Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

ISOLASI SOSIAL

Disusun dalam rangka memenuhi tugas


stase Keperawatan Jiwa

Disusun Oleh :

RITA ANRYANI

14420211059

CI LAHAN CI INSTITUSI

(…….…………………….) (…….…………………….)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL

I. KONSEP KEPERAWATAN
1. Definisi Isolasi Sosial
Menurut Townsend Isolasi sosial merupakan kondisi kesendirian
yang di alami oleh individu dan dipersepsikan disebabkan orang lain dan
sebagai kondisi yang negatif dan mengancam. (Sukaesti, 2019)
Menurut Yosep dan Sutini Isolasi sosial merupakan keadaan
dimana seseorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali
tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya.(Keliat et al.,
2015)

2. Etiologi
Isolasi sosial menarik diri sering disebabkan oleh karena kurangnya rasa
percaya pada orang lain, perasaan panik, regresi ke tahap perkembangan
sebelumnya, waham, sukar berinteraksi dimasa lampau, perkembangan
ego yang lemah serta represi rasa takut. Menurut Stuart & Sundeen, Isolasi
sosial disebabkan oleh gangguan konsep diri rendah.
1) Faktor predisposisi
a. Faktor perkembangan Kemampuan membina hubungan yang sehat
tergantung dari pengalaman selama proses tumbuh kembang.
Setiap tahap tumbuh kembang memilki tugas yang harus dilalui
individu dengan sukses, karna apabila tugas perkembangan ini
tidak terpenuhi akan menghambat perkembangan selanjutnya,
kurang stimulasi kasih sayang,perhatian dan kehangatan dari ibu
(pengasuh) pada bayi akan membari rasa tidak aman yang dapat
menghambat terbentuknya rasa percaya.
b. Faktor biologi
Genetik adalah salah satu faktor pendukung ganguan jiwa, faktor
genetik dapat menunjang terhadap respon sosial maladaptive ada
bukri terdahulu tentang terlibatnya neurotransmitter dalam
perkembangan ganguan ini namun tahap masih diperlukan
penelitian lebih lanjut
c. Faktor sosial budaya
Faktor sosial budaya dapat menjadi faktor pendukung terjadinya
ganguan dalm membina hubungan dengan orang lain, misalnya
angota keluarga, yang tidak produktif, diasingkan dari orang lain.
d. Faktor komunikasi dalam keluarga
Pola komunikasai dalam keluarga dapat mengantarkan seseorang
kedalam ganguan berhubungan bila keluarga hanya
mengkounikasikan hal-hal yang negatif akan mendorong anak
mengembangkan harga diri rendah.
2) Faktor presipitasi
Stressor pencetus pada umumnya mencakup kejadian kehidupan yang
penuh stress seperti kehilangan yang mempengaruhi kemampuan
indifidu untuk brhubungan dengan orang lain dan menyebabkan
ansietas.
a. Faktor Nature (alamiah)
Secara alamiah, manusia merupakan makhluk holistic yang terdiri
dari dimensi bio-psiko-sosial dan spiritual. Oleh karena itu
meskipun stressor presipitasi yang sama tetapi apakah berdampak
pada gangguan jiwa atau kondisi psikososial tertentu yang
maladaptive dari individu, sangat bergantung pada ketahanan
holistic individu tersebut.
b. Faktor Origin (sumber presipitasi)
Demikian juga dengan factor sumber presipitasi, baik internal
maupun eksternal yang berdampak pada psikososial seseorang. Hal
ini karena manusia bersifat unik.
c. Faktor Timing
Setiap stressor yang berdampak pada trauma psikologis seseorang
yang berimplikasi pada gangguan jiwa sangat ditentukan oleh
kapan terjadinya stressor, berapa lama dan frekuensi stressor.
d. Faktor Number (Banyaknya stressor)
Demikian juga dengan stressor yang berimplikasi pada kondisi
gangguan jiwa sangat ditentukan oleh banyaknya stressor pada
kurun waktu tertentu. Misalnya, baru saja suami meninggal,
seminggu kemudian anak mengalami cacad permanen karena
kecelakaan lalu lintas, lalu sebulan kemudian ibu kena PHK dari
tempat kerjanya (Suryani, 2005).
e. Appraisal of Stressor (cara menilai predisposisi dan
presipitasi)
Pandangan setiap individu terhadap factor predisposisi dan
presipitasi yang dialami sangat tergantung pada:
1. Faktor kognitif: Berhubungan dengan tingkat pendidikan,
luasnya pengetahuan dan pengalaman.
2. Faktor Afektif: Berhubungan dengan tipe kepribadian
seseorang. Tipe kepribadian introvert bersifat: Tertutup, suka
memikirkan diri sendiri, tidak terpengaruh pujian, banyak
fantasi, tidak tahan keritik, mudah tersinggung,menahan
ekspresi emosinya, sukar bergaul, sukar dimengerti orang lain,
suka membesarkan kesalahannya dan suka keritik terhadap diri
sendiri.Tipe kepribadian extrovert bersifat: Terbuka, licah
dalam pergaulan, riang, ramah, mudah berhubungan dengan
orang lain, melihat realitas dan keharusan, kebal terhadap
keritik, ekspresi emosinya spontan, tidak begitu merasakan
kegagalan dan tidak banyak mengeritik diri sendiri. Tipe
kepribadian ambivert dimana seseorang memiliki kedua tipe
kepribadian dasar tersebut sehingga sulit untuk menggolongkan
dalam salah satu tipe.
f. Faktor Physiological
Kondisi fisik seperti status nutrisi, status kesehatan fisik, factor
kecacadan atau kesempurnaan fisik sangat berpengaruh bagi
penilaian seseorang terhadap stressor predisposisi dan presipitasi.
g. Faktor Bahavioral
Pada dasarnya perilaku seseorang turut mempengaruhi nilai,
keyakinan, sikap dan keputusannya. Oleh karena itu, factor
perilaku turut berperan pada seseorang dalam menilai factor
predisposisi dan presipitasi yang dihadapinya. Misalnya, seorang
peminum alcohol, dalam keadaan mabuk akan lebih emosional
dalam menghadapi stressor.Demikian juga dengan perokok atau
penjudi, dalam menilai stressor berbeda dengan seseorang yang
taat beribadah.
h. Faktor Sosial
Manusia merupakan makhluk social yang hidupnya saling
bergantung antara satu dengan lainnya. Menurut Luh Ketut Suryani
(2005), kehidupan kolektif atau kebersamaan berperan dalam
pengambilan keputusan, adopsi nilai, pembelajaran, pertukaran
pengalaman dan penyelenggaraan ritualitas. Dengan demikian,
dapat diasumsikan bahwa factor kolektifitas atau kebersamaan
berpengaruh terhadap cara menilai stressor predisposisi dan
presipitasi(Azizah, Zainuri, & Akbar, 2016)

