Anda di halaman 1dari 14

Al-Muzakki: Jurnal Pendidikan Agama Islam Vol.1, No.

1, Agustus 2019, 1-14


JCCS, Vol.x, No.x, July xxxx, pp. 1~5
ISSN: 1978-1520 ◼ 1

Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam Keteladanan


Abu Bakar Ash-Shiddiq
Budi Yahya Haerudin1 dan Muh. Arif2
1
Mahasiswa Magister Prodi Pendidikan Agama Islam Pascasarjana IAIN Sultan Amai
Gorontalo, 2Prodi Pendidikan Agama Islam Pascasarjana IAIN Sultan Amai Gorontalo,
email: 1buyaku82@gmail.com, 2muharif@iaingorontalo.ac.id

Abstrak
Bangsa Indonesia saat ini sedang mengalami dekadensi moral, oleh karena itu pemerintah mencanangkan
program pendidikan karakter untuk mengantisipasi krisis moral yang lebih serius. Dalam pendidikan
Islam, karakter merupakan salah satu bagian yang sangat diperhatikan dalam al-Qur’an. Oleh karena itu,
pengembangan pendidikan karakter yang sesuai dengan al-Qur’an mutlak dilakukan dalam kehidupan
khususnya dalam bidang pendidikan. Di dalam al-Qur’an terdapat beberapa nilai karakter yang dapat
ditanamkan, dalam melaksanakan pendidikan Islam. Rasulullah saw., sebagai pembawa risalah Allah
swt., dibekali oleh mukjizat yang abadi yakni al-Qur’an, yang secara langsung disampaikan kepada para
sahabat, salah satu diantaranya adalah Abu Bakar ash-Shiddiq yang termasuk al-sâbiqûna al-awwalûn
(orang-orang yang pertama masuk Islam), yang mana nilai-nilai tersebut tentunya akan lebih relevan dan
sejalan dengan tujuan pendidikan Islam masa kini. Artikel ini bertujuan untuk mengetahui; 1) nilai-nilai
pendidikan karakter dalam kehidupan Abu Bakar ash-Shiddiq; 2) kontribusi nilai-nilai pendidikan
karakter dalam kehidupan Abu Bakar ash-Shiddiq terhadap lembaga pendidikan Islam saat ini. Penelitian
ini menggunakan Metode Riset Kepustakaan (library research) dengan teknik analisis deskriptif
kualitatif. Sebagai data primer diambil dari al-Qur’an, dan buku-buku sejarah yang relevan dengan tema
penulisan, serta data sekunder sebagai bahan pendukung. Hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa nilai-
nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam kehidupan Abu Bakar ash-Shiddiq meliputi: siddiq
merupakan sebuah kenyataan yang tercermin dalam perkataan, perbuatan atau tindakan, dan keadaan
yang ada pada diri Abu Bakar, tawadhu adalah sebuah sikap kerendahan hati dalam menghadapi segala
sesuatu yang dihiasi dengan rasa keyakinan yang istiqamah, (konsisten). selanjutnya zuhud dan wara’
adalah sebuah sikap spiritual yang tinggi dalam menjaga jasad dan batinnya dari hal-hal kesenangan
dunia dan hal-hal yang dilarang oleh Allah swt., dan hakîm adalah sebuah upaya merealisasikan pesan
atau misi tertentu yang dilakukan dengan pendekatan yang bijak. Keempat nilai pendidikan karakter
tersebut dapat memberikan kontribusi dalam meningkatkan mutu lembaga pendidikan Islam.

Kata Kunci: Pendidikan Karakter, Keteladanan, Abu Bakar ash-Shiddiq

Abstract
The Indonesian nation is currently experiencing moral decadence, therefore the government has launched
a character education program to anticipate a more serious moral crisis. In Islamic education, character
is one part that is very much considered in the Qur'an. Therefore, the development of character education
in accordance with the Qur'an is absolutely necessary in life, especially in the field of education. In the
Qur'an there are many character values that can be instilled in implementing Islamic education. The
Messenger of Allah as the bearer of the message of Allah Almighty was provided with an eternal miracle
namely the Koran which was directly conveyed to the Companions, one of which was Abu Bakr ash-
Siddiq which included al-Saabiquuna al-Awwaluun (those who first converted to Islam ), of which these
values will certainly be more relevant and in line with the goals of today's Islamic education. This study
aims to determine; 1) character education values in the life of Abu Bakr ash-Shiddiq; 2) the contribution
of character education values in the life of Abu Bakr al-Shiddiq towards Islamic education institutions
today. This study uses the Library Research Method (library research) with qualitative descriptive
analysis techniques. As primary data taken from the Qur'an, and historical books that are relevant to the
theme of writing. As well as secondary data as supporting material. The results of this study indicate that

Received June 1st,2012; Revised June 25th, 2012; Accepted July 10th, 2012
2 Budi Yahya Haerudin & Muh. Arif Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam.........

the values of character education contained in the life of Abu Bakr ash-Shiddiq include: siddiq is a true
reality that is reflected in words, actions or actions, and conditions that exist in Abu Bakr, tawadhu is an
attitude of humility the heart in dealing with everything that is decorated with a sense of istiqamah and
consistent, zuhud and wara’ is a high spiritual attitude in keeping the body and mind from things that are
forbidden by Allah, and hakiim is an effort to realize a certain message or mission with a wise approach.
Of the four values of character education can contribute to improving the quality of Islamic education
institutions.

