Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN PUSTAKA TENTANG SURVEILANS


1. Pengertian Survailans
Surveilans menurut WHO adalah suatu proses pengumpulan,
pengolahan, analisis, dan interpretasi data kesehatan secara sistematis,
terus-menerus dan penyebarluasan informasi kepada pihak terkait untuk
melakukan tindakan (Wibowo, 2014). Sedangkan Center Of Disease
Control (CDC) mendeskripsikan surveilans adalah pengumpulan, analisis
dan interpretasi data kesehatan secara sistematis dan terus-menerus,
yang diperlukan untuk perencanaan, implementasi dan evaluasi upaya
kesehatan masyarakat, dipadukan dengan diseminasi data secara tepat
waktu kepada pihak-pihak yang perlu mengetahuinya (Wibowo, 2014).
Survailans menurut WHO menjelaskan bahwa survailans sebagai
aplikasi metodologi dan teknik epidemiologi yang tepat untuk
mengendalikan penyakit (Amiruddin, 2013). Ada banyak definisi survailans
yang dijabarkan oleh para ahli, tetapi pada dasarnya mareka setuju bahwa
kata “survailans” mengandung empat unsur yaitu: pengumpulan, analisis,
interpretasi dan diseminasi data. Dengan demikian, di dalam suatu sistem
survailans, hal yang perlu digaris bawahi adalah:

