Anda di halaman 1dari 13

10 MUWASHOFAT

Muwashofat adalah sifat-sifat atau karakter individu yang menjadi tujuan akhir tarbiyah
sesuai tahapannya. Muwashafat tarbiyah mencakup sepuluh poin ciri pribadi muslim sebagai
berikut :
1. Salimul Aqidah (Good Faith)

Aqidah yang bersih (salimul aqidah) merupakan sesuatu yang harus ada pada setiap muslim.
Dengan aqidah yang bersih, seorang muslim akan memiliki ikatan yang kuat kepada Allah
Swt dan dengan ikatan yang kuat itu dia tidak akan menyimpang dari jalan dan ketentuan-
ketentuan-Nya. Dengan kebersihan dan kemantapan aqidah, seorang muslim akan
menyerahkan segala perbuatannya kepada Allah sebagaimana firman-Nya:

َ ‫ي َو َم َماتِي هَّلِل ِ َربِّ ْال َعالَ ِم‬


‫ين‬ َ ‫قُلْ إِ َّن‬
َ ‫صاَل تِي َونُ ُس ِكي َو َمحْ يَا‬
yang artinya: ‘Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku, semua bagi Allah Tuhan
semesta alam’ (QS 6:162).

Karena memiliki aqidah yang salim merupakan sesuatu yang amat penting, maka dalam
da’wahnya kepada para sahabat di Makkah, Rasulullah Saw mengutamakan pembinaan
aqidah, iman atau tauhid. Beberapa contoh dari penerapan Salimul Aqidah, yaitu:

1) Tidak mengkafirkan seorang muslim;

2) Tidak mengedepankan makhluq atas Khaliq;

3) Mengingkari orang-orang yang memperolok-olokkan ayat-ayat Allah swt dan tidak


bergabung dalam majlis mereka;

4) Mengesakan Allah swt dalam Rububiah dan Uluhiah;

5) Tidak menyekutukan Allah swt, dalam Asma-Nya, sifat-Nya dan Af’al-Nya;

6) Tidak meminta berkah dengan mengusap-usap kuburan;

7) Mempelajari berbagai aliran yang membahas Asma’ dan Sifat dan mengikuti madzhab
salaf;

8) Mengetahui batasan-batasan wala’ dan bara’;

9) Berteman dengan orang-orang shalih dan meneladaninya;

10) Meyakini terhapusnya dosa dengan taubat Nashuh;

11) Memprediksikan datangnya kematian kapan saja;

12) Meyakini bahwa masa depan ada di tangan Islam;


13) Berusaha meraih rasa manisnya iman;

14) Berusaha meraih rasa manisnya ibadah;

15) Merasakan adanya para malaikat mulia yang mencatat amalnya;

16) Merasakan adanya istighfar para malaikat dan do’a mereka.

2. Shahihul Ibadah (Right Devotion)

Ibnu Manzhur53 di dalam Lisan al-Arab mengatakan bahwa akar kata ibadah
(ubudiyyah) adalah tunduk dan patuh, dimana hanya Allah yang berhak, disembah sebagai
Tuhan oleh seluruh makhluk. Menurut Ibnu Manzhur, ibadah adalah ketaatan, dan beribadah
adalah menghinakan diri serta menunjukkan kepatuhan.54 Di dalam Al-qur’an Allah swt
berfirman, mengisahkan tentang Fir’aun yang berkata:

َ ‫فَقَالُوا أَنُ ْؤ ِم ُن لِبَ َش َري ِْن ِم ْثلِنَا َوقَ ْو ُمهُ َما لَنَا َعابِ ُد‬
‫ون‬
Artinya: Dan mereka berkata: "Apakah (patut) kita percaya kepada dua orang manusia seperti
kita (juga), padahal kaum mereka (Bani Israil) adalah orang-orang yang menghambakan diri
kepada kita?" (Q.S. Al-Mukminun/23:47).55

Maksud menghambakan diri (abiduna) pada ayat di atas adalah merendahkan diri.
Barang siapa yang merendahkan diri di hadapan seorang raja maka sama saja ia
mengahambakan diri kepada sang raja. Ibnul Anbari pun mengatakan bahwa seorang
dikatakan menghamba jika ia patuh kepada sang tuan dan berserah diri di hadapannya serta
selalu menjalankan perintahnya. Di dalam ayat lain Allah swt berfirman:

َ ‫يَا أَيُّهَا النَّاسُ ا ْعبُ ُدوا َربَّ ُك ُم الَّ ِذي َخلَقَ ُك ْم َوالَّ ِذ‬
َ ُ‫ين ِم ْن قَ ْبلِ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَتَّق‬
‫ون‬
Artinya: Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang
sebelummu, agar kamu bertakwa (Q.S. Al-baqarah/2:21)

Sembahlah (u’budu) pada ayat di atas maksudnya adalah tunduklah kepada Tuhanmu.

Ibadah yang benar (shahihul ibadah) merupakan salah satu perintah Rasul Saw yang
penting, dalam satu haditsnya; beliau menyatakan: ’shalatlah kamu sebagaimana kamu
melihat aku shalat.’ Dari ungkapan ini maka dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan
setiap peribadatan haruslah merujuk kepada sunnah Rasul Saw yang berarti tidak boleh ada
unsur penambahan atau pengurangan. Beberapa aplikasi dalam kehidupan sehari-hari dari
shahihul ibadah, yaitu:

1. Khusyu’ dalam shalat;


2. Qiyamul-Lail minimal satu kali dalam sepekan;

3. Bersedekah;

4. Berpuasa sunnat minimal dua hari dalam satu bulan;

5. Menjaga organ tubuh (dari dosa);

6. Haji jika mampu;

7. Khusyu’ saat membaca Al Qur’an;

8. Sekali Khatam Al Qur’an setiap dua bulan;

9. Banyak dzikir kepada Allah swt sembari menghafalkan bacaan ringan;

10. Banyak berdo’a dengan memperhatikan syarat dan adabnya;

11. Banyak bertaubat;

12. Selalu memperbaharui niat dan meluruskannya;

13. Memerintahkan yang Ma’ruf;

14. Mencegah yang Munkar;

15. Ziarah kubur untuk mengambil ‘Ibrah;

16. Merutinkan shalat sunnah Rawatib;

17. Senantiasa bertafakkur;

18. Beri’tikaf satu malam pada setiap bulannya;

3. Matinul Khuluq (Strong Character)

Akhlak yang kokoh (matinul khuluq) atau akhlak yang mulia merupakan sikap dan
prilaku yang harus dimiliki oleh setkal muslim, baik dalam hubungannya kepada Allah
maupun dengan makhluk-makhluk-Nya. Dengan akhlak yang mulia, manusia akan bahagia
dalam hidupnya, baik di dunia apalagi di akhirat. Karena begitu penting memiliki akhlak
yang mulia bagi umat manusia, maka Rasulullah Saw diutus untuk memperbaiki akhlak dan
beliau sendiri telah mencontohkan kepada kita akhlaknya yang agung sehingga diabadikan
oleh Allah di dalam Al- Qur’an, Allah berfirman:

ٍ ُ‫ك لَ َعلَ ٰى ُخل‬


‫ق َع ِظ ٍيم‬ َ َّ‫َوإِن‬
yang artinya:"Dan sesungguhnya kamu benar- benar memiliki akhlak yang agung" (QS 68:4).
Aplikasi dari matinul khuluq yang dapat diperaktikkan dalam kehidupan sehari-hari, antara
lain:
1. Tidak ‘inad (membangkang);

2. Tidak banyak mengobrol;

3. Sedikit bercanda;

4. Tidak berbisik tentang sesuatu yang bathil;

5. Tidak hiqd (menyimpan kemarahan);

6. Tidak hasad;

7. Memiliki rasa malu untuk berbuat kesalahan;

8. Menjalin hubungan baik dengan tetangga;

9. Tawadhu’ tanpa merendahkan diri;

10. Berani;

11. Halus;

12. Menjenguk orang sakit;

13. Komitmen dengan adab meminta idzin;

14. Berterimakasih kepada orang yang berbuat baik;

15. Merendahkan suara;

16. Menyambung persaudaraan (Shilatur-Rahim);

17. Komitmen dengan adab mendengar;

18. Komitmen dengan adab berbicara;

19. Memuliakan tamu;

20. Mengumbar senyum di depan orang lain;

21. Menjawab salam

daftar pustaka

 Muhammad Husain Isa Ali Manshur, Syarah 10 Muwashofat, Solo: Era


Intermedia, 2017.
 Arifin, Muhamad, 2013. https://blogs.itb.ac.id/profnuklirindo/2013/04/13/10-
muwashofat-seorang-muslim/ . Diakses pada tanggal 16 November 2021.
7. Harishun ‘ala Waqtihi (Good time management)

Pandai menjaga waktu (harishun ala waqtihi) merupakan faktor penting bagi manusia.
Hal ini karena waktu itu sendiri mendapat perhatian yang begitu besar dari Allah dan Rasul-
Nya. Allah Swt banyak bersumpah di dalam Al-Qur’an dengan menyebut nama waktu seperti
wal fajri, wad dhuha, wal asri, wallaili dan sebagainya.

Allah Swt memberikan waktu kepada manusia dalam jumlah yang sama setiap, Yakni
24 jam sehari semalam. Dari waktu yang 24 jam itu, ada manusia yang beruntung dan tak
sedikit manusia yang rugi. Karena itu tepat sebuah semboyan yang menyatakan: ‘Lebih baik
kehilangan jam daripada kehilangan waktu.’

Waktu merupakan sesuatu yang cepat berlalu dan tidak akan pernah kembali lagi.
Oleh karena itu setiap muslim amat dituntut untuk memanaj waktunya dengan baik, sehingga
waktu dapat berlalu dengan penggunaan yang efektif, tak ada yang sia-sia. Maka diantara
yang disinggung oleh Nabi Saw adalah memanfaatkan momentum lima perkara sebelum
datang lima perkara, yakni waktu hidup sebelum mati, sehat sebelum sakit, muda sebelum
tua, senggang sebelum sibuk dan kaya sebelum miskin.

Aplikasi dari harishun ala waqtihi yang dapat diperaktikkan dalam kehidupan sehari-hari,
antara lain:
1) Memperhatikan adab Islam dalam berkunjung dan mempersingkat pemenuhan hajatnya;
2) Memelihara janji umum dan khusus;
3) Mengisi waktunya dengan hal-hal yang berfaedah dan bermanfaat.

Berikut salah satu kiat-kiat manajemen waktu dalam perspektif Islam dan dari Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam:

1. Jadikan Shalat Fardu sebagai pola disiplin

Pemilahan waktu dalam sehari bagi umat Islam sangatlah jelas, dan melalui
manajemen waktu shalat fardu seperti halnya yang dilakukan Rasulllah SAW ini dapat
menjadikan kita disiplin dan tepat waktu sehingga segala aktivitas kita terprogram dengan
baik.

2. Terapkan pola berpikir investasi

Pola berpikir investasi bukanlah manajemen waktu yang instan, artinya jangan mengelola
waktu dengan instan atau hanya berpikir jangka pendek, namun coba membuat daftar
kegiatan untuk jangka Panjang, karena jika mengelola waktu dengan instan karena akan
membuat kita malas dalam berproses. Persiapkan segala hal untuk masa depan kita
sehingga natinya kita dapat memetik hasil terbaik dikemudian hari. Kita bisa langsung
memanen kebaikan tersebut dikeesokan harinya, tapi kita harus yakin bahwa Allah maha
adil setiap kebaikan pasti dibalas dengan kebaikan. Pola berpikir investasi yang diajarkan
Rasulullah SAW sangat perlu diterapkan agar menjadikan akhlak pribadi kita menjadi
baik.

3. Terus produktif, jangan biarkan waktu terbuang percuma

Islam sangat menjunjung tinggi waktu dan sangat mengutamakan nilai-nilai produktifitas
secara sempurna, baik produktifitas terhadap melakukan ibadah atau pengintkatan serta
perbaikan diri maupun produktifitas yang dapat menghasilkan suatu karya dan sesuatu
yang bermanfaat.

Allah pernah berfirman didalam Al-Quran:

‫ص ۡۙب‬
َ ‫ت فَ ۡان‬
َ ‫فَاِ َذا فَ َر ۡغ‬
“Maka apabila kamu telah selesai dari satu urusan, maka kerjakanlah dengan sungguh
sungguh urusan yang lain” (QS. Al-Insyirah : 7)

Tampak sederhana, tapi jika direnungkan ayat tersebut terlihat jelas menjelaskan
bahwa Allah tidak menginginkan umat-Nya menjalani waktu tanpa produktivitas. Karena
hakikatnyna waktu bagi seorang muslim adalah sebuah ritme perputaran waktu yang tidak
akan pernah putus. Untuk itu, selalu lakukan aktivitas yang sekiranya membawa manfaat
bagi diri sendiri dan orang lain, dan jangan lupa usahakan pergunakan waktu sebaik
mungkin.

1. Gunakan aji mumpung


Yang dimaksud dengan aji mumpung disini adalah yang berarti bagaimana kita
memanfaatkan waktu peluang yang ada untuk mengambil kesempatan yang diberikan
oleh Allah SWT dengan sebaik mungkin. Seperti halnya selagi masih muda gunakan
waktu untuk belajar dan beribadah, menghafal Al-Quran atau hal-hal kegiatan yang
menjadi peluang pahalanya banyak.
Seperti halnya hadits dibawah ini :

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah SAW, pernah menasehati


seseorang,

“Manfaatkanlah lima perkara sebelum lima perkara, Waktu mudamu sebelum datang
waktu tuamu, Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, Masa kayamu sebelum
datang masa kefakiranmu, Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu, Hidupmu
sebelum datang matimu.”

2. Jauhi sikap menunda-nunda

Jangan suka menunda-nunda sesuatu kebaikan, niat baik atau pekerjaan-pekerjaan


yang mendatangkan manfaat apalagi sampai menuda-nunda ibadah, karena yang
pertama Allah dan Rasul sangat benci kelakuan kebiasaan menunda-nunda dan
menjadikan kebiasan buruk bagi diri kita.

3. Cepat, tapi bukan tergesa-gesa

Ketahuilah bahwa cepat itu bukan berarti terburu-buru atau tergesa-gesa. Namun tetap
teliti dan melakukan dengan segera bukan berarti lambat. Kira-kira itulah yang
diajarkan dalam hadist Rasulullah SAW

“Karena sifat tergesa-gesa itu halnya berasal dari setan.”

( HR Anas bin Malik)..

“Menunda-nunda melaksanakan kewajiban (bagi yang mampu) termasuk kezaliman”

(HR. Bukhari).

Untuk itu mulai saat ini coba untuk jauhi sikap menunda-nunda, terlebih
dalam hal menjalankan kewajiban beribadah. Karena dalam Alquran juga disebutkan
َ‫ت لِ ْل ُمتَّقِ ْي ۙن‬ ۙ ْ‫ت َوااْل َر‬
ْ ‫ضُ اُ ِع َّد‬ ُ ْ‫ارع ُْٓوا اِ ٰلى َم ْغفِ َر ٍة ِّم ْن َّربِّ ُك ْم َو َجنَّ ٍة َعر‬
ُ ‫ضهَا• السَّمٰ ٰو‬ ِ ‫َو َس‬
“Bersegeralah kalian kepada ampunan Rabb kalian dan kepada surga yang seluas
langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa” (Ali Imran : 133).

4. Rutin melakukan evaluasi

“Orang yang berakal dan dapat mengendalikannya, seharusnya memiliki


empat waktu: pertama, waktu untuk bermunajat kepada Allah; Waktu untuk
mengintrospeksi diri; ketiga waktu untuk memikirkan ciptaan Allah; keempat waktu
untuk memenuhi kebutuhan jasmani dari minuman dan makanan.” (HR. Ibnu
Hibban).

Evaluasi disini artinya meneliti dan melihat kembali apa yang telah sudah kita
lakukan sebelumnya, serta mencermat segala kekurangan dan kelemahan yang ada
ddalam diri kita sendiri. Tanpa melakukan evaluasi, kita tidak akan pernah menyadari
kelemahan dan kekurangan pada diri kita, dan akibatnya kita akan terus melangkah
dengan kesalahan yang sama.

Nabi Muhammad bersabda:

"Dua nikmat yang banyak manusia tertipu di dalam keduanya, yaitu nikmat sehat dan
waktu luang." (HR. Bukhari, Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Abdul Fattah bin Muhammad dalam Qimatuz Zaman ‘Indal ‘Ulama


menjelaskan, kata "tertipu" dalam hadis ini bermakna merugi. Banyak manusia yang
merugi karena nikmat sehat dan waktu luang. Ada orang yang sehat fisiknya, namun
ia seakan tak punya waktu untuk persiapan akhirat karena terlalu sibuk dengan
kehidupan dunia. Ada pula orang yang punya cukup waktu untuk mempersiapkan
akhirat, namun fisiknya sedang tidak sehat. Padahal, apabila memiliki keduanya,
manusia dapat memanfaatkan waktunya untuk beribadah dan beramal saleh. Oleh
karena itu, apabila diberikan nikmat sehat dan waktu luang, perbanyaklah ketaatan
kepada Allah Swt. Sebab, masa sehat akan disusul sakit, dan waktu luang akan disusul
kesibukan.

8. Munazhzhamun fi Syu’unihi (Well Organized)


Teratur dalam suatu urusan (munzhzhamun fi syuunihi) termasuk kepribadian
seorang muslim yang ditekankan oleh Al-Qur’an maupun sunnah. Oleh karena itu
dalam hukum Islam, baik yang terkait dengan masalah ubudiyah maupun muamalah
harus diselesaikan dan dilaksanakan dengan baik. Ketika suatu urusan ditangani
secara bersama-sama, maka diharuskan bekerjasama dengan baik sehingga Allah
menjadi cinta kepadanya.

Dengan kata lain, suatu urusan dikerjakan secara profesional, sehingga apapun
yang dikerjakannya, profesionalisme selalu mendapat perhatian darinya. Bersungguh-
sungguh, bersemangat dan berkorban, adanya kontinyuitas dan berbasis ilmu
pengetahuan merupakan diantara yang mendapat perhatian secara serius dalam
menunaikan tugas-tugasnya.

Sebagai mana dalam firman Allah Subbhanahu Wa Ta’ala

ٌ‫صفًّا َكأَنَّهُم بُ ْن ٰيَ ٌن َّمرْ صُوص‬ َ ُ‫ين يُ ٰقَتِل‬


َ ‫ون فِى َسبِيلِ ِهۦ‬ َ ‫إِ َّن ٱهَّلل َ ي ُِحبُّ ٱلَّ ِذ‬
“Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan
yang teratur seakan-akan mereka seperti bangunan yang tersusun kokoh.” (Q.S. Ash-
Shaff: 4)
Aplikasi dari munzhzhamun fi syuunihi yang dapat diperaktikkan dalam kehidupan
sehari-hari, antara lain:
1) Shalat sebagai penata waktunya;
2) Teratur di dalam rumah dan kerjanya;
3) Merapikan ide-ide dan pikiran-pikirannya;
4) Disiplin dalam bekerja;
5) Memberitahukan gurunya problematika yang muncul
Peradaran itu mempunyai masa waktu yang tepat sehingga tidak terjadi
perbenturan satu sama lain.Keteraturan ciptaan Allah ini adalah implementasi dari
ketundukkan dan kepatuhannya kepada sang pencipta yakni Allah SWT.Dan
Ketundukan dan kepatuhan ini diciptakan Allah hanya untuk manusia, sshingga
kesimpulan akhirnya adalah kepatuhan melahirkan keteraturan.

9. Qodirun ‘alal Kasbi (Independent)


Memiliki kemampuan usaha sendiri atau yang juga disebut dengan mandiri
(qodirun alal kasbi) merupakan ciri lain yang harus ada pada seorang muslim. Ini
merupakan sesuatu yang amat diperlukan. Mempertahankan kebenaran dan berjuang
menegakkannya baru bisa dilaksanakan manakala seseorang memiliki kemandirian,
terutama dari segi ekonomi. Tak sedikit seseorang mengorbankan prinsip yang telah
dianutnya karena tidak memiliki kemandirian dari segi ekonomi. Karena itu pribadi
muslim tidaklah mesti miskin, seorang muslim boleh saja kaya raya bahkan memang
harus kaya agar dia bisa menunaikan haji dan umroh, zakat, infaq, shadaqah, dan
mempersiapkan masa depan yang baik. Oleh karena itu perintah mencari nafkah amat
banyak di dalam Al-Qur’an maupun hadits dan hal itu memilik keutamaan yang
sangat tinggi.
Dalam kaitan menciptakan kemandirian inilah seorang muslim amat dituntut
memiliki keahlian apa saja yang baik, agar dengan keahliannya itu menjadi sebab
baginya mendapat rizki dari Allah Swt, karena rizki yang telah Allah sediakan harus
diambil dan mengambilnya memerlukan skill atau ketrampilan.
Aplikasi dari qodirun alal kasbi yang dapat diperaktikkan dalam kehidupan sehari-
hari, antara lain:
1) Bekerja dan berpenghasilan;
2) Tidak berambisi menjadi pegawai negeri;
3) Mengutamakan spesialisasi langka yang penting dan dinamis;
4) Berusaha memiliki spesialisasi;
5) Ekonomis dalam nafkah ;
6) Mengutamakan produk umat Islam;
7) Tidak membelanjakan harta kepada non muslim;
8) Bersemangat untuk memperbaiki kualitas produk dengan harga sesuai

Hubungan Pendidikan Life Skill dan surah An-Nisa/4:9.

Generasi muda adalah istilah yang mengacu kepada tahapan masa kehidupan
seseorang yang berada diantara usia remaja dan tua. Ia sudah meninggalkan masa
remajanya, namun belum memasuki masa tua. Dalam posisinya yang sedemikian itu,
generasi muda sering tampil dalam ciri-ciri fisik dan psikis yang khas.Secara fisik, ia
telah tampil dengan format tubuh, panca indera yang sempurna pertumbuhannya.
Tinggi badan,raut muka, tangan, kaki dan sebagainya terlihat segar, laksana bunga
yang baru tumbuh. Sedangkan secara psikis ia tampil dengan jiwa dan semangat yang
menggebu-gebu, penuh idealisme, segalanya ingin cepat terwujud dan seterusnya.
Dalam keadaan yang demikian itu ia sering menunjukkan dinamika dan
kepeloporannya dalam menegakkan dan membela sebuah cita-cita. Dengan demikian
gerakan sosial, protes, demontrasi dan sebagainya sering dipelopori generasi muda.

Ajaran islam menaruh perhatian terhadap pembinaan generasi muda. Nabi


Muhammad SAW misalnya mengingatkan dalam sabdanya sebagai berikut:

“Aku wasiat-amanatkan kepadamu terhadap pemuda-pemuda (angkatan muda)


supaya bersikap baik terhadap mereka. Sesungguhnya hati dan jiwa mereka sangat
halus. Maka sesungguhnya Tuhan mengutus aku membawa berita gembira, dan
membawa peringatan. Angkatan mudalah yang menyambut dan menyokong aku,
sedangkan angkatan tua menentang dan memusuhi aku. Lalu Nabi membaca ayat
Tuhan yang berbunyi: “Maka sudah terlalu lama waktu (hidup) yang mereka lewati,
sehingga hati mereka menjadi beku dan kasar”.

Hadits tersebut paling kurang mengisyaratkan dua hal. Pertama, peringatan


kepada angkatan muda sekarang agar bersikap baik terhadap pemuda-pemuda. Karena
merekalah yang memegang zaman yang akan datang bagi bangsa dan negara. Kedua,
pengakuan bahwa angkatan muda memiliki hak partisipasi membentuk zaman
sekarang dan yang akan datang. Merekalah yang menyambut dan menyongsong
kerasulan Nabi Muhammad SAW. Dalam menyambut perubahan yang dilakukan
Nabi, pemudalah yang cepat tangkas membantunya, sedangkan golongan tua karena
ikatan tradisi yang sudah karatan enggan menyokongnya, bahkan bersikap
menolaknya.

10. Naafi’un Lighoirihi (Giving Contribution)

Bermanfaat bagi orang lain (nafi’un lighoirihi) merupakan sebuah tuntutan


kepada setiap muslim. Manfaat yang dimaksud tentu saja manfaat yang baik sehingga
dimanapun dia berada, orang disekitarnya merasakan keberadaannya karena
bermanfaat besar. Maka jangan sampai seorang muslim adanya tidak menggenapkan
dan tidak adanya tirák mengganjilkan. Ini berarti setiap muslim itu harus selalu
berpikir, mempersiapkan dirinya dan berupaya semaksimal untuk bisa bermanfaat
dalam hal-hal tertentu sehingga jangan sampai seorang muslim itu tidak bisa
mengambil peran yang baik dalam masyarakatnya.
Rasulullah saw bersabda yang artinya: sebaik-baik manusia adalah yang
paling bermanfaat bagi orang lain (HR. Qudhy dari Jabir).
Aplikasi dari nafi’un lighoirihi yang dapat diperaktikkan dalam kehidupan sehari-hari,
antara lain:1) Komitmen dengan adab Islam di dalam rumah;
2) Melaksanakan hak-hak pasangannya (suami atau istri);
3) Membantu istrinya;
4) Melaksanakan hak-ahak anak;
5) Memberi hadiah kepada tetangga;
6) Memberikan pelayanan umum karena Allah swt;
7) Memberikan sesuatu dari yang dimiliki;
8) Mendekati orang lain;
9) Mendorong orang lain berbuat baik;
10) Membantu yang membutuhkan;
11) Membantu yang kesulitan;
12) Membantu yang terkena musibah;
13) Menolong yang terzhalimi;
14) Berusaha memenuhi hajat orang lain
15) Bersemangat menda’wahi istrinya, anak-anaknya, dan kerabatnya;
16) Memberi makan orang lain;
17) Mendo’akan yang bersin.

Rasulullah saw kepada umatnya. Sabda beliau:

ِ َّ‫الناس أَنفَ ُعهُم لِلن‬


‫اس‬ ِ ‫َخ ْي ُر‬
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.” (Hadits
Riwayat ath-Thabrani, Al-Mu’jam al-Ausath, juz VII, hal. 58, dari Jabir bin Abdullah
r.a.. Dishahihkan Muhammad Nashiruddin al-Albani dalam kitab: As-Silsilah Ash-
Shahîhah)

Menjadi pribadi yang bermanfaat adalah salah satu karakter yang harus
dimiliki oleh seorang Muslim. Seorang Muslim lebih diperintahkan untuk
memberikan manfaat bagi orang lain, bukan hanya mencari manfaat dari orang atau
memanfaatkan orang lain. Ini adalah bagian dari implementasi konsep Islam yang
penuh cinta, yaitu memberi.

Selain itu, manfaat kita memberikan manfaatkan kepada orang lain, semuanya
akan kembali untuk kebaikan diri kita sendiri.

Sebagaimana firman Allah:

‫…إِ ْن أَحْ َسنتُ ْم أَحْ َسنتُ ْم أِل َنفُ ِس ُك ْم‬


“Jika kalian berbuat baik, sesungguhnya kalian berbuat baik bagi diri kalian sendiri
…” (QS al-Isrâ/ 17: 7),

Dan sabda Rasulullah saw:

…‫ه‬
ِ ِ‫اجت‬
َ ‫َح‬ َ ‫ان فِي َحا َج ِة أَ ِخي ِه َك‬
‫ان هَّللا ُ فِي‬ َ ‫َو َم ْن َك‬
“… dan barangsiapa (yang bersedia) membantu keperluan saudaranya, maka Allah
(akan senantiasa) membantu keperluannya.” (Hadits Riwayat Bukhari, Shahîh al-
Bukhâriy, juz III, hal. 168, hadits no. 2442 dan Muslim, Shahîh Muslim, juz VIII, hal.
18, hadits no. 6743 dari Abdullah bin Umar r.a)

Anda mungkin juga menyukai