Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGUE HEMORRHAGIC FEVER (DHF)

Disusun dalam rangka memenuhi tugas


stase Keperawatan Anak

OLEH :

KELOMPOK 2

CI LAHAN CI INSTITUSI

( ) ( )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2021
LAPORAN PENDAHULUAN

DENGUE HEMORRHAGIC FEVER (DHF)

Disusun dalam rangka memenuhi tugas


stase Keperawatan Anak

OLEH :

KELOMPOK 2
A.USMAN ALFADIL EKASARDILA
SATRIAWAN ROSMINI
TIARA DESINIARY B JARMIA RISKI
SUMARDA YASTUTY SITTI RAHMA
NURHANI NUR FITRI

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2021

ii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL...................................................................................

DAFTAR ISI...................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................

A. Latar Belakang......................................................................................
B. Tujuan....................................................................................................

BAB II TINJAUAN TEORI..........................................................................

A. Konsep Medis.......................................................................................
1. Dengue Hemorrhagic Fever............................................................
2. Etiologi...........................................................................................
3. Patofisiologi....................................................................................
4. Patoflow Diagram...........................................................................
5. Manifestasi Klinik/Tanda dan Gejala.............................................
6. Komplikasi......................................................................................
7. Pemeriksaan Penunjang..................................................................
8. Penatalaksanaan/Terapi Pengobatan...............................................
9. Prognosis.........................................................................................
B. Konsep Keperawatan.............................................................................
1. Pengkajian.......................................................................................
2. Diagnosis Keperawatan..................................................................
3. Intervesi Keperawatan....................................................................

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam keperawatan anak yang menjadi individu (klien) adalah anak yang
diartikan sebagai seseorang yang usianya kurang dari 19 (sembilan belas) tahun
dalam masa tumbuh kembang, dengan kebutuhan khusus yaitu kebutuhan fisik,
psikologis, sosial dan spiritual. Menurut WHO definisi anak adalah dihitung
sejak seseorang di dalam kandungan sampai dengan usia 19 tahun. Menurut
Undang - Undang Republik Indonesia nomor 35 tahun 2014 pasal 1 ayat 1
tentang perlindungan anak, anak adalah seseorang yang belum berusia 18
tahun, termasuk juga yang masih di dalam kandungan[CITATION Yul16 \l 1057 ].

Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan


perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Dalam proses
berkembang anak memiliki ciri fisik, kognitif, konsep diri, pola koping dan
perilaku sosial. Ciri fisik pada semua anak tidak mungkin pertumbuhan
fisiknya sama, demikian pula pada perkembangan kognitif adakalanya cepat
atau lambat. Perkembangan konsep diri sudah ada sejak bayi akan tetapi belum
terbentuk sempurna dan akan mengalami perkembangan seiring bertambahnya
usia anak. Pola koping juga sudah terbentuk sejak bayi di mana bayi akan
menangis saat lapar. Perilaku sosial anak juga mengalami perkembangan yang
terbentuk mulai bayi seperti anak mau diajak orang lain. Sedangkan respons
emosi terhadap penyakit bervariasi tergantung pada usia dan pencapaian tugas
perkembangan anak, seperti pada bayi saat perpisahan dengan orang tua maka
responsnya akan menangis, berteriak, menarik diri dan menyerah pada situasi
yaitu diam[ CITATION Mus19 \l 1057 ].

1
2

Dalam memberikan pelayanan keperawatan anak selalu diutamakan,


mengingat kemampuan dalam mengatasi masalah masih dalam proses
kematangan yang berbeda dibanding orang dewasa karena struktur fisik anak
dan dewasa berbeda mulai dari besarnya ukuran hingga aspek kematangan
fisik. Proses fisiologis anak dengan dewasa mempunyai perbedaan dalam hal
fungsi tubuh dimana orang dewasa cenderung sudah mencapai kematangan.
Kemampuan berpikir anak dengan dewasa berbeda dimana fungsi otak dewasa
sudah matang sedangkan anak masih dalam proses perkembangan. Demikian
pula dalam hal tanggapan terhadap pengalaman masa lalu berbeda, pada anak
cenderung kepada dampak psikologis yang apabila kurang mendukung maka
akan berdampak pada tumbuh kembang anak sedangkan pada dewasa
cenderung sudah mempunyai mekanisme koping yang baik dan
matang[CITATION AlH17 \l 1057 ].