a. Survailans merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara


berkesinambungan, bukan suatu kegiatan yang hanya dilakukan pada
suatu waktu.
b. Kegiatan survailans bukan hanya berhenti pada proses pengumpulan
data, tetapi yang jauh lebih penting dari itu perlu adanya suatu
analisis, interpretasi data serta pengambilan kebijakan berdasarkan
data tersebut, sampai kepada evaluasinya.
c. Data yang dihasilkan dalam sistem survailans haruslah memiliki
kualitas yang baik karena data ini merupakan dasar yang esensial
dalam menghasilkan kebijakan/tindakan yang efektif dan efisien.
Survailans juga penting untuk mengamati kecenderungan dan
memperkirakan besar masalah kesehatan, mendeteksi serta memprediksi
adanya KLB, mengamati kemajuan program pencegahan dan
pemberantasan penyakit yang akan dilakukan, memperkirakan dampak
program intervensi, mengevaluasi program intervensi dan mempermudah
perencanaan program pemberantasan. Berdasarkan pemahaman
terhadap survailans, konsep dasarnya meliputi:
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data survailans dapat dilakukan secara aktif
maupun pasif. Survailans aktif yaitu unit survailans mengumpulkan
data dengan cara mendatangi unit pelayanan kesehatan, masyarakat
atau sumber lain sedang survailans pasif yaitu unit survailans
mengumpulkan data dengan cara menerima data tersebut dari laporan
unit pelayanan kesehatan, masyarakat atau sumber lain.
b. Pengolahan data, analisis dan interpretasi data
Aspek kualitatif yang perlu dipertimbangkan dalam pengolahan
data dan analisis data survailans yaitu ketepatan waktu dan sensitifitas
data. Ketepatan waktu pengolahan data sangat berkaitan dengan
waktu penerimaan data.
c. Umpan balik dan diseminasi informasi yang baik serta respon yang
tepat
Kunci keberhasilan survailans adalah umpan balik dan
diseminasi kepada sumber-sumber data dan pengguna informasi
tentang pentingnya proses pengumpulan data. Bentuk umpat balik
biasanya berupa ringkasan informasi dari analisis data serta tindakan
korektif kepada sumber laporan.
2. Tujuan Survailans
Tujuan survailans meliputi hal berikut:
a. Identifikasi, investigasi dan penanggulangan situasi luar biasa atau
wabah yang terjadi dalam masyarakat sedini mungkin.
b. Identifikasi kelompok penduduk tertentu dengan risiko tinggi.
c. Penentuan penyakit dengan prioritas penanggulangannya.
d. Bahan evaluasi antara input pada berbagai program kesehatan dengan
hasil luarannya berupa insidensi dan prevalensi penyakit dalam
masyarakat.
3. Jenis-Jenis Survailans
Survailans dikenal beberapa jenis, yaitu survailans individu, survailans
penyakit, survailans sindromik, survailans berbasis laboratorium,
survailans terpadu, dan survailans kesehatan (Amiruddin, 2013).
a. Survailans Individu
Survailans individu (individual surveillance) mendeteksi dan
memonitor individu-individu yang mengalami kontak dengan penyakit
serius, misalnya pes, cacar, tuberkulosis, tifus, demam kuning, atau
sifilis. Survailans individu memungkinkan dilakukannya isolasi
institusional segera terhadap kontak, sehingga penyakit yang dicurigai
dapat dikendalikan. Sebagai contoh, karantina merupakan isolasi
institusional yang membatasi gerak dan aktivitas orang-orang atau
binatang yang sehat, tetapi telah terpapar oleh suatu kasus penyakit
menular selama periode menular. Tujuan karantina adalah mencegah
transmisi penyakit selama masa inkubasi seandainya terjadi infeksi
(Amiruddin, 2013).
Isolasi institusional pernah digunakan kembali ketika timbul
AIDS pada tahun 1980-an dan SARS. Dikenal dua jenis karantina yaitu
karantina total dan karantina parsial. Karantina total membatasi
kebebasan gerak semua orang yang terpapar penyakit menular
selama masa inkubasi, untuk mencegah kontak dengan orang yang tak
terpapar. Karantina parsial membatasi kebebasan gerak kontak secara
selektif, berdasarkan perbedaan tingkat kerawanan dan tingkat bahaya
transmisi penyakit. Contoh, anak sekolah diliburkan untuk mencegah
penularan penyakit campak, sedang orang dewasa diperkenankan
terus bekerja. Satuan tentara yang ditugaskan pada pos tertentu
dicutikan, sedang di pos-pos lainnya tetap bekerja. Dewasa ini
karantina diterapkan secara terbatas, sehubungan dengan masalah
legal, politis, etika, moral, dan filosofi tentang legitimasi, akseptabilitas,
dan efektivitas langkah-langkah pembatasan tersebut untuk mencapai