Keywords: Character Education, Example, Abu Bakar ash-Shiddiq

Pendahuluan
Era globalisasi dengan segala bentuk kemajuannya yang terus berubah dan
berkembang, selalu menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas dan
berwawasan luas, tidak hanya dalam bidang ilmu pengetahuan umum saja, namun juga
harus didasari dengan akhlak yang mulia, sehingga mampu mengendalikan diri dari
pengaruh budaya yang serba membolehkan, yang mengiringi perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi tersebut.1 Krisis yang melanda Indonesia dewasa ini
diindikasikan bukan hanya berdimensi material, akan tetapi juga telah memasuki
kawasan moral agama. Hal ini dipicu oleh tidak adanya pengetahuan agama yang kuat.
Dengan kemajuan zaman, dimana kehidupan dalam masyarakat semakin kompleks,
lembaga pendidikan sudah ada baik lembaga pendidikan formal maupun non formal,
maka perlu sebuah langkah yang prosedural konsekuentif, dilaksanakan dengan tepat
untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu menuju mutu pendidikan yang baik.2
Realitas kehidupan umat Islam dewasa ini, cenderung menampakkan pola
kepribadian buruk. Banyak umat Islam yang selalu aktif menunaikan ibadah shalat,
puasa, zakat, dan bahkan sudah menunaikan haji, tapi dalam kehidupan mereka masih
suka berbuat hal-hal yang kurang baik, dan bahkan hal-hal yang dilarang oleh agama.
Mereka suka memeras orang lain untuk dapat mencapai tujuan yang mereka inginkan.
Adapun dalam kehidupan sosial, umat Islam cenderung liberal, demikian pula dalam
segi kehidupan lainnya. Misalnya dalam bidang politik, budaya, seni, pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, lepas dari nilai-nilai moral yang telah digariskan oleh
ajaran Islam. Selain itu masih terdapat beberapa kasus yang di luar norma-norma
agama. Misalnya kondisi moral/akhlak generasi muda yang rusak dan hancur. Hal ini
ditandai dengan maraknya seks bebas dan peredaran narkoba di kalangan remaja,
peredaran foto dan video porno pada kalangan pelajar, dan sebagainya.3
Apabila sikap-sikap di atas semakin membudaya, maka jelaslah akan berdampak
negatif pada generasi yang masih berada dalam proses pembinaan moral agama. Karena
pertumbuhan dan perkembangan moral agama pada anak, lebih banyak diperoleh
melalui hasil pengamatan terhadap suasana lingkungan yang ada di sekitarnya, atau
melalui peniruan dan keteladanan. Anak adalah generasi penerus yang akan
menggantikan dan memegang tongkat estafet generasi tua. Agar mereka menjadi
generasi penerus yang bermoral religius, maka mereka harus dibina, dibimbing, dan
dilatih dengan baik dan benar, melalui proses pendidikan khususnya pendidikan Islam.
Tujuan utama pendidikan Islam ialah membentuk akhlak dan budi pekerti yang sanggup
1
Syahrial Labaso’, “Paradigma Integrasi-Interkoneksi di Tengah Kompleksitas Problem
Kemanusiaan”, Jurnal Al-A’raf: Jurnal Pemikiran Islam dan Filsafat, Vol. 15, Nomor. 2, Desember
2018, h. 336.
2
Muh. Arif dan Munirah, Ilmu Pendidikan Islam, (Gorontalo: Sultan Amai Press, 2013), h.1.
3
Dharma Kesuma, Pendidikan Karakter, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), h. 2-4.

IJCCS Vol. x, No. x, July 201x : first_page – end_page


Al-Muzakki: Jurnal Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No.1, Agustus 2019, 1-14 3
CCS ISSN: 1978-1520 ◼

menghasilkan orang-orang yang bermoral, berjiwa bersih, kemauan keras, cita-cita yang
besar, serta akhlak yang tinggi, tahu arti kewajiban dan pelaksanaannya, menghormati
hak-hak manusia, tahu membedakan baik dan buruk, menghindari perbuatan tercela,
dan senantiasa mengingat Allah SWT, dalam setiap pekerjaan yang mereka lakukan.4
Untuk mewujudkan tujuan tersebut, maka harus berusaha semaksimal mungkin untuk
mewujudkannya, dan juga harus berpandangan luas mengenai bagaimana idealnya
sebagai orang dewasa, untuk mendidik dalam bersikap dan bertingkah laku kepada
anak, karena anak adalah generasi yang akan berkembang dalam kehidupan saat ini,
janji gemilang bagi masa depan, dan penghibur hati kelak.
Anak dan para pemuda mempunyai tanggung jawab ganda yang penting untuk
mereka laksanakan dalam masa hidup mereka. Pertama, mereka dipercayai untuk
melindungi hasil-hasil penting yang telah dicapai oleh bangsa mereka. Kedua, mereka
harus berperan serta dengan kapasitas sendiri untuk menggunakan semua potensi yang
ada pada mereka untuk memperbaiki mutu kehidupan bangsa mereka. Karena itulah
Islam sangat menekankan pentingnya pendidikan anak. Al-Qur’an banyak berisi tentang
aturan-aturan yang melindungi kehidupan anak, dan juga membimbing dan mengatur
jalan hidup mereka. Selain mengatur kehidupan anak, keluarga dan masyarakat, Islam
juga memperhitungkan adanya hubungan di antara mereka semua, dan ini berarti jika
perubahan atau kerusakan pada salah satu bagiannya, maka akan berdampak pada
bagian yang lainnya. Melihat fenomena di atas, maka pendidikan karakter sangat
dibutuhkan agar peserta didik mempunyai kepribadian yang luhur.
Wacana tentang pendidikan karakter, yang menekankan dimensi etis-spiritual
dalam proses pembentukan pribadi ialah, FW. Foerster seorang pedagogik Jerman yang
hidup antara tahun 1869-1966.5 Namun, jika menilik lebih jauh maka akan ditemukan
bahwa penggagas pembangunan karakter pertama kali adalah Rasulullah SAW., yang
diwariskan kepada para sahabat beliau, salah satunya adalah Abu Bakar ash-Shiddiq.
Pembentukan watak yang dicontohkan Abu Bakar. merupakan wujud esensial dari
aplikasi karakter yang diinginkan oleh setiap generasi. Secara asumtif, bahwa
keteladanan yang ada pada diri Abu Bakar menjadi acuan perilaku bagi para sahabat
yang lain, generasi tabi`in, dan umat Nabi Muhammad SAW. Namun sampai abad 14
sejak Islam menjadi agama yang diakui secara universal ajarannya, pendidikan karakter
justru dipelopori oleh negara-negara yang penduduknya minoritas muslim. Dalam al-
Qur’an, teks yang membicarakan tentang keteladanan, telah mengingatkan kita sebagai
umat muslim, dan memiliki akal untuk berpikir sejak 14 abad silam, yaitu QS. al-
Baqarah ayat 44 sebagai berikut.

‫اب ۚ أفأ أل تأ ْع اقلُو أن‬ ‫ا‬


‫َّاس اِبلْا ارب أوتأ ْن أس ْو أن أأنْ ُف أس ُك ْم أوأأنْتُ ْم تأ ْت لُو أن الْكتأ أ‬
‫أ أَ أَتْ ُم ُرو أن الن أ‬

4
M. Athiyah al-Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1990),
h. 3.
5
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Prespektif Islam, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2011), h. 8.

Title of manuscript is short and clear, implies research results (First Author)
4 Budi Yahya Haerudin & Muh. Arif Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam.........

