Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH AKHLAK

KEDUDUKAN AKHLAK DALAM ISLAM

Dosen Pengampu : Bambang Supradi, M.Pd.I

Disusun oleh:

Kelompok 10

Cinta Dwi Oly Khaisafa - 12060123504


Isna Fadhila Sanusi - 120601211864
Nur Adila Suhari - 12060120576

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM
RIAU
2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas berkat Rahmat
dan kasih sayang juga hidayahnya, kami dapat menyelesaikan penulisan makalah yang
berjudul “Kedudukan Akhlak Dalam Islam” ini guna memenuhi salah satu tugas Aqidah
Akhlak pada Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Sultan
Syarif Kasim Riau.

Kami berharap semoga makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan. Kami juga menyadari bahwa tugas makalah ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, kami terbuka adanya kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di
masa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat dipahami dan berguna bagi siapapun yang
membacanya, dan bermanfaat bagi kita semua. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan.

Semoga dengan selesainya makalah ini dapat menambah ilmu kita khususnya dalam
memahami kedudukan akhlak dalam islam.

Pekanbaru, Desember 2020

Kelompok 10

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.........................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah....................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Eksistensi Akhlak.....................................................................................3


2.2 Urgensi Akhlak Dalam Islam...................................................................5
2.3 Landasan Akhlak Dalam Islam................................................................6
2.4 Ciri-Ciri Akhlak Islam.............................................................................6
2.5 Sistem Penilaian Akhlak Dalam Islam.....................................................7
2.6 Risalah Rasulullah Untuk Menyempurnakan Akhlak..............................9
2.7 Problematika Akhlak di Era Globalisasi..................................................10

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan..............................................................................................13
3.2 Saran.........................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam ajaran Islam, Akhlak menempati kedudukan yang istimewa dan sangat
penting. Ajaran akhlak dalam Islam sesuai dengan fitrah manusia. Manusia akan
mendapatkan kebahagiaan yang hakiki, bukan semu bila mengikuti nilai- nilai kebaikan yang
diajarkan oleh Al-Qur’an dan sunnah. Akhlak Islam benar- benar memelihara eksistensi
manusia sebagai makhluk terhormat, sesuai dengan fitrahnya itu.

Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati tempat yang penting sekali,
baik secara individu maupun sebagai anggota masyarakat dan bangsa. Sebab jatuh dan
bangunnya, jaya dan hancurnya, serta sejahtera dan rusaknya suatu bangsa dan masyarakat,
tergantung kepada bagaimana akhlak bangsa itu. Apabila akhlaknya baik, akan sejahteralah
suatu bangsa. Namun jika akhlaknya buruk, maka rusaklah bangsa tersebut. Kejayaan
seseorang, masyarakat dan bangsa disebabkan akhlaknya yang baik. Dan jatuhnya nasib
seseorang, masyarakat dan bangsa adalah karena hilangnya akhlak yang baik. Akhlak bukan
hanya sekedar sopan santun, tata krama yang bersifat lahiriyah dari seseorang terhadap orang
lain, melainkan lebih dari itu. 1

Ajaran akhlak menemukan bentuknya yang sempurna pada agama Islam dengan titik
pangkalnya pada Tuhan dan akal manusia. Agama Islam pada intinya mengajak manusia agar
percaya kepada Tuhan dan mengakuinya bahwa Dialah Pencipta, Pemilik, Pemelihara,
Pelindung, Pemberi Rahmat, Pengasih dan Penyayang terhadap segala makhlukNya. Segala
apa yang ada di dunia ini, dari gejala-gejala yang bermacam-macam dan segala makhluk
yang beraneka warna, dari biji dan binatang yang melata di bumi sampai kepada langit yang
berlapis semuanya milik Tuhan, dan diatur oleh-Nya.

