Anda di halaman 1dari 35

JATI DIRI PROFESIONAL MUSLIM

Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama
Islam

Dosen Pembina: Syaepul Manan, S.Pd., M.Pd.

Disusun Oleh :

Keisya Adellia Zahwa (211411014)

Muhammad Khalid Khaeruddin (211411017)

Nadya Fachrizka Maulana (211411020)

Nirmala Utami (211411021)

Salma Khalida Tazkiyatunnafs (211411025)

Teguh Aditya Nugraha (211411032)

PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

CIWARUGA

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah memberikan


rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan makalah yang berjudul “Jati Diri
Professional Muslim” dapat selesai tepat pada waktunya.

Keberhasilan dalam penyusunan makalah ini tidak lepas dari bimbingan


Bapak Syaepul Manan, S.Pd., M.Pd. selaku dosen mata kuliah Pendidikan Agama
Islam yang telah membimbing sehingga dapat menyelesaikan makalah. Selain itu
penulis mengucapkan terima kasih atas kerjasamanya kepada teman-teman
kelompok yang telah membantu, memfasilitasi, memberikan masukan, dan
mendukung penulisan makalah ini.

Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini masih belum sempurna,


maka saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan
makalah selanjutnya. Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca

Ciwaruga, 16 November 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI ………………………………………………….............................. ii

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………1

1.1 Latar Belakang………………………………………………………...1


1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah……………………………………1
1.3 Maksud dan Tujuan……………………………………………………1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Konsep Jati Diri Seorang Muslim……………………………………………..2

2.2 Sepuluh Muwashofat…………………………………………………..............3

2.2.1 Salimul Aqidah…………………………………………………........3

2.2.2 Shahihul Ibadah………………………………………………….......4

2.2.3 Matinul Khuluq………………………………………………….......6

2.2.4 Qowiyyul Jismi …………………………………………………......7

2.2.5 Mutsaqqoful Fikri…………………………………………………...9

2.2.6 Mujahadatun Linafsihi……………………………………………..10

2.2.7 Harishun ‘ala Waqtihi……………………………………………...12

2.2.8 Munazhzhamun fi Syu’unihi……………………………………….15

2.2.9 Qodirun ‘alal Kasbi………………………………………………...16

2.2.10 Naafi’un Lighoirihi ………………………………………………18

2.3 Tokoh Nasional Professional Muslim ……………………………………….20

2.3.1 Buya Hamka………………………………………………………..20

2.3.2 M. Natsir ……………………………………………………..........22

ii
2.3.3 BJ Habibie …………………………………………………………25

BAB III KESIMPULAN ………………………………………………………...29

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………...30

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Al-Qur’an dan Sunnah merupakan dua pusaka Rasulullah Saw yang harus
selalu dirujuk oleh setiap muslim dalam segala aspek kehidupan. Satu dari sekian
aspek kehidupan yang amat penting adalah pembentukan dan pengembangan
pribadi muslim. Pribadi muslim yang dikehendaki oleh Al-Qur’an dan sunnah
adalah pribadi yang shaleh, pribadi yang sikap, ucapan dan tindakannya terwarnai
oleh nilai-nilai yang datang dari Allah Swt.

Persepsi masyarakat tentang pribadi muslim memang berbeda-beda,


bahkan banyak yang pemahamannya sempit sehingga seolah-olah pribadi muslim
itu tercermin pada orang yang hanya rajin menjalankan Islam dari aspek
ubudiyah, padahal itu hanyalah salah satu aspek yang harus lekat pada pribadi
seorang muslim. Oleh karena itu standar pribadi muslim yang berdasarkan Al-
Qur’an dan sunnah merupakan sesuatu yang harus dirumuskan, sehingga menjadi
acuan bagi pembentukan pribadi muslim. Bila disederhanakan, sekurang-
kurangnya ada sepuluh profil atau ciri khas yang harus lekat pada pribadi muslim.

1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan jati diri seorang muslim?


2. Apa yang dimaksud dengan Muwashofat dan apa saja ciri khas yang harus
ada pada diri seorang muslim?
3. Siapa tokoh yang mengimplementasikan jati diri seorang muslim?

1.3 Maksud dan Tujuan


1. menjelaskan tentang apa yang dimaksud dengan jati diri seorang muslim
2. menyebutkan dan menjelaskan tokoh-tokoh yang mengimplementasikan jati
diri professional muslim
3. memaparkan maksud muwasafat dan menyebutkan ciri khas yang ada
padanya

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Jati Diri Seorang Muslim

Setiap agama mempunyai tatacara yang mengatur hidup ummatnya. Setiap


ideologi, pun mengajarkan hal-hal yang berbeda dalam memandang kehidupan
ini, lalu mewujudkan sikap dan perilakunya masing-masing. Diantara sekian
banyak tatanan nilai, cara pandang dalam melihat kehidupan, kerangka yang
menyusun peradaban dan budaya manusia, maka Islam menjadi sumber nilai yang
akan membentuk jati diri kaum muslimin.

Jati diri muslim, adalah nilai-nilai yang hidup dalam diri seorang muslim.
Nilai-nilai ini akan membentuk identitas diri seorang muslim, sekaligus akan
menjadi ciri beda dengan ummat lainnya. Perbedaan yang menampakkan
keistimewaan dan keindahan diantara identitas ummat lain. Nilai ini, berasal dari
apa yang Allah turunkan melalui Rasul-Nya, yakni Islam. Islam lah yang
mewarnai seluruh diri kaum muslimin. Islam adalah celupan istimewa yang
diberikan Allah SWT bagi kaum muslimin.

Dalam salah satu ayatnya, Allah Subbhanahu Wa Ta’ala berfirman:


“Shibghah Allah. Dan siapakah yang lebih baik shibghahnya daripada Allah? Dan
hanya kepadaNyalah kami menyembah”. (QS. Al-Baqarah 138)

Celupan, begitulah Allah SWT mengistilahkan ajaran Islam dan keimanan


seorang muslim. Celupan ini, akan mewarnai “kain” seorang muslim. Celupan ini
akan meresap ke seluruh sendi-sendi, memasuki setiap serat-seratnya, lalu
munculah penampakkan yang indah, warna yang memikat serta corak yang
istimewa. Begitulah gambaran seorang muslim yang telah ter-shibghah oleh
shibghah Allah.

Shibghah ini adalah keimanan yang penuh atas seluruh ajaran, nilai dan
ketetapan Allah Subbhanahu Wa Ta’ala. Shibghah ini akan masuk meresap ke
dalam diri seorang muslim, yang telah dengan kesadaran dan penuh pemahaman,
menerima Islam. Kesadaran dan pemahaman yang pertama adalah atas makna

2
syahadatain (persaksiannya), yang akan melahirkan kecintaan kepada Allah SWT.
Rasa cinta (mahabbah) inilah yang akan menumbuhkan keinginan yang kuat serta
sikap menerima atas seluruh perintah Allah SWT. Sikap menerima seluruh ajaran
Allah SWT, maka seorang muslim telah membuka diri sepenuhnya untuk
menerima celupan Allah. Keterbukaan yang sempurna, menjadikan celupan yang
utuh dan sempurna pula pada dirinya.

Sedangkan sisi luarnya, akan nampak jelas pada seluruh sikap dan
perilakunya. Celupan Allah akan menjadi warna istimewa yang menjadikan cirri
khas seorang muslim (simat). Dari penampilannya, celupan ini akan mewarnai
wajah seorang muslim dengan raut muka yang cerah, murah senyum dan ramah.
Dari pakaiannya, seorang muslim tampil bersih, rapi dan sopan menutup auratnya.
Demikian pula halnya dalam seluruh sikap dan perilakunya (suluk) menampakkan
keistimewaan seorang muslim.