Terjemahnya:
“Mengapa kamu menyuruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kamu
melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca kitab (Taurat)? Tidakkah
kamu mengerti?” 6

Untuk dapat mewujudkan generasi Qur’ani sebagaimana yang diteladankan oleh


sahabat Rasulullah yakni Abu Bakar ash-Shiddiq, bukanlah pekerjaan yang mudah. Ia
harus diusahakan secara teratur dan berkelanjutan, baik melalui pendidikan informal
seperti keluarga, pendidikan formal, atau melalui pendidikan non formal. Generasi
Qur’ani tidak lahir dengan sendirinya, tetapi ia dimulai dari pembiasaan dan pendidikan
dalam keluarga, misalnya menanamkan pendidikan agama yang sesuai dengan
perkembangannya, sebagaimana hadits Nabi:

‫ أوفأرارقُوا بأْي نأ ُه ْم‬، ‫وه ْم أعلأْي أها أوُه ْم أأبْنأاءُ أع ْش ٍر‬ ‫اا‬ ‫مروا أأوال أد ُكم اِب َّ ا‬
ُ ُ‫اض ارب‬
ْ ‫ أو‬، ‫ني‬
‫لصلة أوُه ْم أأبْنأاءُ أسْب اع سن أ‬ ْ ْ ُُ
‫اِف الْمض ا‬
‫اج اع‬ ‫أ أ‬
Artinya:
“Perintahlah anak-anakmu mengerjakan shalat, lantaran ia sudah berumur 7 tahun,
pukullah mereka setelah berumur 10 tahun, dan pisahkan tempat tidurmu dan
tempat tidur mereka”.7

Penanaman nilai-nilai akhlak yang mulia hendaknya ditanamkan sejak dini


melalui pendidikan agama, dan diawali dalam lingkungan keluarga melalui
pembudayaan dan pembiasaan. Kebiasaan ini kemudian dikembangkan dan
diaplikasikan dalam pergaulan hidup kemasyarakatan. Hal ini diperlukan kepeloporan
para pemuka agama serta lembaga-lembaga keagamaan yang dapat mengambil peran
terdepan dalam membina akhlak mulia di kalangan umat.8 Oleh karena itu, terlepas dari
perbedaan makna karakter, moral, dan akhlak, ketiganya memiliki kesamaan tujuan
dalam pencapaian keberhasilan dunia pendidikan.

Hakikat Pendidikan Karakter


Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefiniskan pendidikan sebagai kata benda
yang berawalan “pe” dan akhiran “an” yang berarti proses, perbuatan, dan cara
mendidik.9 Dalam Bahasa Inggris, kata pendidikan diterjemahkan dengan "education"
merupakan kata benda dari kata educate yang berarti mendidik. Sedangkan dalam
bahasa Arab, dikenal dengan istilah al-Tarbiyah, al-Ta’lîm, dan al-Ta’dîb.10 Kata
tarbiyah berarti pendidikan dan pengasuhan, sedangkan ta’lîm merupakan masdar dari
kata “allama” yang berarti pengajaran yang bersifat pemberian atau penyampaian
pengertian, pengetahuan, dan keterampilan. Selain itu, istilah lain dari pendidikan
Departemen Agama RI, al-Qur’an Transliterasi Latin Terjemah Indonesia, (Jakarta: Suara
6

Agung, 2012), h. 12.


7
Said Aqil Husain al-Munawar, Aktualisasi Nilai-Nilai Qur'ani dalam Sistem Pendidikan Islam,
(Ciputat: Ciputat Press, 2002). h. 353.
8
Said Aqil Husain al-Munawar, Aktualisasi Nilai-Nilai Qur'ani dalam Sistem Pendidikan Islam,
h. 27.
9
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1989). h. 204.
10
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2008), h. 14-15.

IJCCS Vol. x, No. x, July 201x : first_page – end_page


Al-Muzakki: Jurnal Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No.1, Agustus 2019, 1-14 5
CCS ISSN: 1978-1520 ◼

adalah ta’dîb, mengandung arti mendidik, melatih, memperbaiki, mendisiplin, dan


memberi tindakan. Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun
2003, menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
memuwujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.11 Ahmad Tafsir mendefinisikan
pendidikan merupakan bimbingan yang diberikan oleh seseorang agar ia berkembang
secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam.12 Sejalan dengan pandangan Ahmad
Tafsir, Jalaluddin mengartikan pendidikan sebagai usaha untuk membimbing dan
mengembangkan potensi manusia secara optimal, agar dapat menjadi pengabdi Allah
yang setia, berdasarkan dengan pertimbangan latar belakang perbedaan individu, tingkat
usia, jenis kelamin, dan lingkungannya masing-masing.13 Makna yang terkandung
dalam pendidikan, adalah untuk membentuk kepribadian manusia.
Fungsi dan tujuan pendidikan nasional menurut Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 bab 2 pasal 3 adalah; pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.14
Sementara itu, menurut Hasan Langgulung, sebagaimana dikutip oleh Hamdani dan
Saebani,15 menjelaskan bahwa pendidikan memiliki empat fungsi, yaitu; Pertama,
fungsi edukatif artinya mendidik dengan tujuan memberi ilmu pengetahuan kepada
peserta didik agar terbebas dari kebodohan. Kedua, fungsi pengembangan kedewasaan
berpikir melalui proses transmisi ilmu pengetahuan. Ketiga, fungsi penguatan keyakinan
terhadap kebenaran yang diyakini dengan pemahaman ilmiah. Keempat, fungsi ibadah
yaitu sebagai bagian dari pengabdian hamba kepada sang pencipta yang telah
menganugerahkan kesempurnaan jasmani dan rohani kepada manusia.
Integritas pendidikan dalam pembentukan kepribadian bukan merupakan sesuatu
hal yang tidak mungkin, akan tetapi di dalamnya juga terkandung maksud bahwa
integritas pendidikan Islam dalam pembentukan kepribadian memiliki tantangan yang
harus dihadapi, khususnya dalam berbagai perkembangan yang terjadi pada masa
sekarang ini. Dalam pembentukan kepribadian tidak terpisah dari tiga unsur pendidikan,
yaitu keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Ketiga unsur tersebut, harus ada kesadaran
masing-masing pihak untuk saling melengkapi, dalam mewujudkan pendidikan yang
dapat mencetak insan yang memiliki kepribadian luhur. Berdasarkan uraian di atas
maka dapat dipahami bahwa pendidikan merupakan upaya sadar yang dilakukan untuk
menuntun, mengarahkan, mengajarkan, membimbing dan menumbuhkembangkan
potensi manusia sesuai dengan nilai-nilai keagamaan, nilai-nilai kebudayaan dan nilai-

11
UU RI No. 20 Tahun 2003 dan PP RI Tahun 2010: h. 2-3.
12
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
1992). h. 32.
13
Jalaluddin, Psikologi Komunikasi, Edisi Revisi, (Bandung: Rosda Karya, 2002), h. 79.
14
Dharma Kesuma, dkk., Pendidikan Karakter, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), h. 6.
15
Hamdani Hamid dan Ahmad Beni Saebani, Pendidikan Karakter Islam, (Bandung: Pustaka
Setia, 2013), h. 5.