Untuk mengetahui kedudukan akhlak dalam Islam, maka perlu diuraikan bahwa ada
tiga macam sendi Islam, yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya
sehingga kualitas seorang muslim selalu dapat diukur dengan pelaksanaannya terhadap ketiga
macam sendi tersebut, yang mencakup:

1
Rachmat Djatnika, Sistem Ethika Islam, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1996), cet. Ke-2, h. 11

1
1. Masalah Aqidah; yang meliputi keenam macam rukun Iman, dengan kewajiban
beriman kepada Allah, Malaikat-MalaikatNya, hari akhiratNya dan Qadar baik dan
buruk yang telah ditentukanNya.
2. Masalah syari’ah yang meliputi pengabdian hamba terhadap TuhanNya,yang dapat
dilihat pada rukun Islam yang lima. Dan mua’amalah juga termasuk masalah syari’ah.
3. Masalah Ihsan; yang meliputi hubungan baik terhadap seluruh Allah SWT terhadap
sesama manusia serta terhadap seluruh makhluk di dunia ini.

            Dari sinilah kita mengetahui kedudukan akhlaq dalam Islam, yang merupakan sendi
yang ketiga dengan fungsi yang selalu mewarnai sikap dan perilaku manusia dalam
memanifestasikan keimanannya, ibadahnya serta mu’amalahnya terhadap sesama manusia

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut, maka masalah-masalah yang
dapat dirumuskan adalah:

1. Bagaimana eksistensi akhlak ?


2. Bagaimana urgensi akhlak dalam islam?
3. Apa landasan akhlak dalam islam?
4. Apa ciri-ciri akhlak islam?
5. Bagaimana sistem penilaian akhlak dalam islam?
6. Apa risalah rasulullah untuk menyempurnakan akhlak?
7. Bagaimana problematika akhlak di era globalisasi?

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Eksistensi Akhlak


Akhlak dalam islam menduduki posisi yang sangat penting. Bukti betapa
krusialnya posisi akhlak dalam islam adalah isi al-qur’an yang sepertiganya
menjelaskan tentang akhlak. Akhlak sebagai nilai moralitas dalam islam memberikan
peran penting bagi kehidupan, baik bersifat individual maupun kolektif. Tidak heran
jika kemudian al-qur’an memberikan penekanan terhadapnya.
Islam menuntut setiap pemeluknya untuk menjadikan Rasulullah sebagai suri
teladan dalam berbagai aspek kehidupan karena Rasulullah adalah contoh pribadi
yang memiliki akhlak mulia. Nabi Muhammad menjelaskan dalam hadis yang
mengatakan Mukmin yang sempurna imannya adalah orang yang paling baik
akhlaknya (HR.At-Tirmidzi) . Dengan demikian, selayaknya seorang muslim berusaha
dan bersemangat untuk memiliki akhlak yang baik dan menjadikan Rasulullah sebagai
panutan.
Islam memperbaiki budi pekerti manusia sedemikian rupa dan telah
menanamkan bibit cinta kasih dalam jiwa manusia. Dengan demikian, semakin
tampak bahwa eksistensi akhlak dalam islam sangat dijunjung tinggi. Akhlak islam
merupakan sistem moral yang bertolak pada agama islam. Secara umum, akhlak atau
moral terbagi menjadi dua yaitu: 1) moral yang berdasarkan kepercayaan tuhan dan
kehidupan akhirat (moral keagamaan), 2) moral yang tidak berdasar kepercayaan
ppada tuhan, yaitu moral yang timbul dari sumber sekuler. Adapun dasar pokok
akhlak islam adalah alquran dan hadis.
Segala perbuatan manusia pada hakikatnya bertujuan mencapai kebahagiaan.
Kebahagiaan menurut sistem moral islam didapatkan dengan cara menuruti perintah
Allah, yaitu menjauhi segala hal yang menjadi laranganNya dan mengerjakan
perintahNya.
Ajaran etika dalam islam pada dasarnya membahas tentang:

