Anda di halaman 1dari 13

Nama : Febriyani Sholikhati Umun

NIM : P1337420419044
Kelas : 3B
Absen : 20
Mata kuliah : Keperawatan Kritis

1. EFUSI PLEURA
Efusi pleura adalah penumpukan cairan di rongga pleura, yaitu rongga di antara lapisan pleura
yang membungkus paru-paru dengan lapisan pleura yang menempel pada dinding dalam rongga
dada. Kondisi ini umumnya merupakan komplikasi dari penyakit lain.
Pada kondisi normal, terdapat sekitar 10 ml cairan di rongga pleura yang berfungsi sebagai
pelumas untuk membantu melancarkan pergerakan paru ketika bernapas. Namun, pada efusi
pleura, jumlah cairan tersebut berlebihan dan menumpuk. Hal ini bisa mengakibatkan
gangguan pernapasan.

Penyebab Efusi Pleura


Berdasarkan penyebabnya, efusi pleura dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:

Efusi pleura transudatif


Efusi pleura ini terjadi akibat peningkatan tekanan di pembuluh darah atau rendahnya kadar
protein di dalam darah, sehingga cairan merembes ke pleura. Sejumlah penyakit yang sering
menjadi penyebab kondisi ini adalah:
 Gagal jantung kongestif
 Sirosis hati
 Keganasan atau kanker
 Emboli paru
 Hipoalbuminemia
 Gangguan ginjal, seperti sindrom nefrotik

Efusi pleura eksudatif


Efusi pleura ini terjadi akibat peradangan, cedera paru, tumor, gangguan aliran pada
pembuluh getah bening. Sejumlah penyakit yang sering menjadi penyebab kondisi ini adalah:
 Kanker, umumnya kanker paru dan kanker payudara
 Emboli paru
 Infeksi pada paru, seperti tuberkulosis dan pneumonia
 Cedera pada dinding dada, yang menyebabkan perdarahan atau chylothorax
 Penyakit autoimun, seperti lupus atau rheumatoid arthritis
Selain beberapa penyakit di atas, efusi pleura juga dapat terjadi akibat beberapa kondisi lain,
seperti mengonsumsi obat-obatan tertentu, termasuk obat kemoterapi, operasi pada bagian
perut atau dada, dan menjalani terapi radiasi.
Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risisko seseorang mengalami efusi pleura,
yaitu:
 Mengalami hipertensi (tekanan darah tinggi)
 Memiliki kebiasaan merokok
 Sering mengonsumsi minuman beralkohol
 Sering terkena paparan debu asbes

Gejala Efusi Pleura


Sejumlah gejala yang dapat terjadi akibat efusi pleura adalah:
 Sesak napas
 Nyeri dada, terutama saat menarik dan membuang napas dalam-dalam (dikenal
dengan nyeri pleuritik)
 Batuk kering
Gejala-gejala di atas biasanya terasa jika penumpukan cairan yang terjadi pada efusi pleura
sudah parah. Pada efusi pleura ringan, penderita bisa tidak merasakan gejala apa pun.

Diagnosis Efusi Pleura


Untuk mendiagnosis efusi pleura, dokter akan menanyakan keluhan dan gejala yang dialami
pasien, serta riwayat kesehatan pasien. Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik
pada dada yang meliputi inspeksi (pengamatan), palpasi (perabaan), perkusi (ketukan), dan
auskultasi menggunakan stetoskop.
Dalam pemeriksaan ini, dokter akan mencari beberapa tanda efusi pleura, yaitu:
 Pergerakan dinding dada yang tampak tidak seimbang antara sisi kiri dan kanan, serta
pasien terlihat sesak
 Getaran (taktil fremitus) yang terasa lebih lemah pada bagian dada yang terisi cairan
 Bunyi ketukan (perkusi) yang lebih berat atau rendah akibat penumpukan cairan pada
dinding dada
 Suara napas yang melemah pada bagian yang terisi cairan
Untuk memastikan diagnosis efusi pleura, dokter akan melakukan sejumlah pemeriksaan
penunjang berikut:
 Pemindaian dengan Rontgen atau CT scan dada, untuk melihat adanya penumpukan
cairan di paru-paru
 Thoracentesis atau throcacocentesis, yaitu prosedur pengambilan cairan dari rongga
dada dengan jarum untuk mengurangi cairan yang menumpuk sekaligus untuk
mengambil sampel cairan yang akan dianalisis di laboratorium
 Tes darah, untuk melihat tanda-tanda infeksi dan memeriksa fungsi ginjal serta fungsi
hati
 Biopsi paru, untuk mendeteksi adanya sel atau jaringan yang tidak normal pada paru
 Ekokardiografi, untuk memeriksa kondisi jantung dan mendeteksi adanya gangguan
pada jantung
 Bronkoskopi, untuk memeriksa adanya gangguan di saluran pernapasan

