1. Pengertian Survailans Surveilans menurut WHO adalah suatu proses pengumpulan, pengolahan, analisis, dan interpretasi data kesehatan secara sistematis, terus-menerus dan penyebarluasan informasi kepada pihak terkait untuk melakukan tindakan (Wibowo, 2014). Sedangkan Center Of Disease Control (CDC) mendeskripsikan surveilans adalah pengumpulan, analisis dan interpretasi data kesehatan secara sistematis dan terus-menerus, yang diperlukan untuk perencanaan, implementasi dan evaluasi upaya kesehatan masyarakat, dipadukan dengan diseminasi data secara tepat waktu kepada pihak-pihak yang perlu mengetahuinya (Wibowo, 2014). Survailans menurut WHO menjelaskan bahwa survailans sebagai aplikasi metodologi dan teknik epidemiologi yang tepat untuk mengendalikan penyakit (Amiruddin, 2013). Ada banyak definisi survailans yang dijabarkan oleh para ahli, tetapi pada dasarnya mareka setuju bahwa kata “survailans” mengandung empat unsur yaitu: pengumpulan, analisis, interpretasi dan diseminasi data. Dengan demikian, di dalam suatu sistem survailans, hal yang perlu digaris bawahi adalah:
a. Survailans merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara
berkesinambungan, bukan suatu kegiatan yang hanya dilakukan pada suatu waktu. b. Kegiatan survailans bukan hanya berhenti pada proses pengumpulan data, tetapi yang jauh lebih penting dari itu perlu adanya suatu analisis, interpretasi data serta pengambilan kebijakan berdasarkan data tersebut, sampai kepada evaluasinya. c. Data yang dihasilkan dalam sistem survailans haruslah memiliki kualitas yang baik karena data ini merupakan dasar yang esensial dalam menghasilkan kebijakan/tindakan yang efektif dan efisien. Survailans juga penting untuk mengamati kecenderungan dan memperkirakan besar masalah kesehatan, mendeteksi serta memprediksi adanya KLB, mengamati kemajuan program pencegahan dan pemberantasan penyakit yang akan dilakukan, memperkirakan dampak program intervensi, mengevaluasi program intervensi dan mempermudah perencanaan program pemberantasan. Berdasarkan pemahaman terhadap survailans, konsep dasarnya meliputi: a. Pengumpulan data Pengumpulan data survailans dapat dilakukan secara aktif maupun pasif. Survailans aktif yaitu unit survailans mengumpulkan data dengan cara mendatangi unit pelayanan kesehatan, masyarakat atau sumber lain sedang survailans pasif yaitu unit survailans mengumpulkan data dengan cara menerima data tersebut dari laporan unit pelayanan kesehatan, masyarakat atau sumber lain. b. Pengolahan data, analisis dan interpretasi data Aspek kualitatif yang perlu dipertimbangkan dalam pengolahan data dan analisis data survailans yaitu ketepatan waktu dan sensitifitas data. Ketepatan waktu pengolahan data sangat berkaitan dengan waktu penerimaan data. c. Umpan balik dan diseminasi informasi yang baik serta respon yang tepat Kunci keberhasilan survailans adalah umpan balik dan diseminasi kepada sumber-sumber data dan pengguna informasi tentang pentingnya proses pengumpulan data. Bentuk umpat balik biasanya berupa ringkasan informasi dari analisis data serta tindakan korektif kepada sumber laporan. 2. Tujuan Survailans Tujuan survailans meliputi hal berikut: a. Identifikasi, investigasi dan penanggulangan situasi luar biasa atau wabah yang terjadi dalam masyarakat sedini mungkin. b. Identifikasi kelompok penduduk tertentu dengan risiko tinggi. c. Penentuan penyakit dengan prioritas penanggulangannya. d. Bahan evaluasi antara input pada berbagai program kesehatan dengan hasil luarannya berupa insidensi dan prevalensi penyakit dalam masyarakat. 