KABUPATEN/KOTA
BUKU 1
PENGERTIAN DASAR
Naskah :
Sub Direktorat Konsolidasi Neraca Produksi Regional
Penyunting :
Sub Direktorat Konsolidasi Neraca Produksi Regional
Gambar Kulit :
Sub Direktorat Konsolidasi Neraca Produksi Regional
Diterbitkan Oleh :
©Badan Pusat Statistik, Jakarta, Indonesia
Dicetak Oleh :
CV. Josevindo
Penanggung Jawab :
Buyung Airlangga, M.Bus.
Penyunting :
Nina Suri Sulistini, MT.
Tri Isdinarmiati, SST., SE., M.Si.
Budi Ayu Kusuma Dewi, S.SI, MA, M.Ec.Dev
Ari Sugih Mulia, SE, MSE, MA
Ir. Yoshep PAC Yuda, MBA
Penulis :
Nina Suri Sulistini, MT.
Wikaningsih, SE
Ir. Rudiansyah, M.Si
Suryadiningrat, SE, MM
Tri Isdinarmiati, SST., SE., M.Si.
Budi Ayu Kusuma Dewi, S.SI, MA, M.Ec.Dev
Ari Sugih Mulia, SE, MSE, MA
Ir. Yoshep PAC Yuda, MBA
Mirta Dwi Wulandari, SST
Wiwik Andriyani Lestari Ningsih, SST
DAFTAR ISI
BAB 1.
PENDAHULUAN
1
System of National Accounts 2008, United Nations, 2009 by European Communities, OECD, UN and World Bank
2 Pedoman Praktis Penghitungan PDRB Provinsi dan Kabupaten/Kota: Pengertian Dasar
Oleh karena itu, untuk memudahkan pemahaman perlu disusun buku pedoman yang
memuat langkah-langkah sederhana sebagai pegangan yang memadai, khususnya dalam
penyusunan penghitungan PDRB. Buku ini diberi judul Pedoman Praktis Penghitungan PDRB
Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagai langkah untuk menerapkan sistem baru melalui penerapan
beberapa perubahan yang mungkin dilakukan oleh tenaga statistik tingkat regional.
Penggunaan tahun 2010 sebagai tahun dasar untuk penghitungan PDRB merupakan
konsekuensi logis atas diterapkannya hal yang sama untuk penghitungan PDB Indonesia. Pada sisi
lain, tahun 2010 ditetapkan sebagai tahun dasar baru mengingat indikator utama makro ekonomi
Indonesia berada pada posisi yang aman dan stabil.
Beberapa perubahan dalam SNA 2008 telah diterapkan dalam penghitungan PDB dan PDRB.
Perubahan-perubahan tersebut diantaranya adalah menggunakan ISIC revisi 4 atau setara dengan
Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 2009, menerapkan Cultivated Biological
Resources (CBR), Eksplorasi mineral, Financial Intermediary Services Indirectly Measured (FISIM).
Beberapa perubahan ini memberikan dampak yang signifikan terhadap nilai PDB.
lapangan usaha sangat diperlukan untuk menghitung seberapa besar dampak ekonomi yang
ditimbulkan oleh bencana tersebut. Dengan demikian, dapat diperkirakan jumlah sumber
daya yang diperlukan untuk melakukan rekonstruksi;
e. Menyediakan data yang diperlukan oleh pemerintah ataupun asosiasi bisnis untuk
memantau kinerja ekonomi dan kontribusi masing-masing lapangan usaha; dan
f. Menyediakan data yang dapat membantu pemerintah, lembaga swasta maupun organisasi
non-pemerintah dalam menyusun rencana bisnis. Informasi-informasi yang bermanfaat
untuk mendukung pengambilan keputusan investasi saat menentukan ukuran dan potensi
pertumbuhan pasar.
1.5 METODOLOGI
Sesuai dengan rekomendasi PBB, pada sistem neraca nasional terdapat tiga pendekatan
untuk menyusun PDRB, yaitu pendekatan produksi, pendekatan pengeluaran, dan pendekatan
pendapatan. Ketiga metode tersebut menyesuaikan dengan data dasar yang tersedia di masing-
masing daerah.
Penjelasan lebih lanjut mengenai penghitungan PDRB dengan menggunakan tiga metode
tersebut adalah sebagai berikut:
a. Pendekatan produksi, dilakukan dengan cara menjumlahkan Nilai Tambah Bruto (NTB) dari
seluruh proses produksi atas barang maupun jasa. Produksi barang dan jasa tersebut
diklasifikasikan menurut 17 kategori lapangan usaha. Dalam penghitungannya, NTB sama
dengan output bruto dikurangi semua pengeluaran yang berhubungan dengan proses
produksi. Total nilai pengeluaran tersebut disebut sebagai konsumsi antara (dahulu dikenal
sebagai biaya antara). Adapun metode penilaian output menggunakan harga produsen, yakni
tingkat harga sebelum terjadi atau dimasukkannya biaya pengiriman melalui pengangkutan,
dan biaya perdagangan (yang timbul pada tingkat pedagang). Secara teknis, semua
Pedoman Praktis Penghitungan PDRB Provinsi dan Kabupaten/Kota: Pengertian Dasar 5
pengeluaran yang berhubungan dengan proses produksi disebut sebagai konsumsi antara.
Konsumsi antara juga diartikan sebagai biaya produksi.
b. Pendekatan pengeluaran, dilakukan dengan cara menjumlahkan pengeluaran untuk konsumsi
akhir oleh rumah tangga dan lembaga nirlaba yang melayani rumah tangga, pemerintahan,
pengeluaran untuk investasi, dan ekspor neto.
c. Pendekatan pendapatan, dilakukan dengan cara menjumlahkan balas jasa faktor produksi
yang digunakan dalam proses produksi, yakni kompensasi tenaga kerja, surplus usaha,
konsumsi modal tetap, dan pajak lain atas produksi neto (yang dahulu disebut sebagai pajak
tak langsung neto). Pajak lain atas produksi neto adalah pajak lain atas produksi dikurangi
dengan subsidi lain atas produksi.
Adapun data untuk penghitungan PDRB dikumpulkan melalui sensus, survei, dan dari produk
administratif instansi pemerintah, perusahaan, dan lembaga lainnya. Jenis data yang dikumpulkan
mulai dari kegiatan lapangan usaha pertanian sampai dengan kegiatan lapangan usaha jasa. Oleh
karena itu, ragam data yang dikumpulkan sangat banyak sehingga kegiatan pengumpulan data
merupakan tahapan kerja yang paling membutuhkan perhatian.
1.6 TUJUAN
Tujuan utama disusunnya buku ini adalah sebagai berikut:
1. Menjembatani kesenjangan teori dan praktik yang berhubungan dengan informasi statistik
pendapatan regional;
2. Menyediakan Lembar Kerja (LK) baku penyusunan PDRB dengan tahun dasar baru (2010);
3. Mewujudkan alih pengetahuan yang berhubungan dengan SNA 2008 dan digunakannya Buku
SNA 2008;
4. Meningkatkan keterampilan penghitungan PDRB yang memiliki kompleksitas lebih besar
dibanding tingkat nasional; dan
5. Tersedianya data/informasi statistik PDRB dengan Tahun Dasar 2010.
BAB 2.
KERANGKA DASAR EKONOMI
Kedua pasar di atas, seperti terlihat pada Gambar 2.1, bersirkulasi sampai terciptanya
produk domestik bruto. Model tersebut menunjukkan interaksi rumah tangga dan perusahaan
dalam bertukar barang dan jasa dengan faktor-faktor produksi. Perusahaan menyediakan barang
dan jasa ke rumah tangga. Rumah tangga membeli barang dan jasa ini dari perusahaan. Rumah
tangga menyediakan faktor-faktor produksi tenaga kerja, modal, dan sumber daya alam yang
dibutuhkan perusahaan dengan melakukan pembayaran kepada rumah tangga atas pertukaran
terhadap faktor-faktor produksi.
Ketika pasar faktor produksi dan pasar barang dan jasa berada dalam satu kesatuan siklus
secara tertutup maka terjadi aliran uang atau nilai sebagai ukuran terjadinya aliran barang dan jasa
maupun aliran faktor produksi. Karena dimodelkan secara tertutup maka aliran nilai yang terjadi
8 Pedoman Praktis Penghitungan PDRB Provinsi dan Kabupaten/Kota: Pengertian Dasar
menggambarkan bahwa besaran produk domestik bruto sama dengan produk nasional bruto. Hal
ini terjadi karena tidak dilibatkannya besaran ekspor maupun impor.
Dalam siklus ini terjadi aliran penyediaan faktor produksi oleh unit institusi kepada unit
institusi yang memerlukannya sebagai permintaan. Pada proses ini, permintaan faktor produksi
berbalas jasa penyediaan faktor produksi. Seluruh besaran nilai jasa penyediaan faktor produksi
dapat digunakan untuk menghitung produk domestik bruto, baik tingkat nasional maupun regional
yang sering disebut sebagai pendekatan pendapatan.
Pada siklus ini dapat terjadi tingkat permintaan faktor produksi melebihi tingkat
penyediaannya maka akan ditambahkan penyediaan dari inventori (kapital, tenaga-kerja, dan
kewirausahaan) maupun impor (kapital, tenaga-kerja, dan kewirausahaan). Demikian pula
sebaliknya apabila tingkat permintaan lebih rendah dari tingkat penyediaan maka sebagian
persediaan (kapital, tenaga-kerja, dan kewirausahaan) tersebut akan ditahan sebagai inventori atau
dilepas sebagai ekspor. Secara ringkas, kedua siklus di atas dapat disajikan seperti gambar 2.2 di
bawah ini.
Untuk terciptanya keteraturan perputaran pada pasar produk dan pasar faktor produksi
dalam perekonomian, maka diperlukan regulator, yakni dari pemerintah yang berkepentingan agar
kedua pasar berinteraksi secara baik. Bahkan, dalam sistem ekonomi terbuka perlu adanya
interaksi dengan luar negeri, yang juga memiliki kedua jenis pasar tersebut. Para pihak yang
berperan dalam kegiatan perekonomian tersebut menurut peristilahan dalam Sistem Neraca
Nasional (SNN) dikenal sebagai Korporasi Finansial, Korporasi Non-Finansial, Pemerintah, Lembaga
Non-Profit yang melayani Rumah tangga, dan Rumah tangga. Dalam sistem itu, masing-masing
disebut sebagai Sektor Institusi.
PDB diperkirakan sebagai jumlah dari komponen pengeluaran akhir: pengeluaran konsumsi
rumah tangga (belanja konsumen), investasi bruto swasta domestik (investasi bisnis dalam
struktur, peralatan dan perangkat lunak, dan persediaan), ekspor neto (ekspor barang dan jasa
dikurangi impor barang dan jasa), dan pengeluaran konsumsi pemerintah dan investasi bruto
(pengeluaran pemerintah).
Gambar 2.4 merupakan skema yang menerjemahkan siklus ekonomi terbuka dalam skala
makro menjadi skema pendapatan nasional dalam sistem neraca nasional. Gambar tersebut
disajikan untuk mempermudah pemahaman bagi pengambil kebijakan makro dalam menentukan
tujuan yang sesuai dengan sasaran yang diinginkan, serta dapat digunakan sebagai instrumen
penting untuk mencapai maksud dari kebijakan tersebut. Misalnya, pengambil kebijakan
menghendaki agar tingkat inflasi tetap terjaga rendah maka dilakukan kebijakan mengubah atau
mengelola tingkat suku bunga bank. Secara bersamaan dengan kebijakan tersebut, pengambil
kebijakan sekaligus dapat menetapkan perbaikan distribusi penyediaan barang. Adapun tujuan dari
terkendalinya tingkat inflasi adalah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Pedoman Praktis Penghitungan PDRB Provinsi dan Kabupaten/Kota: Pengertian Dasar 11
Demikian pula, pengambil kebijakan dapat membuat kebijakan dengan tujuan untuk
menciptakan pendapatan masyarakat meningkat secara merata dengan sasaran menghindarkan
terjadinya kesenjangan ekonomi antar lapisan masyarakat. Adapun instrumen penting yang
biasanya digunakan adalah reformasi sistem pajak untuk masyarakat dengan pendapatan di bawah
nilai tertentu.
5. Neraca pembayaran luar negeri merangkum transaksi domestik dengan luar negeri. Neraca
ini memuat informasi penerimaan dan pembayaran yang terkait dengan perdagangan luar
negeri dan transaksi lainnya yang tidak melibatkan transfer aset;
6. Neraca modal dalam negeri menunjukkan hubungan antara tabungan dan investasi dalam
perekonomian;
7. Neraca transaksi modal dengan luar negeri memuat informasi akuisisi atau disposisi aset
non-finansial, non-produced, dan transfer modal.
8. Produk Domestik Bruto (PDB) adalah ukuran paling komprehensif untuk seluruh aktivitas
ekonomi domestik.
14 Pedoman Praktis Penghitungan PDRB Provinsi dan Kabupaten/Kota: Pengertian Dasar
Pedoman Praktis Penghitungan PDRB Provinsi dan Kabupaten/Kota: Pengertian Dasar 15
16 Pedoman Praktis Penghitungan PDRB Provinsi dan Kabupaten/Kota: Pengertian Dasar
Pedoman Praktis Penghitungan PDRB Provinsi dan Kabupaten/Kota: Pengertian Dasar 17
BAB 3.
KONSEP DAN DEFINISI
Dalam bab ini akan diuraikan konsep dan definisi yang digunakan untuk penghitungan
pendapatan regional. Konsep dan definisi menjadi amat penting untuk dapat memahami data yang
tersedia, seperti arti, wujud fisik, karakteristik, batasan dan sifat kegiatan tentang
keberadaan/eksistensi, perubahan dan perpindahan suatu barang/jasa. Definisi yang berbeda akan
menghasilkan data yang berbeda pula. Perlu diingat bahwa konsep dan definisi yang terdapat
dalam buku ini pada dasarnya untuk tujuan penyusunan neraca regional.
dalam entitas tersebut adalah mereka yang tinggal di rumah sakit, rumah penampungan, maupun
tahanan yang tinggal di rumah tahanan untuk waktu yang lama.
b. Entitas Legal atau Sosial
Entitas legal atau sosial adalah entitas yang keberadaannya diakui hukum atau masyarakat,
serta terpisah dari individu atau entitas lain yang memiliki (owner) atau mengendalikannya. Ada
tiga kategori yang disebut sebagal entitas legal, dan yang kemudian disebut sebagai unit legal.
Ketiganya adalah:
Korporasi (Corporations, Financial, and non-Financial),
Lembaga Non-Profit (Non-profit institutions, NPIs),
Pemerintah (Government units).
Kemudian, kategori-kategori yang terdapat pada kedua jenis entitas di atas menurut fungsi
utama, perilaku, dan tujuan masing-masing dikenal sebagai Sektor Institusi. Sektor Institusi
tersebut, sebagaimana yang dikelompokkan menurut SNA 2008 adalah:
Korporasi-korporasi Non Finansial (Non-financial corporations),
Korporasi-korporasi Finansial (Financial corporations),
Pemerintahan Umum (General government),
Rumah tangga (Households), dan
Lembaga Non-Profit yang melayani Rumah tangga (Non-profit institutions serving
households, NPISHs).
Sebagai catatan, sebutan sektor institusi memiliki analogi yang sama dengan unit institusi dalam
pemahamannya.
maupun untuk mengidentifikasi dan membangun Unit Statistik. (Eurostat, 2013, Essential SNA:
Building the basics, hal. 79).
Menurut buku manual lainnya, yakni Balance of Payments and International Investment
Position Manual, Sixth Edition (BPM 6), paragraf A4.11, halaman 270 tentang Unit Statistik,
kebanyakan SBR, pada prinsipnya dapat dikumpulkan pada tingkat: i). enterprise atau kelompok
enterprise, atau ii). tingkat lokasi bisnis individu atau establishment. Menurut buku manual
tersebut, dapat diturunkan beberapa hal sebagai berikut:
a. Sejumlah indikator (seperti total aset) dikumpulkan dari enterprise atau kelompok
enterprise;
b. Statistik investasi langsung dikumpulkan dari enterprise atau kelompok enterprise.
Pengumpulan SBR pada tingkat yang sama (apakah dari enterprise atau dari kelompok
enterprise) akan memudahkan untuk mempelajari hubungan antar dua tipe data. Namun,
berbeda dengan establishment, enterprise, dan kelompok enterprise mungkin memiliki
aktivitas di berbagai lapangan usaha yang berbeda sehingga mengklasifikasikan data
menurut aktivitas utama/primer untuk enterprise dan kelompok enterprise akan lebih sulit
dibandingkan dengan establishment;
c. Karenanya, ada keuntungan dan kerugian dari masing-masing dasar pengumpulan, dan tidak
ada rekomendasi untuk unit pengumpulan statistik yang sesuai;
d. Statistik SBR selalu dikembangkan menurut sistem statistik yang sudah ada.
Selanjutnya, unit-unit yang terdapat pada SBR dapat ditransformasi ke dalam: i). unit yang
dikelompokkan sebagai enterprise dan/atau ii). unit yang dikelompokkan sebagai establishment.
Unit yang dimaksud disini adalah unit statistik.
ketenagakerjaan biasanya dikumpulkan (dalam rangka penyusunan PDB) jika unit statistik yang
dipilih adalah enterprise. Kemudian, untuk memperoleh PDB menurut unit institusi, perlu dilakukan
homogenisasi terhadap enterprise-enterprise tersebut dengan cara mengelompokkan menurut
aktivitas produksi, sesuai dengan (indeks pengkodean) KAU yang sama.
Apabila KAU dengan ukuran besar dan beroperasi melampaui batas-batas regional, maka
pengumpulan data untuk penyusunan PDRB diperoleh melalui KAU-KAU unit lokal sesuai dengan
region masing-masing. KAU-KAU unit lokal inilah yang kemudian dikenal sebagai Local-KAU (LKAU).
Penting untuk dipahami bahwa sebuah enterprise (yang terlibat dalam aktivitas yang berbeda)
sangat mungkin mempunyai satu atau lebih LKAU. Dari sisi regional, jika suatu LKAU memenuhi
kriteria/konsep sebagai bagian dari enterprise maka LKAU tersebut dikenal sebagai establishment
pada region tersebut. LKAU inilah yang kemudian dikumpulkan untuk penyusunan PDRB manakala
unit statistik yang digunakan adalah establishment. Sebaliknya, jika LKAU tersebut bukan bagian
dari enterprise maka LKAU tersebut adalah sebuah enterprise. [Sebagai catatan, dalam
pembahasan berikutnya akan dijelaskan bahwa LKAU tersebut, selain dikenal sebagai enterprise,
akan dikenal juga sebagai establishment].
Establishment adalah sebuah enterprise atau bagian dari enterprise yang berada pada suatu
lokasi dan melakukan satu jenis aktivitas produksi. Establishment semacam ini dikenal sebagai local
kind of activity unit (LKAU). Establishment juga bisa melakukan satu atau lebih aktivitas sekunder
(disebut sebagai aktivitas sekunder karena nilai produksi dan atau nilai tambahnya lebih kecil dari
aktivitas utama). Dalam melakukan aktivitas utamanya, suatu establishment dapat melibatkan
aktivitas yang dikenal sebagai ancillary activities yang berfungsi sebagai pendukung dari aktivitas
utama suatu establishment. Ancillary activities sendiri tidak memproduksi atau menghasilkan
barang dan jasa untuk tujuan komersial dengan memasarkan atau melayani pihak lain selain
aktivitas utama dari establishment-nya sendiri (misalnya keeping records, pembelian material dan
perlengkapan, perbaikan dan pemeliharaan mesin dan peralatan, perbaikan dan perawatan
bangunan, dan promosi penjualan). Dengan demikian, jika memproduksi atau menghasilkan barang
dan jasa untuk tujuan komersial dengan memasarkan atau melayani pihak lain selain aktivitas
utama dari establishment-nya sendiri dan laporan akuntansinya dapat diidentifikasi terpisah, maka
statusnya bukan lagi ancillary activities melainkan sebagai establishment tersendiri.
Sebagaimana uraian di atas, bahwa sebuah enterprise dapat mempunyai satu atau lebih
establishment, dan sebaliknya; bahwa sebuah establishment hanya dimiliki oleh satu enterprise.
Biasanya, sebuah establishment diidentifikasi dengan merujuk pada tempat/lokasi suatu jenis
aktivitas produksi dilakukan: apakah dilahan pertanian, lokasi pertambangan, pabrik, toko, lokasi
konstruksi, bandara, garasi, bank, perkantoran, atau di klinik, dan sebagainya.
Pedoman Praktis Penghitungan PDRB Provinsi dan Kabupaten/Kota: Pengertian Dasar 21
Industry (lapangan usaha), di dalam SNA 2008; merupakan himpunan establishment yang
memiliki aktivitas utama sejenis atau hampir sejenis, atau sama. Pedoman yang digunakan adalah
International Standard of Industrial Clasification, ISIC Rev.-4. Indonesia mengadopsi ISIC Rev.-4
sebagai Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI, terakhir tahun 2009). Pedoman tersebut
memerinci secara detail ke dalam kelompok lapangan usaha 5 digit, menurut sub-golongan 4 digit,
golongan 3 digit, dan akhirnya menurut kategori 1 digit. Beberapa lapangan usaha (masih tetap
mungkin) menjadi sangat heterogen aktivitasnya. Sebagaimana uraian sebelumnya, bahwa sangat
mungkin untuk sebuah establishment memiliki beberapa aktivitas ekonomi yang berbeda dengan
aktivitas utamanya.
Berikut adalah ilustrasi sederhana untuk mempermudah pemahaman mengenai enterprise,
establishment, dan lapangan usaha:
Terdapat suatu perusahaan, PT.XYZ yang bergerak di bidang kelapa sawit. Perusahaan ini
mempunyai beberapa aktivitas usaha seperti perkebunan kelapa sawit, pabrik pengolahan CPO,
dan pabrik pengepresan kernel. Unit perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan kelapa sawit
menjadi kernel terdapat di beberapa wilayah, yaitu Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Jadi, PT
XYZ dapat dikatakan sebagai enterprise karena mempunyai beragam aktivitas produksi dan
tersebar di beberapa wilayah. Unit perkebunan kelapa sawit, pabrik pengolahan CPO, dan pabrik
pengepresan kernel dianggap sebagai KAU karena menjalankan aktivitas produksi homogen tetapi
terletak di beberapa wilayah. Unit perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan CPO yang
berada di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi masing-masing dianggap sebagai
LKAU/establishment. Sedangkan lapangan usaha adalah gabungan dari unit usaha pengolahan CPO
dari berbagai perusahaan di berbagai wilayah. Peta ilustrasi ini dapat dilihat pada gambar 3.1 pada
subbab 3.4.
3.4 KLASIFIKASI
Klasifikasi merupakan elemen kunci dalam kompilasi indikator statistik. SNA menggunakan
banyak klasifikasi. Beberapa klasifikasi spesifik untuk mengkompilasi neraca nasional adalah
pengklasifikasian unit ke dalam sektor institusi, pengklasifikasian barang dan jasa, dan
pengklasifikasian transaksi. Dengan demikian, setiap data yang dikumpulkan selalu memiliki
rujukan klasifikasi yang digunakan secara internasional.
22 Pedoman Praktis Penghitungan PDRB Provinsi dan Kabupaten/Kota: Pengertian Dasar
Adapun klasifikasi internasional yang digunakan pada SNA 2008, antara lain:2
a. International Standard Industrial Classification of All Economic Activities Revision 4 (ISIC, Rev.
4) merupakan klasifikasi referensi internasional untuk aktivitas produksi. Klasifikasi ini
mengelompokkan aktivitas berdasarkan teknologi produksi yang homogen untuk berbagai
produk.
b. Central Product Classification Version 2 (CPC, Ver.2) merupakan klasifikasi berdasarkan
karakteristik fisik barang atau sifat jasa yang diberikan. Klasifikasi ini menyajikan kategori
untuk semua produk yang menjadi objek transaksi domestik atau internasional. CPC Ver.2
merupakan dampak dari revisi Harmonised System tahun 2007, revisi ke-empat ISIC, dan
perubahan dalam ekonomi dunia. Tujuan CPC adalah menyediakan kerangka kerja untuk
perbandingan statistik produk internasional dan memberikan arahan untuk membangun
atau merevisi skema klasifikasi produk yang sudah ada agar sesuai dengan standar
internasional.
c. Standard International Trade Classification (SITC Rev. 4) mengklasifikasikan komoditi ke
dalam kategori yang berbeda berdasarkan sifat barang dan material yang digunakan pada
proses produksi. SITC merupakan klasifikasi agregat atas barang yang dapat berpindah
2
Eurostat. Essential SNA: Building the Basics.(Luxembourg: Europian Union, 2013), hal. 83-88.
Pedoman Praktis Penghitungan PDRB Provinsi dan Kabupaten/Kota: Pengertian Dasar 23
(transportable goods), baik untuk statistik perdagangan internasional maupun untuk tujuan
analisis.
d. The Classification by Broad Economic Categories (BEC) Rev.3, dibangun oleh UNSD untuk
tujuan internal, yaitu untuk mengklasifikasikan kembali impor barang (yang tercatat pada
SITC) menjadi kategori produk yang bersesuaian dengan SNA.
e. Classification of Expenditure According to Purpose meliputi Classification of Individual
Consumption According to Prupose (COICOP), Classification of the Functions of Goverment
(COFOG), Classification of the Purpose of Non-Profit Institutions, Serving Household (COPNI),
dan Classification of the Outlays of Producers, According to Purpose (COPP)
Berdasarkan klasifikasi internasional tersebut, klasifikasi yang digunakan dalam Tabel
Penyediaan dan Penggunaan (SUT; Supply and Use Table) Indonesia adalah CPC Ver.2 untuk
klasifikasi produk domestik, ISIC Rev.4 untuk klasifikasi lapangan usaha, dan HS atau SITC untuk
klasifikasi ekspor dan impor. Di Indonesia, pengklasifikasian lapangan usaha berdasarkan KBLI 2009
(yang disusun berdasarakan ISIC Rev.4), sedangkan pengklasifikasian produk/komoditi didasarkan
pada KBKI 2010 (yang disusun berdasarkan CPC Rev.2). Secara garis besar, KBLI 2009 terdiri dari 21
kategori sedangkan KBKI 2010 terdiri dari 10 seksi.
KBKI dan KBLI saling berhubungan. KBKI dan KBLI, keduanya merupakan klasifikasi yang
berfungsi umum, dimana KBLI menyajikan sisi aktivitas/kegiatan ekonominya, sedangkan KBKI
menyajikan sisi produk/komoditi yang dihasilkan oleh suatu aktivitas/kegiatan ekonomi dari KBLI.
Setiap subkelas dari KBKI mencakup barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu golongan tertentu
dari KBLI. Setiap subkelas KBKI mempunyai kaitan dengan aktivitas/kegiatan ekonomi pada KBLI
atau aktivitas/kegiatan ekonomi yang menghasilkan barang atau jasa. Golongan KBLI utama
ditunjukkan oleh daftar yang menghubungkan kode 4 digit KBLI ke subkelas KBKI yang relevan pada
tabel yang menyajikan struktur KBKI yang terinci.3
3
BPS. KBKI 2010. (Jakarta: BPS, 2010), hal. Xxiii.
24 Pedoman Praktis Penghitungan PDRB Provinsi dan Kabupaten/Kota: Pengertian Dasar
a. Konsep pertama adalah produksi. Berbagai produk perlu diidentifikasi apakah untuk dijual
(market output), untuk digunakan sendiri (output for own use), atau diproduksi untuk pihak
lain dengan harga rendah atau tanpa dikenakan biaya (non market output);
b. Konsep kedua adalah bagaimana output dinilai. Kunci pertanyaan ini adalah peran berbagai
jenis pajak yang dikenakan (maupun subsidi yang diberikan) pemerintah pada produk
(taxes/subsidies on product) dan pada aktivitas produksi (other taxes/subsidies on
production);
c. Konsep ketiga adalah bagaimana proses produksi dapat meningkatkan nilai barang dan jasa
serta menciptakan pendapatan. Apakah seluruh kontribusi tenaga kerja dan modal akan
menambah nilai barang dan jasa, atau apakah penurunan barang modal perlu
diperhitungkan di dalam neraca.4
4
Badan Pusat Statistik. Sistem Neraca Nasional 2008. (Jakarta: BPS, 2013), halaman 89
Pedoman Praktis Penghitungan PDRB Provinsi dan Kabupaten/Kota: Pengertian Dasar 25
P. Jasa Pendidikan
Q. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
R. Kesenian, Hiburan dan Rekreasi
S. Kegiatan Jasa Lainnya
T. Jasa Perorangan yang Melayani Rumah
Tangga, Kegiatan yang menghasilkan
Barang dan Jasa oleh Rumah Tangga
yang digunakan Sendiri untuk
Memenuhi Kebutuhan
U. Kegiatan Badan Internasional dan
Badan Ekstra Internasional Lainnya
Sumber : KBLI 2009 dan KBKI 2010, BPS
3.6 PRODUKSI
Konsep produksi menurut SNA 2008 dapat digambarkan sebagai suatu aktivitas dari suatu
enterprise yang menggunakan input untuk menghasilkan output.5 Cakupan menurut konsep
tersebut meliputi beberapa hal berikut:
a. Produksi barang yang dipasok ke unit lain selain produsen sendiri, termasuk barang-barang
yang digunakan sebagai input untuk memproduksi barang lain;
b. Produksi barang yang disimpan untuk digunakan produsen sendiri. Provisi semua jenis jasa
yang dapat menambah nilai dari barang (seperti jasa pengangkutan dan merchandising);
c. Provisi jasa yang secara langsung dibeli dan dijual di pasar (seperti jasa dokter, guru, dan
entertainers);
5
Badan Pusat Statistik. Sistem Neraca Nasional 2008. (Jakarta: BPS, 2013), paragraf 6.10
26 Pedoman Praktis Penghitungan PDRB Provinsi dan Kabupaten/Kota: Pengertian Dasar
3.7 OUTPUT
Output adalah nilai barang dan nilai jasa yang dihasilkan oleh suatu establishment. Barang
yang diperlakukan sebagai output tidak hanya barang jadi, tetapi juga barang setengah jadi atau
barang masih dalam penyelesaian (work in progress). Output juga mencakup produksi barang
dengan waktu penyelesaian lebih dari satu periode penghitungan neraca. Sebagian besar output
mudah dihitung tetapi ada output yang penghitungannya rumit seperti output lapangan usaha
bank, asuransi, lembaga keuangan, dan konstruksi.
Dalam SNA 2008, pengertian tentang output dibedakan menjadi tiga macam, yaitu output
pasar, output non pasar, dan output yang digunakan sendiri.
6
ABS. Australian System of National Account: Concepts, Sources and Methods.(Australia: ABS, 2013), point 8.1
Pedoman Praktis Penghitungan PDRB Provinsi dan Kabupaten/Kota: Pengertian Dasar 27
a. Output pasar merupakan output yang dinilai pada suatu situasi normal yang terjadi pada
perekonomian. Output pasar dapat dinilai pada beberapa situasi, antara lain:
Barang dan jasa yang dijual pada harga yang signifikan secara ekonomi;
Barang atau jasa yang ditukar dengan imbalan barang lain, jasa, atau aset. Output
barang yang ditukar, dinilai pada harga dasar yang akan diterima jika barang itu telah
dijual;
Barang atau jasa yang digunakan untuk pembayaran dalam bentuk natura, termasuk
kompensasi dalam bentuk natura, dinilai pada harga dasar yang akan diterima jika
barang telah dijual;
Barang atau jasa yang ditawarkan oleh establishment ke establishment lain dalam satu
enterprise yang sama untuk digunakan sebagai input antara dan resiko yang terkait
dengan proses selanjutnya dialihkan bersamaan dengan barang atau jasa tersebut;
Perubahan inventori barang jadi dan setengah jadi yang ditujukan untuk satu atau
penggunaan lain di atas;
Margin yang dikenakan pada pasokan barang dan jasa, margin transportasi, margin atas
perolehan dan pelepasan asset finansial, dan sebagainya.
b. Output non pasar adalah output yang disediakan dengan harga yang tidak signifikan secara
keekonomian. Biasanya diproduksi oleh pemerintah dan lembaga non-profit yang melayani
rumah tangga (LNPRT), seperti pengadaan obat-obatan secara gratis atau dengan tarif di
bawah harga pasar. Output non-pasar juga mencakup jasa kolektif, seperti pertahanan dan
keamanan negara, administrasi publik, dan hutan lindung.
c. Ouput yang digunakan sendiri adalah output yang digunakan sendiri sebagai konsumsi akhir
atau pembentukan modal. Termasuk output yang digunakan sendiri adalah:
barang yang diproduksi oleh usaha rumah tangga dan dikonsumsi oleh rumah tangga
yang sama,
jasa yang diberikan pada rumah tangga oleh pekerja domestik yang dibayar,
imputasi sewa rumah (rumah yang ditempati pemiliknya sendiri),
aset tetap yang dihasilkan untuk digunakan sendiri pada aktivitas produksi mendatang
(atau digunakan sendiri sebagai PMTB), dan
perubahan inventori barang jadi dan setengah jadi.
jasa sebagai konsumsi antara dapat dinilai menurut harga pembeli maupun harga produsen.
Termasuk sebagai konsumsi antara adalah pembayaran sewa atas penggunaan aset tetap, seperti
peralatan atau bangunan yang disewa dari unit institusi lain dengan cara sewa guna usaha
(operating lease), dan juga termasuk fee, komisi, dan royalti. Sedangkan total nilai pengeluaran
atas barang berharga seperti karya seni, logam mulia, dan perhiasan, tidak dihitung sebagai
konsumsi antara, demikian juga tidak dihitung sebagai pembentukan modal (aset) tetap7.
Berikut ini adalah jenis barang atau jasa yang diperlakukan sebagai bagian dari konsumsi
antara, yaitu :
a. Alat atau perlengkapan yang digunakan secara eksklusif atau utamanya di tempat kerja;
b. Pakaian atau alas kaki khusus untuk bekerja, contohnya pakaian pelindung atau seragam;
c. Jasa akomodasi di tempat kerja dari jenis yang tidak dapat digunakan oleh rumah tangga
pekerja seperti barak, pondok, dan asrama;
d. Makanan atau minuman yang disediakan bagi pekerja pelayanan pada saat bertugas;
e. Jasa transportasi dan hotel serta tunjangan makan yang disediakan bagi pekerja yang
melakukan perjalanan dinas;
f. Mengubah fasilitas, kamar mandi, shower, bak mandi, dan sebagainya yang diwajibkan
karena sifat pekerjaan;
g. Fasilitas pertolongan pertama, pemeriksaan kesehatan, atau cek kesehatan lain yang
diperlukan karena sifat pekerjaan;
h. Perbaikan dan pemeliharaan aset tetap seperti yang digunakan di dalam produksi
merupakan konsumsi antara. Misalnya perbaikan kecil seperti pekerjaan yang dilakukan
untuk memperbaiki kerusakan dan penggantian suku cadang.
7
Badan Pusat Statistik. Sistem Neraca Nasional 2008. (Jakarta: BPS, 2013), paragraf 6.214
8
_____, paragraf 6.8
Pedoman Praktis Penghitungan PDRB Provinsi dan Kabupaten/Kota: Pengertian Dasar 29
3.10 VALUASI
Terdapat dua model penghitungan yang sangat mempengaruhi cara penyajian hasil
penghitungan PDRB. Pilihan atas keduanya sangat dipengaruhi oleh kekuatan data yang tersedia
untuk dilakukannya penghitungan. Bagian ini menjelaskan bagaimana valuasi (penilaian) yang
digunakan untuk mengestimasi PDRB, misalnya apakah estimasi yang dilakukan termasuk pajak,
subsidi, dan pajak lainnya. Berdasarkan pengalaman internasional, ada dua penilaian pokok yang
digunakan untuk penghitungan PDRB, yaitu:
a. Menurut harga dasar (model penghitungan yang paling sesuai dengan manual SNA 2008),
yaitu model penghitungan yang dapat memisahkan antara harga dasar dan besaran pajak
yang melekat pada setiap nilai transaksi;
b. Menurut harga produsen, yaitu model penghitungan yang tidak dapat memisahkan antara
harga dasar dengan pajak yang melekat pada setiap nilai transaksi.
Pendekatan pertama telah digunakan untuk menghitung PDB Nasional dengan tahun dasar
2010.
3.11 PAJAK
Pajak adalah pembayaran dalam bentuk uang atau barang yang tidak berbalas dan bersifat
wajib, yang dilakukan oleh unit institusi pada pemerintah. Menurut SNA 2008, pajak dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu:
1. Pajak atas produk (taxes on products)
Pajak yang dibayar per unit barang atau jasa ketika barang dan jasa diproduksi, dikirim,
dijual, ditransfer atau lainnya oleh produsen (misalnya pajak penjualan, bea cukai).9
Pajak atas produk dibedakan menjadi empat jenis yaitu:
a. Pajak Pertambahan Nilai/PPN (Value Added Taxes/VAT)
Pajak atas barang atau jasa yang dikumpulkan pada tingkat enterprise, tetapi pajak itu
akhirnya dibebankan pada pembeli yang terakhir. Pajak ini digambarkan sebagai deductible
tax karena produsen umumnya tidak perlu untuk membayar pada pemerintah atas pajak
tersebut.
b. Pajak dan bea masuk impor, tidak termasuk PPN (taxes and duties on imports excluding
VAT)
Pajak atas barang dan jasa yang dapat dibayar saat barang menyeberang batas nasional
atau batas teritorial ekonomi atau pada saat jasa dikirim oleh produsen non residen pada
unit institusi residen.
9
ABS. Australian System of National Account: Concepts, Sources and Methods.(Australia: ABS, 2013), 9.78
30 Pedoman Praktis Penghitungan PDRB Provinsi dan Kabupaten/Kota: Pengertian Dasar
3.12 SUBSIDI
Subsidi adalah pembayaran tak berbalas dari unit pemerintah yang diberikan untuk
enterprise dalam aktivitas produksi atau atas nilai atau kuantitas barang dan jasa yang diproduksi,
dijual, atau diimpor. Subdisi diterima oleh produsen residen atau importir. Subsidi tidak dibayarkan
pada konsumen akhir. Adapun aliran dana langsung ataupun tidak langsung oleh pemerintah yang
diberikan kepada rumah tangga oleh pemerintah diperlakukan sebagai manfaat sosial/social
benefit, dan disebut sebagai current transfer. Sedangkan dana pemerintah yang diberikan kepada
enterprise dalam rangka membiayai pembentukan modal atau mengganti kerugian kerusakan aset
modal bukan merupakan subsidi tetapi diperlakukan sebagai transfer modal.
Sama halnya dengan pajak, subsidi juga dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Subsidi atas produk
Subsidi atas produk adalah subsidi yang diberikan oleh pemerintah kepada enterprise atas
unit produk barang atau jasa. Subsidi ini biasanya dibayar ketika barang atau jasa diproduksi,
dijual, atau diimpor dan juga ketika barang ditransfer, disewa, dikirim, atau digunakan untuk
konsumsi atau pembentukan modal sendiri.
10
Badan Pusat Statistik. Sistem Neraca Nasional 2008. (Jakarta: BPS, 2013), halaman 140-142.
11
_____, halaman 142-143.
Pedoman Praktis Penghitungan PDRB Provinsi dan Kabupaten/Kota: Pengertian Dasar 31
NILAI PENJUALAN
+Nilai barang yang dibeli untuk dijual kembali, untuk konsumsi antara,
kompensasi tenaga kerja, dan sebagainya
- Nilai barang yang dibeli untuk dijual kembali
+ Nilai tambahan inventori barang yang dijual
- Nilai barang yang diambil dari inventori untuk dijual
- Nilai kerugian akibat susut, pencurian, atau kerusakan
= OUTPUT
Catatan:
a. Pedagang besar/grosir dan pedagang eceran diperlakukan sebagai penyedia jasa untuk
konsumen dengan cara menyimpan dan menampilkan barang pilihan di lokasi yang nyaman
dan membuat barang menjadi mudah tersedia bagi konsumen untuk membelinya.
12
Badan Pusat Statistik. Sistem Neraca Nasional 2008. (Jakarta: BPS, 2013), halaman 143-144.
13
_____, paragraf 6.146
14
Eurostat. Essential SNA: Building the Basics.(Luxembourg: Europian Union, 2013), halaman 166
32 Pedoman Praktis Penghitungan PDRB Provinsi dan Kabupaten/Kota: Pengertian Dasar
5. Jika perusahaan domestik mengangkut barang dari negara A ke negara B melalui batas
wilayah domestik (transit), hal itu bukan merupakan marjin pengangkutan karena tidak
berkorelasi dengan barang yang tercatat pada SUT. Jasa pengangkutan itu dicatat pada
ekspor jasa;
6. Jasa pengangkutan yang dilakukan oleh perusahaan domestik ke luar batas wilayah domestik
bukan bagian dari marjin pengangkutan namun merupakan ekspor jasa;
7. Biaya pengangkutan dari barang bekas, scrap dan limbah, dan barang sejenis yang
berhubungan dengan proyek kontruksi bukan merupakan marjin pengangkutan.15
Kedua harga itu, yaitu harga dasar dan harga produsen; tidak termasuk biaya angkut yang
dibebankan terpisah dari harga produknya. Dalam penghitungan PDRB juga dikenal penilaian
menurut harga pembeli. Harga pembeli merupakan besaran nilai produk yang dibayar oleh
pembeli (tanpa mengurangkan PPN yang sudah terbayar atau paid-off deductible VAT) kepada
pembeli, untuk dapat memesan satu unit barang atau jasa pada waktu dan tempat yang ditentukan
oleh pembeli.
Harga pembeli suatu barang sudah mencakup biaya transportasi yang dibayar pembeli
secara terpisah atas barang yang dipesan.17 Tabel 3.4 menunjukkan hubungan antara harga dasar,
harga produsen, dan harga pembeli.
15
Eurostat. Essential SNA: Building the Basics.(Luxembourg: Europian Union, 2013), halaman 167-168.
16
Badan Pusat Statistik. Sistem Neraca Nasional 2008. (Jakarta: BPS, 2013), paragraf 6.51 dan 6.52
17
_____, paragraf 6.64
34 Pedoman Praktis Penghitungan PDRB Provinsi dan Kabupaten/Kota: Pengertian Dasar
BAB 4.
IMPLEMENTASI SNA 2008 DALAM PENYUSUNAN PDRB
MENURUT LAPANGAN USAHA
Kelompok Cakupan
Adopsi SNA di setiap negara berbeda-beda tergantung dari karakteristik yang dominan dan
infrastruktur yang tersedia di masing-masing negara. Namun PBB telah memberikan syarat
minimum untuk adopsi rekomendasi SNA yang tertuang dalam Minimum Requirments Data Set
(MRDS)
Dari 44 isu, terdapat beberapa rekomendasi perubahan dalam SNA akan berdampak pada
agregat makro ekonomi seperti PDB/PDRB dan saving. Rekomendasi lainnya yang tidak berdampak
pada agregat makro merefleksikan elemen lainnya berupa elaborasi dan klarifikasi atas konsep
definisi dan klasifikasi. Adopsi implementasi SNA ke dalam sistem statistik nasional di setiap negara
berbeda-beda tergantung infrastruktur dan kesiapan adopsi rekomendasi internasional tersebut.
Implikasi
Rincian Seri 2000 Seri 2010 Metode Estimasi terhadap
PDB/PDRB
Pengolahan, (distribusi film);
Jasa industri penyiaran
Perusahaan, dan pemrograman,
dan Jasa-jasa. radio, dan televisi;
IPP tidak ada di industri
Subsektor telekomunikasi;
Komunikasi, industri
tetapi berada pemrograman,
di Industri konsultasi
Pengolahan, komputer, dan
Jasa teknologi
Perusahaan, informasi.
dan Jasa-jasa. IPP dikapitalisasi
IPP dianggap menjadi PMTB
sebagai
konsumsi
antara
Implikasi terhadap
Rincian Seri 2000 Seri 2010 Metode Estimasi
PDB/PDRB
Output Metode IBSC Metode FISIM yaitu Output FISIM Tergantung dari
Jasa yaitu perbedaan selisih loans (VL) dan dihitung oleh Bank struktur instrumen
Finansial antara property deposits (Vd) Indonesia. Alokasi finansial, tetapi
income yang menggunakan suatu output ke pengguna cenderung
diterima dan reference rate (r). (lenders dan meningkatkan
bunga yang Output = FISIM + borrowers) ke dalam output FISIM. FISIM
dibayarkan. service charge konsumsi antara dan yang dialokasikan
Output = akhir atau ekspor ke konsumsi akhir
imputed rate + oleh BPS akan meningkatkan
service charge PDB
PDB = ∑ NTB
42 Pedoman Praktis Penghitungan PDRB Provinsi dan Kabupaten/Kota: Pengertian Dasar
berubah menjadi:
Penghitungan PDRB tidak menggunakan harga dasar, tetapi menggunakan harga produsen.
Hal ini dikarenakan belum tersedianya data pajak secara regional.
BAB 5.
METODOLOGI
a. Pendekatan Produksi
Pendekatan dari sisi produksi adalah menghitung nilai tambah dari barang dan jasa yang
diproduksi oleh seluruh kegiatan ekonomi, dengan cara mengurangkan konsumsi antara dari
masing-masing nilai produksi bruto tiap-tiap kategori atau subkategori. Pendekatan ini biasa juga
disebut dengan pendekatan nilai tambah. Nilai tambah merupakan nilai yang ditambahkan pada
barang dan jasa yang dipakai oleh unit produksi dalam proses produksi sebagai input antara. Nilai
yang ditambahkan ini sama dengan balas jasa faktor produksi atas ikut sertanya dalam proses
produksi.
b. Pendekatan Pengeluaran
Pendekatan dari segi pengeluaran bertitik tolak pada penggunaan akhir dari barang dan
jasa di dalam wilayah Kabupaten/Kota. Jadi, produk domestik regional dihitung dengan cara
menghitung berbagai komponen pengeluaran akhir yang membentuk produk domestik regional
tersebut. Secara umum pendekatan pengeluaran dapat dilakukan dengan berbagai cara sebagai
berikut:
(a) Melalui pendekatan penawaran yang terdiri dari metode arus barang, metode penjualan
eceran, dan metode penilaian eceran;
(b) Melalui pendekatan permintaan yang terdiri dari pendekatan survei pendapatan dan
pengeluaran rumah tangga, metode data anggaran belanja, metode balance sheet, dan
metode statistik perdagangan luar negeri.
Pada prinsipnya, kedua cara tersebut dimaksudkan untuk memperkirakan
komponen-komponen permintaan akhir, seperti: konsumsi rumah tangga, konsumsi lembaga non
profit yang melayani rumah tangga (LNPRT), konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap
bruto, persediaan (iventori), dan perdagangan antar wilayah (termasuk ekspor dan impor).
c. Pendekatan Pendapatan
Dalam pendekatan pendapatan, nilai tambah dari setiap kegiatan ekonomi dihitung dengan
cara menjumlahkan semua balas jasa faktor produksi yaitu kompensasi tenaga kerja, surplus usaha,
konsumsi barang modal tetap dan pajak kurang subsidi lainnya atas produksi. Untuk lapangan
usaha pemerintahan dan usaha-usaha yang sifatnya tidak mencari untung, surplus usaha tidak
diperhitungkan. Termasuk dalam surplus usaha disini adalah bunga, sewa tanah, dan keuntungan.
Penghitungan atas dasar harga konstan antara lain digunakan untuk perencanaan ekonomi,
proyeksi, dan analisis ekonomi. Jika dikaitkan dengan data tenaga kerja dan data barang modal
yang dipakai dalam proses produksi, dapat digunakan untuk melihat tingkat produktivitas dan
kapasitas produksi. Sedangkan dalam ukuran perkapita dapat digunakan untuk melihat tingkat
kemakmuran ekonomi.
Output dan Nilai Tambah Bruto atas dasar harga konstan, dapat diperoleh dengan cara:
(a) Revaluasi atas kuantum pada tahun berjalan dengan harga tahun dasar
Cara ini adalah memperoleh nilai output atas dasar harga konstan dengan cara mengalikan
kuantum pada tahun berjalan dengan harga pada tahun dasar. Dalam praktik, sangat sulit
melakukan revaluasi terhadap biaya antara yang digunakan karena mencakup komponen
input yang terlalu banyak, disamping data harga yang tersedia tidak dapat memenuhi
semua keperluan tersebut. Oleh karena itu, konsumsi antara atas dasar harga konstan
biasanya diperoleh dari perkalian output pada masing-masing tahun dengan rasio tetap
konsumsi antara terhadap output pada tahun dasar.
OutputT,k = ProduksiT x Harga0
NTBT,k = OutputT,k – KAT,k
dimana:
OutputT,k = Output atas dasar harga konstan pada tahun T
ProduksiT = Produksi pada tahun T
Harga0 = Harga pada tahun dasar
NTBT,k = Nilai Tambah Bruto atas dasar harga konstan pada tahun T
KAT,k = Konsumsi Antara atas dasar harga konstan pada tahun T
(b) Ekstrapolasi atas nilai tahun dasar dengan suatu indeks kuantum
Nilai output atas dasar harga konstan diperoleh dengan suatu ekstrapolator dalam hal ini
adalah indeks produksi yang sesuai. Indikator kuantum atau volume yang dipakai dapat
berupa indikator produksi, biaya antara, atau indikator lain yang erat kaitannya dengan
produktivitas, seperti tenaga kerja, kapasitas produksi (mesin, kendaraan), jumlah
perusahaan, dan lain sebagainya yang dianggap cocok dengan jenis kegiatan yang
diestimasi. Dengan menggunakan rasio tetap konsumsi antara terhadap nilai output akan
diperoleh perkiraan nilai tambah atas dasar harga konstan.
OutputT,k = Output0 x (IKT/100)
NTBT,k = OutputT,k – KAT,k
46 Pedoman Praktis Penghitungan PDRB Provinsi dan Kabupaten/Kota: Pengertian Dasar
dimana:
OutputT,k = Output atas dasar harga konstan pada tahun T
Output0 = Output pada tahun dasar
IKT = indeks kuantum pada tahun T
NTBT,k = Nilai Tambah Bruto atas dasar harga konstan pada tahun T
KAT,k = Konsumsi Antara atas dasar harga konstan pada tahun T
(c) Deflasi atas suatu nilai pada tahun berjalan dengan suatu indeks harga.
Metode deflasi terdiri dari dua cara yaitu teknik indikator tunggal dan teknik indikator
ganda
1. Teknik Indikator Tunggal
Pada teknik indikator tunggal, perkiraan nilai tambah atas dasar harga konstan
diperoleh secara langsung, dengan cara menggunakan metode deflasi harga terhadap
nilai tambah atas dasar harga yang berlaku atau dengan metode ekstrapolasi kuantum
terhadap nilai tambah pada tahun dasar. Lebih jelasnya, dengan menggunakan metode
deflasi, nilai tambah bruto atas dasar harga konstan diperoleh dengan cara membagi
nilai tambah bruto tahun yang berjalan dengan indeks harga pada masing-masing tahun
dibagi 100.
NTB T, b
NTB T, k =
IH T
100
dimana:
NTBT,k = nilai tambah bruto atas dasar harga konstan tahun T
NTBT,b = nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku tahun T
IHT = indeks harga tahun T
Indeks harga yang dipakai dapat berupa indeks harga yang berkaitan dengan produksi
atau konsumsi antara.
2. Teknik Indikator Ganda
Teknik ini biasanya disebut juga sebagai teknik deflasi ganda. Pada cara ini, perkiraan
atas dasar harga konstan untuk masing-masing nilai produksi dan konsumsi antara
dibuat secara terpisah. Penghitungan atas dasar harga konstan bagi masing-masing nilai
produksi ataupun konsumsi antara dapat dilakukan dengan cara revaluasi, atau cara
ekstrapolasi, atau dengan cara deflasi. Setelah perkiraan atas dasar harga konstan
diperoleh, maka nilai output atas dasar harga konstan dikurangi dengan nilai konsumsi
antara atas dasar harga konstan akan menghasilkan nilai tambah atas dasar harga
Pedoman Praktis Penghitungan PDRB Provinsi dan Kabupaten/Kota: Pengertian Dasar 47
konstan (Catatan: pengertian deflasi ganda yang murni adalah untuk mendapatkan nilai
tambah atas dasar harga konstan masing-masing output dan konsumsi antara atas dasar
harga konstan dihitung dengan cara deflasi).
Pemilihan antara cara Teknik Indikator Tunggal dan Teknik Indikator Ganda tergantung
pada perkembangan harga output dan harga input yang terjadi pada suatu lapangan usaha. Apabila
perkembangan kedua jenis harga tersebut berbeda satu dengan yang lainnya, maka Teknik Deflasi
Ganda yang dipilih. Demikian pula halnya apabila rasio input-outputnya selalu berubah-ubah setiap
tahun. Jika hal-hal tersebut di atas tidak terjadi maka Teknik Indikator Tunggal dapat dipakai.
Kemungkinan lain dalam menghitung NTB atas dasar konstan dapat pula dilakukan dengan
mengestimasi nilai produksi dengan cara revaluasi, ekstrapolasi kuantum, atau deflasi harga.
Kemudian, untuk memperoleh estimasi konsumsi antara digunakan rasio input-output yang
diperoleh dari suatu survei tahun dasar. Cara ini hanya dibenarkan, apabila hubungan antara input
dan output dalam bentuk fisik tetap tidak berubah sepanjang waktu.
48 Pedoman Praktis Penghitungan PDRB Provinsi dan Kabupaten/Kota: Pengertian Dasar
Pedoman Praktis Penghitungan PDRB Provinsi dan Kabupaten/Kota: Pengertian Dasar 49
BAB 6.
PENYAJIAN
Hasil penghitungan PDRB Propinsi dan Kabupaten/Kota secara garis besar disajikan berupa
tabel-tabel pokok PDRB dan tabel-tabel turunan PDRB, masing-masing atas dasar harga berlaku
dan harga konstan.
6.1 TABEL POKOK PDRB ATAS DASAR HARGA BERLAKU DAN HARGA KONSTAN
*) Tahun Dasar
6.2 TABEL TURUNAN PDRB ATAS DASAR HARGA BERLAKU DAN KONSTAN
Tabel turunan pada umumya berasal dari table-tabel pokok (Tabel 6.1 dan Tabel 6.2) yang
disajikan dalam bentuk distribusi persentase dan indeks.
TABEL 6.3 DISTRIBUSI PERSENTASE PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN/KOTA ...
MENURUT LAPANGAN USAHA, ATAS DASAR HARGA BERLAKU
TAHUN 2010 – 2013 (PERSEN)
Lapangan Usaha 2010 2011 2012 2013
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Pertanian, Kehutanan dan Perikanan
- Pertanian, Peternakan, Perburuan dan Jasa
Pertanian
- Kehutanan dan Penebangan Kayu
- Perikanan
………
17. Jasa Lainnya
PDRB 100
*) Tahun Dasar
PDRB -
PDRB -
TABEL 6.6 INDEKS HARGA IMPLISIT PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KAB./KOTA...
MENURUT LAPANGAN USAHA, TAHUN 2010 – 2013
100
PDRB
*) Tahun Dasar
Pedoman Praktis Penghitungan PDRB Provinsi dan Kabupaten/Kota: Pengertian Dasar 55
BAB 7.
ANALISIS DAN KEGUNAAN DATA PDRB
(4) Dasar evaluasi hasil pembangunan serta menentukan penyusunan kebijakan di masa yang
akan datang.
Dengan demikian, untuk menunjang analisis tersebut dapat digunakan metode statistik
yang relatif cukup sederhana, seperti penyajian tabel dan grafik.
e. PDRB Perkapita
PDRB perkapita adalah ukuran produktivitas neto perkapita, diperoleh dengan cara
membagi total nilai PDRB dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. Dengan
menganggap bahwa setiap orang/penduduk berpartisipasi, maka PDRB perkapita memberi
gambaran kekuatan atau kemampuan rata-rata setiap orang/penduduk dalam penciptaan
nilai tambah bruto.
Y it
([ * 100%] - 100%)
Y i.t -1
g=
n-1
60 Pedoman Praktis Penghitungan PDRB Provinsi dan Kabupaten/Kota: Pengertian Dasar
dimana :
g = Rata-rata laju pertumbuhan
Yi t = PDRB tahun ke - t
Yi. t – 1 = PDRB tahun sebelumnya
n = jumlah tahun dalam satu periode
b. Tingkat Kemakmuran Penduduk Suatu Daerah
Tinggi rendahnya tingkat kemakmuran penduduk suatu daerah biasanya diukur
dengan besar kecilnya angka pendapatan perkapita yang diperoleh dari pembagian antara
pendapatan regional dengan jumlah penduduk pertengahan tahun.
c. Perubahan Harga Barang Secara Keseluruhan
Pendapatan regional pada dasarnya merupakan nilai barang dan jasa yang
diproduski oleh penduduk suatu daerah dalam waktu (tahun) tertentu. Pendapatan
Regional ini biasanya dihitung atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan.
Perbandingan antara pendapatan regional atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga
konstan merupakan angka indeks implisit yang dapat dipergunakan untuk mengetahui
adanya perubahan harga barang dan jasa secara keseluruhan. Secara sederhana indeks
implisit ini dapat dihitung dengan formula:
X it * 100%
It =
Y it
dimana :
It = Indeks Implisit
Xi t = PDRB atas dasar harga berlaku pada tahun ke - t
Yi t = PDRB atas dasar harga konstan pada tahun ke - t
Perubahan harga produsen barang dan jasa diperoleh berdasarkan pertumbuhan indeks
implisit yang dapat dihitung dengan formula:
I t = ( I t * 100%) - 100%
I t -1
dimana :
I t = Perubahan harga produsen tahun ke - t terhadap tahun sebelumnya
I t-1 = Indeks implisit tahun sebelumnya
d. Struktur Perekonomian dan Perubahannya
Pendapatan regional biasanya disajikan menurut lapangan usaha, kemudian nilai
tambah masing-masing lapangan usaha dibandingkan dengan pendapatan regional yang
merupakan jumlah dan dinyatakan dalam persentase. Dengan melihat angka persentase
setiap lapangan usaha tersebut, selain dapat diketahui sumbangan atau kontribusi
Pedoman Praktis Penghitungan PDRB Provinsi dan Kabupaten/Kota: Pengertian Dasar 61
masing-masing lapangan usaha, sekaligus juga dapat dilihat struktur perekonomian daerah
yang bersangkutan. Dengan demikian dapat diketahui apakah perekonomian daerah
bersifat agraris atau non agraris. Apabila pendapatan regional dikumpulkan dari waktu ke
waktu, maka akan terlihat perubahan kontribusi masing-masing lapangan usaha serta
perubahan struktur ekonominya.
e. Elastisitas Kesempatan Kerja Dengan Bantuan Employment Data
Apabila data pendapatan regional dan data employment disajikan bersama-sama
secara series dari waktu ke waktu, maka dapat dihitung angka elastisitas kesempatan kerja
terhadap pendapatan regional. Elastisitas kesempatan kerja ini mencerminkan pengaruh
kenaikan/penurunan pendapatan regional terhadap kesempatan kerja. Perlu ditekankan
disini bahwa kenaikan pendapatan regional bukan saja disebabkan oleh adanya
kesempatan kerja yang bertambah tetapi juga disebabkan adanya penambahan modal.
Pengaruh dari dua faktor ini sangat sulit dipisahkan.
f. Produktivitas Lapangan Usaha
Apabila data mengenai tenaga kerja dapat disajikan menurut lapangan usaha,
maka produktivitas per lapangan usaha dapat dihitung. Cara penghitungannya adalah
dengan membagi jumlah nilai tambah dari lapangan usaha yang bersangkutan dengan
jumlah tenaga kerja yang bekerja di lapangan usaha tersebut. Produktivitas tenaga kerja
menurut lapangan usaha ini sangat berguna untuk mempertimbangkan penentuan alokasi
tenaga kerja per lapangan usaha.
g. Berbagai Macam Rasio
Rasio merupakan salah satu bentuk metode statistik yang paling sederhana yang
umumnya digunakan untuk melakukan perbandingan. Pada umumnya rasio ini dinyatakan
dalam bentuk persentase yang menunjukkan perbandingan:
(a) Data yang berbeda dalam satu waktu;
(b) Data yang sejenis pada tahun yang berbeda tetapi pada tempat yang sama; dan
(c) Data yang sejenis pada tahun yang sama tetapi pada tempat berbeda.
Rasio ini diperoleh dengan cara membagi suatu nilai terhadap nilai lainnya.
Rasio-rasio yang sangat bermanfaat sebagai dasar penyusunan kebijaksanaan
pembangunan daerah ini dapat diturunkan dari pendapatan regional. Misalnya rasio antara
penerimaan pajak dengan pendapatan regional, rasio biaya pendidikan dengan
pendapatan regional dan lain sebagainya.
62 Pedoman Praktis Penghitungan PDRB Provinsi dan Kabupaten/Kota: Pengertian Dasar
Pedoman Praktis Penghitungan PDRB Provinsi dan Kabupaten/Kota: Pengertian Dasar 63
BAB 8.
KETERBATASAN DAN MASALAH YANG DIHADAPI DALAM
PENGHITUNGAN
8.1 KETERBATASAN
Beberapa keterbatasan selalu dihadapi dalam penghitungan PDRB, terlebih untuk dapat
menghasilkan Pendapatan Regional. Meskipun keduanya merupakan perangkat pokok dalam
Neraca Ekonomi Regional, tetapi keduanya sangat berbeda. Jika PDRB berhubungan dengan
transaksi atas barang dan jasa antara penyedia dengan pengguna melalui suatu mekanisme pasar
yang dapat diukur dan dinilai secara moneter, sedangkan Pendapatan Regional merupakan total
pendapatan masyarakat yang dikategorikan sebagai residen suatu region. Keterbatasan utama
untuk dapat menghasilkan Pendapatan Regional adalah kesulitan dalam penghitungan pendapatan
properti neto residen untuk ditambahkan ke dalam PDRB.
Keterbatasan berikutnya adalah tidak semua transaksi atas barang dan jasa dari hasil
kegiatan ekonomi dapat dimasukan ke dalam Neraca Ekonomi. Demikian juga dengan beberapa
masalah konsep dan klasifikasi dari Neraca Ekonomi Regional tidak sesuai dengan kenyataan yang
dilakukan sehari-hari, misalnya jasa sewa menempati rumah milik sendiri. Moneterisasi perlu
dilakukan terhadap jasa sewa menempati rumah milik sendiri walaupun tidak terjadi transaksi.
Penilaian besaran sewa rumah disetarakan dengan kondisi sekitar untuk bentuk dan luasan
bangunan rumah yang sesuai.
Berikut ini adalah beberapa kegiatan yang perlu diperhatikan dalam rangka penghitungan
PDRB:
a. Pendapatan yang diperoleh dari kegiatan illegal
Kegiatan ini misalnya penyelundupan, prostitusi, dan kegiatan-kegiatan lainnya
yang secara hukum negara maupun adat tidak diperkenankan dilakukan.
b. Konsep pembelian oleh rumah tangga terhadap barang-barang yang sifatnya tahan lama
Pada kenyataannya beberapa barang tahan lama yang dibeli rumah tangga tidak
habis digunakan dalam satu periode (1 tahun), misalnya mobil, pompa air, perabot rumah
tangga dan lain-lain, sehingga seharusnya merupakan barang-barang modal untuk rumah
tangga. Tetapi dalam konsep neraca ekonomi, pembelian barang-barang semacam ini
64 Pedoman Praktis Penghitungan PDRB Provinsi dan Kabupaten/Kota: Pengertian Dasar
khusus oleh rumah tangga dianggap sebagai barang konsumsi, bukan sebagai barang
modal. Kecuali rumah tinggal dianggap sebagai barang modal.
c. Konsep pengeluaran untuk pendidikan
Apabila konsep pengeluaran dihubungkan dengan konsep pembentukan modal,
maka konsep pengeluaran pendidikan seharusnya dimasukkan ke dalam pembentukan
modal, oleh karena hasil dari pengeluaran pendidikan pada umumnya akan dinikmati atau
akan diperoleh pada beberapa periode yang akan datang. Dalam neraca ekonomi,
pengeluaran untuk pendidikan baik itu penyelenggaraannya kurang dari satu tahun
maupun lebih dari satu tahun dimasukkan sebagai biaya (current cost), dan pembebanan
biayanya sesuai dengan kapan biaya-biaya pendidikan itu dikeluarkan.
d. Anggapan tabungan sama dengan investasi
a. Masalah Data
1. Sumber data baik hasil sensus maupun dari catatan administrasi berbagai
instansi/lembaga di tingkat pusat biasanya tersedia untuk lingkup nasional. Disagregasi
data secara nasional menjadi regional kadang-kadang terbentur kepada masalah-
masalah teknis penyajian/kerahasian data statistik terutama untuk tingkat daerah yang
kecil.
2. Kalau data secara nasional diperoleh dari hasil sampel survei atau proyeksi, maka data
tersebut hanya dapat digunakan secara nasional, adalah tidak tepat kalau diperinci
atau dialokasi ke daerah-daerah berdasarkan sampel yang ada karena rencana
sampling belum tentu dibuat untuk memenuhi kepentingan perincian per daerah.
3. Pada tingkat nasional data tentang produksi dapat diperkirakan melalui penyediaan
maupun penggunaannya, hal ini dapat juga diterapkan untuk tingkat daerah dengan
asumsi perekonomian tertutup. Namun dalam kenyataannya banyak dijumpai masalah
mobilitas tempat kerja dan tempat tinggal yang berbeda, sehingga jumlah permintaan
atau penyediaan barang dan jasa sulit untuk dipakai memperkirakan produksi suatu
daerah.
b. Masalah Kelembagaan
1. Kegiatan yang menimbulkan pendapatan dan dilakukan oleh berbagai lembaga/badan
atau lapangan usaha dapat terjadi secara merata di seluruh wilayah Indonesia, namun
dapat pula mengelompok di beberapa pulau atau Provinsi saja. Untuk menghitung
pendapatan regional, bagi perusahaan/badan yang multi regional perlu penegasan
secara konsep apakah dialokir secara nasional atau dibagi menurut lokasi tempat
satuan usaha (establishment) atau menurut lingkup usahanya.
2. Jika meneliti mengenai andilnya faktor produksi, terdapat perbedaan antara balas jasa
yang diterima oleh faktor produksi yang dimiliki oleh penduduk suatu daerah dengan
produk originated di daerah tersebut. Produk originated untuk perusahaan multi
region atau supraregional masih perlu penyesuaian dengan konsep yang dipakai.
3. Masalah transaksi luar negeri/luar daerah akan bertambah jika daerah atau wilayah
yang diselidiki secara geografis makin kecil, karena ada lembaga/badan yang
menyajikan data statistik secara reguler dan lengkap mengenai transaksi-transaksi
antar daerah.
c. Masalah Kebijaksanaan
Pada penghitungan pendapatan nasional, transaksi luar negeri dapat diketahui
dengan pasti dan dibedakan dari transaksi domestik, sehingga pengaruhnya terhadap
perekonomian secara keseluruhan dapat diperhitungkan. Demikian pula halnya mengenai
66 Pedoman Praktis Penghitungan PDRB Provinsi dan Kabupaten/Kota: Pengertian Dasar
kebijaksanaan pemerintah dapat dibedakan dengan jelas mana yang ditujukan ke dalam
negeri (domestik) dan mana yang ditujukan kepada hubungan internasional, sehingga
dapat dianalisis secara eksplisit.
Dalam hal pendapatan regional dari daerah yang pada umumnya bersifat ekonomi
terbuka, akan sulit membedakan kebijaksanaan pemerintah secara terpisah, yang bersifat
domestik dan yang bersifat antar daerah (luar negeri).
2. Persoalan Teknis Perhitungan
a. Masalah Penilaian
Pendapatan Nasional atau Regional adalah nilai neto produksi barang dan jasa
yang dihasilkan oleh negara atau daerah tersebut.Untuk itu perlu metode-metode
penilaian yang akan dipakai untuk menilai produksi barang dan jasa neto, teristimewa
untuk menilai barang dan jasa yang tidak ada nilai transaksinya atau pasarnya.
b. Masalah Kelengkapan Data
Sering data yang digunakan tidak lengkap, sehingga diperlukan suatu cara tertentu
untuk memperkirakan data tersebut agar secara relatif bisa menggambarkan keadaan yang
sebenarnya. Hal-hal yang lain bahwa data yang tersedia mungkin tidak konsisten satu
sama lainnya, dan untuk itu cukup sulit untuk menentukan data yang dianggap benar.
c. Masalah Penyediaan
Salah satu masalah yang paling sulit dihadapi adalah tidak tersedianya data pada
saat penyusunan perhitungan pendapatan nasional atau regional. Hal ini mendorong
dilakukannya estimasi-estimasi data yang dipakai sehingga hasil-hasil penghitungan
pendapatan nasional atau regional semakin lemah ketepatannya.
d. Masalah Batasan yang Tidak Jelas Dalam Suatu Kegiatan
Pada dasarnya ada tiga kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat yaitu kegiatan
yang menghasilkan, kegiatan mengkonsumsi dan menginvestasi. Di dalam kenyataannya
ada kegiatan yang sulit untuk ditentukan apakah kegiatan tersebut kegiatan yang
mengkonsumsi, atau digolongkan di dalam salah satu kategori di atas. Dalam hal ini harus
ada suatu cara dasar penggolongan tertentu yang dipakai dalam kegiatan-kegiatan ini.
e. Masalah Klasifikasi Dalam Perhitungan
Penyusunan angka-angka pendapatan nasional maupun regional dihitung menurut
lapangan usaha -kategori ekonomi yang mengikuti standar klasifikasi internasional. Untuk
menerapkan klasifikasi ini sesuai dengan standar yang telah ditentukan tidak selalu mudah,
karena pada umumnya masyarakat melakukan berbagai kegiatan ekonomi sekaligus
sehingga sulit dipisahkannya menurut klasifikasi lapangan usaha.
Pedoman Praktis Penghitungan PDRB Provinsi dan Kabupaten/Kota: Pengertian Dasar 67
DAFTAR PUSTAKA
ABS, Australian System of National Account: Concepts, Sources and Methods, ABS,
Australia, 2013
BADAN PUSAT STATISTIK,Klasifikasi Baku Komoditas Indonesia (KBKI) 2010, BPS, Jakarta, 2010
----, Pedoman Praktis Penghitungan PDRB Provinsi dan Kabupaten/Kota: Pengertian
Dasar Buku 1, BPS, Jakarta, 2008
----, Pedoman Praktis Penghitungan PDRB Provinsi dan Kabupaten/Kota: Tatacara
Penghitungan Menurut Lapangan Usaha Buku 2, BPS, Jakarta, 2008
----, Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten/Kota di Indonesia Tahun 2009-2013,
BPS, Jakarta, 2014
----, Produk Domestik Regional Bruto Provinsi-Provinsi di Indonesia Tahun 2009-2013,
BPS, Jakarta, 2014
----, Sistem Neraca Nasional 2008, BPS, Jakarta, 2013
----, Pedoman Penghitungan Pendapatan Regional di Indonesia, BPS, Jakarta, 1980
EUROSTAT, Essential SNA: Building the Basics 2010 edition (Eurostat Methodologies and
Working Papers), European Commission, Luxembourg, 2011
----, Manual of Supply, Use and Input-Output Tables 2008 edition (Eurostat
Methodologies and Working Papers), European Commission, Luxembourg, 2008
VAN HEEMST, JAN JP, National Accounting: Concepts and Practices with Special Reference to
Indonesia Regional Accounting, Jakarta, Juli 1990
KENDRICK, JW, Economic Accounting and Their Uses, McGraw-Hill Book Company, New York,
1970
KERR, ALEX, State and Regional Estimation, University of Western Press, 1963
KHAN, TAUFIQ M., Economic Accounting Statistics; (Lecture Notes), Part I & II, Asian Institute,
Tokyo, August, 1973
PARTADIREDJA, ACE, Perhitungan Pendapatan Nasional; Pengantar ke Analisis Ekonomi
Makro, LP3ES, Jakarta, 1977
OFFICE FOR NATIONAL STATISTICS, United Kingdom National Accounts: The Blue Book 2012
edition, editor: Catherine Marks and Angie Francis, Office for National Statistics,
London, 2012
OECD, Understanding National Accounts: Second Edition Revised and Expanded, editor:
Lequiller, F. and D. Blades, OECD Publishing, 2014
RICHARDSON, HARRY W., (Diterjemahkan Paul Sitohang), Dasar-dasar Ilmu Ekonomi
Regional, Lembaga Penerbit FE-UI, Jakarta, 1977
-----, Elements of Regional Economic, (Diterjemahkan Oleh Paul Sitohang), Lembaga
Penerbit FE-UI, Jakarta, 1977
RUGGLES, N., AND RUGGLES, R., The Design of Economic Accounts, N.B.E.R., New York,
1970
SOEDIYONO, R., Ekonomi Makro; Pengantar Analisis Pendapatan Nasional, Penerbit
Liberty, Yogyakarta, 1979
70 Pedoman Praktis Penghitungan PDRB Provinsi dan Kabupaten/Kota: Pengertian Dasar
UNITED NATIONS, System of National Accounts 2008, Joint Publisher (European Commission,
World Bank, Organisation for Economic Co-operation and Development, United
Nations, International Monetary Fund), New York, 2009
Pedoman Praktis Penghitungan PDRB Provinsi dan Kabupaten/Kota: Pengertian Dasar 71
LAMPIRAN A
Tabel 1. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi…..
Adh............ Menurut Lapangan Usaha, 2012-2015 (JutaRupiah)
Tahun
Lapangan Usaha
2012 2013 2014 2015
Tahun
Lapangan Usaha
2012 2013 2014 2015
Tahun
Lapangan Usaha
2012 2013 2014 2015
Tahun
Lapangan Usaha
2012 2013 2014 2015
Tahun
Lapangan Usaha
2012 2013 2014 2015
Tahun
Lapangan Usaha
2012 2013 2014 2015
LAMPIRAN B
Tabel 7.PDRB Kategori....... Adh......... Menurut Kabupaten/Kota
di Provinsi......, 2012─2015 (Juta Rupiah)
Tahun
Kabupaten/Kota
2012 2013 2014 2015
...dst
Jumlah Kab/Kota
Provinsi
Tahun
Kabupaten/Kota
2012 2013 2014 2015
...dst
Tahun
Kabupaten/Kota
2012 2013 2014 2015
...dst
Jumlah Kab/Kota
Provinsi
Tahun
Kabupaten/Kota
2012 2013 2014 2015
...dst
Jumlah Kab/Kota
Provinsi
Pedoman Praktis Penghitungan PDRB Provinsi dan Kabupaten/Kota: Pengertian Dasar 79
LAMPIRAN C
Tabel 11. PDRB Provinsi ...........Adh.....
Menurut Kabupaten/Kota dan Lapangan UsahaTahun ......(Persen)
...dst
Provinsi 100
...dst
Provinsi 100
80 Pedoman Praktis Penghitungan PDRB Provinsi dan Kabupaten/Kota: Pengertian Dasar
...dst
Provinsi 100
Pedoman Praktis Penghitungan PDRB Provinsi dan Kabupaten/Kota: Pengertian Dasar 81
LAMPIRAN D
Tabel 14. Perbandingan PDRB Per Kapita Adh Berlaku dan Laju Pertumbuhan Adh Konstan
Menurut Kabupaten/Kota dan Lapangan Usahadi Provinsi...
Kabupaten/Kota PDRB Per Kapita (Ribu Rp) Laju Pertumbuhan PDRB (%)
...dst
Provinsi
82 Pedoman Praktis Penghitungan PDRB Provinsi dan Kabupaten/Kota: Pengertian Dasar
LAMPIRAN E
Tabel 15. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten/Kota …..
Adh............ Menurut Lapangan Usaha, 2012-2015 (Juta Rupiah)
Tahun
Lapangan Usaha
2012 2013 2014 2015
Tahun
Lapangan Usaha
2012 2013 2014 2015
Tahun
Lapangan Usaha
2012 2013 2014 2015
Tahun
Lapangan Usaha
2012 2013 2014 2015
Tahun
Lapangan Usaha
2012 2013 2014 2015
Tahun
Lapangan Usaha
2012 2013 2014 2015