Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH KEPERAWATAN KRITIS

SPIRITUAL CARE IN CRITICALLY ILL PATIENTS DURING


COVID – 19 PANDEMIC

Disusun Oleh:

Kelompok 5A

1. Dian Lestari 30901800048


2. Dian Pratiwi 30901800049
3. Dian Puji Astuti 30901800050
4. Durrotun Anisah 30901800052
5. Dwi Nanik Indraini 30901800054
6. Dyki Maharani Hyatunnufus GP 30901800055
7. Elimunisa 30901800056
8. Elma Safitri 30901800057
9. Elsa Rosyana 30901800058
10. Erma Esti Mukholifah 30901800059
11. Erviana Bunga Miskha 30901800060
12. Eva Riyanti 30901800061

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PRODI S1 ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit kronis merupakan fenomena yang banyak terjadi dikalangan
masyarakat dimana terjadi peningkatan yang signifikan terhadap penyakit tidak
menular. Hal ini disebabkan oleh berbagai macam faktor diantaranya perilaku
individu yang berisiko terhadap kesehatan seperti konsumsi rokok, gaya hidup
yang tidak sehat, merokok, pengaturan diet dan kurangnya aktivitas fisik(Purwanti
et al., 2020). Pasien penyakit kronis yang terinfeksi COVID-19 akan
mempengaruhi kondisi kesehatan dan berdampak pada rendahnya kualitas hidup
pasien penyakit kronis. Semua masalah ini tampknya meningkat selama saat-saat
kritis, ketika waktu dan sumber daya terbatas seperti di masa pandemic COVID-
19.
Data WHO, pasien kritis di ICU yang umumnya tidak menular masih
menjadi penyebab 73% kematian di Indonesia. Selain itu laporan Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas 2018) menunjukkan bahwa risiko masyarakat Indonesia
terserang penyakit kritis semakin meningkat. Kenaikan ini berhubungan erat
dengan gaya hidup masyarakat yang kurang baik (Sulaeman et al., 2021). Dunia
saat ini sedang dihadapkan oleh pandemi COVID-19. Menurut WHO per tanggal
30 Oktober 2020 terdapat 44,9 juta kasus terkonfimrasi COVID-19, 1,18 juta
diantaranya meninggal dunia. Di Indonesia, kasus COVID-19 tanggal 26 Oktober
2021 terdapat 4.241.090 ribu kasus terkonfirmasi COVID-19, 143.270 ribu
diantaranya meninggal dunia, 4.084.831 dinyatakan sembuh (Kemkes 2021).
Kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh
setiap manusia. Dalam pelayanan kesehatan, perawat sebagai petugas kesehatan
harus memiliki peran utama dalam memenuhi kebutuhan spiritual. Perawat
dituntut mampu memberikan pemenuhan yang lebih pada saat pasien akan
dioperasi, pasien kritis atau menjelang ajal. Dengan demikian, terdapat keterkaitan
antara keyakinan dengan pelayanan kesehatan dimana kebutuhan dasar manusia
yang diberikan melalui pelayanan kesehatan tidak hanya berupa aspek biologis,
tetapi juga aspek spiritual. Aspek spiritual dapat membantu membangkitkan
semangat pasien dalam proses penyembuhan [ CITATION Asm18 \l 1033 ]
Ketika penyakit, kehilangan atau nyeri menyerang seseorang, kekuatan
spiritual dapat membantu seseorang kearah penyembuhan atau pada
perkembangan kebutuhan dan perhatian spiritual. Selama penyakit atau
kehilangan, misalnya saja, individu sering menjadi kurang mampu untuk merawat
diri mereka dan lebih bergantung pada orang lain untuk perawatan dan dukungan.
Distres spiritual dapat berkembang sejalan dengan seseorang mencari makna
tentang apa yang sedang terjadi, yang mungkin dapat mengakibatkan seseorang
merasa sendiri dan terisolasi dari orang lain. Individu mungkin mempertanyakan
nilai spiritual mereka, mengajukan pertanyaan tentang jalan hidup seluruhnya,
tujuan hidup dan sumber dari makna hidup (Husaeni & Haris, 2020)
B. Tujuan
1. Tujuan utama
Mengetahui perawatan spiritual pada pasien sakit kritis selama pandemic
covid-19
2. Tujuan Khusus
a) Penerapan penerapan perawatan spiritual pada pasien sakit kritis selama
pandemic covid-19
b) Untuk mengetahui hasil penerapan perawatan spiritual pada pasien sakit
kritis selama pandemic covid-19
BAB II
ABSTRAK ARTIKEL
Abstract
Introduction : Spiritual care has a positive influence when patients are subjected to
serious illnesses, and critically ill situations such as the case of the COVID-
19 pandemic.