Title of manuscript is short and clear, implies research results (First Author)
6 Budi Yahya Haerudin & Muh. Arif Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam.........

nilai pancasila dalam rangka mewujudkan manusia yang cerdas secara intelektual,
emosional dan spiritual.
Pendidikan dalam konteks pendidikan karakter, dipahami sebagai bagain dari
pendidikan mental dan kepribadian. Menurut Riski Maulana dan Putra Amelia, karakter
diartikan sebagai sifat-sifat kejiwaan, akhlak/budi pekerti yang menjadi ciri khas
seseorang.16 Sedangkan dalam Bahasa Inggris dikenal dengan istilah character yang
berasal dari bahasa Yunani greek, yaitu charassein yang berarti “to engrave”. Kata “to
engrave” dapat diterjemahkan mengukir, melukis, memahatkan, atau menggoreskan. 17
Karakter menurut Pusat Bahasa Indonesia berarti sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi
pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain.18 Sedangkan Lickona mengatakan
bahwa isi dari karakter yang baik adalah kebaikan.19 Kebaikan seperti kejujuran,
keberanian, keadilan, dan kasih sayang adalah disposisi untuk berperilaku secara moral.
Karakter adalah objektivitas yang baik dan kualitas manusia, baik bagi manusia
diketahui atau tidak. Kebaikan-kebaikan tersebut ditegaskan oleh masyarakat dan agama
di seluruh dunia. Karena hal tersebut secara intristik baik, punya hak atas nurani kita.
Ada sepuluh esensi kebajikan menurut Thomas Lickona yang dapat membangun
karakter kuat, yaitu kebijaksanaan, keadilan, keberanian, pengendalian diri, cinta, sikap
positif, bekerja keras, integritas, syukur dan kerendahan hati. Jelas sangat sulit untuk
mempraktikkan sepuluh kebajikan tersebut dalam kehidupan nyata setidaknya dalam
beberapa waktu, tetapi jika lebih konsisten dalam mengamalkan dalam kehidupan
sehari-hari tidak tertutup kemungkinan akan menjadi harapan bagi kemajuan.
Berdasarkan penjelasan mengenai karakter di atas, dapat disimpulkan bahwa karakter
adalah suatu sifat yang dapat menentukan mana yang baik dan mana yang buruk dalam
berbagai aspek kehidupan. Sehingga secara sederhana konsep pendidikan karakter
dalam artikel ini, dipahami sebagai proses pendidikan yang beroreantasi pada aspek
pembentukan sikap yang baik, melalui nilai-nilai keteladan yang ditunjukkan oleh Abu
Bakar ash-Shiddiq dalam kehidupan sehari-hari.

Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Melalui Keteladan Hidup Abu Bakar ash-Shiddiq


Nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam keteladanan hidup Abu
Bakar ash-Shiddiq hasil analisis adalah nilai-nilai yang ada dalam diri Abu Bakar,
antara lain adalah sebagai berikut;
1. Siddiq artinya benar. Benar adalah suatu sifat yang mulia yang menghiasi akhlak
seseorang yang beriman kepada Allah SWT, dan kepada perkara-perkara yang ghaib.
Ia merupakan sifat yang wajib dimiliki para pengikut setia Nabi dan Rasul pilihan
Allah SWT., yang dikirim Allah ke alam dunia ini untuk menyampaikan risalah dan
agamanya. Pada diri Abu Bakar, bukan hanya perkataannya yang benar, bahkan
perbuatannya juga benar, yakni sejalan dengan ucapannya. Pengertian Siddiq dapat
dijabarkan ke dalam butir-butir sebagai berikut: Pertama, memiliki sistem keyakinan

16
Rizki Maulana dan Putri Amelia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Surabaya: t.p., 2009), h.
193.
17
Marzuki, Metodologi Riset, (Yogyakarata: Ekonisia, 2005), h. 4.
18
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (ed. 4,
Jakarta: Gramedia, 2008), h. 392.
19
Thomas Lickona, Educating For Character: How Our Schools Can Teach, terj.Mendidik untuk
Membentuk Karakter, (Jakarta: Bumi, 2013), h. 18-19.

IJCCS Vol. x, No. x, July 201x : first_page – end_page


Al-Muzakki: Jurnal Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No.1, Agustus 2019, 1-14 7
CCS ISSN: 1978-1520 ◼

untuk merealisasikan visi, misi, dan tujuan. Kedua, memiliki kemampuan


kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, jujur, dan berwibawa, menjadi teladan
bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
2. Tawadhu secara terminology dapat diartikan sebagai sikap yang menganggap
kedudukan diri tidak ada apa-apanya, dibandingkan dengan kebesaran Allah SWT,
dan karenanya tidak ada alasan untuk menilai diri lebih baik dari yang lain. Baik
dalam hal keimanan, harta, potensi yang dimiliki, atau yang lainnya. Jika rasa dan
sifat tersebut telah tersemat dalam hati dan pikiran, maka seseorang pun akan mampu
berperilaku hormat, menghargai, dan memuliakan orang lain.20 selain itu
sebagaimana sikap mulia yang lain, sikap tawadhu juga memiliki dua muara dengan
masing-masing muaranya tergolong sikap tercela. Salah satu muaranya mengarah
pada hal-hal atau sikap berlebihan, yang kemudian disebut dengan kesombongan,
sementara muaranya yang lain mengarah pada sikap yang terlalu merendahkan,
hingga berdampak pada kehinaan yang kemudian dikenal dengan sebutan rendah
diri. Jadi, sikap terbaik adalah berada di pertengahan, yaitu merendahkan hati tanpa
menghinakan diri (tawadhu'). Pengertian tawadhu ini dapat dijabarkan ke dalam
butir-butir sebagai berikut; Pertama, rasa rendah hati dalam bersikap, menghargai
terhadap karya, atau pandangan orang lain. Kedua, menjaga diri dari kesombongan
dan membangga-banggakan diri terhadap orang lain, dengan niat ingin dipuji dan
merendahkan orang lain.
3. Zuhud dan Wara’. zuhud adalah meninggalkan semangat untuk meraih hal yang
tidak bermanfaat bagi akhirat, seperti berlebihan dalam hal-hal yang mubah yang
dapat membuat seseorang lalai dari ketaatan kepada Allah swt. Sedangkan wara’
adalah meninggalkan hal-hal yang dapat membahayakan nasib di akhirat, termasuk
di dalamnya adalah meninggalkan hal-hal yang haram dan syubhat, karena perkara
syubhat itu terkadang berpotensi membahayakan nasib seseorang di akhirat.
Keduanya dimiliki oleh Abu Bakar sebagai sahabat dekat Rasulullah saw. Menurut
Toto Tasmara sebagaimana diungkapkan Furqan Hidayatullah, mengemukakan
bahwa karakteristik jiwa Zuhud dan Wara`, yaitu: arif dan bijak (the man of wisdom),
integritas tinggi (high in integrity), kesadaran untuk belajar (willingness to learn),
sikap proaktif (proactive stance), orientasi kepada Tuhan (faith in God), terpercaya
dan ternama/terkenal (credible and reputable), menjadi yang terbaik (being the best),
empati dan perasaan terharu (emphaty and compassion), kematangan emosi
(emotional maturity), keseimbangan (balance), jiwa penyampai misi (sense of
mission), dan jiwa kompetisi (sense of competition).
4. Hakîm ialah sikap bijaksana. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, bijaksana
adalah sikap yang selalu menggunakan akal budinya (pengalaman dan
pengetahuannya); arif; tajam pikiran. Pengertian hakîm ini dapat dijabarkan ke dalam
butir butir sebagai berikut:21 memiliki kemampuan merealisasikan pesan atau misi,
memiliki kemampuan berinteraksi secara efektif, memiliki kemampuan menerapkan

20
Admin Menara Wisata, https://menarawisata.com/news/rendah-hati--tawadhu---dalam-islam-
dan-jenis-jenisnya, diakses tanggal 6 April 2019.
21
Admin, https://id.wiktionary.org/wiki/bijaksana, diakses Hari Jumat 5 April 2019, Pukul 19.30
wita.

Title of manuscript is short and clear, implies research results (First Author)
8 Budi Yahya Haerudin & Muh. Arif Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam.........

pendekatan dan metodik dengan tepat, menjunjung tinggi rasa keadilan dan tidak
“pandang bulu”.
Lembaga Pendidikan Islam diharapkan mampu menghasilkan manusia yang
selalu berupaya menyempurnakan iman, takwa, dan berakhlak mulia. Adapun akhlak
mulia mencakup etika, budi pekerti, atau moral sebagai perwujudan dari pendidikan.
Melalui nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam penjelasan di atas,
memberikan sumbangsi terhadap perkembangan lembaga pendidikan Islam saat ini,
seperti yang dijelaskan oleh Muhammad Quraish Shihab berikut ini:
1. Tujuan Pendidikan
Rasulullah SAW, yang dalam hal ini bertindak sebagai penerima al-Qur’an,
bertugas untuk menyampaikan petunjuk-petunjuk kepada orang yang bertakwa
sebagaimana dalam QS. al-Baqarah, ayat 2 berikut ini.
‫ني‬ ‫ا ا‬ ‫اا‬ ‫َٰأذلا أ ا‬
‫ب ۚ فيه ۚ ُه ًدى للْ ُمتَّق أ‬
‫اب أال أريْ أ‬
ُ ‫ك الْكتأ‬
Terjemahnya:
“Kitab (al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang
bertakawa”.22
Ayat di atas memiliki dua pesan utama, yaitu menyucikan dan mengajarkan
manusia. Menyucikan dapat diidentikan dengan mendidik, sedangkan mengajar tidak
lain kecuali mengisi benak peserta didik dengan pengetahuan yang berkaitan dengan
alam metafisika serta fisika. Tujuan yang ingin dicapai dengan pembacaan,
penyucian, dan pengajaran tersebut adalah pegabdian kepada Allah sejalan dengan
tujuan penciptaan manusia. yang ditegaskan dalam QS. al-Zariyat, ayat 56 berikut
ini.
‫اْلنْس إاَّال لاي عب ُد ا‬ ‫وما خلأ ْقت ْا‬
‫ون‬ ُ ْ ‫اْل َّن أو ْا أ أ‬ ُ ‫أأ أ‬
Terjemahnya:
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku”.23
Aktivitas pengabdian sebagaimana yang terdeskripsikan di atas, dapat dilihat
lebih lanjut dalam firman Allah SWT, QS. al-Baqarah ayat 30 berikut ini.

‫أَت أع ُل فا أيها أم ْن يُ ْف اس ُد فا أيها‬ْ‫ض أخلي أفةً ۚ قأالُوا أ أ‬


‫ال ربُّك لالْم ألئا أك اة إااّن جاعال اِف ْاْلأر ا ا‬
ْ ٌ ‫ر أ‬ ‫أوإ ْذ قأ أ أ أ أ‬
‫ا‬
‫ال إاارّن أ ْأعلأ ُم أما أال تأ ْعلأ ُمو أن‬
‫ك ۚ قأ أ‬ ‫ا‬ ‫ا ا ا‬ ‫ويس اف ا‬
‫س لأ أ‬ُ ‫ك ال رد أماءأ أوأَْن ُن نُ أسبر ُح ِبأ ْمد أك أونُ أق رد‬
ُ ْ ‫أأ‬
Terjemahnya:
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku
hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa
Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih

22
Departemen Agama RI, al-Qur’an Transliterasi Latin Terjemah Indonesia, h. 12.
23
Departemen Agama RI, al-Qur’an Transliterasi Latin Terjemah Indonesia, h. 1090.

IJCCS Vol. x, No. x, July 201x : first_page – end_page


Al-Muzakki: Jurnal Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No.1, Agustus 2019, 1-14 9
CCS ISSN: 1978-1520 ◼

dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya


Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".24
Selanjutnya dalam QS. Hûd ayat 61 Allah SWT kembali berfirman sebagai
berikut.

َّ ‫ال أي قأ ْوام ْاعبُ ُدوا‬


‫اّللأ أما لأ ُك ْم ام ْن إاَٰلأٍه غأ ْ ُْيهُ ۚ ُه أو أنْ أش أ ُك ْم ام أن‬ ‫وإا أ ََٰل أَثُود أأخاهم ص ا‬
‫اِلًا ۚ قأ أ‬ ‫أ أ ُْ أ‬ ‫أ‬
‫ض واستأ عمرُكم فايها فأاستأ ْغ افروه ُثَّ تُوبوا إالأي اه ۚ إا َّن راب قأ ار ا‬
‫يب‬
ٌ ‫يب ُُم‬ ٌ ‫أر‬ ْ ُ ُ ُ ْ ‫ْاْل ْأر ا أ ْ ْ أ أ ْ أ‬
Terjemahnya:
“Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: "Hai
kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah
menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena
itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya
Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)".25

Pendidikan sebagai institusi sosial, memiliki tugas untuk menjamin


kelangsungan hidup generasi muda suatu bangsa. Baik pendidikan di madrasah,
keluarga, maupun di masyarakat. Pada intinya untuk mengalihkan dan
mengembangkan kebudayaan, agar kehidupan masyarakat survive sesuai dengan
cita-cita bangsanya26 Pendidikan Islam adalah sistem pendidikan yang didalamnya
terjadi proses kependidikan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Tujuan pendidikan adalah suatu nilai ideal yang hendak diwujudkan melalui proses
kependidikan. al-Abrasyi mengemukakan sebagaimana dikutip oleh Ramayulis
bahwa tujuan pendidikan Islam diarahkan kedalam lima pokok, yaitu: pembentukan
akhlak mulia (al-Fadilat), persiapan untuk kehidupan dunia dan akhirat, persiapan
untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi-segi pemanfaatannya, keterpaduan
antara agama (kejujuran) dan ilmu akan membawa manusia kepada kesempurnaan.,
menumbuhkan roh ilmiah para pelajar dan memenuhi keinginan untuk mengetahui,
serta memiliki kesanggupan untuk mengkaji ilmu sekedar sebagai ilmu,
mempersiapkan para pelajar untuk suatu profesi tertentu sehingga ia mudah mencari
rezeki. Internalisasi dan tranformasi nilai-nilai Islam seperti iman, taqwa, jujur, sabar
(akhlak al-Karimah), ke dalam pribadi peserta didik amat bergantung sejauh mana
tujuan pendidikan itu dirumuskan dengan memasukan nilai-nilai tersebut. Hal ini
mengandung tuntutan, bahwa rumusan tujuan pendidikan harus diarahkan pada
pembentukan pribadi anak, dan nilai-nilai tersebut harus sejalan dengan kemampuan
peserta didik, serta ditanamkan secara bertahap sesuai dengan perkembangan dan
pertumbuhan peserta didik.
2. Pendidik
Pendidik adalah individu yang bertanggung jawab dalam
menginternalisasikan nilai-nilai religious, dan berupaya menciptakan individu yang
memiliki pola pikir ilmiah dan pribadi yang sempurna. Sebagai pengendali dan
pengarah proses serta pembimbing arah perkembangan dan pertumbuhan peserta

24
Departemen Agama RI, al-Qur’an Transliterasi Latin Terjemah Indonesia, h. 9.
25
Departemen Agama RI, al-Qur’an Transliterasi Latin Terjemah Indonesia, h. 434.
26
Khozin, Jejak-Jejak Pendidikan Islam, (Malang: UMM Press, 2006), h. 12.

Title of manuscript is short and clear, implies research results (First Author)
10 Budi Yahya Haerudin & Muh. Arif Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam.........

didik, maka pendidik harus miliki sifat terpuji dan berakhlak mulia. Ia harus
memiliki kejujuran pada diri sendiri, niat, ucapan dan perbuatan harus sesuai dengan
tugas dan tanggung jawab yang ia emban. Selain memiliki sifat jujur, pendidik juga
harus memahami dan cakap mempergunakan segala macam metode dalam penerapan
proses kependidikan sesuai dengan tuntutan kebutuhan tingkat perkembangan dan
pertumbuhan kognitif, konatif, dan emosional, serta psikomotorik peserta didik
dalam kerangka fitrahnya masing-masing. Pendidik muslim dilihat dari fungsinya,
bukan hanya sebagai pribadi yang berwibawa terhadap peserta didiknya. Tetapi ia
juga sebagai pembawa norma-norma Islam yang menerukan tugas dan misi kerasulan
para rasulullah, sebagai pendidik utama, mencontoh sifat-sifat Allah sebagai Maha
Pendidik sekalian alam.
3. Peserta didik
Peserta didik merupakan sumber utama dan terpenting dalam proses
pendidikan formal”. Peserta didik dapat belajar tanpa guru. Sebaliknya, guru tidak
dapat mengajar tanpa adanya peserta didik. Oleh karena itu kehadiran peserta didik
menjadi keniscayaan dalam proses pendidikan formal, atau pendidikan yang
dilembagakan, dan menuntut interaksi antara pendidik dan peserta didik.27Peserta
didik atau dapat disebut juga dengan peserta didik adalah makhluk yang sedang
berada dalam proses perkembangan dan pertumbuhan menurut fitrahnya masing-
masing. Ia sangat membutuhkan bimbingan dan arahan yang konsisten menuju ke
arah titik optimal fitrahnya. Oleh karena itu, peserta didik harus diarahkan pada hal-
hal yang baik sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan. Peserta didik harus
bersikap rendah hati pada ilmu dan guru.28 Dengan cara demikian ia akan tercapai
cita-citanya. Ia juga harus menjaga keridhaan gurunya, ia senatiasa berisikap jujur
pada dirinya sendiri dalam ucapan, perbuatan, dan pergaulan. Maulana al-Alam al-
Hajar al-Husain bin Amir al-Mu’minin al-Mansur bi Allah bin Muhammad Ali
sebagaimana dikutip oleh Abuddin Nata menyatakan bahwa peserta didik harus
memiliki etika dalam belajar sebagai berikut: peserta didik harus membersihkan
jiwanya terlebih dahulu dari akhlak yang jelek dan sifat-sifat tercela, peserta didik
hendaknya tidak banyak melibatkan diri dalam urusan duniawi, melainkan ia harus
sungguh-sungguh dan bekerja keras menuntut ilmu. Peserta didik tidak boleh
menyombongkan diri dengan ilmu yang dimilikinya. Peserta didik harus jujur
dalam mengerjakan tugas dan kewajibannya sebagai pelajar. peserta didik agar
mencari ilmunya didasarkan pada upaya untuk menghias batin dan mempercantiknya
dengan berbagai keutamaan. Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa
peserta didik harus bersih hatinya dan jujur, agar mendapat pancaran ilmu dengan
mudah dari Allah SWT. Ia juga harus menunjukan sikap akhlak yang tinggi terutama
terhadap guru, giat belajar, pandai membagi waktu dan tidak sombong dengan ilmu
yang dimilikinya.
4. Alat pendidikan
Konsep pendidikan Islam, selalu memposisikn alat atau media pendidikan,
sebagai sesuatu yang pentingt dan diperlukan, karena alat itu mempunyai peranan
yang besar, yang berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pendidikan yang
diharapkan. Alat disebut juga dengan media, atau sesuatu yang dapat mengantarkan

27
Sudarwan Danim, Pengantar Kependidikan, (Bandung: Alfabeta 2010), h.1.
28
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2006), h. 77.

IJCCS Vol. x, No. x, July 201x : first_page – end_page


Al-Muzakki: Jurnal Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No.1, Agustus 2019, 1-14 11
CCS ISSN: 1978-1520 ◼

kita kepada tujuan yang dicapai. Media berasal dari bahasa Latin dan bentuk jamak
dari medium yang berarti perantara atau pengantar. Jadi, media pendidikan adalah
perantara yang dapat membantu proses pembelajaran, yang berfungsi memperjelas
makna pesan yang disampaikan, sehingga tujuan proses pembelajaran dapat tercapai
dengan sempurna. Media berperan sebagai perangsang dan dapat meneumbuhkan
motivasi belajar sehingga peserta didik tidak bosan dalam meraih tujuan-tujuan
pembelajaran.29 Yusuf Hadi Miarso seperti dikutip oleh Amir Daien menyatakan
bahwa alat/media itu mempunyai nilai-nilai praktis yang berupa kemampuan antara
lain (http//.www.wordpress.com): membuat konkret konsep yang abstrak, membawa
objek yang sukar didapat ke dalam lingkungan belajar siswa, menampilkan objek
yang terlalu besar, menampilkan objek yang tak dapat diamati dengan mata
telanjang, pengamati gerakan yang terlalu cepat, memungkinkan keseragaman
pengamatan dan persepsi bagi pengalaman belajar siswa, membangkitkan motivasi
belajar, dan menyajikan informasi belajar secara konsisten.
Sementara itu Abu Bakar Muhammad menyatakan bahwa kegunaan media itu
antara lain: Pertama, mampu mengatasi kesulitan-kesulitan dan memperjelas materi
pelajaran yang sulit. Kedua, mampu mempermudah pemahaman dan menjadikan
pelajaran lebih hidup dan menarik. Ketiga, merangsang anak untuk bekerja dan
menggerakan naluri kecintaan menelaah. Keempat, menimbulkan kemauan keras
untuk mempelajari sesuatu, membantu pembentukan kebiasaan, melahirkan
pendapat, memperhatikan dan memikirkan suatu pelajaran, menimbulkan kekuatan
perhatian (ingatan) mempertajam indera, melatih, memperhalus perasaan dan cepat
belajar. Berdasarkan paparan di atas, jelaslah bahwa peranan media dalam proses
pembelajaran dipandang penting. Selain alat atau media yang berupa benda, perlu
juga dikembangkan alat/media yang bukan benda, sebab pada umumnya alat atau
media yang bukan benda lebih banyak tujuannya untuk pembentukan kepribadian
yang baik dan sempurna. Dalam pendidikan Islam qudwah hasanah, merupakan
media/alat yang sangat penting dalam membiasakan anak untuk memiliki akhlak
yang baik, moral yang luhur, dan budi yang mulia.
5. Lingkungan Sekitar
Lingkungan diartikan sebagai kesatuan ruang suatu benda, daya, keadaan dan
mahluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan
perikehidupan dan kesejahteraan manusia, serta mahluk hidup lainnya.30 Lingkungan
sekitar dapat dibagi menjadi lingkungan yang disengaja seperti lingkungan
kependidikan, kebudayaan dan masyarakat, dan lingkungan tak disengaja seperti
lingkungan alam dan lingkungan hidup (ekosistem). Semua lingkungan tersebut
mempengaruhi terhadap perkembangan peserta didik, baik pengaruh yang baik
(positif) maupun pengaruh negatif. Untuk membentuk peserta didik yang memiliki
pribadi yang baik, dan akhlak yang mulia, harus didukung oleh lingkungan yang
baik. Lingkungan atau suasana yang edukatif, dipandang dapat memperlancar proses
dan ketercapain tujuan pendidikan, baik pada institusi formal, maupun institusi
informal dan nonformal. Adapun ciri-ciri lingkungan yang sesuai dan/atau
mendukung proses pendidikan karakter, sebagai berikut: Pertama, mendorong

29
Novan Ardy dan Barnawi, Ilmu Pendidikan Islam, (Depok: Ar-Ruzz Media, t.th.), h. 197.
30
Nur Zazin, Gerakan Menata Sekolah Pendidikan, (Yogjakarta: Ar-Ruzz Media,2011), h. 76.

Title of manuscript is short and clear, implies research results (First Author)
12 Budi Yahya Haerudin & Muh. Arif Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam.........

peserta didik untuk mengenali diri sendiri dan alam sekitarnya, sehingga akan lahir
aktivitas-aktivitas secara konstruktif dan stimulan. Kedua, mendorong untuk
mendapatkan pola tingkahlaku yang menjadi kebiasaan hidup, yang bermanfaat bagi
dirinya. Ketiga, mendorong mengembangkan perasaan puas atau tak puas, serta
timbulnya reaksi-reaksi emosional yang menguntungkan dirinya dalam hubungannya
dengan orang lain, dan dalam memenuhi kebutuhan pribadinya sendiri. Berdasarkan
penjelasan di atas dapat dipahami bahwa lingkungan internal dan eksternal yang baik
adalah lingkungan yang mendorong dan mendukung peserta didik untuk belajar
dengan baik dan sungguh-sungguh. Lingkungan yang demikian ini sangat diperlukan
dalam rangka membentuk peserta didik yang memiliki kepribadian yang jujur dan
akhlak yang mulia.

Simpulan
Nilai pendidikan karakter melalui keteladanan terhadap kehidupan Abu Bakar
ash-Shiddiq adalah: siddiq, tawadhu, zuhud, dan hakîm. Abu Bakar ash-Shiddiq
memiliki sifat yang mulia, yang senantiasa menghiasi akhlaknya. Pada diri Abu Bakar,
bukan hanya perkataannya yang benar, bahkan perbuatannya juga benar, yakni sejalan
dengan ucapannya. Selain itu sebagaimana sikap mulia yang lain, sikap tawadhu' juga
memiliki dua muara, dengan masing-masing muaranya tergolong sikap tercela. Salah
satu muaranya mengarah pada hal-hal atau sikap berlebihan yang kemudian disebut
dengan kesombongan, sementara muaranya yang lain mengarah pada sikap yang terlalu
merendahkan hingga berdampak pada kehinaan yang kemudian dikenal dengan sebutan
rendah diri. Abu Bakar ash-Shiddiq juga memiliki sifat zuhud yakni meninggalkan
semangat untuk meraih hal yang tidak bermanfaat bagi akhirat seperti berlebihan dalam
hal-hal yang mubah yang dapat membuat seseorang lalai dari ketaatan kepada Allah
SWT. Abu Bakar juga memiliki sifat wara’ yakni meninggalkan hal-hal yang dapat
membahayakan nasib di akhirat, termasuk di dalamnya adalah meninggalkan hal-hal
yang haram dan syubhat, karena perkara syubhat itu terkadang merupakan hal
membahayakan nasib seseorang di akhirat. Keduanya dimiliki oleh Abu Bakar sebagai
sahabat dekat Rasulullah saw. Selanjutnya Abu Bakar juga memilki sikap Hakim yaitu
sikap bijaksana, bijaksana dalam hal sikap yakni selalu menggunakan akal budinya
dengan baik pada hal-hal yang positif.

