Anda di halaman 1dari 13

SKYDRUGZ

Syukri La Ranti's Book. For General Convenience, Never Use This Blog as Scientific Reference.

Jumat, 03 Agustus 2012

Refarat Farmakologi Digitalis dan Zat-zat yang Sejenisnya

Digitalis dan Obat-obat yang Efek Kerjanya Seperti Digitalis

Digitalis merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan berbagai jenis glikosida jantung
yang dapat ditemukan pada banyak tanaman, seperti pada tanaman foxglove. Digoxin, digitoxin, dan
oubain merupakan contoh zat yang secara klinis berguna sebagai glikosida jantung. Namun ada juga
beberapa jenis obat-obatan non-glikosida dan non-katekolamin yang memiliki sifat seperti glikosida
jantung. Beberapa zat tersebut antara lain inhibitor phosphodiesterase (PDE) III, kalsium, dan
glukagon.

Kegunaan Klinis

Glikosida jantung sering sekali digunakan selama periode perioperatif guna mengatasi takidisaritmia
supraventrikuler (takikardia atrial paroksismal, fibrilasi atrial, flutter atrial) yang berhubungan erat
dengan laju respon ventrikuler yang cepat. Glikosida jantung dapat memperlambat konduksi impuls
jantung melalui nodus atrioventrikuler. Glikosida jantung jarang digunakan untuk mengatasi
penurunan kontraktilitas ventrikel kiri karena ada beberapa jenis obat lain yang toksisitasnya lebih
rendah serta jauh lebih poten bila dibandingkan dengan glikosida jantung. Sebagai contoh, pasien
yang diterapi dengan menggunakan digoxin, memiliki penurunan resiko kematian yang diakibatkan
oleh gagal jantung, namun pasien-pasien tersebut justru menjadi lebih beresiko mengalami kematian
tiba-tiba akibat disritmia jantung (hal serupa juga ditemukan pada pasien-pasien yang diberikan obat-
obatan inotropik positif). Berdasarkan hasil pengamatan tersebut, maka glikosida jantung hanya
dapat dipilih guna mengatasi gejala-gejala yang tetap bertahan meskipun telah diberikan obat-
obatan (antagonis β-adrenergik, inhibitor angiotensin-converting enzym) yang berfungsi untuk
menurunkan tingkat mortalitas secara umum. Meskipun beigut, glikosida jantung hingga saat ini
masih memegang peranan terapeutik dalam penatalaksanaan gagal jantung kongestif. Preparat
digitalis mungkin tidak terlalu berperan dalam mengatasi gagal jantung high-output, seperti pada
penyakit jantung yang disebabkan oleh hipertiroidisme atau defisiensi thiamine. Sebelum
memberikan glikosida jantung untuk mengatsi disritmia supraventrikuler, maka kita harus bisa
mengkonfirmasi bahwa disritmia jantung yang dialami oleh pasien bukan berasal dari keracunan
digitalis.

Pemberian propranolol atau esmolol intravena yang dikombinasikan dengan digoxin dapat
memberikan efek pengendalian takidisaritmia supraventrikuler secara cepat serta dapat menurunkan
resiko timbulnya toksisitas yang bisa saja timbul apabila masing-masing obat tersebut diberikan
dalam dosis tunggal. Kardioversi direct current pada pasien yang mendapat digitalis bisa saja
menimbulkan bahaya pada pasien karena hal tersebut dapat semakin meningkatkan resiko disaritmia
jantung, termasuk fibrilasi ventrikuler. Pada sekitar 30% pasien yang menderita sindrom Wolff-
Parkinson-White, digitalis dapat menurunkan refrakter hantaran pada jaras aksesorius hingga bisa
menyebabkan timbulnya impuls atrial yang cepat, yang dapat berujung pada fibrilasi ventrikel.
Digitalis dapat memberikan efek berbahaya apabila diberikan pada pasien yang mengalami stenosis
subarotik hiptertofi karena peningkatan kontraktilitas miokardial yang dapat mengintesifkan
resistensi terhadap ejeksi ventrikuler.

Hubungan antara Struktur dan Aktivitas

Struktur kimia glikosida jantung adalah berupa inti steroid cyclopentenophenanthrene yang terdiri
atas glycone dan aglycone. Dengan struktur seperti itu, glikosida jantung secara kimia menyerupai
asam empedu dan hormon seks. Struktur glycone pada glikosida jantung merupakan molekul gula –
biasanya glukosa, namun terkadang bisa berupa gula kompleks seperti digitoxe. Glycone seca
farmakologis tidak aktif namun struktur ini sangat penting guna memastikan proses fiksasi glikosida
jantung ke otot jantung. Sedangkan struktur aglycone merupakan bagian dari glikosida jantung yang
memiliki aktivitas farmakologis, yang dikenal juga sebagai efek digitalis.

Mekanisme Kerja

Mekanisme kompleks dari efek inotropik positif glikosida jantung terdiri atas efek langsung glikosida
jantung terhadap jantung dengan cara merubah pola kelistrikan dan aktivitas mekanik jantung, serta
efek tidak langsung yang dibangkitkan oleh perubahan refleks aktivitas sistem sara otonom.