2.2 Sepuluh Muwashofat

Muwashofat adalah sifat-sifat atau karakter individu yang menjadi tujuan


akhir tarbiyah sesuai tahapannya. Muwashafat tarbiyah mencakup sepuluh poin
ciri pribadi muslim sebagai berikut :

2.2.1 Salimul Aqidah (Good Faith)

Aqidah yang bersih (salimul aqidah) merupakan sesuatu yang harus ada
pada setiap muslim. Dengan aqidah yang bersih, seorang muslim akan memiliki
ikatan yang kuat kepada Allah Swt dan dengan ikatan yang kuat itu dia tidak akan
menyimpang dari jalan dan ketentuan- ketentuan-Nya. Dengan kebersihan dan
kemantapan aqidah, seorang muslim akan menyerahkan segala perbuatannya
kepada Allah sebagaimana firman-Nya:

َ ‫ي َو َم َماتِي هَّلِل ِ َربِّ ْال َعالَ ِم‬


‫ين‬ َ ‫قُلْ إِ َّن‬
َ ‫صاَل تِي َونُ ُس ِكي َو َمحْ يَا‬
yang artinya: ‘Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku, semua bagi
Allah Tuhan semesta alam’ (QS 6:162).

Karena memiliki aqidah yang salim merupakan sesuatu yang amat penting,
maka dalam da’wahnya kepada para sahabat di Makkah, Rasulullah Saw

3
mengutamakan pembinaan aqidah, iman atau tauhid. Beberapa contoh dari
penerapan Salimul Aqidah, yaitu:

1. Tidak mengkafirkan seorang muslim;

2. Tidak mengedepankan makhluq atas Khaliq;

3. Mengingkari orang-orang yang memperolok-olokkan ayat-ayat Allah swt


dan tidak bergabung dalam majlis mereka;

4. Mengesakan Allah swt dalam Rububiah dan Uluhiah;

5. Tidak menyekutukan Allah swt, dalam Asma-Nya, sifat-Nya dan Af’al-


Nya;

6. Tidak meminta berkah dengan mengusap-usap kuburan;

7. Mempelajari berbagai aliran yang membahas Asma’ dan Sifat dan


mengikuti madzhab salaf;

8. Mengetahui batasan-batasan wala’ dan bara’;

9. Berteman dengan orang-orang shalih dan meneladaninya;

10. Meyakini terhapusnya dosa dengan taubat Nashuh;

11. Memprediksikan datangnya kematian kapan saja;

12. Meyakini bahwa masa depan ada di tangan Islam;

13. Berusaha meraih rasa manisnya iman;

14. Berusaha meraih rasa manisnya ibadah;

15. Merasakan adanya para malaikat mulia yang mencatat amalnya;

16. Merasakan adanya istighfar para malaikat dan do’a mereka.

2.2.2 Shahihul Ibadah (Right Devotion)

Ibnu Manzhur di dalam Lisan al-Arab mengatakan bahwa akar kata ibadah
(ubudiyyah) adalah tunduk dan patuh, dimana hanya Allah yang berhak, disembah
sebagai Tuhan oleh seluruh makhluk. Menurut Ibnu Manzhur, ibadah adalah
ketaatan, dan beribadah adalah menghinakan diri serta menunjukkan kepatuhan.
Di dalam Al-qur’an Allah swt berfirman, mengisahkan tentang Fir’aun yang
berkata:

4
َ ‫فَقَالُوا أَنُ ْؤ ِم ُن لِبَ َش َري ِْن ِم ْثلِنَا َوقَ ْو ُمهُ َما لَنَا َعابِ ُد‬
‫ون‬
Artinya: Dan mereka berkata: "Apakah (patut) kita percaya kepada dua orang
manusia seperti kita (juga), padahal kaum mereka (Bani Israil) adalah orang-orang
yang menghambakan diri kepada kita?" (Q.S. Al-Mukminun/23:47)

Maksud menghambakan diri (abiduna) pada ayat di atas adalah


merendahkan diri. Barang siapa yang merendahkan diri di hadapan seorang raja
maka sama saja ia mengahambakan diri kepada sang raja. Ibnul Anbari pun
mengatakan bahwa seorang dikatakan menghamba jika ia patuh kepada sang tuan
dan berserah diri di hadapannya serta selalu menjalankan perintahnya. Di dalam
ayat lain Allah swt berfirman:

َ ‫يَا أَيُّهَا النَّاسُ ا ْعبُ ُدوا َربَّ ُك ُم الَّ ِذي َخلَقَ ُك ْم َوالَّ ِذ‬
َ ُ‫ين ِم ْن قَ ْبلِ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَتَّق‬
‫ون‬
Artinya: Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-
orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa (Q.S. Al-baqarah/2:21)

Sembahlah (u’budu) pada ayat di atas maksudnya adalah tunduklah kepada


Tuhanmu.

Beberapa aplikasi dalam kehidupan sehari-hari dari shahihul ibadah, yaitu:

1. Khusyu’ dalam shalat;

2. Qiyamul-Lail minimal satu kali dalam sepekan;

3. Bersedekah;

4. Berpuasa sunnat minimal dua hari dalam satu bulan;

5. Menjaga organ tubuh (dari dosa);

6. Haji jika mampu;

7. Khusyu’ saat membaca Al Qur’an;

8. Sekali Khatam Al Qur’an setiap dua bulan;

9. Banyak dzikir kepada Allah swt sembari menghafalkan bacaan ringan;

10. Banyak berdo’a dengan memperhatikan syarat dan adabnya;

11. Banyak bertaubat;

12. Selalu memperbaharui niat dan meluruskannya;

5
13. Memerintahkan yang Ma’ruf;

14. Mencegah yang Munkar;

15. Ziarah kubur untuk mengambil ‘Ibrah;

16. Merutinkan shalat sunnah Rawatib;

17. Senantiasa bertafakkur;

18. Beri’tikaf satu malam pada setiap bulannya;

2.2.3 Matinul Khuluq (Strong Character)

Akhlak yang kokoh (matinul khuluq) atau akhlak yang mulia merupakan
sikap dan prilaku yang harus dimiliki oleh setkal muslim, baik dalam
hubungannya kepada Allah maupun dengan makhluk-makhluk-Nya. Dengan
akhlak yang mulia, manusia akan bahagia dalam hidupnya, baik di dunia apalagi
di akhirat. Karena begitu penting memiliki akhlak yang mulia bagi umat manusia,
maka Rasulullah Saw diutus untuk memperbaiki akhlak dan beliau sendiri telah
mencontohkan kepada kita akhlaknya yang agung sehingga diabadikan oleh Allah
di dalam Al- Qur’an, Allah berfirman:

ٍ ُ‫ك لَ َعلَ ٰى ُخل‬


‫ق َع ِظ ٍيم‬ َ َّ‫َوإِن‬
Artinya:"Dan sesungguhnya kamu benar- benar memiliki akhlak yang agung"
(Q.S. Al-Qalam/68:4).
Aplikasi dari matinul khuluq yang dapat diperaktikkan dalam kehidupan sehari-
hari, antara lain:

1. Tidak ‘inad (membangkang);

2. Tidak banyak mengobrol;

3. Sedikit bercanda;

4. Tidak berbisik tentang sesuatu yang bathil;

5. Tidak hiqd (menyimpan kemarahan);

6. Tidak hasad;

7. Memiliki rasa malu untuk berbuat kesalahan;

8. Menjalin hubungan baik dengan tetangga;

6
9. Tawadhu’ tanpa merendahkan diri;

10. Berani;

11. Halus;

12. Menjenguk orang sakit;

13. Komitmen dengan adab meminta idzin;

14. Berterimakasih kepada orang yang berbuat baik;

15. Merendahkan suara;

16. Menyambung persaudaraan (Shilatur-Rahim);

17. Komitmen dengan adab mendengar;

18. Komitmen dengan adab berbicara;

19. Memuliakan tamu;

20. Mengumbar senyum di depan orang lain;

21. Menjawab salam.

2.2.4 Qowiyyul jismi ( Physical Power )

Kekuatan jasmani (qowiyyul jismi) merupakan salah satu sisi pribadi


muslim yang harus ada. Kekuatan jasmani berarti seorang muslim memiliki
daya tahan tubuh sehingga dapat melaksanakan ajaran Islam secara optimal
dengan fisiknya yang kuat. Shalat, puasa, zakat dan haji merupakan amalan
di dalam Islam yang harus dilaksanakan dengan fisik yang sehat atau kuat,
apalagi perang di jalan Allah dan bentuk- bentuk perjuangan lainnya (Jihad)
lainnya. Imam Qurthubi ketika menjelaskan makna firman Allah swt ayat
247 surat al-baqarah yang artinya “Sesungguhnya Allah telah memilih
rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa,”
mengatakan bahwa menurut suatu pendapat, anugerah jasmani yang
dimaksud adalah memiliki kebaikan dan keberanian yang besar, dan bukan
berarti tubuhnya yang besar.

Kesehatan jasmani harus mendapat perhatian seorang muslim dan


pencegahan dari penyakit jauh lebih utama daripada pengobatan. Meskipun
demikian, sakit tetap kita anggap sebagai sesuatu yang wajar bila hal itu

7
kadang-kadang terjadi, dan jangan sampai seorang muslim sakit-sakitan.
Karena kekuatan jasmani juga termasuk yang penting, maka Rasulullah
bersabda yang artinya :

“Mu’min yang kuat lebih aku cintai daripada mu’min yang lemah” (HR.
Muslim).

Kekuatan jasmani juga tidak hanya badan dan otot yang kuat saja,
tetapi seorang muslim haruslah melatih dirinya untuk mengeluarkan segala
potensi terpendam dalam diri sebagai amanah dari Allah Sang Pencipta, untuk
mengerjakan ketaatan-ketaatan yang diridhoi oleh Allah, dan yang paling
utama adalah berjihad, serta melaksanakan semua ketaatan itu di jalan Allah
saja.
Aplikasi dari matinul khuluq yang dapat diperaktikkan dalam kehidupan sehari-
hari, antara lain:

1. Mengikuti petunjuk kesehatan dalam makanan dan minuman, seperti:

 Membersihkan peralatan makan dan minum;


 Menjauhi makanan yang diawetkan dan mengkonsumsi minuman
alami
 Mengatur waktu-waktu makan;
 Mampu menyediakan makanan;
 Tidak berlebihan dalam mengkonsumsi yang berlemak
 Tidak berlebihan dalam mengkonsumsi garam;
 Tidak berlebihan dalam mengkomsumsi gula
 Selektif dalam memilih produk makanan

2. Mengikuti petunjuk kesehatan tentang tidur dan bangun tidur, seperti:

 Tidur 6 – 8 jam dan bangun sebelum fajar

 Berlatih 10 – 15 menit setiap hari

 Berjalan 2 – 3 jam setiap pekan

8
 Mengobati diri sendiri

 Tidak mempergunakan obat tanpa meminta petunjuk

2.2.5. Mustaqqoful Fikri (Thinking Brilliantly)

Mustaqqaful fikri secara umum maknanya adalah kecakapan yang dimiliki


seseorang sehingga mampu memeroleh informasi dan keterampilan yang
menjadikannya mengetahui kebenaran segala sesuatu dan memanfaatkannya.
Kecakapan seperti ini merupakan salah satu produk akal dalam kapasitasnya
sebagai garizah yang dengannya seseorang mampu memahami ilmu-ilmu teoritis.

Seorang muslim harus memiliki wawasan keislaman dan keilmuan yang


luas, karena tidak ada satupun perbuatan yang harus dilakukan tanpa dimulai
dengan berpikir terlebih dahulu. Untuk mencapai wawasan yang luas maka
manusia dituntut untuk mencari atau menuntut ilmu, seperti yang disabdakan oleh
Rasulullah SAW: “Menuntut ilmu wajib hukumnya bagi setiap muslim”
(Muttafaqun `alaihi). Dan menuntut ilmu yang paling baik adalah melalui majelis-
majelis ilmu seperti yang digambarkan pada firman Allah SWT yang artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, “Berilah
kelapangan di dalam majelis-majelis”, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan
memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, “Berdirilah kamu”, maka
berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha
Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan”. (Q.S. Al-Mujadilah:11).

Aplikasi atau penerapan dari mustaqqoful fikri yang dapat dipraktikkan

dalam kehidupan sehari-hari antara lain.

1. Mengetahui urgensi Khilafah dan kesatuan kamu muslimin

2. Mengetahui apa kerugian dunia akibat kemunduran kaum muslimin

3. Mengetahui problematika kaum muslimin nasional dan internasional

4. Mengaitkan antara Al-Qur’an dengan realita

9
5. Membaca tafsiran Al-Qur’an

6. Mengenal sirah 20 syuhada dari kalangan sahabat

7. Memiliki kemampuan mengulas apa yang dibaca

8. Berpartisipasi dalam melontarkan dan memecahkan masalah

9. Membaca buku setiap pekan di luar spesialisasinya

10. Mengkaji marhalah Madaniah dan menguasai karakteristiknya.

2.2.6 Mujahidun Linafsihi (Continence)

Mujahidun linafsihi atau yang disebut juga berjuang melawan hawa


nafsu merupakan salah satu kepribadian yang harus ada pada muslim, karena
setiap manusia memiliki kecenderungan pada yang baik dan buruk. Melaksanakan
kecenderungan pada yang baik dan menghindari yang buruk amat menuntut
adanya kesungguhan dan kesungguhan itu akan ada manakala seseorang berjuang
melawan hawa nafsu. Oleh karena itu hawa nafsu yang ada pada setiap diri
manusia harus diupayakan tunduk pada ajaran Islam. Rasulullah bersabda yang
artinya : “Tidak beragama seseorang dari kamu sehingga ia menjadikan hawa
nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (ajaran islam)” (HR al-Hakim, al-Khathib,
Ibn Abi ‘Ashim dan al-Hasan bin Sufyan).

Cara mengendalikan Jiwa


Mengendalikan jiwa termasuk amal saleh terbaik untuk mendekatkan diri kepada
Allah yang mengantarkan seseorang mencapai derajat tinggi di surga dan masuk
ke dalam golongan orang-orang yang berbuat baik (muhsinin). Allah swt
berfirman :

َ‫َوالَّ ِذ ْينَ َجاهَ ُدوْ ا فِ ْينَا لَنَ ْه ِديَنَّهُ ْم ُسبُلَن َۗا َواِ َّن هّٰللا َ لَ َم َع ْال ُمحْ ِسنِ ْين‬

Artinya: dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami,


benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan
Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.
(Q.S. Al-ankabut/29:69).

Supaya seorang muslim mampu menghasilkan sifat, akhlak, dan

10
mengendalikan nafsu itu, selanjutnya dia wajib memonitor seluruh
perbuatan diri lalu mengendalikannya dengan mendorong jiwa untuk
melakukan perbuatan baik dalam setiap urusan hidup. Islamlah agama relevan
yang indah dan baik, yang senantiasa melakukan perbauatan realitas
kehidupan menuju yang lebih baik.
Ragam amal kebaikan yang dapat kita lakukan untuk mengendalikan jiwa
diantaranya

1) Mengendalikan jiwa saat makan


 Sebisa mungkin makan secara teratur
 Makan seadanya dan tidak mencari-cari yang tidak ada
 Tidak mencela makanan yang disajikan
 Sebisa mungkin meminimalisir menu makanan dalam satu sajian
2) Mengendalikan jiwa terhadap anak-anak
 Menunjukkan rasa cinta, kasih sayang, dan kelembutan pada mereka
 menampilkan keceriaan dan kegembiraan saat melikah mereka
 Menyebut syukur dan pujian kepada Allah atas anugerah keturunan
kepaanya
 Tidak membangga-banggakan mereka di luar serta mengurangi
membicarakan kelebihan mereka.
3) Mengendalikan jiwa saat tidur
 Berusaha tidur secara tertib
 Tidur cepat pada malam hari dan bangun cepat pagi harinya
 Membiasakan tidur tidak lebih dari enam jam sehari dan semalam
 Membiasakan qiyamullail dan shalat subuh pada waktunya
4) Mengendalikan jiwa di saat waktu luang
 Membetulkan seusatu yang rusak di rumah
 Mencicil dan menyelesaikan pekerjaan yang membutuhkan waktu
lama dan sedang dalam kondisi ditunda
 Melakukan hobi atau olahraga yang susah dicari waktunya
 Membaca dan menelah

11
Aplikasi atau penerapan mujahadatun linafsihi yang dapat dipraktikkan
dalam kehidupan sehari-hari antara lain.

1. Memerangi dorongan-dorongan nafsu


2. Tidak berlebihan dalam mengonsumsi yang mubah
3. Selalu menyertakan niat jihad
4. Menjadikan dirinya bersama orang-orang baik
5. Memakan apa yang disuguhkan dengan penuh keridhaan
6. Sabar atas bencana
7. Menyesuaikan perbuatan dengan ucapannya
8. Menerima dan memikul beban-beban dakwah

2.2.7 Harishun ‘ala Waqtihi (Good time management)

Pandai menjaga waktu (harishun ala waqtihi) merupakan faktor penting


bagi manusia. Hal ini karena waktu itu sendiri mendapat perhatian yang begitu
besar dari Allah dan Rasul-Nya. Allah Swt banyak bersumpah di dalam Al-Qur’an
dengan menyebut nama waktu seperti wal fajri, wad dhuha, wal asri, wallaili dan
sebagainya.

Allah Swt memberikan waktu kepada manusia dalam jumlah yang sama
setiap, Yakni 24 jam sehari semalam. Dari waktu yang 24 jam itu, ada manusia
yang beruntung dan tak sedikit manusia yang rugi. Karena itu tepat sebuah
semboyan yang menyatakan: ‘Lebih baik kehilangan jam daripada kehilangan
waktu.’

Waktu merupakan sesuatu yang cepat berlalu dan tidak akan pernah
kembali lagi. Oleh karena itu setiap muslim amat dituntut untuk memanaj
waktunya dengan baik, sehingga waktu dapat berlalu dengan penggunaan yang
efektif, tak ada yang sia-sia. Maka diantara yang disinggung oleh Nabi Saw
adalah memanfaatkan momentum lima perkara sebelum datang lima perkara,
yakni waktu hidup sebelum mati, sehat sebelum sakit, muda sebelum tua,
senggang sebelum sibuk dan kaya sebelum miskin.

Aplikasi dari harishun ala waqtihi yang dapat diperaktikkan dalam kehidupan
sehari-hari, antara lain:

12
1. Memperhatikan adab Islam dalam berkunjung dan mempersingkat
pemenuhan hajatnya;
2. Memelihara janji umum dan khusus;
3. Mengisi waktunya dengan hal-hal yang berfaedah dan bermanfaat.

Berikut salah satu kiat-kiat manajemen waktu dalam perspektif Islam dan dari
Rasulullah

1. Jadikan Shalat Fardu sebagai pola disiplin

Pemilahan waktu dalam sehari bagi umat Islam sangatlah jelas, dan
melalui manajemen waktu shalat fardu seperti halnya yang dilakukan
Rasulllah SAW ini dapat menjadikan kita disiplin dan tepat waktu sehingga
segala aktivitas kita terprogram dengan baik.

2. Terapkan pola berpikir investasi

Pola berpikir investasi bukanlah manajemen waktu yang instan, artinya


jangan mengelola waktu dengan instan atau hanya berpikir jangka pendek,
namun coba membuat daftar kegiatan untuk jangka Panjang, Persiapkan
segala hal untuk masa depan kita sehingga natinya kita dapat memetik hasil
terbaik dikemudian hari. Kita bisa langsung memanen kebaikan tersebut
dikeesokan harinya, tapi kita harus yakin bahwa Allah maha adil setiap
kebaikan pasti dibalas dengan kebaikan. Pola berpikir investasi yang diajarkan
Rasulullah SAW sangat perlu diterapkan agar menjadikan akhlak pribadi kita
menjadi baik.

3. Terus produktif, jangan biarkan waktu terbuang percuma

Islam sangat menjunjung tinggi waktu dan sangat mengutamakan nilai-


nilai produktifitas secara sempurna, baik produktifitas terhadap melakukan
ibadah atau pengintkatan serta perbaikan diri maupun produktifitas yang dapat
menghasilkan suatu karya dan sesuatu yang bermanfaat.

Allah pernah berfirman didalam Al-Quran:

‫ص ۡۙب‬
َ ‫ت فَ ۡان‬
َ ‫فَاِ َذا فَ َر ۡغ‬

13
“Maka apabila kamu telah selesai dari satu urusan, maka kerjakanlah dengan
sungguh sungguh urusan yang lain” (QS. Al-Insyirah : 7)

Tampak sederhana, tapi jika direnungkan ayat tersebut terlihat jelas


menjelaskan bahwa Allah tidak menginginkan umat-Nya menjalani waktu
tanpa produktivitas. Karena hakikatnyna waktu bagi seorang muslim adalah
sebuah ritme perputaran waktu yang tidak akan pernah putus. Untuk itu, selalu
lakukan aktivitas yang sekiranya membawa manfaat bagi diri sendiri dan
orang lain, dan jangan lupa usahakan pergunakan waktu sebaik mungkin.

4. Gunakan aji mumpung

Yang dimaksud dengan aji mumpung disini adalah yang berarti bagaimana
kita memanfaatkan waktu peluang yang ada untuk mengambil kesempatan
yang diberikan oleh Allah SWT dengan sebaik mungkin. Seperti halnya selagi
masih muda gunakan waktu untuk belajar dan beribadah, menghafal Al-Quran
atau hal-hal kegiatan yang menjadi peluang pahalanya banyak.

Seperti halnya hadits dibawah ini :

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah SAW, pernah menasehati


seseorang,

“Manfaatkanlah lima perkara sebelum lima perkara, Waktu mudamu sebelum


datang waktu tuamu, Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, Masa
kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, Masa luangmu sebelum datang
masa sibukmu, Hidupmu sebelum datang matimu.”

5. Jauhi sikap menunda-nunda


Jangan suka menunda-nunda sesuatu kebaikan, niat baik atau pekerjaan-
pekerjaan yang mendatangkan manfaat apalagi sampai menuda-nunda ibadah,
karena yang pertama Allah dan Rasul sangat benci kelakuan kebiasaan
menunda-nunda dan menjadikan kebiasan buruk bagi diri kita.

6. Cepat, tapi bukan tergesa-gesa

14
Ketahuilah bahwa cepat itu bukan berarti terburu-buru atau tergesa-gesa.
Namun tetap teliti dan melakukan dengan segera bukan berarti lambat. Kira-
kira itulah yang diajarkan dalam hadist Rasulullah SAW

“Karena sifat tergesa-gesa itu halnya berasal dari setan.” ( HR Anas bin
Malik).

“Menunda-nunda melaksanakan kewajiban (bagi yang mampu) termasuk


kezaliman” (HR. Bukhari).

Untuk itu mulai saat ini coba untuk jauhi sikap menunda-nunda, terlebih
dalam hal menjalankan kewajiban beribadah. Karena dalam Alquran juga
disebutkan:

‫ت لِ ْل ُمتَّقِي َۙ˜َْۙن‬ ˜ُُۙ ْ‫ت َوااْل َر‬


ْ ‫ۙض اُ ِع َّد‬ ُ ْ‫ارع ُْٓو̃ا اِ ٰلى َم ْغفِ َر ٍة ِّم ْن َّربِّ ُك ْم َو َجنَّ ٍة َعر‬
ُ ‫ضهَا السَّمٰ ٰو‬ ِ ‫َو َس‬
“Bersegeralah kalian kepada ampunan Rabb kalian dan kepada surga yang
seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa” (Ali
Imran : 133).

7. Rutin melakukan evaluasi

“Orang yang berakal dan dapat mengendalikannya, seharusnya memiliki


empat waktu: pertama, waktu untuk bermunajat kepada Allah; Waktu untuk
mengintrospeksi diri; ketiga waktu untuk memikirkan ciptaan Allah; keempat
waktu untuk memenuhi kebutuhan jasmani dari minuman dan makanan.” (HR.
Ibnu Hibban).

Evaluasi disini artinya meneliti dan melihat kembali apa yang telah sudah
kita lakukan sebelumnya, serta mencermat segala kekurangan dan kelemahan
yang ada ddalam diri kita sendiri. Tanpa melakukan evaluasi, kita tidak akan
pernah menyadari kelemahan dan kekurangan pada diri kita, dan akibatnya
kita akan terus melangkah dengan kesalahan yang sama.

2.2.8 Munazhzhamun fi Syu’unihi (Well Organized)

Teratur dalam suatu urusan (munzhzhamun fi syuunihi) termasuk


kepribadian seorang muslim yang ditekankan oleh Al-Qur’an maupun sunnah.

15
Oleh karena itu dalam hukum Islam, baik yang terkait dengan masalah ubudiyah
maupun muamalah harus diselesaikan dan dilaksanakan dengan baik. Ketika suatu
urusan ditangani secara bersama-sama, maka diharuskan bekerjasama dengan baik
sehingga Allah menjadi cinta kepadanya.

Dengan kata lain, suatu urusan dikerjakan secara profesional, sehingga


apapun yang dikerjakannya, profesionalisme selalu mendapat perhatian darinya.
Bersungguh-sungguh, bersemangat dan berkorban, adanya kontinyuitas dan
berbasis ilmu pengetahuan merupakan diantara yang mendapat perhatian secara
serius dalam menunaikan tugas-tugasnya.

Sebagai mana dalam firman Allah Subbhanahu Wa Ta’ala

ٌ َ‫صفًّا َكاَنَّهُ ْم بُ ْني‬ ‫هّٰللا‬


ٌ‫ان َّمرْ صُوْ ص‬ َ ‫اِ َّن َ ي ُِحبُّ الَّ ِذ ْينَ يُقَاتِلُوْ نَ فِ ْي َسبِ ْيلِ ٖه‬

“Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang di jalan-Nya dalam


barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti bangunan yang tersusun kokoh.”
(Q.S. Ash-Shaff: 4)
Aplikasi dari munzhzhamun fi syuunihi yang dapat diperaktikkan dalam
kehidupan sehari-hari, antara lain:

1. Shalat sebagai penata waktunya;


2. Teratur di dalam rumah dan kerjanya;
3. Merapikan ide-ide dan pikiran-pikirannya;
4. Disiplin dalam bekerja;
5. Memberitahukan gurunya problematika yang muncul

Peradaran itu mempunyai masa waktu yang tepat sehingga tidak terjadi
perbenturan satu sama lain.Keteraturan ciptaan Allah ini adalah implementasi dari
ketundukkan dan kepatuhannya kepada sang pencipta yakni Allah SWT. Dan
Ketundukan dan kepatuhan ini diciptakan Allah hanya untuk manusia, sshingga
kesimpulan akhirnya adalah kepatuhan melahirkan keteraturan.

2.2.9 Qodirun ‘alal Kasbi (Independent)

16
Memiliki kemampuan usaha sendiri atau yang juga disebut dengan mandiri
(qodirun alal kasbi) merupakan ciri lain yang harus ada pada seorang muslim. Ini
merupakan sesuatu yang amat diperlukan. Mempertahankan kebenaran dan
berjuang menegakkannya baru bisa dilaksanakan manakala seseorang memiliki
kemandirian, terutama dari segi ekonomi. Tak sedikit seseorang mengorbankan
prinsip yang telah dianutnya karena tidak memiliki kemandirian dari segi
ekonomi. Karena itu pribadi muslim tidaklah mesti miskin, seorang muslim boleh
saja kaya raya bahkan memang harus kaya agar dia bisa menunaikan haji dan
umroh, zakat, infaq, shadaqah, dan mempersiapkan masa depan yang baik. Oleh
karena itu perintah mencari nafkah amat banyak di dalam Al-Qur’an maupun
hadits dan hal itu memilik keutamaan yang sangat tinggi.
Dalam kaitan menciptakan kemandirian inilah seorang muslim amat
dituntut memiliki keahlian apa saja yang baik, agar dengan keahliannya itu
menjadi sebab baginya mendapat rizki dari Allah Swt, karena rizki yang telah
Allah sediakan harus diambil dan mengambilnya memerlukan skill atau
ketrampilan.
Aplikasi dari qodirun alal kasbi yang dapat diperaktikkan dalam
kehidupan sehari-hari, antara lain:

1. Bekerja dan berpenghasilan;


2. Tidak berambisi menjadi pegawai negeri;
3. Mengutamakan spesialisasi langka yang penting dan dinamis;
4. Berusaha memiliki spesialisasi;
5. Ekonomis dalam nafkah ;
6. Mengutamakan produk umat Islam;
7. Tidak membelanjakan harta kepada non muslim;
8. Bersemangat untuk memperbaiki kualitas produk dengan harga sesuai

Ajaran islam menaruh perhatian terhadap pembinaan generasi muda. Nabi


Muhammad SAW misalnya mengingatkan dalam sabdanya sebagai berikut:

“Aku wasiat-amanatkan kepadamu terhadap pemuda-pemuda (angkatan muda)


supaya bersikap baik terhadap mereka. Sesungguhnya hati dan jiwa mereka sangat

17
halus. Maka sesungguhnya Tuhan mengutus aku membawa berita gembira, dan
membawa peringatan. Angkatan mudalah yang menyambut dan menyokong aku,
sedangkan angkatan tua menentang dan memusuhi aku. Lalu Nabi membaca ayat
Tuhan yang berbunyi: “Maka sudah terlalu lama waktu (hidup) yang mereka
lewati, sehingga hati mereka menjadi beku dan kasar”.

Hadits tersebut paling kurang mengisyaratkan dua hal. Pertama, peringatan


kepada angkatan muda sekarang agar bersikap baik terhadap pemuda-pemuda.
Karena merekalah yang memegang zaman yang akan datang bagi bangsa dan
negara. Kedua, pengakuan bahwa angkatan muda memiliki hak partisipasi
membentuk zaman sekarang dan yang akan datang. Merekalah yang menyambut
dan menyongsong kerasulan Nabi Muhammad SAW. Dalam menyambut
perubahan yang dilakukan Nabi, pemudalah yang cepat tangkas membantunya,
sedangkan golongan tua karena ikatan tradisi yang sudah karatan enggan
menyokongnya, bahkan bersikap menolaknya.

2.2.10 Naafi’un Lighoirihi (Giving Contribution)

Bermanfaat bagi orang lain (nafi’un lighoirihi) merupakan sebuah tuntutan


kepada setiap muslim. Manfaat yang dimaksud tentu saja manfaat yang baik
sehingga dimanapun dia berada, orang disekitarnya merasakan keberadaannya
karena bermanfaat besar. Maka jangan sampai seorang muslim adanya tidak
menggenapkan dan tidak adanya tirák mengganjilkan. Ini berarti setiap muslim itu
harus selalu berpikir, mempersiapkan dirinya dan berupaya semaksimal untuk bisa
bermanfaat dalam hal-hal tertentu.

Rasulullah saw bersabda yang artinya: sebaik-baik manusia adalah yang


paling bermanfaat bagi orang lain (HR. Qudhy dari Jabir).
Aplikasi dari nafi’un lighoirihi yang dapat diperaktikkan dalam kehidupan
sehari-hari, antara lain:

1. Komitmen dengan adab Islam di dalam rumah;


2. Melaksanakan hak-hak pasangannya (suami atau istri);
3. Membantu istrinya;

18
4. Melaksanakan hak-ahak anak;
5. Memberi hadiah kepada tetangga;
6. Memberikan pelayanan umum karena Allah swt;
7. Memberikan sesuatu dari yang dimiliki;
8. Mendekati orang lain;
9. Mendorong orang lain berbuat baik;
10. Membantu yang membutuhkan;
11. Membantu yang kesulitan;
12. Membantu yang terkena musibah;
13. Menolong yang terzhalimi;
14. Berusaha memenuhi hajat orang lain
15. Bersemangat menda’wahi istrinya, anak-anaknya, dan kerabatnya
16. Memberi makan orang lain;
17. Mendo’akan yang bersin.

Rasulullah saw kepada umatnya. Sabda beliau yang artinya: “Sebaik-baik manusia
adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.” (Hadits Riwayat ath-Thabrani,
Al-Mu’jam al-Ausath, juz VII, hal. 58, dari Jabir bin Abdullah r.a.. Dishahihkan
Muhammad Nashiruddin al-Albani dalam kitab: As-Silsilah Ash-Shahîhah)

Menjadi pribadi yang bermanfaat adalah salah satu karakter yang harus
dimiliki oleh seorang Muslim. Seorang Muslim lebih diperintahkan untuk
memberikan manfaat bagi orang lain, bukan hanya mencari manfaat dari orang
atau memanfaatkan orang lain. Ini adalah bagian dari implementasi konsep Islam
yang penuh cinta, yaitu memberi.

Selain itu, manfaat kita memberikan manfaatkan kepada orang lain,


semuanya akan kembali untuk kebaikan diri kita sendiri. Sebagaimana firman
Allah yang artinya:

“Jika kalian berbuat baik, sesungguhnya kalian berbuat baik bagi diri kalian
sendiri …” (QS al-Isrâ/ 17: 7),

19
2.2 Tokoh Nasional Professional Muslim

2.2.1 Buya Hamka

Prof. DR. H. Abdul Malik Karim Amrullah adalah seorang ulama dan
sastrawan Indonesia. Buya Hamka lahir pada 17 Februari 1908 atau 14 Muharram
1326 beliau merupakan keturunan ulama ketermuka pada masanya, yaitu Haji
Abdul Karim Amrullah. Sementara ibunya bernama Siti Shofiyah Tanjung binti
Haji Zakariya. Saat masih kecil, beliau kerap dipanggil dengan nama Malik.
Beliau dikenal sebagai tokoh Masyumi dan ulama Muhammadiyah. Sepanjang
hidupnya, Buya Hamka dikenal sebagai sosok ulama besar yang gigih membela
Islam dan sangat tegas dalam hal akidah. Beliau merupakan anggota SI pimpinan
HOS. Tjokroaminoto. Selain itu, beliau juga bergabung menjadi anggota
Persyarikatan Muhammadiyah.

Buya Hamka pernah menjabat sebagai ketua MUI, hingga pada Mei 1981.
Pada akhirnya, Ia mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Ketua MUI. Hal
yang melatarbelakangi Buya Hamka mengundurkan diri ialah saat mengeluarkan
fatwa haram umat Islam mendatangi perayaan hari Natal. Namun fatwa yang
beliau keluarkan ditentang oleh pemerintah dan MUI diminta untuk mencabut
fatwa tersebut.

Buya Hamka ialah seorang sastrawan yang sangat aktif. Beliau telah
menghasilkan banyak karya yang sangat luar biasa. menurut Prof. Andries Teeuw,
pengamat sastra Indonesia, Buya Hamka adalah penulis yang karyanya banyak
tentang agama Islam. Terdapat tiga karya yang wajib dibaca. Antara lain ada tiga
karya yang amat penting untuk dibaca. Karya tersebut ialah, Lembaga Hidup,
Tasawuf Modern, dan Falsafah Hidup. Bahkan tiga karya tersebut masih cetak
ulang hingga saat ini. Puncak karya Buya Hamka yaitu Tafsir Al-Azhar.

Salah satu karya dari Buya Hamka mengenai kepribadian yang berjudul
Pribadi Hebat, memberikan konsep tentang cara memunculkan karakter pribadi,
menyeimbangkan kekuatan lahir dan batin, dijelaskan pula kekuatan hubungan
seseorang dengan Sang Pencipta dalam pembentukan pribadi diri, dan hubungan
individu dengan bangsa.

20
Setiap manusia memiliki potensi yang tertanam dalam dirinya. Potensi
tersebut harus dibina dan bahkan dikembangkan agar menjadi pribadi yang lebih
baik dan hebat. Dengan potensi-potensi yang luar biasa pada setiap manusia, maka
akan melahirkan kepribadian bangsa yang lebih baik dan hal itu akan berpengaruh
kepada kepribadian setiap masyarakat.

Dalam buku yang berjudul Pribadi Hebat, dijelaskan bagaimana caranya


menjadi sosok manusia yang hebat dengan dapat melakukan jati diri berdasarkan
tuntunan dari Al-Quran atau ajaran Islam. Di buku keempat seri Mutiara Falsafah
Buya Hamka ini, Buya Hamka menguraikan beragam budi yang harus diketahui
dan diamalkan oleh setiap manusia, khususnya umat Islam. Misalnya, dalam budi
seorang saudagar. Buku ini mengurai budi lainnya yang didasarkan atas Alquran
sehingga kita dapat mencari jati diri kita sebagai umat Muhammad.

Menurut Prof. Dr. Hamka mendefinisikan pribadi yaitu kumpulan sifat


akal budi, kemauan, cita-cita, dan bentuk tubuh. Tinggi rendahnya pribadi
seseorang adalah karena usaha hidupnya, caranya berpikir, tepatnya berhitung,
jauhnya memandang, dan kuatnya semangat diri sendiri.

Aplikasi yang dapat diterapkan dalam menumbuhkan jati diri profesional


muslim yaitu:

1. Mengajarkan anak membaca Al-Quran.


Dalam Al-Quran terdapat ilmu-ilmu yang yang penting. Anak diharapkan
dapat mengambil nilai-nilai yang terdapat dalam Al-Quran dan bahkan bisa
mengimplementasikan nilai-nilai positif tersebut dalam kehidupan.
2. Mengajarkan anak untuk sholat tepat waktu.

Dengan mengajari anak untuk sholat tepat waktu dapat melatih


kedisiplinan anak, bila kita mulai dari disiplin sholat maka kita akan terbiasa
melakukan disiplin dalam kegiatan yang lainnya.

3. Mengajarkan anak untuk bersabar dan ridho.

Dengan melatih anak bersikap sabar dan ridho, akan menumbuhkan sikap
legowo (lapang dada) ketika menghadapi suatu permasalahan dan lebih
menerima. Entah itu karena kemampuan orangtua yang kurang secara

21
ekonomi, atau bersabar dalam banyaknya pekerjaan dan tugas yang harus
diemban, bersabar dalam kondisi dan situasi yang sulit, bersabar menghadapi
teman yang sering membuat masalah.

4. Mengajarkan kepada anak tentang arti penting mencintai Allah dan


Rasulullah di atas cinta kepada yang lain.

Sejak dini orangtua juga harus mengajarkan dan membiasakan kepada


anak karakter-karakter utama seperti sabar, qanaah, syukur, ikhlak, ridha,
ikhtiar, dan tawakal kepada Allah.

5. Melatih anak untuk senang bersedekah kepada fakir miskin, terutama


dengan hartanya sendiri, meskipun sekadarnya saja. Ini penting dilakukan
untuk mewujudkan sifat dermawan sejak dini pada diri anak.

2.2.2 BJ. Habibie

BJ. Habibie atau Bacharuddin Jusuf Habibie lahir di Pare-pare (Sulawesi


Selatan) pada tanggal 25 Juni 1936 anak ke-4 dari delapan putra dan putri dari
keluarga Alwi Abdul Djalil Habibie dan R.A. Tuti Marini Puspawordoyo.
Meskipun BJ. Habibie lahir di Sulawesi Selatan, orang tua BJ Habibie tidak
datang dari daerah ini. Ayahnya adalah seorang petani dari Gorontalo dan ibunya
adalah seorang bangsawan Jawa dari Yogyakarta, yang bertemu ketika keduanya
belajar di Bogor. Ayahnya adalah keturunan migran Bugis ke Gorontalo yang
dipekerjakan oleh penguasa lokal sebagai tentara untuk melindungi pantai dari
bajak laut Gorontalo Maguindanao.

Ia hanya kuliah selama satu tahun di Institut Teknologi Bandung (ITB),


karena pada tahun 1955 ia dikirim oleh ibunya untuk belajar di Rhenisch
Wesfalische Tehnische Hochscule, Aachen, Jerman. Setelah lima tahun masa
study, Habibie memperoleh gelar Diplom-Ingenieur atau Diploma Teknik dengan
predikat summa cum laude dan setara dengan gelar master atau S2 di negara-
negara lain. Pada tahun 1962, Habibie menikah dengan Ibu Hasri Ainun Besari
yang merupakan teman sekolahnya semasa SMA dan melanjutkan study hingga
S3. Tahun 1965, Habibie memperoleh gelar doktoralnya Doktor Ingenieur

22
(Doktor Teknik) dengan membiayai kuliah dan rumah tangganya sendiri di
Jerman.

Ia kemudian bekerja di Messerchmitt-Bölkow-Blohm di Hamburg pada


1965-1969 sebagai Kepala Penelitian dan Pengembangan pada Analisis Struktur
Pesawat Terbang dan Kepala Divisi Metode dan Teknologi pada industri pesawat
terbang komersial dan militer di MBB. Ketika bekerja, Habibie melakukan
banyak tugas riset, menghasilkan teori tentang termodinamika, konstruksi, dan
aerodinamika, yang dikenal sebagai Faktor Habibie, Habibie Teorema, dan
Metode Habibie.

Pada tahun 1974 BJ. Habibie kembali ke Indonesia dan memulai karirnya
sebagai penasihat pemerintah bidang teknologi tinggi pesawat terbang dan
teknologi tinggi yang bertanggung jawab langsung kepada presiden Republik
Indonesia.

Habibie sangat terkenal sebagai tokoh yang sangat jenius. Inilah beberapa
bukti ke jeniusannya atau pencapaiannya :

1. Dapat membuat pesawat terbang

Dia pernah mendapatkan kepercayaan yang sangat bergengsi, yaitu


mendesain sebuah pesawat utuh. Satu diantara buah karyanya adalah prototipe
DO-31, pesawat baling-baling tetap pertama yang mampu tinggal landas dan
mendaratsecara vertikal, yang dikembangkan HFB bersama industri Donier.

2. Pernah menjabat di MBB

Tahun 1969 Habibie dilirik oleh Messerschmitt Boelkow Blohm Gmbh


(MBB),industri pesawat terbesar yang bermarkas di Hamburg. tertinggi itu.

3. Mendapatkan penghargaan

Habibie menerima Award von Karman(1992) yang di bidang


kedirgantaraan boleh dibilang gengsinya hampir setara dengan Hadiah Nobel. Dan
dua tahun kemudian menerima penghargaan yakni Edward Warner Award. Beliau
juga mendapat gelar Doktor Kehormatan (Doctor of Honoris Causa) dari berbagai

23
Universitasterkemuka dunia, antara lain Cranfield Institute of Technology dan
ChungbukUniversity.

4. Menjadi Presiden RI yang ke-3

Masa jabatannya sebagai presiden hanya bertahan selama 512 hari. Meski
sangat singkat, kepemimpinan Presiden Habibie mampu membawa bangsa
Indonesia dari jurang kehancuran akibat krisis. Presiden Habibie berhasil
memimpin negara keluar dari dalam keadaan ultra-krisis, melaksanakan
transisidari negara otorian menjadi demokrasi.

5. Menjadi Bapak Teknologi Indonesia

Tanggal 26 April 1976, Habibie mendirikan PT. Industri Pesawat


Terbang Nurtanio dan menjadi industri pesawat terbang pertama di Kawasan AsiaTenggara

B.J. Habibie juga seorang individu dengan nilai-nilai keteladanan yang pantas
untuk diteladani :

1. Disiplin bagi waktu

Dalam dua puluh empat jam, pria yang akrab dipanggil Eyang ini konsisten
membagi waktunya untuk ibadah, olahraga, aktivitas pribadi, atau berbincang
dengan para tamunya. Namun dari semuanya, ia paling banyak menghabiskan
waktu untuk membaca dan menulis. Total ia mengalokasikan waktu tujuh jam
untuk kedua aktivitas tersebut.

2. Rasa ingin tahu

Dalam banyak kesempatan, B.J. Habibie mengaku sebagai orang dengan rasa
ingin tahu sangat tinggi. Panca inderanya aktif menangkap segala hal yang ada di
sekelilingnya dan berusaha menganalisa. Dirinya tak pernah berhenti berpikir.

Untuk memuaskan rasa ingin tahunya maka ia banyak membaca buku saat
malam hari. Hal ini berhubungan dengan kebiasaannya yang hanya tidur dalam
waktu cukup singkat, hanya lima jam.

24
3. Penuh pengabdian

Nama B.J. Habibie sangat dipandang di dunia Iptek internasional. Dirinya


bahkan sempat menjabat sebagai direktur perusahaan pesawat di Jerman. Namun,
ketika panggilan untuk menjadi Presiden RI datang, ia tanpa ragu memutuskan
pulang ke Tanah Air.

Alasan yang mendorongnya ialah, tawaran tersebut merupakan kesempatan


memberikan segala ilmunya untuk kemajuan bangsa.

4. Peduli keluarga

Sudah bukan rahasia lagi bahwa B.J. Habibie adalah sosok yang sangat
mencintai mendiang istrinya, Hasri Ainun Besari. Bahkan, kisahnya pernah
diangkat menjadi film layar lebar. Hal ini bisa dijadikan contoh bahwa sudah
sepatutnya kita membagi waktu seimbang untuk pekerjaan dan keluarga.

2.2.3 Mohammad Natsir

Mohammad Natsir dilahirkan pada hari Jum’at tanggal 17 Jumadil


Akhir 1326 H. yang bertepatan dengan tanggal 17 Juli 1908 M. di kampung
Jembatan, Berukir Alahan Panjang yang termasuk wilayah Kecamatan Lembah
Gumanti, Kabupaten Solok, Provinsi Sumatra Barat. Ayahnya bernama Idris
Sutan Saripado sebagai seorang juru tulis kontrolir di Maninjau yang kemudian
menjadi sipir atau penjaga tahanan di Bekeru Sulawesi Selatan. Sedangkan
Ibunya bernama Khadijah sebagai keturunan Chaniago.
M. Natsir mempunyai tiga saudara, yaitu Yukiman, Rubiah, dan
Yohanusun. Di tempat kelahiranya itu, ia hidup bersama saudaranya dan kedua
orang tuanya. Bahkan sebagai sosialisasi keagamaan dan intelektualnya selama
sebelas tahun, sejak tahun 1916 hingga 1927, baik di Alahan Panjang maupun di
Padang.
Pada masa kecilnya, Natsir mengenyam pendi dikan di Sekolah Rakyat
Maninjau selama dua tahun. Dia kemudian melanjutkan ke Hollandsch-
Inlandsche School (HIS) Adabiyyah di Padang. Ketika menimba ilmu di HIS,
pada waktu yang sama, ia juga belajar ilmu agama di Madrasah Diniah Solok