Purpose : The purpose of this study was to investigate the perceptions and attitudes of
nurses working at critical care units and emergency services in Spain
concerning the spiritual care providing to patients and families during the
COVID-19 pandemic.

Methods : A qualitative investigation was carried out using in-depth interviews with
19 ICU nursing professionals.

Findings : During the pandemic, nurses provided spiritual care for their patients.
Although they believed that spirituality was important to help patients to
cope with the disease, they do not had a consensual definition of spirituality.
Work overload, insufficient time and lack of training were perceived as
barriers for providing spiritual healthcare.

Discussion : These results support the role of spirituality in moments of crisis and
should be considered by health professionals working in critical care
settings.

Intisari

Pendahuluan : Perawatan spiritual memiliki pengaruh positif ketika pasien mengalami


penyakit serius, dan situasi sakit kritis seperti kasus pandemi COVID-19. 

Tujuan : Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi dan sikap
perawat yang bekerja di unit perawatan kritis dan layanan darurat di Spanyol
tentang pemberian perawatan spiritual kepada pasien dan keluarga selama
pandemi COVID-19. 

Metode : Investigasi kualitatif dilakukan dengan wawancara mendalam dengan 19


profesional keperawatan ICU. 
Temuan : Selama pandemi, perawat memberikan perawatan spiritual untuk pasien
mereka. Meskipun mereka percaya bahwa spiritualitas penting untuk
membantu pasien mengatasi penyakitnya, mereka tidak memiliki definisi
konsensual tentang spiritualitas. Beban kerja yang berlebihan, waktu yang
tidak mencukupi dan kurangnya pelatihan dianggap sebagai hambatan untuk
menyediakan perawatan kesehatan spiritual. 

Diskusi : Hasil ini mendukung peran spiritualitas di saat-saat krisis dan harus
dipertimbangkan oleh profesional kesehatan yang bekerja di tempat
perawatan kritis.
BAB III