Efek Langsung

Glikosida jantung secara selektif dan reversibel dapat menghambat sistem transpor sodium-
potassium adenosine triphosphate (ATP) (pompa natrium) yang terletak pada sarkolema membran
sel jantung. Glikosida jantung yang terikat pada subnuit alpha di permukaan ekstraseluler enzim
ATPase, akan menginduksi perubahan konformasional yang dapat mengganggu transpor aliran keluar
ion natrium dari membran sel jantung. Hal ini menyebabkan peningkatan konsentrasi ion natrium di
dalam sel jantung sehingga mengakibatkan penurunan proses pengeluaran (extrusion) ion kalsium
oleh mekanisme pompa natrium. Banyak yang beranggapan bahwa peningkatan konsentrasi kalsium
merupakan faktor yang membuat glikosida jantung dapat menimbulkan efek inotropik positif. Secara
konseptual, peningkatan ion kalsium akan menyebabkan protein kontraktil mampu menghasilkan
tenaga yang lebih besar dalam melakukan kontraksi miokardial. Efek inotropik positif yang
ditimbulkan oleh glikosida jantung biasanya tidak mengubah denyut jantung, namun glikosida
jantung dapat menurunkan preload ventrikel kiri, serta afterload, tegangan dinding dan konsumsi
oksigen pada jantung yang mengalami kegagalan.

Kebanyakan efek glikosida jantung pada potensial aksi jantung dapat dijelaskan dengan
menggunakan dasar inhibisi/penghambatan pada sistem transpor ion sodium-potassium ATPase.
Sistem transpor ion ini sangat esensial dalam mempertahankan gradien normal ion natrium dan
kalium dalam proses depolarisasi dan eksitasi membran sel jantung. Sebagai contoh, glikosida
jantung dapat menurunkan potensial istirahat transmembran, sehingga hal ini meningkatkan
otomatisasi (eksitabilitas) sel jantung akibat perubahan gradien ion kalium. Otomatisasi akan
mengalami peningkatan akibat diinduksi oleh obat, terutama pada fase 4 depolarisasi. Hambatan
pada transpor aliran keluar ion natrium dapat menurunkan fase 0 potensial aksi jantung. Penurunan
durasi potensial aksi akan mengakibatkan pemendekan durasi fase 2. Digitalis yang berlebihan dapat
menginduksi peningkatan konsentrasi ion kalsium intraseluler sehingga akan menurunkan
penyebaran aliran eksitasi dari satu sel miokardial ke sel laiinya, dan manifestasi dari proses ini
adalah gangguan konduksi impuls jantung.

Perubahan Aktivitas Sistem Saraf Otonom

Efek glikosida jantung pada sistem saraf otonom antara lain peningkatan aktivitias sistem saraf
parasimpatetik akibat sesitasi baroreseptro arterial (sinus karotis) serta aktivasi nuclei dan nodose
ganglion vagal pada sistem saraf pusat (SSP). Peningkatan aktivitas parasimpatetik yang diakibatkan
oleh konsentrasi terapeutik digitalis akan menurunkan aktivitas nodus sinoatrial dan memperpanjang
periode refrakter yang efektif, sehingga hal ini akan memperlama durasi kondusi impuls jantung
melalui nodus atrioventrikuler. Manifestasi efek ini adalah penurunan laju denyut jantung, terutama
pada pasien yang mengalami fibrilasi atrial. Selain itu, domininasi parasimpatetik yang relatif
terhadap sistem saraf simpatetik yang diakibatkan oleh efek digitalis, asngat konsisten dengan proses
supresi pacemaker jantung yang bersifat ektopik. Efek terapeutik digitalis yang secara tidak langsung
bekerja pada sistem konduksi ventrikuler ini, tidak terlalu signifikan jika dibandingkan dengan efek
digitalis terhadap nodus sinoatrial dan atrioventrikuler.

Farmakokinetika

Pemeriksaan konsentrasi plasma glikosida jantung telah meningkatkan pemahaman kita mengenai
farmakokinetika obat-obatan ini. Pada kondisi ekuilibrium, konsentrasi glikosida jantung pada
jantung adalah sekitar 15 hingga 30 kali lebih banyak dari konsentrasinya dalam plasma. Konsentrasi
glikosida jantung pada otot rangka adalah sekitar setengah dari konsentrasinya pada jantung.

Digoxin

Pada jam pertama setelah pemberian oral, digoxin dapat diserap sekitar 75% oleh tubuh, dan
konsentrasi puncaknya dalam plasma dapat tercapai dalam 1 hingga 2 jam. Pemberian digoxin secara
intramuskuler (IM) dapat menimbulkan rasa nyeri serta absorpsinya tidak bisa diperkirakan.
Konsentrasi plasma terapeutik digoxin dapat tercapai dengan cepat apabila kita memberikannya
secara intavena (sekitar 10 μg/kg selama 30 menit), dan efeknya dapat timbul dalam 5 hingga 30
menit. Setelah mencapai konsentrasi plasma terapeutik digoxin, baik itu melalui rute oral ataupun
intravena, maka proses maintenance dosis oral dapat disesuaikan berdasarkan respon individual
pasien, gambaran EKG, dan konsentrasi plasma digoxin. Dosis maintenance harus disesuaikan dengan
jumlah bersihan (clearance) obat dalam sehari.

Pembersihan digoxin dari plasma lebih banyak dilakukan oleh ginjal. Sekitar 35% obat ini,
dieksresikan tiap hari oleh ginjal. Pada pasien yang mengalami disfungsi ginjal, waktu paruh eliminasi
digoxin dapat mengalami penurunan yang sesuai dengan proporsi penurunan pembersihan
(clearance) creatinine. Sebagai contoh, waktu paruh eliminasi digoxin pada pasien dengan ginjal
normal adalah sekitar 31 hingga 33 jam , dan waktu paruh tersebut dapat memanjang hingga 4,4 hari
pada pasien yang mengalami gangguan fungsi ginjal. Adapun aturan praktis penggunaan digoxin
adalah kita harus menurunkan dosis digoxin hingga 50% dari dosis normal jika konsentrasi kreatinin
dalam serum mencapai 3 sampai 5 mg/dl dan kita harus menurunkan dosis digoxin hingga 75% jika
pasien telah mengalami gagal ginjal.
Tempat akumulasi digoxin yang inaktif adalah pada otot rangka. Penurunan massa otot, terutama
pada orang tua, akan menyebabkan peningkatan kadar digoxin dalam plasma serta miokardial.
Tempat akumulasi digoxin inaktif lainnya adalah pada jaringan lemak. Sekitar 25% digoxin berikatan
dengan protein. Terkadang, pasien bisa membentuk antibodi terhadap digoxin, sehingga hal tersebut
akan mencegah timbulnya efek terapeutik. Digoxin dimetabolisme secara minimal, beberapa pasien
dapat membentuk metabolit dihydrodigoxin yang inaktif.

