Anda di halaman 1dari 103

i

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
FAKULTAS KEDOKTERAN
Jl. Ir. Sutami 36 A Surakarta Tel/Fax (0271) 664178

BUKU PANDUAN BLOK 7.3


AKUPUNKTUR MEDIK 2020

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
FAKULTAS KEDOKTERAN
2020

i
TIM PENYUSUN

Ketua : Dr. Ida Nurwati, dr., MKes

Sekretaris 1 : Dr. Lilik Wijayanti, dr., M.Kes

Sekretaris 2 : Endang Listyaningsih Suparyanti, dr., M.Kes

Anggota : Dr. Selfi Handayani, dr., M.Kes

Dr. Muthmainah, dr., M.Kes

Balgis, dr., MSc CM-FM, AIFM., DLP

Paramasari Dirgahayu, dr. PhD

ISBN : 978-602-494-092-8

PENERBIT

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret

Jl. Ir. Sutami No. 36 A Kentingan Surakarta

Telp. 0271 664178, Fax. 0271 634700

ii
KATA PENGANTAR

Pertama tama kami tim penyusun blok akupunktur medik pendidikan dokter FK UNS
memanjatkan Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karuniaNya
Modul Akupunktur Medik untuk mahasiswa tahun ajaran 2020/2021 dapat disusun.

Modul ini merupakan pedoman bagi mahasiswa yang menempuh Blok Akupunktur
(sebagai bagian dari Blok Pengobatan Komplementer) di semester VII Program Pendidikan
Sarjana Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Modul ini
diharapkan dapat membantu mahasiswa melaksanakan tugasnya dengan lebih baik sehingga
tujuan pembelajaran (Learning Objective) yang berupa pencapaian kompetensi sesuai dengan
yang tertuang pada KIPDI III dapat tercapai.

Dalam kesempatan ini penyusun menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan modul ini. Semoga modul
ini dapat bermanfaat, kritik dan saran akan kami terima dengan senang hati untuk perbaikan
di kemudian hari.

Surakarta, Agustus 2020

Tim Penyusun

iii
DAFTAR ISI

TIM PENYUSUN ...................................................................................................................... ii


KATA PENGANTAR ............................................................................................................ iiiii
DAFTAR ISI ............................................................................................................................ iiv
ABSTRAK ..................................................................................................................................v
PENDAHULUAN ......................................................................................................................1
KEGIATAN DALAM BLOK ....................................................................................................1
LEARNING OBJECTIVE ............................................................................................................5
KOMPETENSI .........................................................................................................................19
RUANG LINGKUP ..................................................................................................................19
I. PENGANTAR AKUPUNKTUR MEDIK ........................................................................19
II. TITIK AKUPUNKTUR dan MERIDIAN ........................................................................26
III. MEKANISME KERJA AKUPUNKTUR ........................................................................45
IV. SAFETY IN ACUPUNCTURE .......................................................................................53
V. AKUPUNKTUR ANALGESIA ........................................................................................64
VI. VERTIGO ........................................................................................................................80
VII. INSOMNIA .....................................................................................................................83
VIII. ASMA BRONKIAL ......................................................................................................85
IX. URTIKARIA..................................................................................................................88
X. OBESITAS .....................................................................................................................90
XI. AKUPUNKTUR PADA KASUS KEHAMILAN..........................................................91
XII. STROKE ........................................................................................................................92
XIII. BELL’S PALSY ............................................................................................................95

iv
ABSTRAK

Akupunktur adalah suatu cara di bidang medik untuk preventif, kuratif dan
rehabilitative dengan cara perangsangan titik-titik akupunktur di permukaan tubuh.
Perangsangan tersebut dapat dilakukan melalui penusukan jarum, penyuntikan, penyinaran
dan sebagainya. Akupunktur medik merupakan bagian dari physical medicine dan
berdasarkan pada Neuroscience, menurut prinsip medik dan evidence based. Akupunktur
telah berkembang dari konsep tradisional klasik menjadi akupunktur medik yang diterapkan
menurut kaidah-kaidah kedokteran konvension.

v
vi
PENDAHULUAN

Blok “Akupunktur medik” merupakan aktivitas pembelajaran yang membahas tentang


salah satu bentuk terapi dalam bidang kedokteran yang merupakan pelengkap (komplemen)
dari terapi konvensional bidang kedokteran
Blok ini diberikan pada mahasiswa semester 7 yang bertujuan untuk mempelajari dan
memahami tentang akupunktur medik. Blok “Akupunktur medik” merupakan blok ketiga
pada semester 7. Kegiatan blok ini berlangsung selama 16 minggu. Metode pembelajaran
blok ini terdiri dari kuliah, praktikum, diskusi dan belajar mandiri. Evaluasi dilakukan dengan
ujian tulis, praktikum dan penugasan.

KEGIATAN DALAM BLOK

1. Kuliah
a. Pengantar akupunktur medik (pengertian, sejarah dan manfaat akupunktur medik)
b. Pengenalan titik-titik akupunktur
c. Safety in acupuncture (indikasi dan kontraindikasi akupunktur, tatalaksana pada
akupunktur)
d. Mekanisme kerja akupunktur
e. Peran akupunktur medik pada kasus nyeri
f. Peran akupunktur medik pada vertigo, insomnia
g. Peran akupunktur medik pada asma, urtikaria
h. Peran akupunktur medik pada hiperemesis, obesitas
i. Peran akupunktur medik pada kasus paska stroke, bell’s palsy

2. Praktikum
Dilakukan dengan melihat demonstrasi penusukan beberapa titik akupunktur oleh dosen
pembimbing.

3. Pembuatan referat

4. Ujian blok

1
RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS)
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Identitas Mata Kuliah Identitas dan Nama Tanda


Validasi Tangan
Kode Mata Kuliah : KBK702A Dosen Pengembang : Tim Akupunktur
RPS
Nama Mata : Akupunktur
Kuliah (Pengobatan
komplementer)
Bobot Mata : 1,5 SKS Koord. Kelompok : Dr. Ida Nurwati, dr., M.Kes
Kuliah (sks) Mata Kuliah
Semester : VII
Mata Kuliah :- Kepala Program Studi : Dr. Eti
Prasyarat Poncorini
P,dr, MPd

Capaian Pembelajaran Lulusan (CPL)


Kode CPL Unsur CPL
CP 2 : Mampu mengimplementasikan landasan ilmiah ilmu kedokteran dan
CP 3 kesehatan untuk menyelesaikan masalah kesehatan individu,
keluarga, dan masyarakat.
: Melakukan manajemen pasien mulai dari anamnesis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan penunjang, penegakan diagnosis dan
penatalaksanaan secara komprehensif.
CP Mata kuliah :
(CPMK) 1. Menerapkan prinsip dasar ilmu Biomedik, ilmu Humaniora,
ilmu Kedokteran Klinik, dan ilmu Kesehatan
Masyarakat/Kedokteran Pencegahan/Kedokteran Komunitas
yang terkini untuk mengelola masalah kesehatan secara
holistik dan komprehensif
2. Melaksanakan pencegahan dan deteksi dini terjadinya
masalah kesehatan pada individu, keluarga dan masyarakat
3. Mampu memanfaatkan teknologi informasi komunikasi dan
informasi kesehatan dalam praktik kedokteran.
4. Mendiseminasikan informasi dan pengetahuan secara efektif
5. Mampu berkomunikasi secara efektif dengan pasien,
keluarga, dan masayarakat secara verbal dan nonverbal
6. Mengidentifikasi kebutuhan, merencanakan dan
melaksanakan pendidikan kesehatan dalam rangka promosi
kesehatan di tingkat individu, keluarga, dan masyarakat.
7. Mampu bekerja sama intra- dan interprofesional dalam tim
pelayanan kesehatan demi keselamatan pasien
8. Memberdayakan dan berkolaborasi dengan masyarakat,
profesi, dan sektor lain dalam upaya meningkatkan derajat
kesehatan

2
Bahan Kajian Keilmuan :
- Anatomi Biokimia Psikiatri
- Fisiologi Neurologi Kebidanan dan
kandungan
- Ilmu Penyakit Dalam, Gizi Histologi
Deskripsi Mata Kuliah :
Setelah mahasiswa melalui Blok Akupunktur, diharapkan mahasiswa
mampu menjelaskan tentang safety in acupunctur, titik akupunktur,
mekanisme kerja, pemanfatan akupunktur medik pada kasus kasus
klinik

3
Daftar Referensi :
1. Abdi H, Zhao B, Darbandi M, et al. 2012. The effects of body
acupuncture on obesity : anthropometric parameters, lipid profile
and inflamatory and immunologic marker. The Scientific World
Journal Volume 2012, Article ID 603539, pp 1 – 11
2. Baldry E.P., Thompson J.W., 2005, Acupuncture, Trigger Points
and Musculo skeletal Pain, third ed., Elsevier Churchill
Livingstone, London.
3. Belivani M, Dimitroula C, Katsiki N, et al. 2014. Acupuncture in
the treatment of obesity: a narrative review of the literature.
Download from http:aim.bmj.com. Published by group.bmj.com
4. Chon TY, Mallory MJ, Yang J, Bublitz SR, Do A, Dorsher PT.
Laser Acupuncture: A Concise Review, Medical Acupuncture, 31
(3). 2019, 164-168.
5. Intihamul M, Tita HM, Herry H dkk. 2015. Perbedaan Pengaruh
Akupunktur dan Vitamin B6 terhadap Penurunan Intensitas Mual
Muntah pada Emesis Gravidarum Berat. IJEMC, Vol 2, No 2 hal
1–6
6. Jin Xu and Ian ZM. 2012. The current use of acupuncture during
pregnancy and childbirth. Wolters Kluwer Health, Lippincolt
Williams dan Wilkins
7. Kim SK and Bae H.2010. Acupuncture and immune modulation.
Auton Neurosci: Basic and Clinical 157: 38–41
8. Lindsey J. Wegrzyniak, DO,1 John T. Et al. 2012. Treatment of
Hyperemesis Gravidarum.  Rev Obstet Gynecol. 5(2):78-84
9. Mayor F.,D., 2007, Electroacupuncture, A Practical Manual and
Resource, Chuchill Livingstone, London.
10. Saputra K, 2012. Buku Ajar Biofisika Akupunktur dalam Konsep
Kedokteran Energi, Salemba Medika, Jakarta.
11. Saputra K. 2017. Akupunktur dasar. Ed 2. Surabaya: Airlangga
university press. 1-378.
12. Zeng BY, Zhao K and Liang FR. 2013 International review of
neurobiology. Neurobiology of acupuncture. Vol III. London:
125-36.

4
LEARNING OBJECTIVE

Penilaian*
Kemampuan Metode Pengalaman
Tahap Materi Pokok Referensi Waktu Indikator/kode Teknik penilaian
akhir Pembelajaran Belajar
CPL /bobot

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Mampu 1. Sejarah 1. Filshie J., White A., Kuliah Kuliah 100 CP 2 MCQ
mengetahui perkembangan 1998, Medical Acupunctur, interaktif interaktif, menit
1 Falsafah dan akupunktur A Western Scientific demontrasi
konsep dasar Approach, Churchill (daring)
akupunktur 2. Sistem Livingstone, London.
meridian
serta manfaat
akupunktur 2. Saputra K, 2012. Buku
3. Falsafah dan Ajar Biofisika Akupunktur
konsep yang dalam Konsep Kedokteran
mendasari ilmu Energi, Salemba Medika,
akupunktur Jakarta.
4. rangsang 3. Ma Y.T, Ma M., Cho
akupunktur Z.H., 2005, Biomedical
5.manfaat Acupuncture for Pain
akupunktur : Management, Elsevier
penyakit Churchill Livingstone.

4. Saputra K. 2017.
Akupunktur dasar. Ed 2.
Surabaya: Airlangga
university press. 1-378.

5
Mahasiswa a.Jenis-jenis Titik 1. Cheng Xinnong. 1987. Chinese Kuliah Kuliah interaktif, 100 menit CP 2 MCQ
mampu Akupunktur. Acupuncture and Moxibustion. Vol. 123. demontrasi
2 menjelaskan Titik Foreig Languages Press, Beijing.
b. Cara Penulisan dan
akupunktur
Tata Nama Titik 2. Kiswojo. 2006. Pengetahuan Dasar Ilmu
Akupunktur Akupunktur. Jakarta: Penerbit
Akupunktur Indonesia.
c. Cara Penentuan
Titik Akupunktur 3. Baldry E.P., Thompson J.W., 2005,
Acupuncture, Trigger Points and Musculo
d.Karakteristik dan skeletal Pain, third ed., Elsevier Churchill
contoh titik Livingstone, London.
akupuktur

6
Mahasiswa 1. 1. Indikasi dan 1. Chon TY, Mallory MJ, Yang J, Bublitz SR, Do Kuliah Kuliah 100 CP 3 MCQ
Mampu kontraindikasi A, Dorsher PT. Laser Acupuncture: A Concise interaktif interaktif, menit
3 Menjelaskan metode yang Review, Medical Acupuncture, 31 (3). 2019, demontrasi
(daring)
dan digunakan dalam 164-168.
mengidentifikasi akupunktur
safety diantaranya 2. Filshic J & White A. 2004. Medical Acupuncture
A Western Scientific Approach. Edinburg :
acupunctur laseropunktur,
sonopunktur, Churchill Livingstone.
tanam benang, 3. Han JS, 2003. Acupuncture: neuropeptide release
elektroakupunkt produced by electrical stimulation of different
ur frequencies. Trends Neurosci, 26 : 17–22.
2. Peralatan yang 4. Han JS, 2004. Acupuncture and endorphins,
digunakan Neuroscience Letters 361, 258–261
3. Tata laksana 5. Longbottom J.2010. Acupuncture in Manual
pada akupuntur Therapy, Churchill Livingstone, Edinburg
medik
6. Mayor DF. 2007. Electroacupuncture A Practical
. Manual and Resource. Philadelphia St Lous Sydney,
Toronto.

7. Saputra K. 2017. Akupunktur dasar. Ed 2. Surabaya:


Airlangga university press. 1-378.

8 Zeng BY, Zhao K and Liang FR. 2013 International


review of neurobiology. Neurobiology of acupuncture.
Vol III. London: 125-36.

7
4 Mahasiswa 1. Jalur meredian 1. Akupunktur Untuk Nyeri dengan Kuliah Kuliah 1 x 100 CP 3 MCQ
mampu akupunktur dari pendekatan Neurosain. Penyusun : interaktif interaktif menit
menjelaskan aspek biomedik Koosnadi Saputra dan Syaraif
mekanisme Sudirman. Editor: Koosnadi Saputra.
2. Bagaimana
kerja Cetakan pertama 2009. CV Sagung
akupunktur jalur Seto. Jakarta. 123 halaman.
medik rangsangan
yang timbul 2. Akupunktur untuk Persalinan
pada tindakan Bebas Nyeri. Penulis: Syarif S.
penjaruman Wignyomartono. Editor Dr. Koosnadi
akupunktur Saputra, dr. SpRad. dan Abdurahman
Laqif, dr. SpOG(K). Cetakan 1.
3. Pemahaman Surakarta. UNS Press. 2011. xiv + 97
bagaimana halaman.
jalur
rangsangan 3. Akupunktur Klinik. Editor:
yang timbul Koosnadi Saputra. Airlangga
pada University Press. 2002. Surabaya.
perangsangan Cetakan 1. xii + 187 halaman.
akupunktur
4. Akupunktur Dasar. Editor:
5. Pemahaman aspek Koosnadi Saputra dan Agustin
Neuro Endokrin Imune Idayanti. Airlangga University Press.
System (NEIS) pada Cetakan 1. 2005. xvi + 332 halaman.
peenjaruman dan
5. Biomedical Acupuncture for Pain
perangsangan
akupunktur dan Management. An Integrative
moxhibusi Aprroach. Yun-Tao Ma, Mila Ma and
Zang Hee Cho. Elsevier. Churchill
Livingstone (USA). 2005

8
5 Mahasiswa 1.Model 1. Akupunktur Untuk Nyeri dengan pendekatan Kuliah Kuliah interaktif 100 menit CP 3 MCQ
mampu penatalaksanaan Neurosain. Penyusun : Koosnadi Saputra dan
menjelaskan nyeri : model Syaraif Sudirman. Editor: Koosnadi Saputra.
Model biopsikososial, Cetakan pertama 2009. CV Sagung Seto.
penatalaksanaan akupunktur Jakarta. 123 halaman.
nyeri, mekanisme biomedik,
2. Akupunktur untuk Persalinan Bebas Nyeri.
akupunktur berdasarkan
analgesia, mekanisme nyeri Penulis: Syarif S. Wignyomartono. Editor Dr.
implikasi klinis Koosnadi Saputra, dr. SpRad. dan Abdurahman
2. mekanisme Laqif, dr. SpOG(K). Cetakan 1. Surakarta. UNS
akupunktur analgesia Press. 2011. xiv + 97 halaman.
: dijaringan perifer,
tingkat segmental, 3. Akupunktur Klinik. Editor: Koosnadi Saputra.
Airlangga University Press. 2002. Surabaya.
tingkat sentral
Cetakan 1. xii + 187 halaman.
3. Implikasi klinis :
lokasi penjaruman, 4. Akupunktur Dasar. Editor: Koosnadi Saputra
dan Agustin Idayanti. Airlangga University
intensitas rangsang,
lama penjaruman, Press. Cetakan 1. 2005. xvi + 332 halaman.
saat intervensi, model 5. Biomedical Acupuncture for Pain
rangsang Management. An Integrative Aprroach. Yun-Tao
Ma, Mila Ma and Zang Hee Cho. Elsevier.
Churchill Livingstone

9
6 Mahasiswa 1.definisi vertigo 1. Hamid. 2006. Diagnosis dan Tatalaksana Kuliah Kuliah 50 menit CP 3 MCQ
mampu Definisi, Kedarurtan Vertigo. Simposium 3rd interaktif
klasifikasi, 2. klasifikasi vertigo : Updates in Neuroemergencies. Dep
patofisiologi dan paroksismal, kronis, Neurologi FKUI-RSCM, Jakarta.
akut
tatalaksana
Akupunktur untuk 2. Pirawati Prasti dan Siboe L. Yvonne.
3.patofisiologi 2004. Terapi Akupunktur untuk Vertigo.
vertigo vertigo : sistem Cermin Dunia Kedokteran. 144:47-51.
vestibuler, optik dan
propioseptik, jaras 3. Huaitang S. 1993. Acupuncture and
yang Moxibustion Treatment of Vertigo (2).
menghubungkan Internat. J. Clin. Acupunc. 4:3915.
nuclei vestibularis
dengan nuklei N III, 4. Jiao Shunfa. 1995. Head Acupuncture.
IV, VI, Shanxi Publishing House, Beijing, China.
vestibulospinalis 5. Kang L S. 2004. Pengobatan Vertigo
4. tatalaksana dengan dengan Akupunktur. Cermin Dunia
akupunktur : Kedokteran. No. 144: 51.
mekanisme kerja, 6. Kiswojo dan Kusuma A. 1978. Teori dan
pemilihan titik Praktek Ilmu Akupunktur. Jakarta: PT
Gramedia.

7. Lumbantobing S. M. 1996. Vertigo Tujuh


Keliling. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.

8. Nurimaba N, Joesoef A. A, Andradi S.


1999. Vertigo, Patofisiologi, Diagnosis
dan Terapi. Cetakan pertama. Kelompok
Studi Vertigo, PERDOSSI. Jakarta.

9.O'Connor J, Bensky D. 1981

10
7 Mahasiswa 1.Definisi insomnia : 1. Calehr dan Hallym. 1993. Pedoman Kuliah Kuliah 50 menit CP 2 MCQ
mampu psikofisiologi, kronis Akupunktur Medis. Jilid II: Pengetahuan interaktif
menerangkan Lanjutan. Gramedia Pustaka Utama. CP 3
Definisi, 2.Patofisiologi Jakarta.
insomnia : gangguan
patofisiologi,
tatalaksana kontrol irama tidur – 2. Dharma K. dan Widya. 1993. Sistem
akupunktur jaga pada Pelayanan Kesehatan dan Akupunktur.
hipotalamus, Maj. Kedok. Indon., Vol: 43, No: 10.
insomnia
forebrain, brainstem, Hal: 555.
mesopontin,
neurohormon yang 3. Dharma K. dan Widya. 1995.
Akuapunktur – Penggunaannya dalam
diproduksi oleh
nukleus Praktek Sehari-hari. Cermin Dunia
suprachiasma dan Kedokteran. No. 105. Hal: 43
pineal 4. Goodman L. dan Gilman, A. 2001.
3.penatalaksanaan ThePharmalogical: Basis of Therapeutics.
dengan akupunktur : 5th edition. New York: Macmillan
Publishing Co.Inc. Hal: 908-910.
pemilihan titik,
mekanisme 5. Kiswojo. 2000. Pengetahuan Dasar Ilmu
akupunktur Akupunktur. Penerbit Akupunktur
Indonesia.

6. Saputra K. 2005. Akupunktur Dasar.


Cetakan Pertama. Airlangga University
Press. Surabaya.

7. Pinto LR., Alves RC., Caixeta E., Fontenella


JA., Bacellar A., Poyares D., Aloe F et al.
(2010). New guidelines for diagnosis and
treatment of insomnia. Arq Neuro-Psiquart, 68
(4).

11
8 Mahasiswa 1. Definisi urtikaria 1.Baratawidjaja KG dan Rengganis I (2010). Kuliah Kuliah 50 menit CP 2 MCQ
mampu Imunologi dasar. Edisi IX. Jakarta: Balai interaktif
menerangkan Penerbit FKUI. Pp: 369-397. CP 3
Definisi, 2. Klasifikasi: waktu, 2.Cabyoglu MT, Ergene N, and Tan U (2006).
patofisiologi, UKK, etilogi dan
tatalaksana The mechanism of acupuncture and clinical
mekanisme applications. Intern. J. Neuroscience. Vol. 116;
akupunktur asma terjadinya. 115-25.

3.Saputra K (2000). Akupunktur dalam


3.Tatalaksana: pendekatan ilmu kedokteran. Cetakan I.
akupunktur (alasan Airlangga University Press. Surabaya. pp: 65-69.
pemilihan titik, 4.Saputra K (2002). Akupunktur klinik. Cetakan
mekanisme kerja). I. Airlangga University Press. Surabaya. pp: 80-
81.

5.Solomon WR (2006). Asma bronkial: Alergi


dan lain-lain. Dalam: Hartanto H, Susi N,
Wulansari P, Mahanani DA (eds). Patofisiologi:
Konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6,
volume 1, cetakan 1. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Pp: 177-197.

6.Sundaru H dan Sukamto (2014). Asma


bronkila. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW,
Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF (eds).
Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid I, edisi VI,
cetakan

12
9 Mahasiswa 1. Definisi urtikaria 1. Aisah S (2010). Urtikaria. Dalam: Djuanda A, Hamzah Kuliah Kuliah 50 CP 2 MCQ
mampu M, Aisah S (eds). Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi interaktif menit
menerangkan: VI, cetakan I. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. Pp: 169- CP 3
Definisi, 2. Klasifikasi: waktu, 181.
patofisiologi, UKK, etilogi dan
tatalaksana 2. Baratawidjaja KG dan Rengganis I (2010). Imunologi
mekanisme terjadinya. dasar. Edisi IX. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Pp: 369-
akupunktur untuk
urtikaria 397.