Dalam laporan pendahuluan ini masalah yang diangkat oleh penulis


adalah kasus dengue hemorrhagic fever (DHF), atau yang yang biasa disebut
demam berdarah dengue yang disingkat DBD pada anak. Tentunya
penatalaksanaan asuhan keperawatan akan jauh berbeda dengan pasien dewasa
pada umumnya. Dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak tentu
berbeda dibandingkan dengan orang dewasa. Banyak perbedaan-perbedaan
yang diperhatikan dimana harus disesuaikan dengan usia anak serta
pertumbuhan dan perkembangan karena perawatan yang tidak optimal akan
berdampak tidak baik secara fisiologis maupun psikologis anak itu sendiri.

Oleh karena itu dengan latar belakang tersebut, maka penulis membuat
laporan pendahuluan ini sebagai acuan penatalaksanaan asuhan keperawatan pada
kasus dengue hemorrhagic fever (DHF) warning sign pada anak.
3

B. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan laporan pendahuluan ini adalah untuk


mengetahui konsep medis, dan konsep asuhan keperawatan pada anak dengan
kasus dengue hemorrhagic fever (DHF) warning sign.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Medis

1. Dengue Hemorrhagic Fever

Dengue hemorrhagic fever (DHF) atau demam berdarah dengue


(DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dari keluarga
flaviviridae yang ditularkan melalui gigitan nyamuk (arthropod borne
viruses = arbovirus) yaitu Aedes aegypti dan Aedes albofictus dengan
manifestasi klinis demam, nyeri otot/sendi disertai lekopenia, ruam,
limfodenopati trombositopenia [ CITATION Tut19 \l 1057 ].

Warning sign (tanda bahaya) pada DBD merupakan prediktor derajat


beratnya demam berdarah dengue yang mengawali manifestasi syok dan
muncul menjelang akhir fase demam, antara hari ke-3 sampai 7 pada
penderita DBD. Warning sign pada penyakit DBD meliputi nyeri abdomen
berat, muntah yang persisten, perdarahan mukosa, dan pembesaran hepar
>2 cm. Nyeri abdomen berat dan muntah yang persisten merupakan
indikasi awal dari kebocoran plasma dan menjadi semakin buruk ketika
pasien berkembang ke keadaan syok [ CITATION Dil19 \l 1057 ].

Perdarahan mukosa spontan merupakan manifestasi penting


hemoragik. Kelainan hepar adalah hal yang sering dijumpai pada semua
bentuk infeksi dengue. Ukuran pembesaran hepar tidak selalu berkorelasi
dengan beratnya penyakit [ CITATION Gar18 \l 1057 ].

2. Etiologi

Faktor yang berperan dalam timbulnya penyakit berdasarkan segitiga


epidemiologi di pengaruhi oleh faktor manusia sebagai host, termasuk
nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor penular DBD. Lingkungan secara
signifikan mempengaruhi kesakitan bagi setiap individu termasuk sosial,
ekonomi dan lebih utamanya perilaku masyarakat, meningkatnya mobilitas

4
5

penduduk, kepadatan hunian, semakin baiknya sarana transportasi dan


masih terdapat tempat perindukan nyamuk penular DBD [ CITATION Puj18 \l
1057 ].

3. Patofisiologi

Fenomena patofisiologi utama menentukan berat penyakit dan


membedakan demam berdarah dengue dengan dengue klasik ialah
tingginya permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume
plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia dan diabetes hemoragik.
Meningginya nilai hematokrit pada penderita dengan renjatan
menimbulkan dugaan bahwa renjatan terjadi sebagai akibat kebocoran
plasma ke daerah ekstra vaskuler melalui kapiler yang rusak dengan
mengakibatkan menurunnya volume plasma dan meningginya nilai
hematokrit [ CITATION Can19 \l 1057 ].

Mekanisme sebenarnya tentang patofisiologi dan patogenesis demam


berdarah dengue hingga kini belum diketahui secara pasti, tetapi sebagian
besar menganut "the secondary heterologous infection hypothesis" yang
mengatakan bahwa DBD dapat terjadi apabila seseorang setelah infeksi
dengue pertama mendapat infeksi berulang dengan tipe virus dengue yang
berlainan dalam jangka waktu yang tertentu yang diperkirakan antara 6
bulan sampai 5 tahun [ CITATION Dep201 \l 1057 ].

Akibat infeksi kedua oleh tipe virus dengue yang berlainan pada
seorang penderita dengan kadar antibodi anti dengue yang rendah, respons
antibodi anamnestik yang akan terjardi dalam beberapa hari
mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit imun dengan
menghasilkan antibodi IgG anti dengue titer tinggi. Replikasi virus dengue
terjadi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah yang banyak. Hal-hal
ini semuanya akan mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen antibodi
6

yang selanjutnya akan mengaktivasi sistem komplemen [ CITATION Les19 \l


1057 ].

Pelepasan C3a dan C5a akibat antivasi C3 dan C5 menyebabkan


meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya
plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Pada penderita renjatan
berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari pada 30% dan
berlangsung selama 24-48 jam. Renjatan yang tidak ditanggulangi secara
adekuat akan menimbulkan anoksia jaringan, asidosis metabolik dan
kematian [ CITATION Dep201 \l 1057 ].

Sebab lain dari kematian pada DBD ialah perdarahan saluran


pencernaran hebat yang biasanya timbul setelah renjatan berlangsung lama
dan tidak dapat diatasi. Trombositopenia merupakan kelainan hematologis
yang ditemukan pada sebagian besar penderita DBD. Nilai trombosit mulai
menurun pada masa demam dan mencapai nilai terendah pada masa
renjatan [ CITATION Can19 \l 1057 ].

Jumlah tromosit secara cepat meningkat pada masa konvalesen dan


nilai normal biasanya tercapai sampai hari ke 10 sejak permulaan penyakit.
Kelainan sistem koagulasi mempunyai juga peranan sebagai sebab
perdarahan pada penderita DBD. Berapa faktor koagulasi menurun
termasuk faktor II, V, VII, IX, X dan fibrinogen. Faktor XII juga
dilaporkan menurun. Perubahan faktor koagulasi disebabkan diantaranya
oleh kerusakan hepar yang fungsinya memang terbukti terganggu, juga
oleh aktifasi sistem koagulasi [ CITATION Dep201 \l 1057 ].

Pembekuan intravaskuler menyeluruh (PIM/DIC) secara potensial


dapat terjadi juga pada penderita DBD tanpa atau dengan renjatan.
Renjatan pada PIM akan saling mempengaruhi sehingga penyakit akan
memasuki renjatan irrevesible disertai perdarahan hebat, terlihatnya organ-
organ vital dan berakhir dengan kematian [ CITATION Dep201 \l 1057 ].
4. Patoflow diagram [ CITATION Pri183 \l 1057 ]

Gigitan nyamuk aedes aegpty

Masuknya virus dengue dalam tubuh

Kontak dengan antibodi

Breath Virus bereaksi dengan antibody Kurang informasi Kurang pengetahuan

Mengaktifkan sistim Terbentuk kompleks virus antibody MRS stress hospitalisasi Ansietas
komplemen
Blood
Bone
Aktivasi C3 dan
virus masuk ke dalam
C5 pembuluh darah
Perpindahan cairan ke
Pelepasan anafilatoksim
ekstravaskuler
(C3a,C5a)
Menstimulasi sel host Memproduksi
inflamasi (seperti endogenus pirogen
(IL-1, IL-6) Peurunan kebutuhan O2,
Permiabilitas dinding mikrofag, neutrofil)
nutrisi
pembuluh darah

Endothelium hipotalamus
Prostaglandin berikatan Metabolism menurun
Menghilangnya plasma meningkatkan produksi
dengan neuron prepiotik
melalui endotel dinding prostaglandin dan
di hipotalamus
pembuluh darah neurotransmiter

Lemah, pusing,
Kebocoran plasma (ke Meningkatkan thermostat Intoleransi aktivitas frekuensi nadi dan
ekstravaskuler) “set point” pada pusat Demam Hipertermi pernapasan meningkat
termoregulator
Penumpukan
cairan pada pleura Gangguan pola nafas 7
5. Manifestasi Klinik/Tanda Dan Gejala

Gejala DBD ditandai dengan manifestasi klinis, yaitu demam tinggi,


perdarahan terutama perdarahan kulit, hepatomegali, dan kegagalan
peredaran darah (circulatory failure). Selain itu terdapat kriteria laboratoris
yaitu trombositopeni dan hemokonsentrasi (hematokrit menigkat). Dilihat
dari derajatnya DBD mempunyai 4 derajat spektrum klinis yaitu Derajat I
apabila Demam dengan uji bendung positif [ CITATION Wiw18 \l 1057 ].

Derajat II yaitu apabila terdapat tanda derajat I disertai perdarahan


spontan di kulit atau perdarahan lain. Derajat III apabila ditemui kegagalan
sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekan nadi menurun (< 20mmHg)
atau hipotensi disertai kulit yang lembab dan pasien menjadi gelisah.
Derajat IV yaitu syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan
darah tidak dapat diukur [ CITATION Dju19 \l 1057 ].

Derajat IV / stadium syok atau Dengue Syok Syndrom (DSS) ini


terjadi pada hari ke 3,4 dan 5 serangan panas pada infeksi virus dengue.
Pada masa ini merupakan masa kritis yang sering kali orang tua penderita
atau penderita sendiri kurang menyadarinya [ CITATION Wiw18 \l 1057 ].

6. Komplikasi

Sekitar 30% - 50% penderita demam berdarah dengue mengalami


syok dan berakhir dengan kematian bila penangannya tidak adekuat.
Komplikasi dapat terjadi pada penderita DBD yaitu Dengue Syok Sindrom
(DSS) dimana keseimbangan elektrolit seperti hiponatremia, hipokalsemia
dan overhidrasi dapat menyebabkan gagal jantung kongestif dan/ atau
edema paru yang dapat berujung kematian [ CITATION Mel21 \l 1057 ].

7. Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis DBD dapat ditegakkan berdasarkan klinis dan laboratorium.


Demam berdarah dengue ditandai dengan gejala klinis demam 2-7 hari
disertai dengan manifestasi perdarahan. Parameter laboratorium untuk

8
9

menegakkan diagnosis DBD diantaranya adalah trombositopenia (jumlah


trombosit < 100.000/μL) dan/atau hasil pemeriksaan serologi pada
penderita tersangka DBD menunjukkan hasil positif [ CITATION Ikr18 \l 1057
].

Pemeriksaan serologi seperti uji imunoglobulin M (IgM) anti dengue


dan imunoglobulin G (IgG) anti dengue merupakan pemeriksaan
penunjang untuk menegakkan diagnosis DBD. Dua jenis antibodi tersebut
muncul sebagai respon tubuh terhadap virus yang masuk kedalam tubuh
penderita. Pemeriksaan ini diperlukan agar dapat membedakan antara
infeksi virus dengue primer dan sekunder. Hal ini penting untuk prognosis
pasien DBD karena pada infeksi sekunder keadaan dapat menjadi lebih
berat [ CITATION Ikr18 \l 1057 ].

8. Penatalaksanaan/Terapi Pengobatan

Sampai saat ini pengobatan untuk penyakit demam berdarah dengue


belum ada obat yang spesifik. Pemeliharaan volume cairan tubuh pasien
sangat penting dan diberikan sesuai fase penyakit, dan sesuai dengan
panduan nilai hematokrit. Jika sudah sampai ke demam berdarah parah
maka perawatan medis harus ditangani oleh dokter dan perawat yang
berpengalaman dengan penyakit ini, dengan adanya perawatan dari tenaga
kesehatan yang berkompeten maka dapat menyelamatkan nyawa hingga
menurunkan angka kematian dari 20% menjadi kurang dari 1% [ CITATION
Cog20 \l 1057 ].

9. Prognosis

Angka kematian pada Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang


tidak segera mendapat perawatan mencapai 50%, akan tetapi angka
kematian tersebut dapat diminimalkan mencapai 5% bahkan bisa mencapai
3% atau lebih rendah lagi dengan tindakan atau pengobatan cepat. Hingga
saat ini diagnosis penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) berdasarkan
10

atas gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium darah untuk mengetahui


gejala syok [ CITATION Wiw18 \l 1057 ].

B. Konsep Keperawatan

1. Pengkajian

a) Identitas Pasien
Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak-anak dengan
usia kurang dari 15 tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama
orang tua, pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua.
b) Keluhan Utama
Alasan/keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang ke
rumah sakit adalah panas tinggi dan anak lemah.
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil
dan saat demam kesadaran composmentis. Turunnya panas terjadi
antara hari ke-3 sampai ke-7, dan anak semakin lemah. Kadang-
kadang disertai dengan keluhan batuk, pilek, nyeri telan, mual,
muntah, anoreksia, diare/konstipasi, sakit kepala, nyeri otot dan
persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta
adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade III, IV), melena
atau hematesis.
d) Riwayat penyakit dahulu
Penyakit apa saja yang pernah diderita pada DHF, anak bisa
mengalami serangan ulangan DHF dengan tipe virus yang lain.
e) Riwayat penyakit keluarga
Penyakit apa saja yang pernah di derita sama keluarga klien
f) Riwayat imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan
akan timbulnya komplikasi dapat dihindari
11

g) Riwayat gizi Status gizi


anak menderita DHF dapat bervariasi.Semua anak dengan status gizi
baik maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat faktor
predisposisinya.Anak yang menderita DHF sering mengalami keluhan
mual, muntah, dan nafsu makan menurun. Apabila kondisi ini
berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang
mencukupi, maka anak akan mengalami penurunan berat badan
sehingga status gizinya menjadi kurang.
h) Kondisi lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang
kurang bersih (seperti air yang mengenang dan gantungan baju di
kamar).
i) Pola kebiasaan
1) Nutrisi dan metabolisme : frekuensi, jenis, pentangan, nafsu
makan berkurang, dan nafsu makan menurun.
2) Eliminasi alvi (buang air besar). Kadang-kadang anak mengalami
diar/konstipasi. Sementara DHF pada Grade III-IV bisa terjadi
melena.
3) Eliminasi urine (buang air kecil) perlu dikaji apakah sering
kencing, sedikit/banyak, sakit/tidak. Pada DHF grade IV sering
terjadi hematuria.
4) Tidur dan istirahat. Anak sering mrngalami kurang tidur karena
mengalami sakit/nyeri otot dan persendian sehingga kualitas dan
kuantitas tidur maupun istirahat kurang.
5) Kebersihan upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan
lingkungan cenderung terutama untuk membersihkan tempat
sarang nyamuk aedes aegypti.
6) Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya
untuk menjaga kesehatan.
12

j) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik Meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi
dari ujung rambut sampai jung kaki. Pemeriksaan fisik secara umum:
1) Grade I : kesadaran composmentis, keadaan umum lemah, tanda-
tanda vital dan nadi lemah.
Grade II : kesadaran composmentis, keadaan umum lemah, ada
perdarahan spontan petekia, perdarahan gusi dan telinga, serta
nadi lemah, kecil, dan tidak teratur.
Grade III : Kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah,
nadi lemah, kecil dan tidak teratur, serta tensi menurun.
Grade IV : Kesadaran koma, tanda-tanda vital nadi tidak teraba,
tensi tidak terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin,
berkeringat, dan kulit.
2) Tanda-tanda vital (TTV) Tekanan nadi lemah dan kecil (gradeIII),
nadi tidak teraba (grade IV), tekanan darah menurun ( sistolik
menurun sampai 80mmHg atau kurang), suhu tinggi (diatas
37,5oC)
3) Kepala : kepala bersih, ada pembengkakan atau tidak, Kepala
terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena demam.
4) Mata Konjungtiva anemis
5) Hidung : Hidung kadang mengalami perdarahan (epistaksis) pada
gradeII,III, IV.
6) Telinga tidak ada perdarahan pada telinga, simetris, bersih tidak
ada serumen, tidak ada gangguan pendengaran.
7) Mulut Pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi
perdarahan gusi, dan nyeri telan. Sementara tenggorokkan
hyperemia pharing.
8) Leher : Kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid tidak mengalami
pembesaran
9) Dada / torak
13

I : Bentuk simetris, kadang-kadang tampak sesak.


Pal : Biasanya fremitus kiri dan kanan tidak sama
Per : Bunyi redup karena terdapat adanya cairan yang tertimbun
pada paru
A : Adanya bunyi ronchi yang biasanya terdapat pada grade III,
dan IV.
10) Abdomen
I : Abdomen tampak simetris dan adanya asites.
Pal :Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali)
Per : Terdengar redup
A : Adanya penurunan bising usus
11) Sistem integument
Adanya petekia pada kulit spontan dan dengan melakukan uji
tourniquet. Turgor kuit menurun, dan muncul keringat dingin, dan
lembab. Pemeriksaan uji tourniket dilakukan dengan terlebih
dahulu menetapkan tekanan darah anak. Selanjutnya diberikan 24
tekanan antara sistolik dan diastolic pada alat ukur yang dipasang
pada tangan. Setelah dilakukan tekanan selama 5 menit,
perhatikan timbulnya petekie di bagian volarlenga bawah.
12) Genitalia
Biasanya tidak ada masalah
13) Ekstremitas
Akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi serta tulang. Pada kuku
sianosis/tidak
k) Pemeriksaan Laboratorium
1) Hb dan PCV meningkat (> dari 20 %).
2) Trobositopenia (< dari 100.000/ml).
3) Leucopenia (mungkin normal atau lekositosis).
4) Ig. D. dengue positif.
14

5) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan : hipoproteinemia,


hipokloremia, dan hiponatremia.
6) Urium dan pH darah mungkin meningkat.
7) Asidosis metabolik : pCO2< 35 – 40 mmHg dan HCO3 rendah.
8) SGOT / SGPT mungkin meningkat.

2. Diagnosis Keperawatan [CITATION NAN18 \l 1057 ]

a) Kekurangan volume cairan ( Hipovolemia ) berhubungan dengan


peningkatan permeabilitas kapiler ditandai dengan mukosa bibir
kering
b) Defisit Nutrisi berhubungan dengan psikologis (keengganan untuk
makan) makanan ditandai dengan berat badan menurun
c) Kurang Pengetahuan berhubungan dengan gangguan fungsi kognitif
ditandai dengan kurang informasi
d) Resiko Perdarahan berhubungan dengan gangguaan koagulasi
(penurunan trombosit) ditandai dengan trombositopenia
e) Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue ditandai
dengan suhu tubuh diatas nilai normal
f) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik ditandai
dengan mengeluh lelah
15

3. Intervesi Keperawatan

a) Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue ditandai


dengan suhu tubuh diatas nilai normal

Diagnosis
Tujuan dan Kriteria
Keperawatan Intervensi (NIC)
Hasil
NANDA
Hipertermi NOC : NIC :
berhubungan Thermoregulasi  Monitor suhu sesering
dengan proses Setelah dilakukan mungkin
infeksi virus tinfakan keperawatan  Monitor warna dan suhu kulit
dengue ditandai selama …. Pasien tidak  Monitor tekanan darah, nadi
dengan suhu tubuh mengalami hipertermi, dan RR
diatas nilai normal dengan kriteria hasil:  Monitor penurunan tingkat

 Suhu 36 – 37C kesadaran

 Nadi dan RR dalam  Monitor WBC, Hb, dan Hct

rentang normal  Monitor intake dan output

 Tidak ada  Berikan anti piretik:

perubahan warna  Kelola Antibiotik:


kulit dan tidak ada ………………………..
pusing, merasa  Selimuti pasien
nyaman  Berikan cairan intravena
 Kompres pasien pada lipat
paha dan aksila
 Tingkatkan sirkulasi udara
 Tingkatkan intake cairan dan
nutrisi
 Monitor TD, nadi, suhu, dan
RR
16

 Catat adanya fluktuasi tekanan


darah
 Monitor hidrasi seperti turgor
kulit, kelembaban membran
mukosa

b) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik ditandai


dengan mengeluh lelah

Diagnosis Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (NIC)
NANDA
Intoleransi aktivitas NOC : NIC :
berhubungan dengan Self Care : ADLs  Observasi adanya
kelemahan fisik Toleransi aktivitas pembatasan klien
ditandai dengan Konservasi eneergi dalam melakukan
mengeluh lelah Setelah dilakukan tinfakan aktivitas
keperawatan selama ….  Kaji adanya faktor
Pasien tidak mengalami yang menyebabkan
intoleransi aktivitas, dengan kelelahan
kriteria hasil:  Monitor nutrisi dan
sumber energi
 Berpartisipasi dalam
yang adekuat
aktivitas fisik tanpa
disertai peningkatan  Monitor pasien

tekanan darah, nadi dan akan adanya

RR kelelahan fisik dan


emosi secara
 Mampu melakukan
berlebihan
aktivitas sehari hari
(ADLs) secara mandiri  Monitor respon
kardivaskuler
 Keseimbangan aktivitas
terhadap aktivitas
17

dan istirahat (takikardi,


disritmia, sesak
nafas, diaporesis,
pucat, perubahan
hemodinamik)
 Monitor pola tidur
dan lamanya
tidur/istirahat
pasien
 Kolaborasikan
dengan Tenaga
Rehabilitasi Medik
dalam
merencanakan
progran terapi yang
tepat.
 Bantu klien untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang
mampu dilakukan
 Bantu untuk
memilih aktivitas
konsisten yang
sesuai dengan
kemampuan fisik,
psikologi dan
sosial
 Bantu untuk
mengidentifikasi
18

dan mendapatkan
sumber yang
diperlukan untuk
aktivitas yang
diinginkan
 Bantu untuk
mendpatkan alat
bantuan aktivitas
seperti kursi roda,
krek
 Bantu untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang
disukai
 Bantu klien untuk
membuat jadwal
latihan diwaktu
luang
 Bantu
pasien/keluarga
untuk
mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
 Sediakan
penguatan positif
bagi yang aktif
beraktivitas
 Bantu pasien untuk
19

mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan
 Monitor respon
fisik, emosi, sosial
dan spiritual
DAFTAR PUSTAKA

Al-Hamza. (2019). Effectiveness of an Educational Program on Nurse’s Knowledge about


Managing of Respiratory Distress Syndrome on Pediatric Units at Al-Diwaniyah
City Hospital. International Journal of Scientific and Research.

Alridh, M. S. (2019). Nurse's of knowledge toward respiratory distress syndrome to have


children Maysan Hospital for Child and Childbirth. Indian Journal of Forensic
Medicine & Toxicology.

Bulechek. (2018). Nursing Intervention classification (NIC). Singapore: Elsevier Icn.

Candra. (2019). Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis dan Faktor Risiko
Penularan. ejurnal litbang depkes.

Cogan. (2020). Dengue and Severe Dengue. World Health Organisation.

Depkes. (2020). Pusat Data dan Surveilens Epidemologi Demam Berdarah Dengue.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI .

Djunaedi. (2019). Demam Berdarah Dengue (DBD). Malang: Universitas Muhammadiyah


Malang.

Garna. (2018). Buku ajar divisi infeksi dan penyakit tropis. Jakarta: Sagung Seto.

Lestari. (2019). Epidemiologi Dan Pencegahan Demam Berdarah Dengue Di Indonesia.


Farmaka.

Moorhead. (2018). Nursing Outcomes Classification (NOC). Singapore: Elsevier Icn.

NANDA. (2018). Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: EGC.

Nisa, W. D. (2018). Karakteristik Demam Berdarah Dengue pada Anak di Rumah Sakit
Roemani Semarang. Jurnal Kedokteran Muhammadiyah .

NurulArifa, I. (2018). PERBEDAAN JUMLAH TROMBOSIT PASIEN DEMAM BERDARAH


DENGUE PRIMER DAN SEKUNDER PADA ANAK. Homeostasis, 32.

Price, A. S. (2018). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 6. Jakarta:


EGC.

Pujiyanti. (2018). Pengendalian vektor demam berdarah dengue pada komunitas sekolah
dasar di kecamatan tembalang, kota Semarang. Vektora.

Tansil, M. G. (2021). Faktor Risiko Terjadinya Kejadian Demam Berdarah Dengue Pada
Anak. Jurnal Biomedik.

20
21

Tuti Sandra, M. A. (2019). FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KEJADIAN DEMAM


BERDARAH DENGUE PADA ANAK USIA 6-12 TAHUN. Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal
Ilmiah STIKES Kendal Volume 9 No 1, 28.

Yuliastati, S. N. (2018). Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Anak. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.

Zein, D. A. (2019). GAMBARAN KARAKTERISTIK WARNING SIGN WHO 2009 PADA


PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE ( DBD ) ANAK DAN DEWASA. MEDIA
MEDIKA MUDA, 610.

Anda mungkin juga menyukai