Digitoxin

Absorpsi digitoxin setelah pemberian oral adalah sekitar 90 hingga 100%, hal tersebut menunjukkan
bahwa zat ini lebih larut dalam lemak jika dibandingkan dengan digoxin. Digitoxin secara aktif
dimetabolisme oleh enzim mikrosomal hati; dan salah satu metabolitnya adalah digoxin. Sekitar 10%
digoxin dapat ditemukan pada urin ketika obat ini digunakan. Waktu paruh eliminasi digitoxin dan
metabolitnya adalah sekitar 5 hingga 7 hari. Penyakit hati tidak mempengaruhi waktu paru eliminasi
digitoxin, hal ini menunjukkan bahwa hati memiliki kapasitas yang besar dalam degradasi metabolik
digitoxin. Gangguan fungsi ginjal juga tidak mempengaruhi konsentrasi plasma digitoxin. Lamanya
waktu paruh eliminasi digitoxin merupakan salah satu keuntungan, karena dengan begitu, kita dapat
mempertahankan konsentrasi terapeutik plasma meskipun pasien tidak memakan obat selama
beberapa hari.

Ouabain

Ouabain dapat diberikan dalam dosis 1,5 hingga 3 μg/kg IV guna menghasilkan peningkatan
kontraktilitas jantung secara cepat atau menurunkan denyut jantung pada fibrilasi atrial dengan
respon ventrikuler yang cepat. Namun sepertinya, penggunaan oubain tidak memiliki kelebihan yang
jauh lebih baik dari digoxin yang diberikan dalam dosis yang sama. Dosis total oubain intravena pada
orang dewasa tidak boleh lebih dari 1 mg/24 jam. Oubain dapat diekskresikan secara cepat melalui
urine, dan sekitar 50% obat yang tidak berubah strukturnya, akan kembali aktif dalam 8 jam. Preparat
digitalis dengan durasi kerja yang lebih lama harus disiapkan untuk menggantikan oubain ketika ada
indikasi untuk maintenance terapi. Oubain tidak efektif ketika diberikan secara oral, hal ini
menunjukkan bahwa struktur glikosida obat ini dapat hancur dalam traktus gastrointestinal.

Efek Kardiovaskuler

Prinsip efek kardiovaskuler akibat pemberian digitalis glikosida pada pasien dengan gagal jantung
adalah peningkatan kontraktilitas miokard yang tergantung pada dosis dimana efek tersebut menjadi
lebih bermakna dengan pemberian dosis rendah digitalis daripada pemberian dosis penuh. Efek
inotropik positif yang timbul berupa peningkatan volume sekuncup, penurunan ukuran jantung, dan
penurunan tekanan akhir diastole ventrikel kiri. Terbukti bahwa digitalis dapat meningkatkan volume
sekuncup dua kali lipat pada ventrikel kiri yang mengalami kegagalan fungsi dan dilatasi. Kurva
fungsi ventrikel (Kurva Frank-Starling) bergeser ke kiri (Gambar 13-4).Peningkatan perfusi ginjal
akibat peningkatan menyeluruh cardiac output menyebabkan terjadinya mobilisasi dan ekskresi dari
cairan edema, termasuk diuresis yang sering terjadi akibat pemberian digitalis pada pasien dengan
gagal jantung.Aktivitas sistem saraf simpatis yang berlebihan yang timbul sebagai respon kompensasi
kegagalan jantung, mengalami penurunan karena peningkatan sirkulasi akibat pemberian digitalis ini.
Penurunan resistensi vaskuler sistemik selanjutnya akan meningkatkan volume sekuncup venrtike
kiri.
Selain memberi efek inotropic poditif, pemberian digitalis juga meningkatkan aktivitas sistem saraf
parasimpatis menyebabkan perlambatan konduksi rangsang jantung melalui nodus atrioventrikular
(AV node) dan menurunkan denyut jantung.Besarnya efek dromotropik dan kronotropik negative ini
bergantung pada aktivitas sistem otonom sebelumnya. Peningkatan aktivitas sistem saraf
parasimpatis menurunkan kontraktilitas atrium, tetapi efek inotropik positif langsung dari digitalis
melebihi efek awal sistem saraf yang dipengaruhi oleh efek inotropik negatif ini pada ventrikel.

Digitalis juga meningkatkan kontraktilitas miokard bila tidak disertai gagal jantung. Namun demikian,
kecenderungan peningkatan cardiac output bisa didahului oleh penurunan denyut jantung dan efek
langsung vasokonstriksi akibat digitalis pada arteri, dan sebagian kecil pada otot polos vena, cardiac
outputumumya tidak mengalami perubahan atau bahkan menurun ketika diberikan digitalis pada
pasien tanpa gangguan jantung.