1. Tujuan hidup setiap muslim yaitu menghambakan dirinya kepada Allah.


2. Dengan keyakinan terhadap kebenaran wahyu Allah dan sunnah Rasul menjadikan
sebagai standar dan pedoman utama bagi setiap moral muslim.
3. Keyakinan terhadap adanya hari pembalasan yang mendorong manusia untuk berbuat
baik.
4. Islam tidak memuji moral yang baru, yang bertentangan dengan ajaran dan jiwa islam,
berasaskan alquran dan hadis.
5. Ajaran akhlak islam meliputi segala segi kehidupan manusia berdasarkan asas
kebaikan dan bebas dari segala kejahatan.

Secara umum, unsur dasar dari akhlak islam adalah percaya adanya Tuhan dan
percaya adanya hari kemudian. Kedua hal ini layaknya dua sisi mata uang yang tidak
dapat dipisahkan.
Percaya adanya Tuhan akan membawa konsekuensi untuk mempercayai apa yang
dibawa oleh RasulNya. Dengan kepercayaan tersebut, kita harus melaksanakan perintah
Allah dan RasulNya dan menjauhi segala laranganNya, kelak akan mendapat balasannya
di akhirat. Hidup di dunia tidak kekal, masih ada kehidupan di akhirat yang harus
dipercayai oleh orang muslim. Di kehidupan kedua inilah, segala perbuatan baik dan
buruk akan mendapat balasan dan ganjaran.
Intuisi atau perasaan berkewajiban melakukan perbuatan baik dan menjauhi perbuatan
buruk, tidak tergantung pada akibat yang ditimbulkan oleh perbuatan itu. Akan tetapi,
seamata-mata karna ia mengikuti perintah yang datang dari hati sanubarinya. Perasaan ini
bersifat absolut dan universal serta dibawa oleh manusia sejak lahir. Disamping itu,
manusia juga diberi kebebasan menentukan pilihan untuk tunduk pada hati nurani atau
melawannya.
Berikut adalah beberapa kenyataan sekaligus menjadi pendirian dalam ajaran islam:

1. Akal dan naluri manusia adalah anugrah Allah


2. Akal pikiran manusia terbatas, sehingga pengetahuan manusia pun tidak akan mampu
memecahkan seluruh masalah yang ada.
3. Naluri manusia harus mendapatkan pengarahan dari petunjuk Allah yang dijelaskan
dalam kitabNya.

Jadi pada hakikatnya sumber akhlak islam yang utama adalah Al-Quran dan
Sunnah, yang merupakan sumber dari agama islam. Akhlak islam tidak lepas dari
sumber utama tersebut, bahkan akhlak islam akan selalu mencerminkan ajaran Al-
Quran dan Sunnah.
2.2 Urgensi Akhlak Dalam Islam
4
Islam adalah agama universal, yang menjamin pemeluknya dapat hiduup
bahagia di dunia maupun akhirat. Salah satu ajaran yang dengan sempurna
menampilkan universalisme islam adalah lima jaminan dasar yang tersebar dalam
literatur hukum agama Al-Kutub Al-Fiqhiyyah kuno, yaitu jaminan dasar:

1) Keselamatan fisik warga masyarakat dari tindakan badani diluar ketentuan


hukum (hifdzul an-nafs)
2) Keselamatan keyakinan agama masing-masing tanpa ada paksaan berpindah
agama (hifdzu ad-din)
3) Keselamatan keluarga dan keturunan (hifdzu an-nasl)
4) Keselamatan harta benda dan milik pribadi dari gangguan atau penggusuran di
luar prosedur hukum (hifdzu al-mal)
5) Keselamatan hak milik dan profesi (hifdzu al-aqli)

Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang mulia, karena dikaruniai akal
dan pikiran yang membedakannya dengan makhluk-makhluk lain. Islam memandang
manusia sebagai hamba yang memiliki dua pola hubungan.
Pertama, hablun min Allah, yaitu jalur hubungan vertikal antara manusia sebagai makhluk
dengan sang khalik, Allah. Hubungan dengan Allah merupakan kewajiban bagi manusia
sebagai hambanya. Seperti dalam firman Allah: Aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku (QS. Adz-Dzariyat (51):56).
Kedua, hablun min an-nas, yaitu hubungan antara manusia dengan sesama manusia.
Hubungan ini merupakan kodrat manusia sebagai makhluk sosial, makhluk yang suka
bergaul. Terdapat perintah Allah agar manusia saling mengenal, berkasih sayang, dan saling
menolong yang berbunyi: manusia itu (dahulunya) satu umat (QS. Al-Baqarah (2):213) dan
wahai manusia! Sungguh, kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan, kemudian kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu
saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang
yang paling bertakw. Sungguh, Allah maha mengetahui maha teliti (QS. Al-Hujurat (49):13).
Kedua hubungan tersebut harus dipelihara dan dilaksanakan dengan sebaik-
baiknya, agar segala perbuatan mendapatkan ridha dari Allah. Dengan membina
hubungan baik dengan manusia, maka ia akan disenangi dan di hormati oleh
sesamanya dan akan memperoleh kebahagiaan baik di dunia maupun akhirat.
2.3 Landasan Akhlak Dalam Islam

5
Sumber dari akhlak islam adalah al-quran dan hadis yang sebagiannya berisi
ajaran-ajaran untuk mematuhi perintah dan menjauhi larangan-larangan Allah. Bagi
siapa saja yang patu melaksanakan perintah-perintah Allah dan meninggalkan segala
larangan-Nya, maka ia benar-benar telah melaksanakan perintah Allah dan Rasul-
Nya. Oleh karena itu, ia disebut sebagai orang yang muttaqin (bertakwa).
Takwa merupakan asas yang kokoh, tidak berubah. Tidak tunduk pada hawa
nafsu dan merupakan fondasi, tempat berkmpulnya semua sifat utama. Takwa ialah
sikap mental orang-orang mukmin dan kepatuhannya dalam melaksanakan perintah
Allah serta menjauhi larangan-larangan-Nya. Orang yang berhasil mencapai derajat
takwa dan mempertahnkannya adalah orang yang sukses. Karena segala perbuatan
dan tingkah lakunya diridhai Allah. Dengan demikian, akan memperoleh sa’adah
(kebahagiaan) baik di dunia maupun akhirat.
Dari uraian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa takwa merupaan landasan
dari akhlak islam. Dengan landasan takwa, seorang muslim akan menjalankan
perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya dengan baik dan sifat tersebut
mencerminkan akhlak mahmudah seorang muslim.
2.4 Ciri-Ciri Akhlak Islam
Adapun ciri-ciri akhlak islam ialah sebagai berikut:

1. Kebaikan yang absolut

Karena berdasarkan al-quran dan sunnah, maka kebaikan akhlak dalam islam
bersifat absolut (mutlak). Islam bisa menjamin kebaikan yang mutlak. Karna islam
telah menciptakan akhlak luhur yang menjamin kebaikan yang murni, baik untuk
perorangan maupun masyarakat, di setiap lingkungan, keadaan, dan pada setiap
waktu.

2. Kebaikan yang menyeluruh (universal)

Disebut universal karena kebaikan yang terdapat didalamnya dapat digunakan


untuk seluruh umat manusia, kapan saja, dan dimana saja.

3. Kemantapan

6
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa akhlak islam bersumber dari agama,
sedangkan agama menjamin kebaikan yang mutlak. Oleh karena itu, dengan
sendirinya akhlak islam ditandai dengan sifat yang tetap, langgeng, dan mantap. Hal
ini berkaitan dengan janji Allah, yang menjamin akan selalu memelihara agama-Nya,
sehingga akan tetap, langgeng, dan mantap.

4. Kewajiban yang dipatuhi

Karna bersumber dari wahyu akhlak islam mempunyai kekuatan yang ketat, dapat
menguasai lahir batin, dalam keadaan suka mapun duka. Hal ini karena yang
menguasai adalah Allah. Disamping itu, kewajiban-kewajiban yang terdapat dalam
akhlak islam ternyata disenangi dan ditaati, karena hal tersebut hakikatnya perintah
dan larangan Allah. Oleh karena itu, manusia merasa terikat dan tunduk kepada Allah
serta yakin bahwa kepatuhan itu akan mewujudkan kebaikan dan mendekatkan
kepada keridhoan Allah.

5. Pengawasan yang menyeluruh

Agama merupakan pengawas yang kuat dan menyeluruh. Sama halnya dengan hati nurani
dan akal yang hidup berdasarkan bimbingan agama, juga merupakan pengawas. Pengawas
tersebut berasal daari ajaran agama, maka setiap pemeluk agama tersebut mengetahui nilai-
nilai akhlak yang sesuai dengan ajaran islam.
2.5 Sistem Penilaian Akhlak dalam Islam
Akhlak adalah keadaan jiwa, gambaran bagi jiwa yang tersembunyi. Oleh
karena itu, akhlak bersifat kejiwaan dan abstrak (maknawiyah). Adapun bentuknya
yang tampak, disebut dengan tindakan, perilaku (muamalah).
Dalam menilai perbuatan akhlak sehingga dapat dikatakan sebagai perbuatan baik atau buruk
terdapat beberapa pandangan dalam Islam. Beberapa pandangan tersebut sebagai berikut.

1. Menurut Ahlu Sunnah


Timbulnya paham Ahlu Sunnah, merupakan reaksi terhadap paham
Mu’tazilah yang membawa persoalan teologi bercorak filosofis, dibandingkan dengan
persoalan-persoalan yang telah dirumuskan oleh aliran teologi sebelumnya.

7
Ahlu Sunnah memandang bahwa perbuatan manusia bukan merupakan sifat asasi
yang berwujud baik atau buruk. Akan tetapi, perbuatan tersebut dapat dinilai baik atau
buruk, apabila dinilai baik menurut agama.
Ahlu Sunnah memiliki kriteria yang jelas dalam ajaran agama. Adapun untuk
melakukan hal-hal yang baik atau menghindarkan hal-hal yang buruk, dapat ditempuh
melalui pemikiran (akal) yang telah dituntun oleh agama.
2. Menurut Jabariyah
Kaum Jabariyah berpendapat bahwa manusia sama sekali tidak mempunyai
kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya. Adapun nama
Jabariyah sendiri mengandung arti terpaksa, bahwa kelompok ini tidak bisa
menentukan sendiri, melainkan terpaksa menuruti kehendak Allah. Kelompok ini
disebut fatalisme, atau predestination.
Menurut paham Jabariyah, baik atau buruknya perbuatan manusia, Tuhanlah yang
menciptakan. Adapun manusia hanya dikendalikan oleh Allah. Sementara untuk
menilai akhlak itu baik atau buruk, tidak ditentukan oleh akal manusia, melainkan
ditentukan oleh agama.
3. Menurut Paham Qadariyah
Kaum Qadariyah berpendapat bahwa manusia mempunyai kemerdekaan dan
kekuasaan atas perbuatannya sendiri. Segala perbuatan baik dan buruk yang
dilakukannya, atas kemauan dan kehendaknya sendiri. Paham ini berlainan dengan
paham Jabariyah, yang mengatakan bahwa nasib manusia telah ditentukan oleh Allah
sebelum dilahirkan.
Menurut paham Qadariyah, manusia memang mempunyai bagian dalam
mewujudkan perbuatannya, meskipun Tuhan berkuasa atas dirinya.Paham ini juga
berpendapat bahwa penilaian terhadap baik atau buruknya akhlak manusia, ditentukan
oleh agamanya.

2.6 Risalah Rasulullah SAW Untuk Menyempurnakan Akhlak


Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah SWT yang terakhir, yang
membawa agama penyempurna dari agama-agama yang dibawa oleh para nabi
sebelumnya. Risalah Nabi Muhammad telah sempurna untuk memimpin manusia
mencapai kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.

8
Dalam Al-Qur’an telah dijelaskan akidah orang-orang beriman, perangai
mereka yang mulia, dan kehidupan mereka yang tertib, adil, dan luhur. Berbanding
terbalik dengan perwatakan buruk orang-orang kafir dan munafik yang zalim.
Gambaran mengenai akhlak mulia dan akhlak tercela dalam perilaku manusia
sepanjang sejarah dipaparkan secara jelas. Al-Qur’an juga menggambarkan
perjuangan para rasul dalam menegakkan nilai-nilai yang mulia, ketika mereka
ditentang oleh kefasikan, kekufuran, dan kemunafikan.
Nabi Muhammad dilahirkan ditengan masyarakat Arab yang jahiliyah, yang
pada saat itu nilai-nilai moralitasnya sangat rendah. Kondisi geografis bangsa Arab
juga tidak menguntungkan, dengan tanahnya yang gersang, panas, dan tandus. Dalam
keadaan demikian, Nabi Muhammad SAW lahir dan diutus untuk menyempurnakan
budi pekerti yang mulia.
Menurut sejarahnya, kekeringan di Arab sebenarnya adalah baru, jika
dibandingkan dengan lamanya manusia telah ada dimuka bumi ini. Penyelidikan
ilmiah telah menunjukkan, bahwa tanah Arab yang sekarang merupakan padang pasir
yang tandus, dahulunya adalah bumi yang subur dan menghijau. Ialah tanah yang
telah menganugerahkan kepada penduduknya berbagai macam kemakmuran.
Bangsa Arab sebelum datangnya Islam, merupakan masyarakat Jahiliyah,
yaitu bangsa yang penuh kekacauan dan kejahatan. Pada saat itu, saling membunuh,
menghasut, menghina, mencuri, dan merampok, adalah hal yang sering terjadi dan
terbiasa.
Corak hidup masyarakat Arab Jahiliyah saat itu masih mendekati corak hidup
yang berlaku dalam hukum rimba. Di mana berlaku ajaran ‘siapa yang kuat ialah yang
berkuasa, sedangkan yang lemah akan menjadi mangsa.’
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa persatuan dan kesatuan di antara
bangsa Arab nyaris tidak ada. Daerah pesisir dijajah oleh bangsa asing, sedangkan
keadaan gurun pasir dikuasai oleh para syaikhul kabilah yang saling bermusuhan dan
saling menindas.
Ditengah keadaan bangsa Arab Jahiliyah yang demikian, lahir seorang anak
manusia yang diberi nama Muhammad, dari pasangan suami istri Abdullah dan
Aminah. Ia lahir pada tanggal 12 Rabiul Awal pada tahun Gajah, bertepatan dengan
tanggal 20 April 571 Masehi.
Nabi Muhammad diutus oleh Allah SWT dengan mengemban tugas-tugas berikut :

9
1. Menerangkan tentang Allah yang sebenarnya, sifat-sifat-Nya, dan segala yang
berkaitan dengan itu
2. Menjelaskan tentang kebesaran Allah, ketinggian qadar-Nya, kekuatan qudrat-Nya,
melakukan kehendak-Nya, mempunyai iradah-Nya, dan tasharruf yang mutlak.
3. Menyampaikan bagaimana cara manusia memuliakan dan membesarkan Allah,
dengan melakukan beberapa ibadah, mencegah pekerjaan yang keji, dan menyatakan
pahala dan dosa.
4. Mengatur segala hal yang perlu untuk memelihara kehidupan manusia, seperti urusan
muamalah, munakahat, jinayat, dan sebagainya untuk menegakkan keadilan
5. Menunjukkan segala jalan yang dapat memperbaiki urusan hidup, menyuruh beramal,
dan mencegah bersifat malas
6. Menyuruh manusia berakhlak baik dan beradab sempurna.