tujuan kesehatan masyarakat (Amiruddin, 2013).
b. Survailans Penyakit
Survailans penyakit (disease surveillance) melakukan
pengawasan terus-menerus terhadap distribusi dan kecenderungan
insidensi penyakit, melalui pengumpulan sistematis, konsolidasi,
evaluasi terhadap laporan-laporan penyakit dan kematian, serta data
relevan lainnya. Jadi fokus perhatian survailans penyakit adalah
penyakit, bukan individu. Pendekatan survailans penyakit di banyak
negara biasanya didukung melalui program vertikal (pusat-daerah).
Contoh, program survailans tuberkulosis, program survailans malaria.
Beberapa dari sistem survailans vertikal dapat berfungsi efektif, tetapi
tidak sedikit yang tidak terpelihara dengan baik dan akhirnya kolaps,
karena pemerintah kekurangan biaya. Banyak program survailans
penyakit vertikal yang berlangsung paralel antara satu penyakit dengan
penyakit lainnya, menggunakan fungsi penunjang masing-masing,
mengeluarkan biaya untuk sumberdaya masing-masing, dan
memberikan informasi duplikatif, sehingga mengakibatkan inefisiensi.
c. Survailans Sindromik
Syndromic surveillance (multiple disease surveillance)
melakukan pengawasan terus-menerus terhadap sindroma (kumpulan
gejala) penyakit, bukan masing-masing penyakit. Survailans sindromik
mengandalkan deteksi indikator-indikator kesehatan individual maupun
populasi yang bisa diamati sebelum konfirmasi diagnosis. Survailans
sindromik mengamati indikator-indikator individu sakit, seperti pola
perilaku, gejala-gejala, tanda, atau temuan laboratorium, yang dapat
ditelusuri dari aneka sumber, sebelum diperoleh konfirmasi
laboratorium tentang suatu penyakit. Survailans sindromik dapat
dikembangkan pada level lokal, regional, maupun nasional. Sebagai
contoh, Centers for Disease Control and Prevention (CDC)
menerapkan kegiatan survailans sindromik berskala nasional terhadap
penyakit-penyakit yang mirip influenza (flu-like illnesses) berdasarkan
laporan berkala praktik dokter di AS.
Dalam survailans tersebut, para dokter yang berpartisipasi
melakukan skrining pasien berdasarkan definisi kasus sederhana
(demam dan batuk atau sakit tenggorok) dan membuat laporan
mingguan tentang jumlah kasus, jumlah kunjungan menurut kelompok
umur dan jenis kelamin, dan jumlah total kasus yang teramati.
Survailans tersebut berguna untuk memonitor aneka penyakit yang
menyerupai influenza, termasuk flu burung, dan antraks, sehingga
dapat memberikan peringatan dini dan dapat digunakan sebagai
instrumen untuk memonitor krisis yang tengah berlangsung
(Amiruddin, 2013).
Suatu sistem yang mengandalkan laporan semua kasus
penyakit tertentu dari fasilitas kesehatan, laboratorium, atau anggota
komunitas, pada lokasi tertentu, disebut survailans sentinel. Pelaporan
sampel melalui sistem survailans sentinel merupakan cara yang baik
untuk memonitor masalah kesehatan dengan menggunakan sumber
daya yang terbatas (Amiruddin, 2013).
d. Survailans Berbasis Laboratorium
Survailans berbasis laboartorium digunakan untuk mendeteksi
dan menonitor penyakit infeksi. Sebagai contoh, pada penyakit yang
ditularkan melalui makanan seperti salmonellosis, penggunaan sebuah
laboratorium sentral untuk mendeteksi strain bakteri tertentu
memungkinkan deteksi outbreak penyakit dengan lebih segera dan
lengkap daripada sistem yang mengandalkan pelaporan sindroma dari
klinik-klinik (Amiruddin, 2013).
e. Survailans Terpadu
Survailans terpadu (integrated surveillance) menata dan
memadukan semua kegiatan survailans di suatu wilayah yurisdiksi
(negara/provinsi/kabupaten/kota) sebagai sebuah pelayanan publik
bersama. Survailans terpadu menggunakan struktur, proses, dan
personalia yang sama, melakukan fungsi mengumpulkan informasi
yang diperlukan untuk tujuan pengendalian penyakit. Kendatipun
pendekatan survailans terpadu tetap memperhatikan perbedaan
kebutuhan data khusus penyakitpenyakit tertentu.
Karakteristik pendekatan survailans terpadu, yaitu (1)
Memandang survailans sebagai pelayanan bersama (common
services); (2) Menggunakan pendekatan solusi majemuk; (3)
Menggunakan pendekatan fungsional, bukan struktural; (4) Melakukan
sinergi antara fungsi inti survailans (yakni, pengumpulan, pelaporan,
analisis data, tanggapan) dan fungsi pendukung survailans (yakni,
pelatihan dan supervisi, penguatan laboratorium, komunikasi,
manajemen sumber daya); (5) Mendekatkan fungsi survailans dengan