PEMBAHASAN

A. Judul Penelitian
“Perawatan spiritual pada pasien sakit kritis selama Pandemi covid-19”
B. Penulis
Roc-ıo de Diego-cordero, PhDA, Lorena Lo-pez-Go-mez, RNB, Giancarlo Lucchetti,
MD, PhDC, Ba-rbara Badanta, PhDD,
C. Sumber
Nursing Outlook 000(2021)1-14, ScienceDirect
D. Tanggal Publikasi
17 Juni 2021
E. Tujuan dan Masalah penelitian
Tujuan :
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi dan sikap perawat
yang bekerja di unit perawatan kritis dan layanan darurat di Spanyol tentang
pemberian perawatan spiritual kepada pasien dan keluarga selama pandemi COVID-
19. Metode: Investigasi kualitatif dilakukan dengan menggunakan wawancara
mendalam dengan 19 profesional keperawatan ICU.
Masalah :
Selama pandemi, perawat memberikan perawatan spiritual untuk pasien
mereka. Meskipun mereka percaya bahwa spiritualitas penting untuk membantu
pasien mengatasi penyakitnya, mereka tidak memiliki definisi konsensual tentang
spiritualitas. Beban kerja yang berlebihan, waktu yang tidak mencukupi dan
kurangnya pelatihan dianggap sebagai hambatan untuk menyediakan perawatan
kesehatan spiritual. Hasil ini mendukung peran spiritualitas di saat-saat krisis dan
harus dipertimbangkan oleh profesional kesehatan yang bekerja di tempat perawatan
kritis.
F. Metode Penelitian
1) Desain
Telah dilakukan penelitian kualitatif, eksploratif dan deskriptif dengan
pendekatan etnografi-fenomenologis. Pendekatan ini dicirikan oleh
a) orientasi konseptual yang diberikan oleh tim peneliti;
b) fokus pada komunitas yang berbeda;
c) fokus pada masalah dalam konteks tertentu;
d) jumlah peserta terbatas;
e) penggunaan peserta yang mungkin memiliki pengetahuan khusus; dan
f) penggunaan episode observasi partisipan yang dipilih ( Muecke, 1994).
Pengumpulan data terdiri dari wawancara mendalam yang dilakukan oleh
penyidik yang memenuhi syarat dari Januari hingga Juni 2020 (pengumpulan
data 6 bulan).
2) Sampel dan Pengaturan

Peserta dimasukkan asalkan mereka adalah profesional keperawatan yang


bekerja di unit perawatan intensif (ICU) atau layanan darurat dari rumah sakit
umum atau swasta di Spanyol dan merawat pasien yang sakit kritis dengan
COVID-19. Personil keagamaan dari pusat rumah sakit, profesional kesehatan
yang bekerja di luar ICU atau layanan darurat, serta mereka yang tidak merawat
pasien (misalnya tingkat akademik atau manajemen) dikeluarkan.

3) Pengumpulan data

Ledakan WhatsApp termasuk poster yang menggambarkan penelitian ini


didistribusikan secara luas menggunakan profesional peneliti dan kontak pribadi.
Untuk meningkatkan jumlah peserta, digunakan prosedur pengambilan snowball
sampling, yang bertujuan untuk memiliki rentang usia dan pengalaman yang
beragam (Higginbottom, 2004). Peserta yang tertarik menghubungi peneliti
(Pengulas 1, Pengulas 4) langsung dan kriteria kelayakan diterapkan. Peserta yang
memenuhi syarat diundang oleh peneliti utama (Pengulas 1), yang adalah seorang
perawat dan antropolog dengan keahlian dalam perawatan spiritual dan yang telah
menerbitkan beberapa artikel di bidang "Spiritualitas dan Kesehatan".

Karena Spanyol menghadapi penerapan "Keadaan Darurat" selama periode


ini, tidak ada pertemuan tatap muka dengan profesional kesehatan yang diizinkan.
Oleh karena itu, wawancara terjadi pada waktu yang nyaman bagi peserta,
menggunakan panggilan telepon, email, atau pertemuan web lainnya. Wawancara
dilakukan oleh seorang peneliti (Pengulas 2) dalam bahasa Spanyol, berlangsung
sekitar 50 hingga 60 menit dan direkam oleh peneliti utama, ditranskripsikan kata
demi kata oleh dua peneliti ( Pengulas1, Pengulas 2),dan kemudian, diterjemahkan
ke dalam bahasa Inggris oleh perusahaan penerjemahan. Pengumpulan data
dilanjutkan sampai tercapai kejenuhan data (Urra, Mun -oz, & Pena-a, 2013).

