Anda di halaman 1dari 73

MAKALAH KELAINAN KONGENITAL SISTEM GENITOURIARIA

EMBRIOLOGI SISTEM GENITALIA PRIA

Penentuan jenis kelamin pada anak melalui tiga tahap, yaitu tahap genetik, tahap
gonad, dan tahap fenotip.
1. Tahap genetik : tahap yang bergantung pada kombinasi genetik pada saat
pembuahan. Jika sperma yang membawa kromosom Y yang membuahi
oosit maka akan menjadi anak laki-laki. Namun sebaliknya, apabila
sperma yang membawa kromosom X yang membuahi oosit maka akan
menjadi anak perempuan.
2. Tahap gonad : tahap perkembangan testis atau ovarium
3. Tahap fenotip : tahap diferensiasi membentuk sistem reproduksi

Sementara itu, perkembangan sistem genitalia manusia berasal dari lapisan


mesoderm intermediat, dan penentu perkembangan genitalia ke arah jenis kelamin
laki-laki atau perempuan ditentukan oleh kromosom Y, dimana dalam kromosom
Y mengandung gen SRY (Sex Determining Region on Y). Perkembangan sistem
genitalia manusia terdiri dari:
 Gonad
 Duktus Genitalis
 Genitalia Eksterna
 Perkembangan Gonad
Pada mulanya gonad akan tampak sebagai
bubungan longitudinal yang disebut dengan Genital
Ridge. Kemudian pada minggu kelima sampai
keenam akan terjadi perpindahan sel germinativum
ke gonad primitif dan menginvasi genital ridge.
Sesaat sebelum dan setibanya sel-sel germinativum
ke gonad primitif, terjadi ploriferasi pada epitel
genital ridge dan membentuk korda seks primitif. Pada saat ini gonad pada
janin laki-laki dan janin perempuan sangat sulit untuk dibedakan, sehinggga
pada tahap ini gonad disebut gonad indeferen.

Kemudian pada minggu kedelapan terjadi beberapa perubahan yang


dipengaruhi oleh gen SRY pada kromosom Y. Perubahan tersebut
diantaranya:
1. Sel intertisial leydig menghasilkan banyak testosteron
2. Korda seks primitif berploriferasi membentuk korda medularis
(testis) dan pada bulan keempat korda testis terdiri dari sel
germinativum primitif dan sel sertoli.
3. Terbentuk jaringan ikat yang disebut tunika albuginea.
 Perkembangan Duktus Genitalis
Pada awalnya terdapat dua pasang
duktus, yaitu : diktus mesonefrikus
(duktus Wolfii) dan duktus para
mesonefrikus (duktus Müller). Namun,
karean pengaruh gen SRY yang bekerja
sama dengan gen otosom SOX9
menyebabkan peningkatan dari produksi
faktor steroidogenesis 1 (SF1) dan
mengakibatkan regresi pada duktus
paramesonefrikus (duktus Müller) dan
diferensiasi duktus mesonefrikus (duktus
Wolfii) menjadi duktus deferens, vesicula seminalis, duktus eferen dan
epididimis, yang terjadi pada kurang lebih bulan keempat. Selain itu, regresi
duktus paramesonefrikus juga dipengaruhi oleh faktor inhibisi duktus Müller.

 Perkembangan Genitalia Eksterna


Perkembangan genitalia pria dipengaruhi oleh
hormon testosteron yang disekresi oleh testis.
Dimulai pada minggu ketiga akan terbentuk
sepasang lipatan kloaka yang berasal dari regio
primitive streak. Pada bagian kranial lipatan
kloaka akan menyatu membentuk tuberkulum
genitale. Sementara itu pada bagian kaudal
sebelah anterior, lipatan kloaka akan menjadi
lipatan uretra dan pada bagian sebelah posterior
akan membentuk lipatan anus. Selain itu,
terdapat pula penebalan genital, yang terdapat
dikedua sisi lipatan urtera yang akan
membentuk penebalan skrotum.
Proses pembentukan genitalia eksterna pria, awalnya akan terjadi
pemanjangan cepat tubernakulum genitale ke arah depan, disebut sebagai
phallus (penis). Kemudian selama pemanjangan, phallus menarik lipatan
uretra ke arah depan, sehingga lipatan uretra tersebut membentuk dinding
lateral dari alur uretra. Alur uretra ini berjalan disepanjang kaudal phallus
yang memanjang, namun tidak sampai bagian distal glans penis.

Pada akhir bulan ketiga, kedua lipatan uretra menutupi lempeng uretra dan
menjadi uretra penis. Kemudian, bagian paling distal penis terbebtuk saat saat
ektoderm dari ujung glans menembus ke arah dalam membentuk korda epitel
pendek dan pada akhirnya akan membentuk ostium uretra eksterna pada
bulan keempat.

Dalam hal ini, apabila penyatuan lipatan uretra tidak sempurna, maka akan
menyebabkan terbentuknya muara meatus uretra yang abnormal di
permukaan inferior penis. Kelainan ini disebut sebagai Hipospadia. Insidensi
penyakit ini terjadi pada 3-5 kasus/1000 kelahiran.

 Penurunan Testis

Pada awalnya testis berada pada rongga abdomen bagian posterior. Namun,
karena beberapa hal menyebabkan testis dapat turun ke kantong skrotum. Faktor-
faktor yang dapat mengendalikan turunnya testis adalah :
1. Peningkatan tekanan intraabdomen
akibat pertumbuhan organ pada
abdomen
2. Pertumbuhan keluar bagian
ekstraabdomen gubernakulum ke
arah skrotum
3. Pengaruh hormon androgen
(testosteron)
Pada akhir bulan kedua akan terbentuk
ligamentum genitale kaudal, yang berasal
dari degenerasi mesonefros dan terbentuk
pula gubernakulum. Sebelum testis turun
gubernakulum berada di regio inguinal
antara musculus oblikus internus abdominis
dan musculus oblikus eksternus abdominis. Sewaktu testis mulai turun ke cincin
inguinal, gubernakulum tumbuh dari regio inguinal ke arah penebalan skortum
dan disebut sebagai gubernakulum ekstra abdomen. Ketika testis melalui kanalis
inguinalis, gubernakulum ekstra abdomen bersentuhan dengan dasar skrotum.
Pada keadaan normal, penurunan testis dari abdomen ke regio inguinal terjadi
pada minggu ke-12, dan melalui kanalis inguinalis pada minggu ke-28, kemudian
mencapai skrotum pada minggu ke-33.

Lapisan peritoneum rongga abdomen juga mengalami evaginasi ke dalam


penebalan skrotum dan disebut sebagai processus vaginalis yang berjalan
mengikuti perjalanan gubernakulum testis ke penebalan skrotum. Processus
vaginalis ini selanjutnya akan menutupi testis ketika testis turun dan selanjutnya
membentuk lapisan pembungkus testis, yaitu lapisan visceral tunika vaginalis dan
lapisan parietal tunika vaginalis.

Selain peritoneum, lapisan otot dan fasia dinding tubuh juga mengalami evaginasi
ke arah penebalan skrotum. Selanjutnya lapisan otot dan fasia yang mengalami
evaginasi ini juga akan melingkupi testis, dan membentuk lapisan-lapisan yaitu:
 Fasia transversalis akan membentuk fasia spermatica interna

 Musculus obliqus internus abdominis akan membentuk fasia Cremastica


dan M. Crematica
 Musculus oblikus eksterna abdominis akan membentuk fasoa spermatica
eksterna.

ANATOMI ORGAN GENITALIA MASCULINA


1. Scrotum

2. Penis

3. OUE

4. Testis

5. Epididmis

6. Ductus deferens

7. Ductus ejakulatorius

8. Prostat
SCROTUM

 Kantong yg menonjol keluar dr bag. Bawah dinding anterior abdomen.

 Berisi testis & epididimis.

Lapisan Scrotum:
1. Cutis

2. Fascia
superficialis

3. Fascia spermatica
eksterna

4. Fascia
cremasterica

5. Fascia spermatica interna

6. Tunika veginalis

Pendarahan :
Plexus subcitaneus &anastomiasis arteriovenosa à ↓ suhu & membantu
mengontrol temperature lingkungan.
Arteri : a. pudenda eksterna,a.femoralis,& rami scrotales arteriae pudenda interna
Persarafan :
 Anterior à n.ilio inguinalis & ramus genitalis n.genitofemoralis.

 Posterior à cabang n.perinealis & n.cutaneus femosris post.

PENIS
Mempunyai radix penis yg terfiksasi dan corpus yg bergantung bebas.
1. Radix penis :

Dibentuk o/ 3 massa jar.erektil:


 bulbus penis

 crus penis dextra dan sinistra

2. Corpus penis:

Terdiri dari 3 jar. Erektil : - 2 corpora cavernosa penis (dorsal).


- 1 corpus spongiosum (ventral)à makin ke distal
melebar membntk glans penis .

 Pd ujung glans penis terdpt celah yg merupakan muara uretra disubt


osthium uretra eksterna (OUE).
 Preputium penis adalah lipatan kulit yg menutupi glans penis.
Lapisan pembungkus penis dari dalam
keluar : Tunika albuginea  Fascia Buck
 Dermis
Pendarahan:
Arteri:
 Corpus cavernosum à a.profunda penis.

 Corpus spongiosum à a.bulbi penis.

 a.Dorsalis penis.

Ketiga arteri di atas adalah cabang dari a.pudenda interna .


Vena :Vena bermuara ke v.pudenda interna.
Persarafan : Berasal dari nervus pudendus dan plexus pelvicus.
TESTIS

 Organ kulit yg mudah bergerak dan terletak dlm scrotum

 Sinistra lbh rendah dibanding decxtra

 Masing2 dilapisi o/ capsula fibrosa tunika albiginea)

 Di dalam capsula byk terdapat lobuli testis.

 1 lobulus terdiri dari 3 tubulus seminiferus

EPIDIDIMIS
 Panjang : 6m (berkelok-kelok)

 Sal. Pjg ini merupakan tmpt penyimpnan spermatozoa untuk menjadi


matang.

 Terletak di posterior terhadap testis dgn ductus deferens pd sisi medialnya.

Terdiri dari :
Caput ,corpus,cauda

DUCTUS DEFERENS
Panjang : 45 cm
 Sal. yg menyalurkan sperma matang dr epididimis ke ductus ejaculatorius
& uretra.

 Bag. terminal melebar mmbntk ampula ductus deferens

 Ujung ampula menyempit & bergabung dgn ductus vesucula seminalis


mmbntk ductus ejaculatorius.

DUCTUS
EJAKULATORIUS
Panjang < 1 inchi
 Dibentuk dr gab. Ductus deferens & ductus vesicula seminalis

 Bermuara ke uretra pars prostatika

 Menembus facies posterior prostatae.

PROSTAT
Kel. Fobromuskular
yg mengelilingi uretra
pars prostatica
Panjang : 3 cm
Letak : antara
collum vesicae &
diafragma urogenital
di bawah

Pendarahan
Arteri : cabang a.vesicalis inferior & a.rectalis media
Vena : membntk plexus prostaticus
Persarafan : asalnya dr hypogastricus inferior.Saraf simpatis merangsang otot
polos prostata saat ejakulasi.
FISIOLOGI REPRODUKSI PRIA

Fungsi reproduksi penting pada pria adalah (1) pembentukan sprema


(spermatogenesis) dan (2) penyaluran sperma pada wanita. Sistem reproduksi
pada pria dan wanita dirancang untuk memungkinkan penyatuan bahan genetik
dari kedua mitra seksual, penting untuk kelangsungan hidup spesies, dan memiliki
dampak besar pada kehidupan seseorang.

A. Spermatogenesis dan Spermiogenesis


Spermatogenesis mencakup semua peristiwa yang berlangsung pada saat
spermatogonia berubah menjadi spermatozoa. Pada pria, diferensiasi sel benih
primordial dimulai pada masa pubertas. Spermatogenesis pada manusia
berlangsung selama 65-75 hari dari spermatogonium hingga sperma matur, dan
pada satu waktu, tiap tubulus seminiferus sedang melakukan tahap
spermatogenesis yang berbeda. Karena itulah sperma dapat dihasilkan tiap hari.
Diawali dari spermatogonia (stem cell-diploid) yang berada di dekat membran
basal tubulus seminiferus bermitosis, dan menembus tight junction dari sawar
darah testis. Sebagian sel yang telah bermitosis tetap tinggal pada tempatnya
semula. Kemudian spermatogonia berdiferensiasi menjadi spermatosit primer
(masih diploid). Kemudian spermatosit primer akan mengalami meiosis I menjadi
2 spermatosit sekunder (haploid), lalu dilanjutkan dengan meiosis II, masing-
masing menjadi 2 spermatid.
Keunikan yang terjadi pada spermatogenesis adalah ketidaksempurnaan proses
sitokinesis dari proses mitosis, membuat sel-sel tetap berhubungan dalam
jembatan sitoplasma. Hal ini penting memungkinkan perpindahan sitoplasma. Hal
ini dikarenakan kromosom X memiliki gen yang mengkode produk sel yang
penting bagi perkembangan sperma, sedangkan kromosom Y tidak.
Tahap terakhir adalah spermiogenesis. Merupakan serangkaian perubahan
yang menimbulkan transformasi spermatid menjadi spermatozoa. Perubahan ini
meliputi: (a) Pembentukan akrosom yang menutupi setengah permukaan inti; (b)
kondensasi inti; (c) pembentukan leher, bagian tengah, dan ekor; dan (d)
meluruhkan sebagian besar sitoplasma. Spermatid akan berubah menjadi
spermatozoon yang memiliki tiga bagian: kepala, bagian tengah, dan ekor. Bagian
kepala memiliki lapisan akrosom, lapisan enzim yang digunakan sebagai “bor
enzim” untuk penetrasi ke dalam ovum. Akrosom dibentuk dari agregasi vesikel
dari retikulum endoplasma sebelum hilang. Ekor dari spermatozoon, berfungsi
untuk mobilisasi, mendapatkan energi dari mitokondria yang terkonsentrasi pada
bagian tengah. Pada akhirnya, sperma akan terlepas dari hubungannya dengan sel
Sertoli (spermiasi) dan memasuki lumen tubulus. Pada titik ini, sperma belum
dapat berenang.

Gambar 1. Spermatogenesis

Gambar. 2 Tahapan-tahapan penting dari transformasi spermatid menjadi


spermatozoa.
Gambar 3. Sperma

Sel Sertoli yang terdekat dengan membran basal menciptakan sawar darah
testis yang menghalangi substansi darah langsung masuk ke dalam lumen tubulus
seminiferus, sehingga menciptakan kompisisi yang unik dari cairan dalam
tubulus. Sekret ini juga yang akan mendorong sperma dari tubulus ke epididimis.
Selain itu, sawar darah ini berfungsi untuk mencegah pembentukan antibodi pada
spermatozoa. Sel Sertoli juga berfungsi untuk memberi nutrisi pada sel sperma
yang berkembang dengan mengubah glukosa menjadi laktat, karena sel sperma
menggunakan laktat sebagai sumber energi. Androgen-binding protein merupakan
struktur penting yang dimiliki sel sertoli, yang berfungsi untuk menahan
testosteron agar tidak terbuang dari lumen tubulus karena testosteron dibutuhkan
dalam jumlah yang banyak dalam testis untuk produksi sperma. Sel Sertoli adalah
kontrol spermatogenesis yang diatur oleh testosteron dan FSH. Sertoli akan
menghasilkan hormon inhibin, yang merupakan feedback negatif untuk FSH.

B. Pengaturan Hormon
Testis dikontrol oleh LH (Luteinizing hormone)
dan FSH (follicle stimulating hormone), yang
kerjanya mengaktifkan cAMP pada gonad. LH
bekerja pada sel Leydig, mengatur sekresi testosteron.
FSH bekerja pada sel Sertoli untuk meningkatkan
spermatogenesis. Sekresi FSH dan LH distimulasi
oleh GnRH (Gonadotropin releasing hormone)
hipotalamus.

Testosteron dan inhibin mempengaruhi sekresi LH


dan FSH. Testosteron memiliki feedback negative
terhadap sekresi LH dalam dua cara: mengurangi
pelepasan GnRH oleh hipotalamus dan secara
langsung mengurangi produksi LH pada hipofisis. Maka, efek testosterone lebih
besar pada penghambatan pelepasan LH daripada FSH yang hanya dihambat oleh
inhibin secara langsung pada hipofisis.
TSH dan testosteron berperan dalam mengontrol spermatogenesis dengan
bekerja pada sel sertoli. Testosteron bekerja pada saat mitosis dan meiosis,
sedangkan FSH bekerja saat remodeling spermatid. Testosteron disintesis dari
kolesterol di testis. Karena merupakan hormon yang lipid-soluble, hormo in
ilangsung berdifusi keluar dari sel Leydig ke interstitial dan darah. Pada genitalia
eksterna dan prostat, testosteron diubah menjadi dihidrotestosteron (DHT).
Testosteron telah disekresi testis sejak fetus, menyebabkan maskulinisasi
sistem reproduksi, Namun setelah lahir, testis akan dorman hingga masa pubertas.
Masa pre-pubertas penting untuk mempersiapkan fisik untuk reproduksi. Selama
pre-pubertas, LH dan FSH tidak disekresi adekuat untuk menstimulasi aktivitas
testis. Selain itu, aktivitas GnRH juga diinhibisi selama pre-pubertas.
Pubertas (usia 8-12 tahun) dimulai dengan sekresi GnRH (banyak pada malam
hari), menyebabkan kenaikan level testosteron yang menyebabkan munculnya
karakteristik sex sekunder. Faktor yang menginisiasi pubertas belum diketahui
secara jelas. Beberapa teori mengarah pada peran hormon Melatonin yang
memiliki efek antigonaditropic. Melatonin disekresi berdasarkan ekspos terhadap
cahaya. Cahaya yang masuk ke mata menginhibisi jaras saraf yang mengatur
sekresi melatonin.

C. Duktus dan Organ Asesoris Pada Reproduksi Pria


Tekanan yang diberikan oleh cairan dari sel Sertoli menekan sperma ke arah
rete testis, kemudian ke duktus efferent yang berstruktur coiled, dan akhirnya ke
Epididimis. Epididimis merupakan saluran berbentuk koma sepanjang 4 cm yang
berfungsi untu maturasi sel sperma. Dalam duktus ini banyak terdapat pembuluh
darah dan saraf yang terdapat pada lapisan otot dan jaringan ikatnya. Di bagian
inilah sperma mendapatkan kemampuan motilitas dan fertilisasi (14 hari). Proses
maturasi sperma ini distimulasi testosteron. Kemampuan sperma untuk fertilisasi
dinaikkan dengan ekspos terhadap defense, protein yang dihasilkan epididimis
yang fungsi utamanya adalah untuk mempertahankan sperma dari
mikroorganisme. Nantinya kemampuan fertilisasi ini juga dinaikkan oleh secret
dari reproduksi wanita.
Kontraksi otot dari epididimis berfungsi sebagai pendorong sperma ke vas
deferens. Sperma yang tidak diejakulasi dapat bertahan selama beberapa bulan
dan akan direabsorbsi bila telah mencapai waktu tertentu. Duktus (Vas) deferens
mengalirkan sperma selama ada dorongan seksual ke uretra dengan gerakan
peristaltik. Fungsi penyimpanannya hampir sama dengan epididimis. Dalam
duktus deferens, sperma inaktif sehingga kebutuhan energinya relatif kecil.
Kelenjar asesoris yang terdapat pada reproduksi pria antara lain adalah
Vesikula seminalis, kelenjar prostat, dan kelenjar bulbouretra. Vesikula seminalis
memberikan sebesar 60% volume semen. Isi dari volume ini antara lain fruktosa,
yang merupakan sumber energi sperma yang diejakulasi; prostaglandin, yang
memicu kontraksi otot pada reproduksi pria maupun wanita; Fibrinogen yang
berfungsi untuk menggumpalkan semen agar tetap berada dalam vagina pada saat
penis ditarik keluar. Gumpalan ini nantinya akan dihancurkan oleh Prostate-
specific antigem (PSA).
Kelenjar prostat menyekresi cairan alkaline untuk menetralisasi sekret vaginal
yang asam, karena sperma lebih aktif berada dalam lingkungan yang agak basa.
Juga terdapat secret yang memicu penggumpalan sperma. Kelenjar bulbouretra
menyekresikan substansi mucus untuk lubrikasi selama hubungan seksual.

FISIOLOGI BERKEMIH

MIKSI (BERKEMIH)
Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi.
Proses ini terdiri dari dua langkah utama: (1) kandung kemih secara progresif
terisi sampai tegangan di dindingnya meningkat di atas nilai ambang, yang
kemudian mencetuskan langkah kedua; (2) timbul refleks saraf yang disebut
refleks miksi (Refleks berkemih) yang berusaha mengosongkan kandung kemih
atau jika ini gagal setidak-tidaknya menimbulkan kesadaran akan keinginan untuk
berkemih. Meskipun refleks miksi adalah refleks autonomik medula spinalis,
refleks ini bisa juga dihambat atau ditimbulkan oleh pusat korteks serebri atau
batang otak.

Anatomi Fisiologik dan Hubungan Saraf pada Kandung Kemih


Kandung kemih, yang diperlihatkan pada gambar 31-1, adalah ruangan
berdinding otot polos yang terdiri dari dua bagian besar: (1) badan (korpus),
merupakan bagian utama kandung kemih dimana urin berkumpul, dan (2) leher
(kollum), merupakan lanjutan dari badan yang berbentuk corong, berjalan secara
inferior dan anterior ke dalam daerah segitiga urogenital dan berhubungan dengan
uretra. Bagian yang lebih rendah dari leher kandung kemih disebut uretra
posterior karena hubungannya dengan uretra.
Otot polos kandung kemih disebut otot destrusor. Serat-serat ototnya meluas
ke segala arah dan bila berkontraksi, dapat meningkatkan tekanan dalam kandung
kemih menjadi 40 sampai 60 mmHg. Dengan demikian, kontraksi otot detrusor
adalah langkah terpenting untuk mengosongkan kandung kemih. Sel-sel otot polos
dari otot detrusor terangkai satu sama lain sehingga timbul aliran listrik
berhambatan rendah dari satu sel otot ke sel otot lain.
Pada dinding posterior kandung kemih, tepat dia atas bagian leher dari
kandung kemih, terdapat daerah segitiga kecil yang disebut trigonum. Trigonum
dapat dikenali dengan melihat mukosanya, yaitu lapisan dalam dari kandung
kemih, yang halus, berbeda dengan mukosa kandung kemih bagian lainnya, yang
berlipat-lipat membentuk rugae. Masing-masing ureter, pada saat memasuki
kandung kemih berjalan secara oblique melalui otot detrusor.

Persarafan Kandung Kemih


Persarafan utama kandung kemih ialah nervus pelvikus, yang berhubungan
dengan medula spinalis melalui pleksus sakralis, terutama berhubungan dengan
medula spinalis segmen S-2 dan S-3. Berjalan melalui nervus pelvikus ini adalah
serat saraf sensorik dan serat saraf motorik. Serat sensorik mendeteksi derajat
regangan pada dinding kandung kemih. Tanda-tanda regangan dari uretra
posterior bersifat sangat kuat dan terutama bertanggung jawab untuk mencetuskan
refleks yang menyebabkan pengosongan kandung kemih.
Saraf motorik yang menjalar dalam nervus pelvikus adalah serat parasimpatis.
Serat ini berakhir pada sel ganglion yang terletak dalam dinding kandung kemih.
Saraf postganglion pendek kemudian mempersarafi otot destrusor.
Selain nervus pelvikus, terdapat dua tipe persarafan lain yang penting untuk
fungsi kandung kemih, yang terpenting adalah serat otot lurik yang berjalan
melalui nervus pudendal menuju sfingter eksternus kandung kemih. Ini adalah
serat saraf somatik yang mempersarafi dan mengontrol otot lurik pada sfingter.
Juga, kandung kemih menerima saraf simpatis melalui nervus hipogastrikus,
terutama berhubungan dengan segmen L-2 medula spinalis. Serat simpatis ini
mungkin terutama merangsang pembuluh darah dan sedikit mempengaruhi
kontraksi kandung kemih. Beberapa serat saraf sensorik juga berjalan melalui
saraf simpatis dan mungkin penting dalam menimbulkan sensasi rasa penuh dan,
pada beberapa keadaan, rasa nyeri.

Transpor Urin dari Ginjal melalui Ureter dan Masuk ke dalam Kandung
Kemih
Urin mengalir ke kaliks renalis, kemudian meregangkan kaliks renalis dan
meningkatkan aktivitas pacemakernya, yang kemudian mencetuskan kontraksi
peristaltik yang menyebar ke pelvis renalis dan kemudian turun sepanjang ureter.
Dinding ureter terdiri dari otot polos dan dipersarafi oleh saraf simpatis dan
parasimpatis. Seperti halnya otot polos pada organ viscera yang lain, kontraksi
peristaltik pada ureter ditingkatkan oleh perangsangan parasimpatis dan dihambat
oleh simpatis.
Ureter memasuki kandung kemih menembus otot detrusor di daerah trigonum
kandung kemih. Tonus normal dari otot detrusor pada dinding kandung kemih
cenderung menekan ureter, dengan demikian mencegah aliran balik urin dari
kandung kemih waktu tekanan di kandung kemih meningkat selama berkemih
atau sewaktu terjadi kompresi kandung kemih.
Sensasi Rasa Nyeri Pada Ureter dan Refleks Ureterorenal.
Ureter dipersarafi secara sempurna oleh serat saraf nyeri. Bila ureter tersumbat
(contoh, oleh batu ureter), timbul refleks konstriksi yang kuat sehubungan dengan
rasa nyeri yang hebat. Impuls rasa nyeri juga menyebabkan refleks simpatis
kembali ke ginjal untuk mengkonstriksi arteriol-arteriol ginjal, dengan demikian
menurunkan pengeluaran urin dari ginjal. Efek ini disebut refleks ureterorenal and
bersifat penting untuk mencegah aliran cairan yang berlebihan ke dalam pelvis
ginjal yang ureternya tersumbat.

Refleks Berkemih
Keinginan berkemih disebabkan oleh refleks peregangan yang dimulai oleh
reseptor regang sensorik pada dinding kandung kemih. Sinyal sensorik dari
reseptor regang kandung kemih dihantarkan ke segmen sakral medula spinalis
melalui nervus pelvikus dan kemudian secara refleks kembali lagi ke kandung
kemih melalui serat saraf parasimpatis melalui saraf yang sama ini. Ketika
kandugn kemih hanya terisi sebagian, kontraksi berkemih ini biasanya secara
spontan berelaksasi setelah beberapa detik, otot detrusor berhenti berkontraksi,
dan tekanan turun kembali. Karena kandung kemih terus terisi, refleks berkemih
menjadi bertambah sering dan menyebabkan kontraksi otot detrusor lebih kuat.
Mekanisme refleks berkemih
 Dimulai dengan kontraksi otot polos dinding vesica urinaria:
Serabut afferent dan efferent n.pelvicus.
Pusat Pons dan Medula oblongata
 Pengaliran urine ke dalam uretra:
Serabut afferent : n. pudendus
Serabut efferent n. pelvicus
 Peregangan pangkal uretra
Serabut afferent dan efferent : n. hypogastricus
 Relaksasi m. sphincter urerethrae externus
Serabut afferent dan efferent : n. pudendus
 Relaksasi otot polos bagian 1/3 atas urethra:
Serabut afferent dan efferent: n. pelvicus
Pusat refleks: segmen sacral medulla spinalis.

FIMOSIS
Definisi:
Suatu kelainan dimana prepusium penis yang tidak dapat diretraksi(ditarik) ke
proksimal sampai ke korona glandis
 Fimosis dialami oleh sebagian besar bayi baru lahir krn terdapat adhesi
alamiah antara prepusium dgn glans penis(hanya 4% yg tdk)
Epidemiologi:
 >> pd bayi/anak2 hingga usia 3 atau 4 thn

 Sekitar 1% trjd pd usia 16-17 thn

 Sebagian >> disertai tanda2 peradangan penis distal(apapun penyebabnya)

Klasifikasi:
1. Fimosis kongenital/fisiologi
 Timbul sejak lahir

 Merupakan kondisi normal pd anak2,bahkan s/d remaja

Saat lahir,kulit prepusium sll melekat erat pd galns penis&tdk dpt ditarikseiring b+
+ usia (+ hormon&f.pertumbuhan)keratinisasi lap epitel&deskuamasi antara glans
penis&lap dlm prepusium(smegma mengumpul)kulit prepusium terpisah dari glans
penis
Ereksi penis yg tjd scr berkalaprepusium terdilatasi perlahan2prepusium jd
retraktil&dpt ditarik ke proksimal
 Tapi dapat terjadi kegagalan prepusium utk melonggar dlm proses
pertumbuhanpatologik

2. Fimosis didapat/patologik
adlh ketidakmampuan utk menarik prepusium stlh sblmnya dpt ditarik.
 Disebabkan sempitnya muara di ujung kulit kemaluan scr anatomis

 Timbul kemudian stlh lahir

Patofisiologi:

Etiologi:
1. kebersihan/higiene yg buruk
2. Peradangan kronik glans penis(balanitis)&kulit prepusiumbalanopostitis
3. Penarikan berlebihan kulit prepusium pd fimosis kongenital

Manifestasi klinis:
 Ujung prepusium penis menggelembung krn tumpukan urin(balloning)
saat BAK
 Sulit kencing

 Air seni keluar tdk lancar,kdg menetes,kdg memancar dgn arah tdk
terduga(pancaran mengecil)

 Kulit penis tdk dpt ditarik

 Biasanya bayi menangis&mengejan saat BAK(krn nyeri)

 Kdg dibawa ortu krn (+)korpus smegma

 Dpt disertai demam

 Iritasi pd penis

Diagnosis:
 Anamnesis

 Pf fisik

Talak :
1. Terapi konservatif
 salep kortikoid(0,05-0,1%) 2x shri slm 20-30 hri
o Indikasi :anak usia 3 thn
o Kontra indikasi:bayi&anak yg msih pakai popok
 salep deksametason 0,1% 3/4x slm 6 mgg
o Indikasi:fimosis yang disertai BXO
2. Sirkumsisi (dhn teknik dorsumsisi)
Indikasi:
 Fimosis patologik

 Fimosis dgn keluhan miksi

 Fimosis dgn infeksi sal kemih b’ulang

 Balloning kulit prepusium saat miksi


 tidak dianjurkan dilakukan dilatasi/retraksi paksa pd fimosis krn dpt
menimbulkan luka&sikatriks pd ujung prepusium sbg fimosis sekunder.

Komplikasi:
 Nyeri

 Retensi urin

 Ballonitis

 Infeksi sal kemih

 Akumulasi sekret&smegma yg kemudian t’kena infeksi sekunder(+)jar parut

Diagnosis banding:
Parafimosis

Prognosis:
Baik bila cepat didiagnosis&ditangani

PARAFIMOSIS
Definisi

Parafimosis adalah prepusium penis yang di retraksi sampai di sulkus coronarius


tidak dpat di kembalikan pada keadaan semula dan timbul jeratan pada penis di
belakang sulkus coronarius

Etiologi

Di sebabkan oleh tindakan menarik prepusium ke proksimal dan lupa di


kembalikan ke posisi semula saat buang air kecil

Epidemiologi

Terjadi pada laki-laki semua usia, namun tersering pada massa bayi dan remaja
yang belum di sirkumsisi

Manifestasi klinis

Mengeluhkan rasa nyeri di daerah penis


Disuria dan hematuria
Glans penis tampak membesar dan kongesti,dengan cincin prepusium yang edema
di sekeliling sulcus coronarius

Patogenesis

Parafimosis terjadi bila prepusium tetap retraksi dalam waktu lama


Hal ini menyebabkan terjadinya obstruksi vena dan bendungan pada galan penis
yang sangat nyeri
Seiring waktu, gangguan aliran vena dan limfatik ke penis menjadi terbendung
dan semakin membengkak
Dengan berjalannya proses pembengkakan suplai darah menjadi berkurang dan
dapat menyebabkan terajdinya infark/nekrosis pada penis

Diagnosis

Anamnesis
 anak kecil yang prepusiumnya di turunkan secara paksa dan lupa di
kembalikan ke posisi semula
 remaja yang melakukan aktifitas seksual berlebihan
 pria dengan balanoposthisis kronis
Px Fisik
 jeratan ini akan menyebebakan kongesti vena
 pada px fisik di dapatkan edema dan pembesaran glans penis
 pada proses perjalan penyakit juga dapat di temukan oklusi arteri dan
nekrosis dari glans penis

Penatalaksanaan

Prepusium di usahakan untuk di kembalikan secara manual dengan teknis memijat


glans penis 3-5 menit
Jika tidak berhasil di lakukan dorsum insisi pada jeratan sehingga prepusium
dapat di kembalikan pada tempatnya
Prognosis
Akan semakin baik jika kondisi ini semakin dini dan cepat pula di diagnosis dan
di tangani

Komplikasi

Resiko terjadinya nekrosis


Gangren maupun hilangnya ujung penis
HIPOSPADIA

Definisi
Kelainan congenital dengan asosiasi tiga anomali penis:
1. abnormalitas letak meatus uretra yang dapat ditemukan di mana saja dari
aspek ventral glans hingga perineum.
2. abnormalitas dari kelengkungan penis (chordee) jadi penis angulasi ke ventral
3. tidak didapatkan prepusium ventral sehingga prepusium dorsal menjadi
berlebihan (dorsal hood)
Tapi Karakteristik kedua dan ketiga tidak selalu hadir dalam semua kasus

Klasifikasi
• Menurut MCDP (metropolitan congenital defects program)
• Derajat 1 : OUE terletak pada permukaan ventral glans penis dan atau
korona glans.
• Derajat 2: OUE terletak pada ventral korpus penis.
• Derajat 3: OUE terletak pada permukaan ventral skrotum/perineum
Pada derajat 2/3 dapat disertai angulasi penis ke arah penis (chordee penis)

• Menurut Browne (1936)


• Hipospadi Anterior  glanular, subkoronal, dan penis distal
• Hipospadi Medius  midshaft, dan penis proksimal
• Hipospadi Posterior  pernoskrotal, scrotal, dan perineal

Etiologi
• Abnormalitas produksi androgen oleh testis janin
• Keterbatasan sensitivitas androgen pada jaringan utk perkembangan genitalia
eksterna (kurangnya reseptor androgen atau kurngnya enzim 5α reduktase)
• Kembar monozigot: pada perkembangan janin hormon hcg terbagi 2 karena
plasenta Cuma 1 jadi gangguan perkembangan dan pembentukan
uretra.resiko meningkat jadi 8 kali lipat.
• Mutasi 5α reduktase enzim utk mengkonversi testosteron menjadi DHT

Manifestasi Klinis
• Lubang ada di bagian bawah penis
• Penis melengkung kebawah
• Glans penis lebih datar
• Prepusium menumpuk di bagian punggung penis

Tatalaksana (Operasi)
• Dengan tindakan bedah dengan tujuan:
1. Membuat penis lurus dgn memperbaiki chordee
2. Membentuk uretra dan meatusnya yg muaranya pada ujung glans
penis (uretroplasti)
3. Untuk mengembalikan aspek normal dari genialia eksterna
(kosmetik)
Pembedahan paling baik dilakukan pada usia prasekolah

• Teknik opersi,bisa menggunakan teknik siddiq-chaula operasi dua tahap


1. Tahap pertama eksisi dari chordee dan bisa sekaligus dibuatkan
terowongan yg berepitel pada glans penis.Dilakukan pada usia 1,5 – 2
tahun.penis diharapkan lurus,tapi meatus uretra eksternum masih pada
tempat yg abnormal.Penutupan luka operasi menggunakam prepusium
bagian dorsal penis
2. Tahap kedua dilakukan uretroplasti,6 bulan pasca operasi saat jar
parut sudh lunak.Dibuat insisi paralel pada tiap sisi uretra sampai ke
glans penis,lalu dibuat pipa dari kulit di bagian tengah.Setelah uretra
terbentuk,luka ditutup dgn flap dari kulit prepusium dibagian sisi yang
ditarik kebawah dan dipertemukan pada garis tengah
Komplikasi
• Adanya rambut dalam uretra sehingga dapat menimbulkan infeksi
• Striktur uretra
• Malu karena perbedaan posisi BAK
• Kesukaran saat berhubungan seksual

EPISPADIA

Definisi
Merupakan kelainan kongiental berupa tidak adanya dinding uretra bagian atas.
Kelainan ini terjadi pada laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering pada
laki-laki. Ditandain dengan terdapat nya lubang uretra di suatu tempat pada
permukaan dorsum penis
Etiologi
1. Idiopatik.
2. Dapat dihubungkan dengan faktor genetik, lingkungan atau pengaruh
hormonal.

Manifestasi Klinis
• Uretra terbuka pada saat lahir, posisi dorsal
• Terdapat penis yg melengkung ke arah dorsal, tampak jelas pada saat ereksi
• Terdapat chordae
• Terdapat lekukan pada ujung penis
• Inkontinesia urin timbul pd epispadia penopubis (95%) dan penis (75%)
karena perkembangan yang salah dari sfingter urinarius

Klasifikasi
• Epispadi kelenjar  meatus terletak pada permukaan, alur dari meatus di
puncak kepala penis
• Epispadi penis  meatus uretra terletak di titik variabel antara kelenjar
dan simfisis pubis
• Epispadi penopubica  Uretra terbuka sepanjang perpanjangan seluruh
hingga leher kandung kemih yang lebar dan pendek

Tatalaksana
• Pemanjangan penis
• Uretroplasti
UNDESENSUS TESTIS ATAU KRIPTORKISMUS

Kriptorkismus berasal dari kata cryptos (Yunani) yang berarti tersembunyi dan
orchis (latin) yang berarti testis. Nama lain dari kriptorkismus adalah
undescended testis, tetapi harus dijelaskan lanjut apakah yang di maksud
kriptorkismus murni, testis ektopik, atau pseudokriptorkismus. Kriptorkismus
murni adalah suatu keadaan dimana setelah usia satu tahun, satu atau dua testis
tidak berada didalam kantong skrotum, tetapi berada di salah satu tempat
sepanjang jalur penurunan testis yang normal. Sedang bila diluar jalur normal
disebut testis ektopik, dan yang terletak di jalur normal tetapi tidak didalam
skrotum dan dapat didorong masuk ke skrotum serta naik lagi bila dilepaskan
disebut pseudokritorkismus atau testis retraktil

Epidemiologi

Besar insidensi UDT berbeda pada tiap-tiap umur. Bayi baru lahir (3 – 6%), satu
bulan (1,8%), 3 bulan (1,5%), Satu tahun (0,5 – 0,8%). Bayi lahir cukup bulan 3%
diantaranya kriptorkismus, sedang lahir kurang bulan sekitar 33% . Pada berat
badan bayi lahir (BBL) dibawah 2000 gram insidensi UDT 7,7% BBL 2000-2500
(2,5%), dan BBL diatas 2500 (1,41%) Insidensi kriptorkismus unilateral lebih
tinggi dibanding kriptorkismus bilateral. Sedang insidensi sisi kiri lebih besar (kiri
52,1% vs kanan 47,9%). Di Inggris, insidensinya meningkat lebih dari 50% pada
kurun waktu 1965 – 1985. di FKUI – RSUPCM kurun waktu 1987 – 1993
terdapat 82 anak kriptorkismus, sedang di FKUSU – RSUP. Adam Malik Medan
kurun waktu 1994 – 1999 terdapat 15 kasus.

Etiologi

Penyebab pasti kriptorkismus belum jelas. Beberapa hal yang berhubungan


adalah

A. Abnormalitas gubernakulum testis

Penurunan testis dipandu oleh gubernakulum. Massa gubernakulum yang besar


akan mendilatasi jalan testis, kontraksi, involusi, dan traksi serta fiksasi pada
skrotum akan menempatkan testis dalam kantong skrotum. Ketika tesis telah
berada di kantong skrotum gubernakulum akan diresorbsi (Backhouse, 1966) Bila
struktur ini tidak terbentuk atau terbentuk abnormal akan menyebabkan
maldesensus testis.

B. Defek intrinsik testis


Maldesensus dapat disebabkan disgenesis gonadal dimana kelainan ini membuat
testis tidak sensitif terhadap hormon gonadotropin. Teori ini merupakan
penjelasan terbaik pada kasus kriptorkismus unilateral. Juga untuk menerangkan
mengapa pada pasien dengan kriptorkismus bilateral menjadi steril ketika
diberikan terapi definitif pada umur yang optimum. Banyak kasus kriptorkismus
yang secara histologis normal saat lahir, tetapi testisnya menjadi atrofi / disgenesis
pada akhir usia 1 tahun dan jumlah sel germinalnya sangat berkurang pada akhir
usia 2 tahun.

C. Defisiensi stimulasi hormonal / endokrin

Hormon gonadotropin maternal yang inadequat menyebabkan desensus


inkomplet. Hal ini memperjelas kasus kriptorkismus bilateral pada bayi prematur
ketika perkembangan gonadotropin maternal tetap dalam kadar rendah sampai 2
minggu terakhir kehamilan. Tetapi teori ini sulit diterapkan pada kriptorkismus
unilateral. Tingginya kriptorkismus pada prematur diduga terjadi karena tidak
adequatnya HCG menstimulasi pelepasan testosteron masa fetus akibat dari
imaturnya sel Leydig dan imaturnya aksis hipothalamus-hipofisis-testis.
Dilaporkan suatu percobaan menunjukkan desensus testis tidak terjadi pada
mamalia yang hipofisenya telah diangkat.

Rasfer et al (1986) memperlihatkan penurunan testis dimediasi oleh androgen


yang diatur lebih tinggi oleh gonadotropin pituitary. Proses ini memicu kadar
dihidrotestotsteron yang cukup tinggi, dengan hasil testis mempunyai akses yang
bebas ke skrotum . Toppari & Kaleva menyebut defek dari aksis hipotalamus-
pituitary-gonadal akan mempengaruhi turunnya testis. Hormon utama yang
mengatur testis adalah LH dan FSH yang doproduksi oleh sel basofilik di pituitary
anterior yang diatur oleh LHRH. FSH akan mempengaruhi mempengaruhi sel
sertoli, epitel tubulus seminiferus. Kadar FSH naik pada kelainan testis

Kriptorkismus yang disertai defisiensi gonadotropin dan adrenal hipoplasia


kongenital mungkin berhubungan dengan sifat herediter. Corbus dan O’Connor,
Perreh dan O’Rourke melaporkan beberapa generasi kriptorkismus dalam satu
keluarga2. Juga ada penelitian yang menunjukkan tak aktifnya hormon Insulin
Like Factor 3 ( Insl3) sangat mempengaruhi desensus testis . Insl3 diperlukan
untuk diferensiasi dan proliferasi gubernakulum. Faktor lain yang diduga berperan
ialah berkurangnya stimulating substances yang diproduksi oleh nervus
genitofemoralis

Faktor Resiko

Karena penyebab pasti kriptorkismus tidak jelas, maka kita hanya dapat
mendeteksi faktor resikonya. Antara lain :

1. BBLR (kurang 2500 mg)


2. Ibu yang terpapar estrogen selama trimester pertama
3. Kelahiran ganda (kembar 2, kembar 3)
4. Lahir prematur (umur kehamilan kurang 37 minggu)
5. Berat janin yang dibawah umur kehamilan.
6. Mempunyai ayah atau saudara dengan riwayat UDT

Patogenesis

Skrotum adalah regulator suhu yang efektif untuk testis, dimana suhu
dipertahankan sekitat 1 derajat Celsius (1,8 derajat Fahrenheit) lebih dingin
dibanding core body temperature. Sel spermatogenesis sangat sensitif terhadap
temperatur badan. Mininberg, Rodger dan Bedford (1982) mempelajari
ultrastruktur kriptorkismus dan mendapatkan perubahan pada kurun satu tahun
kehidupan. Pada umur 4 tahun didapatkan deposit kolagen masif. Kesimpulan
mereka adalah testis harus di skrotum pada umur 1 tahun

Penelitian biopsi testis kriptorkismus menunjukkan bukti yang mengagetkan


dimana epitel germinativum dalam testis tetap dalam ukuran normal untuk 2 tahun
pertama kehidupan. Sementara umur 4 tahun terdapat penurunan spermatogonia
sekitar 75 % sehingga menjadi subfertil / infertil

Setelah umur 6 tahun tampak perubahan nyata. Diameter tubulus seminiferus


mengecil, jumlah spermatogonia menurun, dan tampak nyata fibrosis di antara
tubulus testis. Pada kriptorkismus pascapubertas mungkin testis berukuran
normal, tetapi ada defisiensi yang nyata pada komponen spermatogenik sehingga
pasien menjadi infertil . Untungnya sel leydig tidak dipengaruhi oleh suhu tubuh
dan biasanya ditemukan dalam jumlah normal pada kriptorkismus. Sehingga
impotensi karena faktor endokrin jarang terjadi pada kriptorkismus Penelitian
dengan biopsi jaringan testis yang mengalami kriptorkismus menunjukkan tidak
terjadi abnormalitas kromosom. Maldescensus dan degenerasi maligna tidak dapat
disebabkan karena defek genetik pada testis yang mengalami UDT

Klasifikasi

Kriptorkismus dapat diklasifikasikan berdasar etiopatogenesis dan lokasi.


Berdasar etiopatogenesis kriptorkismus dapat dibagi menjadi :

Mekanik/anatomik : perlekatan, kelainan kanalis inguinalis

1. Endokrin/hormonal: kelainan aksis hipotalamus-hipofise-testis

2. Disgenesis : kelainan interseks multipel

3. Herediter/genetik

Berdasarkan lokasi :

1. Skrotum tinggi (supraskrotal) : 40%

2. Intrakanalikuli (inguinal) : 20 %

3. Intraabdominal (abdomen) : 10 %

4. Terobstruksi : 30%
Ada juga yang membagi lokasi sebagai berikut : (1) intraabdominal (2) Inguinal
(3) Preskrotal (4) Skrotal (5) Retraktil

Major, 1974 membagi kriptorkismus (dalam pengertian umum) membagi menjadi

1. Retensio Testis (dystopy of testicle) Diklasifikasikan sesuai tempatnya

a. Abdominal testicle (retensi abdominal)


b. Canalicular testicle ( retensio canalicularis superior et inferior ) :
testis benar-benar tak teraba
c. Inguinal testicle ( retensio inguinalis) : testis teraba di depan anulus
inguinalis eksternus
d. Testis reflexus (superfisial inguinal ectopy): bentuk paling umum.
Testis sebenarnya tidak melenceng dari alur normal. Gubernakulum
memandu testis menuju bagian bawah skrotum. Testis hanya
bertempat di anterior aponeurosis muskulus obliquus abdominis
eksternus dan sesungguhnya ini bukan suatu testis ektopik

2. The True Ectopic Testis

Di sini testis melewati canalis inguinalis tetapi kemudian menempati daerah


perineum, suprapubic dorsal pangkal penis, bawah kulit pangkal femur sisi
medial.

3. The Floating Testicle

Pada anak-anak kontraksi muskulus kremaster dapat mengangkat testis dari


posisis normal menuju kanalis inguinalis. Refleks ini dipicu oleh rangsang dingin
atau sentuhan. Jangan keliru menganggap posisi ini dengan retensi testis. Tipe ini
dibagi menjadi :

a. The Slidding Testicle ( Uper retractile type)

Testis dapat teraba dengan baikdari midskrotum ke atas sampai di depan


aponeurosis muskulus obliquus abdominis eksternus di atas anulus inguinalis
eksternus.

b. The Pendulant testicle (Lower Retractile Type)

Testis bergerak bolak-balik antar bagian terbawah skrotum dan anulus inguinalis
eksternus.

Diagnosis

Anamnesis

Diagnosis UDT dapat dibuat oleh orangtua anak atau dokter pemeriksa pertama.
Umumnya diawali orangtua membawa anak ke dokter dengan keluhan skrotum
anaknya kecil. Dan bila disertai dengan hernia inguinalis akan dijumpai
pembengkakan atau nyeri berulang pada skrotum. Anamnesis ditanyakan :

1. Pernahkah testis diperiksa, diraba sebelumnya di skrotum.

2. Ada tidaknya kelainan kongenital yang lain, seperti hipospadia, interseks,


prunne belly syndroma, dan kelainan endokrin lain

3. Ada tidaknya riwayat UDT dalam keluarga

Tanda kardinal UDT ialah tidak adanya satu atau dua testis dalam skrotum. Pasien
dapat mengeluh nyeri testis karena trauma, misal testis terletak di atas simpisis
ossis pubis. Pada dewasa keluhan UDT sering dihubungkan dengan infertilitas

Pemeriksaan Fisik

1. Penentuan lokasi testis

Beberapa posisi anak saat diperiksa : supine, squatting, sitting . Pemeriksaan


testis harus dilakukan dengan tangan hangat. Pada posisi duduk dengan tungkai
dilipat atau keadaan relaks pada posisi tidur. Kemudian testis diraba dari inguinal
ke arah skrotum dengan cara milking. Bisa juga dengan satu tangan di skrotum
sedangkan tangan yang lain memeriksa mulai dari daerah spina iliaka anterior
superior menyusuri inguinal sampai kantong skrotum. Hal ini mencegah testis
retraksi karena pada anak refleks muskulus kremaster cukup aktif yang
menyebabkan testis bergerak ke atas / retraktil sehingga menyulitkan penilaian.

Penentuan posisi anatomis testis sangat penting sebelum terapi karena


berhubungan dengan keberhasilan terapi. Testis retraksi tidak perlu terapi. Testis
yang retraktil sudah turun saat lahir, tetapi pada pemeriksaan tidak ditemukan di
dalam skrotum kecuali anak relaks.

2. Penentuan apakah testis palpabel

1. Testis teraba

Bila testis palpable beberapa kemungkinan antara lain : (1) testis retraktil (2)
UDT (3) Testis ektopik (4). Ascending Testis Syndroma . Ascending Testis
Syndroma ialah testis dalam skrotum /retraktil, tetapi menjadi lebih tinggi karena
pendeknya funikulus spermatikus. Biasanya baru diketahui pada usia 8 -10 tahun.
Bila testis teraba maka tentukan posisi, ukuran, dan konsistensi. Bandingkan
dengan testis kontralateralnya.

2. Bila impalpable testis

Kemungkinannya ialah : (1) intrakanalikuler, (2) intraabdominal, (3) Atrofi


testis , (4) Agenesis. Kadang di dalam skrotum terasa massa seperti testis atrofi.
Jaringan ini biasanya gubernakulum atau epididimis dan vas deferens yang bisa
bersamaan dengan testis intraabdominal. Impalpable testis biasanya disertai
hernia inguinal. Pada bilateral impalpable testis sering berkaitan dengan anomali
lain seperti interseksual, prone belly syndrome

Berikut bagan kemungkinan abnormalitas testis :


Pemeriksaan Penunjang

Dilakukan bila testis impalpable atau meragukan beberapa modalitas penunjang


diperlukan.

1. Ultrasonografi (USG)

2. Merupakan modalitas pertama dalam menegakkan kriptorkismus.

Alasan :

a. Sekitar 72% kriptorkismus terletak intrakanalikuler sehingga


aksesibilitas USG cukup baik
b. Non invasif
c. Mudah didapat
d. Praktis/mudah dijadwalkan
e. Murah

Pada USG testis prepubertas mempunyai gambaran ekhogenitas derajat ringan


sampai sedang, dan testis dewasa ekhogenitas derajat sedang.

USG hanya efektif untuk mendeteksi testis di kanalis inguinalis ke superfisial, dan
tidak dapat mendeteksi testis di intraabdominal. Di luar negeri keberhasilannya
cukup tinggi (60-65%), sementara FKUI hanya 5,9%3. Hal ini dipengaruhi oleh
pengalaman operator.

1. CT Scan

Merupakan modalitas kedua setelah USG. CT Scan dapat mendeteksi testis


intraabdominal. Akurasi CT Scan sama baiknya dengan USG pada testis letak
inguinal. Sedang testis letak intraabdominal CT Scan lebih unggul ( CT Scan 96%
vs USG 91%). False positif / negatif biasanya akibat pembesaran limfonodi. Dapat
dibedakan dengan testis karena adanya lemak di sekeliling limfonodi.
2. MRI

Dapat mendeteksi degenerasi maligna pada kriptorkismus. Kelemahannya loop


usus dan limfonodi dapat menyerupai kriptorkismus

3. Angiografi

Akurat tetapi invasif sehingga tidak disukai. Venografi Gadolium dengan MRI
lebih akurat dibanding MRI tunggal

Penanganan

Tujuan dari penanganan UDT adalah :

1. Meningkatkan vertilitas

2. Mencegah torsio testis

3. Mengurangi resiko cidera khususnya bila testis terletak di tuberkulum


pubik

4. Mengkoreksi kelainan lain yang menyertai, seperti hernia

5. Mencegah / deteksi awal dari keganasan testis

6. Membentuk body image

Terapi non Bedah

Berupa terapi hormonal. Terapi ini dipilih untuk UDT bilateral palpabel inguinal.
Tidak diberikan pada UDT unilateral letak tinggi atau intraabdomen. Efek terapi
berupa peningkatan rugositas skrotum, ukuran testis, vas deferens, memperbaiki
suplay darah, dan diduga meningkatkan ukuran dan panjang vasa funikulus
spermatikus, serta menimbulkan efek kontraksi otot polos gubernakulum untuk
membantu turunnya testis. Dianjurkan sebelum anak usia 2 tahun, sebaiknya
bulan 10 – 24. Di FKUI terapi setelah usia 9 bulan karena hampir tidak dapat lagi
terjadi penurunan spontan.

Hormon yang diberikan :

a. HCG

Hormon ini akan merangsang sel Leydig menproduksi testosteron. Dosis :


Menurut Mosier (1984) : 1000 – 4000 IU, 3 kali seminggu selama 3 minggu.
Garagorri (1982) : 500 -1500 IU, intramuskuler, 9 kali selang sehari. Ahli lain
memberikan 3300 IU, 3 kali selang sehari untuk UDT unilateral dan 500 IU 20
kali dengan 3 kali seminggu. Injeksi HCH tidak boleh diberikan tiap hari untuk
mencegah desensitisasi sel Leydig terhadap HCG yang akan menyebabkan
steroidogenic refractoriness.

Hindari dosis tinggi karena menyebabkan efek refrakter testis terhadap HCG,
udem interstisial testis, gangguan tubulus dan efek toksis testis. Kadar testosteron
diperiksa pre dan post unjeksi, bila belum ada respon dapat diulang 6 bulan
berikutnya. Kontraindikasi HCG ialah UDT dengan hernia, pasca operasi hernia,
orchydopexy, dan testis ektopik. Miller (16) memberikan HCG pada pasien
sekaligus untuk membedakan antara UDT dan testis retraktil. Hasilnya 20% UDT
dapat diturunkan sampai posisi normal, dan 58% retraktil testis dapat normal.

b. LHRH

Dosis 3 x 400 ug intranasal, selama 4 minggu. Akan menurunkan testis secara


komplet sebesar 30 – 64 %.

c. HCG kombinasi LHRH

Dosis : LHRH 3 x 400 ug, intranasal, 4 minggu . Dilanjutkan HCG intramuskuler


5 kali pemberian selang sehari. Usia kurang 2 tahun : 5 x 250 ug, 3 -5 tahun : 5 x
500 ug, di atas 5 tahun : 5 x 1000 ug.

Respon terapi : penurunan testis 86,4%, dengan follow up 2 tahun kemudian


keberhasilannya bertahan 70,6%.

Evaluasi terapi.

Berdasar waktu : akhir injeksi, 1 bulan, 3 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan.
Berdasar posisi : respon komplet bila testis berada di skrotum, sedang respon
inkomplet bila testis posisi inguinal rendah Efek samping bersifat reversibel.
Ujud kelainan berupa bertambah ukuran testis, pembesaran penis, ereksi,
meningkatnya rugositas skrotum, tumbuhnya rambut pubis hiperpigmentasi dan
gangguan emosi

Terapi Bedah

Tujuan pembedahan adalah memobilisasi testis, adequatnya suplay vasa


spermatika, fiksasi testis yang adequat ke skrotum, dan operasi kelainan yang
menyertainya seperti hernia.

Indikasi pembedahan :

1. Terapi hormonal gagal

2. Terjadi hernia yang potensial menimbulkan komplikasi

3. Dicurigai torsio testis

4. Lokasi intraabdominal atau di atas kanalis inguinalis.

5. Testis ektopik

Tahapan :satu tahap atau 2 tahap tergantung vasa spermatika apakah panjang atau
pendek.

Tekinik operasi pada UDT :

 Orchydopexy Standar

Prinsip dari orchidopexy meliputi 3 tahap

1. Funikulolisis

Adalah pelepasan funikulus spermatikus dari musculus kremester dan


memungkinkan dapat memperpanjang ukurannya. Vasa testicularis di bebaskan
sejauh mungkin ke retroperitoneal dan dimobilisasi lebih ke medial yang akan
meluruskan dan memperpanjang vasa. Terdapat kesulitan ketika memobilisasi
vasa diatas vasa iliaca komunis

Beberapa metode yang digunakan untuk menurunkan testis ke skrotum antara lain
Ombredonne, Bevas, Torek, Cobot – Nesbit, Longord, Gersung, Denis Browne.
George Major menolak metode Mauclain (menurunkan testis ke kontralateral),
juga tidak setuju UDT bilateral dikerjakan sekaligus dalam satu tahap oleh karena
ancaman infeksi dari kesulitan fiksasi pada septum skrotum

Funikulolisis dikerjakan melalui insisi inguinal tinggi dan testis diturunkan


dengan bantuan tarikan tali (benang) transcrotal ke paha Bila pasien UDT disertai
hernia inguinalis, kantung hernia kanan dibebaskan dari ligasi seproximal
mungkin, kantong vaginalis propria pada testis dan epidedimis dipertahankan,
karena serosa yang membungkus testis itu penting bagi spermatogenesis.

Teknik funikulolisis menurut Beran (1903) memotong vasa testis bila vasa
tersebut sangat pendek dan diharapkan vaskularisasi yang adequat dari vasa vas
defferens. Tetapi teknik ini kurang bagus dengan alasan maturasi normal
memerlukan suplay vaskuler yang optimal.

Teknik operasi orchydopexy standar


Akses: Menurut Ombredonne lebih menguntungkan dengan insisi inguinal tinggi
yang memungkinkan mobilisasi vaskuler retroperitoneal dan menempatkan testis
pada skrotum.

Funikulolisis :

 setelah diseksi aponeurosis m. obliqus abdominis eksternus dan


membebaskan anulus inguinal eksternus dengan hati-hati untuk
menghindari udema testis
 pisahkan (split) dinding kanalis sesuai arah seratnya sampai dengan
anulus inguinalis eksternus
 bebaskan funikulus spermatikus dan testis beserta tunikanya dari fascia
dan muskulus kremaster
 Pada kasus UDT dengan hernia, pemisahan tunika vaginalis funikulus
spermatikus secara hati-hati dengan menghindari cedera vasa dan ductus
deferens, dimana hal ini akan memperpanjang rentang funikulus
 sisihkan m. Oliqus Abdominis Internus dan m. Transversus Abdominis
dengan retraktor ke kraniomedial
 diseksi funikulus spermatikus ke kranial sampai dengan lateral dari vasa
epigastrika inferior
 bila belum cukup panjang untuk memungkinkan testis ke skrotum tanpa
tegang, vasa epigastrika inferior dipotong, sehingga funikulus spermatikus
dapat digeser lebih ke medial. Bila hal ini belum dapat panjang berarti
funikulus spermatikusnya memang pendek
 sering kantong hernia kongenital atau prosesus vaginalis persisten
menghambat mobilisasi funikulus, maka lepaskan kantong secara hati-hati
dan ligasi tinggi. Bila peritoneum terbuka jahit secara atraumatik
 pembebasan diatas akan lebih mudah bila gubernakulum dipotong lebih
dulu kemudian dilanjut dengan pembebasan testis
 mobilisasi lanjut ke arah retroperitoneal dilakukan dengan memotong m.
obliqus abdominis internus dan m. transversus abdominis ke arah kranio
lateral atau melepaskan ligamentum inguinalis
 kemudian vasa spermatika interna dapat dibebaskan secara retroperitoneal
ke kranial sampai melewati vasa iliaka
 setinggi promontorium vasa akan menyilang ureter. Hati-hati dalam
membebaskannya
2. Pemindahan testis ke dalam skrotum (transposisi)

Bagian skrotum yang akan ditempati testis telah kosong dan menjadi lebih kecil
dibanding ukuran normal. Regangkan dinding skrotum dengan diseksi jari-jari
sehingga menciptakan suatu ruangan. Traksi ditempatkan pada gubernakulum
Testis yang telah bebas dan funikulus spermatikusnya cukup panjang, ditempatkan
pada skrotum, bukan ditarik ke skrotum.

3. fiksasi testis dalam skrotum

Adalah hal prinsip bahwa testis berada di skrotum bukan karena tarikan dan testis
tetap berada di habitat barunya, sehingga menjadi kurang tepat bila keberadaan
testis di skrotum itu karena tarikan dan fiksasi testis.

Fiksasi testis tetap diperlukan.

 Untuk mengikatnya tembuskan benang pada stumb ligamentum


hunteri pada pole bawah testis dengan benang nonabsorpable dan
meninggalkan ujung benang yang panjang
 perlebar skrotum dengan 2 jari, dengan bantuan jarum reverdin yang
ditembuskan dari kulit skrotum sisi luar dan mengambil ujung benang
panjang tadi dan keluarkan lagi jarum .
 Fiksasi kedua ujung benang pada sisi medial paha
 Teknik lain yang sering di pakai adalah tehnik ombredanne yang
menempatkan testis pada skrotum kontralateral dan mengikatnya pada
septum scroti.

 Stephen Flower Orchidopexy

Merupakan modifikasi orchidopexy standar. Ketika arteri testikulariss tak cukup


panjang mencapai skrotum, arteri testikularis diligasi. Jadi testis hanya
mengandalkan arteri vas deferens.

 Orchydopexy bertahap

1. Bedah : Testis dibungkus dengan lembaran silastic dan difiksasi ke pubis


pada tahap I. Setelah 6-8 bulan dilakukan tahap II berupa eksplorasi dan
memasukkan testis ke skrotum

2. Laparoskopi : Menjepit arteri testikularis dengan laparoskopi dikerjakan


pada tahap I intuk UDT tipe abdomen. Setelah 6-8 bulan dikerjakan
Stephen Flower Orchydopexy.

 Autotransplantasi

Pembuluh darah testis dilakukan anastomosis pada vasa epigastrika inferior


dengan teknik mikrovaskuler.

 Protesis Testis

Pemasangan implant testis silastik untuk knyamanan, kosmetik, dan psikis.

Komplikasi

Praoperasi

1. Hernia Inguinalis

Sekitar 90% penderita UDT mengalami hernia inguinalis lateralis ipsilateral yang
disebabkan oleh kegagalan penutupnan processus vaginalis. Hernia repair
dikerjakan saat orchydopexy. Hernia inguinal yang menyertai UDT segera
dioperasi untuk mencegah komplikasi

2. Torsio Testis
Kejadian torsio meningkat pada UDT, diduga dipengaruhi oleh dimensi testis
yang bertambah sesuai volume testis. Juga dipengaruhi abnormalitas jaringan
penyangga testis sehingga testis lebih mobil

3. Trauma testis

Testis yang terletak di superfisial tuberkulum pubik sering terkena trauma

4. Keganasan

Insiden tumor testis pada populasi normal 1 : 100.000, dan pada UDT 1 : 2550.
Testis yang mengalami UDT pada dekade 3-4 menpunyai kemungkinan
keganasan 35-48 kali lebih besar . UDT intraabdominal 6 kali lebih besar terjadi
keganasan dibanding letak intrakanalikuler. Jenis neoplasma pada umumnya ialah
seminoma. Jenis ini jarang muncul sebelum usia 10 tahun. Karena alasan ini maka
ada pendapat yang mengatakan UDT usia diatas 10 tahun lebih baik dilakukan
orchydectomy dibandingkan orchydopexy(4). Menurut Gilbert & Hamilton sekitar
0,2 – 0,4 % testis ektopik menjadi ganas. Sedang testis dystopik angka
keganasannya 8-15%. Campbell menyebut 0,23% untuk ektopik testis dan 11%
untuk dystopik testis. Sementara UDT intrabdominal keganasan 5% dan inguinal
1,2%.

5. Infertilitas

Penyebabnya ialah gangguan antara germ cell . Infertilitas UDT bilateral 90%,
sedang UDT unilateral 50% (2). Lipschultz, 1976 menunjukkan adanya
spermatogenesis yang abnormal post orchydopexy pada laki-laki umur 21-35
tahun UDT unilateral. Dan menduga bahwa ada abnormalitas bilateral testis pada
UDT unilateral

6. Psikologis

Timbul perasaan rendah diri fisik atau seksual akibat body image yang muncul.
Biasanya terjadi saat menginjak usia remaja (adoloscence) orang tua biasanya
mencemaskan akan fertilitas anaknya.

Pasca Operasi

1. Infeksi

Sangat jarang bila tindakan antiseptik baik, diseksi yang smooth dan gentle akan
meminimalkan terjadinya hematom

2. Atropi Testis

Karena funikulolisis tak adequat, traksi testis berlebihan, atau torsio funikulus
spermatikus saat tranposisi testis ke skrotum

Prognosis

Menurut Docimo kesuksesan operasi UDT letak distal anulus inguinalis internus
sebesar 92%, letak inguinal (89%), orchidopexy teknik mikrovaskuler (84%),
orchidopexy abdominal standar (81%) staged Fowler-Stephens orchidopexy
(77%), Fowler-Stephens orchidopexy standar (67%)

UDT biasanya turun spontan tanpa intervensi pada tahun pertama kehidupan.
Resiko terjadinya keganasan lebih tinggi di banding testis normal. Fertilitas pada
UDT bilateral: 50% punya anak, sedang UDT unilateral 80%
TESTIS MALDESENSUS

Pada masa janin, testis berada di rongga abdomen dan beberapa saat sebelum bayi
dilahirkan, testis mengalami desensus testikulorum atau turun ke dalam kantung
skrotum. Diduga ada beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan testis ke
dalam skrotum, antara lain: (1) adanya tarikan dari gubernakulum testis dan
refleks dari otot kremaster, (2) perbedaan pertumbuhan gubernakulum dengan
pertumbuhan badan, dan (3) dorongan dari tekanan intraabdominal.

Oleh karena sesuatu hal, proses desensus testikulorum tidak berjalan dengan baik
sehingga testis tidak berada di dalam kantong skrotum (maldesensus). Dalam hal
ini mungkin testis tidak mampu mencapai skrotum tetapi masih berada pada
jalurnya yang normal, keadaan ini disebut kriptorkismus, atau pada proses
desensus, testis tersesat (keluar) dari jalurnya yang normal, keadaan ini disebut
sebagai testis ektopik.

Testis yang belum turun ke kantung skrotum dan masih berada dijalurnya
mungkin terletak di kanalis inguinalis atau di rongga abdomen yaitu terletak di
antara fossa renalis dan anulus inguinalis internus. Testis ektopik mungkin berada
di perineal, di luar kanalis inguinalis yaitu diantara aponeurosis obligus eksternus
dan jaringan subkutan, suprapubik, atau di regio femoral.
Epidemiologi

Angka kejadian kriptorkismus pada bayi prematur kurang lebih 30% yaitu 10 kali
lebih banyak daripada bayi cukup bulan (3%). Dengan bertambahnya usia, testis
mengalami desensus secara spontan, sehingga pada saat usia 1 tahun, angka
kejadian kriptorkismus tinggal 0,7– 0,9 %. Setelah usia 1 tahun, testis yang
letaknya abnormal jarang dapat mengalami desensus testis secara spontan.

Etiologi

Testis maldesensus dapat terjadi karena adanya kelainan pada (1) gubernakulum
testis, (2) kelainan intrinsik testis, atau (3) defisiensi hormon gonadotropin yang
memacu proses desensus testis.

Patofisiologi dan Patogenesis

Suhu di dalam rongga abdomen ± 10C lebih tinggi daripada suhu di dalam
skrotum, sehingga testis abdominal selalu mendapatkan suhu yang lebih tinggi
daripada testis normal; hal ini mengakibatkan kerusakan sel-sel epitel germinal
testis. Pada usia 2 tahun, sebanyak 1/5 bagian dari sel-sel germinal testis telah
mengalami kerusakan, sedangkan pada usia 3 tahun hanya 1/3 sel-sel germinal
yang masih normal. Kerusakan ini makin lama makin progresif dan akhirnya testis
menjadi mengecil.

Karena sel-sel Leydig sebagai penghasil hormon androgen tidak ikut rusak, maka
potensi seksual tidak mengalami gangguan.

Akibat lain yang ditimbulkan dari letak testis yang tidak berada di skrotum adalah
mudah terpluntir (torsio), mudah terkena trauma, dan lebih mudah mengalami
degenerasi maligna.
Gambar 9-1. Letak testis maldesensus. Gambar di sebelah kanan adalah beberapa
letak testis kriptorkismus yaitu 1. Testis retraktil, 2. Inguinal, dan 3. Abdominal,
sedangkan gambar di sebelah kiri menunjukkan testis ektopik, antara lain: 4.
Inguinal superfisial, 5. Penil, 6. Femoral

Gambaran klinis

Pasien biasanya dibawa berobat ke dokter karena orang tuanya tidak menjumpai
testis di kantong skrotum, sedangkan pasien dewasa mengeluh karena infertilitas
yaitu belum mempunyai anak setelah kawin beberapa tahun. Kadang-kadang
merasa ada benjolan di perut bagian bawah yang disebabkan testis maldesensus
mengalami trauma, mengalami torsio, atau berubah menjadi tumor testis.

Inspeksi pada regio skrotum terlihat hipoplasia kulit skrotum karena tidak pernah
ditempati oleh testis. Pada palpasi, testis tidak teraba di kantung skrotum
melainkan berada di inguinal atau di tempat lain. Pada saat melakukan palpasi
untuk mencari keberadaan testis, jari tangan pemeriksa harus dalam keadaan
hangat.

Jika kedua buah testis tidak diketahui tempatnya, harus dibedakan dengan
anorkismus bilateral (tidak mempunyai testis). Untuk itu perlu dilakukan
pemeriksaan hormonal antara lain hormon testosteron, kemudian dilakukan uji
dengan pemberian hormon hCG (human chorionic gonadotropin).

Uji hCG untuk mengetahui keberadaan testis :

 Periksa kadar testosteron awal à Injeksi hCG 2000U/hari selama 4 hari


 Apabila pada hari ke V: Kadar meningkat 10 kali lebih tinggi daripada
kadar semula àTestis memang ada
Keberadaan testis sering kali sulit untuk ditentukan, apalagi testis yang letaknya
intraabdominal dan pada pasien yang gemuk. Untuk itu diperlukan bantuan
beberapa sarana penunjang, di antaranya adalah flebografi selektif atau diagnostik
laparoskopi.

Pemakaian ultrasonografi untuk mencari letak testis sering kali tidak banyak
manfaatnya sehingga jarang dikerjakan. Pemeriksaan flebografi selektif adalah
usaha untuk mencari keberadaan testis secara tidak langsung, yaitu dengan
mencari keberadaan pleksus Pampiniformis. Jika tidak didapatkan pleksus
pampiniformis kemungkinan testis memang tidak pernah ada.

Melalui laparoskopi dicari keberadaan testis mulai dari dari fossa renalis hingga
anulus inguinalis internus, dan tentunya laparoskopi ini lebih dianjurkan daripada
melakukan eksplorasi melalui pembedahan terbuka..

Diagnosis Banding
Seringkali dijumpai testis yang biasanya berada di kantung skrotum tiba-tiba
berada di daerah inguinal dan pada keadaan lain kembali ke tempat semula.
Keadaan ini terjadi karena reflek otot kremaster yang terlalu kuat akibat cuaca
dingin, atau setelah melakukan aktifitas fisik. Hal ini disebut sebagai testis
retraktil atau kriptorkismus fisiologis dan kelainan ini tidak perlu diobati.

Selain itu maldesensus testis perlu dibedakan dengan anorkismus yaitu testis
memang tidak ada. Hal ini bisa terjadi secara kongenital memang tidak terbentuk
testis atau testis yang mengalami atrofi akibat torsio in utero atau torsio pada saat
neonatus.

Tatalaksana

Pada prinsipnya testis yang tidak berada di skrotum harus diturunkan ke


tempatnya, baik dengan cara medikamentosa maupun pembedahan. Dengan
asumsi bahwa jika dibiarkan, testis tidak dapat turun sendiri setelah usia 1 tahun
sedangkan setelah usia 2 tahun terjadi kerusakan testis yang cukup bermakna,
maka saat yang tepat untuk melakukan terapi adalah pada usia 1 tahun.

Medikamentosa

Pemberian hormonal pada kriptorkismus banyak memberikan hasil terutama pada


kelainan bilateral, sedangkan pada kelainan unilateral hasilnya masih belum
memuaskan. Obat yang sering dipergunakan adalah hormon hCG yang
disemprotkan intranasal.

Operasi

Tujuan operasi pada kriptorkismus adalah: (1) mempertahankan fertilitas, (2)


mencegah timbulnya degenerasi maligna, (3) mencegah kemungkinan terjadinya
torsio testis, (4) melakukan koreksi hernia, dan (5) secara psikologis mencegah
terjadinya rasa rendah diri karena tidak mempunyai testis.

Operasi yang dikerjakan adalah orkidopeksi yaitu meletakkan testis ke dalam


skrotum dengan melakukan fiksasi pada kantong sub dartos.
HIDROKEL

Definisi
Hidrokel adalah penumpukan cairan yang berlebihan di antara lapisan parietalis
dan viseralis tunika vaginalis. Dalam keadaan normal, cairan yang berada di
dalam rongga itu memang ada dan berada dalam keseimbangan antara produksi
dan reabsorbsi oleh sistem limfatik di sekitarnya.

Epidemiologi
Mayoritas pada bayi atau sangat umum di jumpai pada neonatus. Biasanya
berkembang selama 5 minggu kehamilan. Di Amerika Serikat Hidrokel
diperkirakan mempengaruhi 1% dari pria dewasa. Lebih dari 80% dari anak laki-
laki yang baru lahir memiliki prosesus vaginalis paten, tapi yang paling dekat
secara spontan dalam waktu 18 bulan. Insiden hidrokel meningkat dengan tingkat
peningkatan survival bayi prematur dan dengan meningkatnya penggunaan rongga
peritoneal untuk ventriculoperitoneal (VP) shunts, dialisis, dan transplantasi
ginjal. Hydroceles Kebanyakan kongenital dan dicatat pada anak usia 1-2 tahun.
Kronis atau hydroceles sekunder biasanya terjadi pada pria yang lebih tua dari 40
tahun.

Etiologi
Hidrokel yang terjadi pada bayi baru lahir dapat disebabkan karena belum
sempurnanya penutupan prosesus vaginalis sehingga terjadi aliran cairan
peritoneum ke prosesus vaginalis atau belum sempurnanya sistem limfatik di
daerah skrotum dalam melakukan reabsorbsi cairan hidrokel. Pada bayi laki-laki
hidrokel dapat terjadi mulai dari dalam rahim. Pada usia kehamilan 28 minggu,
testis turun dari rongga perut bayi ke dalam skrotum, dimana setiap testis ada
kantong yang mengikutinya sehingga terisi cairan yang mengelilingi testis
tersebut.
Pada orang dewasa, hidrokel dapat terjadi secara idiopatik (primer) dan sekunder.
Penyebab sekunder dapat terjadi karena didapatkan kelainan pada testis atau
epididimis yang menyebabkan terganggunya sistem sekresi atau reabsorbsi cairan
di kantong hidrokel. Kelainan pada testis itu mungkin suatu tumor, infeksi, atau
trauma pada testis atau epididimis. Kemudian hal ini dapat menyebabkan produksi
cairan yang berlebihan oleh testis, maupun obstruksi aliran limfe atau vena di
dalam funikulus spermatikus.

Klasifikasi

Berdasarkan kapan terjadinya, yaitu :


 Hidrokel primer
Hidrokel primer terlihat pada anak akibat kegagalan penutupan prosesus
vaginalis. Prosesus vaginalis adalah suatu divertikulum peritoneum
embrionik yang melintasi kanalis inguinalis dan membentuk tunika
vaginalis. Hidrokel jenis ini tidak diperlukan terapi karena dengan
sendirinya rongga ini akan menutup dan cairan dalam tunika akan
diabsorpsi.
 Hidrokel sekunder
Pada orang dewasa, hidrokel sekunder cenderung berkembang lambat
dalam suatu masa dan dianggap sekunder terhadap obstruksi aliran keluar
limfe. Dapat disebabkan oleh kelainan testis atau epididimis. Keadaan ini
dapat karena radang atau karena suatu proses neoplastik. Radang lapisan
mesotel dan tunika vaginalis menyebabkan terjadinya produksi cairan
berlebihan yang tidak dapat dibuang keluar dalam jumlah yang cukup oleh
saluran limfe dalam lapisan luar tunika.

Menurut letak kantong hidrokel dari testis, yaitu :


 Hidrokel testis

Kantong hidrokel seolah-olah mengelilingi testis sehingga testis tak dapat


diraba. Pada anamnesis, besarnya kantong hidrokel tidak berubah
sepanjang hari.

 Hidrokel funikulus

Kantong hidrokel berada di funikulus yaitu terletak disebelah cranial dari


testis, sehingga pada palpasi, testis dapat diraba dan berada diluar kantong
hidrokel. Pada anamnesis kantong hidrokel besarnya tetap sepanjang hari

 Hidrokel Komunikan

Terdapat hubungan antara prosesus vaginalis dengan rongga peritoneum


sehingga prosesus vaginalis dapat terisi cairan peritoneum. Pada
anamnesis kantong hidrokel besarnya dapat berubah-ubah yaitu
bertambah pada saat anak menangis. Pada palpasi kantong hidrokel
terpisah dari testis dan dapat dimasukkan kedalam rongga abdomen.

Menurut onset :
o Hidrokel akut

Biasanya berlangsung dengan cepat dan dapat menyebabkan nyeri. Cairan


berrwarna kemerahan mengandung protein, fibrin, eritrosit dan sel
polimorf.

o Hidrokel kronis

Hidrokel jenis ini hanya menyebabkan peregangan tunika secara perlahan


dan walaupun akan menjadi besar dan memberikan rasa berat, jarang
menyebabkan nyeri.

Patofisiologi
Hidrokel adalah pengumpulan cairan pada sebagian prosesus vaginalis
yang masih terbuka. Kantong hidrokel dapat berhubungan melalui saluran
mikroskopis dengan rongga peritoneum dan berbentuk katup. Dengan demikian
cairan dari rongga peritoneum dapat masuk ke dalam kantong hidrokel dan sukar
kembali ke rongga peritoneum. Pada kehidupan fetal, prosesus vaginalis dapat
berbentuk kantong yang mencapai scrotum. Hidrokel disebabkan oleh kelainan
kongenital (bawaan sejak lahir) ataupun ketidaksempurnaan dari prosesus
vaginalis tersebut menyebabkan tidak menutupnya rongga peritoneum dengan
prosessus vaginalis. Sehingga terbentuklah rongga antara tunika vaginalis dengan
cavum peritoneal dan menyebabkan terakumulasinya cairan yang berasal dari
sistem limfatik disekitar. Cairan yang seharusnya seimbangan antara produksi
dan reabsorbsi oleh sistem limfatik di sekitarnya. Tetapi pada penyakit ini, telah
terganggunya sistem sekresi atau reabsorbsi cairan limfa. Dan terjadilah
penimbunan di tunika vaginalis tersebut.Akibat dari tekanan yang terus-menerus,
mengakibatkan Obstruksi aliran limfe atau vena di dalam funikulus spermatikus.
Dan terjadilah atrofi testis dikarenakan akibat dari tekanan pembuluh darah yang
ada di daerah sekitar testis tersebut.
Hidrokel dapat ditemukan dimana saja sepanjang funikulus spermatikus,
juga dapat ditemukan di sekitar testis yang terdapat dalam rongga perut pada
undensensus testis. Hidrokel infantilis biasanya akan menghilang dalam tahun
pertama, umumnya tidak memerlukan pengobatan, jika secara klinis tidak disertai
hernia inguinalis. Hidrokel testis dapat meluas ke atas atau berupa beberapa
kantong yang saling berhubungan sepanjang processus vaginalis peritonei.
Hidrokel akan tampak lebih besar dan kencang pada sore hari karena banyak
cairan yang masuk dalam kantong sewaktu anak dalam posisi tegak, tapi
kemudian akan mengecil pada esok paginya setelah anak tidur semalaman.
Pada orang dewasa hidrokel dapat terjadi secara idiopatik (primer) dan
sekunder. Penyebab sekunder terjadi karena didapatkan kelainan pada testis atau
epididimis yang menyebabkan terganggunya sistem sekresi atau reabsorpsi cairan
di kantong hidrokel. Kelainan tersebut mungkin suatu tumor, infeksi atau trauma
pada testis atau epididimis. Dalam keadaan normal cairan yang berada di dalam
rongga tunika vaginalis berada dalam keseimbangan antara produksi dan
reabsorpsi dalam sistem limfatik.

Diagnosis
 Anamnesis
Pada anamnesis keluhan utama pasien adalah adanya benjolan di kantong
skortum yang tidak nyeri. Biasanya pasien mengeluh benjolan yang berat dan
besar di daerah skortum. Benjolan atau massa kistik yang lunak dan kecil pada
pagi hari dan membesar serta tegang pada malam hari. Tergantung pada jenis dari
hidrokel biasanya benjolan tersebut berubah ukuran atau volume sesuai waktu
tertentu.
Pada hidrokel testis dan hidrokel funikulus besarnya kantong hidrokel tidak
berubah sepanjang hari. Pada hidrokel komunikan, kantong hidrokel besarnya
dapat berubah-ubah yang bertambah besar pada saat anak menangis. Pada riwayat
penyakit dahulu, hidrokel testis biasa disebabkan oleh penyakit seperti infeksi atau
riwayat trauma pada testis.
 Pemeriksaan Fisik
Pada inspeksi Skrotum akan tampak lebih besar dari yang lain. Palpasi pada
skrotum yang hidrokel terasa ada fluktuasi, dan relatif kenyal atau lunak
tergantung pada tegangan di dalam hidrokel, permukaan biasanya halus. Palpasi
hidrokel seperti balon yang berisi air. Bila jumlah cairan minimum, testis relatif
mudah diraba. Sedangkan bila cairan minimum, testis relatif mudah diraba. Juga
penting dilakukan palpasi korda spermatikus di atas insersi tunika vaginalis.
Pembengkakan kistik karena hernia atau hidrokel serta padat karena tumor.
Normalnya korda spermatikus tidak terdapat penonjolan, yang membedakannya
dengan hernia skrotalis yang kadang-kadang transiluminasinya juga positif. Pada
Auskultasi dilakukan untuk mengetahui adanya bising usus untuk menyingkirkan
adanya hernia.
Langkah diagnostik yang paling penting adalah transiluminasi massa hidrokel
dengan cahaya di dalam ruang gelap. Sumber cahaya diletakkan pada sisi
pembesaran skrotum.Struktur vaskuler, tumor, darah, hernia, penebalan tunika
vaginalis dan testis normal tidak dapat ditembusi sinar. Trasmisi cahaya sebagai
bayangan merah menunjukkan rongga yang mengandung cairan serosa, seperti
hidrokel. Hidrokel berisi cairan jernih, straw-colored dan mentransiluminasi
(meneruskan) berkas cahaya.
Hidrokel biasanya menutupi seluruh bagian dari testis.Jika hidrokel muncul
antar 18 – 35 tahun harus dilakukan aspirasi. Massa kistik yang terpisah dan
berada di pool atas testis dicurigai spermatokel. Pada aspirasi akan didapatkan
cairan kuning dari massa skortum. Berbeda dengan spermatokel, akan didapatkan
cairan berwarna putih, opalescent dan mengandung spermatozoa.
 Pemeriksaan Penunjang
Ultrasonografi dapat mengirimkan gelombang suara melewati skrotum dan
membantu melihat adanya hernia, kumpulan cairan (hidrokel atau spermatokel),
vena abnormal (varikokel), dan kemungkinan adanya tumor.

Diagnosis Banding
Secara umum adanya pembengkakan skrotum memberikan gejala yang
hampir sama dengan hidrokel, sehingga sering salah terdiagnosis. Oleh karena itu
diagnosis banding hidrokel adalah :

1. Varikokel
Adalah varises dari vena pada pleksus pampiniformis akibat gangguan aliran
darah balik vena spermatika interna.

Gambaran klinis :
a. Anamnesa
1. Pasien biasanya mengeluh belum mempunyai anak setelah beberapa tahun
menikah.
2. Terdapat benjolan di atas testis yang tidak nyeri.
3. Terasa berat pada testis
b. Pemeriksaan Fisik : (Pasien berdiri dan diminta untuk manuver valsava).
Inspeksi dan Palpasi terdapat bentukan seperti kumpulan cacing di dalam
kantung, yang letaknya di sebelah kranial dari testis, permukaan testis licin,
konsistensi elastis.

2. Torsio Testis
Adalah keadaan dimana funikulus spermatikus terpuntir sehingga terjadi
gangguan vaskularisasi dari testis yang dapat berakibat terjadinya gangguan aliran
darah daripada testis.

Gambaran klinis :
a. Anamnesa
1. Timbul mendadak, nyeri hebat dan pembengkakan skrotum.
2. Sakit perut hebat, kadang mual dan muntah.
3. Nyeri dapat menjalar ke daerah inguinal.
b. Pemeriksaan Fisik :
1. Inspeksi
Testis bengkak, terjadi retraksi testis ke arah kranial, karena funikulus
spermatikus terpuntir dan memendek, testis pada sisi yang terkena lebih
tinggi dan lebih horizontal jika dibandingkan testis sisi yang sehat.
2. Palpasi teraba lilitan / penebalan funikulus spermatikus.

3. Spermatokel
Adalah benjolan kistik yang berasal dari epididimis dan berisi sperma.

Gambaran klinis :
a. Anamnesa : Benjolan kecil, tidak nyeri
b. Pemeriksaan fisik :
– teraba masa kistik
– mobile
– lokasi di cranial dari testis
– transluminasi (+)
– aspirasi: cairan encer, keruh keputihan

4. Hematokel
Adalah penumpukan darah di dalam tunika vaginalis, biasanya didahului oleh
trauma.
a. Gambaran klinik : benjolan pada testis
b. Pemeriksaan Fisik :
- Masa kistik
- Transiluminasi (-)

5. Hernia Inguinalis Lateral


Gambaran klinis :
a. Anamnesa :

Benjolan di daerah inguinal/skrotal yang hilang timbul. Timbul saat


mengedan, batuk, atau menangis, dan hilang bila pasien tidur.

b. Pemeriksaan fisik :
- Terdapat benjolan di lipat paha/ skrotum pada bayi saat menangis dan
bila pasien diminta untuk mengedan. Benjolan menghilang atau dapat
dimasukkan kembali ke rongga abdomen.
- Transiluminasi (-)

6. Tumor Testis
Keganasan pada pria terbanyak usia antara 15-35 tahun.

Gambaran klinis :
a. Anamnesa :
- Keluhan adanya pembesaran testis yang tidak nyeri.
- Terasa berat pada kantong skrotum
b. Pemeriksaan Fisik :
- Benjolan pada testis yang padat, keras, tidak nyeri pada palpasi.
- Transiluminasi (-)

Terapi
Hidrokel biasanya tidak berbahaya dan pengobatan biasanya baru dilakukan
jika penderita sudah merasa terganggu atau merasa tidak nyaman atau jika
hidrokelnya sedemikian besar sehingga mengancam aliran darah ke testis.
Hidrokel pada bayi biasanya ditunggu hingga anak mencapai usia 1 tahun
dengan harapan setelah prosesus vaginalis menutup, hidrokel akan sembuh
sendiri; tetapi jika hidrokel masih tetap ada atau bertambah besar perlu dipikirkan
untuk dilakukan koreksi.
Pengobatannya bisa berupa aspirasi (pengisapan cairan) dengan bantuan
sebuah jarum atau pembedahan. Tetapi jika dilakukan aspirasi, kemungkinan
besar hidrokel akan berulang dan bisa terjadi infeksi. Setelah dilakukan aspirasi,
bisa disuntikkan zat sklerotik tetrasiklin, natrium tetra desil sulfat atau urea untuk
menyumbat/menutup lubang di kantung skrotum sehingga cairan tidak akan
tertimbun kembali. Hidrokel yang berhubungan dengan hernia inguinalis harus
diatasi dengan pembedahan sesegera mungkin. Hidrokel pada bayi biasanya
ditunggu hingga anak mencapai usia 1 tahun dengan harapan setelah prosesus
vaginalis menutup, hidrokel akan sembuh sendiri, tetapi jika hidrokel masih tetap
ada atau bertambah besar perlu dipikirkan untuk dilakukan koreksi.
Beberapa indikasi untuk melakukan operasi pada hidrokel adalah :
1. Hidrokel yang besar sehingga dapat menekan pembuluh darah
2. Indikasi kosmetik
3. Hidrokel permagna yang dirasakan terlalu berat dan mengganggu pasien
dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari.
Tindakan pembedahan berupa hidrokelektomi. Pengangkatan hidrokel bisa
dilakukan anestesi umum ataupun regional (spinal).

Hidrokelektomi
Pada hidrokel kongenital dilakukan pendekatan inguinal karena seringkali
hidrokel ini disertai dengan hernia inguinalis sehingga pada saat operasi hidrokel,
sekaligus melakukanherniografi. Pada hidrokel testis dewasa dilakukan
pendekatan scrotal dengan melakukan eksisi dan marsupialisasi kantong hidrokel
sesuai cara Winkelman atau plikasi kantonghidrokel sesuai cara Lord. Pada
hidrokel funikulus dilakukan ekstirpasi hidrokel secara in toto. Pada hidrokel
tidak ada terapi khusus yang diperlukan karena cairan lambat laun akan diserap,
biasanya menghilang sebelum umur 1 tahun.
Teknik Operasi
Secara singkat tehnik dari hidrokelektomi dapat dijelaskan sebagai berikut:
 Dengan pembiusan regional atau umum
 Posisi pasien terlentang (supinasi).
 Desinfeksi lapangan pembedahan dengan larutan antiseptik.
 Lapangan pembedahan dipersempit dengan linen steril.
 Insisi kulit pada raphe pada bagian skrotum yang paling menonjol lapis
demi lapis sampai tampak tunika vaginalis.
 Dilakukan preparasi tumpul untuk meluksir hidrokel, bila hidrokelnya
besar sekali dilakukan aspirasi isi kantong terlebih dahulu.
 Insisi bagian yang paling menonjol dari hidrokel, kemudian dilakukan:
 Teknik Jaboulay: tunika vaginalis parietalis dimarsupialisasi dan bila
diperlukan diplikasi dengan benang chromic cat gut.
 Teknik Lord: tunika vaginalis parietalis dieksisi dan tepinya diplikasi
dengan benang chromic cat gut.
 Luka operasi ditutup lapis demi lapis dengan benang chromic cat gut.
 Komplikasi pasca bedah ialah perdarahan dan infeksi luka operasi.

Komplikasi
Hidrokel dapat mempengaruhi pasokan darah testis. Jika pasokan darah testis
kurang maka akan terjadi Iskemia yang dapat menyebabkan penurunan
kesuburan. Perdarahan ke dalam hidrokel dapat menyebabkan trauma testis.
Hidrokel menetap atau berhubungan dengan rongga peritoneum dapat
menyebabkan terjadinya Hernia Inguinalis. Pada saat bedah dapat terjadi
komplikasi sebagai berikut, cedera ke vas deferens saat operasi ingunal, 2% pasca
operasi dapat terjadi luka, hemoragik pasca operasi, cedera langsung ke pembuluh
spermatika
1. Kompresi pada peredaran darah testis
2. Jika dibiarkan, hidrokel yang cukup besar mudah mengalami trauma dan
hidrokel permagna bisa menekan pembuluh darah yang menuju ke testis
sehingga menimbulkan atrofi testis.
3. Perdarahan yang disebabkan karena trauma dan aspirasi.
4. Sekunder Infeksi.
Prognosis
Prognosis untuk hidrokel kongenital sangat baik. Sebagian besar kasus bawaan
menyelesaikan pada akhir tahun pertama kehidupan. Persistent hidrokel
kongenital adalah mudah diperbaiki melalui pembedahan. Prognosis hidrokel
menyajikan kemudian dalam kehidupan tergantung pada etiologi dari hidrokel
tersebut. Dewasa-onset hidrokel ini tidak jarang dikaitkan dengan keganasan yang
mendasarinya.

TESTIS RETRAKTIL
Disebut juga testis yang hypermobile, adalah testis yang telah turun ke
skrotum tetapi dapat berbalik lagi ke atas dengan mudah, yaitu ke arah
selangkangan di dalam kanalis inguinalis. Untuk kebanyakan anak laki-laki,
masalah testis retraktil kadang-kadang akan hilang sebelum atau selama pubertas,
yakni waktu ketika testis keluar/pindah tempat ke lokasi yang benar di skrotum
dan tinggal di sana secara permanen. Sekitar seperempat waktu, testis retraktil
tetap di pangkal paha dan tidak lagi bergerak. Ketika ini terjadi, kondisi ini
disebut testis menaik.
Gejala
Testis terbentuk di perut selama perkembangan janin. Selama bulan-bulan
terakhir pertumbuhan, testis secara bertahap turun ke dalam skrotum. Jika anak
anda memiliki testis retraktil, testis awalnya turun sebagaimana mestinya, tetapi
kemudian tidak tinggal di tempat.
Tanda dan gejala dari testis retraktil meliputi:
 Testis dapat dipindahkan dengan tangan dari pangkal paha ke dalam
skrotum dan tidak akan segera mundur ke pangkal paha.
 Testis dapat muncul secara spontan dalam skrotum dan tetap ada untuk
sementara waktu.
 Testis dapat menghilang lagi secara spontan untuk sementara waktu.

Gerakan testis hampir selalu terjadi tanpa rasa sakit atau tidaknyaman.
Oleh karena itu, testis retraktil ketahuan hanya bila ketika tidak lagi terlihat atau
terasa dalam skrotum. Posisi satu testis biasanya lebih independen dari posisi yang
lain. Misalnya, anak laki-laki mungkin memiliki satu testis normal dan satu testis
retraktil. Testis retraktil berbeda dari testis yang tidak turun (kriptorkismus). Testis
yang tidak turun adalah kondisi salah satu testis yang tidak pernah masuk
skrotum. Jika dokter mencoba untuk memandu sebuah testis yang tidak turun, itu
akan menimbulkan rasa tidak nyaman atau nyeri.
Penyebab
Otot yang terlalu aktif menyebabkan testis menjadi testis retraktil. Otot
cremaster adalah kantong tipis-seperti otot di mana testis terletak. Ketika otot
cremaster berkontraksi, hal tersebut akan menarik testis ke atas ke arah tubuh.
Tugas utama dari otot cremaster adalah untuk mengontrol suhu testis. Agar testis
dapat tumbuh dan berfungsi dengan baik, diperlukan suhu yang sedikit lebih
dingin dari suhu tubuh normal. Ketika lingkungan hangat, otot cremaster akan
santai, ketika lingkungan dingin, otot berkontraksi dan menarik testis menuju
kehangatan tubuh. Refleks cremaster juga dapat dirangsang dengan menggosok
saraf genitofemoral pada paha bagian dalam dan oleh emosi yang ekstrim, seperti
kecemasan. Jika refleks cremaster cukup kuat, hal itu dapat mengakibatkan testis
ditarik, menarik testis keluar dari skrotum dan sampai ke pangkal paha.

Penyebab dari testis retraktil


Sebagian kecil dari testis tertarik (retraktil) dapat membuat testik ‘naik’.
Ini berarti saat testis bergerak, ia menjadi terjebak dalam "posisi atas." Beberapa
faktor yang mungkin mempengaruhi kondisi ini:
 Kabel spermatika yang pendek. Setiap testikel melekat pada ujung kabel
spermatika, yang memanjang ke bawah dari pangkal paha dan ke dalam
skrotum. Saluran pembuluh darah, saraf, dan saluran yang membawa
sperma dari testis ke penis. Jika pertumbuhan korda spermatika tidak
mengimbangi pertumbuhan tubuh lainnya, maka kabel spermatika yang
"ketat" mungkin menarik testis ke atas.
 Masalah pada jalur normal pennurunan testis. Testis berkembang di perut
selama kehamilan, kemudian turun ke dalam skrotum. Kadang-kadang
bagian dari struktur janin gagal untuk melepaskan diri dari perut, sehingga
menarik testis ke atas.
 Jaringan bekas luka dari operasi hernia. Jaringan parut setelah operasi
untuk memperbaiki hernia dapat membatasi pertumbuhan atau elastisitas
korda spermatika.

Komplikasi
Testis ditarik tidak menimbulkan rasa sakit, hanya terdapat risiko yang
lebih besar dari testis ditarik menjadi testis menaik.

Terapi & Obat


Kondisi testis ditarik kemungkinan akan turun sendiri sebelum atau selama
masa pubertas. Jika anak memiliki testis yang tertarik, dokter anak akan
memonitor setiap perubahan posisi testis dalam evaluasi tahunan untuk
menentukan apakah testis tetap dalam skrotum, tetap tertarik atau posisinya naik.
Jika testis telah naik - tidak lagi bergerak dengan tangan - atau jika masih dalam
kondisi “tertarik” pada usia 14, dokter anak dapat merekomendasikan pengobatan
untuk memindahkan testis secara permanen ke dalam skrotum. Perawatan yang
mungkin dilakukan termasuk:
 Pembedahan. Dalam prosedur pembedahan (orchiopexy), ahli bedah akan
memandu testis ke posisi yang tepat di skrotum dan memberikan jahitan
pada tempatnya. Pemeriksaan lebih lanjut biasanya dianjurkan. Tanyakan
kepada dokter anak anda seberapa sering ia perlu melakukan pemeriksaan.
 Terapi hormon. Karena turunnya testis sebagian diatur oleh hormon, maka
kondisi penurunan testis kadang-kadang dapat diinduksi dengan terapi
hormon menggunakan suntikan human chorionic gonadotropin (HCG).

Remaja laki-laki dan laki-laki yang memiliki perawatan untuk mengoreksi testis
menaik atau retraktil harus memantau posisi testis untuk memastikan tidak naik di
lain waktu.
Gaya hidup & perawatan di rumah
 Periksa posisi testis secara teratur selama mengganti popok anak atau pada
waktu mandi. Tetap catat jika ada perubahan.
 Berikan anak perbendaharaan kata untuk berbicara tentang skrotum dan
testis. Jelaskan bahwa biasanya ada dua testis dalam skrotum.
 Ketika anak akan mencapai pubertas, biasanya sekitar kelas enam SD, dan
orangtua sedang berbicara tentang perubahan fisik yang diharapkan,
jelaskan bagaimana ia dapat memeriksa testisnya sendiri.
lnguinal Inguinal

Normal {prcpubic}
of testicles

Anda mungkin juga menyukai