
IVd
yang direkomendasikan oleh Panduan Praktik Klinis Anak
tahun 2015 sebagai acuan utama di RSUD Kota Yogyakarta
untuk tata laksana pneumonia rawat inap.
Lolos kategori IIIa (pemberian antibiotik tidak terlalu lama).
Assessment : Berdasarkan efikasi klinis yang sesuai dengan
protokol terapi untuk sebagian besar infeksi seperti
pneumonia, lama pemberian antibiotik berkisar antara 5-7
IIIa
hari (Kemenkes 2011b), dan peresepan ampicillin maksimal
diberikan selama 10 hari (Kemenkes, 2017). Pasien
menerima ampicillin selama 7 hari, sehingga pemberian
antibiotik tidak terlalu lama.
Lolos kategori IIIb (pemberian antibiotik tidak terlalu
singkat).
Assessment : Berdasarkan efikasi klinis yang sesuai dengan
protokol terapi untuk sebagian besar infeksi seperti
IIIb pneumonia, lama pemberian antibiotik berkisar antara 5-7
hari (Kemenkes 2011b), dan peresepan ampicillin maksimal
diberikan selama 10 hari (Kemenkes, 2017). Pasien
menerima ampicillin selama 7 hari, sehingga pemberian
antibiotik tidak terlalu singkat.

24
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Lolos kategori IIa (pemberian antibiotik tepat dosis).


Assessment : Dosis ampicillin yang dianjurkan adalah 25
mg/kg dalam dosis terbagi tiap 6 jam dengan dosis
maksimum 100 mg/kg/hari (BMJ Group, 2011; Staf Medis
Anak, 2015).
IIa Dosis yang diberikan pada pasien adalah 4x175 mg.
Perhitungan : 7 kg x 25 mg/kg = 175 mg/6 jam.
Dosis sehari : 700 mg/hari (dosis maksimum 700 mg/hari).
Dosis yang diberikan sudah sesuai dengan literatur yang
digunakan oleh pihak rumah sakit yaitu Panduan Praktik
Klinis Anak tahun 2015.
Lolos kategori IIb (interval pemberian antibiotik tepat).
Assessment : Penggunaan antibiotik yang dianjurkan adalah
IIb setiap 6 jam (BMJ Group, 2011). Interval pemberian
antibiotik yang digunakan pasien sudah tepat yaitu setiap 6
jam.
Lolos kategori IIc (penggunaan antibiotik tepat rute
pemberian).
IIc Assessment : Rute pemberian antibiotik sudah tepat yaitu
melalui intravena (iv) (BMJ Group, 2011; Staf Medis Anak,
2015).
Lolos kategori I (penggunaan antibiotik tepat waktu
pemberian).
Assessment : Interval pemberian antibiotik dianjurkan setiap
I
6 jam, dan pemberian pertama pada pukul 06.00. Waktu
pemberian antibiotik sudah tepat, yaitu pada pukul 06.00,
12.00, 18.00, dan 24.00.
Lolos kategori 0
0 Assessment : Pemberian antibiotik ampicillin dinilai tepat dan
rasional karena lolos pada semua kategori Gyssens.
Kesimpulan Penggunaan antibiotik tepat (kategori 0)

Lolos kategori VI (data rekam medis pasien lengkap).


2. Gentamicin VI
Assessment : Data rekam medis pasien lengkap.
Lolos kategori V (ada indikasi penggunaan antibiotik).
V Assessment : Pasien terdiagnosis pneumonia, sehingga perlu
diberikan terapi antibiotik.
Lolos kategori IVa (tidak ada antibiotik yang lebih efektif).
Assessment : Gentamicin merupakan terapi lini pertama
IVa
untuk pneumonia (Staf Medis Anak, 2015), sehingga tidak
ada antibiotik lain yang lebih efektif.
Lolos kategori IVb (tidak ada antibiotik lain yang kurang
toksik).
Assessment : Tidak ada interaksi antara gentamicin dengan
IVb obat lain yang dikonsumsi oleh pasien. Selain itu, tidak
terdapat kontraindikasi obat gentamicin terhadap pasien
(Medscape, 2019), sehingga tidak ada antibiotik lain yang
kurang toksik.

