Anda di halaman 1dari 98

MAKALAH

MULTIKULTURALISME
Tidak ada seorang pun yang dapat merendahkan dan menolak keberadaan sesama
karena alasan perbedaan latar belakang.

Disusun oleh:

Nama : Ribka Priskila Marbun

Kelas : XII Multimedia 3

SMK NEGERI 10 MEDAN


MENGENAL 6 AGAMA DI INDONESIA
1. Agama Islam

Agama Islam merupakan agama yang


menjadi mayoritas masyarakat di Negara
Indonesia dan diperkirakan awal muncul
agama Islam terjadi sekitar 1400 tahun yang
lalu yaitu tahun 610 M yang ditandai dengan
penerimaan wahyu Al-Qur’an yang pertama di
Makkah oleh Muhammad Saw.
Di Indonesia sendiri, Agama Islam pertama
kali masuk diperkirakan pada sekitar abad ke
7 atau 8 melalui para pedagang Arab dan
Persia yang datang ke Indonesia pada zaman itu.
Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik, memperkirakan bahwa
masyarakat yang memeluk Agama Islam di Indonesia berjumlah 207.2 juta jiwa, dengan
persentase 87,2 persen dari keseluruhan masyarakat Indonesia dan menjadi agama terbesar di
Indonesia.

Kitab Suci Agama Islam – Al Qur’an


Dalam ajaran Islam kitab suci yang
digunakan adalah Al-Qur’an yang didalamnya
terdiri dari 114 surat, 30 juz, dan 6236 ayat
menurut riwayat dari Hafsh, 6262 ayat
menurut riwayat dari Ad-Dut, maupun 6214
ayat menurut riwayat dari Warsy .
Islam memiliki beberapa hari besar,
diantaranya adalah :
 Idul Fitri atau yang lebih kita kenal dengan
sebutan lebaran, yang pada tahun 2021 jatuh
pada tanggal 13 Mei 2021.
 Idul Adha, yang pada tahun 2021 jatuh pada tanggal 20 Juli 2021 dilakukan untuk
memperingati peristiwa kurban yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim AS.
 Tahun Baru Hijriyah, yang pada tahun 2021 jatuh pada tanggal 9 Agustus 2021. Perayaan
ini dilakukan untuk terus mengingatkan umat Islam akan sejarah peristiwa hijrahnya Nabi
Muhammad SAW.
 Isra Mi’Raj, yang pada tahun 2021 jatuh pada tanggal 11 Maret 2021. Perayaan ini
dilakukan untuk memperingati perjalanan malam yang dilakukan oleh Rasulullah SAW.
2. Kristen Protestan

Agama Kristen merupakan agama yang


muncul pertama kali sekitar 2000 tahun
yang lalu. Kemunculan pertama kali agama
ini terjadi di Belnda pada abad ke 16 yang
dipengaruhi oleh ajaran Calvinisme dan
Lutheran. Berdasarkan data yang
dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik,
memperkirakan bahwa masyarakat yang
memeluk Agama Kristen Protestan di
Indonesia berjumlah 16.5 juta jiwa, dengan
persentase 6.9 persen dari keseluruhan masyarakat Indonesia dan menjadi agama kedua terbesar
di Indonesia.

Kitab Suci Agama Kristen Protestan – Al Kitab


Bagi para pemegang Agama Kristen
Protestan menyebut kita suci mereka dengan
sebutan Alkitab yang terdiri dari 66 bagian
yang terbagi menjadi dua bagian yaitu 39
yang masuk ke dalam Perjanjian Lama dan
27 yang masuk ke dalam Perjanjian Baru.
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dalam
Alkitab dapat dikelompokkan lagi menjadi
beberapa bagian berdasarkan gaya penulisan
dan isinya.
Perjanjian Lama terdiri dari lima bagian,
yaitu:

 Kitab Taurat yang terdiri atas 5 kitab


 Kitab Sejarah yang terdiri atas 12 kitab
 Kitab Puisi yang terdiri atas 5 kitab
 Kitab Nabi-nabi Besar yang terdiri dari 5 kitab
 Dan yang terakhir, Kitab Nabi-nabi Kecil yang terdiri dari 12 kitab.
 Selanjutnya, Perjanjian Baru dikelompokkan menjadi empat bagian, yaitu:
 Kitab Injil yang terdiri atas 4 kitab
 Kitab Sejarah yang terdiri atas 1 kitab
 Surat-surat Rasuli yang terdiri atas 21 kitab
 Dan yang terakhir, Kitab Wahyu yang terdiri atas 1 kitab.

Hari Besar Kristen Protestan


 Natal yang merupakan perayaan yang dilakukan untuk memperingati kelahiran Yesus
yang jatuh pada tanggal 25 Desember,
 Hari Paskah merupakan perayaan yang dilakukan untuk memperingati kebangkitan
Yesus.
 Pentakosta merupakan perayaan yang dilakukan untuk memperingati pencurahan Roh
Kudus yang dilakukan 50 hari setelah hari Paskah.
 Kenaikan Isa Almasih perayaan yang dilakukan untuk memperingati kenaikan Yesus
yang dilakukan 40 hari setelah hari Paskah.
 Wafat Isa Almasih perayaan yang dilakukan untuk memperingati kematian Yesus yang
dilakukan 3 hari setelah Paskah.

3. Katolik

Agama Katolik merupakan agama yang


pertama kali muncul di kepulauan Maluku
dengan adanya kedatangan bangsa Portugis
ke Indonesia dengan misi untuk mencari
rempah-rempah. Para rakyat Maluku juga
menjadi penganut pertama dari Agama
Katolik di Indonesia. Berdasarkan data yang
dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik,
memperkirakan bahwa masyarakat yang
memeluk Agama Kristen Katolik di
Indonesia berjumlah 6.9 juta jiwa, dengan
persentase 2.9 persen dari keseluruhan masyarakat Indonesia dan menjadi agama ketiga terbesar
di Indonesia.
Kitab suci Agama Katolik sama dengan kitab suci agama Kristen Protestan.
Hampir sama dengan Alkitab Kristen Protestan, Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dalam
Alkitab Katolik juga dibagi menjadi beberapa bagian. Perjanjian Lama terdiri dari empat bagian,
yaitu:
 Kitab Pentateukh yang terbagi atas 5 kitab yaitu, Kitab Kejadian, Kitab Keluaran, Kitab
Imamat, Kita Bilangan, dan Kitab Ulangan.
 Kitab Sejarah yang terbagi atas 16 kitab yaitu, Kitab Yosua, Kitab Hakim-hakim, Kitab
Rut, Kitab 1 Samuel, Kitab 2 Samuel, Kitab 1 Raja-raja, Kitab 2 Raja-raja, Kitab 1
Tawarikh, Kitab 2 Tawarikh, Kitab Ezra, Kitab Nehemia, Kitab Tobit, Kitab Yudit, Kitab
Ester, Kitab 1 Makabe, dan Kitab 2 Makabe.
 Kitab Puitis dan Hikmat yang terbagi atas 7 kitab yaitu, Kitab Ayub, Kitab Mazmur,
Kitab Amsal, Kitab Pengkhotbah, Kitab Kidung Agung, Kitab Kebijaksanaan Salomo,
dan Kitab Putera Sirakh.
 Kitab Para Nabi yang terbagi menjadi 18 kitab yaitu, Kitab Yesaya, Kitab Yeremia, Kitab
Ratapan, Kitab Barukh, Kitab Yehezkiel, Kitab Daniel, Kitab Hosea, Kitab Yoel, Kitab
Amos, Kitab Obaja, Kitab Yunus, Kitab Mikha, Kitab Nahum, Kitab Habakuk, Kitab
Zefanya, Kitab Hagai, Kitab Zakharia, dan Kitab Maleakhi.

Selanjutnya, Perjanjian Baru dikelompokkan menjadi lima bagian, yaitu:


Injil yang terbagi atas 4 kitab yaitu, Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes.
Kisah Para Rasul yang merupakan bentuk catatan mengenai iman, pertumbuhannya dan
bagaimana cara hidup Gereja Perdana.
 Epistula atau Surat-surat, yang terbagi menjadi dua kelompok yaitu, Surat-surat Paulus
dan Surat-surat Apostolik.
 Kitab Wahyu yang merupakan kitab terakhir pada Perjanjian Baru yang ditulis pada
tahun 90 M.
Hari Besar Agama Katholik
 Natal sama seperti Kristen Protestan perayaan dilakukan untuk memperingati kelahiran
Yesus Kristus pada tanggal 25 Desember.
 Hari Raya Santa Perawan Maria merupakan perayaan yang dilakukan untuk
memperingati kepercayaan Gereja bahwa Bunda Maria dikandung tanpa noda yang jatuh
pada tanggal 8 Desember.
 Kenaikan Isa Al Masih merupakan perayaan yang dilakukan untuk memperingati
kenaikan Yesus Kristus ke surga yang jatuh pada tepatnya hari ke 40 setelah Hari Paskah.
 Trihari Suci Paskah yang terbagi menjadi tiga hari suci yaitu Kamis Putih yang dilakukan
untuk memperingati peristiwa Perjamuan Terakhir Yesus dengan muridnya, Jumat Agung
yang dilakukan untuk memperingati wafatnya Yesus Kristus di kayu salib, dan hari Paskah
untuk memperingati kebangkitan Yesus Kristus

4. Hindu
Agama Hindu datang pertama kali ke Indonesia
melalui jaringan perdagangan yang terbentang dari
Cina hingga India diperkirakan terjadi pada sekitar
awal abad ke empat. Kemunculan Agama Hindu
ditandai dengan berdirinya kerajaan Ktai dan
Tarumanegara yang menganut nilai-nilai Hindu.
Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat
Statistik, memperkirakan bahwa masyarakat yang
memeluk Agama Hindu di Indonesia berjumlah 4 juta
jiwa, dengan persentase 1.7 persen dari keseluruhan
masyarakat di Indonesia dan menjadi agama keempat
terbesar di Indonesia.

Kitab suci agama Hindu adalah Weda.

Dalam Agama Hindu, Kitab Suci yang digunakan


sebagai ajaran adalah Weda atau Veda. Weda sendiri
memiliki makna yang berasal dari bahasa sansekerta
yaitu Vid yang memiliki arti mengetahui atau
pengetahuan. Sehingga Weda atau Veda memiliki
makna sebagai ilmu pengetahuan suci yang maha
sempurna dan kekal abadi serta berasal dar Hyang
Widhi Wasa.
Weda dalam pembagiannya terdiri dari dua kelompok
besar yang disebut Weda Sruti yang isi didalamnya
mengenai wahyu dan Weda Smrti  yang didalamnya
merupakan pedoman atau manual yang bersumber
dari Weda Sruti.
Weda Sruti dalam ajaran Agama Hindu merupakan
kitab wahyu yang secara langsung diturunkan oleh Tuhan. Weda Sruti juga memiliki nama lain
yaitu Catur Weda yang terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
 Rg. Weda atau Rg Weda Samhita
 Sama Weda Samhita
 Yajur Weda Samhita
 Atharwa Weda Samhita
Weda Smrti yang isinya merupakan bentuk susunan dan pengelompokan materi secara
sistematis, dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu
 Kelompok Wedangga yang terdiri dari enam bidang, yaitu Siksa atau Phonetika,
Wyakarana atau Tata Bahasa, Chanda atau Lagu, Nirukta, Jyotisa atau Astronomi, dan
Kalpa.
 Kelompok Upaweda yang terdiri lima jenis, yaitu Itihasa, Purana, Arthasastra, Ayur
Weda, dan Gandharwa Weda.

Hari Besar Agama Hindhu


 Nyepi merupakan perayaan yang dilakukan untuk memperingati tahun Baru Saka yang
dilakukan satu tahun sekali.
 Kuningan merupakan hari suci yang dirayakan setiap enam bulan sekali yang jatuh tepat
setelah sepuluh hari perayaan hari Galungan.
 Galungan dirayakan setiap enam bulan sekali sebagai hari suci yang dilakukan sebagai
perayaan kemenangan kebajikan melawan kebatilan.

5. Buddha

Kedatangan Agama Buddha di Indonesia terjadi pada abad ke lima Masehi, hal tersebut
diperkirakan dengan melihat dari peninggalan prasasti-prasasti yang ditemukan. Agama Buddha
pertama kali diperkirakan dibawa oleh pengelana Fa Hsien yang berasal dari China. Pada abad
ke 7, terdapat kerajaan Budha yang berkembang di Indonesia yaitu Kerajaan Sriwijaya yang
menjadi pusat dari pengembangan Agama Buddha di Asia Tenggara yang berdiri hingga tahun
1377. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik, memperkirakan bahwa
masyarakat yang memeluk Agama Buddha di Indonesia berjumlah 1.7 juta jiwa, dengan
persentase 0.7 persen dari keseluruhan masyarakat di Indonesia dan menjadi agama kelima
terbesar di Indonesia.

Kitab suci agama Buddha adalah Pitaka

Agama Buddha atau juga yang sering disebut dengan Buddha Dhamma memiliki Kitab
Suci yang sering dikenal dengan Pitaka atau Keranjang. Pitaka terbagi menjadi tiga kelompok
besar yang terdiri dari Vinaya Pitaka, Sutta Pitaka. Dan Abhidhamma Pitaka.
 Vinaya Pitaka, merupakan bagian yang berisi mengenai hal-hal dan peraturan bagi para
penganut ajaran Buddha atau yang lebih dikenal dengan Bhikku dan Bhikkuni terbagi
menjadi tiga bagian, yaitu Suttavibhanga, Khandhaka yang memiliki dua kitab
(Mahavagga dan Cullavagga), dan yang terakhir Parivara.
 Sutta Pitaka yang terbagi menjadi lima bagian dalam bentuk buku.
 Digha Nikaya yang terdiri atas 34 sutta, yang terbagi menjadi tiga bagian yaitu,
Silakkhandhavagga, Mahavagga, dan Patikavagga.
 Majjhima Nikaya yang terdiri atas khotbah-khotbah menengah, yang terbagi menjadi tiga
bagian, yaitu Dua Pannasa pertama yang berisi 50 sutta, dan Pannasa terakhir yang berisi
52 sutta.
 Anguttara Nikaya yang terdiri atas sebelas bagian yang didalamnya meliputi 9.557 sutta.
 Samyutta Nikaya yang terdiri atas 7.762 sutta.
 Khuddaka Nikaya yang terdiri atas kumpulan 15 kitab.
 Abhidhamma Pitaka terdiri dari tujuh buku, yaitu Dhammasangani, Vibhanga,
Dhatukatha, Punggalapannatti, Kathavatthu, Yamaka, dan Patthana

c. Hari Besar Agama Budha


 Hari Waisak yang dilakukan oleh para pemegang Agama Buddha dalam memperingati
kelahiran Buddha.
 Hari Magha merupakan perayaan yang dilakukan oleh para penganut Agama Buddha
yang dirayakan dalam bentuk upacara keagamaan.
 Hari Asadha merupakan perayaan yang dilakukan untuk memperingati pertama kalinya
Buddha Gautama mengajarkan Dhamma kepada lima pertapa. Pada tahun 2021 jatuh
pada tanggal 24 Juli 2021.
6. Khonghucu

Ajaran Konfusius atau Konfusianisme yang kemudian berubah menjadi Khonghucu


seperti yang kita ketahui sekarang pertama kali muncul di Indonesia terjadi pada abad ke 17,
dimana salah satu buktinya terdapat bangunan tua di Pontianak yang digunakan sebagai tempat
pemujaan bagi para penganut ajaran tersebut.
Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik, memperkirakan bahwa
masyarakat yang memeluk Agama Konghucu di Indonesia berjumlah 0.1 juta jiwa, dengan
persentase 0.05 persen dari keseluruhan masyarakat di Indonesia dan menjadi agama keenam
terbesar di Indonesia.

Kitab suci Khonghucu adalah kitab Si Shu dan Wu Jing.

Agama Khonghucu memiliki dua kitab utama, yaitu Kitab Si Shu dan Kitab Wu Jing yang
terbagi lagi menjadi beberapa bagian.
Kitab Si Shu yang secara langsung bersumber dari Nabi Khongcu hingga Meng Zi memiliki
beberapa bab, yaitu:
 Kitab Ajaran Besar atau yang disebut dengan Da Xue / Thai Hak
 Kitab Tengah Sempurna atau yang disebut dengan Zhong Yong / Tiong Yong
 Kitab Sabda Suci atau yang disebut dengan Lun Gi / Lun Yu

Dan yang terakhir, Kitab Bingcu atau yang disebut dengan Meng Zi / Bing Cu
 Kitab Wu Jing yang bersumber dari para Nabi Purba dan Raja Suci terdiri dari:
 Kitab Sajak atau yang disebut dengan Shi Jing
 Kitab Hikayat atau yang disebut dengan Shu Jing
 Kitab Perubahan atau yang disebut dengan Yi Jing
 Kitab Kesusilaan atau yang disebut dengan Li Jing
 Kitab Chun Chiu atau yang disebut dengan Chun Qiu Jing

Hari Besar Agama Konghucu


 Tahun Baru Imlek yang jatuh setiap tanggal satu bulan satu imlek. Dalam melakukan
perayaan ini biasanya orang yang lebih muda memberikan salam kepada yang lebih tua.
 Cap Go Meh merupakan hari raya yang diperingati dengan melakukan upacaya
sembahyang yang jatuh pada tanggal 15 bulan satu imlek sebagai bentuk ucapan terimakasih
dan memulai kehidupan baru kepada Tuhan.
 Cheng Beng yang jatuh pada tangga 5 April atau bulan ketiga imlek merupakan kegiatan
membersihkan makam dan menaka makam yang rusak.

Nah, seperti itulah penjelasan mengenai beragam Agama yang ada di Indonesia beserta Kitab
Suci dan Hari Perayaan Besar masing-masing. Keragaman Agama yang di Indonesia bukan
menjadi sebuah sumber perpecahan bagi setiap masyarakatnya. Namun, menjadi suatu kekuatan
bagi Negara Indonesia karena keberagaman tersebut dan sifat toleransi dari setiap agama.
Daftar Suku Bangsa di Indonesia

1. Suku Kubu - Sumatra (Jambi)

Suku Kubu atau juga dikenal dengan Suku Anak Dalam atau Orang Rimba atau Orang Ulu
adalah salah satu suku bangsa minoritas yang hidup di Pulau Sumatra, suku ini masih
dikategorikan sebagai "masyarakat terasing" yang berdiam di beberapa kabupaten di Provinsi
Jambi dan Sumatra Selatan. Mereka mayoritas hidup di provinsi Jambi, dengan perkiraan jumlah
populasi sekitar 200.000 orang. Orang sekitar menyebut suku ini sebagai “Suku Kubu”, tetapi
panggilan ini kurang disukai karena bermakna peyorasi atau menghina.
Menurut tradisi lisan suku Anak Dalam merupakan orang Maalau Sesat, yang lari ke hutan
rimba di sekitar Air Hitam, Taman Nasional Bukit Duabelas. Mereka kemudian dinamakan
Moyang Segayo. Tradisi lain menyebutkan mereka berasal dari wilayah Pagaruyung, yang
mengungsi ke Jambi. Ini diperkuat kenyataan adat suku Anak Dalam punya kesamaan bahasa
dan adat dengan suku Minangkabau, seperti sistem kekeluargaan matrilineal. Kehidupan mereka
seminomaden, dan berkelompok dengan sebutan “Tubo” yang dipimpin oleh seorang
“Tumenggung” dan terdiri dari beberapa kepala keluarga. Biasanya pemilihan Tumenggung
berdasarkan garis keturunan, tetapi sekarang siapapun bisa dipilih sebagai Tumenggung asalkan
dinilai punya kapasitas.
Mata pencahariannya kebanyakan adalah meramu hasil hutan dan berburu. Senjata yang
digunakan antara lain lembing kayu, tombak bermata besi,dan parang, walaupun banyak yang
dari mereka sekarang telah memiliki lahan karet dan pertanian lainnya.
Secara garis besar di Jambi mereka hidup di 3 wilayah ekologis yang berbeda, yaitu Orang
Kubu yang di utara Provinsi Jambi (sekitaran Taman Nasional Bukit Tiga Puluh), Taman
Nasional Bukit Duabelas , dan wilayah selatan Provinsi Jambi (sepanjang jalan lintas Sumatra).
Suku bangsa Anak Dalam mempunyai kebiasaan Berpindah-pindah tempat tinggal, yang
mereka sebut melangun. Melangun dilakukan karena beberapa sebab, yaitu salah satu anggota
keluarga meninggal, hasil hutan di lokasi tempat tinggalnya habis, terjadinya musim buah, atau
ada ancaman dari luar. Kepindahan karena ada salah satu warga yang meninggal dilakukan
karena tempat itu dipercaya akan mendarat sial dan mereka tidak sampai hati melihat hasil
pekerjaan dan barang-barang milik almarhum di tempat lama.

