PERSAMAAN KEADAAN
2.1 Pendahuluan
Hubungan variabel keadaan P, V, T dari suatu zat dipengaruhi oleh sifat
zat itu sendiri. P, V, T disebut variabel keadaan oleh karena dapat diukur secara
langsung. Dalam termodinamika gas yang dipergunakan sebagai benda kerja
(working substance) umumnya semuanya dianggap bersifat sebagai gas ideal. Hal
ini disebabkan karena sifat-sifat dari gas ideal hanya berbeda sedikit dari sifat-
sifat gas yang sesungguhnya.
F(P, V, T, m) = 0
Bila persamaan di atas volume V diganti dengan volume jenis v dimana v = V/m
maka persamaan keadaan zat hanya tergantung pada sifat zat itu sendiri. Bentuk
persamaan keadaan menjadi:
F(P, V, T) = 0
Untuk zat-zat yang berbeda sifatnya akan terdapat persamaan keadaan yang
berbeda.
P1 1
0
V2 V1 V
2 1
Gambar 2.1 Diagram P-V pada proses isotermal
Pada Gambar 2.1 adalah proses isotermal, dimana gas dimasukan kedalam
silinder torak. Keadaan gas akan dirubah dari keadaan 1 ke keadaan 2 dengan
menekan torak. Suhu gas dijaga konstan dengan jaln mendinginkan dan
memanaskan silinder. Persamaan gas ideal dalam hal ini untuk temperatur T
= konstan, menjadi:
PV = RT = konstan
Untuk keadaan 1 dan 2 dapat ditulis hubungan:
P1.V1 = P2.V2
Atau
P1 V2
=
P2 V1
Hubungan tekanan P dengan volume V dikenal dengan hukum Boyle-
Mariotte yaitu persamaan hyperbola sama sisi dalam koordinat (P, V). Proses
isotermal terdapat pada kompresor dan sebagainya.
P2 2
P1 1
0
V = konstan V
Gambar 2.1 Diagram P-V Pada Proses Isometric
Pada gambar 2.2 keadaan gas dirubah dari keadaan 1 ke keadaan 2 dengan
memanaskan silinder, sedang torak ditahan supaya jangan bergerak sehingga
volume gas dalam silinder tetap konstan. Tekanan gas dalam silinder akan
bertambah. Persamaan gas ideal dalam hal ini untuk volume V = konstan,
menjadi:
R
P= .T = konstan
V
Untuk keadaan 1 dan 2 dapat ditulis hubungan:
P1 P2
=
T1 T2
Pada gambar 2.2, proses isometrik dilukiskan oleh garis lurus yang paralel
dengan sumbu P. Dalam diagram P-T, persamaan garis lurus melalui titik
0 (0,0), dimana tekanan P adalah fungsi linier dari temperatur T. Proses
isometrik terdapat pada motor bensin dan sebagainya.
P
1 2
P1 = P2
0
V1 V
V2
Gambar 2.3 Diagram P-V pada Proses Isobaric
Pada Gambar 2.3, keadaan gas dirubah dari keadaan 1 ke keadaan 2 dengan
memanaskan silinder, sedang torak dibuat bebas bergerak sehingga tekanan gas
dalam silinder tetap konstan. Persamaan gas ideal dalam hal ini untuk tekanan
P = konstan, menjadi:
R
V= . T = konstan
P
Untuk keadaan 1 dan 2 dapat ditulis:
V1 V2 V1 T1
= atau =
T1 T2 V2 T2
Diagram P-V
Diagram P-T
Diagram V-T
2.6 Faktor Kompresibilitas (Z)
Banyak hubungan PVT untuk gas yang sifatnya tidak mendekati keadaan
ideal (disebut dengan gas tak ideal). Semakin rumit hubungan PVT tersebut,
umumnya akan memberikan hasil yang cukup memuaskan. Salah satu hubungan
yang tidak terlalu rumit untuk gas tak ideal adalah dengan menambahkan faktor
kompresibilitas (Z) pada persamaan gas ideal. Hubungan PVT untuk gas tak ideal
tersebut adalah:
PV = ZnRT atau PV = ZRT
Pada keadaan sebenarnya, tidak ada gas yang menyerupai keadaan ini,
tetapi untuk kebanyakan hal terutama pada P = 0 (kecil), pendekatan ini seringkali
diambil untuk menyatakan hubungan P, V, dan T. Persamaan keadaan yang lain
dari gas dinyatakan dengan
PV/RT = Z
dimana : Z = faktor kompresibilitas
Harga Z mendekati 1 untuk semua garis isotermal dengan P 0, dan
harga Z > 1 pada tekanan yang tinggi untuk semua isotermal dan Z < 1 pada
daerah sekitar titik kritik (0,29). Hubungan antara besaran reduced dan besaran
kritis dinyatakan oleh persamaan-persamaan berikut:
Tekanan reduced : Pr = P/Pc
Temperatur reduced : Tr = T/Tc
Specific volume reduced : Vr = V/Vc
Faktor kompresibilitas untuk gas ideal, (Z = 1). Harga Z dapat ditentukan dari
fungsi keadaan bersesuaian yang diberikan dalam bentuk grafik atau
compressibility chart (Lampiran L.1 dan L.2 ). Dari grafik harga Z dapat
diketahui yang merupakan fungsi dari Pr dan Tr.
Tekanan tereduksi adalah tekanan gas dibagi dengan tekanan kritisnya (Pc).
Demikian pula, Temperatrur tereduksi adalah temperatur gas dibagi dengan
temperatur kritisnya (Tc), maka:
Tr = T/Tc
Pr = P/Pc
Penyelesaian:
Dari data gas inlet dapat dihitung tekanan kritis dan temperatur kritis yang
ditunjukan pada tabel 2.1.
Tabel 2.2 Data Hasil Perhitungan Tekanan Kritis dan Temperatur Kritis
- Tekanan ( psia ) = Pg + Po
14,22 psia
P = 37,65 kg/cm2 x
1kg / cm 2
= 535,83 psia + 14,7 Psi
= 550,53 psia
- Temperatur ( Ra )
1.8 491.67 Ra
T = -36.8 oC x
1o C
= 425.43 Ra
Berdasarkan data diatas dapat dihitung nilai Tr dan Pr
T 425.43Ra
Tr = 1.17
Tc 363.50 Ra
P 550.53 psia
Pr = 0.82
Pc' 668.79 psia
= 2,70 lb/ft3
= 2,70 lb/ft3 x (16,018 kg/m3)/1 lb/ft3
= 43,25 kg/m3
Penyelesaian:
RTc
𝑏 =
8 Pc
(0,73)(191 x 1,8)
=
(8)(45,83)
0,4278 R2 Tc2,5
a=
Pc
0,0867 R Tc
b=
Pc
2) Persamaan Benedic-Webb-Rubin
RT Bo RT – Ao – Co/T2 bRT − a αa
P= + + + 6
V V2 V3 V
c γ
= (1 + 𝛾/𝑉 2 )exp −
V3 T2 V2
Dimana :
A = Ao (1 - a/V)
B = Bo (1 - b/V)
e = C/VT2
2.7 Latihan
1. Komposisi gas outlet pada sebuah proses pencairan gas alam adalah sebagai
berikut: (38,75 kg/cm2, -41,270C)
No Komponen Persentase
1 N2 1,09
2 CH4 91,86
3 C2H6 3,28
4 C3H8 1,69
5 iC4H10 0,67
6 nC4H10 0,88
7 iC5H12 0,42
8 nC5H12 0,09
9 C6H14 0,03
Total 100
Hitunglah :
a. Faktor kompresibilitas
b. densitas campuran gas outlet
2. Satu lb mol gas etana (C2 H6) pada 125 0F dan 500 atm akan disimpan di
dalam suatu bejana. Berapakah volume bejana yang diperlukan. Gunakan
metode berikut:
a. Hukum gas ideal
b. Persamaan Van Der Waals
c. Menggunakan compresibility Chart
3. Gas dari hasil refinery petrolium terukur pada 300 psi dan 150 OF. Dari hasil
pembacaan rata-rata laju 2000 ft3/hari dan dari hasil analisa memberikan data
sebagai berikut:
No Gas Persen mol
1 Metana 45
2 Etana 20
3 Etilena 25
4 Propana 7
5 Propylena 8
6 Butana 5
Hitung: laju gas pada kondisi standar (60OF, 1 atm), gunakan metode berikut:
a. Ideal gas law
b. Dalton law
c. Amagat Law
d. Pseudocritical method