Efek Elektrokardiografik

Efek elektrofisiologi terhadap konsentrasi plasma terapeutik akibat pemberian digitalis pada
pemeriksaan EKG: a) pemanjangan interval PR karena perlambartan konduksi hantaran listrik jantung
dari AV node, b) pemendekan interval QT akibat repolarisasi ventrikel yang lebih cepat, c) depresi
segmen ST karena penurunan landau pada fase 3 depolarisasi aksi potensial jantung, dan d)
hilangnya gelombang T atau gelombang T terbalik. Interval PR jarang mengalami pemanjangan lebih
dari 0.25 detik dan efek perubahan pada interval QT tidak bergantung pada aktivitas sistem saraf
parasimpatis.Perubahan pada segmen ST dan gelombang T tidak berhubungan dengan konsentrasi
terapeutik plasma akibat digitalis.Selain itu, perubahan segmen ST dan gelombang T pada EKG
menunjukkan adanya iskemik miokard. Ketika digitalis dihentikan, perubahan pada EKG akan
menghilang dalam 20 hari.

Keracunan Digitalis

Digitalis memiliki cakupan dosis terapeutik yang sempit.Diperkirakan 20% pasien yang diterapi
dengan digitalis mengalami keracunan. Sebanyak 35% efek terapeutetik digitalis dapat menjadi dosis
yang berbahaya, dan disaritmia jantung umumnya terjadi pada 60% pemberian dosis berbahaya,
Hanya satu perbedaan diantara beragam peberian digitalis ketika terjadi keracunan, yakni durasi dari
efek yang timbul.

Adanya kesepakatan bersama bahwa efek toksisitas digitalis terjadi akibat inhibisi sistem transport
ion Na-K-ATPase yang menyebabkan akumulasi ion natrium intraseluler dan ion kalsium serta
penurunan ion kalium intraseluler. Diperkirakan bahwa peningkatan konsentrasi ion kalsium
intraseluler yang menyertai gejala keracunan digitalis yang menyebabkan terjadinya disaritmia
ektopik jantung.Penurunan pada fase 4 depolarisasi pada aksi potensial jantung merupakan
pengaruh kerja digitalis khususnya pada ventrikel.

Etiologi

Penyebab yang paling sering dari keracunan digitalis tanpa adanya disfungsi ginjal adalah pemberian
diuretic yang menyebabkan deplesi kalium.Selama anestesi berlangsung, hiperventilasi dapat
menurunkan konsentrasi serum kalium rata-rata 0.5 mEq/liter setiap penurunan PaCoO210 mmHg.
Hipokalemia dapat meningkatkan pengikatan miokard dengn glikosida jantung sehingga
meningkatkan efek obat.Pengikatan glikosida jantung pada kompleks enzim Na-K-ATPase dihambat
oleh peningkatan konsentrasi plasma kalium.Abnormalitas elektrolit lainnya yang terjadi akibat
keracunan digitalis adalah hiperkalsemia dan hipomagnesemia.Peningkatan aktivitas sistem saraf
simpatis akibat hipoksemia arteri meningkatkan kemungkinan adanya keracunan digitalis. Pasien usia
lanjut dengan penurunan massa otot lurik dan penurunan fungsi ginjal cenderung lebih mudah
mengalami keracunan digitalis jika diberikan dosis terapi digoxin. Gangguan fungsi ginjal dan
perubahan elektrolit (hypokalemia, hipomagnesemia) yang sering pada pasien cardiopulmonary
bypass dapat menjadi faktor pencetus terjadinya keracunan digitalis.

Diagnosis

Digitalis sering diberikan pada kondisi dimana gejala toksik akibat obat sulit dibedakan dari gejala
yang timbul penyakit jantung.Oleh karena itu, penentuan konsentrasi plasma digitalis mungkin
digunakan untuk menunjukkan adanya keracunan digitalis.Misalnya, konsentrasi plasma digoxin <0.5
ng/ml tidak mengindikasikan adanya kemungkinan keracunan digitalis. Konsentrasi plasma antara
0.5-2.5 ng/ml merupakan dosis terapeutik, dan kadar>3 nm/ml merupakan dosis toksik. Pasien bayi
dan anak memiliki toleransi yang lebih erhadap glikosida jantung dan cakupan konsentrasi terapeutik
untuk digoxin adalah 2.5-3.5 ng/ml.

Perlu diperhatikan bahwa hubungan antara konsentrasi plasma dengan efek farmakologi yang bisa
terlihat tidak selalu konsisten.Misalnya, konsentrasi plasma terapeutik digoxin umumnya diperiksa
apabila terdapat gejala keracunan, adanya gangguan keseimbangan elektrolit dan infark miokard
baru.Sebaliknya, konsentrasi terapeutik plasma digoxin yang tinggi, tanpa adanya gejala keracunan
digoxin, sering diperiksa pada pasien yang mendapatkan terapi disaritmia supraventricular takikardi
(SVT) yang memerlukan dosis besar digitalis untuk mengurangi rasio respon ventrikel.

Anoreksia, nausea, dan viomitus merupakan gejala awal keracunan digitalis.Apabila ditemukan gejala
demikian pada pasien yang mendapatkan terapi digitalis, perlu dipikirkan kemungkinan adanya
keracunan digitalis.Eksitasi pada zona pencetus kemoreseptor (cheoreceptor trigger zone)
merupakan mekanisme utama yang menyebabkan pasien muntah.Ditemukan pula transitory
ambilopia dan skotomata.Nyeri akibat neuralgia trigeminus bisa merupakan tanda dini keracunan
digitalis.Ekstremitas juga bisa nyeri.

Elektrokardiogram

Belum ada karakteristik pasti untuk EKG yang memastikan adanya keracunan digitalis. Namun
demikian, konsentrasi plasma toksik akibat digitalis menyebabkan terjadinya disaritmia atrium atau
ventrikel (peningkatan automatisasi) dan perlambatan konduksi jantung melalui AV node
(pemanjangan interval P-R pada EKG), yang akan berujung pada blok inkomplit hingga blok komplit
pada jantung. Takikardi atrial dengan blok merupakan disaritmia jantung yang paling umum terjadi
akibat keracunan digitalis. Aktivitas SA node dapat langsung dihambat dengan pemberian digitalis
dosis tinggi.Konduksi rangsangan impuls jantung melalui jaringan penghantar pada ventrikel tidak
mengalami perubahan, dimana ditemukan bukti bahwa meskipun konsentrasi plasma digoxin
tergolong toksik, tidak terjadi perubahan waktu dari kompleks QRS pada EKG.Fibrilasi ventrikel
merupakan penyebab tersering kematian akibat keracunan digitalis.