Tujuan risalah Nabi Muhammad dengan seluruh jihad dan perjuangan yang
dilakukannya, adalah menyempurnakan akhlak umat manusia agar berakhlah mulia.
Dengan akhlak yang mulia, manusia akan sa’adah fi daraini (kebahagiaan di dunia
dan akhirat)
2.7 Problematika Akhlak Di Era Globalisasi
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dialami oleh manusiasaat ini,
tidak sedikit dampak negatifnya terhadap sikap hidup dan perilakunya. Dampak
negatif yang paling berbahaya, ditandai dengan adanya kecendrungan menganggap
bahwa satu-satunya sumber kebahagiaan hidup seseorang, adalah faktor materi.
Hanya mengejar nilai-nilai materi tidak bisa dijadikan sarana untuk mencapai
kebahagiaan hakiki. Orientasi hidup terhadap materi, akan mengakibatkan manusia
semakin tidak memedulikan orang lain. Alhasil, timbul persaingan hidup yang tidak
sehat, demi mendapatkan materi yang dikejarnya. Agama dianggapnya tidak dapat
digunakan untuk memecahkan persoalan hidup.
Imam Al-Ghazali membagi tingkatan keburukan akhlak menjadi empat macam sebagai
berikut.

1. Keburukan akhlak yang timbul karena ketidaksanggupan seseorang mengendalikan


nafsunya, sehingga pelakunya disebut al-jahil (bodoh)

10
2. Perbuatan yang diketahui keburukannya, tetapi tidak bisa meninggalkannya sebab
nafsu sudah menguasai dirinya. Pelakunya disebut al-jahil adh-dhallu (bodoh,
menyesatkan)
3. Keburukan akhlak yang dilakukan oleh seseorang, karena pengertian baik baginya
sudah kabur sehingga perbuatan buruklah yang dianggapnya baik. Pelakunya disebut
al-jahil adh-dhallu al-fasiq (bodoh, menyesatkan, dan fasik)
4. Perbuatan buruk yang sangat berbahaya terhadap masyarakat, namun tidak terdapat
tanda-tanda kesadaran dari pelakunya. Orang yang melakukannya disebut al-jahil
adh-dhallu al-fasiq asy-syarrir (bodoh, menyesatkan, fasik dan jahat)

Menghadapi keburukan akhlak yang bersifat modern, harus diatasi dengan alat dam
cara yang modern pula. Adapun teknik pencegahan dan penanggulangannya, harus
disesuaikan dengan bentuk penyimpangan akhlak yang terjadi.
Manusia modern telah dilanda kehampaan spiritual. Kemajuan pesat dalam bidang
ilmu pengetahuan, teknologi, dan filsafat rasionalisme sejak abad ke -18, tidak mampu
memenuhi kebutuhan pokok manusia. Kebutuhan tersebut merupakan kebutuhan dalam
aspek nilai-nilai transendental.
Penyakit lain dari dunia modern adalah paham sekularisme, yaitu paham yang
menjauhkan moralitas dari makna spiritualnya. Paham sekularisme pada masa renaisans,
pada mulanya tampak sebagai gerakan untuk mendapatkan kebebasan. Namun demikian,
kebebasan itu ternyata menimbulkan perbudakan oleh kekuatan hawa nafsu.
Islam mengajarkan yang Haq itu transenden, Yang Tak Terbatas mengatasi apapun, tidak
ada yang menyamai. Sementara ajaran tauhid mengutamakan integrasi (keterpaduan).
Dalam hal ini, Tuhan sebagai Yang Satu dengan manusia yang dicipta, harus terpadu dan
menyatu. Demi menyatu dengan Yang Tak Terbatas itu, manusia dituntut untuk patuh
kepada kehendak Ilahi. Kepatuhan kepada hukum Tuhan (syari’ah) yang mengendalikan
seluruh kehidupan manusia.
Nilai-nilai akhlaq al-karimah (akhlak islam) diamalkan dalam suatu bangsa di era
globalisasi ini, problematika masyarakat dunia akan dapat teratasi. Disinilah pentingnya
pendidikan akhlak ditanamkan sejak dini kepada masyarakat. Hal tersebut agar para anak
didik dapat dengan baik mengamalkan nilai-nilai akhlak Islam, ketika kelak terjun di
masyarakat secara luas.

11
12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Akhlak dalam islam menduduki posisi yang sangat penting. Bukti betapa
krusialnya posisi akhlak dalam islam adalah isi al-qur’an yang sepertiganya
menjelaskan tentang akhlak. Akhlak sebagai nilai moralitas dalam islam memberikan
peran penting bagi kehidupan, baik bersifat individual maupun kolektif. Tidak heran
jika kemudian al-qur’an memberikan penekanan terhadapnya.
Secara umum, unsur dasar dari akhlak islam adalah percaya adanya Tuhan dan
percaya adanya hari kemudian. Kedua hal ini layaknya dua sisi mata uang yang tidak
dapat dipisahkan.
Islam adalah agama universal, yang menjamin pemeluknya dapat hidup bahagia di
dunia maupun akhirat.
Sumber dari akhlak islam adalah al-quran dan hadis yang sebagiannya berisi
ajaran-ajaran untuk mematuhi perintah dan menjauhi larangan-larangan Allah. Bagi
siapa saja yang patu melaksanakan perintah-perintah Allah dan meninggalkan segala
larangan-Nya, maka ia benar-benar telah melaksanakan perintah Allah dan Rasul-
Nya.
Adapun ciri-ciri akhlak islam ialah sebagai berikut: Kebaikan yang absolut;
Kebaikan yang menyeluruh (universal); Kemantapan; Kewajiban yang dipatuhi; dan
Pengawasan yang menyeluruh.
Akhlak adalah keadaan jiwa, gambaran bagi jiwa yang tersembunyi. Oleh karena
itu, akhlak bersifat kejiwaan dan abstrak (maknawiyah). Adapun bentuknya yang
tampak, disebut dengan tindakan, perilaku (muamalah).
Tujuan risalah Nabi Muhammad dengan seluruh jihad dan perjuangan yang
dilakukannya, adalah menyempurnakan akhlak umat manusia agar berakhlah mulia.
Dengan akhlak yang mulia, manusia akan sa’adah fi daraini (kebahagiaan di dunia
dan akhirat)
Nilai-nilai akhlaq al-karimah (akhlak islam) diamalkan dalam suatu bangsa di era
globalisasi ini, problematika masyarakat dunia akan dapat teratasi. Disinilah
pentingnya pendidikan akhlak ditanamkan sejak dini kepada masyarakat. Hal tersebut
agar para anak didik dapat dengan baik mengamalkan nilai-nilai akhlak Islam, ketika
kelak terjun di masyarakat secara luas.
B. Saran
Karena begitu luasnya pembahasan makalah ini dan sangat terbatasnya ilmu
serta wawasan penulis, penulis menyadari dan memahami bahwa makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu penulis dengan segala kerendahan hati dan
dengan tangan terbuka mengharapkan kritikan dan saran dari berbagai pihak.

Dengan selesainya kesimpulan dan saran di atas, maka selesai pula penulisan
makalah ini. Semoga Allah memberikan rahmatnya kepada kita semua dan semoga
makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua. Terutama kepada penulis sendiri.
Aamiin ya rabbal ‘alamin.

14
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Samsul Munir. 2019. Ilmu Akhlak. Jakarta: Amzah

15

Anda mungkin juga menyukai