ISOLASI SOSIAL
Disusun Oleh :
RITA ANRYANI
14420211059
CI LAHAN CI INSTITUSI
(…….…………………….) (…….…………………….)
I. KONSEP KEPERAWATAN
1. Definisi Isolasi Sosial
Menurut Townsend Isolasi sosial merupakan kondisi kesendirian
yang di alami oleh individu dan dipersepsikan disebabkan orang lain dan
sebagai kondisi yang negatif dan mengancam. (Sukaesti, 2019)
Menurut Yosep dan Sutini Isolasi sosial merupakan keadaan
dimana seseorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali
tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya.(Keliat et al.,
2015)
2. Etiologi
Isolasi sosial menarik diri sering disebabkan oleh karena kurangnya rasa
percaya pada orang lain, perasaan panik, regresi ke tahap perkembangan
sebelumnya, waham, sukar berinteraksi dimasa lampau, perkembangan
ego yang lemah serta represi rasa takut. Menurut Stuart & Sundeen, Isolasi
sosial disebabkan oleh gangguan konsep diri rendah.
1) Faktor predisposisi
a. Faktor perkembangan Kemampuan membina hubungan yang sehat
tergantung dari pengalaman selama proses tumbuh kembang.
Setiap tahap tumbuh kembang memilki tugas yang harus dilalui
individu dengan sukses, karna apabila tugas perkembangan ini
tidak terpenuhi akan menghambat perkembangan selanjutnya,
kurang stimulasi kasih sayang,perhatian dan kehangatan dari ibu
(pengasuh) pada bayi akan membari rasa tidak aman yang dapat
menghambat terbentuknya rasa percaya.
b. Faktor biologi
Genetik adalah salah satu faktor pendukung ganguan jiwa, faktor
genetik dapat menunjang terhadap respon sosial maladaptive ada
bukri terdahulu tentang terlibatnya neurotransmitter dalam
perkembangan ganguan ini namun tahap masih diperlukan
penelitian lebih lanjut
c. Faktor sosial budaya
Faktor sosial budaya dapat menjadi faktor pendukung terjadinya
ganguan dalm membina hubungan dengan orang lain, misalnya
angota keluarga, yang tidak produktif, diasingkan dari orang lain.
d. Faktor komunikasi dalam keluarga
Pola komunikasai dalam keluarga dapat mengantarkan seseorang
kedalam ganguan berhubungan bila keluarga hanya
mengkounikasikan hal-hal yang negatif akan mendorong anak
mengembangkan harga diri rendah.
2) Faktor presipitasi
Stressor pencetus pada umumnya mencakup kejadian kehidupan yang
penuh stress seperti kehilangan yang mempengaruhi kemampuan
indifidu untuk brhubungan dengan orang lain dan menyebabkan
ansietas.
a. Faktor Nature (alamiah)
Secara alamiah, manusia merupakan makhluk holistic yang terdiri
dari dimensi bio-psiko-sosial dan spiritual. Oleh karena itu
meskipun stressor presipitasi yang sama tetapi apakah berdampak
pada gangguan jiwa atau kondisi psikososial tertentu yang
maladaptive dari individu, sangat bergantung pada ketahanan
holistic individu tersebut.
b. Faktor Origin (sumber presipitasi)
Demikian juga dengan factor sumber presipitasi, baik internal
maupun eksternal yang berdampak pada psikososial seseorang. Hal
ini karena manusia bersifat unik.
c. Faktor Timing
Setiap stressor yang berdampak pada trauma psikologis seseorang
yang berimplikasi pada gangguan jiwa sangat ditentukan oleh
kapan terjadinya stressor, berapa lama dan frekuensi stressor.
d. Faktor Number (Banyaknya stressor)
Demikian juga dengan stressor yang berimplikasi pada kondisi
gangguan jiwa sangat ditentukan oleh banyaknya stressor pada
kurun waktu tertentu. Misalnya, baru saja suami meninggal,
seminggu kemudian anak mengalami cacad permanen karena
kecelakaan lalu lintas, lalu sebulan kemudian ibu kena PHK dari
tempat kerjanya (Suryani, 2005).
e. Appraisal of Stressor (cara menilai predisposisi dan
presipitasi)
Pandangan setiap individu terhadap factor predisposisi dan
presipitasi yang dialami sangat tergantung pada:
1. Faktor kognitif: Berhubungan dengan tingkat pendidikan,
luasnya pengetahuan dan pengalaman.
2. Faktor Afektif: Berhubungan dengan tipe kepribadian
seseorang. Tipe kepribadian introvert bersifat: Tertutup, suka
memikirkan diri sendiri, tidak terpengaruh pujian, banyak
fantasi, tidak tahan keritik, mudah tersinggung,menahan
ekspresi emosinya, sukar bergaul, sukar dimengerti orang lain,
suka membesarkan kesalahannya dan suka keritik terhadap diri
sendiri.Tipe kepribadian extrovert bersifat: Terbuka, licah
dalam pergaulan, riang, ramah, mudah berhubungan dengan
orang lain, melihat realitas dan keharusan, kebal terhadap
keritik, ekspresi emosinya spontan, tidak begitu merasakan
kegagalan dan tidak banyak mengeritik diri sendiri. Tipe
kepribadian ambivert dimana seseorang memiliki kedua tipe
kepribadian dasar tersebut sehingga sulit untuk menggolongkan
dalam salah satu tipe.
f. Faktor Physiological
Kondisi fisik seperti status nutrisi, status kesehatan fisik, factor
kecacadan atau kesempurnaan fisik sangat berpengaruh bagi
penilaian seseorang terhadap stressor predisposisi dan presipitasi.
g. Faktor Bahavioral
Pada dasarnya perilaku seseorang turut mempengaruhi nilai,
keyakinan, sikap dan keputusannya. Oleh karena itu, factor
perilaku turut berperan pada seseorang dalam menilai factor
predisposisi dan presipitasi yang dihadapinya. Misalnya, seorang
peminum alcohol, dalam keadaan mabuk akan lebih emosional
dalam menghadapi stressor.Demikian juga dengan perokok atau
penjudi, dalam menilai stressor berbeda dengan seseorang yang
taat beribadah.
h. Faktor Sosial
Manusia merupakan makhluk social yang hidupnya saling
bergantung antara satu dengan lainnya. Menurut Luh Ketut Suryani
(2005), kehidupan kolektif atau kebersamaan berperan dalam
pengambilan keputusan, adopsi nilai, pembelajaran, pertukaran
pengalaman dan penyelenggaraan ritualitas. Dengan demikian,
dapat diasumsikan bahwa factor kolektifitas atau kebersamaan
berpengaruh terhadap cara menilai stressor predisposisi dan
presipitasi(Azizah, Zainuri, & Akbar, 2016)
5. Patofisologi
Risiko gangguan persepsi sensori
Halusinasi
Keterangan :
1. Respons adaptif
Yaitu respons individu dalam penyesuaian masalah yang dapat diterima
oleh norma-norma sosial dan budaya yang meliputi :
a. Solitude (merenung) merupakan respons yang dibutuhkan seseorang
untuk merenungkan apa yang telah dilakukan di lingkungan
sosialnya, dan merupakan suatu cara mengevaluasi diri untuk
menentukan langkah-langkah selanjutnya.
b. Autonomy (kebebasan) merupakan respon individu untuk
menentukan dan menyampaikan ide-ide pikiran dan perasaan dalam
hubungan sosialnya.
c. Mutuality merupakan respons individu dalam berhubungan
interpersonal dimana individu saling memberi dan menerima.
d. Interdependence (saling ketergantungan) merupakan respons individu
dimana terdapat saling ketergantungan dalam melakukan hubungan
interpersonal.
2. Respons antara adaptif dan maladaptif
a. Aloness (merasa sendiri) dimana individu merasakan kesepian,
terkucilkan dan tersisihkan dari lingkungannya.
b. Withdrawl (menarik diri) gangguan yang terjadi dimana seseorang
menemukan kesulitan dalam membina hubungan saling terbuka
dengan orang lain, dimana individu sengaja menghindari hubungan
interpersonal ataupun dengan lingkungannya.
c. Dependence (ketergantungan) individu mulai tergantung kepada
individu yang lain dan mulai tidak memperhatikan kemampuan yang
dimilikinya.
3. Respons maladaptif
Yaitu respons individu dalam penyelesaian masalah yang
menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungannya,yang
meliputi :
a. Loneliness (kesepian) merupakan gangguan yang terjadi apabila
seseorang memutuskan untuk tidak berhubungan dengan orang lain
atau tanpa bersama orang lain untuk mencari ketenangan sementara
waktu.
b. Manipulation (manipulasi) merupakan hubungan yang berpusat pada
masalah pengendalian lain dan individu cendrung berorientasi pada
diri sendiri atau tujuan dan bukan pada orang lain.
c. Narksisme merupakan rasa cinta pada diri sendiri yang berlebihan
7. Mekanisme Koping
Individu mempunyai respons sosial maladaptif yang menggunakan
berbagai mekanisme dalam upaya untuk mengatasi ansietas. Mekanisme
yang disajikan disini berkaitan dengan jenis spesifik dari masalah-masalah
berhubngan :
1. Koping yang berkaitan dengan gangguan kepribadian anti sosial
yaitu proyeksi, pemisahan dan merendahkan orang lain.
2. Koping yang berkaitan dengan gangguan kepribadian borderline
yaitu pemisahan, reaksi formasi, proyeksi, isolasi, idealisasi orang
lain, merendahkan orang lain dan identifikasi–proyeksi.
II. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengakajian
a. Data Fokus
Hubungan Social:
2. Diagnosa Keperawatan
3. Intervensi Keperawatan
a. Tindakan Keperawatan Pada Pasien (Keliat, A, B. Akemat, 2019)
1. Tujuan Keperawatan
a) Pasien dapat membina hubungan saling percaya
b) Pasien dapat menyadari penyebab isolasi sosial
c) Pasien dapat berinteraksi dengan orang lain
2. Tindakan Keperawatan
a) Membina Hubungan Saling Percaya
Untuk membina hubungan saling percaya dengan pasien
isolasi sosial kadang membutuhkan waktu yang lama dan
interaksi yang singkat serta sering karena tidak mudah bagi
pasien untuk percaya pada orang lain. Oleh karena itu,
perawat harus konsisten bersikap terapeutik terhadap
pasien.Selalu menepati janji adalah salah satu upaya yang
dapat dilakukan. Membina hubungan saling percaya dapat
dilakukan dengan cara:
1) Ucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan psien
2) Berkenalan dengan pasien: perkenalkan nama lengkap
dan nama panggilan perawat serta tanyakan nama
lengkap dan nama panggilan pasien.
3) Tanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini
4) Buat kontrak asuhan: apa yang perawat akan lakukan
bersama pasien, berapa lama akan dikerjakan, dan
tempat pelaksanaan kegiatan
5) Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi
yang diperoleh untuk kepentingan terapi
6) Tunjukkan sikap empati terhadap pasien setiap saat
7) Penuhi kebutuhan dasar pasien jika mungkin
b) Membantu Pasien Mengenal Penyebab Isolasi Sosial
Dengan Cara:
1) Tanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan
berinteraksi dengan orang lain
2) Tanyakan penyebab pasien tidak ingin berinteksi
dengan orang lain
c) Bantu pasien untuk mengenal manfaat berhubungan dengan
orang lain dengan cara mendiskusikan manfaat jika pasien
memilki banyak teman
d) Membantu pasien mengenal kerugian tidak berhubungan
dengan cara sebagai berikut :
1) Diskusikan pasien jika pasien hanya mengurung diri
dan tidak bergaul dengan orang lain
2) Jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan
fisik pasien
e) Membantu pasien untuk berinteraksi dengan orang lain
secara bertahap (Keliat, A, B. Akemat, 2019)
Perawat tidak mungkin secara drastic mengubah kebiasaan pasien dalam
berinteraksi dengan orang lain karena kebiasaan tersebut telah terbentuk
dalam jangka waktu yang lama. Untuk itu, perawat dapat melatih pasien
berinteraksi secara bertahap. Mungkin pada awalnya, pasien hanya akan
akrab dengan perawat, tetapi setelah itu perawat harus membiasakan
pasien untuk dapat berinteraksi secara bertahap dengan orang-orang di
sekitarnya. Perawat dapat melatih pasien beinteraksi dengan cara berikut.
NO Pasien Keluarga
SPIP SPIK
3 Kerugian tidak punya teman dan tidak Jelaskan cara merawat isolasi social
bercakap-cakap
4 Latih cara berkenalan dengan pasien Latih dua cara merawat berkenalan,
dan perawat atau tamu berbicara saat melakukan kegiatan
harian
SPIIP SPIIK
2 Latihan cara berbicara saat melakukan Jelaskan kegiatan rumah tangga yang
harian (latihan 2 kegiatan) dapat melibatkan pasien berbicara
(makan, sholat bersama) di rumah
SPIIIP SPIIIK
SPIVP SPIVK
SPVP SPVK
a. Pasien
b. Keluarga
SP I Keluarga :Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang
masalah isolasi social, penyebab, dan cara merawat pasien dengan
isolasi social
5. Evaluasi
Perencanaan evaluasi memuat criteria keberhasilan proses dan
keberhasilan intervensi. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan jalan
membandingkan antara proses dengan pedoman/rencana proses tersebut.
Sedangkan keberhasilan tindakan dapat dilihat dengan membandingkan
antara tingkat kemandirian pasien dalam kehidupan sehari-hari dan tingkat
kemajuan kesehatan pasien dengan tujuan yang telah dirumuskan
sebelumnya. Metode penulisan evaluasi keperawatan dalam progress
notes/catatan perkembangan pasien dapat dilakukan dengan pendekatan
SOAP: (Febriana, D, 2017)
a. S (Subjective) : adalah informasi berupa ungkapan yang didapat
dari klien setelah tindakan diberikan
b. O (Objective) : adalah hasil yang di dapat berupa pengamatan,
penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan
dilakukan
c. A (Analysis) : Isolasi Sosial (+)
(Febriana, D, 2017)
DAFTAR PUSTAKA
Azizah, L.A. Zainuri, I. Akbar, A. (2016). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan
Jiwa - Teori dan Aplikasi Praktik Klinik (1st ed.). Yogyakarta: Indomedia
Pustaka.
Azizah, M. lilik, Zainuri, I., & Akbar, A. (2016). Buku Ajar Keperawatan
Kesehatan Jiwa Teori dan Aplikasi Praktik Klinik. Indomedia Pustaka, 291.
https://doi.org/ISBN 978-xxx-xxx-xx-x
Sukaesti, D. (2019). Sosial Skill Training Pada Klien Isolasi Sosial. Jurnal
Keperawatan Jiwa, 6(1), 19. https://doi.org/10.26714/jkj.6.1.2018.19-24
Yosep, I, H. Sutini, T. (2016). Buku Ajar Keperawatan Jiwa (7th ed.). Bandung:
PT Refika Aditama.