Pengobatan
Pengobatan keracunan digitalis meliputi a)koreksi faktor predisposisi (hipokalemia, hipomagnesemia,
hipoksemia arteri), b)pemberian obat-obatan (fenitoin, lidokain, atropine) untuk menangani
disaritmia jantung, dan c) insersi alat pacu jantung buatan sementara transveous jika terdapat blok
jantung komplit. Pemberian suplemen kalium menurunkan ikatan digitalis dengan otot jantung
sehingga menimbulkan efek antagonis langsung akibat digitalis. Konsentrasi serum kalium sebaiknya
diperiksa sebelum terapi diberikan karena pemberian suplemen kalium pada pasien dengan
konsentrasi kadar kalium yang tinggi dapat akan memperberat blok atrioventrikular dan menekan
kerja automatisasi pacu jantung ektopik dari ventrikel berujung pada blok komplit jantung. Jika fungsi
ginjal normal dan tidak ada blok konduksi atrioventrikular, dapat segera diberikan kalium 0.025-0.050
mEq/kg/IV untuk menangani kasus disaritmia jantung akibat keracunan digitalis yang mengancam
jiwa. Fenitoin (0.5-1.5 mg/kg/IV selama 5 menit) atau lidokain (1-2 mg/kg/IV) efektif untuk menekan
disaritmia ventrikel jantung akibat digitalis; fenitoin juga efektif untuk menekan disaritmia jantung.
Atropin, 35-70 μg/kg/IV, dapat diberikan untuk meningkatkan denyut jantung untuk mengimbangi
aktivitas sistem saraf parasimpatis yang berlebihan akibat konsentrasi plasma toksik dari digitalis.
Propanolol efektif menekan peningkatan automatisasi akibat keracunan digitalis tetapi cenderung
meningkatkan masa refrakter AV node sehingga perlu dibatasi penggunaannya jika terdapat blok
konduksi.

Keracunan digitalis yang mengancam jiwa bisa ditangani dengan memberikan antibody (fragmen Fab)
ke dalam obat sehingga menurunkan konsentrasi plasma glikosida jantung yang ada untuk melekat
pada membrane sel. Kompleks Fab-digitalis dieliminasi oleh ginjal.

Digitalis Profilaksis Preoperatif

Pemberian digitalis profilaksis sebelum operasi pada pasien tanpa gejala dan tanda kegagalan
jantung masih kontroversial.Kerugian nyata penggunaan digitalis sebagai profilaksis adalah
perbedaan cakupan pemberian dosis terapeutik hingga toksik yang sempit pada pasien yang tidak
memerlukan terapi obat tersebut.Selain itu, mungkin agak sulit membedakan disaritmia yang
disebabkan oleh anestesi dan yang disebabkan oleh keracunan digitalis. Adanya perubahan pada
fungsi ginjal akan menurunkan konsentrasi serum kalium oleh karena pasien hiperventilasi, dan
meningkatkan aktivitas sistem saraf simpatis yang terjadi pada saat operasi sehingga meningkatkan
kemungkinan meningkatnya efek farmakologis digitalis.

Meskipun terdapat kerugian di atas, terdapat bukti bahwa pasien dengan keterbatasan kontrol
jantung bisa mendapatkan keuntungan dengan pemberian digitalis profilasksis. Misalnya, pemberian
digitalis preoperative per oral (0.75 mg dalam dosis terbagi sehari sebelum operasi dan 0.25 mg
sebelum induksi anestesi) menurunkan kejadian disaritmia supraventricular postoperative pada
pasien usia lanjut yang menjalani bedah thoraks atau abdomen. Pemberian digitalis profilaksis juga
menurunkan kejadian gangguan fungsi jantung pada pasien dengan penyakit arteri koroner pada
masa pemulihan setelah anestesi.Oleh karenanya, bisa disimpulkan bahwa efek menguntungkan dari
pemberian digitalis profilaksis pada pasien yang telah dipilih selama periode preoperatif melebihi
kemungkinan timbulnya bahaya keracunan digitalis.Belum ada data pasti yang dapat mendukung
tindakan pemberhentian digitalis pada pasien preoperative termasuk pasien yang menjalani
cardiopulmonary bypass.Penting untuk meneruskan terapi selama periode perioperatif pada pasien
yang mendapatkan pengobatan kontrol denyut jantung.

Interaksi Obat
Quinidine menghasilkan peningkatan konsentrasi plasma digoxin yang bergantung dosis yang terlihat
24 jam setelah pemberian dosis pertama obat antidisaritmia. Efek quinidine ini dapat disebabkan
karena penggantian digoxin pada target pengikatannya di jaringan.

Menurut teori, succinylcholine atau obat lain yang dapat meningkatkan aktivitas sistem saraf
parasimpatis dengan cepat bisa menyebabkan efek adiksi terhadap glikosida jantung (digitalis).
Disaritmia jantung juga dapat menyebabkan pelepasan katekolamin akibat induksi succinylcholine
dan mengakibatkan iritabilitas jantung.Namun demikian, secara klinis tidak ditemukan bukti yang
mendukung adanya peningkatan insidens disaritmia jantung pada pasien yang diberikan digitalis dan
succinylcholine.