3. Jenis-Jenis Survailans Survailans dikenal beberapa jenis, yaitu survailans individu, survailans penyakit, survailans sindromik, survailans berbasis laboratorium, survailans terpadu, dan survailans kesehatan (Amiruddin, 2013). a. Survailans Individu Survailans individu (individual surveillance) mendeteksi dan memonitor individu-individu yang mengalami kontak dengan penyakit serius, misalnya pes, cacar, tuberkulosis, tifus, demam kuning, atau sifilis. Survailans individu memungkinkan dilakukannya isolasi institusional segera terhadap kontak, sehingga penyakit yang dicurigai dapat dikendalikan. Sebagai contoh, karantina merupakan isolasi institusional yang membatasi gerak dan aktivitas orang-orang atau binatang yang sehat, tetapi telah terpapar oleh suatu kasus penyakit menular selama periode menular. Tujuan karantina adalah mencegah transmisi penyakit selama masa inkubasi seandainya terjadi infeksi (Amiruddin, 2013). Isolasi institusional pernah digunakan kembali ketika timbul AIDS pada tahun 1980-an dan SARS. Dikenal dua jenis karantina yaitu karantina total dan karantina parsial. Karantina total membatasi kebebasan gerak semua orang yang terpapar penyakit menular selama masa inkubasi, untuk mencegah kontak dengan orang yang tak terpapar. Karantina parsial membatasi kebebasan gerak kontak secara selektif, berdasarkan perbedaan tingkat kerawanan dan tingkat bahaya transmisi penyakit. Contoh, anak sekolah diliburkan untuk mencegah penularan penyakit campak, sedang orang dewasa diperkenankan terus bekerja. Satuan tentara yang ditugaskan pada pos tertentu dicutikan, sedang di pos-pos lainnya tetap bekerja. Dewasa ini karantina diterapkan secara terbatas, sehubungan dengan masalah legal, politis, etika, moral, dan filosofi tentang legitimasi, akseptabilitas, dan efektivitas langkah-langkah pembatasan tersebut untuk mencapai tujuan kesehatan masyarakat (Amiruddin, 2013). b. Survailans Penyakit Survailans penyakit (disease surveillance) melakukan pengawasan terus-menerus terhadap distribusi dan kecenderungan insidensi penyakit, melalui pengumpulan sistematis, konsolidasi, evaluasi terhadap laporan-laporan penyakit dan kematian, serta data relevan lainnya. Jadi fokus perhatian survailans penyakit adalah penyakit, bukan individu. Pendekatan survailans penyakit di banyak negara biasanya didukung melalui program vertikal (pusat-daerah). Contoh, program survailans tuberkulosis, program survailans malaria. Beberapa dari sistem survailans vertikal dapat berfungsi efektif, tetapi tidak sedikit yang tidak terpelihara dengan baik dan akhirnya kolaps, karena pemerintah kekurangan biaya. Banyak program survailans penyakit vertikal yang berlangsung paralel antara satu penyakit dengan penyakit lainnya, menggunakan fungsi penunjang masing-masing, mengeluarkan biaya untuk sumberdaya masing-masing, dan memberikan informasi duplikatif, sehingga mengakibatkan inefisiensi. c. Survailans Sindromik Syndromic surveillance (multiple disease surveillance) melakukan pengawasan terus-menerus terhadap sindroma (kumpulan gejala) penyakit, bukan masing-masing penyakit. Survailans sindromik mengandalkan deteksi indikator-indikator kesehatan individual maupun populasi yang bisa diamati sebelum konfirmasi diagnosis. Survailans sindromik mengamati indikator-indikator individu sakit, seperti pola perilaku, gejala-gejala, tanda, atau temuan laboratorium, yang dapat ditelusuri dari aneka sumber, sebelum diperoleh konfirmasi laboratorium tentang suatu