25
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Lolos kategori IVc (tidak ada pilihan antibiotik yang lebih


murah).
IVc Assessment : Gentamicin merupakan antibiotik generik yang
harganya lebih murah dibandingkan dengan brand name
lainnya, dan gentamicin masuk dalam Formularium Nasional.
Lolos kategori IVd (tidak ada pilihan antibiotik lain dengan
spektrum lebih sempit).
Assessment : Gentamicin merupakan antibiotik lini pertama
IVd
yang direkomendasikan oleh Panduan Praktik Klinis Anak
tahun 2015 sebagai acuan utama di RSUD Kota Yogyakarta
untuk tata laksana pneumonia rawat inap.
Lolos kategori IIIa (pemberian antibiotik tidak terlalu lama).
Assessment : Berdasarkan efikasi klinis yang sesuai dengan
protokol terapi untuk sebagian besar infeksi seperti
IIIa
pneumonia, lama pemberian antibiotik berkisar antara 5-7
hari (Kemenkes 2011b). Pasien menerima gentamicin selama
6 hari, sehingga pemberian antibiotik tidak terlalu lama.
Lolos kategori IIIb (pemberian antibiotik tidak terlalu
singkat).
Assessment : Berdasarkan efikasi klinis yang sesuai dengan
IIIb protokol terapi untuk sebagian besar infeksi seperti
pneumonia, lama pemberian antibiotik berkisar antara 5-7
hari (Kemenkes 2011b). Pasien menerima gentamicin selama
6 hari, sehingga pemberian antibiotik tidak terlalu singkat.
Tidak lolos kategori IIa (pemberian antibiotik tepat dosis).
Assessment : Dosis gentamicin yang dianjurkan adalah 2,5
mg/kg dalam dosis terbagi tiap 8 jam (BMJ Group, 2011).
Dosis yang diberikan pada pasien adalah 2x16 mg.
Perhitungan : 7 kg x 2,5 mg/kg = 17,5 mg/8 jam. Dosis yang
IIa
diberikan tidak sesuai dengan literatur British Formulary for
Children sebagai acuan tambahan di Rumah Sakit, karena
seharusnya gentamicin diberikan 3 kali sehari atau tiap 8 jam,
namun pada peresepan ini diberikan 2 kali sehari atau tiap 12
jam.
Kesimpulan Penggunaan antibiotik tidak tepat dosis (kategori IIa)

26
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Lampiran 5. Kasus 8 (Kategori IIb)

No. RM : 700370
Dirawat pada tanggal : 24 Februari 2017 - 3 Maret 2017
Subjektif
Pasien : An.CL; Perempuan; Umur : 8 bulan; BB : 8,2 kg; Suhu : 37,4 ºC;
Napas : 52x/menit; Keluhan utama : demam, batuk berdahak, sesak napas;
Diagnosa utama : pneumonia berat; Status pulang : membaik;
Status pasien : JKN.
Objektif
Hasil Tes Laboratorium

Hematologi
Tanggal
Parameter Rujukan
24/02
Leukosit 6,3 4,0-10,6 103/uL
Eritrosit 4,65 3,50-5,20 106/uL
Hemoglobin 10,9 9,5-14,0 g/dL
Hematokrit 35,8 29,0-43,0 %
Mean Corporuscular Volume 76,9 81-99 fL
Mean Corporuscular Hemoglobin 23,4 27-31 pg

Mean Corporuscular Hemoglobin Concentration 30,5 33-37 g/dL


Concentration RDW-CV 13,6 11-16 %
Trombosit 264 150-450 103/uL

Hitung Jenis
Neutrofil% 34,5 50-70 %
Limfosit% 59,8 20-40 %
Monosit% 3,8 3-12 %
Eusinofil% 1,3 0,5-5,0 %
Basofil% 0,6 0-1 %