2. Suku Sakai – Sumatra

Suku Sakai menjadi salah satu suku yang


terasing di Indonesia. Oleh sebab itu, keberadaan
serta informasi jarang diketahui. Orang Sakai
diketahui hidup di Sumatera, tepatnya di
kepulauan Riau. Suku Sakai yang hidup di daerah
pedalaman sangat menggantungkan hidupnya
pada alam. Ketergantungannya pada alam tersebut
membuat suku ini menjadi suku yang masih hidup
secara tradisional. Bahkan kehidupannya terkesan
jauh dari peradaban dan perkembangan zaman.
Saat ini belum ada kegiatan pengembangan yang mendukung kemajuan masyarakat suku Sakai,
sehingga suku ini dianggap sebagai suku terasing. Orang Sakai umumnya bermukim di beberapa
lokasi, seperti di daerah Kandis, Balai Pungut, Kota Kapur, Minas, Duri, sekitar Sungai Siak, dan
bagian hulu dari Sungai Apit.
Suku Sakai biasanya tinggal di pondok sederhana yang mudah dibongkar, sehingga dapat
dengan mudah berpindah-pindah tempat sewaktu-waktu (nomaden). Pondok atau rumah tersebut
dihuni oleh beberapa keluarga inti dengan seorang pemimpin.
Pemimpin di dalam pemukiman tersebut biasanya merupakan seorang tokoh senior yang
disebut dengan istilah batin. Dalam mengambil suatu keputusan, masyarakat suku sakai biasanya
diadakan suatu musyawarah untuk mencapai mufakat.

3. Suku Gayo - Sumatra

Suku Gayo, merupakan salah satu suku bangsa


yang mendiami dataran tinggi Gayo di Provinsi
Aceh bagian tengah. Berdasarkan sensus 2010
jumlah suku Gayo yang mendiami provinsi Aceh
mencapai 336.856 jiwa. Wilayah tradisional suku
Gayo meliputi kabupaten Aceh Tengah, Bener
Meriah dan Gayo Lues. Selain itu suku Gayo juga
mendiami sebagian wilayah di Aceh Tenggara,
Aceh Tamiang, dan Aceh Timur.

Suku Gayo beragama Islam dan mereka dikenal taat dalam agamanya dan mereka menggunakan
Bahasa Gayo dalam percakapan sehari-hari mereka.

4. Suku Aceh - Sumatra

Suku Aceh (Aksara Jawoë : ‫ )اورڠ اچيه‬atau yang dalam Bahasa Aceh yang ditulis dengan
huruf latin dibaca "Ureuëng Acèh" adalah nama sebuah suku penduduk asli yang mendiami
wilayah pesisir dan sebagian pedalaman Provinsi Aceh, Indonesia. Suku Aceh mayoritas
beragama Islam. Suku Aceh mempunyai beberapa nama lain yaitu Lam Muri, Lambri, Akhir,
Achin, Asji, A-tse dan Atse. Bahasa yang dituturkan adalah bahasa Aceh, yang merupakan
bagian dari rumpun bahasa Melayu-Polinesia Barat dan berkerabat dekat dengan bahasa Cham
yang dipertuturkan di Vietnam dan Kamboja. Suku Aceh sesungguhnya merupakan keturunan
berbagai suku, kaum, dan bangsa yang menetap di tanah Aceh. Pengikat kesatuan budaya suku
Aceh terutama ialah dalam bahasa, agama, dan adat khas Aceh.

5. Suku Alas - Sumatra


Suku Alas merupakan salah satu suku yang bermukim di Kabupaten Aceh Tenggara,
Provinsi Aceh (yang juga lazim disebut Tanah Alas). Kata "alas" dalam bahasa Alas berarti
"tikar". Hal ini ada kaitannya dengan keadaan daerah itu yang membentang datar seperti tikar di
sela-sela Bukit Barisan. Daerah Tanah Alas dilalui banyak sungai, salah satu di antaranya adalah
Lawe Alas (Sungai Alas).
Sebagian besar suku Alas tinggal di pedesaan dan hidup dari pertanian dan peternakan.
Tanah Alas merupakan lumbung padi untuk daerah Aceh. Tapi selain itu mereka juga berkebun
karet, kopi,dan kemiri, serta mencari berbagai hasil hutan, seperti kayu, rotan, damar dan
kemenyan. Sedangkan binatang yang mereka ternakkan adalah kuda, kambing, kerbau, dan sapi.
Kampung atau desa orang Alas disebut kute. Suatu kute biasanya didiami oleh satu atau
beberapa klan, yang disebut merge. Anggota satu merge berasal dari satu nenek moyang yang
sama. Pola hidup kekeluargaan mereka adalah kebersamaan dan persatuan. Mereka menarik
garis keturunan patrilineal, artinya garis keturunan laki-laki. Mereka juga menganut adat
eksogami merge, artinya jodoh harus dicari di merge lain. Suku Alas 100% adalah penganut
agama Islam.

6. Suku Devayan – Sumatra

7. Suku Haloban – Sumatra

Suku Haloban merupakan suatu suku yang terdapat di kabupaten Aceh Singkil, tepatnya
di kecamatan Pulau Banyak Barat. Suku bangsa ini mendiami 2 desa dari 4 desa yang ada yaitu
desa Haloban dan Asantola. Bahasa yang dituturkan oleh suku ini adalah bahasa Haloban yang
memiliki banyak persamaan dengan bahasa Devayan di pulau Simeulue.

8. Suku Kluet - Sumatra

Suku Kluet atau Keluwat adalah sebuah suku yang mendiami beberapa kecamatan di
kabupaten Aceh Selatan, yaitu kecamatan Kluet Utara, Kluet Selatan, Kluet Tengah, dan Kluet
Timur. Daerah Kluet ini dipisahkan oleh sungai Lawé Kluet yang berhulu di Gunung Leuser dan
bermuara di Lautan Hindia. Wilayah kediaman orang Kluet ini terletak 30 km dari kota Tapak
Tuan atau 500 km dari Banda Aceh. Sebagaimana etnis-etnis disekitarnya, Etnis Kluet/Keluwat
juga mempunyai marga yang masih umum dipakai oleh sebagian kalangan masyarakatnya.
Masyarakat Kluet/Keluwat memiliki 5 buah marga yaitu:
 Pelis
 Selian
 Bencawan
 Pinem
 Caniago.
Marga yang terakhir (Caniago) adalah marga keturunan orang Minangkabau yang telah
berasimilasi dengan Kluet sejak berabad-abad yang lalu. Empat marga di atas juga ditemukan
dalam suku Alas, Karo, dan Pakpak. Suku Kluet mempergunakan bahasa Kluet yang termasuk
dalam kelompok bahasa-bahasa Batak. Bahasa Kluet terbagi atas 3 dialek yaitu Dialek Paya
Dapur, Manggamat, dan Lawe Sawah, dan gunung pudung.

9. Suku Lekon - Sumatra


Suku Lekon adalah sebuah suku bangsa yang terdapat di kecamatan Alafan, Simeulue di
provinsi Aceh. Suku ini terdapat di desa Lafakha dan dan Langi. Suku ini memiliki bahasanya
sendiri yaitu bahasa Lekon. Kedudukan bahasa Lekon masih diperdebatkan sampai saat ini,
apakah termasuk salah satu dialek bahasa Devayan atau sebuah bahasa yang berdiri sendiri.

10. Suku Pakpak - Sumatra

Suku Pakpak adalah suku yang berasal dari Pulau Sumatra. Suku ini tersebar di beberapa
kabupaten/kota seperti Kabupaten Dairi, Kabupaten Pakpak Bharat, Kabupaten Humbang
Hasundutan, Tapanuli Tengah (Sumatra Utara), dan Kabupaten Aceh Singkil dan Kota
Subulussalam (Aceh).

11. Suku Sigulai – Sumatra


12. Suku Singkil – Sumatra
Suku Singkil adalah sebuah suku yang terdapat di kabupaten Aceh Singkil, Sebagian
Kabupaten Aceh Selatan, Sebagian Aceh Tenggara dan kota Subulussalam di provinsi Aceh.
Suku Singkil mempunyai khas tersendiri yakni yaitu termasuk peribahasa, budaya, adat dll.
Bahasa Singkil Adalah suatu bahasa mayoritas yang di gunakan di Kabupaten Aceh
Singkil, Kota Subulussalam dan sebagian di Kabupaten Aceh Tenggara, dan Aceh Selatan.
Bahasa ini bisa dikatakan mirip atau serumpun dengan bahasa Karo di provinsi Sumatra Utara.
Namun bahasa Singkil mempunyai keunikan sendiri disisi lain mempunyai kosakata lainnya
yang jauh berbeda dengan suku Karo serta mempunyai ciri khas seperti hurif R di ucapkan 'Kh'

13. Suku Tamiang – Sumatra

Suku Tamiang atau Melayu Tamiang (Abjad Jawoë: ‫ )تامياڠ‬adalah suku bangsa yang
merupakan penduduk asli Kabupaten Aceh Tamiang di Provinsi Aceh, dan Kabupaten Langkat
di Sumatra Utara. Meskipun serumpun, suku Tamiang bukanlah merupakan suku Aceh salah satu
suku bangsa yang juga berasal dari Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Meski demikian, suku
Tamiang telah sekian abad menjadi bagian dari masyarakat Aceh.
Dari segi kebudayaan, masyarakat suku Melayu Tamiang memiliki banyak persamaan
dengan dengan masyarakat Melayu di pesisir timur Sumatra lainnya. Bahasa yang dituturkan
oleh suku Melayu Tamiang yakni Bahasa Tamiang, yang merupakan bagian dari dialek Bahasa
Melayu.

14. Suku Aneuk Jamee - Sumatra (Aceh)


Suku Aneuk Jamee adalah suku di Indonesia yang tersebar di sepanjang pesisir barat–
selatan Aceh mulai dari kabupaten Aceh Singkil, Aceh Selatan, Aceh Barat Daya, Aceh Barat
dan Simeulue. Suku ini merupakan keturunan perantau Minangkabau yang bermigrasi ke Aceh
dan telah berakulturasi dengan suku Aceh.

15. Suku Batak – Sumatra

Suku Batak merupakan salah satu suku bangsa terbesar di Indonesia, berdasarkan sensus
dari Badan Pusat Satistik pada tahun 2010. Nama ini merupakan sebuah tema kolektif untuk
mengidentifikasikan beberapa suku bangsa yang bermukim dan berasal dari Pantai Barat dan
Pantai Timur di provinsi Sumatera Utara. Suku bangsa yang dikategorikan sebagai Batak adalah
Angkola, Karo, Mandailing, Pakpak/Dairi, Simalungun, dan Toba. Batak adalah rumpun suku-
suku yang mendiami sebagian besar wilayah Sumatera Utara. Namun sering sekali orang
menganggap penyebutan Batak hanya pada suku Toba, padahal Batak tidak hanya suku Toba.
Saat ini pada umumnya orang Batak menganut agama Kristen Protestan, Kristen Katolik,
dan Islam. Tetapi ada pula yang menganut kepercayaan tradisional yakni: tradisi Malim
(penganutnya disebut Parmalim) dan juga menganut kepercayaan animisme, walaupun kini
jumlah penganut kedua ajaran ini sudah semakin berkurang.

16. Suku Batak Angkola – Sumatra


Suku Batak Angkola adalah salah satu sub-etnis dari Suku Bangsa Batak, di samping
Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, dan Batak Mandailing.[1] Tanah
ulayat Suku Batak Angkola berada di wilayah geografis Tapanuli bagian selatan (tabagsel) yang
meliputi Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten Padang Lawas
Utara, Kota Padangsidimpuan, dan sebagian Kabupaten Mandailing Natal. Suku Batak Angkola
memiliki hubungan yang sangat erat hubungan kekerabatan marga-marga (Tarombo) Batak Toba
dan juga memiliki kekerabatan yang kuat dengan Batak Mandailing disebabkan adanya
persamaan bahasa, budaya, dan agama yang dianut sebagian besar masyarakatnya.
17. Suku Batak Karo – Sumatra
Suku Karo atau lazim juga disebut Batak Karo
adalah suku bangsa atau kelompok etnik yang
mendiami wilayah Sumatra Utara dan sebagian
Aceh; meliputi Kabupaten Karo, sebagian
Kabupaten Aceh Tenggara, sebagian Kabupaten
Langkat (Langkat Hulu), Sebagian Kabupaten
Dairi, sebagian Kabupaten Simalungun, dan
sebagian Kabupaten Deli Serdang serta juga dapat
ditemukan di kota Medan & Kota Binjai. Suku ini
merupakan salah satu suku terbesar dalam
Sumatra Utara.
Nama suku ini dijadikan sebagai nama salah satu Kabupaten di Sumatra Utara yaitu Kabupaten
Karo. Suku ini memiliki bahasa yang disebut Bahasa Karo atau Cakap Karo. Pakaian adat suku
Karo didominasi dengan warna merah serta hitam dan penuh dengan perhiasan emas. Konon,
Kota Medan didirikan oleh seorang tokoh Karo yang bernama Guru Patimpus Sembiring Pelawi.

18. Suku Batak Mandailing – Sumatra


Suku Mandailing atau lazim juga disebut Batak Mandailing adalah salah satu suku yang
ada di Asia Tenggara. Suku ini lebih banyak ditemui di bagian utara pulau Sumatra, Indonesia
dan bagian dari Batak. Mereka pernah berada di bawah pengaruh Kaum Padri dari Minangkabau
di Tanah Datar. Hasilnya, suku ini dipengaruhi oleh budaya Islam. Suku ini juga tersebar di
Malaysia, tepatnya di Selangor dan Perak. Suku ini juga memiliki keterkaitan dengan Suku
Batak Angkola.

19. Suku Batak Pakpak – Sumatra

Suku Pakpak atau lazim juga disebut Batak Pakpak adalah salah satu suku bangsa yang
terdapat di Pulau Sumatra Indonesia. Tersebar di beberapa kabupaten/kota di Sumatra Utara dan
Aceh, yakni di: Kabupaten Dairi, Kabupaten Pakpak Bharat, Kabupaten Humbang Hasundutan,
Tapanuli Tengah (Sumatra Utara), sebagian Kabupaten Aceh Singkil dan Kota Subulussalam
(Aceh).
Suku Pakpak terdiri atas 5 subsuku, dalam istilah setempat sering disebut dengan istilah
Pakpak Silima Suak yang terdiri dari:
 Pakpak Klasen, berdomisili di wilayah Parlilitan yang masuk wilayah kabupaten
Humbang Hasundutan dan wilayah Manduamas yang merupakan bagian dari kabupaten
Tapanuli Tengah.
 Pakpak Simsim, berdiam di kabupaten Pakpak Bharat.
 Pakpak Boang, bermukim di provinsi Aceh yaitu di kabupaten Aceh Singkil dan kota
Subulussalam. Suku Pakpak Boang ini banyak disalahpahami sebagai suku Singkil.
 Pakpak Pegagan, bermukim di Sumbul dan sekitarnya di Kabupaten Dairi.
 Pakpak Keppas, bermukim di kota Sidikalang dan sekitarnya di Kabupaten Dairi.
20. Suku Batak Simalungun – Sumatra
Suku Simalungun atau
lazim juga disebut Batak
Simalungun adalah salah
satu suku yang berada di
provinsi Sumatra Utara,
Indonesia, yang menetap di
Kabupaten Simalungun dan
sekitarnya. Beberapa
sumber menyatakan bahwa
leluhur suku ini berasal dari
daerah India Selatan tetapi
ini hal yang sedang
diperdebatkan. Sepanjang
sejarah suku ini terbagi ke
dalam beberapa kerajaan.
Marga asli penduduk Simalungun adalah Damanik, dan 3
marga pendatang yaitu, Saragih, Sinaga, dan Purba. Kemudian
marga marga (nama keluarga) tersebut menjadi 4 marga besar
di Simalungun.
Orang Batak menyebut suku ini sebagai suku "Si Balungu" dari legenda hantu yang
menimbulkan wabah penyakit di daerah tersebut, sedangkan orang Karo menyebutnya Timur
karena bertempat di sebelah timur mereka.
21. Suku Batak Toba – Sumatra

Suku Batak Toba merupakan sub atau bagian dari suku bangsa Batak yang berasal dari
provinsi Sumatra Utara, Indonesia. Wilayah yang mayoritas orang Batak Toba, khusunya berada
di provinsi Sumatra Utara meliputi Kabupaten Toba, Kabupaten Samosir, Kabupaten Humbang
Hasundutan, Kabupaten Tapanuli Utara, dan Kabupaten Tapanuli Tengah.
Sebagian lagi tersebar di Kota Sibolga, Kota Pematang Siantar, Kota Medan, Kabupaten
Dairi, Kabupaten Deli Serdang, dan sekitar provinsi Sumatra Utara, serta beberapa wilayah di
Indonesia.
22. Suku Nias – Sumatra

Suku Nias adalah kelompok etnik yang berasal dari Pulau Nias. Mereka menamakan diri
mereka "Ono Niha" (Ono berarti anak/keturunan; Niha = manusia) dan Pulau Nias sebagai "Tanö
Niha" (Tanö berarti tanah). Hukum adat tradisional Nias secara umum disebut fondrakö.
Masyarakat Nias kuno hidup dalam budaya megalitik, dibuktikan oleh peninggalan sejarah
berupa ukiran pada batu-batu besar yang masih ditemukan di wilayah pedalaman pulau ini
sampai sekarang.

23. Suku Minangkabau – Sumatra


Minangkabau atau disingkat Minang
(Jawi: ‫ )ميناڠكاباو‬merujuk pada entitas kultural
dan geografis yang ditandai dengan
penggunaan bahasa, adat yang menganut
sistem kekerabatan matrilineal dan identitas
agama Islam. Secara geografis,
Minangkabau meliputi daratan Sumatra
Barat, separuh daratan Riau, bagian utara
Bengkulu, bagian barat Jambi, pantai barat
Sumatra Utara, barat daya Aceh dan Negeri
Sembilan di Malaysia. Dalam percakapan
awam, orang Minang sering kali disamakan
sebagai orang Padang. Hal ini merujuk pada nama ibu kota provinsi Sumatra Barat, yaitu Kota
Padang. Namun, mereka biasanya akan menyebut kelompoknya dengan sebutan urang awak
yang dimaksudkan sama dengan orang Minang itu sendiri.
Menurut A.A. Navis, Minangkabau lebih merujuk kepada kultur etnis dari suatu rumpun
Melayu yang tumbuh dan besar karena sistem monarki serta menganut sistem adat yang dicirikan
dengan sistem kekeluargaan melalui jalur perempuan atau matrilineal, walaupun budayanya
sangat kuat diwarnai ajaran agama Islam. Thomas Stamford Raffles, setelah melakukan
ekspedisi ke pedalaman Minangkabau tempat kedudukan Kerajaan Pagaruyuang, menyatakan
bahwa Minangkabau ialah sumber kekuatan dan asal bangsa Melayu, yang kelak penduduknya
tersebar luas di Kepulauan Timur.
Masyarakat Minang bertahan sebagai penganut matrilineal terbesar di dunia. Selain itu,
etnis ini telah menerapkan sistem proto-demokrasi sejak masa pra-Hindu dengan adanya
kerapatan adat untuk menentukan hal-hal penting dan permasalahan hukum. Prinsip adat
Minangkabau tertuang dalam pernyataan Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah (Adat
bersendikan hukum, hukum bersendikan Alquran) yang berarti adat berlandaskan ajaran Islam.
Orang Minangkabau sangat menonjol di bidang perniagaan, sebagai profesional dan
intelektual. Mereka merupakan pewaris dari tradisi lama Kerajaan Melayu dan Sriwijaya yang
gemar berdagang dan dinamis. Lebih dari separuh jumlah keseluruhan anggota masyarakat ini
berada dalam perantauan. Diaspora Minang pada umumnya bermukim di kota-kota besar, seperti
Jakarta, Bandung, Pekanbaru, Medan, Batam, Palembang, Bandar Lampung dan Surabaya. Di
luar wilayah Indonesia, etnis Minang terkonsentrasi di Kuala Lumpur, Seremban, Singapura,
Jeddah, Sydney dan Melbourne. Masyarakat Minang memiliki masakan khas yang populer
dengan sebutan masakan Padang yang sangat digemari di Indonesia bahkan mancanegara.

24. Suku Melayu – Sumatra

Melayu Indonesia (Melayu dan Indonesia. Abjad Jawi: ‫ )ماليو ايندونيسيا‬adalah Suku Melayu
yang tinggal di Indonesia. Secara historis, bahasa Indonesia baku adalah standardisasi dari
bahasa Melayu Tinggi Riau. Ada sejumlah kerajaan Melayu di Indonesia yang berada di Sumatra
Timur dan Kalimantan Barat. Ada beberapa kerajaan Melayu yang terkenal di antaranya adalah
Siak Sri Indrapura, Kesultanan Deli, Kesultanan Riau Lingga, Kesultanan Jambi, dan Kesultanan
Palembang.
25. Suku Mentawai – Sumatra

Suku Mentawai adalah penghuni asli Kepulauan Mentawai. Sebagaimana suku Nias dan
suku Enggano, mereka adalah pendukung budaya Proto-Melayu yang menetap di Kepulauan
Nusantara sebelah barat. Daerah hunian warga Mentawai, selain di Mentawai juga di Pulau Pagai
Utara dan Pagai Selatan. Suku ini dikenal sebagai peramu dan ketika pertama kali dipelajari
belum mengenal bercocok tanam. Tradisi yang khas adalah penggunaan tato di sekujur tubuh,
yang terkait dengan peran dan status sosial penggunanya.