penyakit. Survailans sindromik dapat dikembangkan pada level lokal, regional, maupun nasional. Sebagai contoh, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menerapkan kegiatan survailans sindromik berskala nasional terhadap penyakit-penyakit yang mirip influenza (flu-like illnesses) berdasarkan laporan berkala praktik dokter di AS. Dalam survailans tersebut, para dokter yang berpartisipasi melakukan skrining pasien berdasarkan definisi kasus sederhana (demam dan batuk atau sakit tenggorok) dan membuat laporan mingguan tentang jumlah kasus, jumlah kunjungan menurut kelompok umur dan jenis kelamin, dan jumlah total kasus yang teramati. Survailans tersebut berguna untuk memonitor aneka penyakit yang menyerupai influenza, termasuk flu burung, dan antraks, sehingga dapat memberikan peringatan dini dan dapat digunakan sebagai instrumen untuk memonitor krisis yang tengah berlangsung (Amiruddin, 2013). Suatu sistem yang mengandalkan laporan semua kasus penyakit tertentu dari fasilitas kesehatan, laboratorium, atau anggota komunitas, pada lokasi tertentu, disebut survailans sentinel. Pelaporan sampel melalui sistem survailans sentinel merupakan cara yang baik untuk memonitor masalah kesehatan dengan menggunakan sumber daya yang terbatas (Amiruddin, 2013). d. Survailans Berbasis Laboratorium Survailans berbasis laboartorium digunakan untuk mendeteksi dan menonitor penyakit infeksi. Sebagai contoh, pada penyakit yang ditularkan melalui makanan seperti salmonellosis, penggunaan sebuah laboratorium sentral untuk mendeteksi strain bakteri tertentu memungkinkan deteksi outbreak penyakit dengan lebih segera dan lengkap daripada sistem yang mengandalkan pelaporan sindroma dari klinik-klinik (Amiruddin, 2013). e. Survailans Terpadu Survailans terpadu (integrated surveillance) menata dan memadukan semua kegiatan survailans di suatu wilayah yurisdiksi (negara/provinsi/kabupaten/kota) sebagai sebuah pelayanan publik bersama. Survailans terpadu menggunakan struktur, proses, dan personalia yang sama, melakukan fungsi mengumpulkan informasi yang diperlukan untuk tujuan pengendalian penyakit. Kendatipun pendekatan survailans terpadu tetap memperhatikan perbedaan kebutuhan data khusus penyakitpenyakit tertentu. Karakteristik pendekatan survailans terpadu, yaitu (1) Memandang survailans sebagai pelayanan bersama (common services); (2) Menggunakan pendekatan solusi majemuk; (3) Menggunakan pendekatan fungsional, bukan struktural; (4) Melakukan sinergi antara fungsi inti survailans (yakni, pengumpulan, pelaporan, analisis data, tanggapan) dan fungsi pendukung survailans (yakni, pelatihan dan supervisi, penguatan laboratorium, komunikasi, manajemen sumber daya); (5) Mendekatkan fungsi survailans dengan pengendalian penyakit. Meskipun menggunakan pendekatan terpadu, survailans terpadu tetap memandang penyakit yang berbeda memiliki kebutuhan survailans yang berbeda (Amiruddin, 2013). f. Survailans Kesehatan Perdagangan dan perjalanan internasional di abad modern, migrasi manusia dan binatang serta organisme, memudahkan transmisi penyakit infeksi lintas negara. Konsekunsinya, masalah- masalah yang dihadapi negara-negara berkembang dan negara maju di dunia makin serupa dan bergayut. Timbulnya epidemi global (pandemi) khususnya menuntut dikembangkannya jejaring yang terpadu di seluruh dunia, yang manyatukan para praktisi kesehatan, peneliti, pemerintah, dan organisasi internasional untuk memperhatikan kebutuhan-kebutuhan survailans yang melintasi batas- batas negara. Ancaman aneka penyakit menular merebak pada skala global, baik penyakit-penyakit lama yang muncul kembali (re-emerging diseases), maupun penyakit-penyakit yang baru muncul (new emerging diseases), seperti HIV DAN AIDS, flu burung, dan SARS. Agenda survailans global yang komprehensif melibatkan aktor-aktor baru, termasuk pemangku kepentingan pertahanan keamanan dan ekonomi (Amiruddin, 2013). 