25
pada 1916 hingga 1923.
Kemudian pada tahun 1927 hijrah ke Bandung untuk mengembangkan
keagaman dan keintelektualnya, sehingga pada tahun 1934 bertemu judoh
dengan seorang wanita yang bernama Nurnahar yang akhirnya menjadi istrinya
sebagai pendamping hidup M. Natsir pada tanggal 20 Oktober 1934 di Bandung.
Dengan pernikahan ini, M. Natsir mendapat gelar Datuk Sinaro Panjang sebagai
adat Minangkabau bahwa gelar tersebut, diberikan setelah menikah.
Dalam dunia pendidikan, Natsir sempat mendirikan Pendidikan Islam
(Pendis) di Bandung, Jawa Barat. Pendis merupakan sebuah pendidikan Islam
modern bercorak agama. Di Pendis, Natsir menjadi direktur selama 10 tahun
terhitung sejak 1932.
M. Natsir telah banyak mendapatkan penghargaan beberapa diantaranya :
1. Bulan Januari 1957 menerima bintang Nicham Istikhar [Grand Gordon]
dari Presiden Tunisia, Lamine Bay.
2. Bulan Maret 1977 dari Komunitas Dunia Muslim mendapat gelar Prince
D’Islam [Pangeran Islam] atas kontribusinya dalam memerangi
kelaparan dan ketidakpedulian yang terjadi di dunia tanpa membeda-
bedakan.
3. Bulan Febuari 1980 menerima penghargaan internasional (Jaa- izatul
Malik Faisal al-Alamiyah) dari lembaga Hadiah Internasioanal Malik
Faisal di Saudi Arabia, atas jasa-jasanya di bidang pengkhidmatan kepada
Islam untuk th.1400 H.
4. Tanggal 6 November 1998 menerima Bintang Republik Indonesia Adi
Pradana dari Pemerintah Republik Indonesia.
5. Tanggal 26 Mei 2005 menerima penghargaan dari Dewan Masjid Award
sebagai Tokoh Manajemen Mesjid Indonesia.
Dengan begitu banyak penghargaan M. Natsir bukan untuk dirinya
sendiri, melainkan untuk kemajuan dan kebesaran bangsa Indoensia. Bahkan
kehidupan Beliau sebagai putra Indoensia yang sangat sederhana dan persahaja.
Setelah wafatnya M. Natsir dari berbagai pandangan tokoh, menunjukkan
bahwa M. Natsir memang tokoh yang sangat dikagumi baik oleh lawan maupun
kawan atas keikhlasan, kejujuran, keterbukaan, persaudaraan, ketegasan, dan

26
komitmen untuk kedamaian dan kesatuan bangsa Indoensia, serta teguh
memegang risalah dakwah hingga akhir hayatnya.
Dalam dunia politik, Natsir dikenal sebagai tokoh yang menghendaki
Islam sebagai landasan atau ideologi negara.  Dalam sebuah jurnal berjudul
Pandangan Mohammad Natsir Mengenai Islam Sebagai Ideologi Negara yang
dipublikasikan Univer sitas Sumatra Utara (USU).
Menurut jurnal yang diterbitkan USU, Natsir dinilai telah melampaui
pemikiran Maududi atau Ibnu Khaldun yang melihat sistem pemerintahan Nabi
Muhammad SAW dan empat khalifah setelahnya sebagai satu-satunya alternatif
sistem pemerintahan negara Islam.

Pemikiran dan Karya Ilmiah M. Natsir


Pemikiran M. Natsir yang mendunia tidak lepas dari kehidupan
keagamaan dan keintelaktualnya pada masa mudanya dan masa dewasanya, baik
pada masa di Padang maupun di Bandung. Karena menurut M. Dzulfikriddin
bahwa ada dua hal yang menjadi latar belakang pemikiran dan aktivitas M. Natsir,
yakni guru-gurunya, serta polimek masalah keagamaan dan kebangsaan.
Pemikiran M. Natsir terlihat dalam karya-karya tulisnya, baik dalam
bidang keislaman, kedakwaan, kependidikan, kenegaraan, kepolitikan, maupun
dalam segala aspeknya.
Di antara karya-karya ilmiah M. Natsir beberapa diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Karya ilmiah yang bekenaan dengan keislaman.
[1] Islam Sebagai Ideologi [Jakarta: Pustaka Aida, 1951]
[2] Islam dan Akal Merdeka [Jakarta: Bulan Bintang, 1969]
[3] Islam dan Kristen di Indonesia [Jakarta: bulan Bintang, 1969]
2. Karya Ilmiah yang berkenaan dengan kedakwahan
[1] Fiqhud Dakwah [Solo: Ramadhani, 1965]
[2] Dakwah dan Pembangunan [Jakarta: Media Dakwah, th.]
[3] Mencari Modus Vivindi Antara Umat Beragama di Indonesia [Jakarta: Media
Dakwah, 1983]
3. Karya Ilmiah yang berkenaan dengan politik:

27
[1] Demokrasi di Bawah Hukum [Jakarta: Media Dakwah, 1986]
[2] Agama dan Negara dalam Perspektif Islam [Jakarta: Media Dakwah, 2001]
[3] Indonesia di Persimpangan Jalan [Jakarta: t.p, 1984]
4. Karya Ilmiah yang berkenaan dengan berbagai aspeknya
[1] Kapita Selekta I [Jakarta: Bulan Bintang, 1954]
[2] Kapita Selekta II [Jakarta: Pustaka Pendis, 1957]

28
BAB III

KESIMPULAN

Jati diri adalah keadaan khusus seseorang atau ciri khas yang menjadi
pembeda individu dengan individu lainnya. Dapat pula berarti identitas, inti, jiwa,
semangat, dan daya gerak dari dalam atau spiritualitas. Sedangkan untuk Jati diri
muslim, adalah nilai-nilai yang hidup dalam diri seorang muslim. Nilai-nilai ini
akan membentuk identitas diri seorang muslim, sekaligus akan menjadi ciri beda
dengan ummat lainnya.

Untuk menjadi seseorang yang memiliki jati diri professional muslim


maka harus didasari dengan sifat atau karakter yang baik dan sesuai dengan
syariat. Sifat dan karakter tersebut disebut dengan Muwashofat. Ada 10
muwashofat yang menjadi acuan seorang muslim untuk bisa menjadi pribadi yang
memiliki jati diri professional muslim diantaranya Salimul Aqidah, Shahihul
Ibadah, Matinul Khuluq, Qowiyyul Jismi, Mutsaqqoful Fikri, Mujahadatun
Linafsihi, Harishun ‘ala Waqtihi, Munazhzhamun fi Syu’unihi, Qodirun ‘alal
Kasbi, dan Naafi’un Lighoirihi.

Ada beberapa tokoh Nasional yang telah mengimplementasikan jati diri


professional muslim semasa hidupnya diantaranya Buya Hamka, BJ. Habibie, dan
M. Natsir. Para tokoh tersebut menjalankan hidupnya dengan sangat teratur dan
sesuai dengan syariat islam. Para tokoh pun memiliki banyak prestasi maupun
penghargaan sehingga para tokoh tersebut menjadi contoh teladan untuk semua
muslim khususnya di Indonesia dan umumnya di seluruh dunia.

29
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad. (n.d.). Biografi BJ Habibie, Bapak Teknologi Indonesia yang Visione.


Retrieved from GramediaBlog:
https://www.gramedia.com/literasi/biografi-bj-habibie/

Arifin, M. (2013, 04 13). 10 Muwashofat seorang muslim. Retrieved from


profnuklirindo: https://blogs.itb.ac.id/profnuklirindo/2013/04/13/10-
muwashofat-seorang-muslim/

DIplomat, W. (2019, 02 19). Mempelajari Nilai-nilai Keteladanan B.J. Habibie.


Retrieved from diplomatsukses:
https://www.diplomatsukses.com/mempelajari-nilai-nilai-keteladanan-bj-
habibie

Najla, M. F. (n.d.). Konsep Kepribadian Muslim. Retrieved from


repository.iainpurwokerto:
http://repository.iainpurwokerto.ac.id/7064/2/MEINAR%20FARAHDINA
%20NAJLA%20_KONSEP%20KEPRIBADIAN%20MUSLIM.pdf

Republika. (2016, 02 26). Menemukan Jati Diri Melalui Budi Al-quran .


Retrieved from https://www.republika.co.id/berita/o34z498/menemukan-
jati-diri-melalui-budi-alquran

Setyawan, D. (n.d.). Jati Diri Seorang Muslim . Retrieved from scribd:


https://www.scribd.com/doc/170860400/Jati-Diri-Seorang-Muslim

Yudi. (2019, 12 2). Shibghatallah: Jatidiri Terbaik Seorang Muslim. Retrieved


from daaruttauhiid.org: https://www.daaruttauhiid.org/shibghatallah-
jatidiri-terbaik-seorang-muslim/

M. Dzulfikriddin, Mohammad Natsir Dalam Sejarah Politik Indonesia,


{Bandung: Miza, 2010},

30
Natsir Dakwah dan Pemikirannya, {Jakarta: Gema Insani Press, 1999},
cet. 1, hlm. 21-22

31

Anda mungkin juga menyukai