BJ. Habibie atau Bacharuddin Jusuf Habibie lahir di Pare-pare (Sulawesi Selatan) pada
tanggal 25 Juni 1936 anak ke-4 dari delapan putra dan putri dari keluarga Alwi Abdul Djalil
Habibie dan R.A. Tuti Marini Puspawordoyo. Meskipun BJ. Habibie lahir di Sulawesi Selatan,
orang tua BJ Habibie tidak datang dari daerah ini. Ayahnya adalah seorang petani dari Gorontalo
dan ibunya adalah seorang bangsawan Jawa dari Yogyakarta, yang bertemu ketika keduanya
belajar di Bogor. Ayahnya adalah keturunan migran Bugis ke Gorontalo yang dipekerjakan oleh
penguasa lokal sebagai tentara untuk melindungi pantai dari bajak laut Gorontalo Maguindanao.
Ia hanya kuliah selama satu tahun di Institut Teknologi Bandung (ITB), karena pada
tahun 1955 ia dikirim oleh ibunya untuk belajar di Rhenisch Wesfalische Tehnische Hochscule,
Aachen, Jerman. Setelah lima tahun masa study, Habibie memperoleh gelar Diplom-Ingenieur
atau Diploma Teknik dengan predikat summa cum laude dan setara dengan gelar master atau S2
di negara-negara lain. Pada tahun 1962, Habibie menikah dengan Ibu Hasri Ainun Besari yang
merupakan teman sekolahnya semasa SMA dan melanjutkan study hingga S3. Tahun 1965,
Habibie memperoleh gelar doktoralnya Doktor Ingenieur (Doktor Teknik) dengan membiayai
kuliah dan rumah tangganya sendiri di Jerman.
Pada tahun 1974 BJ. Habibie kembali ke Indonesia dan memulai karirnya sebagai
penasihat pemerintah bidang teknologi tinggi pesawat terbang dan teknologi tinggi yang
bertanggung jawab langsung kepada presiden Republik Indonesia. Pada 1978-1998 BJ. Habibie
menjabat sebagai Menteri Teknologi dan Penelitian di Kabinet Soeharto. Pada tanggal 14 Maret
1998 BJ. Habibie diangkat menjadi Wakil Presiden ke-7 mendampingi Soeharto sampai Mei
1998 saat Soeharto lengser dari jabatan presidennya. Setelah mundurnya Soeharto, BJ. Habibie
ditetapkan sebagai Presiden Indonesia ke-3 pada usianya yang ke-62 tahun dengan masa jabatan
singkat, yakni 1 Mei 1998-20 Oktober 1999.
Habibie sangat terkenal sebagai tokoh yang sangat jenius. Inilah beberapa bukti ke
jeniusannya atau pencapaiannya :
Beragam gelar pendidikan dan kesuksesan di bidang Iptek mustahil ia dapat tanpa
kedisiplinan yang tinggi. Contoh kecil dari kedisiplinan seorang B.J. Habibie ialah
caranya dalam membagi waktu.
Dalam dua puluh empat jam, pria yang akrab dipanggil Eyang ini konsisten
membagi waktunya untuk ibadah, olahraga, aktivitas pribadi, atau berbincang dengan
para tamunya. Namun dari semuanya, ia paling banyak menghabiskan waktu untuk
membaca dan menulis. Total ia mengalokasikan waktu tujuh jam untuk kedua aktivitas
tersebut.
Dalam banyak kesempatan, B.J. Habibie mengaku sebagai orang dengan rasa
ingin tahu sangat tinggi. Panca inderanya aktif menangkap segala hal yang ada di
sekelilingnya dan berusaha menganalisa. Dirinya tak pernah berhenti berpikir.
Untuk memuaskan rasa ingin tahunya maka ia banyak membaca buku saat malam
hari. Hal ini berhubungan dengan kebiasaannya yang hanya tidur dalam waktu cukup
singkat, hanya lima jam.
3. Penuh pengabdian
Nama B.J. Habibie sangat dipandang di dunia Iptek internasional. Dirinya bahkan
sempat menjabat sebagai direktur perusahaan pesawat di Jerman. Namun, ketika
panggilan untuk menjadi Presiden RI datang, ia tanpa ragu memutuskan pulang ke Tanah
Air.
Alasan yang mendorongnya ialah, tawaran tersebut merupakan kesempatan
memberikan segala ilmunya untuk kemajuan bangsa.
4. Peduli keluarga
Sudah bukan rahasia lagi bahwa B.J. Habibie adalah sosok yang sangat mencintai
mendiang istrinya, Hasri Ainun Besari. Bahkan, kisahnya pernah diangkat menjadi film
layar lebar. Hal ini bisa dijadikan contoh bahwa sudah sepatutnya kita membagi waktu
seimbang untuk pekerjaan dan keluarga.