4. Metode Survailans Empat metode dasar yang sering dilakukan dalam pelaksanaan survailans yaitu : a. Sistem pelaporan rutin Sistem pelaporan secara rutin biasanya terdiri dari petugas kesehatan atau non kesehatan untuk mengumpulkan informasi tentang jumlash kasus dari penyakit-panyakit yang dilaporkan dan kematian yang ditentukan terjadi diwilayah mereka. Data dikumpulkan sebagai suatu bagian dari proses screening dan diagnosis selama kunjungan rumah ke rumah atau selama kunjungan ke fasilitas-fasilitas kesehatan, pusat kesehatan dan rumah sakit. b. Sistem pelaporan sentinel Sistem pelaporan sentinel merupakan sejumlah kecil unit kesehatan di wilayah program tertentu. Sistem ini digunakan untuk melaporkan kasus penyakit dan kematian yang terlihat dan didiagnosis pada fasislitas mereka. Mereka dapat juga ditanyakan untuk melaporkan informasi tambahan, misalnya umur dan status imunisasi anak yang ditangani pada fasilitas. Staf daerah kerja sentinel diberikan pelatihan dan pengawasan khusus untuk meyakinkan bahwa pelaporan lengkap dan akurat. c. Survei dan studi-studi khusus Survei terkadang digunakan untuk surveilans. Sampel dalam survei tersebut biasanya memberikan suatu perkiraan yang luas tentang kejadian atau prevalensi dari suatu penyakit. Sistem tersebut juga dapat digunakan untuk memperkirakan mortalitas rate meskipun ukuran-ukuran sampel yang dibutuhkan dalam hal ini sangat besar. d. Investigasi kasus dan wabah Penyelidikan ini ditujukan untuk mengidentifikasi penyebab dari suatu kematian atau penyakit. Penyelidikan ini bukan merupakan suatu alternative terhadap sistem rutin dan sentinel, tetapi digunakan sebagai langkah selanjutnya didalam penyelidikan epidemiologi. 5. Langkah-Langkah Merancang Survailans a. Spesifikasi tujuan survailans Tujuan Spesifikasi, untuk memperkirakan kebutuhan, mengidentifikasi faktor-faktor risiko, identifikasi wabah, mengamati trend, mengevaluasi dampak, dan menjelaskan penyebab-penyebab. b. Definisikan data survailans untuk di kumpulkan Langkah ini membimbing anda dalam melalui suatu serial dari sub langkah menuju tujuan dimana data akan dikumpulkan oleh sistem anda, seberapa sering, dari sumber mana dan menggunakan prosedur yang mana. c. Seleksi metode survailans Pada langkah ini dilakukan seleksi terhadap prosedur pengumpulan data untuk tiap – tiap indikator, yang artinya akan diputuskan apakah mengumpulkan data dari pelaporan rutin, menyusun suatu sistem sentinel atau melakukan sesuatu survei khusus untuk mengumpulkan data. d. Kembangkan prosedur pengumpulan data e. Kumpulkan dan tabulasikan data f. Analisa data Melakukan analisa data sebaiknya dilakukan pada setiap tingkatan sistem survailans, data survailans bisa di sampaikan dalam beberapa bentuk tabel, grafik, peta perhitungan rate/ratio. g. Pengambilan tindakan Dari data yang telah dianalisa dapat diambil beberapa petunjuk dan kemungkinan dalam pemecahan masalah. h. Persiapkan dan sajikan laporan Kebanyakan sistem survailans pada tingkat pusat, namun dalam penyusunannya juga dibutuhkan laporan dari setiap unit yang ada di desa, kota/kabupaten hingga provinsi untuk dianalisis dan di interpretasikan.
B. TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PUSKESMAS
1. Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat, dengan peran serta aktif masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna, dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan masyarakat. Upaya kesehatan tersebut diselenggarakan dengan menitikberatkan kepada pelayanan untuk masyarakat luas guna mencapai derajat kesehatan yang optimal, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan. Puskesmas dibangun untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar, menyeluruh, dan terpadu bagi seluruh masyarakat yang tinggal di wilayah kerjanya. Kunjungan masyarakat pada suatu unit pelayanan kesehatan tidak saja dipengaruhi oleh kualitas pelayanan tetapi juga dipengaruhi oleh faktor lain diantaranya: sumber daya manusia, motivasi pasien, ketersediaan bahan dan alat, tarif dan lokasi. Puskesmas adalah salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang amat penting di Indonesia. Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatau wilayah kerja (Depkes, 2011). Pengelolaan puskesmas biasanya berada di bawah Dinas Kesehatan Kabupaten dan Kota. Puskesmas adalah unit pelayanan kesehatan di tingkat kecamatan dan merupakan Unit Pelaksanaan Teknis Daerah (UPTD) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Upaya pelayanan yang diselenggarakan adalah : a. Pelayanan kesehatan masyarakat, yaitu upaya promotif dan preventif pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas b. Pelayanan medik dasar yaitu upaya kuratif dan rehabilitatif dengan pendekatan individu dan keluarga melalui upaya perawatan yang tujuannya untuk menyembuhkan penyakit untuk kondisi tertentu Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara bermutu. Program Puskesmas merupakan program kesehatan dasar, meliputi : a. Promosi kesehatan b. Kesehatan Lingkungan c. KIA & KB d. Perbaikan gizi e. Pemberantasan penyakit menular f. Pengobatan yang terdiri dari rawat jalan, rawat inap, penunjang medik (laboratorium dan farmasi). 2. Tujuan Puskesmas Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional, yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Trihono, 2010). 3. Peran Puskesmas Puskesmas mempunyai peran yang sangat vital sebagai institusi pelaksana teknis, dituntut memiliki kemampuan manajerial dan wawasan jauh ke depan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Peran tersebut ditunjukkan dalam bentuk keikutsertaan dalam menentukan kebijakan daerah melalui sistem perencanaan yang matang dan realistis, tata laksana kegiatan yang tersusun rapi, serta sistem evaluasi dan pemantauan yang akurat. Pada masa mendatang, puskesmas juga dituntut berperan dalam pemanfaatan teknologi informasi terkait upaya peningkatan pelayanan kesehatan secara komprehensif dan terpadu (Effendi, 2009). 4. Pelayanan Puskesmas Pelayanan puskesmas dibagi menjadi dua, yaitu puskesmas rawat jalan dan puskesmas rawat inap. a. Pelayanan rawat jalan Rawat Jalan merupakan salah satu unit kerja di puskesmas yang melayani pasien yang berobat jalan dan tidak lebih dari 24 jam pelayanan, termasuk seluruh prosedur diagnostik dan terapeutik. Pada waktu yang akan datang, rawat jalan merupakan bagian terbesar dari pelayanan kesehatan di Puskesmas.Pertumbuhan yang cepat dari rawat jalan ditentukan oleh tiga faktor yaitu: Penekanan biaya untuk mengontrol peningkatan harga perawatan kesehatan dibandingkan dengan rawat inap Peningkatan kemampuan dan sistem reimbursement untuk prosedur di rawat jalan, Perkembangan secara terus menerus dari teknologi tinggi untuk pelayanan rawat jalan akan menyebabkan pertumbuhan rawat jalan Tujuan pelayanan rawat jalan diantaranya untuk menentukan diagnosa penyakit dengan tindakan pengobatan, untuk rawat inap atau untuk tindakan rujukan. Tenaga pelayanan di rawat jalan adalah tenaga yang langsung berhubungan dengan pasien, yaitu: Tenaga administrasi (non medis) yang memberikan pelayanan penerimaan pendaftaran dan pembayaran, Tenaga keperawatan (paramedis) sebagai mitra dokter dalam memberikan pelayanan pemeriksaan / pengobatan, Tenaga