26. Suku Laut – Sumatra


Suku Laut atau sering juga
disebut Orang Laut adalah suku
bangsa yang menghuni
Kepulauan Riau, Indonesia.
Secara lebih luas istilah Orang
Laut mencakup "berbagai suku
dan kelompok yang bermukim
di pulau-pulau dan muara
sungai di Kepulauan Riau-
Lingga, Pulau Tujuh,
Kepulauan Batam, dan pesisir
dan pulau-pulau di lepas pantai
Sumatra Timur dan Semenanjung Malaya bagian selatan."Sebutan lain untuk Orang Laut adalah
Orang Selat. Orang Laut kadang-kadang dirancukan dengan suku bangsa maritim lainnya, Orang
Lanun.Secara historis, Orang Laut dulunya adalah perompak, tetapi berperan penting dalam
Kerajaan Sriwijaya, Kesultanan Malaka dan Kesultanan Johor. Mereka menjaga selat-selat,
mengusir bajak laut, memandu para pedagang ke pelabuhan Kerajaan-kerajaan tersebut, dan
mempertahankan hegemoni mereka di daerah tersebut.
27. Suku Belitung - Sumatra
Berdasarkan ciri-ciri bahasa, asal usul dan adat istiadatnya,
orang Belitung dapat digolongkan dalam kelompok besar suku
bangsa Melayu, sehingga identitas mereka lebih tepat disebut
Melayu Belitung. Masyarakat ini berdiam di Pulau Belitung, di
Sumatera Selatan.
Orang Melayu Belitung sendiri memnyebut diri mereka
Urang Belitong. Sedangkan asal usul nama pulaunya ada
beberapa versi. Cerita pertama menyebutkan bahwa Belitung
Uttung dari nama raja Jawa, yaitu Belitung Uttunggade atau
Rake Watakura Dyah Belitung.
Bentuk kesenian yang berkembang dalam masyarakat ini
sebagian besar juga dikaitkan dengan upacara-upacara religi
asli. Misalnya tari Ancak, Kayu Kayan, Nirok Tanggok, dan
Pak Long Tumbak, yang semuanya hanya dimainkan dalam
upacara tertentu.

28. Suku Bangka – Sumatra


Suku Sekak Bangka merupakan salah satu suku tua yang
hidup di Pulau Bangka dan Belitung. Suku ini
merupakan suku yang mendiami pesisir sepanjang
Pulau Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka-Belitung.
Sebagian besar suku ini masih menganut kepercayaan
Animisme dan Dinamisme. Namun akhir-akhir ini ada
juga ditemui masyarakatnya yang menganut agama
Kristen dan Islam. Suku ini mendiami daerah dipesisir
pantai didaerah utara Pulau Bangka dengan sumber
mata pencaharian mereka adalah sebagai seorang
nelayan.
Suku Sekak merupakan keturunan Suku Mantang, suku tertua Suku Laut. Mereka bukan bagian
dari Suku Melayu. Di bawah Suku Mantang adalah Suku Juru dan Suku Belantu. Kalau dilihat
sepintas ada kemiripan dengan suku-suku lain di Indonesia khususnya di Daratan Sumatra.
Sekarang ini suku ini tidak lagi merupakan suku terasing karena mereka sudah beradaptasi
dengan budaya-budaya dari luar. Suku Sekak dikenal sebagai ahli laut dan memiliki etos kerja
tinggi, murah hati dan tidak pernah berurusan dengan masalah hukum.

29. Suku Anak Dalam – Sumatra


Suku Anak Dalam juga sering dijuluki
sebagai Suku Kubu, terkadang mereka
disebut sebagai Orang Rimba. Kebisaan
melangun atau berpindah-pindah punya
alasan tersendiri bagi masyarakat Suku
Anak Dalam. Mereka biasa melakukan
melangun atau nomaden untuk mencari
sumber pangan.Kebiasaan mereka mencari
makan dengan cara berburu, selebihnya
ialah meramu. Mereka biasa menggunakan
tombak bermata besi, parang, hingga
lembing kayu. Selain tumbuhan, mereka
biasa berburu ular, kelelawar, hingga jenis rusa. Perburuan mereka terkadang juga menggunakan
jerat sebagai perangkapnya.Saat sumber makanan telah habis, mereka akan bermigrasi mencari
hutan yang masih banyak tersedia makanan. Selain itu, melangun akan dilakukan ketika salah
satu anggota keluarga mereka ada yang meninggal. Mereka menganggap meninggalnya
seseorang akan mendatangkan kesialan.
30. Suku Kayu Agung - Sumatra
Suku Kayuagung atau Komering Kayuagung adalah suku asli Indonesia yang berasal dari
Kabupaten Ogan Komering Ilir, provinsi Sumatra Selatan. Komunitas suku ini umumnya tinggal
di Kota Kayuagung, Kabupaten Ogan Komering Ilir dan seputaran provinsi Sumatra Selatan.
Mayoritas masyarakat subsuku Kayuagung memeluk agama Islam dan umumnya bekerja sebagai
petani. Budaya dan adat istiadat yang masih terjaga hingga kini ialah Adat Lamaran dan Tari
Penguton Kayuagung. Suku Kayuagung adalah salah satu bagian dari kelompok etnik/subsuku
etnis Komering.

31. Suku Palembang - Sumatra


Suku Palembang (Jawi: ‫ )سوكو ڤاليمبڠ‬merupakan
suku bangsa yang mendiami daerah Sumatra
Selatan. Suku Palembang merupakan salah satu
kelompok etnis terdekat dari Suku Komering dan
Lampung. Bahasa Melayu Palembang memiliki
banyak persamaan dan kemiripan dengan Bahasa
Melayu Jambi dan
Bahasa Melayu Bengkulu yang memiliki
banyak pelafalan vokal "o" pada akhiran kata.

Suku Palembang umumnya bermata pencaharian Sebagai Petani. Suku Palembang


mendiami daerah-daerah yang berkonsentrasi di Sumatra Selatan yang meliputi Kota Palembang
dan sekitarnya, seperti wilayah Kabupaten Ogan Ilir (Kecamatan Tanjung Raja, Kecamatan
Pemulutan, dan Kecamatan Indralaya), Kabupaten Ogan Komering Ilir (Kecamatan Kota Kayu
Agung, dan Kecamatan Jejawi). Kebanyakan keturunan suku Palembang ini juga banyak
menyebar di wilayah Bengkulu dan Jambi. Suku Palembang mayoritas menganut agama Islam.

32. Suku Bengkulu - Sumatra


33. Suku Lampung – Sumatra
Suku Lampung atau yang biasa
disebut dalam bahasa Lampung Api:
Lampung-Ulun lampung2.png, terj.
har. Jamma Lappung adalah suku
bangsa yang berasal dari Provinsi
Lampung yang berada pada bagian
ujung selatan pulau Sumatra. Pada
awal mulanya, suku Lampung berdiam
di tengkuk Gunung Pesagi. Selain di
Provinsi Lampung, suku Lampung
juga sebagian tersebar di provinsi
Sumatra Selatan bagian selatan dan
tengah seperti daerah Martapura, Muaradua di daerah Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan,
sebagian kabupaten Ogan Komering Ulu Timur, sebagian Ogan Komering Ilir, sekitar danau
Ranau di dekat perbatasan Lampung dan provinsi Sumatra Selatan, sebagian didaerah Merpas
Nasal Kaur, Kabupaten Kaur di sebelah selatan Bengkulu, serta juga terdapat didaerah Cikoneng,
Serang di pantai barat Banten dan kota Cilegon. Tidak hanya tersebar di kota Bandar Lampung,
suku Lampung juga tersebar di wilayah-wilayah perkotaan besar lainnya seperti wilayah
Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi), Palembang, Kota Serang, Kota
Tangerang Selatan, Karawang, Kota Bengkulu dan Kota Bandung.

4. Suku Betawi – Jakarta


Suku Betawi adalah sebuah suku bangsa di Indonesia yang penduduknya umumnya
bertempat tinggal di Jabodetabek dan sekitarnya.Mereka adalah keturunan penduduk yang
bermukim di Batavia (nama kolonial dari Jakarta) dari sejak abad ke-17.
Sejumlah pihak berpendapat bahwa Suku Betawi berasal dari hasil perkawinan antar etnis
dan bangsa pada masa lalu. Secara biologis, mereka yang mengaku sebagai orang Betawi adalah
keturunan kaum berdarah campuran aneka suku dan bangsa yang didatangkan oleh Belanda ke
Batavia. Apa yang disebut dengan orang atau suku Betawi sebenarnya terhitung pendatang baru
di Jakarta. Secara Ras/DNA atau genetika (gen), kelompok etnis ini lahir dari perpaduan etnis
asli dengan berbagai kelompok etnis lain yang sudah lebih dulu dan lama hidup di Jakarta,
seperti: Sunda, Melayu, Makassar, Jawa, Bugis, Tionghoa, Arab, Belanda, Portugis, Bali, &
Ambon. Secara kesukuan, mulai dari kebudayaan, adat-istiadat, kuliner, kebiasaan masyarakat,
tradisi, arsitektur bangunan, motif pakaian tradisional, seni musik, dan kesenian-kesenian
lainnya, suku Betawi terpengaruh kuat dari kebudayaan Suku Melayu & Tionghoa. Bahkan
menurut para pakar, hampir setengah dari kebudayaan Betawi ialah kebudayaan Tionghoa
dengan setengahnya kebudayaan Melayu. Hal ini bisa kita lihat dari beberapa adat, tradisi,
kebiasaan, kesenian serta kebudayaan Betawi sangat bercorak Melayu & Islam. Sisanya,
kebudayaan Betawi terpengaruh dari beberapa suku lain seperti: Sunda, Arab, Portugis, Jawa,
Belanda, dan Bali.

35. Suku Sunda - Pulau Jawa

Suku Sunda adalah kelompok etnis yang berasal dari bagian barat pulau Jawa, Indonesia,
dengan istilah Tatar Pasundan yang mencakup wilayah administrasi provinsi Jawa Barat &
Banten. Populasi suku Sunda secara signifikan juga dapat ditemukan di wilayah Jakarta,
Lampung dan wilayah barat Jawa Tengah (Banyumasan). Orang Sunda tersebar diberbagai
wilayah Indonesia, dengan provinsi Banten dan Jawa Barat sebagai wilayah utamanya. Jati diri
yang mempersatukan orang Sunda adalah bahasa dan budayanya. Orang Sunda dikenal memiliki
sifat optimistis, ramah, sopan, riang dan bersahaja.Orang Portugis mencatat dalam Suma Oriental
bahwa orang Sunda bersifat jujur dan pemberani. Orang Sunda juga adalah suku bangsa pertama
yang melakukan hubungan diplomatik secara sejajar dengan bangsa lain. Sang Hyang
Surawisesa atau Raja Samian adalah raja pertama di Nusantara yang melakukan hubungan
diplomatik dengan bangsa lain pada abad ke-15 dengan orang Portugis di Malaka. Hasil dari
diplomasinya dituangkan dalam Prasasti Perjanjian Sunda-Portugal. Beberapa tokoh Sunda juga
menjabat Menteri dan pernah menjadi Wakil Presiden pada kabinet RI. Di samping prestasi
dalam bidang politik (khususnya pada awal masa kemerdekaan Indonesia) dan ekonomi, prestasi
yang cukup membanggakan adalah pada bidang budaya yaitu banyaknya penyanyi, musisi, aktor,
dan aktris dari etnis Sunda yang memiliki prestasi di tingkat nasional, maupun internasional.
36. Suku Jawa - Pulau Jawa

Suku Jawa (Bahasa Jawa: Ngoko:


ꦮꦺꦴꦁꦗꦮ (Wong Jawa), Krama:
ꦠꦶꦪꦁꦗꦮꦶ (Tiyang Jawi))
merupakan suku bangsa terbesar di
Indonesia yang berasal dari Jawa
Tengah, Jawa Timur, Daerah Istimewa
Yogyakarta, Kabupaten Indramayu,
Kabupaten/Kota Cirebon (Jawa Barat)
dan Kabupaten/Kota Serang–Cilegon
(Banten). Pada tahun 2010, setidaknya
40,22% penduduk Indonesia merupakan etnis Jawa.Selain itu, suku Jawa ada pula yang berada di
negara Kaledonia Baru, Oseania dan Suriname, Amerika Selatan karena pada masa kolonial
Belanda suku ini dibawa ke sana sebagai pekerja. Saat ini suku Jawa di Suriname menjadi salah
satu suku terbesar di sana dan dikenal sebagai Jawa Suriname. Ada juga sejumlah besar suku
Jawa di sebagian besar provinsi di Indonesia, Malaysia, Singapura, Arab Saudi, dan Belanda.
Mayoritas orang Jawa adalah umat Islam, dengan beberapa minoritas yaitu Kristen, Kejawen,
Hindu, Buddha, dan Khonghucu. Meskipun demikian, peradaban orang Jawa telah dipengaruhi
oleh lebih dari seribu tahun interaksi antara budaya Kejawen dan Hindu-Buddha, dan pengaruh
ini masih terlihat dalam sejarah, budaya, tradisi, dan bentuk kesenian Jawa. Dengan populasi
global yang cukup besar, suku Jawa ialah kelompok etnis terbesar keempat di antara umat Islam
di seluruh dunia, setelah bangsa Arab, suku Bengali, dan suku Punjab.

37. Suku Tionghoa - Pulau Jawa


Orang Tionghoa-Indonesia (dalam bahasa cakap
kadang disebut Chindo/Cindo, lakuran dari
Chinese Indonesian atau Cina Indonesia)[1]
adalah salah satu etnis di Indonesia yang asal usul
leluhur mereka berasal dari Tiongkok (China).
Biasanya mereka menyebut dirinya dengan istilah
Tenglang (Hokkien), Tengnang (Tiochiu), atau
Thongnyin (Hakka). Dalam bahasa Mandarin
mereka disebut Tangren (Hanzi: 唐人, "orang
Tang") atau lazim disebut Huaren (Hanzi
Tradisional: 華人 ; Hanzi Sederhana: 华人). Disebut Tangren dikarenakan sesuai dengan
kenyataan bahwa orang Tionghoa-Indonesia mayoritas berasal dari Tiongkok selatan yang
menyebut diri mereka sebagai orang Tang, sementara orang Tiongkok utara menyebut diri
mereka sebagai orang Han (Hanzi: 漢人, Hanyu Pinyin: Hanren, "orang Han").
Leluhur orang Tionghoa-Indonesia berimigrasi secara bergelombang sejak ribuan tahun
yang lalu melalui kegiatan perniagaan. Peran mereka beberapa kali muncul dalam sejarah
Indonesia, bahkan sebelum Republik Indonesia dideklarasikan dan terbentuk. Catatan-catatan
dari Tiongkok menyatakan bahwa kerajaan-kerajaan kuno di Nusantara telah berhubungan erat
dengan dinasti-dinasti yang berkuasa di Tiongkok. Faktor inilah yang kemudian menyuburkan
perdagangan dan lalu lintas barang maupun manusia dari Tiongkok ke Nusantara dan sebaliknya.
Setelah negara Indonesia merdeka, orang Tionghoa yang berkewarganegaraan Indonesia
digolongkan sebagai salah satu suku dalam lingkup nasional Indonesia, sesuai Pasal 2 UU
Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.

38. Suku Baduy (badui) - Pulau Jawa

Suku Badui atau kadang sering disebut Baduy merupakan masyarakat adat dan sub-etnis
dari suku Sunda di wilayah pedalaman Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Populasi mereka
sekitar 26.000 orang, mereka merupakan salah satu kelompok masyarakat yang menutup diri
mereka dari dunia luar. Selain itu mereka juga memiliki keyakinan tabu untuk
didokumentasikan, khususnya penduduk wilayah Badui Dalam. Secara etnis Badui termasuk
dalam suku Sunda, mereka dianggap sebagai suku Sunda yang belum terpengaruh modernisasi
atau kelompok yang hampir sepenuhnya terasing dari dunia luar. Masyarakat Badui menolak
istilah "wisata" atau "pariwisata" untuk mendeskripsikan kampung-kampung mereka. Sejak
2007, untuk mendeskripsikan wilayah mereka serta untuk menjaga kesakralan wilayah tersebut,
masyarakat Badui memperkenalkan istilah "Saba Budaya Baduy", yang bermakna "Silaturahmi
Kebudayaan Badui".
39. Suku Bawean - Pulau Jawa
Suku Bawean, dikenal juga Boyan atau
Bhebien, suku ini terbentuk karena terjadi
percampuran antara orang Madura, Melayu,
Jawa, Banjar, Bugis dan Makassar selama
ratusan tahun di pulau Bawean. Masyarakat
Melayu Malaka dan Malaysia lebih
mengenal dengan sebutan Boyan daripada
Bawean dan dalam pandangan mereka
Boyan berarti sopir dan tukang kebun
(kepbhun dalam bahasa Bawean), karena
profesi sebagian masyarakat asal Bawean
adalah bekerja di kebun atau sebagai sopir.
Orang-orang
Bawean merupakan satu kelompok kecil dari masyarakat Jawa yang berasal dari Pulau Bawean
yang terletak di Laut Jawa antara dua pulau besar yaitu Pulau Kalimantan di utara dan Pulau
Jawa di selatan. Pulau Bawean terletak sekitar 80 mil ke arah utara Surabaya, dan masuk
kabupaten Gresik. Pulau Bawean terdiri atas dua kecamatan, yaitu kecamatan Sangkapura dan
kecamatan Tambak. Diponggo adalah salah satu kelurahan dari 30 kelurahan di pulau Bawean
yang bahasanya berbeda jauh dari desa-desa yang lain. Masyarakat Diponggo berbahasa semi
Jawa, hal mana merupakan warisan dari seorang ulama wanita yang pernah menetap di desa itu,
yaitu waliyah Zainab, yang masih keturunan Sunan Ampel.
Sulit untuk menentukan waktu yang tepat kedatangan orang-orang Bawean ke Malaka
karena tidak ada bukti dan dokumentasi sejarah mengenai kedatangan mereka.Tidak ada catatan
resmi mengenai kedatangan mereka di Malaka. Berbagai pendapat yang dikemukakan tidak bisa
menunjukkan waktu yang tepat. Pendapat pertama mengatakan bahwa ada orang yang bernama
Tok Ayar datang ke Malaka pada tahun 1819.Pendapat yang kedua mengatakan bahwa orang
Bawean datang pada tahun 1824, kira-kira semasa penjajahan Inggris di Malaka, dalam catatan
Pemerintah Koloni Singapore pada tahun 1849 terdapat 763 orang Bawean dan itu terus
bertambah jumlahnya. Sedangkan dalam catatan Persatuan Bawean Malaysia pada tahun 1891
terdapat 3.161 orang Bawean yang tersebar di Kuala Lumpur, Johor Bharu, Melaka, Seremban
dan Ipoh. Pendapat yang ketiga mengatakan orang Bawean sudah ada di Malaka sebelum tahun
1900 dan pada tahun itu sudah banyak orang Bawean di Malaka. Masyarakat Bawean umumnya
tinggal di kota atau daerah yang dekat dengan kota, seperti di Kampung Mata Kuching, Klebang
Besar, Limbongan, Tengkera dan kawasan sekitar Rumah Sakit Umum Malaka. Jarang ditemui
orang Bawean yang tinggal di kawasan-kawasan yang jauh dari kota dan jumlah orang Bawean
yang terdapat di Malaka diperkirakan tidak melebihi seribu orang.
Selain di Malaka, orang Bawean (Bhebien) juga tersebar di Lembah Klang, seperti di
kawasan Ampang, Gombak, Balakong dan juga Shah Alam. Mereka membeli tanah dan
membangun rumah secara berkelompok. Di Gelugor, Pulau Pinang terdapat sekurang-kurangnya
2 keluarga besar orang Bawean. Mereka menggunakan bahasa Melayu dialek Pulau Pinang
untuk bertutur dengan orang bukan Bawean.
Anak-anak mereka yang lahir di Malaysia telah menjadi warga negaraMalaysia.
Perantau-perantau yang datang dari tahun 90-an ada yang telah menerima status penduduk tetap.
Orang Bawean terkenal dengan keahlian membuat bangunan dan rumah. Ada juga yang menjadi
usahawan kecil seperti sub-kontraktor pembersih bangunan dan peniaga runcit.
Selain di negara Malaysia dan Singapura orang-orang Bawean juga bermigrasi ke Australia dan
Vietnam. Mereka memasuki Australia sekitar tahun 1887 melalui jalur Singapura dan menetap di
pulau Christmas. sebagian besar di antara mereka menyebar di Australia Barat diperkirakan
terdapat tidak kurang dari 500 keturunan orang Bawean termasuk dari perkawinan campur
dengan keturunan orang melayu, Kokos, Jawa, India, Arab, Eropa, dan sebagainya. Sedangkan
orang Bawean di Vietnam tersebar di Ho Chi Minh City kedatangan mereka di Vietnam
diperkirakan sekitar tahun 1885.
Di antaraketurunan mereka yang lahir di Singapura, Vietnam dan Pulau Krismas sudah
tidak lagi bisa berbahasa Bawean, bahkan yang lahir di daratan Australia tidak bisa pula
berbahasa Melayu, walau mereka mengerti. Orang-orang Bawean yang tinggal di negara tersebut
kecuali yang tinggal di Vietnam masih menjalin hubungan dengan kerabatnya yang ada di Pulau
Bawean.

40. Suku Tengger - Pulau Jawa

Suku Tengger atau lazim disebut Jawa Tengger (IPA: /tənggər/) atau juga disebut orang
Tengger atau wong Brama adalah suku yang mendiami dataran tinggi sekitaran kawasan
pegunungan Bromo-Tengger-Semeru, Jawa Timur, Indonesia. Penduduk suku Tengger
menempati sebagian wilayah Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Lumajang, Kabupaten
Probolinggo, dan Kabupaten Malang.
Ada 3 teori yang menjelaskan asal nama Tengger:

 Tengger berarti berdiri tegak atau berdiam tanpa gerak, yang melambangkan
watak orang Tengger yang berbudi pekerti luhur, yang harus tercermin dalam
segala aspek kehidupan.
 Tengger bermakna pegunungan, yang sesuai dengan daerah kediaman suku
Tengger.
 Tengger berasal dari gabungan nama leluhur suku Tengger, yakni Rara Anteng
dan Jaka Seger.

41. Suku Osing - Pulau Jawa


Suku Osing atau biasa diucapkan Jawa Osing
adalah penduduk asli Banyuwangi atau juga disebut
sebagai Laros (akronim daripada Lare Osing) atau
Wong Blambangan merupakan penduduk mayoritas
di beberapa kecamatan di Kabupaten Banyuwangi.
Orang Osing menggunakan bahasa Osing yang
merupakan pengaruh dari bahasa Bali dan turunan
langsung dari bahasa Jawa Kuno, sebagai bahasa
sehari-hari mereka.
Suku Osing mempunyai bahasa Osing yang
merupakan turunan dari bahasa Jawa kuno dengan
sedikit pengaruh dari bahasa Bali. Bahasa Osing
adalah salah satu varian dialek dari bahasa Jawa, dituturkan terutama di Kabupaten Banyuwangi
42. Suku Madura - Pulau Jawa
Madura (Pegon: ‫ورا‬ ْ ‫ ما ْد‬Carakan: ꦩꦢꦸꦫ, tr. Madhurâ)
adalah nama pulau yang terletak di sebelah timur laut Jawa
Timur. Pulau Madura besarnya kurang lebih 5.168 km2
(lebih kecil daripada pulau Bali), dengan penduduk hampir
4 juta jiwa.
Jembatan Nasional Suramadu merupakan pintu masuk
utama menuju Madura, selain itu untuk menuju pulau ini
bisa dilalui dari jalur laut ataupun melalui jalur udara.
Untuk jalur laut, bisa dilalui dari Pelabuhan Tanjung Perak
di Surabaya menuju Pelabuhan Kamal di bangkalan, Selain
itu juga bisa dilalui dari Pelabuhan Jangkar Situbondo
menuju Pelabuhan Kalianget di Sumenep, ujung timur
Madura.

Pulau Madura bentuknya seakan mirip badan sapi, terdiri dari empat Kabupaten, yaitu:
Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep. Madura, Pulau dengan sejarahnya yang
panjang, tercermin dari budaya dan keseniannya dengan pengaruh islamnya yang kuat.
Pulau Madura didiami oleh suku Madura yang merupakan salah satu etnis suku dengan populasi
besar di Indonesia, jumlahnya sekitar 5 juta jiwa, dan dihuni oleh beberapa suku pendatang
seperti suku Jawa, etnis Tionghoa, suku Sunda, suku Melayu. Suku Madura berasal dari pulau
Madura dan pulau-pulau sekitarnya, seperti Gili Raja, Sapudi, Raas, dan Kangean. Selain itu,
orang Madura banyak tinggal di bagian timur Jawa Timur biasa disebut wilayah Tapal Kuda,
dari Pasuruan sampai utara Banyuwangi. Orang Madura yang berada di Situbondo dan
Bondowoso, serta timur Probolinggo, Jember, jumlahnya paling banyak dan jarang yang bisa
berbahasa Jawa, juga termasuk Surabaya Utara,serta sebagian Malang .
Suku Madura terkenal karena gaya bicaranya yang blak-blakan, masyarakat Madura juga dikenal
hemat, disiplin, dan rajin bekerja keras (abhântal ombâ' asapo' angèn/‫)أبْاْنتال أَومباْء أساڤَوء أ َڠين‬. Harga
diri, juga paling penting dalam kehidupan masyarakat Madura, mereka memiliki sebuah falsafah:
ètèmbhâng potè mata, ango'an potè tolang/‫ أ َڠوءأن ڤَوتَي تَوالڠ‬،‫أَيتَيمبْاْڠ ڤَوتَي ماتا‬. Sifat yang seperti inilah
yang melahirkan tradisi carok pada sebagian masyarakat Madura.

43. Suku Samin - Pulau Jawa


Suku Samin merupakan sekelompok
masyarakat asli dari Pulau Jawa yang
mengikuti ajaran Samin Surosentiko. Pada
masa kolinialisme Hindia Belanda di
Indonesia, Suku Samin menjadi kelompok
yang paling gencar mengadakan perlawanan
dalam bentuk lain di luar kekerasan. Bentuk
perlawanan tersebut diantaranya adalah
menolak membayar pajak.

44. Suku Dayak – Kalimantan

Suku Dayak ( /ˈdaɪ.ək/ ( simak); ejaan lama: Dajak atau Dyak)adalah suku bangsa atau
kelompok etnik yang mendiami pedalaman pulau Kalimantan. Kata "daya" serumpun dengan
misalnya kata "raya" dalam nama "Toraya" yang berarti "orang (di) atas, orang hulu".
Berdasarkan bukti-bukti arkeologis yang ditemukan di Gua Niah (Sarawak) dan Gua Babi
(Kalimantan Selatan), penghuni pertama Kalimantan memiliki ciri-ciri Austro-Melanesia,
dengan proporsi tulang kerangka yang lebih besar dibandingkan dengan penghuni Kalimantan
masa kini yang mendiami Pulau Kalimantan (Brunei, Malaysia yang terdiri dari Sabah dan
Sarawak, serta Indonesia yang terdiri dari Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan
Tengah, Kalimantan Utara, dan Kalimantan Selatan). Ada 3 suku pokok atau 5 suku asli
Kalimantan yaitu Melayu, Dayak, Banjar, Kutai, dan Tidung.
Menurut sensus Badan Pusat Statistik Republik Indonesia tahun 2010, suku bangsa yang
terdapat di Kalimantan Indonesia dikelompokkan menjadi 3 suku pokok yaitu suku Dayak
Indonesia (268 sub etnik/sub suku di Indonesia), Suku Melayu, dan suku asal Kalimantan
lainnya (non Dayak & non Melayu). Dahulu, budaya masyarakat Dayak adalah budaya maritim
atau bahari. Hampir semua nama sebutan orang Dayak mempunyai arti sebagai sesuatu yang
berhubungan dengan "perhuluan" atau sungai, terutama pada nama-nama rumpun dan nama
kekeluargaannya.
Ada yang membagi orang Dayak dalam enam rumpun yakni rumpun Klemantan alias
Kalimantan, rumpun Iban, rumpun Apokayan yaitu Dayak Kayan, Kenyah dan Bahau, rumpun
Murut, rumpun Ot Danum-Ngaju dan rumpun Punan. Namun secara ilmiah, para linguis melihat
5 kelompok bahasa yang dituturkan di pulau Kalimantan dan masing-masing memiliki kerabat di
luar pulau Kalimantan:
 "Barito Raya" (33 bahasa, termasuk 11 bahasa dari kelompok bahasa Madagaskar, dan
Sama-Bajau termasuk Suku Dayak Paser.
 "Dayak Darat" (13 bahasa), termasuk bahasa Rejang di Bengkulu.
 "Borneo Utara" (99 bahasa), termasuk bahasa Yakan di Filipina serta satu suku yang
berdiri dengan nama sukunya sendiri yaitu Suku Tidung.
 "Sulawesi" dituturkan 3 suku Dayak di pedalaman Kalbar: Dayak Taman, Dayak
Embaloh, Dayak Kalis disebut rumpun Dayak Banuaka.
 "Dayak Melayik" dituturkan: Dayak Meratus/Bukit (alias Banjar arkhais), Dayak Iban
(dan Saq Senganan]] (Malayic Dayak), Dayak Kendayan (Kanayatn). Beberapa suku asal
Kalimantan beradat Melayu yang terkait dengan rumpun ini sebagai suku-suku tersendiri yang
berdiri mandiri ataupun suku Melayu itu sendiri yaitu Suku Banjar, Suku Kutai, Suku Melayu
Berau, Suku Melayu Sambas, dan Suku Melayu kedayan.

45. Suku Banjar – Kalimantan

Suku Banjar (bahasa Banjar: Urang


Banjar / ‫ )اورڠ بنجر‬adalah suku bangsa
yang menempati wilayah Kalimantan
Selatan, serta sebagian Kalimantan Tengah
dan sebagian Kalimantan Timur. Populasi
Suku Banjar dengan jumlah besar juga
dapat ditemui di wilayah Riau, Jambi,
Sumatra Utara dan Semenanjung Malaysia
karena migrasi Orang Banjar pada abad
ke-19 ke Kepulauan Melayu.[3]

Berdasarkan sensus penduduk 2010


orang Banjar berjumlah 4,1 juta jiwa.
Sekitar 2,7 juta orang Banjar tinggal di Kalimantan Selatan dan 1 juta orang Banjar tinggal di
wilayah Kalimantan lainnya serta 500 ribu orang Banjar lainnya tinggal di luar Kalimantan.
Suku bangsa Banjar berasal dari daerah Banjar yang merupakan pembauran masyarakat
beberapa daerah aliran sungai yaitu DAS Bahan, DAS Barito, DAS Martapura dan DAS
Tabanio. Dari daerah pusat budayanya ini suku Banjar sejak berabad-abad yang lalu bergerak
secara meluas melakukan migrasi secara sentrifugal atau secara lompat katak ke berbagai daerah
di Nusantara hingga ke Madagaskar.

46. Suku Kutai – Kalimantan

Suku Kutai, atau Urang Kutai (bahasa


Melayu: Kutai; Jawi: ‫ )كوتاي‬adalah salah
satu suku dari rumpun dayak yaitu Dayak
Ot Danum yang mendiami wilayah
Kalimantan Timur yang mayoritas saat ini
beragama Islam dan hidup di tepi sungai.

Pada awalnya Kutai merupakan nama


suatu teritori tempat bermukimnya
masyarakat asli Kalimantan Timur. Suku
Kutai berdasarkan jenisnya adalah
termasuk rumpun Melayu atau termasuk
suku-suku yang berkebudayaan Melayu yang juga menerapkan hukum adat Melayu.
Adat-istiadat lama Suku Kutai memiliki beberapa kesamaan kesamaan dengan adat-
istiadat Suku-Suku rumpun Ot Danum (khususnya Tunjung-Benuaq) misalnya: Erau (upacara
adat yang paling meriah), belian (upacara tarian penyembuhan penyakit), memang, dan mantra-
mantra serta ilmu gaib seperti; parang maya, panah terong, polong, racun gangsa, perakut,
peloros, dan lain-lain. Di mana adat-adat tersebut dimiliki oleh Suku Kutai dan Suku Dayak.
Bahkan hingga saat ini masih ada Suku Kutai di Desa Kedang Ipil, Kutai Kartanegara yang
menganut kepercayaan kaharingan sama halnya dengan Suku Dayak. Selain itu Suku Kutai juga
memiliki kedekatan budaya dengan Suku Banjar & Suku Melayu karena terjadi asimilasi dengan
budaya Banjar seperti pertunjukan Mamanda, serta budaya Melayu seperti Jepen/Zapin, musik
Panting Gambus, budaya bersyair seperti Tarsul dll

47. Suku Berau – Kalimantan


Suku Berau atau Melayu Berau (Berau Benua) adalah suku Melayu di pesisir kabupaten
Berau, bagian utara Kalimantan Timur. Kebudayaan Berau berawal sejak berdirinya Kesultanan
Berau, seperti kerajaan Islam lainnya di Kalimantan.

48. Suku Paser – Kalimantan

Suku Dayak Paser adalah suku bangsa yang tanah asal leluhurnya berada di sepanjang
tenggara pulau Kalimantan atau Borneo atau terletak di bagian Selatan dari provinsi Kalimantan
Timur, Indonesia.

49. Suku Bali – Bali

Suku Bali (bahasa Bali: Anak Bali, Wong Bali, atau Krama Bali) adalah suku bangsa
mayoritas di pulau Bali, yang menggunakan bahasa Bali dan mengikuti budaya Bali. Menurut
hasil Sensus Penduduk Indonesia 2010, ada kurang lebih 3,9 juta orang Bali di Indonesia.Sekitar
3,3 juta orang Bali tinggal di Provinsi Bali dan sisanya terdapat di Nusa Tenggara Barat,
Sulawesi Tengah, Lampung, Bengkulu dan daerah penempatan transmigrasi asal Bali lainnya.
Kebudayaan Bali terkenal akan seni tari, seni pertujukan, dan seni ukirnya. Covarrubias
mengamati bahwa setiap orang Bali layak disebut sebagai seniman, sebab ada berbagai aktivitas
seni yang dapat mereka lakukan—lepas dari kesibukannya sebagai petani, pedagang, kuli, sopir,
dan sebagainya—mulai dari menari, bermain musik, melukis, memahat, menyanyi, hingga
bermain lakon.

50. Suku Loloan – Bali


Suku Loloan atau juga dikenali sebagai Melayu Loloan adalah masyarakat yang
bermukim di daerah Loloan, Jembrana, Bali. Masyarakat suku Loloan diperkirakan telah ada
setidaknya sejak abad ke-17. Jumlah penduduk Loloan ini berkisar antara 45 ribu hingga 60 ribu
di Bali.

51. Suku Sasak - Nusa Tenggara Barat

Suku Sasak adalah suku bangsa yang


mendiami pulau Lombok dan menggunakan
bahasa Sasak. Sebagian besar suku Sasak
beragama Islam, uniknya pada sebagian kecil
masyarakat suku Sasak, terdapat praktik
agama Islam yang agak berbeda dengan Islam
pada umumnya yakni Islam Wetu Telu, tetapi
hanya berjumlah sekitar 1% yang melakukan
praktik ibadah seperti itu. Ada pula sedikit
warga suku Sasak yang menganut

kepercayaan pra-Islam yang disebut dengan nama "Sasak Boda".


Kata Sasak berasal dari kata sak sak, artinya satu satu. Kata sak juga dipakai oleh
sebagian suku Dayak di pulau Kalimantan untuk mengatakan satu. Orang Sasak terkenal pintar
membuat kain dengan cara menenun, dahulu setiap perempuan akan dikatakan dewasa dan siap
berumah tangga jika sudah pandai menenun. Menenun dalam bahasa orang Sasak adalah Sèsèk.
Kata sèsèk berasal dari kata sesak,sesek atau saksak. Sèsèk dilakukan dengan cara
memasukkan benang satu persatu(sak sak), kemudian benang disesakkan atau dirapatkan hingga
sesak dan padat untuk menjadi bentuk kain dengan cara memukul mukulkan alat tenun. Uniknya
suara yang terdengar ketika memukul mukul alat tenun itupun terdengar seperti suara sak sak dan
hanya dilakukan dua kali saja.
Itulah asal kata sasak yang kemudian diambil sebagai nama suku dipulau Lombok.
Menurut Sumber Lisan, mengatakan bahwa dahulu bumi Lombok ditumbuhi hutan belantara,
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa: Sasak diartikan buluh
bambu atau kayu yang dirakit menjadi satu. Sedangkan dalam Kitab Negarakertagama
(Decawanana): Sasak dan Lombok dijelaskan bahwa Lombok Barat disebut Lombok Mirah dan
Lombok Timur disebut Sasak Adi.
Suku Sasak yang mula mula mendiami pulau Lombok menggunakan bahasa Sasak
sebagai bahasa sehari hari. Bahasa Sasak sangat dekat dengan bahasa suku Samawa, Bima dan
bahkan Sulawesi, terutama Sulawesi Tenggara yang berbahasa Tolaki.

52. Suku Bima - Nusa Tenggara Barat


Suku Bima atau Dou Mbojo adalah suku
yang mendiami Kabupaten Bima, Kota Bima,
dan kabupaten Dompu yang telah ada sejak
zaman Kerajaan Majapahit. Suku ini
menggunakan bahasa Mbojo atau nggahi
Mbojo. Menurut sejarah, suku Mbojo
mempunyai 7 pemimpin di setiap daerah yang
disebut Ncuhi. Pada masa pemberontakan di
Majapahit, salah satu dari Pandawa Lima,
Bima, melarikan diri ke Bima melalui jalur
selatan agar tidak ketahuan oleh para
pemberontak dan diangkat oleh para Ncuhi
sebagai Raja Bima yang pertama. Namun
Sang Bima langsung mengangkat anaknya sebagai raja dan menyuruh dua anaknya untuk
memerintah di Kerajaan Bima. Setelah menunjuk kedua anaknya untuk memerintah kerajaan
Bima, Sang Bima kembali ke Jawa. Oleh karena itu, sebagian bahasa Jawa Kuno kadang-kadang
masih digunakan sebagai bahasa halus di Bima.

53. Suku Sumbawa - Nusa Tenggara Barat

Suku Sumbawa atau Samawa adalah suku bangsa yang mendiami wilayah bagian barat
dan tengah pulau Sumbawa (meliputi Kabupaten Sumbawa dan Sumbawa Barat). Suku
Sumbawa menyebut diri mereka sendiri sebagai Tau Samawa (terj. bahasa Indonesia: Orang
Samawa; Orang Sumbawa) dan menggunakan bahasa Samawa. Sebagian besar suku Sumbawa
beragama Islam. Pada masa lalu, Suku Sumbawa pernah membangun kerajaan yang kemudian
menjadi Kesultanan Sumbawa sampai tahun 1959 yang kemudian dibubarkan oleh pemerintah
pusat dan dibentuklah Pemerintah Daerah tingkat II Kabupaten Sumbawa tanggal 22 Januari
1959.

54. Suku Boti - Nusa Tenggara Timur

Boti merupakan keturunan dari suku asli Pulau Timor, Atoni Metu. Wilayah kerajaan
Boti terletak sekitar 40 kilometer dari kota kabupaten Timor Tengah Selatan, So'e, secara
administratif kini menjadi desa Boti Kecamatan Kie. Karena letaknya yang sulit dicapai di
tengah pegunungan, Desa Boti tertutup dari peradaban modern dan perkembangan zaman.

55. Suku Bunak - Nusa Tenggara Timur

Suku Bunak (ejaan alternatif: Bunaq, Buna', Bunake), atau disebut juga suku Marae,
adalah suku bangsa yang tinggal di wilayah pegunungan tengah Timor, terpisah oleh perbatasan
politik Timor Barat, Indonesia, tepatnya Distrik Lamaknen dan Timor-Leste.[1]
Istilah Bunak juga merujuk kepada Bahasa Bunak, yaitu salah satu bahasa Timor Leste
yang tidak termasuk rumpun bahasa Austronesia, dan diklasifikasikan sebagai sebuah bahasa
Trans-Nugini. Suku ini dikelilingi oleh suku-suku yang menggunakan bahasa-bahasa dari
rumpun bahasa Melayu-Polinesia, seperti bahasa Atone dan bahasa Tetum.
Menurut Languages of the World (Voegelin dan Voegelin 1977), ada sekitar 100.000
penutur bahasa ini, terpisah antara kedua negara.

56. Suku Manggarai - Nusa Tenggara Timur

Suku Manggarai yaitu sebuah suku bangsa yang mendiami anggota barat pulau Flores di
provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Suku Manggarai tersebar di tiga kabupaten di provinsi
tersebut, yaitu Kabupaten Manggarai Barat, Kabupaten Manggarai dan Kabupaten Manggarai
Timur.

57. Suku Sika - Nusa Tenggara Timur

Suku Sikka adalah komunitas adat yang berada di Kabupaten Sikka, di Flores Timur
Tengah, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur. Jumlah orang Sikka diperkirakan sekitar lebih dari
350.000 orang. Menurut sebuah sumber menyatakan bahwa daerah asal orang Sikka adalah di
Kecamatan Bola, lela, Maumere, dan Kewapente.
58. Suku Sumba - Nusa Tenggara Timur

Pulau Sumba didiami oleh Suku Sumba dan terbagi atas empat kabupaten, Sumba Barat
Daya, Sumba Barat, Sumba Tengah dan Sumba Timur adalah bagian dari Provinsi Nusa
Tenggara Timur, Indonesia. Masyarakat Sumba secara rasial adalah campuran Ras Melanesia-
Papua dan Ras Austronesia-Melayu, yang cukup mampu mempertahankan kebudayaan aslinya di
tengah-tengah arus pengaruh asing yang telah singgah di kepulauan Nusa Tenggara Timur sejak
dahulu kala. Kepercayaan khas daerah Marapu, setengah leluhur, setengah dewa, masih amat
hidup di tengah-tengah masyarakat Sumba. Marapu menjadi falsafah dasar bagi berbagai
ungkapan budaya Sumba mulai dari upacara-upacara adat, rumah-rumah ibadat (umaratu)
rumah-rumah adat dan tata cara rancang bangunnya, ragam-ragam hias ukiran-ukiran dan tekstil
sampai dengan pembuatan perangkat busana seperti kain-kain hinggi dan lau serta perlengkapan
perhiasan dan senjata.
59. Suku Rote - Nusa Tenggara Timur

Suku Rote adalah salah satu penduduk asli Pulau Rote, yang sebagian di antaranya ada
pula yang menetap di Pulau Timor. Selain itu, Suku Rote juga mendiami pulau-pulau di sekitar
Pulau Rote, yaitu Pulau Ndao, Pulau Nuse, Pulau Pamana, Pulau Doo, Pulau Heliana, Pulau
Landu, Pulau Manuk, dan pulau-pulau kecil lainnya. Ada ahli yang berpendapat bahwa orang
Rote sebelumnya bermigrasi dari Pulau Seram di Maluku.
Bahasa Suku Rote termasuk Rumpun bahasa Austronesia, dari Melayu-Polinesia Barat-
Selatan, yang terbagi ke dalam beberapa dialek.
Mata pencaharian orang Rote adalah berladang, beternak, menangkap ikan, menyadap
nira, dan kerajinan lontar. Tanah yang memiliki pengairan dibuat menjadi sawah atau sawah
tadah hujan. Hasil pertanian utama adalah padi ladang, jagung, dan ubi kayu, sedangkan hewan
ternak utama adalah kerbau, sapi, kuda, dan ayam. Wanita Suku Rote mengerjakan kerajinan
menenun kain tradisional, anyaman pandan, dll.
Sistim kekerabatan suku ini adalah kekerabatan keluarga inti atau keluarga luas, dan
bersifat patrilineal dan menjaga adat pernikahan eksogami klan. Gabungan beberapa keluarga
luas membentuk klan kecil (nggi leo), gabungan klan-klan kecil membentuk klan besar (leo).
Pemimpin klan dinamakan manek atau mane leo.
Kepercayaan tradisional Suku Rote mengenal sosok Sang Pencipta, yaitu Lamatuan atau
Lamatuak. Sosok tersebut dipandang sebagai Pencipta, Pengatur, dan Pemberi Berkah, yang
dilambangkan tiang bercabang tiga. Pada masa kini, Suku Rote banyak yang telah menganut
agama Kristen Protestan, Kristen Katolik, atau Islam.

60. Suku Ngada - Nusa Tenggara Timur

Masyarakat Suku Ngada berdiam di Pulau Flores,


tepatnya di kawasan Kabupaten Ngada, Provinsi Nusa
Tenggara Timur. Populasinya diperkirakan sekitar
155.000 jiwa. Mata pencaharian hidup mereka
biasanya merupakan berladang, beberapa di sawah,
ada pula yang beternak sapi, kerbau, dan kuda.

61. Suku Flores - Nusa Tenggara Timur

Suku bangsa Flores adalah percampuran etnis antara Melayu, Melanesia, dan Portugis.
Dikarenakan lokasi yang berdekatan dengan Timor, yang pernah menjadi Koloni Portugis,
karenanya interaksi dengan kebudayaan Portugis pernah terjadi dalam kebudayaan Flores, beik
lewat Genetika, Agama dan kebiasaan.

62. Suku Ende - Nusa Tenggara Timur


Suku Ende adalah suku bangsa di Indonesia yang
berdiam bagian tengah Pulau Flores, provinsi Nusa
Tenggara Timur. Kata Ende diperkirakan berasal
dari kata cindai yang artinya kain sutra yang
berbunga-bunga. (Pos- Kupang.Com. Senin,
15/6/2015). Wilayah asal suku Ende dibagi menjadi
tiga wilayah yaitu kecamatan Nangapanda, Ende,
dan Ndona. wilayah asal orang Ende ini bertetangga
dengan wilayah - wilayah kediaman suku bangsa
Nagekeo disebelah barat, dan dengan wilayah
kediaman suku bangsa bangsa lio disebelah Timur. lingkungan alam dari wilayah asal suku
bangsa ini merupakan wilayah bergunung dan bukit berlekuk-lekuk tajam dan jarang ditemukan
lahan basah.
Masyarakat di daerah ini khususnya dan penduduk pulau Flores umumnya sering kali
menghadapi masalah kekurangan bahan makanan. hal ini dipengaruhi oleh keadaaan alam,
sarana pertanian yang belum memadai, dan pengetahuan dalam meghadapi keadaan lingkungan
semacam itu belum memadai. Dengan keadaan alam semacam itu, mereka banyak menanam
tanaman singkong ( manihot utilissima ) yang sekaligus menjadi makanan pokok mereka secara
turun temurun. Makanan yang khas terbuat dari singkong itu bernama uwi ndota. Makanan khas
ini dimakan dengan lauk ikan, misalnya ikan soa, ikan iu dan ikan terbang. Lauk ini dibuat
dengan bumbu khusus berupa ramuan cabe, kunyit, serai dan daun susu roa yang mengandung
rasa asam. Sementara orang Ende yang makan nasi merasa belum puas kalau belum makan uwi
ndota. Namun banyak sudah diantara mereka yang mengganti makanan tradisi ini dengan nasi.
yang rupannya terkesan lebih bergengsi ( kompas, 9 - 2 - 1992 )

Pada masa lalu masyarakat Ende mengenal tiga lapisan sosial. Lapisan atas adalah kaum
bangsawan, yang didaerah pesisir di sebut Ata Nggaeh dan diaerah pedalaman disebut Mosa
Rabi. Dua lapisan lainnya adalah lapisan masyarakat biasa dan lapisan budak. mereka juga masih
memiliki kesenian-kesenian tradisional seperti seni tari ( tarian gawi, mursi, waewali ). Bahasa
yang dipakai adalah bahasa Ende.

63. Suku Gorontalo - Sulawesi Utara


Suku Gorontalo atau Hulontalo (bahasa Melayu: Gorontalo; Jawi: ‫ )ڬورونتالو‬adalah suku
bangsa yang merupakan penduduk asli provinsi Gorontalo di bagian utara pulau Sulawesi.
Bahasa mereka adalah bahasa Gorontalo. Suku Gorontalo juga dapat ditemukan di provinsi
Sulawesi Utara dan Tengah.

64. Suku Kaidipang - Sulawesi Utara


Mereka berdiam terutama di Kecamatan Kaidipang, namun jumlahnya tidak diketahui
secara pasti, di antara 18.000 jiwa penduduk 14 desa di kecamatan tersebut pada tahun 1989.
Mengenai soal bahasa yang mereka gunakan ialah dialek sendiri, yaitu salah satu dialek
Kaidipang. Pada masa lalu, orang-orang Kaidipang ini bernaung di bawah satu Kerajaan, yaitu
Kerajaan Kaidipang.
Namun pada tahun 1910 Kerajaan ini bergabung menjadi satu dengan Kerajaan Bolang
Itang, yang kemudian berada di bawah satu nama, yaitu Kerajaan Kaidipang Besar. Kerajaan ini
konon masih aktif sampai dengan tahun 1950.
Budaya dari orang Kaidipang secara umum sama dengan budaya kelompok lain yang
tergabung dalam suku bangsa Bolaang Mongondow.

65. Suku Minahasa - Sulawesi Utara

Suku Minahasa adalah kelompok suku etnis yang berasal dari Semenanjung Minahasa di
bagian utara pulau Sulawesi di Indonesia. Wilayah-wilayah administratif tempat bermukim
mayoritas orang-orang Minahasa (atau Minahasa Raya) adalah Kabupaten Minahasa, Kabupaten
Minahasa Selatan, Kabupaten Minahasa Tenggara, Kabupaten Minahasa Utara, Kota Bitung,
Kota Manado, dan Kota Tomohon. Seluruh kawasan administratif ini terletak di Provinsi
Sulawesi Utara dan suku Minahasa merupakan suku bangsa terbesar di provinsi ini. Hal ini juga
yang menyebabkan dalam percakapan awam, orang Minahasa sering kali disamakan dengan
sebutan orang Manado yang adalah ibukota Sulawesi Utara. Suku Minahasa merupakan
gabungan dari kelompok-kelompok sub-etnis yaitu Bantik, Pasan/Ratahan, Ponosakan, Tombulu,
Tondano (Toulour), Tonsawang (Tombatu), Tonsea, dan Tontemboan.

66. Suku Mongondow - Sulawesi Utara

Suku Mongondow adalah sebuah etnis di Indonesia. Dahulu suku ini memiliki kerajaan
yang bernama Bolaang Mongondow, yang kemudian pada tahun 1958 secara resmi bergabung ke
dalam Indonesia serta menjadi Kabupaten Bolaang Mongondow. Suku ini mayoritas bermukim
di Sulawesi Utara dan Gorontalo.

67. Suku Sangir - Sulawesi Utara

Suku Sangir adalah salah satu-suku asli Indonesia yang menghuni rangkaian kepulauan
antara Sulawesi dan Mindanao, Filipina bagian selatan. Bahasa asli suku ini adalah Bahasa
Sangir. Suku Sangir biasanya ditemukan di provinsi Sulawesi Utara, Indonesia dan Wilayah
Davao, Filipina.

68. Suku Bungku - Sulawesi Tengah


Suku Bungku (bahasa Bungku: To Bungku atau To Bunggu) adalah suatu suku bangsa
Indonesia, yang mayoritas mendiami wilayah Bungku Utara, Bungku Selatan, dan Bungku
Tengah, dan Menui di Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah. Suku Bungku terbagi
menjadi beberapa sub-suku, yaitu Lambatu, Epe, Ro'tua, Reta, dan Wowoni. Masyarakat suku
ini berbicara dalam Bahasa Bungku, yang merupakan salah satu identitas diri dan alat
komunikasi antar keluarga mereka. Suku Bungku umumnya memeluk agama Islam atau Kristen.
Masyarakat Bungku pernah membentuk kerajaan, yaitu Kerajaan Bungku yang dalam
literatur Belanda disebut pula dengan nama Kerajaan Tambuku atau Tombuku. Kerajaan
Bungku, bersama kerajaan-kerajaan kecil di daerah pesisir timur Sulawesi Tengah lainnya,
ditaklukan oleh Kolonial Belanda pada pertengahan abad ke-19.

69. Suku Balesang - Sulawesi Tengah

Suku Balaesang merupakan suku bangsa yang mendiami Kecamatan Balaesang,


Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah, Indonesia. Jumlah populasinya sekitar 4.000
jiwa pada tahun 1979 dan umumnya beragama Islam. Suku Balaesang termasuk dalam salah satu
subsuku bangsa Tomini. Masyarakat Balaesang Timur memiliki kearifan lokal dalam menjaga
kelestarian Danau Rano, seperti tidak mengizinkan penggunaan perahu bermesin yang
mencemari danau.

70. Suku Balantak - Sulawesi Tengah


Suku Balantak adalah kelompok suku bangsa yang mendiami Kabupaten Banggai,
Sulawesi Tengah, Indonesia.
Masyarakat Balantak memiliki dua subsuku bangsa yang terdiri dari orang Tanoturan dan Dale-
Dale. Sebagian besar masyarakat Balantak di Banggai tinggal di bagian semenanjung ujung
Sulawesi Tengah. Balantak berasal dari kata Bala yang berarti pagar atau benteng dan Tak yang
artinya kita, sehingga Balantak dapat diartikan sebagai pertahanan kita.
Masyarakat Balantak juga punya bahasanya sendiri, yaitu Bahasa Balantak. Adapun
Bahasa Balantak dapat digolongkan ke dalam Bahasa Loinang, yaitu kelompok Bahasa Ingkar.
Untuk melestarikan bahasa lokalnya, masyarakat Balantak sudah memiliki kamus Bahasa
Balantak-Indonesia dalam bentuk elektronik. Kamus ini dapat diunduh untuk perangkat dengan
sistem operasi Android melalui Playstore. Kamus ini diluncurkan pada acara perayaan Hari Jadi
Kabupaten Banggai ke-57 pada tahun 2007 dengan dipimpin oleh Gubernur Sulawesi Tengah. H.
Longki Janggola.
Masyarakat Balantak bertumpu pada sektor pertanian sebagai mata pencaharian
utamanya. Kelompok ini menanam padi di lahan dengan sistem padang, bakar dan berpindah-
pindah serta menanam ubi dan mengandalkan komoditas kelapa. Selain itu ada pula kegiatan
meramu hasil hutan serta berburu ikan dan hewan liar sebagai pekerjaan di samping bertani.
Di Kabupaten Banggai, Suku Balantak tinggal dan mendiami daerah tersebut sebagai
salah satu kelompok suku besar bersama dua suku bangsa lainnya, yaitu Suku Banggai dan Suku
Saluan. Sementara itu di Provinsi Sulawesi Tengah, Balantak menjadi satu dari 12 etnis atau
suku bangsa yang mendiami wilayah tersebut. Kesebelas etnis atau suku bangsa selain Balantak
yang ada yaitu Kali, Kulawi, Lore, Pamona, Mori, Bungku, Saluan, Banggai, Buol, dan Tolitolo.

Bagi orang Balantak, ada empat hal yang dianggap sebagai unsur paling penting dalam
kebudayaannya. Keempat hal tersebut adalah martabat, kekeluargaan, keteraturan sosial, dan
kemurahan hati. Dalam urusan kekeluargaan, masyarakat Balantak terbilang memiliki ikatan
yang erat. Semangat gotong royong dalam kehidupan sehari-hari merupakan salah satu
perwujudannya.

71. Suku Wakatobi - Sulawesi Tenggara

72. Suku Buton – Sulawesi


Suku Buton adalah suku bangsa yang menempati wilayah Sulawesi Tenggara tepatnya di
Kepulauan Buton. Suku Buton juga dapat ditemui dengan jumlah yang signifikan di luar
Sulawesi Tenggara seperti di Maluku Utara, Kalimantan Timur, Kepulauan Riau, Maluku, dan
Papua dikarenakan migrasi orang Buton di akhir tahun 1920-an.
Seperti suku-suku di Sulawesi kebanyakan, suku Buton juga merupakan suku pelaut.
Orang-orang Buton sejak lama merantau ke seluruh pelosok Nusantara dengan menggunakan
perahu berukuran kecil yang hanya dapat menampung lima orang, hingga perahu besar yang
dapat memuat barang sekitar 150 ton.

73. Suku Tolaki – Sulawesi

Suku Tolaki adalah Suku yang mendiami


nusantara yaitu letaknya di Sulawesi
Tenggara, di mana di sulawesi tenggara
terdapat 4 suku yaitu Muna, Buton, Tolaki
dan Wolio. Suku Tolaki mendiami daerah
yang berada di sekitar kabupaten Kendari
dan Konawe. Suku Tolaki berasal dari
kerajaan Konawe.

74. Suku Mandar – Sulawesi

Suku Mandar adalah suku bangsa yang menempati wilayah Sulawesi Barat, serta
sebagian Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tengah Populasi Suku Mandar dengan jumlah
Signifikan juga dapat ditemui di luar Sulawesi seperti Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur,
Jawa dan Sumatra bahkan sampai ke Malaysia.
75. Suku Luwu – Sulawesi

Suku Luwu (Palopo Raya) Orang Luwu merupakan penduduk asal yang bermukim di
Kabupaten Luwu Timur dan Luwu Utara, Sulsel. Kediaman orang Luwu biasa disebut Tana
Luwu yang berada di daerah pantai. Sedangkan orangnya disebut To Luwu

76. Suku Makassar – Sulawesi

Suku Makassar adalah nama Melayu untuk sebuah


etnis yang mendiami pesisir selatan Pulau Sulawesi.
Lidah Makassar menyebutnya Mangkasara, yang
berarti "Mereka yang Bersifat Terbuka". Etnis
Makassar memiliki jiwa penakluk namun demokratis
dalam memerintah, gemar berperang, dan jaya di
laut.

77. Suku Bugis – Sulawesi


Suku Bugis ( Jawi: ‫ )اورڠ بوݢيس‬merupakan kelompok etnik dengan wilayah asal Sulawesi
Selatan. ... Disamping itu orang-orang Bugis juga banyak ditemukan di Malaysia dan Singapura
yang telah beranak pinak dan keturunannya telah menjadi bagian dari negara tersebut.

78. Suku Toraja – Sulawesi

Suku Toraja adalah suku yang menetap


di pegunungan bagian utara Sulawesi
Selatan, Indonesia. Populasinya
diperkirakan sekitar 1 juta jiwa, dengan
sekitar 500.000 di antaranya masih
tinggal di Kabupaten Tana Toraja,
Kabupaten Toraja Utara, dan Kabupaten
Mamasa. Mayoritas suku Toraja
memeluk agama Kristen, sementara
sebagian menganut Islam dan
kepercayaan animisme yang dikenal
sebagai Aluk To Dolo. Pemerintah
Indonesia telah mengakui kepercayaan ini sebagai bagian dari Agama Hindu Dharma.
Kata Toraja berasal dari bahasa Bugis, To Riaja, yang berarti "orang yang berdiam di
negeri atas". Pemerintah kolonial Belanda menamai suku ini Toraja pada tahun 1909. Suku
Toraja terkenal akan ritual pemakaman, rumah adat tongkonan dan ukiran kayunya. Ritual
pemakaman Suku Toraja merupakan peristiwa sosial yang penting, biasanya dihadiri oleh
ratusan orang dan berlangsung selama beberapa hari.

Sebelum abad ke-20, suku Toraja tinggal di desa-desa otonom. Mereka masih menganut
animisme dan belum tersentuh oleh dunia luar. Pada awal tahun 1900-an, misionaris Belanda
datang dan menyebarkan agama Kristen. Setelah semakin terbuka kepada dunia luar pada tahun
1970-an, kabupaten Tana Toraja menjadi lambang pariwisata Indonesia. Tana Toraja
dimanfaatkan oleh pengembang pariwisata dan dipelajari oleh antropolog. Masyarakat Toraja
sejak tahun 1990-an mengalami transformasi budaya, dari masyarakat berkepercayaan tradisional
dan agraris, menjadi masyarakat yang mayoritas beragama Kristen dan mengandalkan sektor
pariwisata yang terus meningkat.

79. Suku Bajo - Sulawesi


Suku Bajo di Sulawesi dan beberapa wilayah Indonesia lain merupakan penjelajah laut
dan perenang yang habat. Mereka adalah manusia ikan dari Indonesia. Suku Bajo atau disebut
juga Suku Bajau dan Suku Sama merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia yang hidup
nomaden di atas perairan laut.

80. Suku Alune – Maluku


Suku Alune adalah salah satu suku bangsa kuno di
Pulau Seram, Indonesia. Jumlah anggotanya
mencapai 17.000 jiwa dan menetap di 27 desa di
wilayah barat-tengah pulau. Seperti Wemale, mereka
berasal dari suku Patasiwa.
Suku Alune mempertuturkan bahasa Melayu-
Polinesia. Bahasa ini dikenal dengan nama Sapalewa
atau Patasiwa Alfoeren dan memiliki beberapa dialek,
meski jumlah penuturnya sedikit. Dialek paling banyak adalah dialek Rambatu.
Seperti kelompok manusia kuno yang menetap di pedalaman Seram, suku Alune secara
tradisional hidup dari hasil hutan. Makanan mereka berasal dari pohon sagu dan mempraktikkan
penanaman berpindah. Pria dan wanita mengenakan sedikit pakaian karena lingkungan yang
lembap. Dalam kehidupan sehari-hari, orang dewasa Alune mengenakan kain pinggang pendek
yang terbuat dari serat kulit, sama seperti baju tapa Polinesia. Kain pinggang ini memanjang
hingga di atas lutut dan kadang memiliki pola dekoratif.
Dalam perayaan khusus, pria Alune mengenakan baju perang dan membawa pedang
panjang. Pria Alune terlibat dalam aktivitas perang terhadap suku-suku lain. Wanita Alune
mengoleksi hasil hutan sambil ditemani anak-anak.
Sama seperti Wemale, perayaan kedewasaan perempuan Alune adalah peristiwa penting.
Suku Alune juga merupakan tukang kayu berpengalaman. Rumah-rumah kuno Alune berukuran
besar dan dibangun dari kayu, ranting dan daun palem.
Budaya dan gaya hidup Alune berubah banyak dalam beberapa dasawarsa terakhir karena
dampak konsumerisme. Juga, kekacauan politik dan keagamaan serta konflik di Indonesia
memengaruhi banyak pulau di Maluku.

81. Suku Ambon – Maluku


Suku Ambon adalah sebuah suku campuran Austronesia-Papua yang berasal dari
Kepulauan Ambon-Lease dan sisi barat Pulau Seram. Suku Ambon merupakan suku terbesar di
antara orang-orang Maluku lainnya, meski banyak darinya yang tersebar sebagai akibat dari
perpindahan keluar dari daerah aslinya.

82. Suku Aru – Maluku

Suku Aru merupakan Suku bangsa yang mendiami wilayah kepulauan Aru di Maluku
Tenggara. Kepulauan yang dikaruniai kekayaan potensi sumber daya alam dan juga budaya ini
terletak di Lepengan Sahul berdampingan dengan Papua dan Benua Australia, yang terdiri dari
lima pulau besar dikelilingi oleh 182 pulau kecil dengan total luas 8.563 km2.
83. Suku Buru – Maluku

Suku Buru adalah sebuah kelompok etnis yang kebanyakan tinggal di pulau Buru,
Indonesia, serta pada beberapa Kepulauan Maluku lainnya. Mereka juga menyebut diri gebfuka
atau gebemliar yang secara harfiah berarti "orang dunia" atau "orang tanah". Orang Buru terkait
dengan kelompok antropologi Indonesia Timur dan dari titik etnografis pandang yang sama
dengan masyarakat adat lain dari pulau Buru. Mereka berbicara dalam bahasa Buru.

84. Suku Fordata – Maluku


Suku Tanimbar adalah sekelompok etnis atau masyarakat asal Indonesia yang mendiami
Kepulauan Tanimbar yang berasal dari campuran Austronesia-Papua. Kata ”Tanimbar” berasal
dari kata Tanempar dalam bahasa Yamdena Timur (Nustimur) atau Tnebar dalam bahasa
Fordata, yang berarti ”Terdampar”.

85. Suku Mamale – Maluku

86. Suku Nuaulu – Maluku


Noaulu atau Noahatan atau Naulu adalah sebuah suku yang terdapat di Desa Sepa bagian
selatan-tengah Pulau Seram, Maluku. Noaulu atau Noahatan sendiri berasal dari kata "noa" yang
merupakan nama sungai serta "hatan" yang artinya kepala sungai (hulu) sehingga Noahatan
(Noaulu) dapat diartikan sebagai orang-orang yang mendiami hulu sungai Noa. Pada tahun 2011
populasi mereka mencapai tiga ribu jiwa.
Suku Noaulu kebanyakan dari mereka adalah datang dari Maluku Utara tepatnya pulau
Halmahera. Pasca perang hotebanggoi kemudian memilih migrasi ke wilayah selatan pulau
Seram berdiam di hulu sungai Noa petuanan desa Sepa kecamatan Amahai. Di seram bagian
utara ada sejenis suku seperti ini yang disebut Masyarakat Huaulu. Suku Huaulu menghuni dua
desa di pantai utara Pulau Seram dan suku Noahatan (Noaulu) hanya ada di desa Sepa di pantai
selatan.
Secara etnis terkait dengan Manusela, mereka mirip dengan Manusela dalam bahasa dan
mengikuti keyakinan Pemeluk kepercayaan asli Naurus. Namun, mereka juga mengikuti agama
Hindu, dan Hindu ditemukan dalam ritual mereka.

87. Suku Morotai - Maluku


Suku Moro ini diyakini adalah masyarakat yang menjelajahi lautan Maluku. Mereka
berada di bawah pemerintahan Kerajaan Jailolo dan memiliki pemimpin yang sangat adil dan
bijaksana.

88. Suku Halmahera – Maluku


Suku Togutil (atau dikenal juga sebagai Suku Tobelo Dalam) adalah
kelompok/komunitas etnis yang hidup di hutan-hutan secara nomaden di sekitar hutan Totodoku,
Tukur-Tukur, Lolobata, Kobekulo dan Buli yang termasuk dalam Taman Nasional Aketajawe-
Lolobata, Kabupaten Halmahera Utara, Maluku Utara. Yang perlu diingat, Orang Togutil sendiri
tak ingin disebut "Togutil" karena Togutil bermakna konotatif yang artinya "terbelakang".
Kehidupan mereka masih sangat tergantung pada keberadaan hutan-hutan asli. Mereka
bermukim secara berkelompok di sekitar sungai. Komunitas Togutil yang bermukim di sekitar
Sungai Dodaga sekitar 42 rumah tangga. Rumah-rumah mereka terbuat dari kayu, bambu dan
beratap daun palem sejenis Livistonia sp. Umumnya rumah mereka tidak berdinding dan
berlantai papan panggung.
Suku Togutil yang dikategorikan suku terasing tinggal di pedalaman Halmahera bagian
utara dan tengah, menggunakan bahasa Tobelo sama dengan bahasa yang dipergunakan
penduduk pesisir, orang Tobelo.
Orang Togutil penghuni hutan yang dikategorikan sebagai masyarakat terasing,
sementara orang Tobelo penghuni pesisir yang relatif maju. Selain itu fisik orang Togutil,
khususnya roman muka dan warna kulit, menunjukkan ciri-ciri Melayu yang lebih kuat daripada
orang Tobelo.
Ada cerita, orang Togutil itu sebenarnya penduduk pesisir yang lari ke hutan karena
menghindari pajak. Pada 1915 Pemerintah Belanda memang pernah mengupayakan untuk
memukimkan mereka di Desa Kusuri dan Tobelamo. Karena tidak mau membayar pajak, mereka
kembali masuk hutan dan upaya itu mengalami kegagalan. Dari sini lah rupanya beredar cerita
semacam itu. Namun cerita ini rupanya tidak benar.

89. Suku Wemale – Maluku


Wemale adalah kelompok etnis di pulau Seram, Indonesia. Mereka berjumlah 7.500 dan
tinggal di 39 desa di pulau Seram. Seperti suku Alune di barat, mereka berasal dari kelompok
nenek moyang yang sama, yang disebut Patasiwa.

90. Suku Wai Apu – Maluku

Suku Wai Apu merupakan salah satu kelompok sosial yang mendiami Pulau Buru,
Kabupaten Maluku, Provinsi Maluku. Masyarakat suku Wai Apu pada umumnya bermukim di
wilayah Kecamatan Buru Utara Timur. Menurut catatan tim penelitian dari Departemen Sosial
pada tahun 1971, jumlah suku Wai Apu sekitar + 3.691 jiwa, dan mereka pada waktu itu
dikategorikan sebagai salah satu kelompok "masyarakat terasing". Dalam perkembangannya,
pada tahun 1985 jumlah mereka berada di kisaran 44.048 jiwa, tetapi jumlah mereka tidak lagi
diketahui secara pasti. Kini, masyarakat Pulau Buru pada umumnya telah banyak berubah dan
orang Wai Apu sendiri diperkirakan telah mengalami perubahan.

91. Suku Ternate – Maluku

Suku Ternate (bahasa Inggris:


Ternate people) dengan populasi
50.000 jiwa bertempat tinggal di Pulau
Ternate. Pulau ini termasuk di dalam
wilayah provinsi Maluku Utara dengan
ibu kotanya Kota Ternate. Selain
berdiam di pulau asalnya, orang
Ternate juga berdiam di daerah lain,
misalnya di pulau Bacan dan pulau
Obi yang termasuk wilayah kabupaten
Halmahera Selatan, serta wilayah
lain di dalam dan di luar Provinsi
Maluku Utara.

92. Suku Tidore – Maluku

Suku Tidore (bahasa Melayu: Tidore)


merupakan salah satu suku bangsa di Provinsi
Maluku Utara,. Jumlah penduduknya sekitar
45.000 jiwa. Melanesia adalah ras asli dari suku
Tidore. Dahulu ketika masa penjajahan Belanda,
Tidore masih daerah kesultanan, yang
menguasai sebagian besar daerah Maluku Utara.

93. Suku Seram - Maluku

94. Suku Sawai – Maluku


Suku Sawai, adalah salah satu suku yang berada di kabupaten Halmahera Tengah
provinsi Maluku Utara, di kecamatan Weda Utara, yang bermukim di desa Lelilef Woi Bulan,
desa Sagea, desa Gemaf, desa Lelilef Sawai, desa Kobe, desa Sidanga, desa Weda, desa Fritu,
desa Wale, desa Messa dan desa Dote.

95. Suku Aero – Papua

Orang Aero merupakan satu kolektifa yang bermukim di hulu sungai Wuruwai, di mana
sungai itu bermuara di pantai urata wilayah Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua. Pada tahun
1962 ada 86 orang Aero bermigrasi menyusur sungai tadi menuju ke arah pantai.

96. Suku Asaro – Papua

Suku Asaro yang sama-sama berasal dari dataran tinggi Papua Nugini terkenal karena
topeng tanah liat yang mereka gunakan.
Suku yang mendiami Provinsi Highlands Timur itu menggunakan topeng putih yang
terbuat dari tanah liat. Topeng yang mereka gunakan memiliki penampakan yang menakutkan,
dengan telinga yang aneh, mata yang tajam, gigi, taring babi liar, dan kerutan yang semakin
melengkapi kesan seram. Mereka menggunakan topeng ini untuk melawan musuh-musuh yang
ingin berperang.

97. Suku Kalam - Papua

98. Suku Huli – Papua

Suku Huli merupakan penduduk berada


yang tinggal di dataran tinggi anggota selatan
negara Papua New Guinea yang meliputi
beberapa wilayah seperti wilayah Tari,
Koroba, Margaraima dan Komo Papua New
Guinea. Populasi suku ini berjumlah 150.000
orang.

99. Suku Goroka – Papua


Suku Goroka di Papua Nugini Suku yang
mengandalkan perburuan dan pertanian ini
menghias badannya dengan lumpur, rok rumput,
dan tanah liat berwarna. Tradisi menghias tubuh
ini dilakukan untuk menakuti suku saingannya.
Selain itu, suku Goroka juga memiliki sebuah
festival unik bernama The Goroka Show.
100. Suku Yali – Papua

Suku Yali membentuk kampung-kampung kecil yang tersebar di daerah pegunungan


tengah, di sekitar lembah raksasa Baliem. Namun, orang Yali juga terbagi-bagi menurut bahasa,
dialek, dan budayanya, di antaranya Yali Mek dan Yali Moo. Masyarakat Anggruk sendiri
memilih disebut Yali saja.
101. Suku Korowai – Papua

Suku Korowai adalah suku yang baru ditemukan keberadaannya sekitar 30 tahun yang
lalu di pedalaman Papua, Indonesia dan berpopulasi sekitar 3000 orang. Suku terasing ini hidup
di rumah yang dibangun di atas pohon yang disebut Rumah Tinggi. Beberapa rumah mereka
bahkan bisa mencapai ketinggian sampai 50 meter dari permukaan tanah. Suku Korowai adalah
salah satu suku di daratan Papua yang tidak menggunakan koteka. Sampai tahun 1970, mereka
tidak mengetahui keberadaan setiap orang selain kelompok mereka.

102. Suku Dani – Papua

Suku Dani dikenal juga sebagai suku yang menghuni Lembah Baliem yang terletak di
pegunungan tengah Papua. Ketinggian lembah ini berada 1.650 meter di atas permukaan laut
(mdpl). Suku ini dikenal karena pria-nya mengenakan koteka.

103. Suku Bauzi – Papua


Suku Bauzi, disebut juga dengan Baudi, Bauri atau Bauji, merupakan satu dari sekitar
260-an suku asli yang kini mendiami Tanah Papua. Oleh lembaga misi dan bahasa Amerika
Serikat bernama Summer Institute of Linguistics (SIL), suku ini dimasukan dalam daftar 14 suku
paling terasing.

104. Suku Amungme – Papua


Suku Amungme (juga dikenal sebagai Amui,
Hamung, Amungm, Amuy, Damal atau Uhunduni)
adalah kelompok orang dengan populasi sekitar
17.700 orang yang tinggal di dataran tinggi provinsi
Papua dari Indonesia. Bahasa mereka disebut
Dhamal.

105. Suku Asmat – Papua

Suku Asmat adalah suku yang berasa dari Papua. Suku Asmat dikenal dengan hasil
ukiran kayunya yang unik. Populasi suku Asmat terbagi dua yaitu mereka yang tinggal di pesisir
pantai dan mereka yang tinggal di pedalaman.

106. Suku Muyu – Papua


Suku Muyu yaitu salah satu suku bangsa di Indonesia dan terdapat di Papua yang
menempati daerah di sekitar Sungai Muyu dan terletak di sebelah Timur Laut Merauke. Bahasa
yang mereka gunakan adalah bahasa Muyu.

Tarian Daerah di Indonesia

1. Tari Seudati (Aceh )


Tarian Seudati merupakan tarian yang berasal dari Daerah Istimewa Aceh, tarian ini pada
awalnya adalah tarian yang ada di negara-negara Arab dengan latar belakang Islam. Tarian ini
sangat populer dan dicintai oleh orang-orang di daerah asalnya. Kombinasi tarian yang memiliki
gerakan dinamis dan dipadukan dengan keseimbangan dengan atmosfer yang kental dengan
nuansa religius.

2. Tari Saman (Aceh )

6Tarian saman merupakan contoh tarian milik Negara Indonesia yang telah menarik
perhatian masyarakat dunia. Tarian ini juga kental dengan puisi-puisi religius, tarian-tarian yang
memiliki koreografi dalam posisi duduk bersamaan dengan gerakan tangan semua penari yang
selaras membuat tarian ini memiliki visualisasi yang nyaman untuk dilihat. Tarian ini juga
diiringi dengan puisi yang diisi dengan pesan-pesan agama seperti ajaran kebajikan, dan tarian
lainnya, makna tarian saman juga sangat baik untuk masyarakat.

3. Tari Legong (Bali)

Tarian logong merupakan seni tari yang berasal dari daerah Bali, tarian ini adalah tarian
yang memiliki latar belakang kisah kisah cinta raja dali lasem, taria ini dipentaskan secara
dinamis sehingga dapat memikat hati para penonton.

4. Tari Kecak (Bali)


Tarian kecak adalah tarian yang sangat terkenal dari Pulau Dewata Bali, tarian ini
bercerita tentang tokoh-tokoh pewayangan bala tentara monyet dan Hanoman yang berasal dari
kitab Ramayana, di mana pertunjukan diadakan saat matahari terbenam sehingga memiliki
perasaan yang sangat eksotis ditambah dengan alam. . keindahan pulau Bali. Tari kecak adalah
salah satu budaya Indonesia yang mendunia.

5. Tari Pendet (Bali)


Tarian pendet, tarian tradisional dari Bali, pada
awalnya merupakan pemujaan di pura, tempat
pemujaan bagi umat Hindu di Bali, Indonesia. Tarian
ini melambangkan sambutan dari turunnya para dewa
ke dunia. Lambat laun, seiring waktu, seniman Bali
mengubah Pendet menjadi “salam selamat datang”,
meskipun mereka masih mengandung unsur-unsur
suci agama. Pencipta / koreografer bentuk tarian
modern ini adalah I Wayan Rindi. Tarian pendet
pernah menjadi kekayaan budaya Indonesia yang
diklaim oleh negara tetangga yaitu Malaysia.

6. Tari Andun (Bengkulu)

Tarian Andun adalah salah satu tarian tradisional dari daerah Bengkulu. Tarian Andun
biasanya dilakukan selama pernikahan, pertempuran, atau acara tradisional lainnya. Tarian ini
biasanya dilakukan di pesta pernikahan, yaitu saat menyambut pengantin wanita. Namun, pada
masa muda tarian ini masih sangat umum karena pada acara pernikahan pertunjukan musik
biasanya lebih diinginkan daripada mempertahankan kebiasaan mereka sendiri. Itulah sebabnya
tarian tradisional yang satu ini punah di kalangan anak muda.
Tarian ini diiringi oleh alat musik tradisional, yaitu kolintang dan redap. Tidak
sembarang orang bisa menari tarian ini, ada kriteria tertentu yang digunakan. Misalnya, dalam
acara-acara tradisional, ketika menari berpasangan, penari yang dipilih harus lajang dan
perempuan atau belum menikah dan tidak terkait dengan darah atau kerabat. Jika ada orang yang
menyembunyikan status kekerabatannya, akan ada hukum adat yang berbicara.

7. Tari Bidadari Teminang Anak (Bengkulu)

Tarian Bidadari Teminang Anak adalah salah satu tarian tradisional klasik yang berasal
dari Rejang Lebong, Bengkulu. Tarian ini sering dipertunjukkan di berbagai kegiatan / acara di
Bengkulu, misalnya saat menyambut tamu agung, tamu negara, upacara pernikahan dan acara
lainnya.
Tarian Bidadari Teminang Anak dari Bengkulu menggambarkan seorang malaikat yang
turun dari surga ke bumi untuk mengangkat seorang anak. Memiliki makna, antara lain, berkah
yang datang dari surga pada manusia di bumi.

8. Tari Topeng Betawi (DKI Jakarta)

Tari Topeng Betawi marupakan tarian tradisional masyarakat Betawi di Jakarta yang
menggunakan topeng sebagai ciri khasnya. Tarian ini merupakan kombinasi antara tarian, musik
dan nyanyian. Seperti pertunjukan teater atau opera, penari menari dengan suara musik dan
nyanyian. Tarian Topeng Betawi lebih bersifat teatrikal dan komunikatif melalui gerakan.
Tari Topeng Betawi pada awalnya dilakukan oleh seniman. Mereka biasanya diundang
sebagai penghibur dalam acara-acara seperti pernikahan, sunat, dan lainnya. Menurut
kepercayaan orang Betawi, tarian ini dapat menjauhkan diri dari bencana. Namun seiring dengan
perkembangan zaman, kepercayaan mulai memudar dan menjadikan tarian ini hanya hiburan di
acara tersebut. Tetapi meskipun kepercayaannya mulai menghilang, tarian ini diadakan untuk
memeriahkan pesta atau acara tradisional.

9. Tari Yopong (DKI Jakarta)

Tarian Yapong adalah bentuk tarian dari Jakarta yang diciptakan untuk pertunjukan.
Tarian ini bukan jenis tarian sosial seperti kebanyakan tarian daerah, seperti tarian Jaipong dari
Jawa Barat. Namun dalam perkembangannya, tarian ini sering digunakan sebagai tarian sosial
untuk mengisi suatu acara sesuai permintaan karena tarian tersebut penuh dengan variasi di
dalamnya. Tarian ini adalah tarian yang senang dengan gerakan dinamis dan eksotis. Dalam
gerakan tarian Yapong, suasana gembira diungkapkan karena menyambut kedatangan Pangeran
Jayakarta. Adegan itu disebut Yapong dan tidak mengandung makna apa pun. Istilah ini muncul
dari sebuah lagu yang mengatakan ya, ya, ya, ya, dinyanyikan oleh penyanyi yang menyertainya
dan suara musik yang terdengar pong, pong, pong, sehingga “ya-pong” lahir, yang semakin
berkembang menjadi Yapong.
10. Tari Sekapur Sirih (Jambi)

Tari Sekapur Sirih adalah tarian selamat datang untuk tamu besar di Jambi, Kepulauan
Riau, dan Provinsi Riau. Tarian ini juga terkenal di Malaysia sebagai tarian wajib untuk tamu
besar. Keagungan dalam gerakan lembut dan halus berpadu dengan iringan musik dan puisi yang
ditujukan untuk para tamu. Menyambut dengan wajah putih jernih menunjukkan keramahan
untuk para tamu terhormat. Tarian ini menggambarkan perasaan hati yang putih dalam
menyambut tamu. Umumnya ditarikan oleh 9 penari wanita, dan 3 penari pria, 1 orang bertugas
membawa payung dan 2 penjaga.

11. Tarian Selampit Delapan (Jambi)

Tarian Selampit Delapan adalah tarian tradisional yang berasal dari Provinsi Jambi.
Tarian ini pertama kali diperkenalkan oleh M. Ceylon, seorang koregrafer senior yang lahir di
Padang Sidempuan (1940) yang bertanggung jawab atas Dinas Kebudayaan Provinsi Jambi pada
tahun 1970-an. Tinggal di Kota Jambi. Lebih banyak kegiatan di bidang budaya membuatnya
berhasil menangkap pesan-pesan kearifan masyarakat yang kemudian diolah menjadi sebuah
karya seni yang disebut Tari Selampit Delapan dan dimainkan oleh delapan penari. Dalam
perkembangannya, tarian itu kemudian ditentukan menjadi salah satu tarian khas Provinsi Jambi.

12. Tari Topeng Kuncaran (Jawa Barat)

Tari Topeng Kuncaran merupakan salah satu tarian yang menceritakan balas dendam
seorang raja karena cintanya ditolak. Tarian topeng ini juga merupakan salah satu jenis tarian
topeng yang berbeda dari tarian topeng dari daerah Jakarta.

13. Tari Merak (Jawa Barat)


Tarian merak adalah salah satu dari berbagai tarian kreatif baru yang mengekspresikan
kehidupan binatang, yaitu burung merak. Prosedur dan gerakan diambil dari kehidupan burung
merak yang diambil di atas panggung oleh Seniman Sunda Raden Tjetje Somantri.
Merak adalah binatang seukuran ayam, bulunya halus dan kepalanya memiliki mahkota.
Kehidupan seekor merak yang selalu mengembangkan bulu ekor untuk menarik seekor merak
betina menginspirasi R. Tjetje Somantri untuk membuat tarian Merak ini.

14. Tari Serimpi (Jawa Tengah)


Srimpi merupakan presentasi tarian Jawa klasik dari tradisi
istana Kesultanan Mataram dan terus dipertahankan dan
dikembangkan hingga sekarang oleh empat istana pewaris di
Jawa Tengah (Surakarta) dan Yogyakarta.

15. Tari Bambangan Cakil (Jawa Tengah)

Tari Bambangan Cakil adalah tarian klasik di Jawa, terutama di Jawa Tengah. Tarian ini
sebenarnya diadopsi dari salah satu adegan dalam pertunjukan Wayang Kulit, adegan Perang
Bunga. Tarian ini menceritakan tentang perang antara ksatria dan raksasa.

16. Tari Remo (Jawa Timur)


Tarian remo merupakan tarian untuk menyambut tamu di Jember, yang ditampilkan oleh
satu atau lebih. Tarian ini berasal dari Provinsi Jawa Timur.

17. Tari Reog (Ponorogo, Jawa Timur)


Reog merupakan salah satu seni budaya yang berasal
dari barat laut Jawa Timur dan Ponorogo yang dianggap
sebagai kota asli Reog. Gerbang kota Ponorogo dihiasi
oleh tokoh-tokoh warok dan gemblak, dua tokoh yang
berpartisipasi dalam pertunjukan reog. Reog adalah salah
satu budaya daerah di Indonesia yang masih sangat kental
dengan hal-hal mistis dan mistisisme yang kuat.

18. Tari Monong (Kalimantan Barat)

Tari Monong merupakan tarian tradisional suku Dayak di Kalimantan barat. Tari Monong
juga sering di sebut sebagai tari manang. Tarian ini merupakan tarian penyembuhan atau tarian
penolak penyakit yang di lakukan saat warganya terkena penyakit.

19. Tari Zapin Tembung (Kalimantan Barat)


Zapin berasal dari bahasa Arab, yaitu “Zafn” yang berarti gerakan kaki cepat setelah
pukulan. Diperkirakan berasal dari Yaman, Zapin adalah harta keluarga tari Melayu yang
memiliki pengaruh Arab. Tarian tradisional ini mendidik dan menghibur dan digunakan sebagai
media dakwah Islam melalui puisi lagu-lagu zapin yang dinyanyikan.

20. Tari Baksa Kumbang (Kalimantan Selatan)

Tari Baksa Kembang merupakan tarian klasik yang pernah muncul dan berkembang di
istana Banjar. di istana di Banjar, tarian Paksaan Bunga dipentaskan oleh Puti-Putri Istana.
Seiring waktu, tarian mulai menyebar ke seluruh pelosok Banjar Keraton dan ada Galuh dari
Istana Banjar.

21. Tari Radap Rahayu (Kalimantan Selatan)

Tari Radap Rahayu merupakan seni klasik dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Tarian
ini adalah salah satu tarian untuk menyambut tamu sebagai tanda penghormatan. Nama Tari
Radap Rahayu diambil dari kata radap atau beradap – adap yang artinya bersama atau
berkelompok. Sedangkan rahayu berarti kebahagiaan atau kemakmuran.
22. Tari Tambun dan Bungai (Kalimantan Tengah)

Tari Tambun dan Bungai adalah salah satu tarian tradisional yang berasal dari daerah
Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Tarian ini menceritakan kisah kepahlawanan Tambun dan
Bungai dalam mengusir musuh yang akan mengambil panen dari rakyat.

23. Tarian Balean Dadas (Kalimantan Tengah)


Tarian Balean Dadas merupakan tarian tradisional yang
berasal dari komunitas Dayak dengan budaya suku Dayak
yang fenomenal, Kalimantan Tengah. Apa yang biasanya
ditunjukkan adalah meminta kesembuhan dari Sang Pencipta
(surga Ranying Hatala) bagi mereka yang menderita
kesakitan.

24. Tarian Gong (Kalimantan Tengah)

Tarian Gong atau bisa disebut Tarian Kancet Ledo merupakan tarian Dayak Kalimantan
Timur, tepatnya dari suku Dayak Kenyah. Tarian ini ditarikan oleh seorang gadis dengan gong
yang digunakan sebagai iringan musik. Tarian ini biasanya dipertunjukkan pada upacara
penyambutan tamu agung atau upacara penyambutan untuk kelahiran bayi.
25. Tari Perang (Kalimantan Tengah)

Tarian perang merupakan tarian yang dilakukan oleh seseorang, dua orang, atau
sekelompok orang dengan maksud menggambarkan semangat dan cara bertarung menggunakan
tangan kosong atau senjata tradisional.

26. Tari Jangget (Lampung)


Tarian Jangget adalah salah satu tarian
tradisional yang dimiliki oleh masyarakat
Lampung dengan budaya pepadun. Pada tahun
1942 sebelum kedatangan Jepang ke Indonesia,
Tari Jangget dilakukan untuk acara-acara gawi
tradisional, seperti saat panen, upacara untuk
membangun rumah atau untuk membawa orang-
orang yang pergi ke haji.

27. Tari Malinting (Lampung)

Tarian melinting merupakan tarian tradisional yang berasal dari daerah Lampung. Tarian
ini adalah tarian klasik yang diwarisi dari Kerajaan Melinting di Lampung Timur. Tarian
melinting digolongkan sebagai tarian tertua yang pernah ada, karena diperkirakan tarian ini
sudah ada sejak masuknya Islam di Indonesia, terutama di wilayah Lampung itu sendiri.

28. Tari Lenso (Maluku)


Tarian Lenso merupakan salah satu tarian anak muda dari daerah Maluku dan Minahasa
di Sulawesi Utara. Tarian ini biasanya ditampilkan sibuk ketika ada pesta. Pesta Pernikahan yang
Baik, Panen Cengkeh, Tahun Baru dan kegiatan lainnya. Beberapa sumber mengatakan bahwa
tarian lenso berasal dari tanah Maluku. Sementara sumber lain menyebut tarian ini berasal dari
Minahasa.

29. Tari Cikalele (Maluku)


Cakalele merupakan salah satu tarian perang
tradisional Maluku yang pakai untuk menyambut
tamu atau selama perayaan tradisional. Biasanya,
tarian ini dibawakan oleh 30 pria dan wanita. Tarian
ini dibawakan berpasangan dengan iringan musik
gendang, seruling, bia (sejenis musik angin).

30. Tari lalayon (Maluku Utara)

Tarian lalayon adalah jenis tarian sosial Maluku Utara yang berisi pesan-pesan romantis
dan tentu saja cinta. Karena alasan ini, tarian ini juga ditampilkan berpasangan dengan gerakan
yang indah. Lagu yang menyertainya adalah lagu Melayu yang merupakan elemen penting untuk
menciptakan suasana romantis sehingga pesan yang ingin disampaikan dapat dilihat.
31. Tari Salai Jin (Maluku Utara)

Tari Salai Jin merupakan tarian tradisional Maluku Utara yang berasal dari Ternate. Tarian ini
digunakan oleh orang Ternate untuk berkomunikasi dengan jin gaib. Komunikasi bertujuan untuk
meminta bantuan dari jin sehingga masalah yang dialami manusia dapat diselesaikan seperti penyakit
yang diderita oleh satu anggota keluarga.

32. Tari Gumatere (Maluku Utara)


Tarian Gumatere merupakan salah satu tarian
tradisional Morotai sebagai panduan ketika
menghadapi masalah atau fenomena alam yang
sedang terjadi. Tarian Maluku Utara ini umumnya
dipertunjukkan oleh hingga 30 penari pria dan
wanita. Untuk penari pria, mereka akan
menggunakan pedang dan tombak sebagai properti
dan untuk wanita mereka akan menggunakan lenso.
Tarian ini terlihat lebih unik karena akan ada penari
yang menggunakan kain hitam, imitasi dan lilin untuk melakukan ritual meminta instruksi.

33. Tari Mpaa Lenggogo (Nusa Tenggara Barat (NTB))

Tari Mpaa Lenggogo adalah salah satu tarian tradisional yang berasal dari daerah Bima,
NTB. Tarian ini dibagi menjadi dua jenis tarian, yaitu Tari Lenggo Melayu dan Tari Lenggo
Mbojo. Tarian Lenggo Melayu ini adalah jenis tarian Lenggo yang dimainkan oleh penari pria,
sedangkan tarian Lenggo Mbojo dimainkan oleh penari wanita. Tarian Lenggogo pada awalnya
adalah tarian klasik yang muncul dan berkembang di lingkungan istana Kerajaan Bima, dan
hanya ditampilkan pada acara-acara tertentu.
34. Tari Batunganga ( Nusa Tenggara Barat, NTB)

Tarian Nganga Batu Berasal Dari Wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB). Tidak banyak
referensi yang berbicara tentang tarian batu nganga, sehingga sangat sulit bagi penulis untuk
menemukan bagian dari tarian ini. Tetapi dari hasil pencarian penulis hanya menemukan
beberapa referensi untuk makalah ini, seperti di bawah ini.

35. Tari Perang (Nusa Tenggar Timur, NTT)


Tari Perang adalah permainan dansa perang
antara sepasang penari pria yang bertarung
dengan cambuk dan perisai di Flores, Nusa
Tenggara Timur, Indonesia. Penari bersenjatakan
cambuk bertindak sebagai penyerang dan lainnya
bertahan memakai perisai. Tarian ini dimainkan
selama woja hang dan ritual tahun baru (penti),
upacara pembukaan tanah atau upacara tradisional
besar lainnya, dan diadakan untuk menyambut
tamu penting.

36. Tari Gareng Lameng (Nusa Tenggara Timur, NTT)

Tarian Gareng Lameng ini biasanya dilakukan pada upacara penyunatan. Dimana dalam
upacara ini tarian sering dimasukkan di dalamnya untuk menambah acara sehingga menjadi lebih
meriah dan berlangsung sangat baik sehingga dapat dinikmati oleh masyarakat umum di NTT
sendiri. Tarian ini sendiri dalam bentuk ucapan selamat dan memohon berkah dari Tuhan bahwa
mereka yang disunat harus selalu sehat secara fisik dan mental dan juga sukses dalam hidup
mereka. Tentu saja orang tua ingin melihat anak-anak mereka mendapatkan kelahiran batin dan
kesehatan serta kesuksesan dalam kehidupan mereka sendiri.

37. Tari Suanggi (Papua)

Tari Suanggi merupakan salah satu tarian yang berasal dari Papua Barat. Tarian ini
menceritakan tentang seorang istri yang meninggal karena istrinya menjadi korban angi-angi
(jejadian). Dari sekian banyak karya budaya di nusantara, masih ada beberapa referensi atau
catatan yang merincinya, termasuk keberadaan tarian Suanggi.

38. Tari Selamat Datang (Papua)


Tari Sambutan atau selamat datang merupakan tarian
tradisional yang merupakan sejenis tarian penyambutan
yang berasal dari wilayah Papua. Tarian ini biasanya
dilakukan oleh penari pria dan wanita untuk menyambut
tamu terhormat atau tamu penting yang berkunjung ke
sana. Tari Selamat Datang adalah salah satu tarian
tradisional paling terkenal di wilayah Papua. Terlepas dari
gerakannya yang unik dan energik, tarian ini tentu kaya
akan makna dan nilai di dalamnya.
39. Tari Musyoh (Papua)

Tarian Musyoh merupakan seni tari yang paling sakral, tarian ini adalah tarian ritual
untuk mengusir roh-roh orang yang mati karena hal-hal tertentu, dan pada umumnya tarian ini
menari ketika ada orang dari tanah Papua yang telah meninggal dalam kecelakaan. Orang Papua
percaya bahwa jika seseorang meninggal dalam suatu kecelakaan, roh orang yang meninggal
tidak akan tenang, maka ritual Tari Musyoh akan berlangsung, karena diyakini bahwa dengan
memegang Tari Musyoh ini roh atau arwah bisa tenang.

40. Tari Tandak (Riau)

Tari Tandak adalah tarian populer yang sangat populer atau disukai di wilayah Riau.
Tarian ini merupakan kombinasi antara tarian dan sastra. Meskipun pada dasarnya tarian tandak
adalah seni dan budaya Minang Kabau yang mengandung unsur seni bela diri.

41. Tari Joged Lambak (Riau)


Tarian Joged lambak adalah tarian yang berasal dari
daerah Riau. Seperti kita ketahui bahwa tarian ini
sendiri adalah tarian yang sangat terkenal di wilayah
Riau sebagai tarian yang sering dipertunjukkan di
acara-acara besar di daerah itu sendiri.

42. Tari Kipas Pakarena (Sulawesi Selatan)

Tari Kipas Pakarena merupakan tarian tradisional dari daerah Gowa, Sulawesi Selatan.
Tarian ini dibawakan oleh penari wanita dalam pakaian tradisional dan tarian dengan gerakan
khas mereka dan memainkan penggemar sebagai atribut tarian mereka. Tari Kipas Pakarena
adalah salah satu tarian tradisional paling terkenal di Sulawesi Selatan, terutama di daerah Gowa.
Tarian ini sering ditampilkan dalam berbagai acara yang bersifat adat atau hiburan, bahkan Tari
Kipas Pakarena juga merupakan salah satu tempat wisata di Sulawesi Selatan, terutama di daerah
Gowa.

43. Tari Bosara (Sulawesi Selatan)

Tarian Bosara adalah salah satu tarian tradisional yang berasal dari Sulawesi Selatan.
Tarian ini adalah tarian yang berfungsi untuk menyambut tamu terhormat. Secara historis, tarian
ini sering menari di setiap acara penting untuk menghibur raja dengan 2 kaset.

44. Tari Lumense (Sulawesi Tengah)


Tari Lumense merupakan salah satu tarian yang berasal
dari Tokotu’a, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara.
Kata lumense sendiri berasal dari bahasa lokal, yaitu lume
yang berarti terbang dan mense yang berarti tinggi. Jadi,
lumense bisa diartikan terbang tinggi. Tarian lumense sendiri
berasal dari kecamatan Kabaena.

45. Tarian Peule Cinde (Sulawei Tengah)

Peule Dance Cinde memiliki sejarah sendiri. Sebenarnya, Tari Peule Cinde sama dengan
tari yang lain, ada sesuatu yang lebih besar jika Tari Peule Cinde dapat berkembang di setiap
zaman, karena penggunaannya yang khusus untuk menyambut tamu. Puncak pementasan Tari
Peule Cinde yaitu dengan taburan bunga untuk para tamu.

46. Tari Balumpa (Sulawesi Tenggara)

Tarian Balumpa merupakan salah satu tarian tradisional yang berasal dari daerah
Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Tarian ini termasuk tarian sosial yang dilakukan oleh penari
wanita untuk menyambut tamu terhormat yang telah datang ke sana. Tarian Balumpa ini adalah
salah satu tarian tradisional paling terkenal di Sulawesi Tenggara, khususnya daerah Wakatobi.
Tarian ini sering ditampilkan dalam berbagai acara seperti menyambut tamu penting,
pertunjukan kesenian, dan festival budaya.

47. Tari Dinggu (Sulawesi Tenggara)


Tarian Dinggu merupakan tarian tradisional yang
berasal dari Sulawesi Tenggara. Tarian ini adalah tarian
rakyat yang memberikan suasana dan aktivitas
masyarakat selama musim panen, terutama musim
panen padi. Tarian Dinggu biasanya dilakukan oleh
penari pria dan wanita berpakaian sebagai petani di
zaman kuno.

48. Tari Mengket (Sulawesi Utara)

Tarian Maengket merupakan tarian rakyat Minahasa yang ditampilkan sebagai bentuk
rasa terima kasih atas hasil panen. Tarian Maengket biasanya dilakukan dengan jumlah pria dan
wanita yang sangat besar. Tarian Maengket adalah tarian tradisional dari Sulawesi Utara yang
terkenal sampai sekarang dan terus melestarikannya.

49. Tari Palo-Palo (Gorontalo)

The Polo Dance – “Palo adalah tarian yang berasal dari Gorontalo, Sulawesi Utara.
Tarian ini adalah tarian sosial yang biasanya dipertunjukkan oleh remaja Gorontalo. Dalam
perkembangannya, tarian polo “palo” dibagi menjadi dua jenis, yaitu tarian palo – “palo
tradisional dan palo -” tarian palo modern, di mana kedua jenis memiliki perbedaan yang
berbeda.

50. Tari Piring (Sumatra Barat)

Tari piring atau tarian Piriang di Minangkabau merupakan tarian tradisional


Minangkabau yang melibatkan atraksi hidangan. Para penari mengayunkan piring mereka untuk
mengikuti gerakan cepat dan teratur tanpa terlepas dari tangan mereka. Gerakannya diambil dari
tangga di Minangkabau atau silek seni bela diri.

51. Tari Payung (Sumatera Barat)


Tari payung adalah tarian tradisional yang berasal dari daerah Minangkabau, Sumatera
Barat. Tari ini melambangkan cinta dan kisah kasih sayang di antara dua orang manusia.

52. Tari Tanggai (Sumatra Selatan)

Tari Tanggai merupakan salah satu tarian yang disajikan untuk menyambut tamu yang
telah memenuhi undangan. Tari Tanggai biasanya ditampilkan dalam upacara pernikahan
tradisional di Palembang. Tari Tanggai menggambarkan keramahtamahan, dan rasa hormat dari
orang-orang Palembang untuk kehadiran tamu dan dalam tarian menyiratkan makna sambutan
dari orang yang memiliki acara untuk para tamu.

53. Tari Bekhusek (Sumatra Selatan)

Tarian Putri Bekhusek berarti sang putri sedang bermain. Tarian ini sangat populer di
Kabupaten Ogan Komering Ulu dan merupakan kemakmuran jangka panjang di wilayah
Sumatera Selatan.

54. Tari Serampang Dua Belas (Sumatera Utara)


Tari serampang dua belas berasal dari Serdang Bedagai, Sumatera Utara. Tarian
tradisional ini juga terkenal di daerah budaya Melayu seperti Riau, Jambi, dan beberapa daerah
lainnya.

55. Tari Tor-Tor (Sumatera Utara)

Tor-tor Batak Toba adalah jenis tarian kuno dari Batak Toba yang berasal dari Sumatera
Utara yang meliputi daerah Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Toba Samosir dan Samosir.

56. Tari Bedaya (DIY Yogyakarta)

Tarian Bedaya adalah tarian yang berasal dari Daerah Istimewa Yogyakarta itu sendiri, di
mana seperti yang kita ketahui bahwa tarian memiliki sesuatu dan juga makna yang berbeda
antara satu gerakan dan yang lain, sehingga dalam jenis tarian tertentu ada yang sangat terkenal
di antara mereka saja, ada juga beberapa yang kurang dikenal untuk beberapa gerakan yang
belum pernah terlihat atau terkesan sama sekali.

57. Tari Angguk – DIY Yogyakarta

Tari Angguk merupakan tarian tradisional yang berasal dari Yogyakarta dan
menceritakan kisah Umarmoyo-Umarmadi dan Wong Agung Jayengrono di Serat Ambiyo.
Tarian ini dimainkan secara berkelompok oleh 15 penari wanita mengenakan seragam seperti
tentara Belanda dan dihiasi dengan gombyok emas, sampang, sampur, topi pet warna hitam, dan
kaus kaki merah atau kuning dan memakai kacamata hitam. Tarian ini umunya dimainkan
selama 3 hingga 7 jam.

58. Tari Margapati (Bali)

Kata Margapati diambil dari kata Marga yang berarti jalan, dan pati mempunyai arti
kematian. Ketika disatukan itu berarti jalan menuju kematian. Dibuat oleh Nyoman Kaler di
tahun 1942, tarian ini menggambarkan perjalanan hidup wanita yang salah arah. Oleh karena itu,
tarian ini menghadirkan banyak gerakan tarian laki-laki meskipun para penari biasanya
perempuan. Jika dilihat, gerakan tarian ini seperti mengintai dan bersiap menerkam mangsanya.

59. Tari Angsa (Jawa Tengah)


Tarian angsa adalah tarian yang berasal dari Jawa
Tengah itu sendiri, dimana seperti yang kita ketahui
bahwa tarian memiliki sesuatu dan juga makna yang
berbeda antara satu gerakan dan yang lainnya, sehingga
ada beberapa jenis tarian yang sangat terkenal di antara
mereka sendiri, ada yang kurang baik dikenal karena
beberapa gerakan yang belum pernah dilihat atau terkesan
kaku.

60. Tari Badui (Sleman, DIY Yogyakarta)

Tarian Badui merupakan kesenian yang berasal dari daerah Sleman, Daerah Istimewa
Yogyakarta. Tarian ini adalah jenis tarian rakyat yang menggambarkan adegan perang atau
sekelompok prajurit yang sedang berlatih perang. Dalam presentasi tarian ini dilakukan dalam
kelompok dan berpasangan.

61. Tari Baksa Kembang (Banjar, Kalimantan Selatan)

Tari Baksa Kembang merupakan tarian klasik dari Kalimantan Selatan yang digunakan
sebagai tarian untuk menyambut tamu. Tarian ini biasanya dimainkan oleh penari wanita sebagai
penari tunggal atau dapat dikelompokkan selama jumlah penari benar-benar aneh.

62. Tari Tupping (Lampung)

Tarian Tupping adalah tarian Lampung yang biasanya hadir dalam pertunjukan drama.
Tarian ini menggambarkan patriotisme pengasingan pasukan tempur dan penjaga rahasia Radin
Inten, Radin Imba II dan Raden Inten II di daerah Kalianda, Lampung Selatan. Dalam tarian ini,
tokoh-tokoh ksatria, ksatria kasar, ksatria magis, ksatria putri, komedian dan juga tokoh-tokoh
yang bijak dan kuat biasanya akan ditampilkan pada resepsi tamu besar atau pernikahan.

63. Tari Sembah (Lampung)


Tari penyembahan adalah nama tarian Lampung yang dipegang oleh masyarakat sambil
menyambut atau memberi penghormatan kepada tamu undangan sehingga tarian ini dapat
dikatakan termasuk dalam tarian penyambutan.

64. Tari Sigeh Pengunten (Lampung)

Tari Sigeh Pengunte adalah salah satu tarian baru dari Lampung yang merupakan
pengembangan dari tarian penyembahan, yaitu tradisi asli Lampung. Dari peraturan daerah,
tarian khas Lampung ini diresmikan sebagai tarian Lampung untuk menyambut tamu-tamu
penting. Gerakan tarian ini mengambil unsur-unsur dari banyak tarian tradisional Lampung
sehingga dapat memperkenalkan budaya Lampung melalui tarian.

65. Tari Banyumasan (Banyumas)

Seni tradisional Banyumas merupakan kekayaan benda dan bukan benda yang tumbuh
dan berkembang di bekas Keresidenan Banyumas, termasuk Kabupaten Cilacap, Kabupaten
Banyumas, Kabupaten Purbalingga, dan Kabupaten Banjarnegara. Sesuai dengan lokasi
geografisnya, kesenian di wilayah tersebut dipengaruhi oleh pusat budaya istana Yogyakarta,
Surakarta dan Sunda.

66. Tari Belian (Kalimantan Timur)


Belian sentiu merupakan upacara tradisional yang dilakukan oleh orang Dayak Benuaq di
Tanjung Isuy, Jempang, Kutai Barat, Kalimantan Timur. Upacara-upacara ini terkait dengan
kepercayaan dan sistem keagamaan yang diadopsi oleh masyarakat setempat dan menangani
permintaan bantuan untuk roh-roh roh di sekitar mereka serta roh leluhur dan penguasa atas
(lahtala) dan otoritas yang lebih rendah (uwokng).

67. Tari Beksan Lawung Ageng (DIY Yogyakarta)

Tarian Beksan Lawung Ageng merupakan pertunjukan tari yang berasal dari Kraton
Yogyakarta. Tarian ini dibawakan oleh 16 (enam belas) penari, yang semuanya adalah lelaki
yang terdiri dari 2 orang tua, 4 orang dari kepala desa, 4 orang dari barisan, 4 pemain, dan 2
salaotho.

68. Tari Bengberokan (Cirebon dan Indramayu)


Bengberokan atau Berokan adalah pertunjukan
penolak seperti tarian barongsai dari Tiongkok.
Menurut sejarah yang diwarisi dari generasi ke generasi
di antara seniman, Bengengokan adalah warisan
Pangeran Korowelang atau Pangeran Mina, penguasa
laut Jawa di wilayah Cirebon dan Indramayu.

69. Tari Bines (Aceh)


Tarian Bines adalah salah satu tarian tradisional yang berasal dari distrik Gayo Lues.
Tarian ini muncul dan berkembang di Aceh Tengah tetapi kemudian dibawa ke Aceh Timur.
Menurut sejarah tarian itu diperkenalkan oleh seorang sarjana bernama Syech Saman untuk
berkhotbah. Tarian ini ditarikan oleh para wanita yang duduk berjejer sambil menyanyikan puisi
yang berisi khotbah atau informasi tentang perkembangan. Para penari bergerak perlahan dan
bertahap untuk menjadi cepat dan akhirnya berhenti sekaligus.

70. Tari Caci (Flores, Nusa Tenggara Timur)

Tarian Caci merupakan salah satu tarian perang dan permainan rakyat antara sepasang
penari pria yang bertarung dengan cambuk dan perisai di Flores, Nusa Tenggara Timur,
Indonesia. Penari bersenjatakan cambuk bertindak sebagai penyerang dan lainnya bertahan
menggunakan perisai. Tarian ini dimainkan selama musim panen ucapan syukur (hang woja)]
dan ritual tahun baru (penti), upacara pembukaan lahan atau upacara tradisional utama lainnya,
dan diadakan untuk menyambut tamu penting.

71. Tari Campak (Bangka Belitung)

Tari Campak adalah salah saatu tarian dari daerah Bangka-Belitung yang
mendeskripsikan kegembiraan para lajang dan perempuan di Kepulauan Bangka Belitung. Tarian
ini biasanya dilakukan setelah panen padi atau setelah kembali dari ume (kebun).
72. Tari Cangget (Lampung)
Tarian Cangget adalah ssalah satu tarian yang berkembang di Lampung, Lampung, yang
merupakan provinsi paling selatan di Pulau Sumatra. Dikatakan bahwa, sebelum kedatangan
Jepang ke Indonesia atau tahun 1942, Tari Canget selalu ditampilkan di setiap acara yang
berkaitan dengan gawi tradisional, seperti upacara membangun rumah, memanen, dan digunakan
untuk membawa orang yang ingin berziarah.

73. Tari Cikeruhan (Sumedang, Jawa Barat)

Cikeruhan adalah tarian tradisional dari daerah Tjikeroeh, Cikeruh, Jatinangor,


Sumedang, Jawa Barat. Tarian mengambil gerakan dari hewan dan perilaku manusia.

74. Tari Cokek – (DKI Jakarta)


Tarian Cokek merupakan tarian klasik orang Betawi
di Jakarta. Tarian ini adalah tarian sosial dari
komunitas Betawi untuk memeriahkan pesta
tradisional mereka. Tarian Cokek adalah kombinasi
dari tarian tradisional Cina, Sunda, Betawi dan
pencak silat. Gerakan dalam Tari Cokek adalah
gerakan yang harmonis dan fleksibel, yang dengan
gerakan tangan anggun dan pinggul yang bergoyang
mengikuti irama. Selain itu, sesekali sang penari juga
memainkan lengan bajunya sehingga sang penari
terlihat anggun dan menawan.

75. Tari Cendrawasih (Bali)


Tari Cendrawasih merupakan tarian Bali yang dibawakan oleh dua penari wanita dan
menggambarkan ritual pernikahan burung cendrawasih.

76. Tarian Datun Julud (Dayak Kenyah)

Tarian Datun Julud adalah tarian yang populer di kalangan orang Kayan / Kenyah yang
mendiami interior Bulungan, Kutai, Berau, dan Pasir, yang merupakan daerah yang berdekatan
antara Sarawak dan Kalimantan Timur. Asal usul tarian Datun Julud diciptakan oleh raja suku
Dayak Kenyah di Apo Kayan bernama Nyik Selong sebagai tanda sukacita dan terima kasih
kepada Maha Dewa atas kelahiran cucunya.

77. Tari Didong (Aceh)


Seni Didong adalah jenis seni tradisional Gayo yang
masih bertahan hingga era modern, memiliki minat sosial
yang tinggi dari setiap lapisan masyarakat. Seni Didong
adalah perpaduan antara tarian dan bunyi dengan unsur-
unsur sastra dalam bentuk puisi sebagai unsur utama,
berkembang dan dilestarikan oleh masyarakat di
Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Bener Meriah
Provinsi Aceh.

78. Tari Melinting (Lampung)


Tarian Melinting merupakan salah satu tarian dari Lampung, lebih tepatnya daerah
Melinting, Kabupaten Labuhan Meringgai, Lampung Timur. Tarian ini juga dianggap sebagai
seni klasik karena sudah ada sejak Islam memasuki nusantara.

79. Tari Ebeg (Banyumas, Jawa Timur)

Ebeg adalah tarian di daerah Banyumas yang menggunakan boneka kuda yang terbuat
dari anyaman bambu dan kepalanya diberi serat sebagai rambut. Tarian Ebeg di daerah
Banyumas menggambarkan para prajurit menunggang kuda. Gerakan tarian yang
menggambarkan keterampilan yang ditunjukkan oleh pemain Ebeg.

80. Tari Emprak (Jawa Tengah)

Tarian Emprak merupakan jenis perkembangan seni rakyat di Emprak, dalam bentuk seni
peran yang memunculkan pesan moral, diiringi dengan musik yang biasanya dalam bentuk
salawatan. Tarian ini berasal dari Jepara, Jawa Tengah

81. Tari Ende Lio (NTT)


Tarian Ende Lio merupakan tarian daerah yang mengekspresikan perasaan melalui urutan
gerakan dalam irama musik dan lagu. Dilihat dari gerakan dan bentuknya, tarian Ende Lio dapat
dibagi menjadi beberapa jenis termasuk:
 Toja: Sekelompok penari menari tarian yang telah diatur dalam bentuk variasi dan irama
musik / lagu untuk pertunjukan resmi
 Wanda: Penari dengan gaya mereka sendiri, menari mengikuti irama musik / lagu dalam
kelompok atau individu.
 Wedho: Menari gaya bebas dengan mengandalkan gerak kaki seolah-olah melompat .-
Woge: Tarian bergerak dengan mengandalkan kelincahan kaki dengan penuh energi dan
dinamis, dilengkapi dengan alat mbaku dan atau atau perisai dan pedang / parang.
 Gawi: Tarian bergerak dengan menyentakkan kaki ke tanah.
Untuk istilah Toja dan Wanda sebenarnya arti yang sama adalah menari, hanya cara dan
fungsi yang berbeda dan kata wanda untuk suku Lio berarti Toja.

82. Tari Gambuh (Bali)

Gambuh merupakan salah satu tarian dramatari Bali yang dianggap memiliki kualitas
tertinggi dan juga drama Bali klasik yang paling kaya dalam gerakan tarian, sehingga dianggap
sebagai sumber dari semua jenis tarian Bali klasik.

83. Tari Gambyong (Jawa)


Tarian Gambyong adalah tarian Jawa klasik yang mengambil
dasar dari gerakan tarian rakyat dari seni tayub. Pada umumnya
tarian gambyong dilakukan bersama oleh beberapa penari.
Elemen estetika dari tarian yang dipertunjukkan bersama
terletak pada garis dan gerakan yang semuanya besar. Tangan,
kaki, dan kepala terlihat lebih indah dan ekspresif karena
mereka menari bersama.

84. Tari Gambyong Pareanom (Surakarta)


Informasi tentang keberadaan tari yang rapi oleh Sri Gambyong akhirnya sampai di
telinga Sunan Paku Buwono IV, yang merupakan raja Surakarta pada waktu itu. Keraton
Mangkunegara Surakarta kemudian mengundang Sri Gambyong untuk melakukan tarian. Sejak
itu, tarian Gambyong yang dimainkan oleh Sri Gambyong semakin dikenal. Banyak orang
mempelajarinya sampai akhirnya tarian dimahkotai sebagai tarian khas istana.

85. Tari Gandrung (Banyuwangi, Jawa Tengah)

Gandrung Banyuwangi merupakan tarian yang berasal dari Banyuwangi.

86. Tari Gawi (Nusa Tenggara Timur (NTT)

Gawi merupakan tarian yang berasal dari Nusa


Tenggara Timur, di mana tariannya sangat populer
dan sangat populer di kalangan masyarakat Nusa
Tenggara Timur. Tarian Gawi sendiri pertama kali
berasal dari daerah Tenda, yang oleh suku Ende-
Lio, yang terletak di kaki danau kelimutu. Tarian
Gawi berasal dari dua suku kata, yaitu GA dan WI
di mana GA berarti enggan, enggan, takut, hormat
sedangkan WI berarti menarik, mengundang (untuk bersatu) sehingga dapat disimpulkan GAWI
adalah tarian yang dilakukan oleh beberapa orang untuk mengumpulkan persatuan dan persatuan
di antara orang lain saling menghormati.

87. Tari Gending Sriwijaya (Palembang)


Gending Sriwijaya merupakan lagu dan tarian tradisional masyarakat Kota Palembang,
Sumatera Selatan. Melodi lagu Gending Sriwijaya diperdengarkan untuk mengiringi Tari
Gending Sriwijaya. Baik lagu maupun tarian ini menggambarkan keluhuran budaya, kejayaan,
dan keagungan kemaharajaan Sriwijaya yang pernah berjaya mempersatukan wilayah Barat
Nusantara.

88. Tari Giring-giring (Kalimantan Tengah)

Tari Giring Giring merupakan salah satu tarian Dayak tradisional Kalimantan Tengah
yang menggunakan tongkat sebagai atribut dalam tarian. Tarian ini adalah tarian yang
mengekspresikan kegembiraan dan kesenangan masyarakat dengan menari dan bermain dengan
tongkat sebagai media tarian.

89. Tari Gitek Balen (DKI Jakarta)


Tarian Gitek Balen merupakan salah satu tarian
tradisional dari Jakarta, khususnya orang Betawi.
Tarian ini adalah ciptaan baru yang terinspirasi oleh
pola pukulan dalam gamelan ajeng Betawi, sebuah
tarian yang menunjukkan keindahan gadis-gadis
sekarang usia mereka didirikan oleh Abdurachem.

90. Tari Golek Menak (Yogyakarta)


Tarian Menak Golek adalah jenis tarian klasik gaya Yogyakarta yang diciptakan oleh Sri
Sultan Hamengku Buwono IX.

91. Tari Gong (Kalimantan Timur)

Tarian Gong atau bisa disebut Tarian Kancet Ledo merupakan tarian Dayak Kalimantan
Timur, lebih tepatnya dari suku Dayak Kenyah. Tarian ini ditarikan oleh seorang gadis dengan
gong yang dipakai sebagai iringan musik. Tarian ini biasanya dipertunjukkan pada upacara
penyambutan tamu agung atau upacara penyambutan untuk kelahiran bayi.

92. Tari Guel (Aceh)

Tari Guel merupakan kekayaan budaya Gayo di Aceh. Guel berarti menelepon. Terutama
di dataran tinggi Gayo, tarian ini memiliki kisah panjang dan unik. Peneliti tari dan koreografer
mengatakan tarian ini bukan hanya tarian. Ini adalah kombinasi antara seni sastra, seni musik dan
tarian itu sendiri.

93. Tari Jaipong (Jawa Barat)


Jaipongan merupakan jenis tarian sosial tradisional Sunda, Karawang, Jawa Barat, yang
sangat populer di Indonesia.

94. Tari Sintren (Jawa Barat)

Sintren adalah salah satu tarian tradisional Jawa, khususnya di Cirebon. Seni ini terkenal
di pantai utara Jawa Barat dan Jawa Tengah, termasuk di Indramayu, Cirebon, Majalengka,
Jatibarang, Brebes, Pemalang, Tegal, Banyumas, Kuningan, dan Pekalongan. Seni Sintren
dikenal sebagai tarian dengan aroma mistis / magis yang berasal dari kisah cinta Sulasih dengan
Sulandono.

95. Tari Ganau (Bengkulu)

Tarian Ganau merupakan salah satu tarian tradisional Bengkulu yang dilakukan oleh
sekelompok penari pria dan wanita yang diiringi musik tradisional Bengkulu seperti mandolin,
rebab dan kendang. Sedangkan untuk irama lagu menggunakan irama khas Melayu.

96. Tari Beruji Doll (Bengkulu)


Tari beruji doll adalah salah satu tarian tradisional Bengkulu yang umumnya dilakukan
oleh 5 hingga 8 wanita di mana para penari akan mengenakan pakaian tradisional Bengkulu yang
dimodifikasi di beberapa bagian. Pakaian penari juga akan dilengkapi dengan songket warna
cerah di bagian bawah. Sesuai dengan tujuan tarian ini, tarian yang diuji boneka tidak hanya
ditampilkan dalam upacara Tabot tetapi juga dapat ditampilkan sebagai tamu sambutan dan acara
budaya lainnya.

97. Tari Putri Bekhusek (Palembang)

Tarian Putri Bekhusek merupakan tarian paling populer dan terkenal dari Sumatera
Selatan di daerah OKU atau Ogan Komering Ulu.

98. Tari Tenun Songket (Sumatera Selatan)

Tari Tenun Songket berasal dari tradisi tenun di Palembang, Sumatra Selatan, yang telah
ada sejak zaman kerajaan Sriwijaya.
99. Tari Rodat Cempako (Daerah Sumatera Selatan)
Tari Rodat Cempako merupakan tarian dari Sumatera Selatan yang sangat Islami (Timur
Tengah).

100. Tari Alang Babega (Minangkabau)

Tarian Alang Babega adalah salah satu dari berbagai budaya di Indonesia dalam bentuk
tarian tradisional yang berasal dari daerah Sumatera Barat. Tarian ini menggambarkan masalah
sederhana, di mana gerakannya meniru terbangnya seekor elang ketika di udara membengkak
untuk mencapai mangsa.

101. Tari Petake Gerinjing (Sumatera Selatan)


Tarian Petake Gerinjing menceritakan kisah sebuah
rakyat yang dikutuk karena tidak mematuhi norma dan
adat yang ada. Bencana ini dijelaskan dengan
datangnya banjir bandang yang menyapu peradaban.
102. Tari Ngantat Dendan (Sumatera Selatan)

Ngantat Dendan menggambarkan iring-iringan pada pihak pengantin pria dalam


pernikahan tradisional di Kota Lubuk Linggau, Provinsi Sumatera Selatan. Karakteristik utama
dari Tari Dendan Ngantat adalah penggunaan properti dalam bentuk toples besar dan tebal yang
diikatkan pada syal dan diletakkan di kepala.

103. Tarian Gegerit (Sumatera Selatan)

Tarian Gegerit bercerita tentang perjuangan perempuan dalam menghadapi penjajahan.


Dalam gerakan tari Gegerit yang lebih cenderung patah dan kaku, itu tercermin dalam gerakan
setengah jongkok sambil terus memainkan sayap di bahu.

104. Tari Sebimbing Sekundang ( Sumatera Selatan)


Tari Sebimbing Sekundang merupakan salah satu tarian
yang berasal dari budaya masyarakat di Kabupaten Ogan
Komering Ulu. Tarian ini umumnya akan ditampilkan
dalam menyambut tamu terhormat yang mengunjungi
daerah ini. Dalam pertunjukan tari, Sebundang dapat
dilakukan baik di gedung maupun di tempat terbuka dan
dilakukan oleh 9 penari. Di mana seorang wanita akan
membawa tepuk tangan. 2 penari akan membawa
rempah-rempah. 1 orang akan membawa payung besar
dan 2 orang akan menjadi pengawal.
105. Tari Kancet Ledo atau Tari Gong (Kalimantan Timur)

Nama lain untuk Tari Kancet Ledo adalah Tari Gong yang disebut komunitas Kalimantan
Timur. Tarian Kancet Ledo adalah salah satu ekspresi dari tarian yang mengekspresikan
kelembutan seorang wanita dengan menari di Gong dengan gerakan lembut dan seimbang.
Dance of Kancet Ledo Dance mengungkapkan keindahan, kecerdasan dan gerakan tarian
yang lembut. Sesuai namanya, tarian Gong ditarikan kepada Gong, diiringi oleh alat musik
Sapeq (alat musik yang dipetik seperti harpa).
Penari Gong mengenakan pakaian dalam manik-manik dan pakaian taah, yang
merupakan pakaian khas wanita yang terdiri dari kain beludru yang dihiasi manik-manik, yang
dikenakan dengan membungkus pinggang, setiap ujung tali dibungkus dan berhenti di pusar.
Selain itu, peralatan lain yang digunakan oleh Lavung, yaitu topi yang terbuat dari rotan dan ada
pola sesuai gaya pakaian dan taah dan kalung yang terbuat dari manik-manik berwarna dan gigi
berwarna harimau atau taring dan bulu rangkong yang dikenakan di tangan keduanya. penari.
PENUTUP

Multikulturalisme berarti pandangan yang mengakomodasi banyak aliran atau ideology


budaya.Di dalam multikulturalisme kita mengakui dan menghormati perbedaan sosial dan unsur-
unsur latar budaya kita sebagai suatu rahmat, suatu anugerah, suatu kekayaan, suatu hadiah. 
Multikulturalisme adalah hadiah Tuhan bagi kita yang mengaku orang Indonesia sebagai satu-
satunya nation state dengan etnis terbanyak menyebar di seantero ribuan pulau negeri ini.
Indonesia patut menerapkan filosofi multikulturalisme karena Indonesia sungguh kaya
akan perbedaan. Indonesia berbeda dalam aspek etnis, budaya, agama dan ras. Ini semuanya
terjadi karena negeri kita memiliki kondisi geografis, iklim dan lingkungan alam yang berbeda-
beda. Jawa beda dengan Sumatera. Kalimantan beda dengan Sulawesi. Papua beda dengan Jawa.
Flores beda dengan Sumatera. Timor beda dengan Bali dst. Semuanya ini memungkinkan suku-
etnis di Indonesia berbeda dalam dimensi sosio-budaya (agama/spiritual, adat-tradisi, kebiasaan,
pola pikir, pola perilaku dll). Multikulturalisme perlu terus disadari, dihayati dan diperjuangkan
dalam praksis hidup harian meng-Indonesia menuju kebaikan bersama sebagai negara bangsa.n

Anda mungkin juga menyukai