Simpatomimetik dengan efek agonis β-adrenergik dan juga pancuronium dapat meningkatkan
kemungkinan disaritmia jantung bila diberikan digitalis.Pemberian kalsium IV dapat mencetuskan
disaritmia jantung pada pasien yang diterapi digitalis. Obat lain yang menyebabkan hilangnya ion
kalium pada ginjal meningkatkan kemungkinan hypokalemia dan keracunan digitalis.Pemberian
antasida oral dan digitalis secara bersama-sama menurunkan absopsi gastrointestinal terhadap
glikosida jantung.Fentanyl, enflurane, dan isoflurane mencegah terjadinya automatisasi jantung
akibat digitalis.

Penyekat Fosfodiesterase selektif (Noncathecholamine, Nonglycoside Cardiac Inotropic Agents)

Penyekat Fosfodiesterase selektif adalah kelompok heterogen komponen nonkatekolamin dan


nonglikosida yang mendukung aksi inhibisi kompetitif pada bagian isoenzim PDE (PDE III). Inhibisi ini
menurunkan hidrolisis cyclic adenosine monophosphate (cAMP) dan cyclic guanosine
monophosphate (cGMP), menyebabkan peningkatan konsentrasi intraseluler cAMP dan cGMP pada
miokard dan otot polos pembuluh darah. Peningkatan konsentrasi intraseluler cAMP menyebabkan
stimulasi protein kinase dimana substansi fosforilasi bbertanggung jawab terhadap fungsi masukan
ion kalsium. Efek katekolamin, yang disertai pula peningkatan konsentrasi cAMP akibat stimulasi β-
adrenergik, berpotensial terjadi karena inhibisi PDE III. Meskipun ditemukan isoenzim PDE III pada
otot polos jalan nafas, bronkodilatasi bukan merupakan efek dominan karena cardiac-selective PDE
III inhibitors.

Efek menyeluruh dari selective PDE III inhibitors adalah menggabungkan efek inotropic positif
vascular dengan relaksasi otot polos jalan nafas.Efek inotropic positi dari selective PDE inhibitors
terjadi akibat ibhibisi PDE III jantung, menyebabkan peningkatan komponen cAMP
miokardial.Selective PDE inhibitors bekerja tanpa terikat pada reseptor β-adrenergik dan akan
meningkatkan kontraktilitas miokard pada pasien dengan depresi miokard akibat blokade β-reseptor
dan pada pasien yang refrakter terhadap terapi katekolamin. Selective PDE III inhibitors tidak hanya
meningkatkan efek inotropic positif dengan meningkatkan avaibilitas kalsium untuk aktivasi kontraksi
tetapi juga menyebabkan relaksasi diastolic dengan meningkatkan pengeluaran kalsium dari
mioplasma.

Respon hemodinamik terhadap selective PDE inhibitors berupa peningkatan glikosida jantung dan
sejalan dengan kerja katekolamin.Obat-obat ini dapat digunakan bersama dengan digitalis tanpa
memicu terjadinya keracunan digitalis.PDE inhibitors memiliki keuntungan klinis utama dalam
manajemen gagal jantung akut (setelah infark miokard) pada pasien dapat dilakukan kombinasi
terapi inotropik dan vasodilator.
Amrinone

Amrinone adalah derivate bipyridine yang bekerja sebagai selective PDE III inhibitors dan
menghasilkan efek inotropic positif dan vasodilator yang bergantung dosis dengan gejala klinis
peningkatan cardiac output dan penurunan tekanan akhir diastolic ventrikel kiri.Denyut jantung bisa
meningkat dan tekanan darah sistemik menurun.Terdapat kontroversi mengenai kerja utama
amrinone, apakah inotropik atau vasodilator.Amrinone tidak memiliki fungsi anti-disaritmia ataupun
menyebabkan disaritmia. Waktu paruh eliminasi obat adalah 6 jam dan diekskresi melalui ur\in tanpa
mengalami perubahan.

Jalur Pemberian

Amrinone efektif naik diberikan per oral maupun intravena. Pemberian dosis tunggal 0.5-
1.5mg/kg/IV meningkatkan cardiac output dalam 5 menit dengan efek inotropic positif yang menetap
hingga 2 jam. Setelah injeksi awal, infus kontinyu 2-10 μg/kg/menit akan memberikan efek inotropik
positif yang bertahan selama pemberian infus (tidak terjadi takifilaksis) dan selama beberapa jam
setelah diberhentikan pemberian infus. Dosis maksimal harian dari amrinone yang dianjurkan adalah
10mg/kg termasuk dosis awal pemberian yang dapat diulangi 30 menit setelah penyuntikan pertama.
Dilihat dari adanya ketergantungan amrinone terhadap eksresi ginjal, diperkirakan bahwa dosis
sebaiknya dikurangi pada pasien dengan disfungsi ginjal berat. Pasien yang gagal respon terhadap
katekolamin mungkin akan berespon terhadap amrinone. Efek vasodilatasi amrinone bisa
mempercepat rasio pendinginan suhu tubuh selama kondisi hiotermi ringan untuk prosedur bedah
saraf.

Efek Samping

Efek samping amrinone umumnya adalah hipotensi yang kadang terjadi akibat
vasodilatasi.Trombositopenia mungkin dapat terjadi bila dilakukan terapi yang lama.Pada hewan,
pemberian lama amrinoneberkaitan dengan disfungsi hepatik. Secara keseluruhan, indeks terapeutik
amrinone 100:1 dibandingkan dengan 1,2:1 untuk glikosida jantung.