dokter (medis) pada masing- masing poliklinik yang ada Tujuan pelayanan rawat jalan di antaranya adalah untuk memberikan konsultasi kepada pasien yang memerlukan pendapat dari seorang dokter spesialis, dengan tindakan pengobatan atau tidak dan untuk menyediakan tindak lanjut bagi pasien rawat inap yang sudah diijinkan pulang tetapi masih harus dikontrol kondisi kesehatannya. Rawat Jalan hendaknya memiliki lingkungan yang nyaman dan menyenangkan bagi pasien. Hal ini penting untuk diperhatikan karena dari rawat jalanlah pasien mendapatkan kesan pertama mengenai puskesmas tersebut. Lingkungan rawat jalan yang baik hendaknya cukup luas dan memiliki sirkulasi udara yang lancar, tempat duduk yang nyaman perabotan yang menarik dan tidak terdapat suara- suara yang mengganggu. Diharapkan petugas yang berada di rawat jalan menunjukkan sikap yang sopan dan suka menolong. b. Pelayanan rawat inap Puskesmas rawat inap adalah puskesmas yang diberi tambahan ruangan dan fasilitas untuk menolong pasien gawat darurat, baik berupa tindakan operatif terbatas maupun asuhan keperawatan sementara dengan kapasitas kurang lebih 10 tempat tidur. Rawat inap itu sendiri berfungsi sebagai rujukan antara yang melayani pasien sebelum dirujuk ke institusi rujukan yang lebih mampu, atau dipulangkan kembali ke rumah. Kemudian mendapat asuhan perawatan tindak lanjut oleh petugas perawat kesehatan masyarakat dari puskesmas yang bersangkutan di rumah pasien. Pendirian puskesmas harus memenuhi kriteria sebagai berikut : (1) puskesmas terletak kurang lebih 20 km dari rumah sakit, (2) puskesmas mudah dicapai dengankendaraan bermotor dari puskesmas sekitarnya, (3) puskesmas dipimpin oleh seorang dokter dan telah mempunyai tenaga yang memadai, (4) jumlah kunjungan puskesmas minimal 100 orang per hari, (5) penduduk wilayah kerja puskesmas dan penduduk wilayah 3 puskesmas disekelilingnya minimal rata-rata 20.000 orang/Puskesmas, (6) pemerintah daerah bersedia untuk menyediakan anggaran rutin yang memadai (Depkes RI, 2009). Puskesmas rawat inap diarahkan untuk melakukan kegiatan- kegiatan sebagai berikut : Melakukan tindakan operatif terbatas terhadap penderita gawat darurat antara lain; kecelakaan lalu lintas, persalinan dengan penyulit, penyakit lain yang mendadak dan gawat. Merawat sementara penderita gawat darurat atau untuk observasi penderita dalam rangka diagnostik dengan rata-rata hari perawatan tiga (3) hari atau maksimal tujuh (7) hari. Melakukan pertolongan sementara untuk mempersiapkan pengiriman penderita lebih lanjut ke Rumah Sakit. Melakukan metoda operasi pria dan metoda operasi wanita untuk keluarga berencana. Selain itu ruang rawat inap dilengkapi dengan fasilitas tambahan berupa : 1. Ruangan tambahan seluas 246 meter persegi yang terdiri dari ruangan perawatan, operasi sederhana, persalinan, perawat jaga, pos operasi, kamar linen, kamar cuci, dapur, laboratorium. 2. Peralatan medis dan perawatan berupa peralatan operasi terbatas, obstetric patologis, resusitasi, vasektomi, dan tubektomi, tempat tidur dan perlengkapan perawatan. 3. Tambahan tenaga meliputi seorang dokter yang telah mendapat pelatihan klinis di Rumah sakit selama 6 bulan (dalam bidang kebidanan, kandungan, bedah, anak dan penyakit dalam), 2 orang perawat/bidan yang diberi tugas secara bergiliran dan seorang petugaskesehatan untuk melaksanakan tugas administratif di ruang rawat inap. Pendirian puskesmas rawat inap didasarkan pada kebijaksanaan : Puskesmas dengan ruang rawat inap sebagai pusat rujukan antara dalam sistem rujukan, berfungsi untuk menunjang upaya penurunan kematian bayi dan ibumaternal, keadaan- keadaan gawat darurat serta pembatasan kemungkinantimbulnya kecacatan. Menerapkan standar praktek keperawatan yang bertugas di ruang rawat inap puskesmas sesuai dengan prosedur yang diterapkan. Melibatkan pasien dan keluarganya secara optimal dalam meningkatkan pelaksanaan asuhan keperawatan (Depkes RI, 2009).
REFERENSI
Ii, B. A. B., Teori, A. T., & Puskesmas, D. (2017). Faktor-Faktor Yang..., Listia Nurhidayah, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP ,2017, 13–40.