3. Tanda dan Gejala Isolasi Sosial


1. Merasa sedih
2. Afek tumpul
3. Merasa tidak dipedulikan orang lain
4. Merasa tertekan/depresi
5. Merasa bosan
6. Lambat dalam mengahabiskan waktu
7. Sedih afek tumpul dan kurang motivasi
4. Proses terjadinya Masalah
a. Faktor Predisposisi
Faktor perkembangan sosial budaya yang merupakan faktor
predisposisi terjadinya perilaku menarik diri.Kegagalan perkembangan
dapat mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya pada
orang lain, ragu-ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap hubungan
dengan orang lain, menghindari orang lain, tidak mampu merumuskan
keinginan dan merasa tertekan. Keadaan ini dapat menimbulkan perilaku
tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain, lebih menyukai berdiam
diri dan menyendiri.
b. Faktor Presipitasi
Tingkat kecemasan yang berat menyebabkan menurunnya
kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain. Intensitas
kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai keterbatasan
kemampuan individu untuk mengatasi masalah yang diyakini
menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan (menarik diri)

5. Patofisologi
Risiko gangguan persepsi sensori
Halusinasi

Isolasi social Defisit Perawatan diri

Mekanisme koping tidak efektif

Gangguan konsep diri harga diri rendah


6. Rentang Respon
Respon Adaptif Respon Maladaptif
1. Solitude 1. Merasa sendiri 1. Manipulasi
2. Bekerjasama 2. Menarik diri 2. Impulsive
3. Saling tergantung 3. Tergantung 3. Narkisisme
4. Mutuality