Milrinone

Milrinone merupakan derivate bypiridine yang menyerupai amrinone, dimana menghasilkan efek
inotropik positif dan vasodilator.Obat ini mempunyai efek minimal pada laju jantung dan konsumsi
oksigen miokard. Pemberian 50μg/kg/IV diiukti dengan infus kontinyu, 0.5 μg/kg/menit, menjaga
konsentrasi milrinone plasma tetap atau di atas kadarterapeutik. Waktu paruh eliminasi obat
milrinone adalah 2.7 jam dan 80% dari obat diekskresi oleh ginjal tanpa diubah. Dosis milrinone
sebaiknya dikurangi pada pasien dengan disfungsi berat ginjal (Laju filtrasi glomerulus <50
ml/menit).Namun demikian,baik milrinone ataupun amrinone memiliki rasio terapeutik yang luas
dan resiko overdosis, meskipun disfungsi ginjal masih ringan.

Milrinone dapat bermanfaat pada manajemen disfungsi akut ventrikel kiri yang dapat terjadi setelah
operasi jantung.Keberhasilan menyingkirkan pasien yang beresiko tinggi akibat cardiopulmonary
bypass mungkin dapat ditingkatkan dengan pemberian milrinone.Efek inotropik milrinone berkurang
akibat asidosis yang terjadi akibat penurunan pembentukan cAMP pada otot asidosis.Meski kerja
obat ini menguntungkan, pemberian milrinone peroral yang lama dapat meningkatkan morbiditas
dan mortalitas pada pasien dengan gagal jantung kronik yang berat.Hasil yang mirip terlihat pada
pemberian specifik PDE inhibitors, namun terlihat kemampuan peningkatan daya tahan hidup apabila
diberikan dalam dosis yang lebih rendah.

Enoximone dan Piroximone

Enoximone dan piroximone merupkan dericat imidazole yang kerjanya menyerupai selective PDE III
inhibitors untuk meningkatkan kontraktilitas miokard. Enoximone memiliki waktu paruh eliminasi 4,3
jam dan dimetabolisme terutama di hepar. Farmakokinetiknya dipengaruhi oleh fungsi ginjal/ Dosis
enoximone adalah 0.5 mg/kg/IV diikuti dengan infus kontinyu 5-20 μg/kg/menit.

Penyekat fosfodiesterase nonselektif

Theophylline

Theophylline (aminophylline merupakan theophylline dengan kompleks ethylenediamine guna


meningkatkan daya larutnya) adalah PDE inhibitor yang mampu menghambat semua fraksi isoenzim
PDE (I-V), berbeda dengan selective PDE III inhibitors. Meskipun inhibisi PDE merupakan penjelasan
untuk semua kerja theophylline, hal tersebut bukan mekanisme utama yang terjadi pada konsentrasi
terapeutik. Diperkirakan akumulasi intraseluler cGMP yang bertanggung jawab terhadap relaksasi
otot polos akibat theophylline. Methylxanthines juga bekerja sebagai antagonis kompetitif pada
reseptor adenosine yang dapat menjelaskan beberapa efek theophylline pada sistem konduksi
jantung dan SSP dan dapat menekankan efektifitas theophylline melawan efek bronkokonstriksi.
Thephylline memiliki efek kompleks pada sirkulasi melalui kombinasi stimulasi batang otak, relaksasi
otot polos dan diuresis.

Farmakokinetik

Theophylline dimetabolisme oleh hepar dan diekskresi oleh ginjal. Pengawasan yang ketat terhadap
konsentrasi plasma diperlukan karena terdapat variasi bermakna pada setiap individu dalam
merespon pemberian theophylline pada pasien disfungsi hati akibat kegagalan jantung atau
alkoholisme, pengobatan dengan cimetidine, atau usia yang sangat muda atau sangat lanjut.
Sebaliknya, merokok akan mempercepat metabolism theophylline. Waktu paruh eliminasi
theophylline adalah 8.7 jam pada dewasa yang tidak merokok dan 5.5 jam pada dewasa yang
merokok.

Efek Samping

Berbeda dengan selective PDE III inhibitors, theophylline memiliki cakupan dosis yang sempit.
Misalnya, konsentrasi plasma terapuetik theophylline antara 10-20 μg/ml dengan respon toksik,
termasuk disaritmia jantung, menjadi lebih sering bila konsentasi plama >20 μg/ml. Pada konsentrasi
plasma toksik aminophylline, pemberian lanjutan dengan anestesi inhalan dapat berhubungan
dengan terjadinya disaritmia jantung. Aminophylline dapat melewati plasenta dan menyebabkan
keracunan pada bayi yang ibunya menerima terapi obat ini selama proses kelahiran. Theophylline
dapat merelaksasi sfingter gastroesofageal menyebabkan refluks gastroesofagus.

Penggunaan Klinis

Pemberian aminophylline (loading dose 5mg/kg/IV diikuti dengan 0.5-1 mg/kg/jam/IV) telah
direkomendasikan sejak dulu untuk menangani bronkospasme akibat eksaserbasi asma. Namun
demikian, derajat bronkodilatasi didapatkan dengan aminophylline tidak berbeda dengan yang
disebabkan oleh kerja agonis selektif β2-adrenergik. Oleh karenanya, rekomendasi pemberian
aminophylline intravena dilakukan hanya pada kondisi dimana respon agonis β2 adrenergik dan
respon produksi kortikosteroid tidak adekuat. Setiap efek protektif dari aminophylline terhadap
reaktivitas histamine terjadi karena pelepasan katekolamin endogen.

Pentoxifylline

Pentoxifylline merupakan derivate methylxanthine yang meningkatkan fleksibilitas eritrosit dan


menurunkan viskositas darah serta meningkatkan aliran darah kapiler dan mempengaruhi oksigenasi
jaringan. Pasien dengan klaudikasio intermitten akibat penyakit oklusi arterial kronik dari ekstremitas
bawah memperlihatkan adanya perbaikan dalam 2-4 jam setelah pemberian dosis awal pentoxifynille
400 mg setiap 8 jam. Obat ini bukan vasodilator maupun antikoagulan dan tidak berhubungan
dengan aspirin ataupun dipyridamole.