3.Tatalaksana: 3. Chen CJ and Yu HS (1998). Acupuncture treatment of


akupunktur (alasan urticaria. J Arch Dermatol.; 134: 1397-9.
pemilihan titik, 4. Iraji F, Sghayi M, and Mokhtari H (2006). Acupuncture
mekanisme kerja). in the treatment of chronic urticaria: a double blind
study. The Internet Journal of Dermatology. Volume 3,
Number 2; 1531-3018.

5. Solomon WR (2006). Asma bronkial: Alergi dan lain-


lain. Dalam: Hartanto H, Susi N, Wulansari P, Mahanani
DA (eds). Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses
penyakit. Edisi 6, volume 1, cetakan 1. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Pp: 177-197.

13
10 Mahasiswa 1Definisi obesitas 1. British Nutrition Foundation. 2000. Kuliah Kuliah 50 menit CP 2 MCQ
mampu Health Risk of Obesity, pp : 4 – 13 interaktif
menerangkan 2Etiologi : gaya CP 3
Definisi, hidup, pengaruh 2. Caroli, M dan Lagravinese D. 2002.
obat, usia, genetik, Prevention of Obesity. 22 : 221 - 6
patofisiologi,
tatalaksana hormonal
3. Sutanto DS. 2008. Akupunktur untuk
akupunktur untuk 3Klasifikasi berdasar Obesitas dengan pendekatan
obesitas IMT Neuroendokrin. Seminar dan Workshop
Akupunktur untuk Estetika. Surabaya :
4.tatalaksana : Graha Puslitbang Sisjakkes Depkes RI.
akupunktur (alasan
pemilihan titik, 4. Uner Tan. 2006. The Treatment of
mekanisme kerja Obesity by Acupuncture. Intern J
Neuroscience. 116: 165 – 75.

5. HamidAbdi, BaixiaoZhao,
MahsaDarbandi, et al. 2012. The effects
of body acupuncture on obesity :
anthropometric parameters, lipid profile
and inflamatory and immunologic
marker. The Scientific World Journal
Volume 2012, Article ID 603539, pp 1 –
11

6.Maria Belivani, Charikleia Dimitroula, Niki


Katsiki, et al. 2014. Acupuncture in the
treatment of obesity: a narrative review of the
literature. Download from http:aim.bmj.com.
Published by group.bmj.com

14
11 Mahasiswa mampu 1Definisi 1. Ann Quyang dan Lihua Xu. 2007. Holistic Acupuncture Kuliah Kuliah 50 menit CP 2 MCQ
menerangkan Approach to Idiopothic Refractory Nausea, Abdominal interaktif
Definisi, 2Etiologi : Pain and Bloating. World J Gastroenterol. 13 (40) : CP 3
kehamilan,
patofisiologi, 5360 – 1.
tatalaksana perjalanan, akibat
akupunktur untuk obat, efek 2. Ma Yun Tao, Ma Mila dan Co. 2005. Biomedical
samping Acupuncture for Pain Management, An Integrative
mual dan muntah
radioterapi dan Approach, Elseiver Churchil Livingston.
kemoterapi
3. Roemer AT. 2005. Medical Acupuncture in Pregnancy.
3.tatalaksana : Thieme, Stuttgart. London. P : 90.
akupunktur
(alasan pemilihan 4.Suyanto E. 2004. Akupunktur untuk Mual dan Muntah.
titik, mekanisme Meridian (Indonesian Journal of Acupunctur). Vol XI, No 1,
hal 6 – 9.
kerja)
5.Intihamul M, Tita HM, Herry H dkk. 2015. Perbedaan
Pengaruh Akupunktur dan Vitamin B6 terhadap Penurunan
Intensitas Mual Muntah pada Emesis Gravidarum Berat.
IJEMC, Vol 2, No 2 hal 1 – 6

6.Lindsey J. Wegrzyniak, DO,1 John T. Et al. 2012. Treatment


of Hyperemesis Gravidarum.  Rev Obstet Gynecol. 5(2):78-84

7.Jin Xu and Ian ZM. 2012. The current use of acupuncture


during pregnancy and childbirth. Wolters Kluwer Health,
Lippincolt Williams dan Wilkins

15
12 Mahasiswa mampu 1. Definisi Stroke 1.National Institutes of Health. 1997. Kuliah Kuliah 50 CP 2 MCQ
menerangkan 2. Klasifikasi : NIH Consensus Development interaktif menit
Definisi, Conference on Acupunctures. CP 3
Berdasar kan patologi anatomi dan
patofisiologi, Bethesda MD. Nov. 1997: 93-109.
tatalaksana penyebabnya
akupunktur untuk 2.Lina M. Chavez, Shiang-Suo Huang,
 Ischemia Iona MacDonald, Jaung-Geng Lin,
stroke
 Hemoragik Yu-Chen Lee and Yi-Hung Chen.
Berdasarkan stadium / pertimbangan 2017. Mechanisms of Acupuncture
Therapy in Ischemic Stroke
waktu
Rehabilitation: A Literature Review of
 Transient Ischemic Attack. Basic Studies. Int J Mol Sci. 2017
 Stroke in evolution Nov; 18(11): 2270

 Completed stroke. 3.Xin Li 1, Qiang Wang Acupuncture


3.Deteksi dini stroke dengan SEGERA KE therapy for stroke patients
RS 4.Dwita Oktaria ,
SabrinaFazriesa.2017 Efektivitas
Akupunktur untuk Rehabilitasi Stroke.
4.Tatalaksana stroke dengan akupunktur : Medical journal of lampung University
.Tujuan ; Volume 6; Nomor 2 :64-71
.Rencana terapi
.Alasan pemilihan titik
.Mekanisme

16
13 Mahasiswa 1. Definisi 1.Li Y, Liang F.R, Yu S.G, Li C.D, Hu L.X, Kuliah Kuliah 100 menit CP 2 MCQ
mampu Zhou D. Yuan X.L. et al. 2004. Efficacy of interaktif
menerangkan 2. Gejala pada acupuncture and moxibustion in teaching Bell’s CP 3
Definisi, sisi lumpuh Palsy: A multicenter randomized controlled trial
patofisiologi, 3. Patogenisi in China. Chinese Medical Journal. Oct; 117
tatalaksana (10): 1502 -1506.
akupunktur untuk 4. Tatalaksana
Bell’s palsy 2.Wang Y and Yang L. 2010. Chemical
Bells Palsy
dengan Observation of Treatment of Acupuncture for
akupunktur : Different Stage.

 rencana terapi 3.Kwon HJ, Choi JY, Lee MS, Kim YS, Shin
BC, Kim JI. Acupuncture for the sequelae of
 alasan Bell’s palsy: a randomized controlled trial.
pemilihan titik Trials (2015) 16:246

 mekanisme
kerja

17
14 Mahasiswa mampu Praktikum : 1.Kiswojo. 2006. Pengetahuan Praktikum Praktikum 2 x 100 mnt CP3 Laporan
menerangkan tentang demontrasi Dasar Ilmu Akupunktur. praktikum
pembagian rata penjaruman Jakarta: Penerbit Akupunktur
dalam tubuh, beberapa titik Indonesia.
mengenal system akupunktur oleh
meridian, dosen 2.Shi Y, Shan C and Wang F
2015.Acupoint selection : a
menentukan titik pembimbing
akupunktur, memilih key factor to influence the
posisi yang tepat compatibility of acupoint
.35(10):1025-1027
untuk akupunktur,
mengetahui cara
penjaruman yang
benar

18
KOMPETENSI

1. Standar kompetensi
Menjelaskan akupunktur medik sebagai terapi komplementer yang rasional.
2. Kompetensi dasar
a. Mampu menjelaskan adanya terapi akupunktur medik yang merupakan bagian dari
terapi kedokteran komplementer.
b. Mampu menjelaskan peran akupunktur medik dalam bidang promotif, preventif, kuratif
dan rehabilitatif.
c. Mampu menjelaskan berbagai penyakit yang dapat ditunjang pengelolaannya dengan
pengobatan akupunktur.

RUANG LINGKUP

I. PENGANTAR AKUPUNKTUR MEDIK

A. Sejarah Perkembangan Akupunktur.


Akupunktur berasal dari bahasa Latin, acus= jarum dan puncture = tusuk yang artinya
menusuk dengan jarum ke tubuh pada suatu titik khusus. Dalam bahasa negara China adalah
cen Jiu, dalam bahasa Indonesia diubah menjadi akupuntur. Akupunktur merupakan
komponen penting dari Tradisional Chinese Medicine (TCM). Akupunkture sudah terkenal
sejak 4000 -5000 tahun yang lalu. Huang Ti Nei Cing /The Yellow Emperor’s Classic of
Internal Medicine, diterbitkan pada zaman Cun Ciu Can Kuo (770-221 SM). Ilmu
Akupunktur berkembang sejak jaman batu, dimana jarum dibuat dari batu untuk
menyembuhkan penyakit. Bahan jarum berubah dari batu (Pian Stone) ke bambu ke tulang
diganti perunggu/ logam.
Zaman Cun Ciu Can Kuo ada Ahli akupunktur bernama Pien Cie berhasil
menyembuhkan seorang pangeran bernama Hao dengan jarum perunggu ketika tidak sadar
selama setengah hari di tulis di buku Nang Cing
Zaman dinasti Tang (265-960) ilmu akupuntur berkembang sangat pesat dan
menyebar keluar negeri seperti Korea dan Jepang. Adapun akupunturis pada zaman itu
bernama Huang Pu Mi yang menulis buku Cia I Cing, dan akupunturis terkemuka lainnya
yang ada pada zaman itu adalah Sun Se Miao (581-682) menulis buku Cien Cin Fao Fang dan

19
Cien Cin I Fang. Akupunkturis Cen Cien (541-643) membuat peta berwarna untuk
menerangkan meridian dan titik akupunkture serta menjelaskan pengobatan moksibusi.
Zaman dinasti Ming (960-1644), seni pahat dan teknik percetakan berkembang luas,
ilmu akupuntur pun ikut tersebar luas. Akupunturis yang ada pada zaman ini bernama Wang
We I yang membuat patung perunggu untuk menggambarkan titik akupuntur dan meridian.
Yang Cin Ceu menulis buku Cen Ciu Tan Cen yang diterjemahkan bahasa Jepang, Inggris,
Cerman dan Perancis. Zaman dinasti Cing (1644-1911) metode akupuntur tidak banyak
perkembangan, namun buku I Cung Ci Cien pada zaman ini cukup bernilai untuk dijadikan
referensi.

Perkembangan Akupunktur di Eropa


Wilhelm ten Rhyne (dokter VOC , 1683), dari Belanda menulis buku pengobatan
rematik dengan akupunktur.
Louise Berlioz (akhir abad XVIII) dari Perancis menulis buku tentang akupunktur
pada tahun 1863. Louis mempelajari tentang electroacupunctur ( 1861), electroakupunctur
mulai digunakan untuk pengonatan gout, rematik pada tahun 1825. Soulie De Morant konsul
Perancis di China awal abad XX, menterjemahkan buku Akupunkture China ke Perancis.
Buku ini merupakan buku Ilmu akupunktur pertama di Negara Barat.
Inggris, John Tweedale dari Lyne Regis (awal abad XIV) memperkenalkan
akupunktur di Inggris. Melaporkan tentang pengobatan akupunktur pada seluruh tubuh pada
tahun 1827. Dr. John Elliotson dari ST Thomas Hospital (1827) melaporkan keberhasilan
pengobatan akupunktur pada 100 kasus rematik kronik.
Dr. Engelbrecht Kapfer (Jerman, 1712) menulis pengalaman akupunkture dalam buku
: Curatio Colicae Per Acupuncturen Japonibus Usitata. Dr. Gerhard Bachman (1959) menulis
buku berjudul : Die Acupuncturen Eine Ordnungtherapie.
Perkembangan Akupunktur di Amerika
Dr. Allen Russek dari Institute of Raehabilitation and Medicine New York telah berhasil
mengobati nyeri kronis dengan akupunkture. Dokter dokter di Michigan’s State Hospital
berhasil anestesi akupunktur pada beberapa pembedahan pencakokan kulit, eksisis tumor,
operasi hernia, pencabutan gigi yang dilaporkan memuaskan.
Perkembangan Akupunktur di Asia
Praktek akupunktur juga dilaksanakan dokter dokter lulusan Fakultus Kedokteran China.
Institut Pengobatan Akupunktur di Cina dibentuk tahun 1951, dan masuk ke dalam kurikulum
tahun 1955. Di Jepang, Ilmu akupunktur dipelajari sejak 250 tahun SM oleh ahli pengobatan
Chino bernama Jofku.
20
Di Korea, Ilmu akupunktur masuk sejak 2000 tahun yang lampau. Prof Kim Bong Han (1963)
ahli Biologi Universitas Pyong telah menemukan Sistem Kyung Rak (Kyung Rak adalah Cing
Luo dalam bahasa Korea atau meriadian) dimana secara histologi dan elektro biologi tentang
meridian dan titik akupunktur. Membuktikan bahwa titik akupunktur terletak di dalam
korpuskel- korpuskel yang banyak mengandung DNA ( Deoxyribonucleic Acid) yang
berperan penting dalam metabolisme.
Perkembangan Akupunktur di Indonesia
Tahun 1962 : Tim ahli akupunktur dari Cina datang ke Indonesia untuk mengobati Presiden
Sukarno
Tahun 1963: Akupunktur pada institusi kesehatan formal dimulai dengan ditetapkannya
RSCM sebagai Pilot Proyek Ilmu Akupunktur oleh Departemen Kesehatan.
1990 : Lab. Penelitian & Pengembangan Pelayanan Akupunktur (Puslitbangkes Depkes di
Surabaya)
1996 : PerMenKes. No.1186/Menkes/ Per/ XI/ 1996 tentang Pemanfaatan Akupunktur di
Sarana Pelayanan Kesehatan formal baik pemerintah maupun swasta .
Tahun 2003 ditandatangani MOU oleh negara-negara ASEAN+3 ( Cina, Korea dan Jepang )
untuk mengintegrasikan Akupunktur kedalam Sistem Kesehatan Nasional.
Akupunktur berkembang dan kemudian berintegrasi ke dalam Ilmu Kedokteran.
Pakar berbagai negara melakukan penelitian sesuai dengan kaidah ilmiah yang berlaku
(Evidence Based Medicine), membuktikan manfaat Akupunktur dan kemudian
mengemukakan sejumlah hipotesa penjelasan cara kerja rangsang Akupunktur. Pada
tahun 1975, WHO mengakui manfaat Akupunktur. Perkembangan selanjutnya, dengan
memanfaatkan Evidence Based Medicine baik teori maupun klinis, tersusunlah ilmu
Kedokteran Akupunktur yang mengintegrasikan ilmu Kedokteran Akupunktur kedalam
Ilmu Kedokteran.

B. Falsafah dan Konsep


Pengobatan dengan akupunktur berdasar pada falsafah alamiah, meridian dan
titik akupunktur sebagai rangsang pengobatan.
Berbagai falsafah dan konsep yang mendasari ilmu Akupunktur antara lain :
1. Falsafah Taiji
2. Falsafah Yin Yang
3. Falsafah Sancai
4. Falsafah Wuxing
5. Konsep Qi, Darah (Xue) dan Cairan Tubuh (Jinje)
21
6. Konsep Otak

1. Falsafah Taiji
Dalam falsafah Taiji alam merupakan suatu kesatuan bulat, yang disusun oleh
sejumlah kesatuan bulat yang lebih kecil yang merupakan replikasinya, bulatan
tersebut saling mempengaruhi satu dengan yang lain. Kesatuan bulatan kecil ini juga
terdiri dari sejumlah kesatuaan yang lebih kecil lagi yang merupakan replikasinya,
yang juga saling mempengaruhi satu dengan yang lain, demikian seterusnya sampai
pada kesatuan yang terkecil yang hampa (Wuji).
2. Falsafah Yin Yang
Setiap kesatuan bulat dalam alam memiliki dua muka yang bertentangan, yaitu
Yin dan Yang. Yin dan Yang saling mendasari dan saling membentuk. Dalam Yin
terdapat Yang, demikian pula dalam Yang terdapat Yin, jadi tidak ada yang murni dan
mutlak.
Yin dan Yang saling tarik menarik, membentuk suatu keseimbangan dinamis,
hilangnya keseimbangan ini menunjukan suatu keadaan patologik (sakit). Yin Yang
merupakan komponen penting,Yang disebutkan lebih dominan daripada Yin. Falsafah
Yin Yang diterapkan dalam ilmu akupunktur sebagai teori YinYang yang dipakai
dalam berbagai aspek ilmu akupunktur mulai dari tinjauan keadaan normal
(fisiologik), keadaan sakit, penyebab-penyebab sakit, terjadinya penyakit,
pemeriksaan, analisis, diagnosis, terapi dan perawatan.
Organ tubuh dibagi berdasarkan fenomena Yin Yang yaitu organ padat (Zang)
sebagai pembentuk energi ( meliputi hati, jantung, sampul jantung, limpa, paru dan
ginjal) dan organ berongga (Fu) sebagai penampung energi (meliputi kandung
empedu, usus kecil, tiga pemanas, lambung, usus besar dan kandung kemih). Sampul
Jantung (pericard) dan tiga pemanas ( tri heater) merupakan organ imaginer yaitu
yang mengelilingi jantung dan tiga rongga tubuh yaitu rongga thoraks, intraperitoneal
dan retroperitoneal.
3. Falsafah Sancai
Setiap kesatuan bulat dalam alam memiliki 3 bagian yaitu langit (Yang),
manusia (Yin Yang), dan bumi (Yin). Falsafah Sancai melahirkan sejumlah konsep :
Konsep Jing-Qi-Shen, Konsep Sanjiao dan Konsep teknik penjaruman.
4. Falsafah Wuxing
Setiap kesatuan bulat dalam alam terdiri dari 5 unsur, yaitu: kayu, api, tanah,
logam dan air yang berhubungan satu dengan yang lain mengikuti hubungan tertentu
22
sehingga membentuk suatu keseimbangan dinamis yang harmonis. Hilangnya
keseimbangan dinamis ini akan menimbulkan keadaan patologik (sakit).

5. Konsep Qi, Darah (Xue) dan cairan Tubuh (Jinye)


Materi dasar yang membentuk tubuh dan memelihara tubuh antara lain Qi,
Xue, Jinye yang merupakan bagian dari Jing
Qi (energi, tenaga) adalah materi dasar yang bergerak tiada hentinya dan
berdaya hidup sangat kuat yang membentuk tubuh dan memelihara kegiatan hidup. Qi
tubuh dibentuk dari Jinqi bawaan dan Jinqi didapat yang diperoleh Qinqi udara berkat
kerja sama seluruh organ viscera (Zangfu) terutama paru, limpa-lambung, dan ginjal.
Qi dibedakan atas fungsi dan lokasi nya yaitu : Yuan Qi (Qi primer), Zong Qi (Qi
dada), Yin Qi (Qi Nutrisi), Wei Qi (Qi pertahanan).
Shen * digunakan untuk semangat atau spirit yang menunjukkan kondisi tubuh
atau spiritual yang menggambarkan aspek material dalam TCM.
Jing merupakan energy vital. Jing ini ada dua jenis yaitu Prenatal Jing (Jing
congenital) dan Postnatal Jing (Jing didapat). Jing bersifat Yang, berhubungan dengan
Yang Qi Ginjal (Shen qi) atau Yuan Qi, beranggung jawab pada fungsi Yang suhu
tubuh

23
Xue (darah) adalah materi dasar berwarna merah yang berada dalam pembuluh
darah (Mai) dan beredar keseluruh tubuh, yang kaya akan nutrisi dan zat pelembab,
berfungsi dalam pemeliharaan, pelembaban dan memberikan nutrisi pada organ dan
jarngan tubuh. Darah dibentuk dari sari hara makanan oleh aktivitas lambung (Wei)
dan limpa (Pi). Darah dikontrol oleh jantung (xin) dan disimpan di hati ( Gan) dan
dijaga tetap di pembuluh darah oleh Limpa (spleen). Darah dan Qi merupakan sebuah
kesatuan YinYang disebut Qixue.
Jinye merupakan sebutan untuk materi dasar tubuh berbentuk cair yang
fisiologis, mencakup cairan sekresi dan ekskresi Zangfu, misalnya cairan lambung,
cairan usus, ingus, air mata, air liur, semen, keringat dan urin. Jinye juga berperan
dalam pembuangan sisa Jihua (metabolisme).
6. Konsep Otak
Secara tradisional otak merupakan lautan sumsum tulang, merupakan ruang
Yuanshen dan menyimpan Shenqi.
C. Meridian
Meridian merupakan sistem alami dalam tubuh manusia, yang terdiri dari saluran
yang menjaring tubuh menjadi satu kesatuan, yang menghubungkan bagian atas dengan
bagian bawah tubuh, bagian kanan dengan bagian kiri, bagian ventral dengan bagian
dorsal, permukaan tubuh dengan organ viscera, antar organ viscera, organ viscera
dengan panca indera, yang dapat bereaksi terhadap rangsangan baik rangsangan dari luar
maupun dari dalam tubuh, serta dapat menyalurkan Qixue, mengatur harmoni Yin Yang,
sehingga bagian-bagian tubuh dapat melakukan kegiatan dengan selaras serasi dalam
suatu keseimbangan yang dinamis. Titik-titik akupunktur (akupoin) terletak disepanjang
meridian.
D. Titik Akupunktur
Titik akupunktur adalah titik pancaran Qi dari Zangfu-meridian pada permukaan
tubuh, merupakan titik peka rangsang dan titik reaksi yang berubah mengikuti perubahan
kegiatan Qi Zangfu-meridian. Seluruh titik akupunktur umum mempunyai efek dan
indikasi sebagai berikut :
1. Memiliki efek lokal, yaitu berefek pada daerah sekitar titik tersebut
2. Memiliki efek jauh, yaitu berefek pada daerah sepanjang meridian dan daerah yang
dicapai meridian tersebut
3. Memiliki efek sistemik, yaitu berefek secara sistemik sesuai perannya sebagai titik
akupunktur penting.

24
E. Rangsang Akupunktur
Dalam pelaksanaan pengobatan perlu ditentukan cara rangsangan yang akan
dilakukan. Terdapat tiga jenis rangsangan akupunktur, yaitu :
1. Rangsang mekanik, yaitu rangsangan dengan menggunakan jarum halus, jarum
kulit, jarum dalam kulit, jarum prisma, jari (akupresur)
2. Rangsang termis yaitu rangsangan dengan menggunakan penghangatan moksa.
3. Rangsang mekanik-termis, merupakan gabungan kedua cara diatas.

Tahap memperoleh rasa jarum (Deqi):


Deqi adalah rasa panjaruman yang dirasakan oleh pasien sebagai rasa berat, bengkak,
linu, terkena aliran listrik. Bagi penusuk deqi dirasakan seperti umpan termakan ikan
(saat memancing).
Setelah tercapai Deqi kemudian dilakukan manipulasi penguatan atau pelemahan, sesuai
dengan rencana dan cara pengobatan. Sudut masuknya jarum dapat tegak lurus
(perpendikuler), miring dengan sudut 45 atau 15 derajat.
F. Manfaat Akupunktur
Akupunktur merupakan cara pengobatan yang sudah berkembang sejak ribuan
tahun yang lalu, berperan dalam kesehatan tubuh dan mendapat perhatian
Internasional. Akupunktur mempunyai philosofi berdasar pada ”Self Healing
Potential” (kemapuan tubuh menyembuhkan dirinya sendiri) yang bersifat alami.
Akupunktur menstimulir kekuatan homeostasis tubuh untuk mencapai keseimbangan
normal.
Akupunktur sebagai tindakan pengobatan dengan cara perangsangan pada
permukaan tubuh, bermanfaat untuk regulasi pada berbagai bidang, dengan ruang
lingkup penggunaan yang luas, antara lain :
1. Menghilangkan atau mengurangi gejala penyakit
2. Meregulasi gangguan fungsi tubuh
3. Memperbaiki keadaan patologik
4. Mempertinggi kualitas hidup
5. Meningkatkan estetika (kecantikan)
6. Mencegah timbulnya penyakit
Secara klinis pengobatan akupunktur dapat dilakukan :
1. Sebagai pengobatan tunggal, misalnya pada berbagai kasus nyeri, gangguan
sensorik dan permulaan proses radang

25
2. Sebagai pengobatan terpadu dengan pengobatan yang lain, untuk mendapatkan hasil
pengobatan yang lebih baik. Misalnya pada penyakit saraf, sistem endokrin, sistem
gastrointestinal.
3. Sebagai pengobatan pendukung, misalnya meningkatkan kondisi kesehatan untuk
mempercepat pemulihan kesehatan, memperingan efek samping radiasi dan
mencegah sequela.
Cara pengobatan akupunktur semakin berkembang, berbagai modifikasi
pengobatan akupunktur antara lain akupunktur dengan tekanan tangan (acupressure),
TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation), akupunktur dengan
menggunakan laser, menyuntik dengan obat pada titik akupunktur, akupunktur dengan
menggunakan moxa.
Daftar Pustaka
1. Baldry E.P., Thompson J.W., 2005, Acupuncture, Trigger Points and Musculo skeletal
Pain, third ed., Elsevier Churchill Livingstone, London.
2. Djuharto Sutanto, 1987, Terapi Akupunktur, PT Grafidian Jaya, Jakarta.
3. Filshie J., White A., 1998, Medical Acupunctur, A Western Scientific Approach, Churchill
Livingstone, London.
4. Kiswojo, 2007, Pengetahuan Dasa Akupunktur, Penerbit Akupunktur Indonesia, Jakarta.
5. Ma Y.T, Ma M., Cho Z.H., 2005, Biomedical Acupuncture for Pain Management, Elsevier
Churchill Livingstone.
6. Mayor F.,D., 2007, Electroacupuncture, A Practical Manual and Resource, Chuchill
Livingstone, London.
7. Saputra K. Buku ajar Biofisika akupunktur dalam konsep kedokteran energi. Ed 1. Jakarta:
Salemba medika. 2012: 1-119.
8. Saputra K. Akupunktur dasar. Ed 2. Surabaya: Airlangga university press; 2017. 1-378.

II. TITIK AKUPUNKTUR dan MERIDIAN

A.TITIK AKUPUNKTUR
Akupunktur medik merupakan terapi fisik yang awalnya berasal dari kedokteran tradisional,
yaitu Traditional Chinese Medicine (TCM). Menurut WHO, yang dimaksudkan dengan
Kedokteran tradisional adalah suatu kegiatan yang mengacu pada praktik kesehatan,
pendekatan, pengetahuan dan kepercayaan dengan menggabungkan obat-obatan dari tanaman,
hewan dan mineral, terapi spiritual, teknik manual dan latihan, diterapkan secara tunggal atau
dalam kombinasi untuk tujuan pengobatan, diagnosis dan pencegahan penyakit atau
penjagaan kesehatan, dan kegiatan ini merupakan tenik pengobatan warisan nenek moyang
yang telah dilakukan secara turun temurun dan masih dilakukan sampai saat ini.
Berbeda dengan kedokteran modern, kedokteran tradisional sudah dilakukan terlebih dahulu
oleh masyarakat namun bukti ilmiah belum semuanya ditemukan. Saat ini, penelitian yang
26
bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana mekanisme kerja yang berkaitan dengan praktek
dan teori akupunktur masih terus dilakukan dan ilmunya semakin berkembang. Namun
demikian, belum semua teori di dalamnya bisa diterangkan secara jelas. Oleh karena itu,
dalam mempelajari akupuktur medik di materi ini kita melihat dari 2 sudut pandang, yaitu
secara tradisional dan modern.
Penentuan titik akupunktur
Berdasarkan pada teori TCM, titik akupunktur merupakan suatu tempat yang dipilih untuk
memanipulasi dan juga sebagai dasar dalam mempelajari mekanisme akupunktur. Stimulasi
pada titik akupunktur yang berbeda pada permukaan tubuh akan menghasilkan efek
akupunktur yang berbeda.
Apakah titik akupunktur itu?
Masih menurut TCM, dipercaya bahwa gangguan pada organ visceral tercermin pada titik-
titik tertentu, baik di permukaan kulit atau di bawahnya, yang kemudian dikenal sebagai
acupoints atau titik akupunktur. Konsep acupoints berasal dari Huangdi's Canon of Medicine
(Huangdi Neijing) dan The Great Compendium of Acupuncture and Moxibustion, yang
diyakini sebagai fondasi akupunktur. Titik akupunktur merupakan tempat qi (energi) dari
organ zangfu melalui meridian ditransportasikan menuju ke permukaan tubuh. Perangsangan
pada titik akupuntur memodulasi fisiologi tubuh seperti menurunkan tekanan darah,
mencegah rekurensi arrhythmic, meredakan gejala dispepsia fungsional, dan meningkatkan
kualitas hidup. Stimulasi pada titik akupunktur tertentu akan ditrasmisikan melalui saluran
tertentu yang akhirnya akan sampai pada pusat yaitu otak.

(gambar diambil dari Schwarz and Gu, 2013)

Jenis-jenis titik akupunktur.


Terdapat banyak sekali titik akupunktur yang tersebar di seluruh permukaan tubuh. Secara
umum berbagai jenis titik akupunktur diklasifikasikan berdasarkan 3 kategori:
1. Titik akupunktur umum
Titik akupunktur ini terletak pada 14 jalur meridian, yaitu 12 meridian umum
biasanya terdapat masing-masing 2 buah titik kanan dan kiri, 1 meridian ren yang
27
terletak sepanjang anterior garis tengah tubuh dan 1 meridian du yang terletak di
sepanjang posterior garis tengah tubuh. Titik akupunktur umum berjumlah 365
titik.

2. Titik akupunktur (Istimewa) Ekstra


Titik extra terdapat di luar ke 361 titik di atas, merupakan titik yang ditemukan
berdasarkan pengalaman. Titik ini merupakan tempat yang efektif untuk terapi
penyakit tertentu. Walaupun tersebar di seluruh tubuh, sebenarnya titik extra masih
berhubungan dengan sistem meridian umum, misalnya Yintang (extra1)
berhubungan dengan meridian Du, Lanwey (extra 18) berhubungan dengan
meridian Lambung. Tititk akupunktur extra berjumlah 48.

3. Titik akupunktur Ashi/ titik nyeri tekan


Titik ini tidak mempunyai nama dan tempat tertentu.

Lokasi titik akupunktur


Secara tradisional, titik akupunktur terletak pada tulang, lekukan tulang, di antara otot atau di
antara 2 tendon.

Bagaimanakah cara penentuan titik akupunktur?


Secara umum, para klinisi mempergunakan metode penentuan titik akupunktur dengan 3 cara:
1. Pengukuran proporsional
2. Patokan alamiah
3. Pengukuran dengan jari

1. Pengukuran proporsional
Penentuan dengan metode ini panjang dan lebar berbagai bagian dari tubuh telah ditentukan
dan dipakai sebagai standar pengukuran, seperti pada gambar 1.

28
Gambar 1: ukuran proporsional dan ukuran jari (F-cun)

Pada regio dada dan abdomen, penentuan lokasi titik akupunktur bisa juga mengacu pada
beberapa garis yang terletak di regio tersebut

Daerah Dada :
Garis Lateral Dada ( GLD )
GLD I : Sejajar garis Median, 2 CUN ke Lateral
GLD II : 2 CUN Lateral dari GDL I
GLD III : 2 CUN Lateral dari GDL II

Daerah Perut :
Garis Lateral Perut ( GLP )
GLP I : 0.5 CUN Lateral dari garis Median
GLP II : Lanjutan GLD I
GLP III : Lanjutan GLD II

2. Patokan alamiah
Berbagai patokan alamiah yang ada di permukaan tubuh dapat dipakai untuk menentukan
lokasi titik akupunktur. Secara umum, dibagi menjadi 2 bagian:

a. Patokan tetap/ tidak bergerak

29
Pada posisi ini tidak berubah dengan adanya pergerakan tubuh, termasuk di dalamnya
adalah 5 organ indera, rambut, kuku, puting susu, umbilicus, penonjolan dan depresi
tulang, antara dua tulang, antara 2 tendon. Misalnya EX-HN1 (Yintang) terletak
diantara ke dua alis, Du 25 (Suliao) terletak pada ujung hidung dan RN 8 (Shenque)
terletak pada umbilicus.
b. Patokan bergerak
Titik ini hanya terlihat bila bagian tubuh bergerak pada posisi khusus, bila lengan
fleksi,maka terlihat LI 11 (Quchi) pada tepat di lekukan siku.

3. F- Cun, pengukuran dengan jari


Jari jemari pasien bisa dipakai sebagai ukuran. Ada 3 patokan yang sering dipakai
(gambar 1)
Coyle, 2000 menunjukkan bahwa penilaian dengan Cun terkadang membuat penentuan titik
tidak akurat karena perbedaan bentuk tubuh berdasarkan ras.

Selain 3 cara di atas, beberapa penelitian menampilkan cara penentuan titik dengan berbagai
metode antara lain dengan gambaran 3-D Virtual body (Kim, J., & Kang, D. I, 2014) selain
menggunakan MRI dan lain-lain.

Cara penulisan dan tata nama titik akupunktur


Cara penulisan titik akupunktur memakai pedoman berikut ini:
1. Dua huruf kapital singkatan organ, nomer pemunculan sesuai dengan topografi
meridian
2. Nama titik dalam huruf latin (Pinyin) dan/ atau nama titik dalam huruf kanji

Sebagai contohnya:

1. ST 36 (Zusanli), artinya titik akupunktur umum, terletak pada meridian lambung


(stomach=ST) di urutan nomer 36, namanya Zusanli
2. RN 12 (Zhongwan), artinya titik akupunktur umum, terletak pada meridian Ren di
urutan nomer 12, namanya Zhongwan
3. EX-UE 2 (Erbai),artinya titik akupunktur extra,terletak pada ekstremitas atas (Upper
Extremity) di urutan nomer 2, namanya erbai

Karakteristik titik akupunktur

Secara makroskopis anatomi, keberdaan titik akupunktur hampir tidak bisa dibedakan dengan
area di sekitanya, namun demikian beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa area pada
titik akupunktur mempunyai perbedaan bila dinilai secara histologis, daya kelistrikannya,
efikasinya serta efeknya terhadap otak bila dilakukan perangsangan.

Berikut ini merupakan karakteristik titik akupunktur:

Pada penelitian dari otopsi didapatkan bahwa dalam titik akupunktur mengandung lebih
banyak:

30
1. Saraf : 99,6 % (jumlah yg diteliti : 324 )
2. Pembulu darah nadi : berjarak 0,5 cm = 84,36 %, langsung = 7,26 % (jumlah yg
diteliti : 262 )
3. Lebih banyak pembuluh limfe
Pada pemeriksaan histologis diketahui bahwa di dalam titik akupunktur terdapat gambaran
sebagai berikut:

1. Serabut otot > padat


2. Ujung serabut saraf > banyak
3. P.d besar / kecil > banyak
Penelitian KRIPPER menunjukkan bahwa tahanan listrik pada titik akupuntur:

1. Lebih rendah dari daerah sekitarnya


2. Titik akupunktur : 100 – 200 ribu Ohm
3. Daerah lain : 1 juta Ohm
4. Akhiran saraf lebih padat
Penelitian lain yang menunjukkan karakteristik titik akupunktur, antara lain

1. Kellner (1965):
- 12000 mikroseksi pada 11 titik akup, didapatkan 1 reseptor 2,80mm2, bukan
titik 1283 mm2
- Titik akupunktur terletak pada area kaya saraf superficial

2. Gun et al (1976):
- Penelitian terhadap 70 titik akupunktur didapatkan: 47 titik pada titik motorik,
11 titi terdapat di garis sagital dan 12 titik pada plexus saraf.

3. Gun 1977 menemukan titik di atas otot tendon

4. Fan et al (1990):

- Dengan menggunakan mikroskop electron diketahui gap junction pada titik


akup lebih banyak 2x

5. Croley dan Carlson (1991):


- papilla dermis pada titik akupunktur lebih banyak 2x lipat

6. Kawakita (1993):
- reseptor rangsang akupunktur mekanis maupun termis sama, yaitu mempunyai
reseptor polimodal (mengandung serabut C, A-delta dan A-beta)
7. Dung (1984):
- Selalu berkaitan dg saraf kutaneus atau saraf otot, besarnya serabut saraf
menentukan kepekaan
- Lebih banyak berada di sepanjang saraf superficial

Sifat lain dari titik akupunktur adalah sebagai berikut:


31
1. Berada di lokasi serabut saraf menembus fascia dalam yang timbul dekat ke
permukaan
2. Terletak pada foramen tulang

3. Terletak di lokasi batang saraf masuk dalam otot terdiri dari serabut aferen, eferen dan
serabut saraf simpatis

4. Terletak dimana pembuluh darah, arteria dan vena bersama-sama batang saraf
membentuk kesatuan neurovaskuler saat masuk ke dalam otot

5. Terkait dengan batang saraf yang mengandung serabut sensorik dengan reseptor
sensorik yang melekat padd pembuluh darah, serabut otot, tendon dan kulit

6. Terletak pada lokasi batang saraf besar bercabang menjadi 2 atau lebih

7. Merupakan lokasi yang peka rangsang pada struktur ligamen

8. Terletak sepanjang sutura cranium

Berbagai penelitian yang berkaitan dengan karakteristi titik akupunktur

Gambaran anatomis dan histologis

Secara anatomi, banyak yang melaporkan bahwa sistem saraf, pembuluh darah, atau otot
kemungkinan memiliki hubungan erat dengan titik akupuntur. Akumulasi microvessels
ditunjukkan di titik akupunktur Zhongji (RN3) dan ST36, sedangkan jaringan sekitarnya tidak
menunjukkan karakteristik ini. Pemeriksaan histologis menunjukkan bahwa titik akupuntur
memiliki sejumlah elemen seperti kepadatan ujung saraf yang tinggi, serabut afferen A dan C
serta konsentrasi elemen saraf dan vaskular yang lebih tinggi, terutama sel mast, yang dapat
merasakan stimulasi. Disebutkan bahwa titik akupunktur dapat meningkatkan degranulasi sel
mast, dan kepadatan sel mast dari ST36 tikus lebih tinggi dari titik palsu terdekat. Sementara
itu, moksibusi juga dapat mengaktifkan degranulasi sel mast pada Ximen (PC4), dan Tianshu
(ST25) dari model tikus penyakit yang berbeda. Langevin menemukan 80% korespondensi
antara area titik akupunktur dan lokasi jaringan konus intermuscular atau intramuskular di
bagian jaringan postmortem. Selama akupunktur, jaringan ikat, elastis dan serat kolagen
terjalin di sekitar jarum di bawah lokasi titik akupunktur untuk menghasilkan sensasi tusuk
jarum khas, yang digambarkan sebagai "Deqi".

Gambaran biofisika

Studi terbaru menegaskan bahwa meridian dan titik akupunktur memiliki banyak sifat
biofisik, yang berbeda dari area bukan titik akupuntur. Sifat yang dimaksud meliputi
karakteristik listrik (yaitu, potensial listrik tinggi, konduktansi, dan kapasitansi, impedansi
rendah dan resistensi), karakteristik termal (yaitu, pelacakan radiasi inframerah sepanjang
meridian), karakteristik akustik (yaitu, suara panduan tinggi dengan 2–15 Hz frekuensi, 0,5–
10 mV amplitudo, 6,2-10 cm /detik kecepatan konduksi dua arah dan menjadi serupa dengan
gelombang tajam atau gelombang sinus), karakteristik optik (yaitu, sifat bercahaya tinggi dan
penyebaran gelombang cahaya sepanjang meridian), karakteristik magnetik (yaitu, arus
melingkar relatif stabil osilasi elektromagnetik dan kimia sepanjang jalur resistansi listrik
32
rendah), karakteristik isotop (yaitu, migrasi isotop sepanjang meridian), dan karakteristik
myoelectric (yaitu, aktivitas myoelectric jelas). Oleh karena itu, adanya berbagai sifat di atas
sangat mendukung keberadaan meridian secara ilmiah (Li et al, 2012)

Gambaran biomolekuler

Ketika merangsang acupoints, di area lokal dapat melepaskan biomolekul yang mempunyai
peran analgesia atau neuromodulasi. Penelitian awal menunjukkan bahwa adenosine adalah
biomolekul efektif yang dihasilkan secara lokal di acupoint. Satu percobaan hewan
menunjukkan bahwa adenosin dilepaskan selama perangsangan di titik ST36. Penelitian lebih
lanjut dalam subyek manusia juga mendukung pendapat di atas. Beberapa percobaan
menunjukkan bahwa kadart oksida nitrat pada titik akupunktur lebih tinggi daripada non-
acupoints atau area kontrol non-meridian. Sementara itu, konsentrasi siklik guanosin
monophosphate atau norepinefrin (NE) dan tingkat pelepasan NE juga lebih tinggi. Studi lain
menunjukkan tingkat tekanan oksigen parsial yang lebih tinggi dalam acupoints (ST36,
Shangjuxu (ST37), Zhongting (CV16), dan Shanzhong (CV17)) kelinci daripada
nonacupoints (1 cm terpisah dari titik acupoints). Tiga dari empat titik acupoints juga
menunjukkan konsentrasi yang signifikan lebih tinggi dari kalsium (Ca), besi (Fe), tembaga
(Cu), dan seng (Zn) elemen dari jaringan sekitarnya.

Spesifikasi titik akupunktur

Lokasi titik akupunktur akan berpengaruh pada hasil terapi. Penusukan atau perangsangan
pada titik tertentu akan menghasilkan efek tertentu yang berbeda. Hal ini dapat diketahui dari
beberapa penelitian yang telah dilakukan.

Contoh beberapa titik akupunktur tubuh beserta indikasi dan cara penusukan:

Dadun (LR1)

Lokasi: dalam lekukan 0,3 cm sisi lateral basis kuku ibu jari

Saraf: r dorsolateral n perinei profundi

Indikasi:

- Lokal: keluhan jaringan setempat, ibu jari metatarsal


- Khusus: keluhan daerah iga, pelvis, genetalia externa, extremitas inferior, hernia,
demam, meno-metrorraghia
Cara perangsangan: tegak lurus atau miring ke proksimal, sedalam 0,3 cm atau penjaruman
berdarah

Taichong (LR3)

Lokasi: dalam lekukan, proksimal sendi matacarpophalangeal, pertemuan metatarsal 1 dan 2

Saraf: cab n cutaneus dorsalis pedis, dalam: n peroneus profundus

Indikasi:
33
- Lokal: keluhan jaringan setempat, jari, telapak kaki
- Khusus: mata, daerah iga, pelvis, gen externa, extremitas infeior, hipertensi, vertigo
Cara perangsangan: tegak lurus, 1 – 1,5 cm

Yinlingquan (SP9)

Lokasi: dalam lekukan di bawah posterior dari condilus medialis tibiae

Saraf: r cutanei cruris medialis n sapheni, bag dalam: cab n tibialis

Indikasi:

- Lokal: keluhan jaringan setempat, lutut


- Khusus: retensio urin, riak berlendir, keldaerah dada, pelvis, ext inferior, nyeri bahu
Cara perangsangan: tegak lurus sedalam 1 – 2,5 cm

Sanyinjiao(SP6)

Lokasi: di tepi posterior tulang tibia, 3 p.r di atas puncak maleolus internus

Saraf: n cutanei cruris medialis n sapheni, di bag dalam terdapat cab n tibialis

Indikasi:

- Lokal: keluhan jaringan setempat, betis, tungkai bawah


- Khusus: daerah dada, abdomen, pelvis, ext inferior, ptosis kelopak mata atas, kolik
ginjal, infertilitas, amenora, hipogalactia
Cara perangsangan: tegak lurus, 1,5 – 3 cm

Yongquan (KI1)

Lokasi: telapak kaki, dalam lekukan di tepi bawah anterior benjolan tulang naviculare pedis

Saraf: cab n plantaris medialis, dalam: r digitus secundum pedisn plantaris

Indikasi:

- Lokal: Kelainan jaringan setempat, jari dan telapak kaki


- Khusus: keluhan daerah dada, abdomen, pelvis, ext inferior, demam, kejang histeris,
epstaksis, asma bronkial
Cara penjaruman: tegak lurus sedalam 1 – 1,5 cm

Taixi (KI3)

Lokasi: pertngahan puncak maleolus internus dengan tendo achilles

Saraf: r cutanei medialis n sapheni, dalam: cab n tibialis


34
Indikasi:

- Lokal: jar setempat, daerah maleolus


- Khusus: daerah dada, abdomen, pelvis, ext inferior (nyeri tumit), gangguan fx ginjal
Cara perangsangan: tegak lurus atau miring ke arah maleolus internus,sedalam 1 cm

Neiting (ST44)

Lokasi: di antara jari kaki ke 2 dan 3, dalam lekukan distal sendi metatarsophalangeal pada
perbedaan warna kulit

Saraf: cab n cutaneus dorsalis pedis medialis

Indikasi:

- Lokal: kel jar setempat, daerah kaki metatarsal


- Khusus: kel daerah kepala frontal, wajah, dada, payudara, abdomen, ext inferior
(hordeolum)
Cara perangsangan: tegak lurus sedalam 1 cm atau miring ke proksimal

Tiaokou (ST38)

Lokasi: 8 p.r dari bawah batas patela 1 jari dari tepi anterior tibia

Saraf: cab cutanei n surae lateralis, dalam: n peroneus profundus

Indikasi:

- Lokal: kel jar setempat


- Khusus: kel daerah kepala frontsl, wajah, dada. Payudara, abdomen, ext inferior, nyeri
sendi bahu
Cara perangsangan: tegak lurus sedalam

Fenglong (ST 40)

Lokasi: 8 p.r batas bawah patella, 2 jari dari tepi anterior tibia

Saraf:

Indikasi:

- Lokal: kel jar setempat, tungkai bawah


- Khusus: kel daerah kepala frontal, wajah, dada, payudara, abdomen, ext inferior,
astma bronchial, hiperlipidemia
Cara perangsangan: tegak lurus sedalam 1,5 – 3 cm

35
Zusanli (ST 36)

Lokasi: 3 p.r batas bawah patella, 1 jari tepi anterior tulang tibia

Saraf: r cutanei n surae lateralis, dalam: n peroneus profundus

Indikasi:

- Lokal: kel jar setempat, tungkai bawah


- Khusus: kel daerah frontal kepala, wajah, dada, payudara, abdomen, ext inferior, kel
lambung, hiperemesis gravidarum, anoreksia, kel usus, hiperlipidemia, regulasi
tekanan darah, influenza,
Cara perangsangan: penjaruman tegak lurus sedalam 2 – 4 cm

Zulinqi (GB 41)

Lokasi: punggung kaki lateral, distal sendi metatarsophalangeal ke-4, dalam lekukan lateral
tendo m extensor digiti minimi

Saraf: r cutaneus dorsalis pedis medialis dan n plantaris lateralis

Indikasi:

- Lokal: kel jar setempat, metatarsal


- Khusus: kel kepala temporal, wajah, leher kuduk, dada-iga, ext inferior
Cara perangsangan: tegak lurus 1 cm

Yanglingquan (GB 34)

Lokasi: lateral betis, lekukan di bawah anterior capitulum fibulae

Saraf: r cutanei n surae lateralis, dalam: n peroneus communis

Indikasi:

- Lokal: kel jar setempat, daerah lutut


- Khusus: kel kepala temporal, wajah, leher-kuduk, dada-iga, ext inferior, kolik empedu,
kelumpuhan otot
Cara perangsangan: tegak lurus sedalam 2 – 3 cm

Fengsi (GB 31)

Lokasi: 7 p.r di atas lutut, saat berdiri tegak ujung jari tengah berada di titik ini

Saraf: r cutanei n femoris lateralis, dalam: r musculares n femoralis

Indikasi:
36
- Lokal: kel jar setempat, tungkai atas
- Khusus: urtikaria
Cara perangsangan: tegak lurus sedalam 2 – 3 cm

Shenmai (BL 62)

Lokasi: lekukan tepat di bawah maleolus externus

Saraf: cab n suralis

Indikasi:

- Lokal: kel jar setempat, daerah malleolus kaki


- Khusus: kel kepala frontal dan oksipital, wajah, leher kuduk, dada-iga, extr inferior,
insomnia, spaske otot mata
Kunlun (BL 60)

Lokasi: pertengahan mal externa dg tendo achilles

Saraf: cab n suralis

Indikasi:

- Lokal: jar setempat, maleolus kaki


- Khusus: kel kepala frontal, oksipital, leher-kuduk, dada iga, dorsal tubuh, extr inferior,
ischialgia
Cara perangsangan: tegak lurus, 1-2 cm

Taiyuan (LU 9)

Lokasi: garis lipat tangan, sisi medial denyut nadi radialis

Saraf: cab n radialis

Indikasi:

- Lokal: jar setempat, pergelangan tangan


- Khusus: kel paru; batuk, sesak nafas, kel pembuluh darah,
Cara perangsangan: penjaruman tegak lurus 0,3 – 0,5 cm, hindari nadi

Daling (PC 7)

Lokasi: pertengahan garis lipat pgelangan tangan, di ant tendo otot palmaris longus dg tendo
otot flexor carpi radialis

Saraf: n digitales palmaris communis, n medianus

Indikasi:

37
- Lokal: kel jar setempat, pgelangan tangan (CTS)
- Khusus: ext sup, kel psikis, azostomis, stomatitis, dispepsia
Neguan (PC 6)

Lokasi: 4,5 cm di atas lipat pergelangan tangan, diantara tendo otot palmaris longus dg tendo
otot flexor carpi radialis

Saraf: cab cutanei n antebrachii medialis, , r palmaris n medianus, r palmaris interossea


antebrachii

Indikasi:

- Lokal: kel jar setempat, pergelangan tangan


- Khusus: extr sup, kel cv, insomnia, kel lambung, nyri intercostalis, lumpuh pasca
stoke, regulasi tekanan darah, hiperlipidemia
Cara perangsangan: tegak lurus, sedalam 1 – 1,5 cm

Shenmen (HT7)

Lokasi: dalam lekukan sisi ulnair garis lipat pergelangan tangan, sisi radial tendon n flexor
carpi ulnaris

Saraf: cab cutanei n antebrachii medialis, sisi ulna: n ulnaris

Indikasi:

- Lokal: kel jar setempat, daerah perg tangan


- Khusus: kel daerah ketiak, extr sup, insomnia, kel mental, takikardia
Cara perangsangan: tegak lurus sedalam 1 cm

Hegu (LI4)

Lokasi: pertengahan metacarpal ke 2

Saraf: cab superfisialis n radialis

Indikasi:

- Lokal: jaringan setempat, pergelangan tangan


- Khusus: wajah, tenggorokan extr sup, demam, influenza, lumbago,nyeri iga, ankle
sprain. Cara perangsangan tegak lurus, sedalam 1 – 2 cm.
-
B. MERIDIAN

Untuk mempertahankan kesehatan tubuh, terdapat 3 kesatuan yang mendasar:

38
1. Lima Zat/ substansi dasar: Zat-zat yang memunculkan dan mempertahankan
kehidupan. Termasuk substansi dasar adalah: Qi (energi kehidupan vital), Xue
(Darah), Jinye (Cairan Tubuh), Jing (Esensi), dan Shen (Roh/ spirit).
2. Organ Zang-fu: Satu set 5 pasang organ yin-yang menghasilkan Lima Zat Dasar.
3. Jing-luo (meridian): Saluran-saluran yang menghubungkan organ-organ Zang-fu dan
mengatur aliran substansi dasar ke seluruh tubuh.
Pada materi ini, hanya dibahas tentang meridian yang dipakai sebagai pengantar untuk
pemahaman keberadaan titik akupunktur.

Meridian dalam Pengobatan Tradisional Cina

Dalam Pengobatan Tradisional Cina, meridian atau Jing luo adalah saluran yang dilalui qi dan
aliran substansi fundamental lainnya. Meridian berfungsi sebagai jaringan, seperti sistem jalan
raya, yang dapat dipetakan di seluruh tubuh. Mereka mirip dengan sistem peredaran darah di
kedokteran barat, tetapi perlu ditekankan bahwa meridian adalah non-fisik.

Jing Luo dibagi menjadi dua kategori utama: jingmai atau saluran meridian utama dan luo mai
atau kolateral. Kita batasi pembahasan hanya pada meridian utama (Jingmai).

Jingmai mengacu pada sistem kolektif saluran meridian utama. Tujuan utamanya adalah
mengatur aliran qi ke seluruh tubuh. Secara umum, ada tujuh puluh dua jingmai utama. Dari
tujuh puluh dua, dua puluh dianggap yang paling penting dalam akupunktur dan akan menjadi
fokus utama materi ini.

Kategori meridian utama adalah

1. Dua belas Meridian Umum - Ini adalah garis meridian yang paling penting dari tubuh.
Mereka terhubung ke organ Zang-fu dan merupakan jalur utama yang mengangkut qi
dan xue (darah) ke seluruh tubuh.
2. Delapan Vessels Luar Biasa-Fungsi utama mereka adalah untuk menghubungkan dua
belas meridian utama.
3. Dua Belas Divergen atau Meridian-Meridian Berbeda ini bertanggung jawab untuk
menghubungkan wei (defensif) dan yuan (orangtua) qi.

39
gambar diambil dari https://www.amcollege.edu/blog/what-are-meridians-in-
traditional-chinese-medicine-tcm

12 meridian umum

Dua Belas Meridian Umum adalah garis meridian utama yang dilewati oleh qi. Mereka
terletak di setiap lengan dan kaki, memiliki sifat yin-yang, dan terhubung ke organ Zang-
fu tertentu.

40
Ada enam yin meridian yang terletak di bagian dalam lengan, kaki, dada, dan badan. Ena

m meridian yang terletak di bagian luar lengan, kaki, kepala, dan badan.

Secara total, ada tiga yin meridian (jantung, paru-paru, dan perikardium) dan tiga
meridian yang (usus kecil, usus besar, dan sanjiao) dari lengan, serta tiga yin meridian
(hati, ginjal, limpa) dan tiga yang meridians (kandung kemih, kandung empedu, dan perut)
dari kaki

41
Koleksi tiga yin dan tiga pola Yang disebut sebagai Enam Teori Meridian. Teori ini
menjelaskan jenis qi yin-yang dan derajat diterimanya sinar matahari, yang didasarkan
pada posisinya pada tubuh, dari yang paling eksternal hingga yang paling internal.
1. Tai Yang- Yang lebih besar. Paling eksternal. Posisi posterior.
2. Yang Ming-Brightness Yang. Posisi anterior.
3. Shao Yang-Lesser Yang. Posisi posterior.
4. Tai Yin-Greater yin. Posisi anterior. Dimana paru-paru dan qi limpa berinteraksi.
5. Shao Yin-Lesser yin. Posisi posterior. Di mana qi jantung dan ginjal berinteraksi.
6. Jue Yin-Absolute yin. Paling internal. Posisi lateral atau tengah. Di mana hati dan
perikardium qi berinteraksi.
7.
Alur Waktu Meridian.
Pengaturan khusus dari 12 Meridian umum ini memungkinkan tubuh berfungsi dengan cara
seperti jam. Qi dalam aliran meridian mengikuti siklus sirkadian, berdasarkan waktu hari.
Karena hubungan antara meridian dan Zang-fu, siklus ini dapat digunakan untuk menentukan
dan mengobati penyakit.

42
Seperti dengan semua pasangan yin-yang, masing-masing dari Dua Belas Meridian umum ada
sebagai pasangan penghubung yang membentuk hubungan internal-eksternal dengan organ
Zang dan fu. Setiap lengan meridian memiliki rekan meridian kaki. Meridian ini juga
mempengaruhi pasangan pasangan Zang-fu. Misalnya, penyakit jantung atau meridiannya
diobati melalui penyembuhan melalui titik-titik meridian ginjal.

43
Meridian extra-ordinari yang perlu ditambahkan di sini adalah 2 Governor Vessel (GV)
yang berjalan di linea medianan posterior dan Conception Vessel (CV) berjalan di linea
mediana anterior.

Daftar Pustaka:

Ahn, A. C., Colbert, A. P., Anderson, B. J., Martinsen, Ø. G., Hammerschlag, R., Cina, S., ...
& Langevin, H. M. 2008. Electrical properties of acupuncture points and meridians: a
systematic review. Bioelectromagnetics: Journal of the Bioelectromagnetics Society, The
Society for Physical Regulation in Biology and Medicine, The European Bioelectromagnetics
Association, 29(4), 245-256.

Cheng, K.J., 2011. Neuroanatomical characteristics of acupuncture points: relationship


between their anatomical locations and traditional clinical indications. Acupuncture in
Medicine, 29(4), pp.289-294.

Coyle, M., Aird, M., Cobbin, D. M., & Zaslawski, C. 2000. The cun measurement system: an
investigation into its suitability in current practice. Acupuncture in Medicine, 18(1), 10-14.

Kim, J., & Kang, D. I. (2014). Positioning standardized acupuncture points on the whole body
based on X-ray computed tomography images. Medical acupuncture, 26(1), 40-49.

Li, F., He, T., Xu, Q., Lin, L.T., Li, H., Liu, Y., Shi, G.X. and Liu, C.Z., 2015. What is the
Acupoint? A preliminary review of Acupoints. Pain Medicine, 16(10), pp.1905-1915.

Schwarz, W. and Gu, Q., 2013. Cellular mechanisms in acupuncture points and affected sites.
In Current research in acupuncture (pp. 37-51). Springer, New York, NY.

World Health Organization. (2008). WHO standard acupuncture point locations in the
Western Pacific Region. In WHO standard acupuncture point locations in the Western Pacific
region.

Xing, J.J., Zeng, B.Y., Li, J., Zhuang, Y. and Liang, F.R., 2013. Acupuncture point
specificity. In International review of neurobiology (Vol. 111, pp. 49-65). Academic Press.

Yan, X., Zhang, X., Liu, C., Dang, R., Huang, Y., He, W., & Ding, G. (2009). Do
acupuncture points exist?. Physics in Medicine & Biology, 54(9), N143.

Zhao, L., Chen, J., Liu, C.Z., Li, Y., Cai, D.J., Tang, Y., Yang, J. and Liang, F.R., 2012. A
review of acupoint specificity research in china: status quo and prospects. Evidence-Based
Complementary and Alternative Medicine, 2012.

44
III. MEKANISME KERJA AKUPUNKTUR

Bila titik akupunktur dirangsang maka akan terjadi beberapa macam reaksi yaitu:
1. Reaksi inflamasi lokal
2. Transduksi interseluler
3. Refleks kutaneosomatovisera
4. Transmisi neural ke otak.

Bila suatu titik akupunktur dirangsang maka secara subyektif akan dirasakan:
1. Nyeri tajam (serabut saraf A-group delta)
2. Nyeri tumpul (serabut saraf C)
3. Rasa berat (serabut korpuskel peka tekanan)
4. Rasa pembengkakan (terpengaruhnya mikrosirkulasi dan peninggian permeabilitas )
5. Korona kemerah-merahan sekitar jarum masuk (dilatasi mikrosirkulasi)
6. Rasa hangat sekitar jarum masuk (Peningkatan mikrosirkulasi)
7. Perangsangan lebih lanjut akan menimbulkan peninggian ambang nyeri dan apabila
diteruskan akan timbul efek analgetik di daerah yang jauh dari titik yang dirangsang.

Secara garis besar kerja akupunktur akan menimbulkan efek berupa:


1. Analgesi
2. Regulasi

Efek regulasi dapat berupa:


1. Relaksasi otot yang spastik
2. Peninggian / perbaikan mikrosirkulasi, baik lokal maupun distal
3. Normalisasi tekanan darah
4. Penurunan kadar lemak yang tinggi dalam darah
5. Penyembuhan hipersensitivitas kulit dan selaput lendir terhadap berbagai faktor
6. Pemulihan dari dipresi mental, keadaan hiperaktif dan anxiety
7. Perangsangan pelepasan hormone hipofise ACTH
8. Peninggian reaksi imun dan resistensi terhadap infeksi bakteri
9. Normalisasi aktivitas organ viscera
10. Normalisasi kadar gula darah
11. Perangsangan regenerasi serabut saraf.

45
Rangsangan pada titik akupunktur dapat menimbulkan :
1. Efek regional
a. Reaksi jaringan
Cedera dinding sel akibat rangsangan titik akupunktur membebaskan asam
arakidonat yang dikandungnya. Selanjutnya dihasilkan lekotrin, prostaglandin E-2,
tromboksan dan prostasiklin. Mediator kimiawi itu memicu terjadinya inflamasi lokal
dan agregasi trombosit.
Kerusakan endotelium pembuluh darah halus dan kapiler serta jaringan ikat
akan menghasilkan fragmen kolagen, miofibril dan membran basal, yang
mengakitivasi sistim pembekuan darah secara bertingkat.
Reaksi inflamasi buatan akan dilanjutkan dengan proses lain berupa reaksi
anti-inflamasi.
b. Refleks akson
Rangsangan penjaruman pada reseptor polimodal oleh saraf sensorik
diteruskan selain ke medula spinalis, juga ke akson kolateral yang mengandung CGRP
(calcitonin gen related peptide) dan bersinaps akso-aksonik dengan akhiran saraf
simpatis di sekitar pembuluh darah. Pelepasan asetilkolin oleh akhiran saraf simpatis
yang teraktivasi menyebabkan vasodilatasi lokal di sekitar lokasi penjaruman.
Vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler, selain karena reaksi
inflamasi dan refleks axon, juga karena terjadinya refleks vasomotor segmental
medula spinalis, serta serabut eferen kolinergik dari pusat saraf otonom di hipotalamus
anterior.
Terjadinya vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan
berbagai sisa metabolisme terangkut, pasokan ATP, nutrisi dan oksigen menjadi
lancar; produk reaksi inflamasi difagositosis/dilisis, dan mediator yang teraktivasi
diinaktivasi.

c. Arus listrik dari perlukaan


Titik akupunktur mempunyai tegangan listrik lebih tinggi dari kulit sekitarnya.
Tegangan listrik yang melewati lapisan epidermis adalah 20 - 90 milivolt, dengan
kutub positif di dalam dan kutub negatif diluar. Pelukaan kulit akan menimbulkan arus
pendek.
Penjaruman menurunkan tahanan listrik berbarengan dengan menghasilkan
arus listrik searah sebesar 10 mikroamper dimana kutub negatif berada di bekas
lubang tusukan dan kutub positif terletak di tepi luka.
46
Fenomena ini berlangsung selama lebih kurang 48 jam yaitu waktu yang
dibutuhkan tubuh menyembuhkan luka tusukan.
Degenerasi aksonal atau demielinisasi segmental menyebabkan saraf yang
rusak menjadi peka berlebihan terhadap asetilkolin.
Arus listrik searah yang dihasilkan penjaruman mengurangi kepekaan tersebut,
dan memicu proses regenerasi saraf.
2. Efek sistemik
a. Efek analgetik
Efek analgetik tindakan akupunktur dimediasi oleh endorfin atau oleh
serotonin. Pada rangsangan yang lama dan kuat, dapat menimbulkan Stress induced
analgesia, yang tidak dapat dihilangkan oleh nalokson atau sinanserin, tetapi dapat
dihilangkan oleh deksametason. Penjaruman lokasi bukan titik akupunktur tidak
menimbulkan efek analgesi, karena rangsang penjaruman itu tidak menuju substansia
grisea periakuaduktus, sebagaimana rangsang titik akupunktur; tetapi menuju ke
hipotalamus posterior dan nukleus sentromedian lateralis talami (bagian dari analgesia
inhibitory system) dgn mediator kolesistokinin, suatu antagonis opiat endogen yg akan
menduduki reseptor opiat di substansia grisea periakuaduktus.

b. Efek regulasi
Tubuh manusia mempunyai kecenderungan mempertahankan homeostasis yang
melibatkan : Sistem saraf, endokrin, dan mediator kimiawi.

Mekanisme kerja akupunktur dapat pula berupa:


1. Mekanisme spinal segmental
2. Mekanisme heterosegmental (intersegmental) melibatkan beberapa sistem:
Serotoninergik, adrenergic, dan DNIC (Diffuse Noxious Inhibitory Control)

1. Mekanisme spinal segmental


Mekanisma kerja akupunktur segmental memanfaatkan pola lengkung refleks
kutaneoviseral atau somatoviseral, baik secara segmental maupun intersegmental dengan
melibatkan pula pusat refleks yang lebih tinggi di hipotalamus anterior.
Pemanfaatan klinis akupunktur segmental untuk nyeri miofascial dan kelainan
fungsi organ, membutuhkan pengetahuan persarafan kulit (dermatom), persarafan otot
(miotom) dan persarafan organ (viserotom); sehingga dapat dipilih titik akupunktur,

47
sesuai dermatom dari segmen yang sama atau berdekatan. Skema mekanisme segmental
akupunktur:

Gambar 2. Mekanisme spinal segmental

Keterangan skema mekanisme segmental akupunktur:

The C primary afferent polymodal nociceptor projects to substantia gelatinosa (SG) cells in the superfisial
dorsal horn; these generate further impulses that pass to, or perhaps disinhibit, wide dynamic range
(WDR) (or convergent) cells whose axons pass up to the brain in the spinoreticular tract where they are
eventually interpret as painful.

The Aδ primary afferent pinprick receptors project both to marginal cells (M), which project up to the
brain in the spinothalamic tract carrying information about pinprick that will become conscious, and to
enkephalinergic stalked cells (St), which can release enkephalins (ENK) that inhibit SG cells, thus
preventing information generated by noxious stimulation being transmitted further.

Neurotransmitter yang merangsang nyeri:


a. Endogenous opioid (enkefalin, dinorfin, endorfin)
b. Somatostatin
c. Serotonin
d. Noradrenalin
e. Gamma Aminobutyric Acid (GABA)
f. Galanin.
2. Mekanisme heterosegmental
a. Serotoninergik

48
Gambar 3. Mekanisme heterosegmental

Rangsang penjaruman dibawa dari sel marginal ke ke nukleus ventroposterolateral


thalamus lalu ke korteks cerebri sehingga rangsang disadari.
Diotak tengah ada percabangan ke periaqueductal grey (PAG), dari sini turun ke nucleus
raphe magnus di medula oblongata yang mengeluarkan serotonin untuk dialirkan ke
stalked cell (St).
Dari St melalui mekanisme enkefalinergik akan menghambat SG untuk menyalurkan
hantaran nyeri dari serabut C untuk sampai di WDR.
PAG juga dipengaruhi oleh opioid endorphinergic fibres yang berasal dari nucleus
arcuatus di hipotalamus yang mendapat rangsang dari korteks prefrontal.

b. Adrenergik

Dari marginal cell ada proyeksi ke:

1) Nucleus paragigantocellularis lateralis (PGC) melalui locus ceruleus (LC)?


menghambat nyeri di level medula spinalis (Noradrenergically mediated)
2) LC diperbatasan medula oblongata dan pons melalui akson noradrenergik (NAD)
menghambat neuron spinal.

49
c. Diffuse Noxious Inhibitory Controls (DNIC)

Dari sel marginal memberi cabang ke subnucleus reticularis dorsalis (R) di medula
oblongata bagian kaudal dari sini akan menghambat impuls nyeri di SG melalui
mekanisme DNIC.

Mekanisme kerja akupunktur yang lain:

1. Reaksi anti inflamasi

Cedera dinding sel akibat perangsangan titik akupunktur membebaskan asam


arakidonat; yg dengan bantuan lipoksigenase diubah menjadi lekotrin; dgn bantuan
sikloksi genase diubah menjadi prostaglandin E-2, tromboksan dan prostasilin; semua
mediator kimiawi ini memicu terjadinya reaksi inflamasi lokal dan agregasi trombosit.

Reaksi inflamasi buatan berikut semua mediator kimiawi, ditindaklanjuti oleh


tubuh dengan reaksi anti-inflamasi yg menyeluruh.

2. Imunitas
Perangsangan titik akupunktur merusak endotelium pembuluh darah halus dan
kapiler serta jaringan ikat, akibatnya dihasilkan fragmen kolagen, miofibril dan
membran basalis yang akan mengaktivasi sistim pembekuan darah secara bertingkat
yaitu:

Yang pertama teraktivasi adalah faktor XII Hageman dari plasma dan jaringan. Kinin
protease dari sel mast dan basofil mengubah faktor XII menjadi faktor XIIa, yang
selanjutnya mengkatalis plasminogen menjadi plasmin dan protrombin menjadi
thrombin.

Plasmin masuk dalam sistim komplemen imun melalui aktivasi C1, C3 dan C5 dari
molekul protein plasma, sedang trombin mengaktivasi C3.

Keikutsertaannya dalam sistem imunitas tidak spesifik, yakni bersama dengan


immunoglobulin membungkus benda asing, sehingga mudah difagositosis atau dilisis;
bersamadengan kalikrein dan bradikinin menggerakkan reaksi imunitas tidak spesifik
melalui pengaruhnya pada lekosit (kemotaksis, lekositosis dan fagositosis).

Bossy (1990) dan Yuan et al (1993) menunjukkan adanya reseptor opiat di permukaan
dinding sel limfosit T.

50
Interaksi reseptor opiat dgn endorfin memicu limfosit T untuk berproliferasi, sehingga
jumlah total limfosit T meningkat, demikian juga mediator kimiawi yang dihasilkan
limfosit T (interleukin 1 s/d 6, gama interferon dan Tumor Necrosis Factor /TNF).

Pengaruh tidak langsung rangsang akupunktur terhadap produksi limfosit melalui


penyerapan Zn dan Cu

Akupunktur meningkatkan :

a. Penyerapan Zn (peningkatan kadar Zn darah)


b. Enzim superoksida dismutase (untuk menangkap radikal bebas superoksida)
c. Jumlah total limfosit
d. Rasio T-helper : T-suppressor.
Selain memperbaiki imunitas seluler, akupunktur juga berefek pada imunitas humoral
yaitu dengan meningkatkan produksi imunoglobulin.

3. Endokrin
Mekanisme kerja akupunktur melalui system endokrin dapat dijelaskan melalui
jalur aksis hipotalamus-hipofisis yaitu:
Akupunktur manual dan elektro akupunktur frekuensi rendah mencapai hipotalamus
anterior, merangsang pelepasan releasing hormon lewat jalur vena (CRF, GnRH,
GHRH, GHRIH, TRH dan Dopamin) dan menghasilkan AVP. Dan Oksitosin yang
sampai di hipofisis posterior lewat jalur saraf.
CRH (corticotrophin releasing hormon) bersama dgn AVP (arginin vasopressin) dari
hipofisis posterior, merangsang produksi beta-lipotrofin dan ACTH; melalui pemecahan
enzimatik beta-lipotrofin  beta-endorfin.
a. GnRH (gonadotrophin releasing hormon) merangsang produksi LH (luteinising
hormon) dan FSH (follicle stimulating hormon)
b. GHRH (growth hormon releasing hormon) merangsang produksi GH (growth
hormon)
c. GHRIH (growth hormon releasing inhibiting hormon) yang menghambat produksi
GH, gastrin, TSH, glukagon, asam lambung, insulin dan enzim pankreas.
d. TRH (thyrotropin releasing hormon) merangsang produksi TSH (thyroid stimulating
hormon) dan prolaktin.
e. Dopamin menghambat produksi prolaktin.

51
4. Sistim Neuroendokrinimun (NEIS)
Tahun 1936, Hans Selye memperkenalkan konsep Stress. Respons stres dimanifestasi
dengan perubahan pada sistem saraf, endokrin dan imun, yang kemudian dikenal dengan
sistem neuroendokrinimun.
Etiologi respons stres :
1. Rangsangan fisik, kimiawi atau mekanik
2. Faktor biologik
3. Kelainan homeostasis imbalance dalam sistem-sistem saraf, endokrin imun dan cairan
tubuh
4. Kelainan psikologik, sosial dan lingkungan.

Mekanisme kerja akupunktur pada NEIS :


1. Akupunktur dapat meningkatkan jumlah sel limfosit T, karenanya dapat meningkatkan
daya imun sel tubuh.
2. Efek regulasi akupunktur pada daya transformasi sel limfosit T.
3. Efek regulasi akupunktur pada jumlah dan daya fagositosis lekosit (neutrofil,
eosinofil, basofil)
4. Efek regulasi akupunktur pada daya fagositosis MPS (mononucleus phagocyte
sistem) mencakup monosit, makrofag.
5. Efek regulasi akupunktur pada daya pengawasan sel NK
6. Efek regulasi akupunktur pada cytokine ( IL-2, IFN)
7. Efek regulasi akupunktur pada imunoglobin

8. Efek regulasi akupunktur terhadap aglutinin, eritrosit aglutinin, hemolisin,


bacteriocidin, precipitin.

9. Efek regulasi akupunktur pada sistem komplemen


10. Efek regulasi akupunktur terhadap properdin, plasma bacteriocidin.

Daftar Pustaka
1. Cheung L, Li P and Wong C. 2001. The Mechanism of Acupuncture Therapy and Clinical
Case Studies. Taylor and Francis, London and New York.
2. Cho ZA, Wong EK and Fallon JH. 2001. Neuro-Acupuncture. Volume 1. Neuroscience
Basics. Q-Puncture, Inc. Los Ageles, CA 90010.
3. Filshie J and White A. 1998. Medical Acupuncture. A Western Scientific Approach.
Churchill Livingstone.
52
4. Frank BL and Soliman NE. 2005. Auricular Therapy : A Comprehensive Text. Author
House.
5. Kiswojo. 2007. Pengetahuan Dasar Akupunktur. Penerbit Akupunktur Indonesia.
6. Kristanto, F. 2008. Bahan Kuliah Mekanisme Kerja Akupunktur. RSCM. Jakarta
7. Mayor DF. 2007. Electroacupuncture. A Practical Manual and Resource. Elsevier.
Toronto.

IV. SAFETY IN ACUPUNCTURE

I. Akupunktur
Akupunktur berasal dari kata Acus yang berarti jarum dan Puncture yang berarti
tusuk, sehingga akupunktur mempunyai arti tusuk jarum. Akupunktur modern dapat
didefinisikan sebagai penyisipan jarum tipis halus ke titik - titik tertentu pada tubuh
dengan manipulasi mekanik, listrik, atau fisik lainnya, yang menstimulasi reseptor saraf
baik secara mekanis maupun tidak langsung dengan jaringan ikat yang mengelilingi
jarum. Menurut WHO, indikasi akupunktur dapat berupa gangguan muskuloskeletal dan
neurologik seperti: arthitis, neuralgia, sciatici, back pain, tendonitis, post surgical,
labour, stiff neck, bell’s palsy, trigeminal neuralgia, headache, stroke, cerebral palsy,
polio, sprains.

Indikasi yang lain dapat berupa:


1. Berbagai keadaan nyeri seperti nyeri kepala, nyeri bahu, nyeri sendi, nyeri
pinggang, nyeri lambung, nyeri haid, nyeri kanker, nyeri herpes, nyeri persalinan
dan lain-lain.
2. Kelainan fungsional seperti asma, alergi, insomnia, mual pada kehamilan.
3. Beberapa kelainan saraf seperti kesemutan, kelumpuhan muka, kelumpuhan
anggota gerak.
4. Berbagai keadaan lain seperti ketagihan merokok dan narkotika, menurunkan kadar
gula darah, meningkatkan stamina, infertilitas, disfungsi ereksi, gangguan
perkembangan anak ( misal Cerebral palsy, hiperakti).
5. Akupunktur Estetika : Obesitas (kegemukan), mencerahkan wajah, mengencangkan,
menghilangkan garis – garis halus atau keriput, kantong mata dan lingkar hitam di
bawah mata, jerawat, rambut rontok dan menopause.

53
A. Manual akupunktur (MA)
Kontra indikasi penjaruman (manual acupunctur) dapat berupa:
1. Lokasi anatomis dekat pembuluh darah besar dan saraf
2. Panca indera
3. Hemofilia atau diatesa hemoragis
4. Kehamilan
5. Psikosis berat
6. Fontanel pada neonatus, putting susu /payudara, umbilikus, genitalia eksterna
7. Pasien dengan alat pacu jantung pada pemakaian elektrostimulator

B. Akupresure
Di Jepang : Shiatsu (shi = jari, atsu = tekanan). Perangsangan tekanan dengan
menggunakan jari-jari pada titik akupunktur untuk memulihkan keseimbangan sistem
dalam tubuh. Dapat berfungsi sebagai alat bantu diagnostik (terdapat titik nyeri tekan,
adanya hipertonus otot.
Indikasi : seperti akupunktur
Kontra indikasi :
1. Penyakit akut
2. Kelainan organ dalam
3. Kanker
4. Patah tulang
5. Perdarahan

C. Akuapunktur
Akuapunktur merupakan penyuntikan titik akupunktur dengan cairan tertentu.
Alat suntik : 2-5-10-20 ml. Jarum : 20-27 G.
Pada otot tipis : 0,3 ml dan tebal : 0,5 – 1 ml.
Kelebihan :
1. Praktis (kemudahan alat / bahan)
2. Hemat waktu
Kekurangan :
1. Kemungkinan nyeri lebih besar
2. Tidak dapat untuk daerah sensitif (seperti mata)
3. Kemungkinan alergi obat
54
4. Kemungkinan perdarahan / hematom lebih besar.
D. Elektroakupunktur
Elektroakupunktur merupakan tindakan akupunktur baik diagnostik maupun terapi yang
menggunakan alat elektronik yang memanfaatkan tenaga listrik. Harus diperhatikan
bagaimana jenis rangsang, frekuensi, kekuatan rangsang dan lama rangsang.
Elektroakupunktur pertama kali dipergunakan pada tahun 1930.
Keuntungan :
1. Menggantikan manipulasi dengan tangan
2. Rangsangan dapat diukur dan diatur
3. Memberikan rangsangan yang lebih kuat dan terus menerus dibanding dengan
rangsangan dengan tangan
4. Dapat dilakukan melalui elektrode di permukaan kulit untuk menggantikan
penusukan jarum
Kontraindikasi: riwayat penyakit jantung.

 Memberikan rangsangan lebih besar sehingga tidak perlu digunakan bila hanya
diperlukan rangsangan ringan
 Direkomendasikan terutama untuk neuralgia dan paralisis saraf
 Rangsangan continuous dengan frekwensi tetap dipergunakan untuk mengobati nyeri
dan spasme
 Rangsangan dense disperse untuk mengobati paralisis dan kesemutan
 Frekuensi rendah EA melepaskan β endorfin, enkephalin dan endomorphin,
 Frekuensi tinggi EA melepaskan dinorfin dan serotonin

55
Gambar 4. Neuropeptida yang dihasilkan akibat elektoakupunktur (Han, 2004)

E. Laser akupunktur (laserpuncture)


Laserpuncture adalah suatu teknik penjaruman untuk merangsang titik akupunktur
dengan sinar laser untuk memperoleh efek terapi.
Light Amplification Stimulation Emission by Radiation (LASER) adalah salah satu
bentuk energi photon dari sinar yang mengeksitasi elektron dalam jaringan atau sel
(ekstra maupun intraselular)

Laser akupunktur menggunakan untuk low-level laser therapy (LLLT), laser digunakan
untuk aplikasi akupunktur biasanya memiliki output daya 5-499 mW dan dikategorikan
sebagai laser kategori 3b ‘‘ soft”. Laser yang digunakan untuk pemanasan langsung jaringan
(mis. koagulasi jaringan pada tindakan operasi) output daya melebihi 500mW dikategorikan
sebagai laser kategori 4 'keras'.
Panjang gelombang cahaya dari 650 hingga 900 nm memiliki penetrasi terbaik melalui
kulit. Panjang gelombang yang lebih rendah diserap oleh melanin dan hemoglobin, dan
panjang gelombang lebih dari 900 nm diserap oleh air. Dengan sinar laser yang terfokus
dengan baik, panjang gelombang merah (* 648 nm) dapat menembus 2-4 cm di bawah
permukaan kulit, dan panjang gelombang inframerah (* 810 nm) bisa menembus hingga 6
cm.

56
Secara teoritis semua laser energi rendah dapat dimanfaatkan untuk akupunktur, tetapi yang
mempunyai daya tembus pada titik akupunktur adalah He- Ne (Helium Neon) yang
mempunyai panjang gelombang 632,8 nm

Sifat laser : monokromatis, koheren, penyebaran minimal


1. Monokromatis : hanya satu panjang gelombang tertentu yang diperkuat atau
diamplifikasi
2. Koheren : terdapat hubungan fase yang tetap di antara berbagai bagian sinar laser,
sehingga sangat tahan terhadap gangguan (interferensi) – semua gelombang berosilasi
secara seragam
3. Penyebaran minimal : sinar yang dipancarkan sebagian besar paralel – titik fokus
sangat kecil
Keuntungan laser akupunktur
1. Tidak sakit dan tidak baal,
2. Penetrasi enersi rendah, tidak merusak organ dalam,
3. Steril dan pelaksanaannya relatif mudah.
4. Waktu lebih singkat

Terapi laserpuncture banyak digunakan untuk terapi pada bayi, anak-anak yang belum
kooperatife dan kecantikan dengan indikasi untuk mengurangi nyeri, mengurangi edema,
peradangan, melunakkan jaringan parut dan estetika.
Kontra Indikasi pemakaian laser adalah sebagai berikut :
1. Langsung terhadap mata
2. Langsung pada fetus dalam kehamilan
3. Langsung pada keganasan
4. Area perdarahan

F. Sonopunktur
Sonopunktur adalah akupunktur ditambah dengaan penggunaan ultrasound.
Kelebihan:
1. Tidak ada penetrasi jarum
2. Daerah rangsang lebih luas sehingga mudah mencapai titik akupunktur yang dipilih

57
Kontra Indikasi :
1. Aplikasi pada otak, spinal cord, mata, telinga, sinus nasal, jantung, alat reproduksi,
epiphysis tulang yang sedang bertumbuh, struktur otonom besar, pleksus ganglion
aorta
2. Proses infeksi akut, keganasan, sirkulasi indekuat, gangguan sensasi
3. Uterus saat kehamilan, langsung di atas tonjolan tulang, penyakit jantung atau
vaskuler lanjut, tuberkulosis
4. Adanya pacemaker
5. Masalah pembuluh darah diatas titik akupunktur (haemangioma, trombosis,
hemofilia, varices)
G. Tanam benang
Tanam benang adalah suatu akupunktur medik yang menggunakan teknik memasukkan
benang operasi (catgut) yang bisa diabsorbsi tubuh pada titik akupunktur untuk
memperpanjang efek stimulasi terapi. Masa kerja tergantung bahan benangnya.

II. Tatalaksana Akupunktur


Jarum akupunktur yang digunakan jarum filiform halus dan fleksibe sehingga sulit untuk
ditusukkan kedalam kulit tanpa tenaga dan teknik yang tepat.
Latihan :
1. Menusukkan jarum akupunktur kedalam lapisan kertas tissue dengan ketebalan 1 cm
atau lebih.
2. Menusukkan jarum kedalam bantalan yang terbuat dari kapas.

Peralatan manual akupunktur


1. Jarum berbagai ukuran
2. Kapas alkohol
3. Hand schoon
4. Tempat jarum bekas
58
Posisi pasien :disesuaikan dengan lokasi penusukan.

Pada pasien baru sebaiknya dilakukan penusukan dalam posisi terlentang atau terlungkup.
Dapat pula dilakukan penusukan dalam posisi berbaring miring dan posisi duduk dengan
lengan bawah bertumpu di meja.

Jarum yang dipakai harus steril dan untuk itu diperlukan prosedur sterilisasi yang
memenuhi syarat.
Prosedur Penusukan
1. Penderita dalam posisi yang paling ideal
2. Tangan pengobat di disinfektan terlebih terlebih dahulu.
3. Menggunakan jarum yang sudah steril (single use).
4. Permukaan kulit titik akupunktur di desinfektan
5. Lakukan penjaruman dengan gerakan cepat dan mantap.

Penjaruman :
Dilakukan dengan kedua tangan secara berkoordinasi. Umumnya jarum dipegang dengan
tangan kanan sedangkan tangan kiri berfungsi untuk membantu penjaruman dengan
penekanan
59
Teknik pertama, kuku ibu jari tangan kiri atau jari telunjuk menekan kulit di samping titik
akupunktur kemudian jarum dimasukkan pada sisi kuku tersebut.

Teknik kedua, untuk jarum yang panjang maka ujung jarum dipegang dengan ibujari dan
jari telunjuk tangan kiri, lalu tangan kanan menekan jarum dan memasukkan jarum
Teknik ketiga, pada tempat yang kulitnya loose seperti kulit perut maka kulit di tempat
penusukan perlu diregang dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan kiri.

Teknik keempat, pada tempat yang otot dan kulitnya tipis seperti daerah muka maka kulit
dicubit dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan kiri dan jarum ditusukkan dengan tangan
kanan

Sudut penusukan
Penusukan dengan sudut tegak lurus ( perpendicular) membentuk sudut 90 0 dengan kulit,
kebanyakan titik di tubuh dapat ditusuk dengan cara ini
Penusukan horizontal atau transversal, umumnya untuk tempat dengan otot yang tipis
seperti titik-titik di kulit kepala, muka, di depan tulang dada dan sebagainya
Penusukan oblique pada tempat-tempat yang berdekatan dengan viscera atau bila ototnya
tipis, jarum ditusukkan dengan sudut 450 terhadap permukaan kulit.

60
Dalamnya penusukan jarum harus sedemikian rupa sehingga tidak melukai viscera
Penusukan lebih dangkal untuk kondisi tubuh lemah
Penusukan lebih dalam untuk kondisi tubuh kuat atau pada daerah yang mempunyai
banyak lemak

Teknik Rangsang
Jarum dimasukkan kemudian di manipulasi sehingga timbul sensasi penjaruman berupa
rasa baal, kesemutan, pegal, rasa menjalar seperti terkena aliran listrik di tempat
penusukan yang disebut Deqi
Teknik manipulasi jarum berupa mengangkat-membenamkan :
1. Mengangkat jarum kemudian membenamkan jarum, secara berulang kali dapat
mengakibatkan nyeri lokal atau kerusakan jaringan lokal
2. Teknik memutar :
Pada kedalaman yang diinginkan jarum diputar kekiri dan kekanan 180 0 - 3600
Kedua teknik dapat dilakukan secara bersamaan

Setelah sensasi penjaruman, jarum dibiarkan pada tempat penusukan selama lima belas
sampai duapuluh menit, dapat lebih lama untuk kasus kronis dan intractable, nyeri dan
kasus spastik
Sementara itu dapat diberikan manipulasi untuk memperoleh efek terapi yang lebih baik.
Jarum dicabut dengan menekan kulit sekitar tempat penusukan, lalu tempat penusukan
ditekan untuk menghindari perdarahan.

Risiko akupunktur:
Transmisi infeksi (hepatitis, HIV),
reaksi yang tidak diharapkan,
61
jarum bengkok atau patah,
rasa nyeri atau tidak nyaman,
terlukanya organ dalam dan lain-lain.

Kontraindikasi
Kehamilan :
Akupunktur tidak boleh dilakukan pada daerah perut dan daerah lumbo sakral, juga titik-
titik yang menyebabkan sensasi kuat seperti Hegu (LI 4), Sanyinjiao (SP 6), Kunlun (BL
60) dan Zhiyin (BL 67)
Kondisi kedaruratan medik, kasuspembedahan, tumor ganas, gangguan pembekuan darah
atau sedang dalam pengobatan antikoagulansia

Pencegahan infeksi :
Penciptaan lingkungan kerja yang bersih,
Tangan pengobat yang bersih
Persiapan bagian tubuh yang akan ditusuk,
Jarum dan peralatannya harus steril dan disposable
Teknik aseptis
Penanganan yang cermat untuk jarum dan kapas bekas pakai.

Reaksi yang tidak diharapkan :


a. Kolaps : oleh ketegangan mental, tubuh yang lemah, kelaparan, kelelahan, posisi
penusukan yang tidak tepat atau karena manipulasi yang kuat.
Pasien akan merasa pusing, vertigo, palpitasi, napas pendek, gelisah, mual, pucat,
keringat dingin, nadi lemah. Dalam kasus yang berat dapat timbul ekstremitas dingin,
tekanan darah turun dan kehilangan kesadaran.
Dalam keadaan demikian penusukan segera dihentikan dan semua jarum
dicabut.Pasien ditidurkan mendatar dengan posisi kepala lebih rendah dari pada kaki
dan dilakukan tindakan medik/life saving sebagaimana mestinya. Bila masih sadar
diberi minuman hangat. Bila perlu dirujuk ketempat dengan fasilitas yang lebih
memadai.
Pencegahan : Penusukan diusahakan dilakukan dalam posisi berbaring. Penderita yang
lemah, takut atau tegang jangan menggunakan jarum yang banyak dan manipulasi
jarum jangan terlalu kuat. Sebelum penusukan pasien diberi penjelasan tentang yang
akan dilakukan dan dirasakan.
62
b. Jarum tidak dapat dicabut / diputar/ macet :disebabkan oleh ketegangan, spasme kuat
dari otot lokal, pemutaran jarum dengan sudut terlalu besar atau hanya satu arah, atau
perubahan posisi pasien setelah penusukan.
Untuk itu pasien diminta untuk rileks dan tidak tegang, dan sesuai dengan
penyebabnya dilakukan tindakan untuk mengatasinya.
c. Jarum bengkok : Salah teknik menusuk atau menusuk dipaksakan, perubahan posisi
pasien atau terkena benturan benda dari luar. Gejalanya penderita merasa nyeri, jarum
sukar diputar, perubahan kedudukan gagang jarum atau perubahan posisi penderita.
Tindakan : Kembalikan sikap tubuh penderita seperti semual, jarum dicabut perlahan
lahan mengikutu arah bengkokan atau sambil mengoyang goyangkan, asal jangan
menjabut jarum dengan paksa karena bisa menimbulkan nyeri hebat atau jarum jadi
patah.
d. Jarum patah : karena mutu jarum yang tidak baik atau adanya karat pada jarum,
manipulasi jarum yang terlalu kuat, spasme otot yang kuat, perubahan tiba-tiba dari
posisi pasien setelah jarum ditusukkan.
Bila hal ini terjadi maka pasien diminta tenang agar jarum yang patah tidak masuk
lebih dalam.Bila bagian yang patah menonjol dari kulit maka dicabut dengan jari atau
forcep.Bila jarum yang patah terletak di bawah kulit maka harus dilakukan tindakan
bedah
e. Hematoma : perlukaan pembuluh darah atau karena tidak dilakukan penekanan
setelah pencabutan jarum. Pada umumnya hematoma akan menghilang dengan
sendirinya setelah beberapa waktu. Bila terdapat pembengkakan local dan nyeri yang
hebat, dapat dilakukan penekanan local atau pemijatan ringan. Dapat pula diberikan
penghangatan atau obat local untuk mengobati hematoma tersebut.

Catatan :
Penusukan harus menghindarkan pembuluh darah untuk mencegah perdarahan.
Titik di dada, perut dan punggung harus ditusuk dengan hati-hati untuk menghindarkan
perlukaan organ dalam.
Titik-titik yang terletak berdekatan dengan organ penting atau pembuluh dasar besar
harus ditusuk dengan hati-hati, sebaiknya ditusuk secara oblique atau horizontal untuk
menghindari perlukaan.

63
Daftar Pustaka
1. Budi H & Widya DK. 1993. Peran akupunktur dalam kedokteran. Majalah Kedokteran
Indonesia. Vol 43, No 10, halm 577 – 580.
2. Chon TY, Mallory MJ, Yang J, Bublitz SR, Do A, Dorsher PT. Laser Acupuncture: A
Concise Review, Medical Acupuncture, 31 (3). 2019, 164-168.
1. Filshic J & White A. 1998. Medical Acupuncture A Western Scientific Approach. Edinburg
: Churchill Livingstone.
2. Han JS, 2004. Acupuncture and endorphins, Neuroscience Letters. 361, 258–261
3. Mayor DF. 2007. Electroacupuncture A Practical Manual and Resource. Philadelphia St
Lous Sydney, Toronto.
4. Saputra K. 2012. Buku ajar Biofisika akupunktur dalam konsep kedokteran energi. Ed 1.
Jakarta: Salemba medika. halm 1-119.
5. Saputra K. 2014. Laser Akupunktur, Airlangga University Press. Saputra K. 2017.
Akupunktur dasar. Ed 2. Surabaya: Airlangga university press. 1-378.
8. Zeng BY, Zhao K and Liang FR. 2013 International review of neurobiology. Neurobiology
of acupuncture. Vol III. London: 125-36.

V. AKUPUNKTUR ANALGESIA

Pendahuluan

Rasa nyeri atau sakit ternyata merupakan alasan utama mengapa pasien mendatangi dan
berkonsultasi kepada dokter. Hampir 40% pasien yang mengunjungi Pusat Pelayanan
Kesehatan Primer dan klinik pribadi, alasannya adalah karena merasakan nyeri. Dari 40%
tersebut, pasien perempuan lebih dominan mengeluhkan rasa nyeri dibandingkan dengan
pasien laki-laki. Kemudian lebih dari separuhnya merupakan nyeri muskuloskeletal.

Alasan utama pasien sering mengunjungi dokter adalah


karena “Nyeri”

Dari sisi bahasa, istilah nyeri itu sendiri berasal dari kata bahasa Inggris yaitu “pain”, pain
sendiri berasal dari kata Inggris kuno sekitar tahun 1250-1399 SM, juga berasal dari bahasa
Latin “poena” dan dari kata bahasa Yunani “poine”
Dalam sejarah Yunani kata poine awalnya bermakna hukuman atau penderitaan, bisa juga
rasa sakit yang hebat. Hukuman tersebut dikirim oleh Sang Dewi Penghukum yang bernama
Poine kepada orang-orang yang melawan Kerajaan Dewa Dewi.
Nyeri merupakan suatu rasa yang tidak menyenangkan atau ketidaknyamanan, umumnya
karena tubuh mengalami cedera atau perlukaan yang mengakibatkan adanya kerusakan
64
jaringan. Sebenarnya rasa nyeri ini merupakan reaksi dari tubuh untuk mencegah terjadinya
kerusakan jaringan yang lebih lanjut. Tetapi nyeri bisa juga dianggap sebagai racun dalam
tubuh, mengapa? Karena nyeri yang terjadi akibat adanya kerusakan jaringan atau saraf akan
mengeluarkan berbagai mediator kimiawi diantaranya, H+, K+, ATP, prostaglandin,
bradikinin, serotonin, substansia P, histamin dan sitokain. Mediator-mediator kimiawi inilah
yang menyebabkan timbulnya rasa tidak nyaman, sehingga mediator-meditor tersebut dikenal
sebagai mediator nyeri. Setiap nyeri yang hebat jika tidak dikelola dengan baik dan benar
dapat mempengaruhi dan mengubah fungsi otak kita. Apabila dalam jangka waktu lebih dari 3
hari berturut-turut rasa nyeri tersebut tidak diatasi dan dibiarkan tanpa terapi, maka perlahan-
lahan dapat menimbulkan terjadinya gangguan tidur, hilang fokus, timbul depresi, cemas, dan
nafsu makan menurun, yang akhirnya menurunkan imunitas. Misalkan yang terjadi pada
pasien nyeri karena kanker, jika tidak diterapi nyerinya, pasien akan lebih merasakan rasa
nyeri yang hebat dan risiko meninggal lebih cepat. Tentu akan berbeda secara medis
dibandingkan dengan pasien yang mendapatkan terapi nyeri. Perlu menjadi perhatian kita
bahwa; Ada satu sindrom yang menyertai nyeri yang hebat yakni sindrom yang terdiri dari
insomnia, anxietas, depresi, anoreksia, dan immobilitas.

“Ada satu sindrom yang menyertai rasa nyeri


yang hebat yaitu sindrom yang terdiri dari
insomnia, anxietas, depresi, anoreksia, dan
immobilitas”

Masalah nyeri ini menjadi suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia, sehingga
pada tahun 1996 IASP (International Association of the Study of Pain), suatu asosiasi yang
mempelajari dan meneliti masalah nyeri, mengusulkan agar nyeri menjadi tanda vital ke-5
atau Fifth Vital Sign setelah tanda-tanda lain seperti suhu, denyut nadi, tekanan darah dan
respirasi.
Pada tahun 2005, WHO bersama dengan berbagai organisasi nyeri lainnya juga mengusulkan
agar manajemen nyeri merupakan hak asasi manusia (basic human right). Dalam standar
akreditasi JCI–pun menjadikan manajemen nyeri sebagai hak pasien dan keluarganya serta
merupakan standar pelayanan.
Kita Lihat Data Dari World Health Organization (WHO).

Menurut WHO ada sekitar 23% penderita mengalami nyeri menetap dengan tiga lokasi nyeri
yang paling sering yaitu :

65
 Nyeri punggung bawah, sekitar 53%
 Kepala, hampir 48%
 Nyeri sendi sekitar 46%.
Dari total semua pasien yang mengalami nyeri menetap tersebut, hampir 70% ditangani oleh
dokter Pusat Kesehatan Primer, sedangkan yang ditangani oleh dokter Spesialis Nyeri hanya
2% nya saja.
Kejadian nyeri, ternyata ditemukan juga pada anak-anak dan remaja antara usia 0 – 18 tahun.
Dan cukup mencengangkan, karena 25%-nya adalah penderita nyeri kronis dengan lokasi
nyeri yang paling sering terjadi adalah di daerah kepala, abdomen, ekstremitas dan punggung.
Di Amerika Serikat, kejadian nyeri pada penduduk yang berusia 50 tahun ke atas, angka
kejadiannya dua kali lebih banyak dibandingkan dengan usia yang lebih muda.
Biaya yang di keluarkan oleh Negara tersebut untuk melakukan terapi nyeri diperkirakan
mencapai 70 miliar dolar Amerika per tahun.
Dengan besarnya angka kejadian dan biaya yang di keluarkan maka, Kongres Amerika
Serikat (U.S. Congress) menetapkan tahun 2001 - 2010 sebagai Dekade Penanganan dan Riset
Nyeri (Decade of Pain Control and Reseach). .
Pemahahaman Tentang Nyeri

 Nyeri sebagai sebagai pertanda bahwa seseorang berada dalam keadaan bahaya.
 Nyeri memperingatkan seseorang untuk mencegah agar tidak berlanjut atau
bertambahnya rasa sakit, dan segera mengusahakan penyembuhan dengan berbagai
cara.
 Persepsi nyeri dipengaruhi oleh budaya, situasi dan pengalaman masa lalu serta
merupakan pengalaman yang unik bagi masing-masing penderita.
Definisi Tentang Nyeri

Pada awalnya banyak definisi tentang nyeri yang sudah dikemukakan sejak dikenalnya nyeri
oleh manusia. Namun akhirnya pada tahun 1979 seorang psikiater yang bernama Harold
Merskey berhasil mendefinisikan tentang nyeri yang dapat diterima oleh IASP (International
Association of the Study of Pain). (Morgan, G.E., Pain Management, In: Clinical
Anesthesiology 2 nd ed. Stamford: Appleton and Lange, 1996, 274-316.)
IASP adalah suatu perkumpulan nyeri sedunia yang telah mendefinisikan nyeri sebagai “an
unpleasant sensory and emotional experience associated with actual or potential tissue
damage or described in term of such damage”.

66
Nyeri adalah rasa yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang terkait akibat
adanya kerusakan jaringan yang nyata atau berpotensi rusak atau tergambarkan seperti adanya
kerusakan jaringan.

Nyeri adalah rasa yang tidak


menyenangkan dan pengalaman
emosional yang terkait akibat
adanya kerusakan jaringan yang
nyata atau berpotensi rusak atau
tergambarkan seperti adanya
kerusakan jaringan.

Berdasarkan definisi tersebut, nyeri merupakan suatu gabungan dari komponen objektif
(aspek fisiologi sensorik nyeri) dan komponen subjektif (aspek emosional dan psikologis).
Nyeri juga sangat mempengaruhi morbiditas, mortilitas, dan mutu kehidupan serta
memberikan dampak sosial ekonomi seperti, banyak absen dari tempat kerja, yang beresiko
kena pecat, dan akhirnya jadilah pengangguran.
Ada juga dampak lain akibat nyeri ini yaitu, pengeluaran uang jadi bertambah karena untuk
biaya berobat dan yang menyedihkan nyeri bisa menyebabkan menurunnya hubungan antara
suami isteri
Nah, selanjutnya, apabila penatalaksanaan nyeri ini tidak dilakukan dengan baik dan benar,
maka akan dapat menimbulkan gangguan psikologis seperti cemas, depresi dan rasa takut
yang pada akhirnya dapat menurunkan kualitas hidup daripada pasien.
Klasisifikasi Nyeri

Sekarang kita lihat pembagian atau klasifikasi daripada nyeri, agar memudahkan dalam
penanganannya.
Berdasarkan dari sumber nyerinya, maka nyeri dibagi menjadi:
Nyeri Somatik Luar

Nyeri somatic luar adalah nyeri yang sumbernya atau stimulusnya berasal dari kulit,
jaringan subkutan dan membran mukosa. Nyeri ini biasanya ditandai dengan rasa
seperti terbakar dan terlokalisasi.
Nyeri Somatik Dalam

Sering disebut dengan nyeri tumpul (dullness), nyeri ini tidak terlokalisasi dengan baik
dan terjadi akibat adanya rangsangan pada otot rangka, tulang, sendi, serta jaringan
ikat
Nyeri Viseral
67
Nyeri ini terjadi karena adanya perangsangan organ viseral atau membran yang
menutupinya (pleura parietalis, perikardium, peritoneum). Nyeri visceral terbagi dua
menjadi, nyeri viseral terlokalisasi, nyeri parietal terlokalisasi, nyeri alih viseral dan
nyeri alih parietal
Berdasarkan jenisnya nyeri juga dapat diklasifikasikan menjadi:( Benzon, et al., The
Assesment of Pain, In Essential of Pain Medicine and Regional Anaesthesia, 2 nd ed,
Philadelphia, 2005)
Nyeri Nosiseptif

Nyeri nosiseptif terjadi karena adanya kerusakan pada jaringan baik somatik maupun
viseral. Terjadinya stimulasi nosiseptor ini baik secara langsung maupun tidak
langsung, bisa menyebabkan pengeluaran mediator inflamasi dari jaringan, dari sel
imun dan ujung saraf sensoris serta simpatik.
Nyeri Neurogenik

Nyeri neurogenik ini akan didahului oleh timbulnya lesi atau disfungsi primer pada
sistem saraf perifer. Kondisi ini bisa terjadi karena adanya cedera pada jalur serat saraf
perifer, infiltrasi sel kanker pada serabut saraf, dan terpotongnya saraf perifer.
Sensasi yang dirasakan pada nyeri neurogenik adalah rasa panas dan seperti ditusuk-
tusuk, terkadang bisa juga disertai hilangnya rasa atau adanya rasa tidak enak pada
perabaan. Nyeri neurogenik ini sering memperlihatkan respon yang buruk pada
pemberian analgetik konvensional.
Nyeri Psikogenik

Nyeri psikogenik sangat berhubungan dengan adanya gangguan jiwa seperti cemas
dan depresi. Nyeri ini akan hilang apabila keadaan kejiwaan pasien tenang.
Klasifikasi nyeri berdasarkan timbul dan lamanya waktu nyeri adalah :

Nyeri akut

Nyeri akut adalah nyeri yang timbul secara mendadak dan hanya berlangsung
sementara. Nyeri ini ditandai dengan adanya aktivitas saraf otonom seperti : takikardi,
hipertensi, hiperhidrosis, pucat dan midriasis dan perubahan wajah : menyeringai atau
menangis
Nyeri kronik

Dari namanya nyeri kronik adalah nyeri yang berkepanjangan, kejadiannnya bisa
sampai berbulan-bulan dan tanpa ada tanda-tanda aktivitas otonom kecuali serangan
akut.

68
Kalau dilihat dari penyebabnya maka nyeri diklasifikasikan menjadi :

a. Nyeri Onkologik
b. Nyeri Non Onkologik
Fisiologi Nyeri

Apabila ada bagian jaringan tubuh yang mengalami kerusakan atau adanya ancaman untuk
terjadinya kerusakan, misalkan karena pembedahan, bisa menyebabkan sel-sel rusak dan
bersamaan dengan itu tubuhpun mengeluarkan zat-zat kimia yang bersifat algesik dan akan
berkumpul di sekitar jaringan yang rusak, kemudian yang terjadi adalah timbulnya rasa nyeri
pada tubuh.
Zat-zat kimia yang di keluarkan tersebut adalah sitokin beserta produk-produk seluler yang
lainnya, seperti metabolit eicosinoid, radikal bebas dan lain-lain. Mediator-mediator ini dapat
menimbulkan efek melalui mekanisme yang spesifik.
Kita harus memahami mengenai fisiologi dan mediator kimia yang muncul ketika terjadi
kerusakan jaringan higga timbulnya persepsi nyeri, karena hal itu merupakan kunci penting
dalam penatalaksanaan nyeri akut secara optimal. Sedangkan proses perjalanan dari awal
terjadinya kerusakan jaringan sampai dirasakannya nyeri, merupakan suatu proses
“elektrofisiologis”.
Ada 4 peristiwa elektrofisiologis yang terlibat dalam proses perjalanan elektrofisiologis, dari
mulai terjadinya kerusakan jaringan atau rangsang noksius hingga dirasakannya nyeri.
4 Peristiwa elektrofisiologis tersebut adalah :

1. Tranduksi

Adalah perubahan rangsang nyeri yang berupa rangsang mekanis, thermal atau kimiawi yang
selanjutnya akan dirubah menjadi aktifitas listrik pada nosiseptor yang terletak pada ujung-
ujung saraf sensoris.
Zat-zat algesik yang muncul seperti prostaglandin, serotonin, bradikinin, leukotrien, substans
P, potassium, histamin, asam laktat, dan lain-lain akan mengaktifkan atau mensensitisasi
reseptor-reseptor nyeri.
Reseptor nyeri merupakan anyaman yang ada di ujung-ujung saraf dari serabut A-beta, A-
delta, dan C yang mempunyai fungsi meneruskan nyeri sensorik dari perifer ke sentral sistem
saraf pusat. Interaksi antara zat algesik dengan reseptor nyeri menyebabkan terbentuknya
impuls nyeri.
2. Transmisi

Peristiwa transmisi adalah suatu proses perambatan impuls nyeri melalui serabut saraf A-delta
dan C yang berlangsung setelah terjadinya proses tranduksi.Selanjutnya impuls nyeri oleh
69
serabut saraf afferent A-delta dan C akan disalurkan menuju kornu dorsalis medulla spinalis,
dan sepanjang traktus sensorik menuju otak.
Serat A-delta mempunyai diameter lebih besar dibanding dengan serat C, selain itu serat A-
delta menghantarkan impuls lebih cepat yaitu 12-30 m/dtk, sedangkan serat C
hanya 0.5-5 m/dtk. Sel-sel neuron yang terletak di medulla spinalis kornua dorsalis tersebut
disebut dengan sel-sel neuron nosisepsi.
Pada kejadian nyeri akut, sebagian dari impuls nyeri oleh serat aferent A-delta dan C ada
yang langsung diteruskan menuju ke sel-sel neuron yang berada di kornua antero-lateral dan
sebagian lagi menuju ke sel-sel neuron yang berada di kornua anterior medulla spinalis.
Di dalam kornua antero-lateral, aktifasi sel-sel neuron menyebabkan terjadinya peningkatan
tonus sistem saraf otonum simpatis dengan segala efek yang dapat ditimbulkannya.
Sedangkan aktifasi sel-sel neuron yang terjadi di dalam kornua anterior medulla spinalis dapat
menimbulkan terjadinya peningkatan tonus otot skelet di daerah cedera dengan segala
akibatnya.

3. Modulasi

Pada proses modulasi ini terjadi interaksi antara sistem analgesik endogen
(endorfin,noradrenalin/ NA,serotonin/ 5HT) dengan input nyeri yang masuk ke kornu
posterior.
Proses modulasi ini adalah desendern, dikontrol oleh otak seseorang sehingga persepsi nyeri
ini menjadi sangat pribadi dan subjektif, dipengaruhi oleh latar belakang budaya, pendidikan,
atensi.
Sistem serabut syaraf yang mentranmisikan nyeri juga mempunyai jalur desending berasal
dari korteks frontalis, hipotalamus, dan area otak lainnya ke otak tengah (midbrain) dan
medula oblongata, selanjutnya menuju medula spinalis. Hasil dari proses inhibisi desendens
ini adalah penguatan, atau bahkan penghambatan (blok) sinyal nosiseptif di kornu dorsalis.
Bila impuls yang masuk lebih dominan, maka penderita akan merasakan nyeri. Sedangkan
bila efek sistem inhibisi yang lebih kuat, maka penderita tidak akan merasakan nyeri.
4. Persepsi

Hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks dan unik antara transduksi, transmisi,
modulasi, aspek psikologis, dan karakteristik individu lainnya, yang kemudian menghasilkan
suatu perasaan yang subjektif, itulah yang disebut sebagai persepsi nyeri.

70
Dalam persepsi, Impuls yang diteruskan ke kortex sensorik akan mengalami proses yang
sangat kompleks, termasuk proses interpretasi dan persepsi yang akhirnya menghasilkan
sensibel nyeri.
Jalur Nyeri di Sistem Syaraf Pusat

Perjalalanan atau jalur nyeri di system syaraf pusat adalah sebagai berikut:
Serabut saraf C dan A delta yang halus, masing-masing membawa nyeri akut tajam dan
kronik lambat, yang bersinap disubstansia gelatinosa kornu dorsalis, memotong medula
spinalis, selanjutnya naik ke otak di cabang neospinotalamikus atau cabang
paleospinotalamikus traktus spino talamikus anterolateralis.
Traktus neospinotalamikus yang diaktifkan oleh aferen perifer A delta, dan bersinap di
nukleus ventropostero lateralis (VPN) talamus, langsung menuju kortek somato sensorik girus
pasca sentralis, yang ,merupakan tempat dipersepsikan nyeri sebagai sensasi yang tajam dan
berbatas jelas.
Sedangkan cabang paleospinotalamikus, yang diaktifkan oleh aferen perifer serabut saraf C,
merupakan suatu jalur difus yang mengirim kolateral-kolateral menuju formatio retikularis
batang otak dan struktur lainnya. Serat-serat ini mempengaruhi hipotalamus dan sistem limbik
serta kortek serebri.
Jalur Desenden

Jalur-jalur desenden serat eferen yang berjalan dari korteks serebrum ke medula spinalis dapat
menghambat atau memodifikasi rangsangan nyeri yang datang melalui suatu mekanisme
umpan balik yang melibatkan substansia gelatinosa dan lapisan lain kornu dorsalis.
Salah satu jalur desenden yang telah di identifikasi ada3 komponen yaitu :
a. Bagian pertama adalah substansia grisea periaquaductus (PAG ) dan substansia grisea
periventrikel mesenssefalon dan pons bagian atas yang mengelilingi aquaductus Sylvius.
b. Neuron-neuron di daerah satu mengirim impuls ke nukleus ravemaknus (NRM) yang
terletak di pons bagian bawah dan medula oblongata bagian atas dan nukleus retikularis
paragigantoselularis (PGL) di medula lateralis.

71
c. Impuls ditransmisikan ke bawah menuju kolumna dorsalis medula spinalis ke suatu
komplek inhibitorik nyeri yang terletak di kornu dorsalis medula spinalis

Gambar Fisiologi Nyeri

Patofisiologi Nyeri Secara Umum

Bila terjadi kerusakan jaringan, maka akan timbul rangsangan nyeri yang selanjutnya akan
diterima oleh nosiseptors pada kulit. Intensitas rangsangan bisa tinggi maupun rendah.
Sel yang mengalami nekrotik selanjutnya akan merilis K+ dan protein intraseluler sehingga
terjadilah peningkatan K+. Dengan adanya peningkatan kadar K+ ekstraseluler, sudah
dipastikan akan menyebabkan depolarisasi dari nosiseptor.
Sedangkan protein yang dirilis, pada beberapa keadaan akan menginfiltrasi mikroorganisme
yang menyebabkan terjadinya peradangan / inflamasi. Dengan kondisi tersebut dilepaskanlah
mediator nyeri seperti leukotrien, prostaglandin E2, dan histamin, yang bisa merangsang
nosiseptor, yang mana rangsangan berbahaya maupun tidak tetap akan menyebabkan nyeri
(hiperalgesia atau allodynia).
Selain itu, lesi juga dapat mengaktifkan faktor pembekuan darah sehingga bradikinin dan
serotonin akan terstimulasi dan merangsang nosiseptor. Jika terjadi oklusi pembuluh darah
maka akan terjadi iskemia yang akan menyebabkan akumulasi K + ekstraseluler dan H + yang
selanjutnya mengaktifkan nosiseptor.

72
Perlu diketahi juga bahwa histamin, bradikinin, dan prostaglandin E2 memiliki efek
vasodilator yang mampu meningkatkan permeabilitas pembuluh darah. Dengan kemampuan
tersebut dapat menyebabkan terjadinya edema lokal, tekanan jaringan meningkat dan juga
terjadipPerangsangan nosiseptor.
Nah, apabila nosiseptor terangsang maka merekapun akan melepaskan substansi peptida P
(SP) dan kalsitonin gen terkait peptida (CGRP), yang mana akan merangsang terjadinya
proses inflamasi dan juga vasodilatasi yang meningkatkan permeabilitas pembuluh darah.
Vasokonstriksi akibat serotonin dan kemudian diikuti oleh vasodilatasi, mungkin juga
bertanggung jawab untuk terjadinya serangan migrain . Perangsangan nosiseptor inilah yang
menyebabkan nyeri.

Mekanisme nyeri perifer (Silbernagl & Lang, 2000)

Patomekanisme Akupunktur Analgesia

Banyak teori yang menjelaskan mengenai mekanisme akupunktur serta peranannya sebagai
terapi dalam praktik kedokteran modern khususnya dalam meredakan nyeri.
Ada 4 teori mekanisme akupunktur dalam meredakan nyeri yang sudah dikenal yaitu
mekanisme segmental medula spinalis, mekanisme sistem serotonergik, mekanisme sistem

73
noradrenergik, dan kontrol inhibisi impuls noksius yang menyebar (diffuse noxious inhibitory
controls/DNIC).
Mekanisme Segmental

Pada mekanisme segmental medula spinalis ini, akupunktur akan merangsang pelepasan
enkefalin (ENK) yang mempengaruhi interpretasi nyeri seseorang.
Akupunktur memiliki mekanisme opioidergik dengan melepaskan enkefalin. Jarum
akupunktur yang diaplikasikan akan merangsang mekanoreseptor yang impulsnya kemudian
dibawa oleh serabut aferen A delta. Serabut ini berproyeksi ke dua sel, yaitu sel marginal (M)
dan stalked cells (St) yang bersifat enkefalinergik.
Stimulasi dari St akan merangsang pelepasan enkefalin, ENK menghambat sel SG, yang bisa
mencegah informasi yang dihasilkan oleh stimulus nyeri untuk dihantarkan dan
diinterpretasikan lebih lanjut.

Mekanisme segmental akupunktur

Mekanisme Serotonergik.

Aplikasi jarum akupunktur akan memberikan impuls pada 2 jenis sel, yaitu sel marginal (M)
dan stalked cells (St). Dalam teori mekanisme serotonergik disebutkan bahwa proyeksi impuls
74
yang dihasilkan dari akupunktur melalui M akan dibawa ke talamus melalui jaras
spinotalamikus dan memberikan percabangan kolateral ke hipotalamus di mesensefalon.
Impuls yang menuju hipotalamus kemudian dibawa ke periaqueductal grey matter (PAG).
PAG sendiri merupakan titik paling efektif dalam menghilangkan nyeri melalui jalur inhibisi
desenden impuls yang dihasilkan dari stimulasi PAG akan diproyeksikan ke nucleus raphe
magnus (nRM) di medula oblongata. Dari nRM, impuls kemudian dibawa oleh serabut saraf
dengan neurotransmiter serotonin dan berakhir di St.
Selanjutnya St akan menghasilkan ENK yang menghambat SG untuk mentransmisikan impuls
nyeri ke WDR, sehingga pada akhirnya impuls nyeri yang melalui jaras spinoretikularis
menuju otak akan dihambat.

Mekanisme serotonergik

Mekanisme Noradrenergik

Mekanisme noradrenergik pada akupunktur juga menggunakan jalur proyeksi serabut aferen
A-delta yang menuju sel M, kemudian impuls dibawa melalui percabangan kolateral dari jaras
spinotalamikus ke hipotalamus untuk kemudian dibawa ke PAG.

75
Impuls kemudian dibawa oleh serabut saraf yang dimediasi neurotransmiter noradrenergik
yang selanjutnya berakhir di St yang bersifat enkefalinergik. Hal tersebut bisa menghambat
SG untuk mentransmisikan impuls nyeri ke WDR.
Impuls nyeri yang melalui jaras dibawa ke subnucleus reticularis dorsalis (R) di daerah kaudal
dari medula oblongata, impuls ini secara langsung menghambat stimulus noksius yang dibawa
serabut C pada daerah SG.
Pada mekanisme noradrenergik, sel yang bersifat adrenergik diaktivasi baik melalui jaras
asenden secara langsung dari medula spinalis dan percabangannya di nPGC, maupun melalui
jaras desenden melalui nukleus arkuatus di hipotalamus.
Sel-sel di subnucleus reticularis dorsalis dipengaruhi oleh input dengan intensitas tinggi baik
dari titik akupunktur maupun non-akupunktur. Serabut saraf desenden dari subnukleus
tersebut akan membawa stimulus berupa inhibisi rasa nyeri (DNIC effect).

Mekanisme noradrenergik akupunktur

Karakteristik Akupunktur Nyeri

1. Terdapat 2 cara untuk memanipulasi titik akupunktur yaitu:


 Secara Manual (MA)

76
Manipulasi akupunktur secara manual dilakukan dengan cara jarum
akupunktur dimasukkan ke dalam acupoint kemudian diputar naik dan turun
dengan tangan ini biasa digunakan oleh ahli akupunktur tradisional.

 Dengan Listrik (EA).


Metode EA adalahdengan memberikan stimulasi arus listrik yang diberikan
ketitik akupuntur melalui jarum yang terhubung ke stimulator listrik.
2. Perasaan Rumit.
Perasaan rumit yang diakibatkan akupunktur (rasa sakit, mati rasa, berat dan distensi) dalam
jaringan di bawah titik akupunktur sangat penting dalam akupunkur analgesia
3. Peningkatan Ambang Nyeri
Setelah penerapan akupunktur, ambang nyeri meningkat secara bertahap dan efek analgesic
yang ditimbulkan memiliki efek jangka panjang setelah stimulasi akupunktur dihentikan.
“Manipulasi akupunktur di acupoint ‘‘ Hegu ’(LI-4) secara bertahap menghasilkan
peningkatan ambang nyeri dengan puncaknya terjadi pada menit ke 20-40 setelah insersi
jarum, dan bertahan lebih dari 30 menit setelah penarikan jarum. Sedangkan injeksi
procain 2% sebelum akupunktur tidak menimbulkan efek analgesia atau sensasi lokal. ini
menunjukkan bahwa EA memiliki efek penghambatan pada serat-C aferen dan manfaat
analgesik yang diamati kemungkinan besar dimediasi melalui seraut A delta afferent
((Leung et al., 2005)”.
4. Efek Analgesik Akupunktur Bebeda Setiap Individu .
“Sebuah studi membandingkan efek analgesic dari tiga model akupunktur (manual,
electroacupuncture, dan plasebo) pada subyek sehat. Akupunktur yang tidak dengan
plasebo, menurunkan derajat nyeri sebagai respons terhadap rangsangan termal
berbahaya. Efek analgesia yang sangat signifikan ditemukan pada 5 dari 11 responden.
Dan dari lima responden, hanya 2 memberi efek analgesi pada electroacupuncture dan tiga
pada akupunktur manual, ini menunjukkan bahwa efek akupunktur analgesik pada nyeri
eksperimental mungkin tergantung pada subjek dan mode rangsangan (Kong et al., 2005).
Selain itu, peran faktor genetic yang diturunkan menimbulkan perbedaan individu
terhadap efek akupunktur analgesia (Chae et al., 2006; Lee et al., 2002)”

Implikasi Klinis.

1. Lokasi Penjaruman

77
Kombinasi penjaruman lokal di sekitar nyeri atau daerah segmental dan distal di daerah
miotom atau sklerotom yang sesuai dengan sumber nyeri dapat dicoba.
2. Intensitas Rangsang

Nyeri dapat berkurang dengan penjaruman superfisial maupun penjaruman dalam asal timbul
de qi, tetapi kebanyak pasien responsif terhadap penjaruman dalam.
3. Lama Penjaruman

Tiga puluh menit sudah efektif. Jumlah pasien yang responsif terhadap penjaruman yang lebih
lama sama dengan jumlah pasien dengan 30 menit penjaruman, tetapi lebih banyak pasien
merasa pertambahan nyeri bila lebih dari 30 menit.
4. Saat Intervensi

Akupunktur analgesia untuk pencegahan nyeri sebelum operasi dapat meningkatkan atau
menurunkan rasa nyeri post operasi. Tetapi akupunktur sebelum dismenore dan migren
berulang ternyata efektif menurunkan nyeri.
5. Model Rangsang

Nyeri kronis muskuloskeletal nosiseptif bisa ditolong dengan EA frekuensi rendah atau tinggi
maupun akupunktur manual. Rangsangan periosteal paling efektif untuk nyeri visera nosisetif
dismenore.
6. Etiologi Nyeri

Secara umum pasien nyeri inflamasi/iskemik atau nosiseptif lebih responsif terhadap
akupunktur dibandingkan nyeri maladaptif (neuropatik atau nyeri lama).

Contoh Kasus.

1. Akupunktur Biomedik.

Seorang laki-laki usia 65 tahun menderita low back pain dengan nyeri menusuk tumit kiri.
Pasien merasakan beberapa titik nyeri. Evaluasi kuantitatif menyatakan pasien berada dalam
Grup A. Pada palpasi ada titik nyeri di bagian kanan leher dan titik-titik yang amat sakit pada
H 14, H 15 dan H 19 dan H 10, H 11 di ekstremitas bawah. Diberikan 4 - 6 kali terapi
akupunktur.
Protokol terapi meliputi titik homeostatik di leher, bahu, punggung bawah dan titik
simtomatik di daerah sakral (pada kasus ini titik simtomatik berfungsi sebagai titik
akupunktur paravertebra). Terapi diberikan tiap 4 hari. Setelah terapi ke dua, pasien
melaporkan banyak kemajuan dan nyeri tumitnya membaik. Sesudah terapi ke 4 pasien tidak
lagi merasakan nyeri dan terapi dihentikan. Pasien bebas nyeri selama 2 tahun berikutnya.

78
2. Clinical Reasoning Model dengan The Layering Method

Untuk nyeri lutut diberikan titik BL 40, diharapkan titik ini merangsang efek segmental dan
lokal. Bila tidak diperlukan efek lokal sebaiknya ditambahkan titik-titik pada saraf tibia
seperti BL36, 38, GB33, LR8, KI10 dan SP9.
Untuk mempercepat penyembuhan diberikan titik jauh seperti KI3 atau GB30 yang mengenai
saraf tibia dan sciatica. Titik spinal dianjurkan setinggi L3/4 pada meridian GB. Untuk
mengaktifkan efek analgesik supraspinal dan menambah aliran otonomi sditambahkan LR3,
ST36 atau LI4 dan 11.
Penjaruman pada vertebra T12 sampai L2 atau titik-titik SP12, LR10 atau 11 sesuai dengan
inervasi L2 akan menimbulkan efek simpatis segmental.

Intensitas dan lamanya


rangsang perlu disesuaikan
dengan kemajuan perbaikan
keadaan pasien mengikuti
lapisan pada SSP.

3. Auriculotherapy

Seorang laki-laki, usia 40 tahun mengeluh sakit gigi. Pasien tidak bersedia ke dokter gigi
karena takut dicabut atau disuntik gusinya. Pada pemeriksaan fisik oleh dokter umum tidak
ditemukan tanda-tanda infeksi.
Mekanisme Akupunktur kulit telinga atau Auriculotherapy dapat mengatasi nyeri didasarkan
atas neuro-humoral system.
Pada daun telinga tersebut antara lain terdapat N. Auricularis Mayor, dan N. Occiptalis Minor
dari C2 dan C3; N. Trigeminus, N. Temporo-auricularis, N. Facialis, N. Vagus, N.
Glossopharyngeus, melalui saraf simpatis, para-simpatis dan autonom yang berhubungan
dengan jaringan otak, batang otak dan cortex cerebri serta organ viscera.

Ketidak-seimbangan sistem ini bisa menyebabkan


sakit, tetapi sebaliknya, akupunktur dapat
memulihkan kembali keseimbangan tersebut.

79
Nyeri gigi pada kasus tersebut dapat diatasi dengan akupunktur telinga di Titik Gigi Atas dan
Bawah (atau T1 dan T10) yang berada pada daerah lobulus (Saputra dan Sudirman, 2009;
Soetopo, 1983; Frank dan Soliman, 2005).

Daftar Pustaka

1. Bonica, J.J., Loeser, J.D., 2001. History of Pain Concepts and Therapies, In: Loeser
J.D., et al (eds)
2. Random House Dictionary, 2014 dalam Dictionary.com, 2014).
3. Bambang Suryono, et all, 2017. Buku Ajar Nyeri. Perkumpulan Nyeri Indonesia
(Indonesian Pain Society). Jakarta
4. Akupunktur Untuk Nyeri dengan pendekatan Neurosain. Penyusun : Koosnadi Saputra
dan Syaraif Sudirman. Editor: Koosnadi Saputra. Cetakan pertama 2009. CV Sagung
Seto. Jakarta. 123 halaman.
5. Morgan, G.E., Pain Management, In: Clinical Anesthesiology 2 nd ed. Stamford:
Appleton and Lange, 1996, 274-316.
6. Mangku, G., Diktat Kumpulan Kuliah, Bagian/SMF Anestesiologi dan Reanimasi
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, 2002.
7. Benzon, et al., The Assesment of Pain, In Essential of Pain Medicine and Regional
Anaesthesia, 2 nd ed, Philadelphia, 2005
8. Latief, S.A., Petunjuk Praktis Anestesiologi, edisi II, Bag Anestesiologi dan Terapi
Intensif FK UI, Jakarta, 2001
9. Nicholls, AJ dan Wilson, IH., Manajemen nyeri akut, in Kedokteran Perioperatif,
Darmawan, Iyan (ed), Farmedia, Jakarta, 2001, bab 14, 57-69
10. Price, Sylvia Anderson. 2006. Patofisiologi. Jakarta: EGC
11. Silbernagl/Lang, 2000, Pain in Color Atlas of Pathophysiology , Thieme New York.
320-321
12. Bowsher D. Mechanism of acupuncture. In: Filshie J, White A, editors. Medical
acupuncture a western scientific approach. Oxford: Churcill Livingstone. 2004 .p. 69.

VI. VERTIGO

A. Definisi
Vertigo berasal dari bahasa Yunani vertere yang artinya memutar. Pengertian
vertigo adalah sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan sekitarnya,
dapat disertai gejala lain, terutama dari jaringan otonomik akibat gangguan alat
keseimbangan tubuh. Vertigo merupakan gejala yang mengacu pada adanya sensasi
bergerak, baik gerakan rotasional maupun gerakan linier yang sebenarnya tidak ada,
gangguan ini berhubungan dengan gangguan system keseimbangan tubuh.
Vertigo mungkin bukan hanya terdiri dari gejala pusing saja, melainkan
kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari gejala somatik (nistagmus, instable),
otonomik (pucat, peluh, dingin, mual muntah) dan pusing.Vertigo mencerminkan
adanya gangguan sistem deteksi orientasi seseorang.
80
B. Klasifikasi
Berdasar gejala vertigo dibagi atas:
1. Vertigo paroksismal
2. Vertigo kronis
3. Vertigo dengan serangan mendadak/ akut.

C. Patofisiologi
Vertigo timbul jika terdapat ketidakcocokan informasi aferen yang disampaikan
ke pusat kesadaran. Susunan aferen yang terpenting dalam sistem ini adalah sistem
vestibuler atau keseimbangan. Susunan lain yang berperan ialah sistem optik dan pro-
pioseptik, jaras-jaras yang menghubungkan nuklei vestibularis dengan nuklei N. III, IV
dan VI, susunan vestibularis dan vestibulospinalis.

D. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan vertigo terdiri atas :
1. Terapi kausal
2. Terapi simtomatik
3. Terapi rehabilitatif

1. Terapi kausal
Terapi kausal merupakan pilihan umum apabila penyebabnya dapat ditemukan.
2. Terapi simtomatik
Terapi simtomatik ditujukan pada dua gejala utama, yaitu rasa vertigo (berputar,
melayang) dan gejala otonom (mual,muntah). Gejala-gejala tersebut timbul paling
berat pada vertigo vestibuler akut dan biasanya akan menghilang dalam beberapa hari
berkat adanya kompensasi sentral. Namun oleh karena pada fase ini pasien biasanya
merasa cemas dan menderita, maka perlu diberikan obat simtomatik. Oleh karena
obat-obat anti vertigo tergantung pada efek obat bersangkutan, beratnya vertigo dan
fasenya. Misalnya pada fase akut dapat diberikan obat golongan transquilizer untuk
menghilangkan rasa cemas,antiemetik,disamping antivertigo yang lain. Untuk terapi
akupunktur antara lain dipilih titik Titik Baihui (GV 20), Fengchi (GB 20), Hegu (LI
4), Taichong (LR 3), titik nyeri tekan.
3. Terapi rehabilitatif

81
Tujuan terapi rehabilitatif adalah untuk menimbulkan dan meningkatkan kompensasi
sentral dan rehabilitasi pada pasien dengan gangguan vestibuler.
Mekanisme kerja terapi ini adalah :
a. Subtansial sentral oleh sistem visual dan somatosensori untuk fungsi vestibuler
yang terganggu
b. Mengaktifkan habituasi, yaitu berkurangnya respon terhadap stimulasi sensorik
yang diberikan (vestibulator berulang-ulang).

Daftar Pustaka

Hamid. 2006. Diagnosis dan Tatalaksana Kedarurtan Vertigo. Simposium 3rd Updates in
Neuroemergencies. Dep Neurologi FKUI-RSCM, Jakarta.

Huaitang S. 1993. Acupuncture and Moxibustion Treatment of Vertigo (2). Internat. J. Clin.
Acupunc. 4:3915.

Jiao Shunfa. 1995. Head Acupuncture. Shanxi Publishing House, Beijing, China.

Kang L S. 2004. Pengobatan Vertigo dengan Akupunktur. Cermin Dunia Kedokteran. No.
144: 51.

Kiswojo dan Kusuma A. 1978. Teori dan Praktek Ilmu Akupunktur. Jakarta: PT Gramedia.
Lumbantobing S. M. 1996. Vertigo Tujuh Keliling. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.

Nurimaba N, Joesoef A. A, Andradi S. 1999. Vertigo, Patofisiologi, Diagnosis dan Terapi.


Cetakan pertama. Kelompok Studi Vertigo, PERDOSSI. Jakarta.

O'Connor J, Bensky D. 1981. Acupuncture A Comprehensive Text. Chicago: Eastland Press.


Pirawati Prasti dan Siboe L. Yvonne. 2004. Terapi Akupunktur untuk Vertigo. Cermin Dunia
Kedokteran. 144: 47-51.

Sen Ahmet, Al-Deleamy Louai S., Kendirli Tansel M., 2007. Benign Paroxysmal Vertigo in
an Airline Pilot. Aviation, Space, and Environmental Medicine. 78: 1061-63.

Setiadji V.S. 2002.Anatomi dan Fisiologi Kulit Kepala dan Sistem Saraf Pusat. Bagian Ilmu
Faal FKUI, Jakarta.

Yin G, Liu Z. 2000. Advance Modern Chinese Acupuncture Therapy. First ed. Beijing, New
World Press.

82
VII. INSOMNIA

A. Definisi
Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering ditemukan.
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders fourth edition (DSM-IV)
mendefinisikan insomnia sebagai keluhan kesukaran mulai tidur dan atau
mempertahankan keadaan tidur atau kembali tidur yang berlangsung selama paling
sedikit 1 bulan. Keadaan sulit tidur tersebut harus menyebabkan gangguan klinis
signifikan atau distress.
International Classification of Sleep Disorders-Revised (ICSD-R) menyebutnya
sebagai insomnia psikofisiologi yang disertai penurunan fungsi setelah bangun. Bila
gangguan ini berlangsung lebih dari 6 bulan disebut sebagai insomnia kronis.

B. Patofisiologi
Insomnia terjadi karena gangguan kontrol irama tidur-jaga pada hipotalamus,
forebrain, brainstem dan mesopontin serta neurohormon yang diproduksi oleh nucleus
suprachiasma dan pineal gland. Irama tidur-jaga yang merupakan pola tingkah laku
berhubungan dengan interaksi di dalam sistem aktivasi retikuler.
Sistem aktivasi retikuler bekerjanya diatur oleh pontine dan nucleus raphe dan
locus coeruleus. Sel-sel dari nucleus raphe mensekresi serotonin dan locus coeruleus
mensekresi epinefrin. Jika nucleus raphe dirusak atau sekresinya dihambat, dapat timbul
kondisi kurang tidur yang mirip dengan kejadian insomnia. Sedangkan bila lokus
coeruleus yang dirusak, akan terjadi penurunan hilangnya tidur REM, sedangkan tidur
non-REM tidak berubah.
Neurohormon melatonin yang diproduksi oleh pineal gland juga berperan pada
mekanisme ini. Melatonin berefek penekan sistem saraf pusat disertai ansiolitik,
hipnotik ringan dan antikonvulsan yang bekerja menguatkan transmisi GABA dan
dopamine. Pola sekresi melatonin selama 24 jam telah diakui sebagai alat ukur aktivitas
sirkadian pada manusia. Pola sekresi melatonin yang terganggu akan menyebabkan
keadaan insomnia. Sekresi melatonin di malam hari pada penderita insomnia terbukti
menurun.

C. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan insomnia dapat secara farmakologis maupun non farmakologis.

83
1. Penatalaksanaan secara farmakologis, dengan meresepkan obat-obatan untuk
penderita insomnia harus berdasarkan, tingkat keparahan disiang hari, dan
sering diberikan pada penderita dengan insomnia jangka pendek supaya tidak
berlanjut ke insomnia kronis. Beberapa pertimbangan dalam memberikan
pengobatan insomnia:
a). Memiliki efek samping yang minimal.
b). Mempunyai onset yang cepat dalam mempersingkat proses memulai
tidur.
c). Lama kerja obat tidak mengganggu aktivitas di siang hari.
Obat tidur hanya digunakan dalam waktu singkat, yaitu sekitar 2 - 4 minggu.
Penanganan dengan obat-obatan dapat diklasifikasikan menjadi:
benzodiazepine, non – benzodiazepine, miscellaneous sleep promoting agent.
2. Penatalaksanaan secara non farmakologis, tanpa obat-obatan medis dapat
diterapkan pada insomnia tipe primer maupun sekunder. Ada beberapa
metode dalam upaya penatalaksanaan insomnia secara non farmakologi,
salah satunya adalah dengan terapi akupunktur.
Penjaruman titik akupunktur dipercaya dapat mengobati insomnia melalui mekanisme:
1. Mempengaruhi tiga jaras umpan balik, yaitu jaras ke korteks serebri, ke medulla
supra renalis dan ke otot.
2. Memobilisasi pertahanan dan dan regenerasi jaringan karena kerusakan jaringan
akibat penjaruman akupunktur penimbulkan produk antara lain serotonin, histamine,
bradikinin.
3. Merangsang pelepasan morfin endogen yang menimbulkan efek sedasi.
4. Meningkatkan aktifitas Nirtric Oxide Synthase (NOS) dan kadar Nitric Oxide (NO)
di otak yang berperan dalam proses homeostatik dan siklus sirkadian pada
pengaturan tidur-jaga.
5. Meningkatkan sekresi melatonin di malam hari sehingga menimbulkan efek sedasi
dan hipnotik, ansiolitik dan meningkatkan peptida opioid endogen.
6. Beberapa macam akupunktur telah dilakukan untuk mengobati insomnia yaitu titik-
titik akupunktur tubuh, akupunktur perut dan akupunktur telinga.
7. Titik akupunktur badan antara lain: Baihui (GV20), Sishenchong (EX-HN-1),
Taichong (LR3), Zusanli (ST36), Shenting (DU24), Hegu (LI4). Pada keadaan sakit
kepala, pusing dan pandangan kabur dapat diberikan: Fengchi (GB20).

84
Daftar Pustaka

Calehr dan Hallym. 1993. Pedoman Akupunktur Medis. Jilid II: Pengetahuan Lanjutan.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Dharma K. dan Widya. 1993. Sistem Pelayanan Kesehatan dan Akupunktur. Maj.
Kedok. Indon., Vol: 43, No: 10. Hal: 555.

Dharma K. dan Widya. 1995. Akuapunktur – Penggunaannya dalam Praktek Sehari-hari.


Cermin Dunia Kedokteran. No. 105. Hal: 43

Goodman L. dan Gilman, A. 2001. ThePharmalogical: Basis of Therapeutics. 5th edition.


New York: Macmillan Publishing Co.Inc. Hal: 908-910.

Kiswojo. 2000. Pengetahuan Dasar Ilmu Akupunktur. Penerbit Akupunktur Indonesia.

Pinto LR., Alves RC., Caixeta E., Fontenella JA., Bacellar A., Poyares D., Aloe F et al.
(2010). New guidelines for diagnosis and treatment of insomnia. Arq Neuro-Psiquart,
68 (4).

Saputra K. 2005. Akupunktur Dasar. Cetakan Pertama. Airlangga University Press.


Surabaya.

VIII. ASMA BRONKIAL

A. Definisi
Asma bronkial adalah sindrom dengan tiga tanda utama yaitu: obstruksi jalan
napas yang reversibel, hipereaksi bronkus dan inflamasi jalan napas.

B. Klasifikasi
Asma bronkial dapat dibedakan menjadi asma bronkial ekstrinsik (alergika)
dan asma intrinsik (idiopatik). Asma bronkial ekstrinsik berhubungan dengan adanya
riwayat atopi dalam keluarga dan adanya alergen tertentu yang dapat menyebabkan
timbulnya asma. Jenis asma ini meliputi sekitar 70% kasus yang ada. Sedangkan
asma intrinsik ditandai dengan tidak adanya faktor-faktor penyebab yang jelas.
Faktor-faktor non spesifik seperti pilek, latihan fisik, stres psikis dan udara dingin
dapat memicu timbulnya serangan asma. Jenis asma ini dapat meliputi sekitar 30%
kasus yang ada. Dalam kenyataan, seseorang dapat menderita asma campuran, jadi
orang tersebut selain dapat mengalami serangan asma karena alergen tertentu, juga
rentan terhadap faktor pencetus seperti pilek, hawa dingin, latihan fisik ataupun stres
psikis.

85
C. Patogenesis
Patogenesis asma bronkial didasarkan pada adanya gangguan sistem saraf
otonom dan sistem imun. Gangguan pada sistem-sistem tersebut dapat menimbulkan
gejala-gejala pada asma seperti: bronkokonstriksi, hipersekresi mukus dan
peradangan jalan napas. Pada gangguan saraf otonom terjadi hipereaktivitas saraf
parasimpatis dan terjadi blokade terhadap reseptor adrenergik beta (sistem saraf
simpatis). Adapun gangguan sistem imun ditandai oleh adanya reaksi
hipersensitivitas tipe I (reaksi alergi), dimana tubuh mengadakan reaksi imun yang
berlebihan terhadap antigen yang masuk ke dalam tubuh. Apabila ada alergen
(antigen) masuk ke dalam tubuh, maka alergen ini akan merangsang sel B untuk
membentuk IgE dengan bantuan sel Th (T helper). IgE kemudian diikat oleh sel mast
melalui reseptor Fc. Apabila tubuh terpapar ulang dengan antigen yang sama, maka
antigen tersebut akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada permukaan sel mast.
Akibat ikatan antigen-IgE, sel mast mengalami degranulasi dan melepaskan
mediator-mediator seperti: histamin, prostaglandin, leukotrien, Eosinophile
chemotactic factor-A/ECF-A dan beberapa macam sitokin (misalnya: TNF, IL-1,
IL-4, IL-5, IL-6, IL-13) serta beberapa macam enzim (misalnya: chymase dan
tryptase). Mediator-mediator tersebut dapat menimbulkan gejala-gejala seperti
peradangan, bronkokonstriksi dan hipersekresi mukus. Pada peradangan terjadi
peristiwa perekrutan sel-sel radang, dan pada peradangan yang berkaitan dengan
peristiwa alergi, eosinofil merupakan sel radang yang jumlahnya sangat dominan.

D. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan asma bronkial meliputi penatalaksanaan medikamentosa dan
non medikamentosa. Penatalaksanaan medikamentosa pada asma menggunakan obat-
obatan seperti agonis 2 (misalnya: salbutamol dan efedrin), teofilin dan
kortikosteroid. Penggunaan obat-obatan mempunyai risiko terjadinya efek samping
yang tidak diinginkan. Adapun penatalaksanaan non medikamentosa dapat dilakukan
melalui pendidikan pada penderita asma dan keluarganya, menghindari faktor-faktor
pencetus / alergen, perbaikan mental/psikis, latihan napas dan latihan jasmani/olah
raga serta akupunktur. Tujuan penatalaksanaan asma dengan akupunktur adalah untuk
memperingan serangan dan memperpanjang jarak waktu antara dua serangan. Selain
itu juga untuk mengurangi pemakaian obat-obatan, sehingga efek samping dari obat-
obatan dapat dihindari.

86
E. Penatalaksanaan Akupunktur
Peran akupunktur pada terapi asma ditujukan untuk mengatasi gangguan
sistem imun maupun sitem saraf otonom. Jadi dapat dipilih titik-titik yang dapat
memperbaiki sistem imun dan mengaktivasi sistem saraf simpatis.
Ada beberapa titik yang secara evidence base telah terbukti dapat
memperbaiki sistem imun seperti: titik Zusanli (St36) dan titik Hegu (LI4). Jadi
kedua titik ini apabila dirangsang dapat memperbaiki sistem imun.
Selain titik-titik yang memperbaiki sistem imun dapat pula dipilih titik-titik
yang dapat mengaktivasi sistem simpatis, yaitu titik-titik yang terletak pada
dermatom/area yang dipersarafi oleh serabut saraf sensoris medulla spinalis segmen
torakolumbal. Serabut saraf simpatis keluar dari medulla spinalis segmen
torakolumbal. Pada asma terjadi kelainan pada bronkus sehingga kita rangsang saraf
simpatis yang mempersarafi bronkus. Saraf simpatis yang menginervasi bronkus
keluar dari medulla spinalis segmen toraks 1 s/d 4. Jadi dapat dipilih titik-titik yang
terletak pada area yang dipersarafi oleh serabut saraf sensoris medulla spinalis
segmen toraks 1 s/d 4. Ada beberapa titik yang terletak di area ini antara lain adalah
titik Feishu (BL13) dan Danzhong (CV17).

Daftar Pustaka
Baratawidjaja KG dan Rengganis I (2010). Imunologi dasar. Edisi IX. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI. Pp: 369-397.

Cabyoglu MT, Ergene N, and Tan U (2006). The mechanism of acupuncture and clinical
applications. Intern. J. Neuroscience. Vol. 116; 115-25.

Saputra K (2000). Akupunktur dalam pendekatan ilmu kedokteran. Cetakan I. Airlangga


University Press. Surabaya. pp: 65-69.

Saputra K (2002). Akupunktur klinik. Cetakan I. Airlangga University Press. Surabaya. pp:
80-81.

Solomon WR (2006). Asma bronkial: Alergi dan lain-lain. Dalam: Hartanto H, Susi N,
Wulansari P, Mahanani DA (eds). Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit.
Edisi 6, volume 1, cetakan 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Pp: 177-197.

Sundaru H dan Sukamto (2014). Asma bronkila. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW,
Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF (eds). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid I,
edisi VI, cetakan I. Jakarta: InternaPublising, Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam.
Pp: 478-494.

87
IX. URTIKARIA

A. Definisi
Urtikaria ialah reaksi vaskuler di kulit akibat bermacam-macam sebab,
biasanya ditandai oleh adanya edema setempat yang cepat timbul dan menghilang
perlahan-lahan, berwarna kemerahan, meninggi di permukaan kulit disertai rasa gatal,
tersengat atau tertusuk. Apabila reaksi vaskuler ini mengenai lapisan yang lebih dalam
dari dermis (di subkutis atau submukosa) maka disebut angioedema. Angioedema
dapat mengenai saluran napas, saluran cerna dan organ kardiovaskuler.
B. Etiologi
Penyebab urtikaria ada bermacam-macam, diantaranya adalah: makanan, obat-
obatan, gigitan/sengatan serangga, inhalan, kontaktan, trauma fisik, stres psikis, infeksi
dan penyakit sistemik. Pada penyelidikan ternyata hampir 80% tidak diketahui
penyebabnya (idiopatik).
C. Klasifikasi
Terdapat bermacam-macam penggolongan urtikaria. Berdasarkan lamanya
serangan berlangsung dibedakan urtikaria akut dan kronik. Disebut akut bila serangan
berlangsung kurang dari 6 minggu, dan kronis bila berlangsung paling sedikit 6
minggu. Sedangkan berdasarkan morfologi klinisnya, urtikaria dibedakan menurut
bentuk ujud kelainan kulitnya antara lain berupa: urtikaria papular (berbentuk papul),
gutata (bentuknya seperti tetesan air) dan girata (bila ukurannya besar-besar). Menurut
luasnya dan dalamnya jaringan yang terkena, dibedakan urtikaria lokal, generalisata
dan angioedema. Adapun berdasarkan penyebabnya dan mekanisme terjadinya,
urtikaria dapat dibedakan menjadi urtikaria imunologik, nonimunologik dan idiopatik.

D. Patogenesis
Pada prinsipnya urtikaria terjadi karena vasodilatasi disertai permeabilitas
kapiler yang meningkat, sehingga terjadi transudasi cairan yang mengakibatkan
pengumpulan cairan setempat, dan secara klinis tampak edema setempat disertai
kemerahan.
Vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler dapat terjadi akibat
pelepasan mediator-mediator misalnya histamin, kinin, serotonin, slow reacting
substance of anaphylaxis (SRS-A) dan protaglandin oleh sel mast dan atau basofil.
Baik faktor imunologik maupun nonimunologik mampu merangsang sel mast atau
basofil untuk melepaskan mediator tersebut.
88
E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan urtikaria yang paling ideal adalah dengan menghindari atau
mengobati penyebabnya. Namun dalam kenyataan kadang sulit untuk melakukan hal
tersebut, apalagi kalau faktor penyebabnya tidak diketahui. Penatalaksanaan dapat
dilakukan secara medikamentosa dengan menggunakan obat-obatan dan secara non
medikamentosa. Obat-obatan yang sering digunakan adalah antihistamin, terutama
golongan antihistamin H1 (antagonis reseptor H1 / AH1). Selain itu dapat pula
digunakan kortikosteroid maupun beta adrenergik. Namun tidak dapat dipungkiri
bahwa setiap penggunaan obat tentu mempunyai efek samping. Diketahui pula bahwa
tidak semua kasus urtikaria dapat diterapi dengan obat-obatan dengan hasil yang
memuaskan. Terdapat kasus-kasus yang refrakter terhadap terapi dengan obat-
obatan(4).
Penatalaksanaan secara non medikamentosa yang dapat dilakukan selain
menghindari faktor penyebab, adalah dengan akupunktur. Akupunktur merupakan cara
terapi yang mudah dan aman serta sudah terbukti efektif untuk pengobatan urtikaria
baik akut maupun kronis(8).

F. Penatalaksanaan Akupunktur
Penatalaksaaan urtikaria dengan akupunktur didasarkan pada patogenesis
urtikaria dimana patogenesis urtikaria antara lain melalui jalur imunologik, sehingga
dipilih titik-titik akupunktur yang memperbaiki sistem imun, misalnya: Zusanli (ST
36) dan Hegu (LI4). Selain itu dapat pula digunakan titik-titik akupunktur yang secara
empiris dan telah terbukti melalui penelitian dapat membantu penyembuhan urtikaria
seperti: LI11 (Quchi), SP10 (Xuehai), SP6 (Sanyinjiao) dan beberapa titik akupunktur
di telinga (titik paru, titik endokrin, titik subkorteks dan titik shenmen).

Daftar Pustaka
Aisah S (2010). Urtikaria. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S (eds). Ilmu penyakit kulit
dan kelamin. Edisi VI, cetakan I. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. Pp: 169-181.

Baratawidjaja KG dan Rengganis I (2010). Imunologi dasar. Edisi IX. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI. Pp: 369-397.

Chen CJ and Yu HS (1998). Acupuncture treatment of urticaria. J Arch Dermatol.; 134: 1397-
9.

89
Iraji F, Sghayi M, and Mokhtari H (2006). Acupuncture in the treatment of chronic urticaria: a
double blind study. The Internet Journal of Dermatology. Volume 3, Number 2; 1531-
3018.

Solomon WR (2006). Asma bronkial: Alergi dan lain-lain. Dalam: Hartanto H, Susi N,
Wulansari P, Mahanani DA (eds). Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit.
Edisi 6, volume 1, cetakan 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Pp: 177-197.

X. OBESITAS

A. Definisi
Obesitas adalah suatu keadaan dimana terdapat berat badan yang melebihi berat badan
normal dan terdapat kelebihan lemak tubuh.
Menurut WHO seseorang dikatakan obesitas bila Indeks Massa Tubuh (IMT) > 30. Cara
menghitung IMT adalah sebagai berikut = berat badan (kg) / tinggi badan (m 2).
B. Patofisiologi
Obesitas adalah suatu kondisi yang kompleks dan multifaktorial yang disebabkan oleh
interaksi genotip dan lingkungan. Terjadinya obesitas disebabkan karena terjadinya
ketidakseimbangan antara energi yang masuk dan keluar dari dalam tubuh. Pemasukan
energi oleh lingkungan melalui makanan dan minuman, pola makan, psikis, kultur dan
ekonomi. Pengeluaran energi ditentukan oleh metabolisme basal, aktivitas fisik dan
spesific dynamic action of food.

C. Klasifikasi obesitas menurut International Obesity Task Force (IOTF) :

Kategori BMI

- Underweight - < 18,5


- Normal - 18,5 – 22,9
- At risk of obesity - 23 – 24,9
- Obesitas I - 25 – 29,9
- Obesitas II - ≥ 30

Terapi akupunktur
1. Titik di tubuh

90
Titik akupunktur yang dipakai adalah : Hegu (LI 4), Quchi (LI 11), Neiguan (PC 6),
Tianshu (ST 25), Zusanli (ST 36), Fenglong (ST 40), Sanyinjiao (SP 6) dan Neiting
(ST 44)
Penjaruman dilakukan selama 20 menit, dua kali dalam satu minggu. Satu sesi terapi
terdiri dari 12 kali.
2. Akupunktur telinga
Titik akupunktur yang dipakai adalah : titik lapar, titik lambung dan Shenmen.
Akupunktur dilakukan dua kali dalam satu minggu. Satu sesi terapi terdiri dari 12
kali
Titik lapar kanan dan kiri dipasangi press needle. Setengah jam sebelum makan
press needle ditekan dengan gerakan memutar selama 30 detik atau dipijat selama 2
– 3 menit pada saat lapar. Jarum ditinggal selama 3 – 4 hari.

Daftar Pustaka

1. British Nutrition Foundation. 2000. Health Risk of Obesity, pp : 4 – 13


2. Caroli, M dan Lagravinese D. 2002. Prevention of Obesity. 22 : 221 - 6
3. Sutanto DS. 2008. Akupunktur untuk Obesitas dengan pendekatan Neuroendokrin.
Seminar dan Workshop Akupunktur untuk Estetika. Surabaya : Graha Puslitbang
Sisjakkes Depkes RI.
4. Uner Tan. 2006. The Treatment of Obesity by Acupuncture. Intern J Neuroscience.
116: 165 – 75.
5. HamidAbdi, BaixiaoZhao, MahsaDarbandi, et al. 2012. The effects of body
acupuncture on obesity : anthropometric parameters, lipid profile and inflamatory and
immunologic marker. The Scientific World Journal Volume 2012, Article ID 603539,
pp 1 – 11
6. Maria Belivani, Charikleia Dimitroula, Niki Katsiki, et al. 2014. Acupuncture in the
treatment of obesity: a narrative review of the literature. Download from
http:aim.bmj.com. Published by group.bmj.com

XI. AKUPUNKTUR PADA KASUS KEHAMILAN

1.Hiperemesis Gravidarum
A. Definisi
Hiperemesis gravidarum adalah suatu keadaan mual dan muntah hebat dalam masa
kehamilan. Keadaan ini bisa menyebabkan kekurangan cairan, penurunan berat badan
atau gangguan elektrolit sehingga menggangu aktivitas sehari – hari dan dapat
membahayakan janin dalam kandungan.

91
B. Patofisiologi
Penyebab hiperemesis gravidarum secara pasti belum diketahui secara pasti. Ada
beberapa faktor biologi, fisiologi dan psikologi diduga ikut berperan didalamnya.
Beberapa faktor resiko terjadinya hiperemesis gravidarum adalah kehamilan pertama,
peningkatan hormonal pada kehamilan dan usia dibawah 24 tahun.

C. Penatalaksanaan secara akupunktur:


1. Titik utama : PC 6 (Neiguan). Penjaruman dilakukan setiap hari selama 20 menit.
Apabila ada faktor psikologis ditambah penjaruman pada titik GV 20 (Baihui).
2. Titik lain yang dapat digunakan : GV 20 (Baihui), HT 7 (Shenmen), CV 12
(Zhongwan), CV 15 (Jiuwei), CV 17 (Danzhong), ST 36 Zusanli, LR 3 (Taichong),
SP 9 (Yinlinquan). Titik pada telinga : 22 endokrin, 55 Shenmen. Dapat dilakukan
akuapunktur pada titik 55 Shenmen dengan menggunakan vitamin B1.

Daftar Pustaka

1. Ann Quyang dan Lihua Xu. 2007. Holistic Acupuncture Approach to Idiopothic
Refractory Nausea, Abdominal Pain and Bloating. World J Gastroenterol. 13 (40) :
5360 – 1.
2. Ma Yun Tao, Ma Mila dan Co. 2005. Biomedical Acupuncture for Pain
Management, An Integrative Approach, Elseiver Churchil Livingston.
3. Roemer AT. 2005. Medical Acupuncture in Pregnancy. Thieme, Stuttgart. London.
P : 90.
4. Suyanto E. 2004. Akupunktur untuk Mual dan Muntah. Meridian (Indonesian
Journal of Acupunctur). Vol XI, No 1, hal 6 – 9.
5. Intihamul M, Tita HM, Herry H dkk. 2015. Perbedaan Pengaruh Akupunktur dan
Vitamin B6 terhadap Penurunan Intensitas Mual Muntah pada Emesis Gravidarum
Berat. IJEMC, Vol 2, No 2 hal 1 – 6.
6. Lindsey J. Wegrzyniak, DO,1 John T. Et al. 2012. Treatment of Hyperemesis
Gravidarum.  Rev Obstet Gynecol. 5(2):78-84.
7. Jin Xu and Ian ZM. 2012. The current use of acupuncture during pregnancy and
childbirth. Wolters Kluwer Health, Lippincolt Williams dan Wilkins

XII. STROKE

A. Definisi
Kelemahan, kelumpuhan mendadak pada muka, lengan dan kaki pada satu atau kedua
sisi badan, kehilangan kemampuan bicara, atau kesulitan berbicara atau memahami
pembicara, bisa disertai dengan kehilangan penglihatan khususnya hanya pada satu

92
mata, nyeri kepala hebat terutama pada stroke tipe perdarahan dan kehilangan
kesadaran.
B.Tipe Stroke
1. Ischemia – thrombotic and embolic
2. Hemorrhagic
3. Global hypoperfusion – shock

C.Faktor Risiko
1. Hypertension
2. Heart disease (Myocardial infarction ,endocarditis dan Atrial fibrillation)
3. Dyslipidemia
4. Diabetes mellitus
5. Oral contraceptives
6. Merokok
7. Polycythemia and thrombocythemia

D.Peran Akupunktur pada Stroke


Mekanisme kerja akupunktur melalui efek lokal, segmental dan sentral sehingga
timbul efek:
1. Meningkatkan aliran darah ke otak terutama ke daerah lesi
2. Memperbaiki kegiatan elektrik otak
3. Memperbaiki mikrosirkulasi otak
4. Meregulasi lemak darah
5. Menghilangkan radikal bebas
6. Mempengaruhi kadar katekolamin dan endorfin

E.Terapi Akupunktur
1. Pada CVA ischemi terapi dianjurkan sedini mungkin, sebaiknya dilakukan 48 jam
setelah tanda vital stabil (WHO)
2. Pada CVA perdarahan umumnya dilakukan 3 minggu setelah serangan setelah
sadar dan tanda vital terutama tekanan darahnya stabil, dimulai dengan rangsangan
ringan dan secara bertahap rangsangan ditingkatkan.

F.Rencana Terapi
1. Pada periode syok otak
93
a. Digunakan jarum halus
b. Bisa digunakan EA dg gel yg jarang
c. Sehari sekali selama 20-30 menit
d. Satu seri terapi 10 kali
e. Istirahat 2 hari sebelum msk seri kedua
f. Merangsang sisi yang sehat.

Titik-titik yang digunakan untuk membangkitkan kesadaran:


a. Renzhong
b. Fengchi
c. Neiguan
Titik untuk ekstremitas superior:
a. Jianyu
b. Quchi
c. Waiguan
d. Hegu
e. Houxi

Titik untuk ekstremitas inferior:


a. Biguan
b. Xuehai
c. Yanglingquan
d. Xianzhong
e. Taichong

2. Periode Spastik
a. Digunakan jarum halus
b. Bisa digunakan EA dengan gelombang yang jarang
c. Sehari sekali selama 20-30 menit
d. Satu seri terapi 10 kali
e. Istirahat 2 hari sebelum masuk seri kedua
f. Merangsang otot antagonis dari otot yang spastis, meredakan tonus tinggi otot
yang spastik, memulihkan posisi tubuh sehingga menjadi normal.

Titik untuk ekstremitas superior:


94
a. Jianyu
b. Jianliao
c. Tianjing
d. Shousanli
e. Waiguan
f. Hegu
g. zhongzhu
h. Houxi

Titik untuk ekstremitas inferior:


a. Nei Biguan
b. Xia Xuehai
c. Yanglingquan
d. Xiaxi

3. Periode pemulihan
Saat ini dapat ditambahkan akupuktur kulit kepala untuk meningkatkan vaskularisasi
dan merangsang sel neuron.
Titik yang digunakan fengchi, gongxue (lebar 2 jari tegak lurus dibawah fengchi),
Shishencong.

Daftar Pustaka
1. Johansson K et al. 1994. Can sensory stimulation improve the functional out come in
stroke patient? Neurology 43: 2189-2192.
2. National Institutes of Health. 1997. NIH Consensus Development Conference on
Acupunctures. Bethesda MD. Nov. 1997: 93-109.

XIII. BELL’S PALSY

Pada umumnya Bell’s Palsy bersifat akut, timbul secara tiba-tiba, dan biasanya disadari
saat bangun tidur. Pada anamnesis penderita sering ada riwayat terkena angin waktu
berkendaraan atau tidur dengan jendela terbuka.

A. Gejala pada sisi lumpuh


Akibat kelumpuhan serabut somatomotoris n. fasialis
1. Dahi tidak dapat dikerutkan
95
2. Mata tidak dapat menutup (lagopthalmus)
3. Dalam usaha menutup mata bola mata kerap berputar keatas (bell’s phenomen)
4. Lipat nasolabial jadi datar
5. Mulut tidak bisa diangkat baik secara spontan maupun atas perintah
6. Sudut mulut tertarik ke arah sisi yang sehat,
Gangguan perasaan pengecapan pd 2/3 anterior lidah ( sisi kelainan) akibat
kelumpuhan serabut viscerosensoris n. facialis.

B. Rencana terapi
1. Merangsang otot wajah yang lumpuh baik dengan titik lokal maupun titik jauh
2. Rangsangan penjaruman atau dengan EA
3. Setiap kali dirangsang 5-6 buah titik
4. Dilakukan 3 kali perminggu

C. Titik akupunktur yang sering digunakan:


1. Yifeng
2. Xiaguan
3. Yangbai
4. Sibai
5. Dichang
6. 6. Yingxiang
7. Zanzhu
8. Quanliao
9. Sizhukong
10. Hegu.

Daftar Pustaka
1. Sniezek D. 1998. Acupunctures treatment of Bell’s Palsy: A case report. Medical
Acupunctures. Vol. 10.
2. Li Y, Liang F.R, Yu S.G, Li C.D, Hu L.X, Zhou D. Yuan X.L. et al. 2004. Efficacy of
acupuncture and moxibustion in teaching Bell’s Palsy: A multicenter randomized
controlled trial in China. Chinese Medical Journal. Oct; 117 (10): 1502 -1506.
3. Wang Y and Yang L. 2010. Chemical Observation of Treatment of Acupuncture for
Different Stage.

96

Anda mungkin juga menyukai