Pengobatan Efusi Pleura


Pengobatan efusi pleura bertujuan untuk mengeluarkan cairan dari rongga pleura, mencegah
berulangnya penumpukan cairan, dan mengatasi penyakit yang mendasari terjadinya efusi
pleura. Metode pengobatan yang bisa dilakukan adalah:

1. Thoracentesis
Thoracentesis adalah prosedur medis untuk mengambil cairan berlebih pada pleura melalui
jarum yang yang dimasukkan ke rongga dada. Prosedur ini umumnya dilakukan bila
penumpukan cairan di paru-paru cukup banyak dan menyebabkan pasien kesulitan bernapas
dan nyeri dada.

2. Chest tube
Chest tube adalah prosedur pemasangan selang khusus (kateter) pada rongga pleura melalui
sayatan kecil di dada. Selang ini dihubungkan dengan sebuah mesin untuk mengeluarkan
cairan dari pleura. Durasi pengeluaran cairan bisa berlangsung selama beberapa hari sehingga
pasien perlu dirawat di rumah sakit.

3. Pleural drain
Prosedur ini mirip dengan chest tube, namun kateter dipasang dalam jangka panjang. Pasien
bisa secara mandiri mengeluarkan cairan dari pleura. Prosedur ini umumnya dipilih bila efusi
pleura terus terjadi.

4. Pleurodesis
Pleurodesis adalah prosedur penyuntikan zat pemicu peradangan,
seperti talc atau doxycycline, ke rongga pleura. Prosedur ini umumnya dilakukan setelah
cairan di dalam rongga pleura dikeluarkan dan biasanya dipilih bila efusi pleura sering
kambuh.

5. Operasi atau pembedahan


Operasi dipilih bila teknik pengeluaran cairan dari rongga paru yang lain tidak efektif.
Operasi dilakukan dengan mengangkat jaringan pada rongga dada yang diduga menyebabkan
efusi pleura. Ada dua jenis Tindakan operasi yang bisa dilakukan, yaitu torakoskopi atau
torakotomi.

6. Menangani penyebab efusi pleura


Efusi pleura umumnya disebabkan oleh penyakit lain. Oleh karena itu, penanganan terhadap
penyebab yang mendasari dilakukan untuk mengatasi efusi pleura. Beberapa contoh
penanganan yang akan dilakuka adalah:
 Pemberian diuretik dan obat-obatan untuk penyakit jantung, bila efusi pleura
disebabkan oleh gagal jantung
 Pemberian antibiotik, bila efusi pleura disebabkan oleh penyakit infeksi
 Kemoterapi dan terapi radiasi, bila efusi pleura disebabkan oleh kanker

Komplikasi Efusi Pleura


Jika tidak segera ditangani, efusi pleura bisa menyebabkan beberapa komplikasi berikut ini:
 Atelektasis, yaitu kerusakan pada paru akibat alveolus tidak terisi udara
 Empiema, yaitu kumpulan nanah di rongga pleura
 Pneumothorax, yaitu penumpukan udara pada rongga pleura
 Penebalan pleura dan munculnya jaringan parut di lapisan paru-paru

Pencegahan Efusi Pleura


Tidak ada pencegahan khusus untuk efusi pleura. Namun, ada beberapa hal yang bisa
dilakukan untuk menurunkan risiko terjadinya gangguan pada paru dan menjaga kesehatan
paru, yaitu:
 Membatasi konsumsi alkohol
 Menghentikan kebiasaan merokok
 Menggunakan APD (alat pelindung diri) sesuai standar, bila Anda bekerja dengan
bahan atau zat yang berpotensi bahaya, seperti asbes
 Melakukan pemeriksaan secara berkala ke dokter, bila Anda memiliki penyakit atau
kondisi tertentu, seperti penyakit jantung dan penyakit autoimun
2. PNEUMOTHORAX
Pneumothorax adalah sebuah kondisi di mana terdapat udara yang mengalir di rongga antara
paru-paru dan dinding dada.