pengendalian penyakit. Meskipun menggunakan pendekatan terpadu,
survailans terpadu tetap memandang penyakit yang berbeda memiliki
kebutuhan survailans yang berbeda (Amiruddin, 2013).
f. Survailans Kesehatan
Perdagangan dan perjalanan internasional di abad modern,
migrasi manusia dan binatang serta organisme, memudahkan
transmisi penyakit infeksi lintas negara. Konsekunsinya, masalah-
masalah yang dihadapi negara-negara berkembang dan negara maju
di dunia makin serupa dan bergayut. Timbulnya epidemi global
(pandemi) khususnya menuntut dikembangkannya jejaring yang
terpadu di seluruh dunia, yang manyatukan para praktisi kesehatan,
peneliti, pemerintah, dan organisasi internasional untuk
memperhatikan kebutuhan-kebutuhan survailans yang melintasi batas-
batas negara. Ancaman aneka penyakit menular merebak pada skala
global, baik penyakit-penyakit lama yang muncul kembali (re-emerging
diseases), maupun penyakit-penyakit yang baru muncul (new
emerging diseases), seperti HIV DAN AIDS, flu burung, dan SARS.
Agenda survailans global yang komprehensif melibatkan aktor-aktor
baru, termasuk pemangku kepentingan pertahanan keamanan dan
ekonomi (Amiruddin, 2013).
4. Metode Survailans
Empat metode dasar yang sering dilakukan dalam pelaksanaan survailans
yaitu :
a. Sistem pelaporan rutin
Sistem pelaporan secara rutin biasanya terdiri dari petugas
kesehatan atau non kesehatan untuk mengumpulkan informasi tentang
jumlash kasus dari penyakit-panyakit yang dilaporkan dan kematian
yang ditentukan terjadi diwilayah mereka. Data dikumpulkan sebagai
suatu bagian dari proses screening dan diagnosis selama kunjungan
rumah ke rumah atau selama kunjungan ke fasilitas-fasilitas
kesehatan, pusat kesehatan dan rumah sakit.
b. Sistem pelaporan sentinel
Sistem pelaporan sentinel merupakan sejumlah kecil unit
kesehatan di wilayah program tertentu. Sistem ini digunakan untuk
melaporkan kasus penyakit dan kematian yang terlihat dan didiagnosis
pada fasislitas mereka. Mereka dapat juga ditanyakan untuk
melaporkan informasi tambahan, misalnya umur dan status imunisasi
anak yang ditangani pada fasilitas. Staf daerah kerja sentinel diberikan
pelatihan dan pengawasan khusus untuk meyakinkan bahwa
pelaporan lengkap dan akurat.
c. Survei dan studi-studi khusus
Survei terkadang digunakan untuk surveilans. Sampel dalam survei
tersebut biasanya memberikan suatu perkiraan yang luas tentang
kejadian atau prevalensi dari suatu penyakit. Sistem tersebut juga
dapat digunakan untuk memperkirakan mortalitas rate meskipun
ukuran-ukuran sampel yang dibutuhkan dalam hal ini sangat besar.
d. Investigasi kasus dan wabah
Penyelidikan ini ditujukan untuk mengidentifikasi penyebab dari suatu
kematian atau penyakit. Penyelidikan ini bukan merupakan suatu
alternative terhadap sistem rutin dan sentinel, tetapi digunakan sebagai
langkah selanjutnya didalam penyelidikan epidemiologi.
5. Langkah-Langkah Merancang Survailans
a. Spesifikasi tujuan survailans
Tujuan Spesifikasi, untuk memperkirakan kebutuhan, mengidentifikasi
faktor-faktor risiko, identifikasi wabah, mengamati trend, mengevaluasi
dampak, dan menjelaskan penyebab-penyebab.
b. Definisikan data survailans untuk di kumpulkan
Langkah ini membimbing anda dalam melalui suatu serial dari sub
langkah menuju tujuan dimana data akan dikumpulkan oleh sistem
anda, seberapa sering, dari sumber mana dan menggunakan prosedur
yang mana.
c. Seleksi metode survailans
Pada langkah ini dilakukan seleksi terhadap prosedur pengumpulan
data untuk tiap – tiap indikator, yang artinya akan diputuskan apakah
mengumpulkan data dari pelaporan rutin, menyusun suatu sistem
sentinel atau melakukan sesuatu survei khusus untuk mengumpulkan
data.
d. Kembangkan prosedur pengumpulan data
e. Kumpulkan dan tabulasikan data
f. Analisa data
Melakukan analisa data sebaiknya dilakukan pada setiap tingkatan
sistem survailans, data survailans bisa di sampaikan dalam beberapa
bentuk tabel, grafik, peta perhitungan rate/ratio.
g. Pengambilan tindakan
Dari data yang telah dianalisa dapat diambil beberapa petunjuk dan
kemungkinan dalam pemecahan masalah.
h. Persiapkan dan sajikan laporan
Kebanyakan sistem survailans pada tingkat pusat, namun dalam
penyusunannya juga dibutuhkan laporan dari setiap unit yang ada di
desa, kota/kabupaten hingga provinsi untuk dianalisis dan di
interpretasikan.

B. TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PUSKESMAS


1. Pengertian Puskesmas
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah organisasi
fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat
menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima dan terjangkau oleh
masyarakat, dengan peran serta aktif masyarakat dan menggunakan
hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna, dengan
biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan masyarakat. Upaya
kesehatan tersebut diselenggarakan dengan menitikberatkan kepada
pelayanan untuk masyarakat luas guna mencapai derajat kesehatan yang
optimal, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan.
Puskesmas dibangun untuk menyelenggarakan pelayanan
kesehatan dasar, menyeluruh, dan terpadu bagi seluruh masyarakat yang
tinggal di wilayah kerjanya. Kunjungan masyarakat pada suatu unit
pelayanan kesehatan tidak saja dipengaruhi oleh kualitas pelayanan
tetapi juga dipengaruhi oleh faktor lain diantaranya: sumber daya
manusia, motivasi pasien, ketersediaan bahan dan alat, tarif dan lokasi.
Puskesmas adalah salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat
yang amat penting di Indonesia. Puskesmas adalah unit pelaksana teknis
dinas kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan
pembangunan kesehatan di suatau wilayah kerja (Depkes, 2011).
Pengelolaan puskesmas biasanya berada di bawah Dinas
Kesehatan Kabupaten dan Kota. Puskesmas adalah unit pelayanan
kesehatan di tingkat kecamatan dan merupakan Unit Pelaksanaan Teknis
Daerah (UPTD) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Upaya pelayanan
yang diselenggarakan adalah :
a. Pelayanan kesehatan masyarakat, yaitu upaya promotif dan preventif
pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas
b. Pelayanan medik dasar yaitu upaya kuratif dan rehabilitatif dengan
pendekatan individu dan keluarga melalui upaya perawatan yang
tujuannya untuk menyembuhkan penyakit untuk kondisi tertentu
Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama
yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara bermutu. Program
Puskesmas merupakan program kesehatan dasar, meliputi :
a. Promosi kesehatan
b. Kesehatan Lingkungan
c. KIA & KB
d. Perbaikan gizi
e. Pemberantasan penyakit menular
f. Pengobatan yang terdiri dari rawat jalan, rawat inap, penunjang medik
(laboratorium dan farmasi).
2. Tujuan Puskesmas
Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh
puskesmas adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan
kesehatan nasional, yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi orang yang bertempat tinggal di wilayah
kerja Puskesmas agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya
(Trihono, 2010).
3. Peran Puskesmas
Puskesmas mempunyai peran yang sangat vital sebagai institusi
pelaksana teknis, dituntut memiliki kemampuan manajerial dan wawasan
jauh ke depan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Peran
tersebut ditunjukkan dalam bentuk keikutsertaan dalam menentukan
kebijakan daerah melalui sistem perencanaan yang matang dan realistis,
tata laksana kegiatan yang tersusun rapi, serta sistem evaluasi dan
pemantauan yang akurat. Pada masa mendatang, puskesmas juga
dituntut berperan dalam pemanfaatan teknologi informasi terkait upaya
peningkatan pelayanan kesehatan secara komprehensif dan terpadu
(Effendi, 2009).
4. Pelayanan Puskesmas
Pelayanan puskesmas dibagi menjadi dua, yaitu puskesmas rawat
jalan dan puskesmas rawat inap.
a. Pelayanan rawat jalan
Rawat Jalan merupakan salah satu unit kerja di puskesmas yang
melayani pasien yang berobat jalan dan tidak lebih dari 24 jam
pelayanan, termasuk seluruh prosedur diagnostik dan terapeutik.
Pada waktu yang akan datang, rawat jalan merupakan bagian
terbesar dari pelayanan kesehatan di Puskesmas.Pertumbuhan yang
cepat dari rawat jalan ditentukan oleh tiga faktor yaitu:
 Penekanan biaya untuk mengontrol peningkatan harga perawatan
kesehatan dibandingkan dengan rawat inap
 Peningkatan kemampuan dan sistem reimbursement untuk
prosedur di rawat jalan,
 Perkembangan secara terus menerus dari teknologi tinggi untuk
pelayanan rawat jalan akan menyebabkan pertumbuhan rawat
jalan
Tujuan pelayanan rawat jalan diantaranya untuk menentukan
diagnosa penyakit dengan tindakan pengobatan, untuk rawat inap
atau untuk tindakan rujukan.
Tenaga pelayanan di rawat jalan adalah tenaga yang langsung
berhubungan dengan pasien, yaitu:
 Tenaga administrasi (non medis) yang memberikan pelayanan
penerimaan pendaftaran dan pembayaran,
 Tenaga keperawatan (paramedis) sebagai mitra dokter dalam
memberikan pelayanan pemeriksaan / pengobatan,