Daftar Pustaka
Abdurahman, Fuad. The Great of Abu Bakar Ash-Shiddiq. Solo: Tinta Medina, 2018.
Abdurrahman. Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, Masyarakat. Jakarta:
Gema Insani, 1990.
Abu Dawud, Sunan Abi Dawud. Maktabah Syamilah. Versi 3; Mesir: 1976.
Adisusilo, Sutarjo. Pembelajaran Nilai Karakter. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012.
Agustian, Ginanjar. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ.
Jakarta: Arga, 2001.
al-Ghalayainy, Musthafa. Idhatun Nasyi’in. Beirut: Dâr al-Fikr, 1953.
al-Maraghi, Ahmad Mustafa. Tafsir al-Maraghi. Terj. Bahrun Abu Bakar dan Hery
Noer Aly, Semarang: Toha Putra, 1983.
al-Munawar, Said Agil Husein. al-Qur’an Membangun Tradisi Keshalehan Hakiki.
Jakarta: Ciputat Pers, 2002.

IJCCS Vol. x, No. x, July 201x : first_page – end_page


Al-Muzakki: Jurnal Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No.1, Agustus 2019, 1-14 13
CCS ISSN: 1978-1520 ◼

Aminin, Tatang M., Menyusun Rencana Penelitian. Jakrta: Rajawali An-Nahlawi,1995.

Asmani, Jamal Ma`mur. Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah.


Yogyakarta: Diva Press, 2001.
Aunillah, Nurla Isna. Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di sekolah.
Yogyakarta: Laksana, 2012.
Bugin, Burhan. Metodologi Penelitian Kualitatif Aktualisasi. Metodologis ke Arah
Ragam Varian Kontemporer. Jakarta: Raja Grafindo, 2007.
Daryanto, Kamus Besar Bahasa Indonesai. Surabaya: Apollo Lestari, 2007.
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2011.
Gunawan, Heri. Pendidikan Karakter: Konsep dan Implementasinya. Bandung:
Alfabeta, 2014.
Hakim, Abdul Hamid. Mabadi’ Awwaliyah. Jakarta: Maktabah as-Sa’diyah Putra, t.th.
Hawi, Akmal. Tantangan Pendidikan Islam di Era Globalisasi.
Palembang: IAIN Press, 2007.
Junaidi, Akhmad Arif. Pembaharuan Metodologi Tafsir al-Qur’an. Semarang: Gunung
Jati, 2000.
Kementerian Agama, Tafsir Tematik al-Qur'an, Lajnah Pentashihan Mushaf al- Qur'an
Badan Litbang dan Diklat. Kementerian Agama RI, Jakarta: 2010.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka, 2006.
Kesuma, Dharma. dkk., Pendidikan Karakter. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011.
Khan, D. Yahya. Pendidikan Karakter Berbasis Potensi Diri. Yogyakarta: Pelangi
Publishing, 2010.
Kiki, Andi Pati. “Ayah Tega Bunuh Orang Tua dan Anak Kandung‟
Kurniawan, Syamsul. Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Ar-Ruz Media, 2013.
Labaso’, Syahrial, “Paradigma Integrasi-Interkoneksi di Tengah Kompleksitas Problem
Kemanusiaan”, Jurnal Al-A’raf: Jurnal Pemikiran Islam dan Filsafat, Vol. 15,
Nomor. 2, Desember 2018.
Lickona, Thomas. Educating for Character, terj. Juma Abdu Wamaungo, Jakarta:
Bumi Aksara, 2013.
-------., Character Matters, terj. Juma Abdu Wamaungo. Jakarta: Bumi Aksara, 2012.
Maragustam, Mencetak Pembelajar Menjadi Insan Paripurna. Yogyakarta: Nuha
Litera, 2010.
Mishad, Pendidikan Karakter: Prespektif Islam, Malang: MPA, 2012.
Moeliono, Anton M. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2007.
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya,
1993.
Mukhtar, Bimbingan Skripsi, Tesis, dan Artikel Ilmiah: Panduan Berbasis Penelitian
Kualitatif Lapangan dan Perpustakaan. Cet. 2; Jakarta: Gaung Persada Press,
2009.

Title of manuscript is short and clear, implies research results (First Author)
14 Budi Yahya Haerudin & Muh. Arif Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam.........

Mulyasa, E. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: Remaja


Rosdakarya, 2014.
Munawir, A. Warson. al-Munawwir. Yogyakarta: PP. Al-Munawir, 2009.
Muslich, Masnur. Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional.
Jakarta: Bumi Aksara, 2013.
Mustafah, Jejen. Manajemen Pendidikan Teori, Kebijakan, dan Praktik. Jakarta:
Kencana, 2015.
Nata, Abuddin. Studi Islam Komprehensif. Jakarta: Kencana Prenada Media, 2011.
Nurci, P. Larry. dan Narvaez Darcia, Pendidikan Moral dan Karakter. dialihbahasakan
oleh Imam Baehaqi, Bandung: Nusamedia, 2015.
Redaksi Citra Umbara, Undang-Undang Sisdiknas. Bandung: Citra Umbara, 2010.
regional.kompas.eom//, dalam Google.com, 2013.
Rusmaini, llmu Pendidikan. Palembang: Grafika Telindo, 2012.
Samani, Muchlas, dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung:
Remaja Rosda Karya, 2011.
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif
Kualitatif, dan R&D, Bandung: Alfabeta, 2016.
Sukmadinata, Nana Syaodih. Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2009.
Sulistyowati, Endah. Implementasi Kurikulum Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Citra
Aji Parama, 2012.
Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2008.
Syar’i, Ahmad. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2005.
Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Rosda Karya, 2000.
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka, 1998.
Tim Penyusun, Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta: Jembatan Merah Tirtarahardja,
1988.
Umar dan La Sula, Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, 2000.
Wibowo, Agus. Manajemen Pendidikan Karakter di Sekolah. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2013.
Wibowo, Agus. dan Hamrin, Menjadi Guru Berkarakter Strategi
Mambangun Kompetensi dan Karakter Guru. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2012.
Wiyani, Novan Ardy. Manajemen Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Pedagogia, 2012.
Zed, Mestika. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008.

IJCCS Vol. x, No. x, July 201x : first_page – end_page

Anda mungkin juga menyukai