Selain itu, sebagai bagian dari wawancara, peserta diminta untuk mengirim
gambar yang diambil oleh mereka selama pandemi COVID-19. Gambar-gambar
ini penting untuk menguatkan pernyataan peserta dan untuk menunjukkan
pengalaman mereka dengan spiritualitas dan perawatan spiritual. Dalam beberapa
dekade terakhir, ada kecenderungan minat untuk menggunakan teknik kualitatif
seperti photovoice, sebagai metode penelitian dalam penelitian kesehatan untuk
sepenuhnya memeriksa konteks yang dipelajari (Oosterbroek, Yonge, & Myrick,
2020). Para peserta diorientasikan untuk menghasilkan foto dan mereka diminta
untuk melaporkan apa yang diwakili oleh setiap foto kepada mereka. Tim peneliti
menganalisis gambar-gambar ini, yang dimasukkan ke dalam analisis.

4) Instrumen

Skrip wawancara digunakan. Panel pakar menggunakan metode Delphi


(Boulkedid, Abdoul, Loustau, Sibony, & Alberti, 2011) melakukan analisis isi
naskah antara Januari dan Februari 2020. Kontak dan kontribusi untuk menilai
naskah awal ini dilakukan secara online dalam dua putaran, di mana 17 ahli
kesehatan spiritual dan/atau perawatan kritis diundang untuk berpartisipasi melalui
email, dari yang 10 setuju untuk berpartisipasi. Karakteristik panel ahli
ditampilkan sebagai bahan pelengkap (Tabel A1).

Naskah wawancara didasarkan pada instrumen kuantitatif sebelumnya dan


pengalaman anggota panel Delphi (misalnya spiritualitas dan hubungannya
dengan COVID-19). Instrumen ini diadaptasi dan digunakan sebagai pertanyaan
terbuka secara kualitatif. Instrumen berikut berfungsi sebagai kerangka teoritis
untuk pengembangan wawancara:

 Karakteristik sosiodemografi: jenis kelamin, usia, etnis, agama dan tahun


pelatihan keperawatan sarjana;
 Religiusitas: menggunakan Duke University Religion Index (DUREL)
(Koenig, Parkerson, & Meador, 1997), yang merupakan instrumen dengan
lima pertanyaan tentang aspek keagamaan seseorang, termasuk religiusitas
organisasi (kehadiran keagamaan), religiusitas non-organisasi (praktik
keagamaan pribadi) dan religiusitas intrinsik (agama sebagai bagian
penting dari kehidupan).
 Sikap dan pendapat tentang spiritualitas dan kesehatan: menggunakan
instrumen Curlin, “Agama dan Spiritualitas dalam Kedokteran, Perspektif
Dokter— RSMPP” (Curlin, Lawrence, Chin, & Lantos, 2007). Instrumen
ini memiliki dua bagian: (a) Bagian pertama membahas agama,
spiritualitas, dan praktik klinis (pengaruh spiritualitas terhadap kesehatan,
sikap, dan hambatan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini dengan
pasien dan pengaruhnya terhadap hubungan profesional-pasien), (b)
Bagian kedua mengevaluasi pendapat profesional tentang pelatihan dan
pengajaran akademik.
 Pertanyaan terkait perawatan klinis selama pandemi COVID 19:
dikembangkan selama panel Delphi, mencakup pengaruh keyakinan
spiritual dan agama pada pasien COVID, tantangan dalam memberikan
perawatan spiritual selama pandemi, dan strategi koping yang digunakan
para profesional ini.

Wawancara lengkap tersedia sebagai bahan Tambahan ( Tabel B1).

5) Analisis data

Transkripsi, pembacaan literal, dan kategorisasi manual teoretis dilakukan,


dan perangkat lunak MAXQDA digunakan. Analisis data dimulai dengan
pembacaan individu dan melihat foto untuk mendapatkan gambaran tentang
pengalaman responden. Dua peneliti membaca semua transkripsi wawancara dan
melihat foto beberapa kali, untuk mendapatkan pemahaman keseluruhan tentang
konten. Analisis dilanjutkan dengan mengatur label deskriptif, dengan fokus pada
konsep yang muncul atau terus-menerus dan persamaan/perbedaan dalam
perilaku, pernyataan, dan gambar peserta. Data kode dari masingmasing peserta
diperiksa dan dibandingkan dengan data dari semua peserta lain untuk
mengembangkan kategori makna. Akhirnya, analisis dan perlakuan data kualitatif
MAXQDA digunakan dan laporan akhir dikembangkan ( Braun, Clarke, Hayfield,
& Terry, 2019), dengan pernyataan peserta (P- nomor peserta, jenis kelamin,
usia).
6) Terpercaya

Penelitian ini mengikuti kriteria The Consolidated Criteria for Reporting


Qualitative Studies (COREQ) (Tong, Sainsbury, & Craig, 2007). Metode yang
digunakan untuk menjamin kualitas adalah triangulasi data, termasuk peserta
dengan sosiodemografi yang berbeda karakteristik, dan triangulasi analisis data
melalui peneliti yang berbeda.

G. Kelebihan/kekuatan isi artikel penelitian


Karena perawat telah menjadi salah satu tenaga kesehatan terbesar dengan
pasien yang terkena COVID, feminisasi telah menghasilkan proporsi wanita yang
lebih tinggi. Berdasarkan penelitian ini, kami menyarankan beberapa arah untuk
penelitian masa depan. Penelitian di masa depan harus mencakup konteks perawatan
baru, personel keagamaan (jika sumber daya rumah sakit ini ada), serta profesional
kesehatan lainnya sebagai anggota tim kesehatan.
Selain itu, intervensi yang ditujukan untuk memperjelas istilah S/R akan
menjadi langkah pertama sehingga profesional kesehatan dapat
menginternalisasikannya dan memperhitungkannya sebagai bagian dari perawatan
holistik. Studi multicenter dan perbandingan lintas budaya disarankan antar negara,
untuk mengetahui pengalaman profesional kesehatan (terutama perawat) di negara-
negara sekuler atau di mana praktik keagamaan yang berbeda mendominasi.
Akhirnya, penelitian ini menunjukkan kebutuhan spiritual biasanya
diekspresikan selama situasi yang mengancam jiwa, seperti yang dialami di ICU.
Karena hasil kami menyoroti bahwa sebagian besar perawat terbuka untuk subjek ini,
strategi yang berharga adalah pelatihan untuk menangani situasi ini. Oleh karena itu,
manajer kesehatan disarankan untuk menyelenggarakan pelatihan bagi para
profesional perawatan kesehatan ICU untuk memberikan perawatan yang lebih
holistik.
H. Kekurangan isi artikel penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yang harus dipertimbangkan saat
menafsirkan temuan kami. Pertama, penelitian ini dilakukan di Spanyol dan
mencerminkan pengalaman profesional kesehatan dari fasilitas perawatan kesehatan
Spanyol. Sulit untuk menjamin bahwa hasil yang sama akan diamati di negara lain,
karena latar belakang budaya dan agamanya berbeda. Kedua, kami menggunakan
sampel purposive dan generalisasi harus dilakukan dengan hati-hati. Ketiga, Spanyol
adalah salah satu negara yang paling terpengaruh dalam pandemi COVID dan, untuk
alasan ini, perawat kelelahan dan dengan beban kerja yang berlebihan, yang mungkin
memengaruhi temuan kami.
I. Implikasi hasil penelitian bagi keperawatan
Studi ini menunjukkan bahwa, selama pandemi COVID-19 di Spanyol,
perawat bertanggung jawab untuk memberikan perawatan spiritual bagi pasien
mereka. Meskipun mereka umumnya percaya bahwa spiritualitas penting untuk
pengobatan dan membantu pasien mengatasi penyakitnya, mereka tidak memiliki
definisi konsensual tentang spiritualitas dan tidak dilatih untuk menangani perawatan
ini. Beberapa hambatan disebutkan sebagai keterbatasan perawatan spiritual seperti
pekerjaan yang berlebihan, waktu yang tidak mencukupi dan kurangnya pelatihan.
Keragaman temuan kami berasal dari kebingungan terminologis tentang
spiritualitas itu sendiri (Nascimento et al., 2016). Meskipun Organisasi Kesehatan