 Tenaga dokter (medis) pada masing- masing poliklinik yang ada
Tujuan pelayanan rawat jalan di antaranya adalah untuk
memberikan konsultasi kepada pasien yang memerlukan pendapat
dari seorang dokter spesialis, dengan tindakan pengobatan atau
tidak dan untuk menyediakan tindak lanjut bagi pasien rawat inap
yang sudah diijinkan pulang tetapi masih harus dikontrol kondisi
kesehatannya.
Rawat Jalan hendaknya memiliki lingkungan yang nyaman
dan menyenangkan bagi pasien. Hal ini penting untuk diperhatikan
karena dari rawat jalanlah pasien mendapatkan kesan pertama
mengenai puskesmas tersebut. Lingkungan rawat jalan yang baik
hendaknya cukup luas dan memiliki sirkulasi udara yang lancar,
tempat duduk yang nyaman perabotan yang menarik dan tidak
terdapat suara- suara yang mengganggu. Diharapkan petugas
yang berada di rawat jalan menunjukkan sikap yang sopan dan
suka menolong.
b. Pelayanan rawat inap
Puskesmas rawat inap adalah puskesmas yang diberi tambahan
ruangan dan fasilitas untuk menolong pasien gawat darurat, baik
berupa tindakan operatif terbatas maupun asuhan keperawatan
sementara dengan kapasitas kurang lebih 10 tempat tidur. Rawat inap
itu sendiri berfungsi sebagai rujukan antara yang melayani pasien
sebelum dirujuk ke institusi rujukan yang lebih mampu, atau
dipulangkan kembali ke rumah. Kemudian mendapat asuhan
perawatan tindak lanjut oleh petugas perawat kesehatan masyarakat
dari puskesmas yang bersangkutan di rumah pasien.
Pendirian puskesmas harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
(1) puskesmas terletak kurang lebih 20 km dari rumah sakit, (2)
puskesmas mudah dicapai dengankendaraan bermotor dari
puskesmas sekitarnya, (3) puskesmas dipimpin oleh seorang dokter
dan telah mempunyai tenaga yang memadai, (4) jumlah kunjungan
puskesmas minimal 100 orang per hari, (5) penduduk wilayah kerja
puskesmas dan penduduk wilayah 3 puskesmas disekelilingnya
minimal rata-rata 20.000 orang/Puskesmas, (6) pemerintah daerah
bersedia untuk menyediakan anggaran rutin yang memadai (Depkes
RI, 2009).
Puskesmas rawat inap diarahkan untuk melakukan kegiatan-
kegiatan sebagai berikut :
 Melakukan tindakan operatif terbatas terhadap penderita gawat
darurat antara lain; kecelakaan lalu lintas, persalinan dengan
penyulit, penyakit lain yang mendadak dan gawat.
 Merawat sementara penderita gawat darurat atau untuk observasi
penderita dalam rangka diagnostik dengan rata-rata hari perawatan
tiga (3) hari atau maksimal tujuh (7) hari.
 Melakukan pertolongan sementara untuk mempersiapkan
pengiriman penderita lebih lanjut ke Rumah Sakit.
 Melakukan metoda operasi pria dan metoda operasi wanita untuk
keluarga berencana. Selain itu ruang rawat inap dilengkapi dengan
fasilitas tambahan berupa :
1. Ruangan tambahan seluas 246 meter persegi yang terdiri dari
ruangan perawatan, operasi sederhana, persalinan, perawat
jaga, pos operasi, kamar linen, kamar cuci, dapur, laboratorium.
2. Peralatan medis dan perawatan berupa peralatan operasi
terbatas, obstetric patologis, resusitasi, vasektomi, dan
tubektomi, tempat tidur dan perlengkapan perawatan.
3. Tambahan tenaga meliputi seorang dokter yang telah mendapat
pelatihan klinis di Rumah sakit selama 6 bulan (dalam bidang
kebidanan, kandungan, bedah, anak dan penyakit dalam), 2
orang perawat/bidan yang diberi tugas secara bergiliran dan
seorang petugaskesehatan untuk melaksanakan tugas
administratif di ruang rawat inap. Pendirian puskesmas rawat
inap didasarkan pada kebijaksanaan :
 Puskesmas dengan ruang rawat inap sebagai pusat rujukan
antara dalam sistem rujukan, berfungsi untuk menunjang
upaya penurunan kematian bayi dan ibumaternal, keadaan-
keadaan gawat darurat serta pembatasan
kemungkinantimbulnya kecacatan.
 Menerapkan standar praktek keperawatan yang bertugas di
ruang rawat inap puskesmas sesuai dengan prosedur yang
diterapkan.
 Melibatkan pasien dan keluarganya secara optimal dalam
meningkatkan pelaksanaan asuhan keperawatan (Depkes
RI, 2009).

REFERENSI

Ii, B. A. B., Teori, A. T., & Puskesmas, D. (2017). Faktor-Faktor Yang..., Listia
Nurhidayah, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP ,2017, 13–40.

Amiruddin, Ridwan. 2013. Surveilans kesehatan masyarakat. Bogor: PT IPB Press.

Ii, B. A. B. (2014). 0 Asuhan Keperawatan pada..., Amrizal Wahyu Mustika Adya,


Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017.

Masrochah, S. (2006). Sistem Informasi Surveilans sebagai Pendukung


Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (KLB) di Dinas Kesehatan Kota
Semarang, 1–226. Retrieved from http://eprints.undip.ac.id/18184/

Anda mungkin juga menyukai