Efek sampingnya jarang tetapi dapat terjadi hipotensi, angina pectoris, dan disaritmia jantung.
Perdarahan atau pemanjangan waktu protrombin mungkin dapat terjadi bila diberikan penghambat
agregasi antikoagulan atau platelet. Pentoxifylline dapat digabungkan dengan pemberian digitalis
dan antagonis β-adrenergik.

Kalsium

Kalsium akan menghasilkan efek inotropic positif yang kuat setelah diijeksi yang bertahan hingga 10-
20 menit dan memberikan dampak meningkatnya volume sekuncup dan penurunan tekanan akhir
diastolic ventrikel kiri. Denyut jantung dan resistensi vaskuler sistemik menurun. Efek inotropic
kalsium meningkat apabila sebelumnya memang telah terjadi hipokalsemia. Resiko terjadinya
disartimia jantung sebaiknya dipikirkan pada pasien yang diberikan kalsium secara inravena serta
mendapatkan digitalis terutama bila terdapat pula hipokalemia.

Kalsium klorida 5-10 mg/kg/IV untuk dewasa dapat diberikan untuk meningkatkan kontraktilitas
miokard dan volume sekuncup pada pasien dengan cardiopulmonary bypass. Kontraktilitas miokard
akan menurun pada pasien dengan cardiopulmonary bypass akibat hipokalsemia oleh karena a)
penggunaan larutan kalium yang mengandung kardioplegia, b)pemberian darah lengkap yang
mengandung sitrat, c) pengobatan asidosis metabolic dengan natrium bikarbonat. Larutan 10%
kalsium klorida mengandung lebih banyak kalsium dibandingkan 10% larutan kalsium glukonat
meskipun availabilitas kalsium yang terionisasi lebih dibandingkan pemberian melalui intravena.

Glukagon

Glukagon adalah hormone polipeptida yang dihasilkan oleh sel alfa pancreas.Seperti katekolamin,
glucagon meningkatkan pemberntukan cAMP, namun berbeda dengan katekolamin, glucagon tidak
berinteraksi dengan reseptor β-adrenergik.Tidak terjadi inhibisi enzim PDE.Glukagon jga merangsang
pelepasan katekolamin, namun bukan merupakan mekanisme utama dari efek
kardiovaskularnya.Indikasi utama pemberian glukagon adalah untuk meningkatkan kontraktilitas
miokard dan denyut jantung apabila terdapat blokade β-adrenergik.Oleh karena glucagon adalah
peptide, pemberiannya dilakukan secara IV atau IM.
Efek Kardiovaskular

Glukagon yang diberikan dengan injeksi cepat (1-5 mg/IV untuk dewasa) atau infus kontinyu
(20mg/jam), dapat meningkatkan volume sekuncup dan denyut jantung tanpa bergantung terhadap
stimulasi reseptor adrenergik. Namun, takikardi yang terjadi mampu mencegah terjadinya
peningkatan cardiac output. Peningkatan tiba-tiba dari denyut jantung dapat terjadi pada pasien
dengan atrial fibrilasi yang diberikan glukagon. Tekanan arteri rata-rata (MAP) dapat meningkat
sedangkan resistensi vaskuler sistemik tidak berubah atau menurun. Berbeda dengan
simpatomimetik lainnya, glukagon meningkatkan automatisasi pada SA node dan AV node tanpa
meningkatkan automatisasi ventrikel. Efek terhadap ginjal mirip pada pemberian dopamin, namun
glukagon kurang poten. Berbeda dengan efek kardiovaskuler akut ini, pemberian glukagon yang lama
tidak akn=an efektif mencetuskan efek inotropik dan kronotropik positif.

Efek Samping

Pada pasien sadar, pemberian glucagon intravena sering menimbulkan mual dan muntah.
Hiperglikemia juga dapat terjadi. Hipoglikemia paradoksikal dapat terjadi pada pasien yang
kekurangan cadangan glikogen hepar yang mendahului peningkatan pelepasan insulin akibat
glukagon. Hipokalemia menyebabkan peningkatan sekresi insulin dan selanjutnya mempengaruhi
perpindahan glukosa dan kalium. Glukagon merangsang pelepasan katekolamin dan dapat
mencetuskan hipertensi sistemik pada pasien dengan feokromositoma yang tidak terdiagnosis. Untuk
tujuan ini, glukagon 1-2 mg/IV digunakan sebagai tes provokatif untuk diagnosis banding
feokromositoma. Dosis glucagon ini akan mencetuskan meningkatnya konsentrasi plasma
katekolamin tiga kali lipat atau lebih dalam waktu 1-3 menit setelah pemberian pada pasien dengan
feokromositoma. Terjadi pula peningkatan tekanan darah sedikitnya 20/15 mmHg.

Perangsang Kalsium Miofilamen

Perangsang Kalsium miofilamen (pimobendan, sulmazole, levosimendan) adalah obat-obat inotropic


positif yang meningkatkan kontraktilitas miokard yang tidak berkaitan dengan peningkatan cAMP
intraseluler atau konsentrasi kalsium.Obat-obatan ini meningkatkan respon kontraksi miofilamen
terhadap kalsium tanpa mengubah availabilitas ion ini.Akibatnya, interaksi antara filamen aktin dan
myosin lebih lama dan terjadi peningkatan kontraktilitas miokard.Desensitasi miofilamen untuk
mengaktivasi efek kalsium dapat terjadi saat iskemia miokard dan obat ini dapat berguna pada
kondisi tersebut.PDE III menghambat perangsang miofilamen kalsium sehingga menyebabkan dilatasi
arteri dan vena yang juga dapat disebabkan oleh efek inotropik positif obat ini.

Skydrugz jam 8/03/2012 12.09.00 PM

Berbagi

Beranda
Lihat versi web

Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai