Anda di halaman 1dari 24

Keperawatan Medikal Bedah 11

LAPORAN PENDAHULUAN

“GAGAL GINJAL AKUT”

Disusun dalam rangka memenuhi tugas stase Keperawatan Medikal Bedah 11

DI SUSUN
OLEH

RABIATUL ADAWIAH

14420202069

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2021
Keperawatan Medikal Bedah 11

LAPORAN PENDAHULUAN

GAGAL GINJAL AKUT (GGA)

1. Definisi
Gagal ginjal akut (Acute Renal Failure, ARF) adalah penurunan
fungsi ginjal tiba-tiba yang ditentukan dengan peningkatan kadar BUN dan
kreatinin plasma. Haluaran urine dapat kurang dari 40 ml/ jam (oliguria),
tetapi mungkin juga jumlahnya normal atau kadang-kadang dapat meningkat.
Meskipun tidak ada batas pasti untuk BUN dari 15-30 mg/dl dan peningkatan
kreatinin dari 1-2 mg/dl mengisyaratkan ARF pada pasien yang sebelumnya
mempunyai fungsi ginjal normal.

Gagal ginjal akut adalah suatu keadaan klinis dimana terjadi


penurunan fungsi ginjal secara mendadak yang berakibat kemampuan ginjal
untuk mempertahankan homeostasis tubuh hilang

Gagal ginjal akut (GGA) adalah suatu keadaan fisiologik dan klinik
yang ditandai dengan pengurangan tiba-tiba glomerular filtration rate (GFR)
dan perubahan kemampuan fungsional ginjal untuk mempertahankan eksresi
air yang cukup untuk keseimbangan dalam tubuh. Atau sindroma klinis akibat
kerusakan metabolik atau patologik pada ginjal yang ditandai dengan
penurunan fungsi yang nyata dan cepat serta terjadinya azotemia. Gagal ginjal
akut adalah penurunan laju filtrasi glomerulus secara tiba-tiba, sering kali
dengan oliguri, peningkatan kadar urea dan kreatinin darah, serta asidosis
metabolic dan hiperkalemia

Gagal ginjal akut adalah penurunan tiba-tiba faal ginjal pada individu
dengan ginjal sehat sebelumnya, dengan atau tanpa oliguria dan berakibat
azotemiaprogresif disertai kenaikan ureum dan kreatinin darah (Imam
Parsoedi A dan Ag. Soewito : Ilmu Penyakit dalam Jilid II : 91). Gagal ginjal
akut adalah penurunan tiba-tiba faal ginjal pada individu dengan ginjal sehat
sebelumnya, dengan atau tanpa oliguria dan berakibat azotemia progresif
disertai kenaikan ureum dan kreatinin darah. Gagal ginjal akut (GGA) adalah
suatu sindrom klinis yang di tandai dengan penurunan mendadak (dalam
Keperawatan Medikal Bedah 11

beberapa jam sampai beberapa hari) laju filtrasi glomerulus (LFG), di sertai
akumulasi nitrogen sisa metabolisme (ureum dan kreatinin). Gagal Ginjal
Akut adalah kemunduran yang cepat dari kemampuan ginjal dalam
membersihkan darah dari bahan-bahan racun, yang menyebabkan
penimbunan limbah metabolik di dalam darah (misalnya urea).

2. Etiologi
2.1 Prerenal
a. Hipovolemia
 Perdarahan
 Dehidrasi
 Muntah, diare dan diaforesis
 Pengisapan lambung
 Diabetes melitus dan diabetes insipidus
 Luka bakar dan drainase luka
 Sirosis
 Pemakaian diuretik yang tidak sesuai
 Peritonitis
b. Penurunan Curah Jantung
 Gagal jantung kongestif
 Infark miokard
 Tamponade jantung
 Disritmia
c. Vasodilatasi Sistemik
 Sepsis
 Asidosis
 Anafilaksis
d. Hipotensi dan Hipoperfusi
 Gagal jantung
 Syok
Keperawatan Medikal Bedah 11

2.2 Intrarenal
a. Kerusakan Nefron
 Nekrosis tubular akut
 glomerulonefritis
b. Perubahan Vaskular
 Koagulopati
 Hipertensi malignant
 Stenosis
c. Nefrotoksin
 Antibiotik (gentamisin, tobramisin, neomisin, kanamisin dan
vankomisin)
 Kimiawi (karbon tetraklorida dan timbal)
 Logam berat (arsenik dan merkuri)
 Nefritis interstitial akibat obat (tetrasiklin, furosemid, tiasid dan
sulfanomid)
2.3 Postrenal
a. Obstruksi Ureter dan Leher Kandung Kemih
 Kalkuli
 Neoplasma
 Hiperplasia prostat

Tabel. 1 Etiologi dari Ketiga Tipe ARF

Perubahan Patologi Etiologi


Prerenal Kondisi yang disebabkan oleh
Penurunan aliran darah ke penurunan cardiac output :
ginjal hingga menimbulkan  Shock
iskemia pada nefron, bila  CHF
hipoperfusi berkepanjangan  Emboli pulmonali
maka dapat emnimbulkan  Anafilaksis
nekrosis pada tubular dan
 Jantung tamponade
terjadinya ARF
 Sepsis
Intrarenal (Intrinsik)  Nefritis internal akut
Kerusakan jaringan ginjal  Terpapar nefrotoksin
Keperawatan Medikal Bedah 11

yang disebabkan oleh proses  Glomerulonefritis akut


inflamasi dan imunologi atau  Vasculitis
dari hipoperfusi yang  Syndrome hepatorenal
berkepanjangan  Akut tubular nekrosis
 Stenosis/ trombosis arteri atau
vena ginjal
Postrenal  Kanker pada uretra atau
Obstruksi pada sistem ginjal bladder
dari batu kalkuli uretra/  Batu/ kalkuli ginjal
dimanapun letaknya  Atony bladder
Obstruksi pada bladder secara  Kanker atau hiperplasia prostat
bilateral yang menyebabkan  Kanker cervix
kegagalan pada postrenal,
 Striktura uretra
tidak hanya pada satu fungsi
ginjal.
3. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada ARF seperti : pucat (anemia), oliguria, edema,
hipertensi, muntah, letargi, gejala kelebihan cairan berupa gagal jangtung
kongestif atau edema paru, aritmia jantung akibat hiperkalemia, hematemesis
dengan atau tanpa melena akibat gastritis atau tukak lambung, kejang,
kesadaran menurun sampai koma.

Gagal ginjal akut di sertai gejala-gejala sebagai akibat :


1.Gangguan keseimbangan air dan elektrolit
2.Gangguan keseimbangan asam-basa
3.Gangguan eliminasi limbah metabolisme, misalnya ureum, creatinin
4.Gagal ginjal akut biasanya disertai anuria, oliguria, produksi urin normal
maupun poliuria.

Fase gagal ginjal akut :


 Fase oliguria atau anuria : jumlah urine berkurang sampai 10-30 ml/ hari,
dapat berlangsung 4-5 hari, kadang-kadang sampai 1 bulan. Terdapat gejala
uremia nyata seperti pusing, muntah, apatis sampai somnolen, haus, nafas
kussmaul, kejang dan lainnya. Ditemukan hiperkalemia, hiperfosfatemia,
hipokalsemia, hiponatremia dan asidosis metabolik.
Keperawatan Medikal Bedah 11

 Fase diuretik : poliuria, dapat timbul dehidrasi. Berlangsung sekitar 2


minggu.
 Fase penyembuhan atau pascadiuretik : poliuria dan gejala uremia berkurang.
Faal glomerulus dan tubulus membaik dalam beberapa minggu, tetapi masih
ada kelainan kecil. Yang paling lama terganggu adalah daya mengkonsentrasi
urine. Kadang-kadang faal ginjal tidak menjadi normal lagi dan albuminuria
tetap ditemukan.

4. Klasifikasi

Gagal ginjal akut diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut :

A. Gagal ginjal akut prarenal

GGA Prarenal adalah terjadinya penurunan aliran darah ginjal (renal


hypoperfusion) yang mengakibatkan penurunan tekanan filtrasi glomerulus
dan kemudian diikuti oleh penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG).
Keadaan ini umumnya ringan yang dengan cepat dapat reversibel apabila
perfusi ginjal segera diperbaiki. Pada GGA prarenal aliran darah ginjal
walaupun berkurang masih dapat memberikan oksigen dan substrat metabolik
yang cukup kepada sel-sel tubulus. Apabila hipoperfusi ginjal tidak segera
diperbaiki, akan mengakibatkan NTA. GGA prarenal merupakan kelainan
fungsional, tanpa adanya kelainan histologik atau morfologi pada nefron.
Keperawatan Medikal Bedah 11

B. Gagal ginjal akut renal

GGA renal yaitu kelainan yang berasal dari dalam ginjal dan yang
secara tiba-tiba menurunkan pengeluaran urin. Katagori GGA ini selanjutnya
dapat dibagi menjadi :
 Keadaan yang mencederai kapiler glomerulus atau pembuluh darah kecil
ginjal lainnya
 Keadaan yang merusak epitel tubulus ginjal,
 Keadaan yang menyebabkan kerusakan interstisium ginjal.

Tubulus ginjal merupakan tempat utama penggunaan energi pada


ginjal, yang mudah mengalami kerusakan bila terjadi iskemia atau oleh obat
nefrotoksik, oleh karena itu kelainan tubulus yang disebut Nekrosis Tubular
Akut (NTA) merupakan penyebab terbanyak GGA renal.
Keperawatan Medikal Bedah 11

C. Gagal ginjal akut postrenal

GGA postrenal adalah suatu keadaan di mana pembentukan urin cukup,


namun alirannya dalam saluran kemih terhambat. Penyebab tersering adalah
obstruksi. Obstruksi aliran urin ini akan mengakibatkan kegagalan filtrasi
glomerulus dan transpor tubulus sehingga dapat mengakibatkan kerusakan
yang permanen, tergantung berat dan lamanya obstruksi.
Keperawatan Medikal Bedah 11

D. Patofisiologi

Postrenal
Prerenal Intrarenal

Vasodilatasi Hyperplasia
Hipovolemia kalkuli
sistemik Kerusakan Nefrotoksik prostat
↓ curah nerfon/ Perubahan
Hipotensi & vaskuler Neoplasma
jantung tubular
hipoperfusi

Obstruksi pada saluran perkemihan


Aliran darah
ginjal terganggu Urin tdk dpat melewati obstruksi

↓ TD Kongesti yg menyebabkan tekanan


retrogard melalui system
Laju GFR↓ kolegentes dan nefron

Jumlah cairan tubulus lebih lambat

 reabsorsi natrium dan air

Memperbesar reabsorsi
Pembuangan dari Menekan dan
 tonusitas
dari cairan tubular distal GGA
interstisium medulla merusak nefron
medular
renalis ↓
Keperawatan Medikal Bedah 11

E. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Diagnosis
a. Rontgen Thorax
b. Ultrasonografi ginjal
c. Test Doppler
d. CT Scan
e. ECG (Electrocardiogram)
f. CVP (Central Venous Pressure)
g. Renal Arteriogram
b. Pemeriksaan Laboratorium
a. Lab darah lengkap : WBC, RBC, HCT, Platelet
b. Analisa Elektrolit : Sodium, potassium, calsium, kalium, natrium
c. AGD : PCO2, PO2, HCO3, Saturasi O2, PH
d. BUN, Creatinin, klirens kreatinin
e. Enzim hepar : SGOT, SGPT
f. Urinalisis : berat jenis urine, osmolalitas dan natrium urine

F. Komplikasi

Komplikasi metabolik berupa kelebihan cairan, hiperkalemia, asidosis


metabolik, hipokalsemia, serta peningkatan ureum yang lebih cepat pada keadaan
hiperkatabolik. Pada oligurik dapat timbul edema kaki, hipertensi dan edema paru
yang menimbulkan kegawatan.

G. Penatalaksanaan Kegawatan
Penatalaksanaan utama kerusakan fungsi ginjal diarahkan pada
penatalaksanaan khusus dan adekuat dari keadaan hipoperfusi. Ketiga
penyebab yang paling pada penurunan fungsi ginjal adalah penurunan curah
jantung, perubahan tahanan vaskuler perifer, dan hipovolemia. Faktor-faktor
seperti disritmia jantung, infark miokard akut, dan temponande prikardial
akut,semuanya ini menurunkan curah jantung, mungkin berhubungan dengan
penurunan aliran darah ginjal. Oleh karenanya reversibilitas (kemampuan
Keperawatan Medikal Bedah 11

untuk kembali ke keadaan normal) dari gagal ginjal tergantung pada


kemampuan untuk meningkatkan fungsi jantung.
Pada kondisi ini, curah jantung biasanya terganggu secara akut dan
sangat payah. Bila curah jantung terganggu sampai batas yang lebih kecil
selama periode waktu yang lama, bagaimana pun, terjadi gambaran gagal
jantung kongestif. Sekali lagi, disini terjadi penurunan perfusi ginjal
meskipun sampai batas yang terkecil. Gambaran utama dari keadaan ini, dari
aspek ginjal, makin menyerap natrium, yang mengakibatkan peningkatan
volume cairan ekstraselular, kenaikan tekanan vena sentral, dan edema.
Beberapa mekanisme bertanggung jawab terhadap peningkatan
reabsorpsi tubular terhadap natrium. Pertama, terjadi penurunan lebih besar
dalam aliran darah ginjal daripada dalam filtrasi glomerulus, membawa ke
mekanisme yang telah dibicarakan sebelumnya. Kedua, telah diduga bahwa
aliran darah ke kortek superficial menurun, sementtara aliran darah kearea
kortikal dalam meningkat. Selain itu, diperkirakan bahwa nefron pada region
kortikal dalam menyerap natrium terfiltrasi dalam presentase yang lebih besar
daripada nefron di korteks luar ginjal.
Factor-faktor lain termasuk peningkatan reabsorpsi natrium tubulus
distal dan proksimal. Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap
peningkatan reabsorpsi natrium tubulus proksimal sebagian besar tergantung
pada peningkatan tekanan onkotik posglomerular; namun aldosteron paling
bertanggung terhadap peningkatan reabsorpsi natrium tubulus distal. Dapat
dilihat bahwa berbagai mekanisme yang bertanggung jawab terhadap
peningkatan reabsorpsi natrium tubular pada gagal jantung kongesti.
Terapi diarahkan terutama pada meningkatkan ekskresi natrium urine.
Kadang-kadang, keadaan ini dapat diselesaikan dengan memperbaiki curah
jantung , yang selanjutnya meningkatkan perfusi ginjal. Namun hal ini tidak
selalu memungkinkan. Diuretic sering digunakan untuk meningkatkan
ekskresi natrium. Agen ini secara langsung menghambat reabsorpsi natrium
dalam tubulus ginjal. Potensi diuretic ditentukan terutama oleh tempatdi
tubulus ginjal dimana reabsorpsi natrium di hambat.
Kedua diuretic yang paling poten yang sekarang ada adalah
furosemmid (Lasix; Hoechst-Roussel Pharmaceuticals, Somerville, NJ) dan
asam etakrinik (Edcrin; Merck Sharp & Dohme, West Point, PA). Agen ini
Keperawatan Medikal Bedah 11

menghambat reabsorpsi natrium pada parsasenden ansa Henle dan pada


tubulus distal. Masih belum jelas apakah agen ini juga mempunyai efek pada
tubulus proksimal. Diuretic tiazid mempunyai kerja utama pada tubulus distal
dan oleh karenanya agen ini agak kurang poten daripada agen diatas.
Diuretic lain yang umum lain adalah spironokolakton (Aldactone;
Searle Laboratories, Chicago, IL), yang meningkatkan natrium urine dengan
menghambat efek aldosteron di tubulus ginjal. Spironolakton harus di
gunakan dengan hari-hari pada pasien dengan penurunan curah jantung dan
perfusi ginjal yang lemah karena diuretic ini menurunkan ekskresi kalium dan
dapat menyebabkan hiperkalemia yang mengancam hidup pada pasien seperti
ini. Keadaan yang sama juga terjadi untuk triamteren, diuretic hemat kalium.

Penatalaksanaan Nekrosis Tubular akut :

Karena NTA Terus menerus berhubungan dengan tingginya mortalitas


sasaran yang penting adalah pencegahan komplikasi ini. Nekrosis Tubular
Akut dapat dicegah pada pasien yang mengalami cedera traumatik mayor
dengan penggantian kehilangan darah dan perbaikan gangguan cairan dan
elektrolit. Sama halnya, pasien yang menerima agen yang kemungkinan
nefrotoksik harus menjalani serangkaian pemeriksaan untuk mengevaluasi
fungsi ginjal selama pemberian agen tersebut. Hal ini ditangani lebih mudah
dengan mengukur kadar kreatinin dengan jadwal dua hari sekali. Bila
kreatinin serum mulai meningkat, obat harus dihentikan.pada kebanyakan
pasien, pada penyimpanan fungsi dapat distabilkan dan pasien sembuh tanpa
mengalami kerusakan fungsi ginjal berat.

Masih ada perdebatan yang tajam berkenaan tentang efektifitas


manitol dan furosemid dalam mencegah GGA. Pada kenyataannya, berapa
bukti telah dikumpulkan yang menunjukkan bahwa furosemid secara nyata
dapat meningkatkan toksisitas agen-agen nefrotoksik tertentu. Namun
kebanyakan peneliti setuju bahwa percobaan furosemid harus diberikan
intravena sampai 500 mg. Seringkali hal ini dapat memperbaiki oliguria
menjadi GGA nonoliguria, yang secara klinis lebih mudah ditangani.
Keperawatan Medikal Bedah 11

a) Penggantian volume
Setelah terjadi NTA, pertimbangan utama adalah pemeliharaan
keseimbangan cairan dan elektrolit. Selama masa oliguria, volume urine
biasanya kurang dari 300 ml perhari. Kehilangan yang tidak terlihat rata-
rata 800-1000 ml perhari dan sebenarnya bebas elektrolit.
Secara umum, pengantian cairan harus mendekati 500 ml perhari.
Selain air akan dari air yang terdapat dalam makanan di tambah air
oksidari dari metabolisme. Karena pengguanaan protein dan lemak tubuh,
pasien idealnya harus kehilangan 2,2 lb (1kg) perhari untuk
mempertahankan keseimbangan air. Bahaya kelebihan air dengan akibat
gagal jantung kongesti dan edema paru terdapat sepanjang periode
oliguria.sebaliknya, selama NTA fase diuretik, pemborosan natrium lebih
jauh dapat terjadi berkaitan dengan peningkatan volume urine. Itulah
sebabnya perlu untuk mempertahankan pencatatan asupan dan haluaran
secara akurat dan penimbangan berat badan tiap hari pada kedua fase. Hal
ini teruama penting bila ada kesempatan lain untuk kehilangan cairan dan
elektrolit seperti muntah, diare, penghisapan nasogastrik, dan drainase
oleh dari fistula. Secara umum, kehilangan terjadi sebagai akibat dari
masalah-masalah ini harus di ganti penuh.
b) Terapi Nutrisi
Selain penggantian cairan dan elektrolit ,masukan di arahkan pada
pensuplaian pasien dengan kalori dalam bentuk karbohidrat dan lemak
untuk menurunkan pemecahan protein tubuh. Karena 1 gr urea dibentuk
setiap 6 gr protein yang di metabolisme, asupan protein biasanya dibatasi
untuk mencegah peningkatan BUN yang terlalu cepat.
Dengan pengembangan tim nutrisi ,telah terjadi kecendrungan
berkembangan untuk memberikan lebih banyak kalori dan protein dalam
bentuk parenteral atau hiperalimensasi enteral dalam upaya untuk
meningkatkan kondisi umum pasien dan untuk mempercepat pemulihan
fungsi ginjal. Diit mengandung 2000 sampai 3000 kalori/hari dengan 40
sampai 60 gr protein atau asam amino esensial telah digunakan dengan
frekuensi yang meningkat. Diet ini mengandung lebih dari 500 ml cairan
yang di anjurkan sebelumnya. Oleh karenanya,hiperalimentasi
Keperawatan Medikal Bedah 11

memerlukan lebh dialisis ,khususnya pada periode oliguria, sering dalam


kombinasi dengan hemofiltrasi.
c) Kontrol asidosis
Asidosis metabolik dengan keparahan sedang biasanya terjadi pada
pasien dengan gagal ginjal .hal ini merupakan akibat dari
ketidakmampuan ginjal untuk mengekskresikan ikatan asam (H2PO4)
yang dihasilkan dari proses metabolik normal. Asidosis biasanya dapat
dikontrol dengan mudah dengan memberi pasien natrium bikarbonat 30
sampai 60 mEq setiap hari tetapi tidak memerlukan pengobatan kecuali
HCO3- turun dibawah 12 sampai 15 mEq/L.
d) Kontrol Hiperkalemia
Hiperkalemia umumnya terjadi pada pasien dengan NTA .ini
merupakan konsekuensi baik karena penurunan kemampuan ginjal
mengekresi kalium dan pelepasan kalium intraseluler karena asidosis dan
kerusakan jaringan. Asidosis mengakibatkan perpindahan ion hidrogen ke
dalam sel, sehingga mengantikan kalium ke dalam cairan intraselular.
Keadaan ini mempertahankan netralitas elektron tetapimeningkatkan
keadaan hiperkalemia.
Selain mekanisme untuk menyebabkan hiperkalemia, sering di
abaikan pada pasien sakit akut , adalah pembatasan kalori ,terutama
pembatasan glukosa . perpindahan glukosa dan asam amino ke dalam sel
sel disertai dengan kalium .pada sakit akut, pasien katabolik, bila asupan
diit di batasi atau terapi cairan intravena dihentikan , kegagalan
perpindahan kalium intraselular dapat menunjang hiperkalemia. Karena
proses ini membutuhkan insuline, maka defisiensi insuline mempunyai
konsekuensi sama, dan penderita diabetik dapat lebih rentan untuk
mengalami gangguan akut kesemimbangan kalium bila terjadi gagal
ginjal.
Dengan menggangu translokasi catecholamine-induced kalium ke
dalam sel-sel ,β-bloker juga dapat memperberat hiperkalemia dan harus
dihindari pada pasien GGA. Hiperkalemia secara klinis di manifestasikan
oleh perubahan jantung dan neuromaskular .baik gangguan konduksi
jantung maupun kaudriplegia flaksid akut merupakan komplikasi yang
mengancam hidup .perubahan hiperkalemia ini cepat dapat pulih dengan
Keperawatan Medikal Bedah 11

pemberian kalsium glukonas intravena ,yang mempunyai efek antagonis


langsung dalam aksi kalium. Kalium serum dapat diturunkan dengan
pemberian natrium bikarbonat intravena untuk pengobatan asidosi. Selain
itu, pemberian glukosa dan insuline dengan sering di gunakan sebagai
metode tambahan perpindahan kalium ekstraseluar ke intraselular.
Natrium polistiren sulfonat resin (Kayexalate;winthrop
pharmaceuticals) di berikan peroral ( 25 gr empat kali sehari dalam 10 ml
sorbitol 10 %) dapat mengurangi kelebihan kalium tubuh lebih lambat dan
harus dilakukan bila hiperkalemia mulai teejadi. Selain itu, bila
hiperkalemia yang mengancam hidup terjadi dan pengobatan ini gagal
atau tidak memperbaiki kalium serum menjadi normal , harus intervensi
kedaruratan baik hemodialisis atau dialisis peritoneal ,dialisis peritoneal
umumnya dapat dilakukan lebih cepat .karena kalium plasma di
seimbangkan dengan cepat oleh cairan peritoneal, kalium serum dapat
diturunkan dengan cepat.
Hiperkalemia selalu dapat dicegah dengan menghindari suplemen
kalium, pemberian teraapi kronik untuk asidosis , dan penggunaan
natrium polistiren sulfonat resin bila kalium serum agak sedikit
meningkat.

A. Pengkajian

1. Anamnesis

Pada pengakajian anamnesis data yang diperoleh yakni identitas klien


dan identitas penanggung jawab, identitas klien yang meliputi nama, usia, jenis
kelamin, pekerjaan, serta diagnosa medis. Penyakit Gagal Ginjal Akut dapat
menyerang pria maupun wanita dari rentang usia manapun, khususnya bagi
orang yang sedang menderita penyakit serius, terluka serta usia dewasa dan
pada umumnya lanjut usia. Untuk pengkajian identitas penanggung jawab data
yang didapatkan yakni meliputi nama, umur, pekerjaan, hubungan dengan si
penderita.
Keperawatan Medikal Bedah 11

2. Riwayat Kesehatan

a. Keluhan Utama

Keluhan utama yang sering adalah miksi terasa sesak dan sedikit-sedikit.

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pengkajian ditujukan sesuai dengan predisposisi etiologi penyakit terutama


pada prerenal dan renal. Secara ringkas perawat menanyakan berapa lama
keluhan penurunan jumlah urine output dan apakah penurunan jumlah urine
output tersebut ada hubungannya dengan predisposisi penyebab, seperti
pasca perdarahan setelah melahirkan, diare, muntah berat, luka bakar luas,
cedera luka bakar, setelah mengalami episode serangan infark, adanya
riwayat minum obat NSAID atau pemakaian antibiotik, adanya riwayat
pemasangan tranfusi darah, serta adanya riwayat trauma langsung pada
ginjal.
c. Riwayat Penyakit Dahulu

Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan
yang berulang, penyakit diabetes melitus dan penyakit hipertensi pada masa
sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab pasca renal. Penting untuk
dikaji tentang riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat
alergi terhadap jenis obat dan dokumentasikan.
d. Riwayat Penyakit Keluarga

Tanyakan adanya riwayat penyakit ginjal dalam keluarga.

3. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum dan TTV

Keadaan umum klien lemah, terlihat sakit berat, dan letargi. Pada TTV
sering didapatkan adanya perubahan, yaitu pada fase oliguri sering
didapatkan suhu tubuh meningkat, frekuensi denyut nadi mengalami
peningkatan dimana frekuensi meningkat sesuai dengan peningkatan suhu
tubuh dan denyut nadi. tekanan darah terjadi perubahan dari hipetensi
Keperawatan Medikal Bedah 11

rinagan sampai berat.


4. Pemeriksaan Diagnostik

a. Laboratorium

Urinalisis didapatkan warna kotor, sedimen kecoklatan menunjukkan adanya


darah, Hb, dan myoglobin. Berat jenis <1.020 menunjukkan penyakit ginjal,
pH urine >7.00 menunjukkan ISK, NTA, dan GGK. Osmolalitas kurang dari
350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal dan rasio urine : serum sering
1 : 1.
b. Pemeriksaan BUN dan kadar kreatinin

Terdapat peningkatan yang tetap dalakm BUN dan laju peningkatannya


bergantung pada tingkat katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal dan
masukan protein. Serum kratinin meningkat pada kerusakan glomerulus.
Kadar kreatinin serum bermanfaat dalam pemantauan fungsi ginjal dan
perkembangan penyakit.
c. Pemeriksaan elektrolit

Pasien yang mengalami penurunan lajut filtrasi glomerulus tidak mampu


mengeksresikan kalium. Katabolisme protein mengahasilkan pelepasan
kalium seluler ke dalam cairan tubuh, menyebabkan hiperkalemia berat.
Hiperkalemia menyebabkan disritmia dan henti jantung.
d. Pemeriksan pH

Pasien oliguri akut tidak dapat emngeliminasi muatan metabolik seperti


substansi jenis asam yang dibentuk oleh proses metabolik normal. Selain itu,
mekanisme bufer ginjal normal turun. Hal ini ditunjukkan dengan adanya
penurunan kandungan karbon dioksida darah dan pH darah sehingga asidosis
metabolik progresif menyertai gagal ginjal.
5. Penatalaksanaan Medis

Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan dan mencegah


komplikasi, yang meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Dialisis

Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut yang
Keperawatan Medikal Bedah 11

serius, seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dialisis memperbaiki


abnormalitas biokimia, menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat
dikonsumsi secara bebas; menghilangkan kecenderungan perdarahan dan
membantu penyembuhan luka.
b. Koreksi hiperkalemi

Peningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion pengganti


resin (natrium polistriren sulfonat), secara oral atau melalui retensi enema.
Natrium polistriren sulfonat bekerja dengan mengubah ion kalium menjadi
natrium di saluran intenstinal.
c. Terapi cairan

d. Diet rendah protein, tinggi karbohidrat

e. Koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat dan dialisis.

B. Diagnosa Keperawatan
 Resiko perfusi jaringan renal tidak efektif berhubungan dengan disfungsi
ginjal
 Hipervolemia berhubungan dengan kelebihan asupan cairan
 Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidak mampuan mengabsorbsi nutrien
Keperawatan Medikal Bedah 11

Intervensi Keperawatan

Diagnosa Standar luaran Intervensi


keperawatan
Resiko perfusi Setelah di lakukan tindakan Observasi
jaringan renal tidak keperawatan selama 1x24 jam di 1 . monitor status
efektif berhubungan harapkan resiko perfusi renal kardiopulmonal ( frekuensi
dengan disfungsi meningkat dengan dan kekuatan nadi,
ginjal Kriteria hasil : frekuensi nafas, TD, MAP)
 Jumlah urine meningkat 2. monitor status cairan
 Tekanan arteri rata – rata membaik ( masuk dan haluaran, turgor

 Kadar urea nitrogen darah membaik kulit, CRT)

 Kadar kratinin darah membaik Terapiutik


1 . persiapkan intubasi dan
ventilasi mekanis bila perlu
2 . pasang jalur IV jika perlu
3 pasang kateter urine untuk
menilai urine jika perlu
Edukasi
1 . jelaskan penyebab/ factor
resiko syok
2 . anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral
3 . anjurkan menghindari
alergen.
Kalaborasi
1 . kalaborasi pemberian IV
jika perlu
2 . kalaborasi pemberian
tranfusi darah jika perlu
3 . kalaborasi pemberian
antiimflamasi jika perlu

Hipervolemia Setelah di lakukan tindakan Observasi


Keperawatan Medikal Bedah 11

berhubungan dengan keperawatan selama 1x24 jam di 1. periksa tanda dan gejala
kelebihan asupan harapkan keseimbangan cairan nipervolemia
cairan meningkat dengan 2. identifikasi penyebab
Kriteria hasil: hypervolemia
 Asupan cairan meningkat 3 . monitor dan autpot cairan
 Haluaran urinemeningkat 4 . monitor tanda

 Kelembaban membran mukosa hemokonsentrasi ( misalnya

meningkat kadar natrium, BUN,

 Dehidrasi menurun hematocrit)


5 . monitor tanda peningkatan
tekanan onkotik plasma
6 . monitor efek samping
deuretik
Traupiutik
1 . timbang berat badan tiap hari
pada waktu yang sama
2 . batasi asuhan cairan dengan
garam
Edukasi
1 . anjurkan melapor jika
haluaran urine <0,5
ml/kg/jam dalam 6 jam
2 . anjurkan melapor jika BB
menambah >1 kg dalam
sehari
3 . anjurkan cara mengukur dan
mencatat asupan dan
haluaran cairan
4 . anjurkan cara membatasi
cairan
kalaborasi
1 . kalaborasi pemberian
diuretic
2 . kalaborasi penggantian
Keperawatan Medikal Bedah 11

kehilangan kalium akibat


diuretic
3 . kalaborasi pemberian
continuous renal replacent
therapy (CRRT) jika perlu

Obsevasi
Defisit nutrisi 1 . identifikasi status nutrisi
Setelah di lakukan tindakan
berhubungan dengan 2 . identifikasi makanan yang di
keperawatan selama 1x24 jam di
ketidak mampuan sukai
harapkan status nutrisi membaik
mengabsorbsi nutrien 3 . identifikasi kebutuhan
dengan
kaloridan jenis nutrient
Kriteria hasil :
Terapiutik
1 . porsi makanan yang di habiskan
1 . sajikan makanan yang
2 . frekuennsi makan membaik
menarikdan suhu yang
3. nafsu makan membaik
sesuai
2 . berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah kontipasi
3 . berikan makanan tinggi
kalori dan protein
4 . berikan suplemen makanan
jika perlu
Edukasi
1 . anjurkan posisi duduk jika
mampu
2 . anjurkan diet yang di
programkan
Kalaborasi
1 . kalaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
2. kalaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang
Keperawatan Medikal Bedah 11

di butuhkan , jika perlu

Defenisi

Gagal ginjal akut adalah MIND MAPPING


sindrom klinis dimana
ginjal tidak lagi
mensekresi produk-
produk limbah
metabolisme. Biasanya -Prarenal pucat
karena hiperfusi ginjal 1.Stadium (anemia),
sindrom ini biasa Oliguria oliguria,
berakibat azotemia -Renal
edema,
(uremia), yaitu 2.Stadium
hipertensi,
akumulasi produk -Pascarenal / Diuresis
limbah nitrogen dalam
muntah,
Postrenal 3.Stadium letargi,
darah dan oliguria
dimana haluaran urine Penyembu gejala
kurang dari 400 ml/24 han kelebihan
jam cairan
Keperawatan Medikal Bedah 11

Etiologi
Patofisiolo Manifestasi
gi
Definisi gagal
ginjal kronik Penatalaksana
KONSEP GGA an gagal
ginjal
Kelebihan cairan
Pemeriksaan laboratorium Penatalaksan
Diagnostik aaan umum
hiperkalemia
Darah Pemeriksaa komplikasi
laboratorium n Asidosis penatalaksan
VC
penunjang
CTSKAN metabolik aan
Pemeriksaan BUN hipokalsemia
Keadaan
dan kadar kreatinin MRI Umum
hipertensi
Pemeriksaan elektrolit
EKG Pemeriks
aan pola
Pemeriksaan ph Asuhan
fungsi
keperawata
Standar intervensi Diagnosea
keperawata pengkajian

Jumlah nurine meningkat Resiko perfusi jaringan renal


Observasi
tidak efektif berhubungan
Tekanan arteri rata – rata Terapiutik dengan disfungsi ginjal
membaik
Edukasi Hipervolemia berhubungan
Kadar urea nitrogen darah
dengan kelebihan asupan cairan Penat
membaik kalaboradsi
alaksa
Kadar kratinin membaik Defisit nutrisi berhubungan naan
dengan ketidak mampuan
mengabsorbsi nutrien

DAFTAR PUSTAKA

Labor
D
pemer Kelebih
Labor
iksaa an
pemer
n
Labor
iksaa
Kelebih
Labor n
Labor an
Keperawatan Medikal Bedah 11

Baradero, Mary, dkk. 2009. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Ginjal.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Egran, Barbara. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume I. Jakarta: EGC.

Krisanty, Paula. 2009. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta : CV Trans


Infomedia.
Nursalam, Nurs M. 2006. Asuhan Keperawatan pada Pasien dnegan Gangguan
Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
Musliha. 2010. Keperawatan Gawat Darurat (Plus Contoh Askep dengan Pendekatan
NANDA, NIC, NOC). Yogyakarta : Nuha Medika.

https://www.academia.edu/9594585/131366994-Kegawatan-Arf di akses pada tanggal


15 November 2019 pukul 20.00 WIB

https://www.academia.edu/9399560/Askep_gagal_gingal_akut_GGA_ di akses pada


tanggal 15 November 2019 pukul 20.00 WIB

Anda mungkin juga menyukai