Normalnya, paru-paru yang sehat seharusnya menempel di dinding dada. Ketika udara masuk
ke dalam rongga antara paru dan dinding dada, tekanan udara tersebut menyebabkan posisi
paru-paru turun.

Terkadang, seluruh bagian paru akan menurun. Namun, hanya sebagian paru saja yang
terdampak. Kondisi ini juga dapat menimbulkan tekanan pada jantung, sehingga gejala-gejala
lain dapat terjadi.

Terdapat tiga tipe pneumotoraks, yakni jenis primer, sekunder, serta traumatik. Ketiganya
memiliki penyebab serta tingkat keparahan yang berbeda

Terdapat pula gejala lain seperti:


 rasa nyeri yang menusuk saat menarik napas
 sensasi dada tertekan yang semakin memburuk
 bibir atau kulit membiru
 detak jantung semakin cepat
 napas memendek
 penurunan kesadaran, pingsan, bahkan koma
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, jika dibagi berdasarkan penyebabnya,
pneumotoraks terdiri dari 3 jenis. Berikut penjelasannya:

Pneumotoraks primer
Pneumotoraks primer, atau disebut dengan idiopatik, terjadi pada orang-orang yang tidak
pernah memiliki riwayat penyakit paru-paru. Maka itu, penyebab pneumotoraks jenis ini
tidak diketahui secara pasti.

Namun, sebuah artikel dari jurnal Thorax menunjukkan bahwa merokok adalah salah satu
kebiasaan yang mungkin menjadi penyebab terbesar pneumotoraks primer. Dalam artikel
tersebut, orang-orang yang merokok memiliki peluang 9 hingga 22 kali lebih besar untuk
menderita kondisi ini.
Pneumotoraks sekunder
Penyebab dari pneumotoraks sekunder adalah penyakit yang sudah ada sebelumnya, terutama
penyakit paru-paru. Umumnya, jenis sekunder menimbulkan gejala yang lebih serius, serta
memiliki tingkat keparahan yang lebih fatal.

Beberapa penyakit paru yang menjadi penyebab pneumotoraks jenis sekunder adalah:

 penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)


 fibrosis kistik
 asma
 infeksi paru, sepeti tuberkulosis (TBC) serta pneumonia jenis tertentu
 sarkoidosis
 endometriosis toraks
 fibrosis paru
 tumor atau kanker paru
Selain itu, terdapat beberapa jenis kelainan jaringan penghubung dalam tubuh yang
berpotensi menyebabkan kondisi ini, seperti:

 rheumatoid arthritis
 sklerosis sitemik
 sindrom Marfan
Pneumotoraks traumatik
Sesuai dengan namanya, kondisi ini disebabkan oleh adanya trauma atau cedera akibat
kecelakaan yang mengenai dada. Salah satu penyebab paling umum adalah kerusakan atau
patah tulang rusuk akibat kecelakaan olahraga, kendaraan, ledakan, atau tusukan benda tajam.

Selain itu, beberapa prosedur medis juga berpotensi menyebabkan pneumothorax traumatik.
Memasukkan kateter ke dalam pembuluh darah pada paru, atau pengambilan sampel jaringan
paru.

Beberapa faktor risiko di bawah ini dapat memengaruhi kemungkinan Anda terkena
pneumothorax, yakni:

 Jenis kelamin, pria memiliki risiko yang lebih tinggi daripada wanita
 Merokok
 Genetik, beberapa jenis pneumothorax bisa jadi merupakan penyakit yang diturunkan
 Pernah mengalami gangguan atau penyakit pada paru-paru
 Ventilasi mekanis, apabila Anda menggunakan alat bantu pernapasan, maka risiko
terkena pneumotoraks meningkat
 Pernah mengalami pneumotoraks sebelumnya

Pengobatan Pneumothorax
Pengobatan pneumothorax bertujuan untuk mengurangi tekanan di paru-paru agar paru-paru
bisa mengembang dengan baik dan untuk mencegah kambuhnya penyakit ini. Metode
penanganan yang akan dipilih dokter tergantung pada tingkat keparahan dan kondisi pasien.
Berikut ini adalah beberapa metode penanganan yang dapat digunakan untuk menangani
pneumothorax:
1. Observasi
Jika hanya sebagian kecil paru-paru pasien yang kolaps dan tidak ada gangguan pernapasan
berat, dokter mungkin hanya akan memantau kondisi pasien.
Pemantauan dilakukan dengan menjalankan foto Rontgen secara berkala sampai paru-paru
pasien bisa mengembang kembali. Dokter juga akan memberikan oksigen jika pasien sulit
bernapas atau kadar oksigen di dalam tubuhnya menurun.
Selama masa pemantauan, dokter akan meminta pasien tidak melakukan aktivitas berat atau
bepergian menggunakan pesawat terbang sampai paru-paru pulih.
2. Aspirasi jarum atau pemasangan selang dada
Jika sebagian besar paru-paru sudah kolaps, dokter harus mengeluarkan kumpulan udara di
rongga pleura. Untuk melakukannya, dokter dapat menggunakan metode-metode berikut ini:
 Aspirasi jarum, yaitu dengan menusukkan jarum ke dalam dada pasien
 Pemasangan selang dada, yaitu dengan memasukkan selang melalui sayatan di sela-
sela tulang dada, sehingga udara bisa keluar melalui selang ini
3. Tindakan nonbedah
Jika paru-paru masih belum mengembang setelah ditangani dengan prosedur di atas, dokter
akan melakukan tindakan nonbedah, seperti:
 Mengiritasi pleura agar pleura melekat ke dinding dada, sehingga udara tidak bisa
masuk lagi ke rongga pleura
 Mengambil darah dari lengan pasien dan memasukkannya ke selang dada untuk
menyumbat kebocoran udara
 Memasang katup satu arah di saluran napas melalui selang kecil (bronkoskop) yang
dimasukkan melalui tenggorokan, sehingga paru-paru dapat mengembang dengan
baik dan tidak ada lagi udara yang bocor ke rongga pleura
4. Tindakan bedah
Bedah dilakukan jika metode penanganan lain tidak efektif atau pneumothorax kembali
kambuh. Operasi dilakukan untuk memperbaiki bagian paru-paru yang bocor.
Pada kasus yang parah, dokter akan melakukan lobektomi, yaitu pengangkatan bagian (lobus)
paru-paru yang kolaps.

Komplikasi Pneumothorax
Pneumothorax yang berat merupakan kondisi berbahaya. Jika dibiarkan, penderita bisa
mengalami komplikasi berupa:
 Edema paru, yaitu terkumpulnya cairan di kantong paru-paru
 Pneumomediastinum, yaitu terkumpulnya udara di tengah-tengah dada
 Empiema, yaitu terkumpulnya nanah di rongga pleura
 Hemopneumothorax, yaitu terkumpulnya udara dan darah di rongga pleura
 Pneumopericardium, yaitu terkumpulnya udara di antara lapisan jantung
 Hipoksemia, yaitu kekurangan oksigen di dalam darah akibat gagal napas
 Henti jantung
 Emfisema subkutis

Pencegahan Pneumothorax
Belum diketahui bagaimana cara mencegah pneumothorax. Namun, bila Anda memiliki
riwayat pneumothorax, ikutilah anjuran di bawah ini untuk mencegah kambuhnya kondisi ini:
 Hentikan kebiasaan merokok.
 Periksakan kondisi Anda ke dokter secara berkala.
 Hentikan kegiatan fisik yang berat untuk paru-paru, seperti menyelam
3. HEMATOTHORAX

Hemothorax adalah kondisi adanya darah pada cavum pleura. Hemothorax sering dikaitkan
dengan trauma tembus thoraks atau trauma tumpul yang disertai cedera skeletal. Penyebab
lain yang lebih jarang misalnya penyakit pada pleura, induksi iatrogenik, atau hemothorax
spontan.

Diagnosis dari hemothorax harus dicurigai pada seluruh pasien yang datang ke IGD dengan
trauma torakoabdominal tajam dan tumpul. Jika ada kemungkinan hemothorax yang tinggi
atau mengancam nyawa, dokter boleh melakukan intervensi terlebih dulu sebelum melakukan
pemeriksaan penunjang. Untuk evaluasi awal, pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
adalah foto polos thorax. 