Dunia mengusulkan aspek spiritual sebagai komponen kesehatan pada tahun 1983
( WHO, 1998), masih belum ada definisi spiritualitas yang universal dan jelas
(Canfield dkk., 2016). Ini menjelaskan mengapa beberapa perawat menggunakan
spiritualitas dan religiositas sebagai sinonim, atau bahkan secara keliru
mengecualikan spiritualitas sebagai bagian dari religiositas. Sonemanghkara, Rozo, &
Stutsman, 2019). Juga bertepatan dengan penelitian kami, perawat juga memasukkan
kasih sayang dan empati yang terkait dengan spiritualitas, seperti yang ditunjukkan
dalam penelitian sebelumnya yang menyelidiki perawat ICU Thailand (Lundberg &
Kerdonfag, 2010).
Meskipun perawat dalam penelitian kami merasakan pengaruh Spiritualitas
dan/atau Religiusitas (S/R) pada kesehatan pasien dan dalam cara mereka mengatasi
penyakit, ada kebingungan yang jelas mengenai peran yang harus dimainkan perawat
terhadap perawatan spiritual. Salah satu penyebab kebingungan ini adalah adanya
tenaga keagamaan seperti pendeta, yang dianggap sebagai profesional dengan
kompetensi lebih besar untuk perawatan spiritual dan, dalam persepsi keluarga, adalah
figur paling penting untuk menangani keyakinan spiritual pada pasien sakit kritis.
(Gallison et al., 2013).
Dalam arah yang sama, sebagian besar perawatan spiritual diberikan oleh
keluarga seperti yang terlihat dalam studi sebelumnya. Penulis sebelumnya telah
melaporkan bahwa pendampingan keluarga adalah "sesuatu yang spiritual",
membantu pasien untuk mencari makna dan perlindungan dari Tuhan untuk mengatasi
- tragedi vez-Correa, (Cha 2014). Pada konteks ini, perawat bertanggung jawab untuk
membuat hubungan ini antara keluarga dan pasien dan menyediakan lingkungan yang
lebih aman dan nyaman (Nascimento et al., 2016). Namun, pembatasan kunjungan
keluarga selama pandemi, meningkatkan ketegangan antara perawat, karena,
meskipun mereka secara profesional menghormati kebutuhan spiritual pasien mereka,
mereka takut menghadapi mereka sendiri dan tanpa pelatihan (Kowalczyk dkk.,
2020).
Di Spanyol, beberapa institusi telah melakukan upaya untuk memasukkan
pendekatan spiritual dan agama dalam perawatan kesehatan. Mengambil sebagai
kerangka undang-undang Spanyol yang mengakui hak atas kebebasan beragama;
bantuan spiritual dan keagamaan di pusat-pusat rumah sakit dianggap sebagai hak
pasien dan keluarga. Observatorium Pluralisme Agama (OP, 2011) di Spanyol,
menerbitkan pedoman bagi tenaga kesehatan tentang rekomendasi tentang cara
menangani bantuan spiritual dan keagamaan di rumah sakit. Namun, kami mengamati
bahwa memasukkan S/R sebagai bagian dari perawatan komprehensif pasien sakit
kritis masih jarang. Di satu sisi, unit perawatan kritis dan darurat dicirikan oleh
pendekatan perawatan biomedis (De Brito dkk., 2013; Huijer, Bejjani, & Tarif, 2019;
Ferrell, Handzo, Picchi, Puchalski, & Rosa, 2020). Di sisi lain, perawat menyatakan
bahwa keyakinan mereka sendiri dapat merupakan cacat untuk memberikan
perawatan spiritual (Turan & Yavuz Karamanog - lu, 2013), dan lainnya hambatan
juga. Kurangnya waktu, rasio pasien dan/atau perawat yang tinggi, ketakutan
membuat pasien tidak nyaman dan keyakinan bahwa spiritualitas adalah sesuatu yang
pribadi juga dimiliki oleh penulis lain (Gallison et al., 2013).
Akhirnya, perawat dalam penelitian ini berbagi dengan profesional
keperawatan lain dan mahasiswa perlunya meningkatkan kompetensi mereka untuk
memberikan perawatan spiritual kepada pasien (Cordero et al., 2018; Riahi dkk.,
2018). Menurut Dewan Perawat Internasional dan Komisi Hak Pasien, perawat harus:
memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk dapat mempromosikan dan menilai
kepuasan kebutuhan spiritual pasiennya (De Brito dkk., 2013) dan, untuk alasan ini,
institusi harus dapat memberikan pendidikan kepada para profesional ini mengenai
perawatan spiritual. Namun, penerapan ilmu biomedis pada keperawatan, serta
pertimbangan bahwa ada profesional dengan keterampilan yang lebih baik untuk
memberikan perawatan ini kepada pasien (misalnya pendeta, psikolog) tampaknya
mengurangi keinginan untuk memberikan perawatan tersebut.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas menunjukan perawat bertanggung jawab memberikan
perawatan spiritual kepada pasien walaupun mereka tidak memeliki definisi
konseptualitas dan tidak untuk penanganan ini. Kebingungan dengan keragaman
agama yang menjadi hambatan bagi pemberian perawatan spiritualitas. Walaupun
Organisasi Kesehatan Dunia mengusulkan aspek spiritual sebagai komponen
kesehatan pada tahun 1983, namun belum ada definisi spritual yang jelas. Dalam
perawatan spiritual sangat berpengaruh dalam spiritualitas/ regionalitas.
Dalam hal yang sama perawatan spiritual lebih di berikan keluarga. Dalam penelitian
menunjukkan bahwa perawatan spiritual masih banyak di percayai yang dapat
memberikan perawatan tersebut adalah pendeta, ataupun sesuai dengan agamanya.
Dalam masa pendemi yang pasien tidak boleh di jenguk akan membuat pasien tegang
dan merasa stress nah di sinilah peran perawatan spiritual sangat berguna untuk
memperkuat spirituallitas. Dengan demikian perlunya perawat meningkatkan
kompetensi mereka untuk memberikan keperawatan spiritual.
B. Saran
Dalam masa pendemi yang pasien tidak boleh di jenguk akan membuat pasien tegang
dan merasa stress nah di sinilah peran perawatan spiritual sangat berguna untuk
memperkuat spirituallitas. Maka saran dari kelompok kami untuk para perawat yaitu
perlunya perawat meningkatkan kompetensi untuk memberikan/memenuhi kebutuhan
spiritual yang tepat bagi klien.
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi, A. (2018). teknik prosedural keperawatan : Konsep dan aplikasi kebutuhan dasar
klien (19). Salemba Medika.

Husaeni, H., & Haris, A. (2020). Aspek Spiritualitas dalam Pemenuhan Kebutuhan Spiritual
Pasien. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 12(2), 960–965.
https://doi.org/10.35816/jiskh.v12i2.445
Purwanti, O. S., Studi, P., Keperawatan, I., Kesehatan, F. I., & Surakarta, U. M. (2020).
Strategi Peningkatan Kualitas Kesehatan Pasien Kronis di Era New Normal. 147–151.
Sulaeman, Basra, Muhajirah, Hasanuddin, I., & Purnama, J. (2021). Pengaruh Edukasi
Terhadap Kecemasan Keluarga Pada Pasien Menjelang Ajal. Jurnal Ilmiah Kesehatan
Pencerah, 10(1), 21–27.

Anda mungkin juga menyukai