27
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Pengobatan

Tanggal
Nama Obat & Rute
24/02 25/02 26/02 28/02 02/03 03/03 Pemberian
Dosis Pemberian
Pukul
Inj. Ampicillin 04.00 10.00 04.00
15.00 04.00
22.00
10.00 16.00 10.00
10.00
06.00 iv
4x200 mg 16.00 24.00 22.00
Inj. Gentamicin 04.00
15.00
16.00
16.00 iv
2x20 mg
Nebulizer Ventolin 04.00
12.00
inhalasi
I R/6-8 jam
Nebulizer Ventolin
16.00 04.00 inhalasi
I R/12 jam
08.00
Nebulizer selang-seling 08.00
16.00
16.00
30.00
inhalasi
Ventolin-turbuler/ 4 jam 20.00
24.00
08.00
Pamol 10.00 po
12.00
Lameson 4 mg 08.00
po
3x1/3 tab 12.00

Lameson 4 mg 12.00
18.00
12.00 po
3x1,5 mg
Metilprednisolon 18.00 09.00 09.00
22.00 17.00 17.00
iv
3x3 mg
Metilprednisolon
01.00 iv
3x1,5 mg
Cefixime
18.00 07.00 po
2x25 mg

Nama Obat Dosis Pemberian


Obat Pulang Cefixime 2x20 mg
Meptin Mini 2x1/3 tab

28
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Assessment dengan Metode Gyssens (Lolos atau Tidak Lolos Per Kategori)

Nama Kategori Hasil Assessment


No
Antibiotik Gyssens (Lolos atau Tidak Lolos Per-Kategori)
Lolos kategori VI (data rekam medis pasien lengkap).
1. Ampicillin VI
Assessment : Data rekam medis pasien lengkap.
Lolos kategori V (ada indikasi penggunaan antibiotik).
V Assessment : Pasien terdiagnosis pneumonia, sehingga perlu
diberikan terapi antibiotik.
Lolos kategori IVa (tidak ada antibiotik yang lebih efektif).
Assessment : Ampicillin merupakan terapi lini pertama
IVa
untuk pneumonia (Staf Medis Anak, 2015), sehingga tidak
ada antibiotik yang lebih efektif.
Lolos kategori IVb (tidak ada antibiotik lain yang kurang
toksik).
Assessment : Tidak ada interaksi antara ampicillin dengan
IVb obat lain yang dikonsumsi oleh pasien. Selain itu, tidak
terdapat kontraindikasi obat ampicillin terhadap pasien
(Medscape, 2019), sehingga tidak ada antibiotik lain yang
kurang toksik.
Lolos kategori IVc (tidak ada pilihan antibiotik yang lebih
murah).
IVc Assessment : Ampicillin merupakan antibiotik generik yang
harganya lebih murah dibandingkan dengan brand name
lainnya, dan ampicillin masuk dalam Formularium Nasional.
Lolos kategori IVd (tidak ada pilihan antibiotik lain dengan
spektrum lebih sempit).
Assessment : Ampicillin merupakan antibiotik lini pertama
IVd
yang direkomendasikan oleh Panduan Praktik Klinis Anak
tahun 2015 sebagai acuan utama di RSUD Kota Yogyakarta
untuk tata laksana pneumonia rawat inap.
Lolos kategori IIIa (pemberian antibiotik tidak terlalu lama).
Assessment : Berdasarkan efikasi klinis yang sesuai dengan
protokol terapi untuk sebagian besar infeksi seperti
pneumonia, lama pemberian antibiotik berkisar antara 5-7
IIIa
hari (Kemenkes 2011b), dan peresepan ampicillin maksimal
diberikan selama 10 hari (Kemenkes, 2017). Pasien
menerima ampicillin selama 10 hari, sehingga pemberian
antibiotik tidak terlalu lama.
Lolos kategori IIIb (pemberian antibiotik tidak terlalu
singkat).
Assessment : Berdasarkan efikasi klinis yang sesuai dengan
protokol terapi untuk sebagian besar infeksi seperti
IIIb pneumonia, lama pemberian antibiotik berkisar antara 5-7
hari (Kemenkes 2011b), dan peresepan ampicillin maksimal
diberikan selama 10 hari (Kemenkes, 2017). Pasien
menerima ampicillin selama 10 hari, sehingga pemberian
antibiotik tidak terlalu singkat.

29
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Lolos kategori IIa (pemberian antibiotik tepat dosis).


Assessment : Dosis ampicillin yang dianjurkan adalah 25
mg/kg dalam dosis terbagi tiap 6 jam dengan dosis
maksimum 100 mg/kg/hari (BMJ Group, 2011; Staf Medis
Anak, 2015).
Dosis yang diberikan pada pasien adalah 4x200 mg.
IIa
Perhitungan : 8,2 kg x 25 mg/kg = 205 mg/6 jam (range
±10%)
Dosis sehari : 700 mg/hari (dosis maksimum 700 mg/hari).
Dosis yang diberikan sudah sesuai dengan literatur yang
digunakan oleh pihak rumah sakit yaitu Panduan Praktik
Klinis Anak tahun 2015.
Tidak lolos kategori IIb (interval pemberian antibiotik tidak
tepat).
Assessment : Penggunaan antibiotik yang dianjurkan adalah
IIb
4 kali sehari dan diberikan setiap 6 jam (BMJ Group, 2011).
Interval pemberian antibiotik yang digunakan pasien tidak
sama setiap harinya dan rata-rata hanya diberikan 3 kali saja.
Penggunaan antibiotik tidak tepat interval pemberian
Kesimpulan
(kategori IIb)

30
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Lampiran 6. Kasus 10 (Kategori IIIb)


No. RM : 655135
Dirawat pada tanggal : 20 Maret 2017 – 23 Maret 2017

Subjektif
Pasien : An. AB; Perempuan; Umur : 2 tahun, BB : 12 kg; Suhu : 38,9 ºC; Napas :
48x/menit; Keluhan utama : demam, sesak napas; Diagnosa utama : pneumonia;
Status pulang : membaik, Status pasien : Umum.
Objektif
Hasil Tes Laboratorium

Hematologi
Tanggal
Parameter Rujukan
20/03
Leukosit 6,0 4,0-10,6 103/uL
Eritrosit 4,86 4,00-5,50 106/uL
Hemoglobin 12,5 11,0-16,0 g/dL
Hematokrit 38,4 32,0-44,0 %
Mean Corporuscular Volume 79,1 81-99 fL
Mean Corporuscular Hemoglobin 25,7 27-31 pg

Mean Corporuscular Hemoglobin Concentration 32,5 33-37 g/dL

Concentration RDW-CV 12,8 11-16 %


Trombosit 224 150-450 103/uL

Hematologi

Tanggal
Parameter Rujukan
21/03 22/03
Hematokrit Manual 36 37 34-37 %
Trombosit Mikroskopis 198 194 150-450 10e3/uL

31
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Pengobatan

Tanggal
Nama Obat & Rute
20/03 21/03 22/03 23/03 Pemberian
Dosis Pemberian
Pukul
06.00 06.00
Inj. Ampicillin 12.00
12.00 12.00 06.00
18.00
18.00 18.00 12..00
iv
4x300 mg 24.00
22.00 24.00
Inj Gentamicin 12.00 12.00 12.00
24.00 24,00 24.00
12.00 iv
2x30 mg
06.00
Nebulin Ventolin 18.00 12.00 06.00
24.00 18.00 12.00
inhalasi
I R/4-6 jam
24.00
Nebulin Ventolin
20.00 04.00 inhalasi
I R/8 jam
Metilprednisolon 06.00
06.00 06.00
17.00 12.00
12.00 12.00
po
3x2 mg 20.00

Nama Obat Dosis Pemberian

Cefixime 2x30 mg
Obat Pulang
Meptin Mini 2x1/2 tab
Metilprednisolon 3x2 mg

32
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Assessment dengan Metode Gyssens (Lolos atau Tidak Lolos Per Kategori)

Nama Kategori Hasil Assessment


No
Antibiotik Gyssens (Lolos atau Tidak Lolos Per-Kategori)
Lolos kategori VI (data rekam medis pasien lengkap).
1. Ampicillin VI
Assessment : Data rekam medis pasien lengkap.
Lolos kategori V (ada indikasi penggunaan antibiotik).
V Assessment : Pasien terdiagnosis pneumonia, sehingga
perlu diberikan terapi antibiotik.
Lolos kategori IVa (tidak ada antibiotik yang lebih efektif).
Assessment : Ampicillin merupakan terapi lini pertama
IVa
untuk pneumonia (Staf Medis Anak, 2015), sehingga tidak
ada antibiotik lain yang lebih efektif.
Lolos kategori IVb (tidak ada antibiotik lain yang kurang
toksik).
Assessment : Tidak ada interaksi antara ampicillin dengan
IVb obat lain yang dikonsumsi oleh pasien. Selain itu, tidak
terdapat kontraindikasi obat ampicillin terhadap pasien
(Medscape, 2019), sehingga tidak ada antibiotik lain yang
kurang toksik.
Lolos kategori IVc (tidak ada pilihan antibiotik yang lebih
murah).
Assessment : Ampicillin merupakan antibiotik generik
IVc
yang harganya lebih murah dibandingkan dengan brand
name lainnya, dan ampicillin masuk dalam Formularium
Nasional.
Lolos kategori IVd (tidak ada pilihan antibiotik lain dengan
spektrum lebih sempit).
Assessment : Ampicillin merupakan antibiotik lini pertama
IVd
yang direkomendasikan oleh Panduan Praktik Klinis Anak
tahun 2015 sebagai acuan utama di RSUD Kota
Yogyakarta untuk tata laksana pneumonia rawat inap.
Lolos kategori IIIa (pemberian antibiotik tidak terlalu
lama).
Assessment : Berdasarkan efikasi klinis yang sesuai dengan
protokol terapi untuk sebagian besar infeksi seperti
IIIa
pneumonia, lama pemberian antibiotik berkisar antara 5-7
hari (Kemenkes 2011b). Pasien menerima ampicillin
selama 4 hari, sehingga pemberian antibiotik tidak terlalu
lama.
Tidak lolos kategori IIIb (pemberian antibiotik terlalu
singkat).
Assessment : Berdasarkan efikasi klinis yang sesuai dengan
protokol terapi untuk sebagian besar infeksi seperti
IIIb
pneumonia, lama pemberian antibiotik berkisar antara 5-7
hari (Kemenkes 2011b). Pasien menerima ampicillin
selama 4 hari, sehingga pemberian antibiotik terlalu
singkat.
Kesimpulan Penggunaan antibiotik terlalu singkat (kategori IIIb)

33
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Lampiran 7. Kasus 37 (Kategori IVa)


No. RM : 704443
Dirawat pada tanggal : 14 Desember 2017 - 17 Desember 2017

Subjektif
Pasien : An. PU; Laki-laki; Umur : 1 tahun 2 bulan, BB : 7,5 kg; Suhu : 36,8 ºC;
Napas : 24x/menit; Keluhan utama : demam, batuk berdahak, pilek;
Diagnosa utama : pneumonia; Status pulang : sembuh; Status pasien : JKN.

Objektif
Hasil Tes Laboratorium

Hematologi
Tanggal
Parameter Rujukan
14/12
Leukosit 3,2 6,0-17,0 103/uL
Eritrosit 4,65 3,60-5,20 106/uL
Hemoglobin 11,3 12,3-17,5 g/dL
Hematokrit 34,9 35,0-43,0 %
Mean Corporuscular Volume 75,1 74-106 fL
Mean Corporuscular Hemoglobin 24,3 23-31 pg
Mean Corporuscular Hemoglobin Concentration 32,4 33-36 g/dL

Concentration RDW-CV 16,4 11-16 %


Trombosit 147 150-450 103/uL

Hematologi
Tanggal
Parameter Rujukan
15/12
Hematokrit Manual 34 37-47%
Trombosit Mikroskopis 169 150-450 10e3/uL

34
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Pengobatan
Tanggal
Nama Obat &
14/12 15/12 16/12 17/12 Rute Pemberian
Dosis Pemberian
Pukul
Cefixime syr 06.00 06.00
20.00
18.00 18..00
06.00 po
2x25 mg
Salbutamol 06.0
12.00
16,00
12.000 12.00 iv
3x0,5 mg 18.00
Cetirizine
18.00 18.00 inhalasi
1x2,5 mg
Paracetamol
¾ cth tiap 4-6 jam 22.30 04.00 po
jika suhu ≥ 38ºC

Nama Obat Dosis Pemberian


Cefixime 2x25 mg
Obat Pulang
Salbutamol 3x0,5 mg
Cetirizine 1x2,5 mg

Assessment dengan Metode Gyssens (Lolos atau Tidak Lolos Per Kategori)

Nama Kategori Hasil Assessment


No
Antibiotik Gyssens (Lolos atau Tidak Lolos Per-Kategori)
Lolos kategori VI (data rekam medis pasien lengkap).
1. Cefixime VI
Assessment : Data rekam medis pasien lengkap.
Lolos kategori V (ada indikasi penggunaan antibiotik).
V Assessment : Pasien terdiagnosis pneumonia, sehingga perlu
diberikan terapi antibiotik.
Tidak lolos kategori IVa (ada antibiotik yang lebih efektif).
Assessment : Tidak diperoleh literatur yang menyatakan
bahwa cefixime merupakan salah satu pilihan terapi untuk
pneumonia. Ada antibiotik yang lebih efektif yaitu
kombinasi ampicillin dan gentamicin dimana merupakan
IVa terapi lini pertama untuk pneumonia rawat inap (Staf Medis
Anak, 2015). Pemilihan kombinasi ampicillin dan
gentamicin juga dipilih berdasarkan tingkat keberhasilan
terapi yang lebih tercapai dan merupakan salah satu pilihan
terapi antibiotik di RSUD Kota Yogyakarta untuk
pneumonia rawat inap.
Kesimpulan Ada antibiotik yang lebih efektif (kategori IVa)

35
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BIOGRAFI PENULIS

Penulis skripsi dengan judul “Evaluasi Penggunaan Antibiotik


pada Pasien Pediatri dengan Pneumonia Menggunakan
Metode Gyssens di RSUD Kota Yogyakarta periode 2017”
bernama Patricia Nathania Widyastuti. Penulis lahir di Bogor,
16 Maret 1997 dan merupakan anak pasangan Bapak Julius
Hasta Widagdo dan Ibu Catharina Wahyu Warsini. Penulis
telah menempuh pendidikan di TK Sukapirena Sukabumi
(2001-2003), SD Yuwati Bhakti Sukabumi (2003-2009), SMP Yuwati Bhakti
Sukabumi (2009-2012), SMA Mardi Yuana Sukabumi (2012-2015), hingga
perguruan tinggi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
(2015-2019). Penulis pernah menjadi asisten dosen praktikum Farmasi Fisika
(2018), Farmasetika Dasar (2018), Formulasi dan Teknologi Sediaan Farmasi
(2018), Peracikan Obat (2018-2019), dan Pelayanan Informasi Obat (2019).
Selain itu, penulis pernah terlibat dalam beberapa kegiatan kemahasiswaan dan
kepanitiaan, antara lain sebagai relawan bakti sosial Rotary tahun 2016, anggota
UKM Paduan Suara Cantus Firmus angkatan 2016, anggota divisi Bandzen Titrasi
(2016), anggota divisi acara Latihan Kepemimpinan I (2016), anggota seksi
perlengkapan Desa Mitra 1&2 (2016-2017), dan anggota divisi P3K Pharmacy
Performance (2017). Penulis juga lolos dalam Program Kreativitas Mahasiswa
yang didanai oleh Dikti dengan judul “Beta Punya (Belajar Tanaman Obat
Pengusir Nyamuk)” pada tahun 2017.

36

Anda mungkin juga menyukai