4. SNORING / NGOROK

Mendengkur atau ngorok adalah kondisi ketika seseorang mengeluarkan suara kasar ketika
tidur. Kondisi ini merupakan dampak dari terhalang atau menyempitnya saluran pernapasan.
Mendengkur dapat dialami oleh setiap orang, dan biasanya tidak perlu dikhawatirkan.
Namun, kondisi ini juga dapat menjadi tanda adanya masalah kesehatan lain, termasuk sleep
apnea. Dianjurkan untuk menemui dokter jika Anda sering ngorok dan disertai dengan:
 Terbangun akibat tersedak atau dengan terengah-engah.
 Kepala atau tenggorokan terasa sakit setiap bangun tidur.
 Merasa sangat mengantuk di siang hari, sehingga sulit berkonsentrasi.
 Tekanan darah tinggi.
 Gelisah.
 Muncul rasa nyeri pada dada.
Terhalangnya saluran pernapasan dapat disebabkan oleh melemahnya otot tenggorokan,
umumnya akibat penuaan. Selain itu, dapat juga disebabkan oleh suatu kondisi medis, seperti:
 Sleep apnea.
 Hidung atau saluran napas tersumbat, karena alergi atau sinusitis.
 Tulang hidung bengkok.
 Pembengkakan amandel atau kelenjar adenoid.
 Penyakit gondok.
 Kelainan bentuk wajah.
 Kelebihan berat badan. Orang dengan berat badan berlebih cenderung memiliki
jaringan tenggorokan yang tebal, sehingga menghalangi saluran pernapasan.

Diagnosis Mendengkur
Umumnya seseorang tidak menyadari bahwa dirinya mendengkur, sampai diberitahu oleh
pasangan yang tidur satu ranjang atau keluarga yang satu rumah dengannya. Mendengkur
dapat menjadi tanda adanya masalah kesehatan, terutama jika disertai:
 Sulit bangun tidur di pagi hari.
 Merasa kurang tidur.
 Mengantuk di siang hari.
 Tertidur saat beraktivitas, misalnya saat rapat atau bahkan saat berkendara.

Pengobatan Mendengkur
Cara menghilangkan ngorok akan disesuaikan dengan penyebabnya. Sebagai contoh, jika
ngorok atau mendengkur disebabkan oleh alergi, maka penanganannya adalah dengan obat
antialergi.
Langkah awal yang umumnya dianjurkan dokter untuk mengatasi ngorok adalah mengubah
gaya hidup. Beberapa hal yang perlu dilakukan, yakni:
 Mengurangi berat badan.
 Menghindari konsumsi alkohol, terutama menjelang tidur.
 Berhenti merokok.
 Tidur dengan cukup.
 Membiasakan diri untuk tidak mengonsumsi makanan berat ketika akan tidur.
 Tidur dengan posisi menyamping.
Beberapa penanganan nonoperasi, yakni:
 Penggunaan mesin continuous positive airway pressure (CPAP)
Masker dari mesin CPAP akan dipasangkan ke mulut dan hidung pasien sebelum
tidur. Mesin ini berfungsi mengalirkan udara yang dapat menjaga saluran pernapasan
tetap terbuka, sehingga pasien dapat bernapas lebih baik saat tidur.
 Pemberian obat tetes atau spray hidung
Obat-obatan ini diberikan untuk mengatasi peradangan akibat alergi.
 Pemasangan alat khusus pada mulut
Dilakukan atas anjuran dan pengawasan dokter gigi. Alat ini berfungsi untuk menahan
rahang, lidah, dan mulut bagian bawah agar lebih maju, sehingga saluran pernapasan
tetap terbuka.
Beberapa jenis operasi untuk menangani penyebab mendengkur, yakni:
 Tonsilektomi, dilakukan ketika mendengkur disebabkan oleh gangguan pada
amandel (tonsil). Operasi ini bertujuan untuk memotong dan membuang amandel.
 Uvulopalatopharyngoplasty (UPPP), untuk mengencangkan tenggorokan dan langit-
langit mulut. Prosedur ini digunakan untuk mengatasi sleep apnea.
 Laser-assisted uvula palatoplasty (LAUP), yaitu tindakan dengan sinar laser untuk
memperbaiki sumbatan saluran pernapasan.
 Somnoplasty, untuk menyusutkan jaringan berlebih pada lidah atau langit-langit,
menggunakan energi gelombang radio.

Pencegahan Mendengkur
Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah sekaligus mengurangi
mendengkur, yakni:
 Mengurangi berat badan jika memiliki berat badan berlebih.
 Tidur miring.
 Tidur dengan posisi kepala sedikit lebih tinggi.
 Tidak mengonsumsi alkohol, terutama sebelum tidur.
 Menghindari asap rokok.
 Tidur dengan cukup.

Komplikasi Mendengkur
Mendengkur atau ngorok sering kali membuat orang lain terganggu. Meski umum terjadi,
mendengkur dapat menimbulkan dampak yang serius, terutama jika disebabkan oleh sleep
apnea.
Beberapa komplikasinya, meliputi:
 Peningkatan risiko terjadinya tekanan darah tinggi, serangan jantung, dan stroke.
 Depresi berat yang memicu gangguan mental.
 Penurunan kepuasan seksual.
 Sulit konsentrasi.
 Sering marah dan frustasi.
5. PAPIL EDEMA
Papiledema adalah pembengkakan yang terjadi pada saraf optik mata. Kondisi ini sering kali
menjadi tanda adanya suatu penyakit serius yang perlu penanganan segera.
Papiledema umumnya menimbulkan gangguan penglihatan. Tidak jarang, muncul juga gejala
tambahan berupa sakit kepala dan mual. Papiledema merupakan kondisi yang tidak boleh
dianggap remeh, karena bisa menandakan adanya suatu penyakit serius, seperti meningitis
atau tumor otak.

Kenali Gejala Papiledema


Gangguan penglihatan yang disebabkan oleh papiledema dapat berupa penglihatan menjadi
kabur, berbayang, atau bahkan kebutaan di salah satu atau kedua mata. Lama berlangsungnya
gangguan tersebut berbeda-beda, bisa hanya berlangsung beberapa detik atau beberapa menit,
namun bisa juga terjadi secara permanen.
Selain gangguan penglihatan, pembengkakan saraf optik mata juga dapat menimbulkan gejala
tambahan berikut ini:
 Nyeri di salah satu atau kedua mata
 Sakit kepala
 Mual dan muntah
 Lebih sensitif terhadap cahaya (silau)
 Gangguan penglihatan menjadi lebih berat saat batuk atau mengejan
 Sangat mengantuk atau sangat lelah
 Muncul dengung atau suara bising di telinga tanpa sumber suara yang jelas
Jika Anda merasakan gejala-gejala di atas, segeralah periksakan diri ke dokter mata untuk
mendapatkan pemeriksaan dan penanganan.

Apa Saja Penyebab Papiledema?
Papiledema disebabkan oleh adanya peningkatan tekanan di dalam kepala. Tekanan di dalam
kepala bisa meningkat karena beberapa hal, di antaranya:
 Penumpukan cairan serebrospinal di otak (hidrosefalus)
 Penumpukan nanah di otak (abses otak)
 Pembengkakan otak
 Paradangan pada selaput pelindung otak (meningitis)
 Peradangan otak (ensefalitis)
 Cedera kepala berat
 Perdarahan di otak
 Tekanan darah tinggi
 Tumor otak
Namun, terkadang papiledema juga bisa muncul tanpa adanya penyakit tertentu maupun
penyebab yang jelas.
Mengingat banyaknya kemungkinan penyebab papiledema serta risikonya, maka kondisi ini
perlu mendapatkan pemeriksaan yang lengkap dari dokter. Dokter akan melakukan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan pada mata (oftalmoskopi). Pemeriksaan penunjang,
seperti CT-scan atau MRI kepala dan analisa cairan otak, juga mungkin diperlukan.

Cara Mengobati Papiledema


Pengobatan untuk papiledema akan diberikan sesuai kondisi penyebabnya. Jika penyebab
papiledema tidak diketahui dengan pasti, dokter mungkin akan menyarankan penyedotan
sebagian cairan otak melalui tindakan pungsi lumbal, dan memberikan obat-obatan untuk
mengurangi pembengkakan pada saraf optik mata.
Untuk papiledema yang disebabkan oleh tumor otak, dokter akan melakukan operasi
pengangkatan tumor atau kemoterapi. Jika papiledema terjadi karena infeksi bakteri di otak,
dokter akan memberikan antibiotik.
6. TIK
Tekanan intrakranial adalah nilai tekanan di dalam rongga kepala. Tekanan ini dapat
menunjukkan kondisi jaringan otak, cairan otak atau cairan serebrospinal, dan pembuluh
darah otak. Pada kondisi tertentu, tekanan intrakranial dapat meningkat dan menyebabkan
gejala tertentu yang perlu diwaspadai.
Tekanan intrakranial yang meningkat dan tidak segera diobati dapat menimbulkan kondisi
serius yang dapat mengancam jiwa. Peningkatan tekanan intrakranial tidak hanya dapat
terjadi pada orang dewasa, tetapi juga pada bayi dan anak-anak.

Penyebab Peningkatan Tekanan Intrakranial


Penyebab paling umum seseorang mengalami peningkatan tekanan intrakranial adalah cedera
kepala, misalnya akibat pukulan atau hantaman keras di kepala.
Pada bayi atau anak-anak, kondisi ini sering kali terjadi akibat cedera kepala ketika mereka
terjatuh dari tempat tidur, kecelakaan, atau karena tindak kekerasan pada anak. Selain itu,
salah satu penyebab umum terjadinya peningkatan tekanan intrakranial pada anak adalah
kelainan bawaan lahir, misalnya hidrosefalus kongenital.
Peningkatan tekanan intrakranial juga bisa disebabkan oleh peningkatan tekanan pada cairan
serebrospinal, yaitu cairan yang mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang. Peningkatan
tekanan intrakranial juga dapat terjadi karena jaringan otak membengkak akibat luka atau
penyakit.
Kondisi atau penyakit yang dapat menjadi penyebab peningkatan tekanan intrakranial, di
antaranya:
 Infeksi otak, misalnya meningitis dan abses otak
 Stroke
 Tumor atau kanker pada otak
 Aneurisma otak
 Hidrosefalus
 Hipoksemia atau berkurangnya kadar oksigen dalam darah
 Status epilektikus pada penderita epilepsi
 Perdarahan otak karena tekanan darah yang terlalu tinggi
 Pembengkakan atau edema otak

Mengenali Gejala yang Timbul


Peningkatan tekanan darah intrakranial dapat dikenali dari gejala-gejala sebagai berikut:
 Sakit kepala
 Mual dan muntah
 Penglihatan ganda
 Tekanan darah meningkat
 Merasa bingung, linglung, gelisah atau timbul perubahan perilaku
Kondisi ini juga dapat menilmbulkan gejala yang lebih berat, termasuk pupil mata tidak
memberi respons pada perubahan cahaya, napas cepat atau sesak, kejang, serta hilang
kesadaran atau koma.
Dalam mendiagnosis peningkatan tekanan intrakranial, biasanya dokter akan melakukan
penelusuran riwayat medis dan pemeriksaan fisik pada pasien, termasuk pemeriksaan saraf
dan status mental atau kondisi kejiwaan.
Selain itu ,dokter juga dapat melakukan pemeriksaan penunjang, seperti CT
scan dan MRI, untuk menentukan penyebab peningkatan tekanan intrakranial.
Pada kasus tertentu, dokter dapat melakukan pemeriksaan cairan otak melalui
tindakan pungsi lumbal. Namun, tindakan ini harus dilakukan sesuai indikasi, karena dapat
berpengaruh pada kondisi otak dan tekanan intrakranial.

Cara Mengatasi Tekanan Intrakranial yang Meningkat


Tindakan ini dilakukan oleh dokter bedah saraf dan sering dilakukan pada penderita
hidrosefalus. Selain itu, dokter juga dapat melakukan beberapa langkah penanganan untuk
mengatasi peningkatan tekanan intrakranial, seperti:

Perawatan di rumah sakit


Perawatan di rumah sakit bertujuan untuk mempermudah dilakukannya pemasangan alat
bantu pernapasan dan bantuan medis lain guna membantu fungsi organ yang terganggu akibat
peningkatan tekanan intrakranial.

Pemberian obat-obatan
Obat-obatan digunakan untuk mengurangi pembengkakan jaringan otak dan meredakan
gejala yang muncul akibat peningkatan tekanan intrakranial.
Jenis obat-obatan yang umumnya diberikan dokter antara lain antibiotik, kortikosteroid, obat
antihipertensi, diuretik, atau obat cairan. Untuk mengurangi pembengkakan otak, dokter
biasanya akan memberikan obat manitol.
Operasi
Tindakan operasi dilakukan dengan membuka sebagian tulang tengkorak. Tindakan ini
umumnya dilakukan dalam keadaan darurat untuk mencegah kerusakan jaringan otak lebih
lanjut.
Peningkatan tekanan intrakranial dapat terjadi tanpa terduga. Oleh karena itu, Anda perlu
waspada jika terdapat gejala-gejala peningkatan tekanan intrakranial akibat cedera kepala
atau penyebab lainnya.

Anda mungkin juga menyukai