Keterangan :
1. Respons adaptif
Yaitu respons individu dalam penyesuaian masalah yang dapat diterima
oleh norma-norma sosial dan budaya yang meliputi :
a.         Solitude (merenung) merupakan respons yang dibutuhkan seseorang
untuk merenungkan apa yang telah dilakukan di lingkungan
sosialnya, dan merupakan suatu cara mengevaluasi diri untuk
menentukan langkah-langkah selanjutnya.
b.         Autonomy (kebebasan) merupakan respon individu untuk
menentukan dan menyampaikan ide-ide pikiran dan perasaan dalam
hubungan sosialnya.
c.         Mutuality merupakan respons individu dalam berhubungan
interpersonal dimana individu saling memberi dan menerima.
d.        Interdependence (saling ketergantungan) merupakan respons individu
dimana terdapat saling ketergantungan dalam melakukan hubungan
interpersonal.
2. Respons antara adaptif dan maladaptif
a.    Aloness (merasa sendiri) dimana individu merasakan kesepian,
terkucilkan dan tersisihkan dari lingkungannya.
b.    Withdrawl (menarik diri) gangguan yang terjadi dimana seseorang
menemukan kesulitan dalam membina hubungan saling terbuka
dengan orang lain, dimana individu sengaja menghindari hubungan
interpersonal ataupun dengan lingkungannya.
c.    Dependence (ketergantungan) individu mulai tergantung kepada
individu yang lain dan mulai tidak memperhatikan kemampuan yang
dimilikinya.
3. Respons maladaptif
Yaitu respons individu dalam penyelesaian masalah yang
menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungannya,yang
meliputi :
a. Loneliness (kesepian) merupakan gangguan yang terjadi apabila
seseorang memutuskan untuk tidak berhubungan dengan orang lain
atau tanpa bersama orang lain untuk mencari ketenangan sementara
waktu.
b. Manipulation (manipulasi) merupakan hubungan yang berpusat pada
masalah pengendalian lain dan individu cendrung berorientasi pada
diri sendiri atau tujuan dan bukan pada orang lain.
c. Narksisme merupakan rasa cinta pada diri sendiri yang berlebihan

7. Mekanisme Koping
Individu mempunyai respons sosial maladaptif yang menggunakan
berbagai mekanisme dalam upaya untuk mengatasi ansietas. Mekanisme
yang disajikan disini berkaitan dengan jenis spesifik dari masalah-masalah
berhubngan :
1. Koping yang berkaitan dengan gangguan kepribadian anti sosial
yaitu proyeksi, pemisahan dan merendahkan orang lain.
2. Koping yang berkaitan dengan gangguan kepribadian borderline
yaitu pemisahan, reaksi formasi, proyeksi, isolasi, idealisasi orang
lain, merendahkan orang lain dan identifikasi–proyeksi.
II. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengakajian
a. Data Fokus
Hubungan Social:

a. Orang yang berarti bagi pasien…..


b. Peran serta dalam kegiatan berkelompok atau masyarakat….
c. Hambatan berhubungan dengan orang lain…. (Keliat, A, B.
Akemat, 2019)

a) Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain


b) Pasien merasa tidakman berada dengan orang lain
c) Pasien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain
d) Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
e) Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
f) Pasien merasa tidak sempurna
g) Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup. (Keliat, A, B.
Akemat, 2019)
Pertanyaan-pertanyaan berikut ini dapat anda tanyakan pada saat
wawancara untuk mendapatkan data subjektif:
1. Bagaimana pendapat pasien terhadap orang-orang di sekitarnya
(keluarga atau tetangga)?
2. Apakah pasien memiliki teman dekat? Jika ada, siapa teman
dekatnya?
3. Apa yang membuat pasien tidak memiliki orang yang terdekat
dengannya?
4. Apa yang pasien inginkan dari orang-orang di sekitarnya?
5. Apakah ada perasaan tidak aman yang dialami oleh pasien?
6. Apa yang menghambat hubungan yang harmonis antara pasien dan
orang sekitarnya
7. Apakah pasien merasakan waktu begitu lama berlalu?
8. Apakah pernah ada perasaan ragu untuk dapat melanjutkan hidup?
(Keliat, A, B. Akemat, 2019)

Tanda dan gejala isolasi social yang dapat melalui observasi.


1. Tidak memiliki teman dekat
2. Menarik diri
3. Tidak komunikatif
4. Tidak berulang dan tidak bermakna
5. Asyik dengan pikirannya sendiri
6. Tidak ada kontak mata
7. Tampak sedih, efek tumpul. (Keliat, A, B. Akemat, 2019)
b. Masalah Keperawatan Yang Kemungkinan Muncul (Yosep, I, H.
Sutini, 2016)
a) Isolasi social
b) Harga diri rendah kronis
c) Perubahan persepsi sensori : Halusinasi
d) Koping keluarga tidak efektif
e) Koping individu tidak efektif
f) Intoleransi aktifitas
g) Defisit perawatan diri
h) Resiko tinggi mencederai diri, orang lain, dan lingkungan

c. Analisa Data (Badar, 2016)


DATA PENGKAJIAN MASALAH KEPERAWATAN
Data Subjektif:
 Pasien mengatakan ia tidak memiliki
banyak teman dan malas untuk
berkenalan
 Pasien mengatakan ia lebih suka Isolasi Sosial
sendiri dari pada beramai-ramai
Data Objektif
 Pasien terlihat menyendiri
 Pasien terliha murung dan suka
melamun

d. Pohon Masalah Isolasi Sosial (Azizah, L.A. Zainuri, I. Akbar, 2016)


Harga Diri Rendah - (Causa)

Isolasi Sosial - (Core Problem)

Risiko Halusinasi - (Efek)

2. Diagnosa Keperawatan

Keliat mengatakan bahwa setelah dilakukan pengkajian, maka


dirumuskanlah masalah keperawatan yaitu isolasi social (sekaligus
menjadi diagnose keperawatan). (Keliat, A, B. Akemat, 2019)

3. Intervensi Keperawatan
a. Tindakan Keperawatan Pada Pasien (Keliat, A, B. Akemat, 2019)
1. Tujuan Keperawatan
a) Pasien dapat membina hubungan saling percaya
b) Pasien dapat menyadari penyebab isolasi sosial
c) Pasien dapat berinteraksi dengan orang lain
2. Tindakan Keperawatan
a) Membina Hubungan Saling Percaya
Untuk membina hubungan saling percaya dengan pasien
isolasi sosial kadang membutuhkan waktu yang lama dan
interaksi yang singkat serta sering karena tidak mudah bagi
pasien untuk percaya pada orang lain. Oleh karena itu,
perawat harus konsisten bersikap terapeutik terhadap
pasien.Selalu menepati janji adalah salah satu upaya yang
dapat dilakukan. Membina hubungan saling percaya dapat
dilakukan dengan cara:
1) Ucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan psien
2) Berkenalan dengan pasien: perkenalkan nama lengkap
dan nama panggilan perawat serta tanyakan nama
lengkap dan nama panggilan pasien.
3) Tanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini
4) Buat kontrak asuhan: apa yang perawat akan lakukan
bersama pasien, berapa lama akan dikerjakan, dan
tempat pelaksanaan kegiatan
5) Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi
yang diperoleh untuk kepentingan terapi
6) Tunjukkan sikap empati terhadap pasien setiap saat
7) Penuhi kebutuhan dasar pasien jika mungkin
b) Membantu Pasien Mengenal Penyebab Isolasi Sosial
Dengan Cara:
1) Tanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan
berinteraksi dengan orang lain
2) Tanyakan penyebab pasien tidak ingin berinteksi
dengan orang lain
c) Bantu pasien untuk mengenal manfaat berhubungan dengan
orang lain dengan cara mendiskusikan manfaat jika pasien
memilki banyak teman
d) Membantu pasien mengenal kerugian tidak berhubungan
dengan cara sebagai berikut :
1) Diskusikan pasien jika pasien hanya mengurung diri
dan tidak bergaul dengan orang lain
2) Jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan
fisik pasien
e) Membantu pasien untuk berinteraksi dengan orang lain
secara bertahap (Keliat, A, B. Akemat, 2019)
Perawat tidak mungkin secara drastic mengubah kebiasaan pasien dalam
berinteraksi dengan orang lain karena kebiasaan tersebut telah terbentuk
dalam jangka waktu yang lama. Untuk itu, perawat dapat melatih pasien
berinteraksi secara bertahap. Mungkin pada awalnya, pasien hanya akan
akrab dengan perawat, tetapi setelah itu perawat harus membiasakan
pasien untuk dapat berinteraksi secara bertahap dengan orang-orang di
sekitarnya. Perawat dapat melatih pasien beinteraksi dengan cara berikut.

a. Memberikan kesempatan pasien mempraktikan cara berinteraksi


dengan orang lain yang dilakukan di hadapan Anda
b. Mulailah bantu pasien berinteraksi dengan satu orang (pasien,perawat
atau keluarga)
c. Jika pasien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatkan jumlah interaksi
dengan dua, tiga, empat orang dan seterusnya
d. Berilah pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan
oleh pasien
e. Dengarkan ekspresi perasaan pasien setelah berinteraksi dengan orang
lain. Mungkin pasien akan mengungkapkan keberhasilan atau
kegagalannya. Berilah dorongan terus menerus agar pasien tetap
semangat meningkatkan interaksinya (Keliat, A, B. Akemat, 2019)

NO Pasien Keluarga

SPIP SPIK

1 Identifikasi penyebab isolasi social Diskusikan masalah yang dirasakan


siapa yang serumah, siapa yang dekat, dalam merawat pasien
yang tidak dekat, dan apa sebabnya.

2 Keuntungan punya teman dan Jelaskan pengertian tanda dan gejala,


bercakap- cakap dan proses terjadinya isolasi social

3 Kerugian tidak punya teman dan tidak Jelaskan cara merawat isolasi social
bercakap-cakap
4 Latih cara berkenalan dengan pasien Latih dua cara merawat berkenalan,
dan perawat atau tamu berbicara saat melakukan kegiatan
harian

5 Masukan pada judul kegiatan untuk Anjurkan membantu pasien sesuai


latihan berkenalan jadual dan memberikan pujian saat
besuk

SPIIP SPIIK

1 Evaluasi kegiatan berkenalan (berapa Evaluasi kegiatan keluarga dalam


orang). Beri pujian merawat/melatih pasien berkenalan
dan berbicara saat melakukan
kegiatan harian Beri pujian

2 Latihan cara berbicara saat melakukan Jelaskan kegiatan rumah tangga yang
harian (latihan 2 kegiatan) dapat melibatkan pasien berbicara
(makan, sholat bersama) di rumah

3 Masukkan pada jadual kegiatan untuk Latih cara membimbing pasien


latihan berkenalan 2-3 orang pasien berbicara dan memberi pujian
perawat dan tamu berbicara saat
melakukan kegiatan harian

4 Anjurkan membantu pasien sesuai


jadual besuk

SPIIIP SPIIIK

1 Evaluasi kegiatan latihan berkenalan Evaluasi kegiatan keluarga dalam


(berapa orang) dan bicara saat merawat/melatih pasien berkenalan,
melakukan dua kegiatan harian. Beri berbicara saat melakukan kegiatan
pujian harian. Beri pujian

2 Latih cara berbicara saat melakukan Jelaskan cara melatih pasien


kegiatan harian (2 kegiatan baru) melakukan kegiatan social seperti
berbelanja meminta sesuatu dll

3 Masukkan pada jadwal kegiatan untuk Latih keluarga mengajak pasien


latihan berkenalan 4-5 orang, berbicara belanja saat besuk
saat melakukan 4 kegiatan harian

4 Anjurkan membantu pasien sesuai


jadwal dan berikan pujian saat besuk

SPIVP SPIVK

1 Evaluasi kegiatan latihan berkenalan Evaluasi kegiatan keluarga dalam


bicara saat melakukan empat kegiatan merawat/melatih pasien berkenalan,
harian. Beri pujian berbicara saat melakukan kegiatan
harian/RT, berbelanja. Beri pujian

2 Latih cara bicara social: meminta Jelaskan follow up ke


sesuatu, menjawab pertanyaan RSJ/PKM,tanda kambuh, rujukan

3 Masukkan pada jadual kegiatan untuk Anjurkan membantu pasien sesuai


latihan berkenalan >5 orang, orang jadwal kegiatan dan memberikan
baru, berbicara saat melakukan pujian
kegiatan harian dan sosialisasi

SPVP SPVK

1 Evaluasi kegiatan latihan berkenalan, Evaluasi kegiatan keluarga dalam


berbicara saat melakukan kegiatan merawat/melatih pasien berkenalan,
harian dan sosialisasi. Beri pujian berbicara saat melakukan kegiatan
harian/RT, berbelanja dan kegiatan
lain dan follow up beri pujian

2 Latih kegiatan harian Nilai kemampuan keluarga merawat


pasien

3 Nilai kemampuan yang telah mandiri Nilai kemampuan keluarga


melakukan kontrol ke RSJ/PKM

4 Nilai apakah isolasi social teratasi

(Azizah, L.A. Zainuri, I. Akbar, 2016)


4. Implementasi Keperawatan

Merupakan insiatif dan rencana tindakan untuk tujuan yang


spesifik.Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan di susun dan
ditunjukan pada nursing orders untuk membantu klen mencapai tujuan
yang diharapkan.Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik
dilaksanakan untuk memodifikasi factor-faktor yang memengaruhi
masalah kesehatan klien.(Febriana, D, 2017).

a. Pasien

SP I Pasien :Membina hubungan saling percaya, membantu


pasien mengenal penyebab isolasi social, membantu pasien mengenal
keuntungan berhubungan dan kerugian tidak berhubungan dengan
orang lain, dan mengajarkan pasien berkenalan

SP II Pasien :Mengevaluasi cara berkenalan pasien, latihan cara


berbicara saat melakukan harian

SP III Pasien :Mengajarkan pasien berinteraksi secara bertahap


dengan orang pertama - perwata dan mengevaluasi kegiatan latihan
berkenalan (berapa orang) dan bicara saat melakukan dua kegiatan
harian. Dan memberi pujian

SP VI Pasien :Melatih cara bicara social: meminta sesuatu,


menjawab pertanyaan dan mengevaluasi kegiatan latihan berkenalan
(berapa orang) dan bicara saat melakukan empat kegiatan harian. Dan
memberi pujian

SP V Pasien :Melatih pasien seperti sp sebelumnya, dan menilai


kemampuan yang telah mandii

b. Keluarga
SP I Keluarga :Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang
masalah isolasi social, penyebab, dan cara merawat pasien dengan
isolasi social

SP II Keluarga :Melatih keluarga mempraktekan cara merawat


pasien dengan masalah isolasi social langsung di hadapan pasien

SP III Keluarga :Menjelaskan cara melatih pasien melakukan


kegiatan social seperti berbelanja meminta sesuatu dll, melatih
keluarga mengajak pasien belanja saat besuk

SP VI Keluarga :Menjelaskan follow up ke RSJ/PKM,tanda


kambuh, rujukan

SP V Keluarga : Mengevaluasi kegiatan keluarga dalam


merawat/melatih pasien berkenalan, berbicara saat melakukan
kegiatan harian/RT, berbelanja dan kegiatan lain dan follow up, dan
menilai kemampuan keluarga merawat pasien (Azizah, L.A. Zainuri,
I. Akbar, 2016)

5. Evaluasi
Perencanaan evaluasi memuat criteria keberhasilan proses dan
keberhasilan intervensi. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan jalan
membandingkan antara proses dengan pedoman/rencana proses tersebut.
Sedangkan keberhasilan tindakan dapat dilihat dengan membandingkan
antara tingkat kemandirian pasien dalam kehidupan sehari-hari dan tingkat
kemajuan kesehatan pasien dengan tujuan yang telah dirumuskan
sebelumnya. Metode penulisan evaluasi keperawatan dalam progress
notes/catatan perkembangan pasien dapat dilakukan dengan pendekatan
SOAP: (Febriana, D, 2017)
a. S (Subjective) : adalah informasi berupa ungkapan yang didapat
dari klien setelah tindakan diberikan
b. O (Objective) : adalah hasil yang di dapat berupa pengamatan,
penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan
dilakukan
c. A (Analysis) : Isolasi Sosial (+)

d. P (Planing) : latihan cara berkenalan sebanyak 3 kali

(Febriana, D, 2017)

6. Yang Diharapkan Untuk Pasien dan Keluarga


a. Pasien
Pasien mampu bercakap-cakap dengan orang lan, pasien mampu
bekerja sama dengan orang lain serta menyampaikan dan
membicarakan masalah pribadinya dengan orang lain. (Keliat, A, B.
Akemat, 2019)
b. Keluarga
Keluarga dapat merawat pasien degan masalah isolasi social
langsung dihadapan pasien.(Azizah, L.A. Zainuri, I. Akbar, 2016)

7. Terapi Kelompok Yang Sesuai


Terapi aktifitas yang cocok untuk klien isolasi social yaitu terapi
aktivitas kelompok sosialisasi (TAKS). Hal tersebut dikarenakan klien
sering menyendiri (menghindar dari orang lain), komunikasi berkurang
(bicara apabila ditanya,jawaban singkat), berdiam diri di kamar dalam
posisi meringkuk, tidak melakukan kegiatan sehari-hari, wajah tampak
sedih dan sering menunduk yang menunjukkan bahwa klien mengalami
masalah dalam hubungan social ( isolasi social). Oleh karena itu terapi
aktivitas kelompok sosialisasi (TAKS) cocok untuk memfasilitasi
kemampuan klien dengan masala hubungan social agar klien dapat
bersosialisasi kembali dengan orang lain maupun lingkungannya serta
dapat meningkatkan hubungan interpersonal dan kelompok. Terapi
aktivitas kelompok sosialisasi (TAKS) dilakukan dalam 7 sesi dengan
indikasi klien menarik diri yang sudah sampai pada tahap mampu
berinteraksi dalam kelompok kecil dan sehat secara fisik (Azizah, L.A.
Zainuri, I. Akbar, 2016)
a. Sesi 1: kemampuan memperkenalkan diri
b. Sesi 2: kemampuan berkenalan
c. Sesi 3: kemampuan bercakap-cakap
d. Sesi 4: kemampuan bercakap-cakap topik tertentu
e. Sesi 5: kemampuan bercakap-cakap masalah pribadi
f. Sesi 6: kemampuan bekerjasama
g. Sesi 7: evaluasi kemampuan sosialisasi

(Keliat, B. D. Pawirowiyono, 2017)

DAFTAR PUSTAKA
Azizah, L.A. Zainuri, I. Akbar, A. (2016). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan
Jiwa - Teori dan Aplikasi Praktik Klinik (1st ed.). Yogyakarta: Indomedia
Pustaka.

Azizah, M. lilik, Zainuri, I., & Akbar, A. (2016). Buku Ajar Keperawatan
Kesehatan Jiwa Teori dan Aplikasi Praktik Klinik. Indomedia Pustaka, 291.
https://doi.org/ISBN 978-xxx-xxx-xx-x

Badar. (2016). Asuhan Keperawatan Profesional Jiwa Pada Pasien Dengan


Masalah Utama “Isolasi Sosial.” Bogor: Penerbit In Media.

Febriana, D, V. (2017). Konsep Dasar Keperawatan. Yogyakarta: Healthy.

Keliat, A, B. Akemat, M. K. (2019). Model Praktik Profesional Keperawatan


Jiwa. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Keliat, B. D. Pawirowiyono, A. (2017). Keperawatan Jiwa: Terapi Aktivitas


Kelompok (2nd ed.). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Keliat et al. (2015). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN (Basic


Course). E-Journal Keperawatan (EKP), 4(1), 1–7.

Sukaesti, D. (2019). Sosial Skill Training Pada Klien Isolasi Sosial. Jurnal
Keperawatan Jiwa, 6(1), 19. https://doi.org/10.26714/jkj.6.1.2018.19-24

Yosep, I, H. Sutini, T. (2016). Buku Ajar Keperawatan Jiwa (7th ed.). Bandung:
PT Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai