Anda di halaman 1dari 20

FORMAT LAPORAN

LAPORAN PORTOFOLIO INDIVIDU

MATA KULIAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III

Disusun Oleh :

Dian Puspitaningtiyas 1910030

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH

SURABAYA

TA. 2021/2022
1. WOC (Web Of Causation) Stroke
2. WOC (Web Of Causation) Tumor Otak ( Cerebria )
3. WOC (Web Of Causation) Miningitis
JUDUL SOP SKRINING DISFAGIA

Pengertian Uji fungsi menelan adalah kegiatan menguji tentang fungsi menelan
pada fase orofaring.

Tujuan Mengetahui keadaan fungsi menelan dari pasien karena proses


menelan penting sebagai pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi manusia.

Indikasi 1. Jika ada gangguan dalam fungsi mengunyah dan


menelan, seperti ngeces, sulit mengunyah makanan
berserat, makanan atau saliva terkumpul di pipi, sulit
menelan makanan cair, berkurang atau menghilangnya
daya pengecapan, rongga hidung terasa terbakar (panas),
tersedak atau ada perasaan tercekik sewaktu menelan,
makanan yang ditelan keluar melalui lubang hidung,
sering mengalami infeksi saluran pernafasan, ada
perasaan makanan tersangkut di saluran pencernaan, dan
sulit menelan karena tenggorokan kering atau kelenjar air
liur berkurang.
2. Jika ada gangguan dalam berbicara seperti pelo, suara
serak, dan suara sengau.
3. Jika ada riwayat minum obat-obatan anti depresan dan
psikotropik.
4. Jika ada riwayat menderita keganasan nasofaring, gaster,
dan esophagus
5. Jika ada riwayat menggunakan NGT atau gastrotomi

Peralatan 1. Oksimetri
2. Sendok teh
3. Gelas
4. Air putih 250ml
5. Spatel Lidah
6. Tissue
7. Sarung tangan bersih

Persiapan Pasien 1. Menjelaskan pada klien mengenai tujuan dari tindakan


keperawatan yang diberikan kepada klien
2. Kaji kembali keluhan klien dan disesuaikan dengan indikasi,
serta rencana tindakan yang ingin diberikan kepada klien
3. Meminta persetujuan dari klien dan keluarga mengenai
tindakan yang akan diberikan (informed consent)
4. Kontrak waktu dengan klien ; kapan pelaksanaan dan berapa
lama pelaksanaan tindakan keperawatan

Persiapan 1. Menutup pintu


Lingkungan
2. Menutup tirai (jika perlu)

3. Ciptakan lingkungan yang nyaman

Langkah – Langkah ( Fase orientasi


sesuai fase / tahap )
1. Mengucapkan salam kepada klien
2. Mengidentifikasi klien dengan nama, tanggal lahir, nomor
rekam medis klien.
3. Memvalidasi kontrak waktu yang telah disepakati
Fase Kerja

1. Mendekatkan alat-alat ke dekat klien.


2. Menutup sampiran/gordyn
3. Mencuci tangan
4. Memakai sarung tangan
5. Mengkaji kondisi pasien apakah pasien dapat merespon
pembicaran atau tidak
6. Jika pasiendapat merespon lanjutkan ke tahap berikutnya
7. Memposisikan pasien setengah duduk atau tegak lurus dan
instruksikan untuk mengontrol gerak kepala
8. Jika pasien mampu melakukan poin 7 lanjutkan ke tahap
berikutnya
9. Menginstruksikan pasien untuk batuk
10. Memperhatikan apakah pasien dapat mengontrol air liur atau
tidak
11. Menginstruksikan pasien untuk menjilat bibir atas dan bawah
12. Memperhatikan apakah pasien dapat bernapas dengan bebas
jika menggunakan O2 perhatikan saturasi oksigennya.
13. Menyiapkan sendok teh yang bersih dan air mineral dalam
gelas berukuran 250 ml
14. Memberikan satu sendok teh penuh air pada pasien jika tidak
terjadi batuk atau upayah menelan lanjutkan memberikan dua,
tiga, sampai setengah gelas air secara bertahap.
15. Jika terjadi masalah hentikan pemberian air dan hentikan
skrining
Fase Terminasi

1. Mengevaluasi perasaan klien setelah dilakukannya


tindakan keperawatan
2. Mengevaluasi secara subjektif adanya perubahan saat atau
setelah dilakukan tindakan keperawatan.
3. Kontrak waktu untuk tindak lanjut untuk tindakan keperawatan
selanjutnya (kalau perlu)
4. Mengucapkan salam kepada klien
5. Mendokumentasikan tindakan keperawatan yang telah
diberikan kepada klien (di nurse station)
Evaluasi 1. Mengobservasi reaksi klien
2. Membuat kontrak selanjutnya
3. Mencuci tangan
4. Mendokuntasikan tindakan keperawatan
5. Mencatat kegiatan di dalam lembar catatan keperawatan
Gambar

Referensi http://id.scrib.com/document/497531058/SPA-Elma-Dikriana_SOP-
Skrining-Disfagia-Dengan-SSA
JUDUL SOP Pemeriksaan Neurologi Dasar

Pengertian Tubuh manusia akan berada dalam kondisi sehat jika mampu berespon
dengan tepat terhadap perubahan-perubahan lingkungan secara terkoordinasi.
Tubuh memerlukan koordinasi yang baik. Salah satu sistem komunikasi
dalam tubuh adalah sistem saraf. Pengkajian system persarafan merupakan
salah satu aspek yang sangat penting untuk dilakukan dalam rangka
menentukan diagnosa keperawatan tepat dan melakukan tindakan

perawatan yang sesuai. Pada akhirnya perawat dapat mempertahankan dan


meningkatkan status kesehatan klien.

Tujuan Pada pemeriksaan fisik klien dengan gangguan sistem persarafan


secara umum biasanya menggunakan teknik pengkajian persistem sama
seperti pemeriksaan medical bedah lainnya. Pemeriksaan fisik ini
dilakukan sebagaimana pemeriksaan fisik lainnya dan bertujuan untuk
mengevaluasi keadaan fisik klien secara umum dan juga menilai apakah ada
indikasi penyakit lainnya selain kelainan neurologis. Dalam melakukan
pemeriksaan fisik sistem persyarafan seorang perawat memerlukan
pengetahuan tentang anatomi, fisiologi, dan patofisiologi dari sistem
persyarafan. Pengalaman dan keterampilan perawat diperlukan dalam
pengkajian dasar kemampuan fungsional sampai manuver pemeriksaan
diagnostik cangih yang dapat menegakkan diagnosis kelainan pada sistem
persyarafan.

Indikasi

Peralatan 1. Refleks hammer


2. Garputala
3. Kapas dan lidi
4. Penlight atau senter kecil
5. Opthalmoskop
6. Jarum steril
7. Spatel tongue
8. 2 tabung berisi air hangat dan air dingin
9. Objek yang dapat disentuh seperti peniti atau uang receh
10. Bahan-bahan beraroma tajam seperti kopi, vanilla atau parfum
11. Bahan-bahan yang berasa asin, manis atau asam seperti garam, gula, atau
cuka
12. Baju periksa
13. Sarung tangan
Persiapan Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan, sesuaikan urutan
Pasien pemeriksaan dengan keadaan umum klien, mulailah pemeriksaan fisik
sejak awal kontak dengan klien dan gunakan general precaution,
metode yang digunakan cepalo kadral atau distal ke proksimal

Persiapan 1. Menutup pintu


Lingkungan
2. Menutup tirai (jika perlu)

3. Ciptakan lingkungan yang nyaman

Langkah – Prosedur Pemeriksaan Fisik Persyarafan


Langkah (
Atur posisi klien, mintalah klien untuk duduk disisi tempat tidur. Amati cara
sesuai fase /
tahap ) berpakaian klien, postur tubuh klien, ekspresi wajah dan kemampuan bicara,
intonasi, keras lembut, pemilihan kata dan kemudahan berespon terhadap
pertanyaan. Nilai kesadara dengan menggunakan patokan Glasgow Coma
Scale (GCS). Tanyakan waktu, tanggal, tempat dan alasan berkunjung, kaji
kemampuan klien dalam berhitung dan mulailah dengan perhitungan yang
sederhana. Kaji kemampuan klien untuk berfikir abstrak.

Saraf Kranial

1. Fungsi saraf kranial I (N Olvaktorius)

Pastikan rongga hidung tidak tersumbat oleh apapun dan cukup bersih.
Lakukan

pemeriksaan dengan menutup sebelah lubang hidung klien dan dekatkan


bau-bauan seperti kopi dengan mata tertutup klien diminta menebak bau
tersebut. Lakukan untuk lubang hidung yang satunya.

2. Fungsi saraf kranial II (N. Optikus)

a. Catat kelainan pada mata seperti katarak dan infeksi sebelum


pemeriksaan. Periksa ketajaman dengan membaca, perhatikan jarak baca atau
menggunakan snellenchart untuk jarak jauh.

b. Periksa lapang pandang: Klien berhadapan dengan pemeriksa 60-100


cm, minta untuk menutup sebelah mata dan pemeriksa juga menutup sebelah
mata dengan mata yang berlawanan dengan mata klien. Gunakan benda yang
berasal dari arah luar klien dank lien diminta , mengucapkan ya bila pertama
melihat benda tersebut. Ulangi

pemeriksaan yang sama dengan mata yang sebelahnya. Ukur berapa derajat
kemampuan klien saat pertama kali melihat objek. Gunakan opthalmoskop
untuk melihat fundus dan optic disk (warna dan bentuk)

3. Fungsi saraf kranial III, IV, VI (N. Okulomotoris, Troklear dan


Abdusen)

a. Pada mata diobservasi apakah ada odema palpebra, hiperemi


konjungtiva, dan ptosis kelopak mata

b. Pada pupil diperiksa reaksi terhadap cahaya, ukuran pupil, dan adanya
perdarahan

pupil

c. Pada gerakan bola mata diperiksa enam lapang pandang (enam posisi
cardinal) yaitu lateral, lateral ke atas, medial atas, medial bawah lateral
bawah. Minta klien mengikuti arah telunjuk pemeriksa dengan bolamatanya

4. Fungsi saraf kranial V (N. Trigeminus)

a. Fungsi sensorik diperiksa dengan menyentuh kilit wajah daerah


maxilla, mandibula dan frontal dengan mengguanakan kapas. Minta klien
mengucapkan ya bila merasakan sentuhan, lakukan kanan dan kiri.

b. Dengan menggunakan sensori nyeri menggunakan ujung jarum atau peniti


di ketiga area wajah tadi dan minta membedakan benda tajam dan tumpul.

c. Dengan mengguanakan suhu panas dan dingin juag dapat dilakukan


diketiga area wajah tersebut. Minta klien menyebabkanutkan area mana yang
merasakan sentuhan. Jangan lupa mata klien ditutup sebelum pemeriksaan.

d. Dengan rasa getar dapat pukla dilakukan dengan menggunakan


garputala yang digetarkan dan disentuhkan ke ketiga daerah wajah tadi dan
minta klien mengatakan getaran tersebut terasa atau tidak.

e. Pemerikasaan corneal dapat dilakukan dengan meminta klien melihat


lurus ke depan, dekatkan gulungan kapas kecil dari samping kea rah mata
dan lihat refleks menutup mata.

f. Pemeriksaan motorik dengan mengatupkan rahang dan merapatkan


gigi periksa otot maseter dan temporalis kiri dan kanan periksa kekuatan
ototnya, minta klien melakukan gerakan mengunyah dan lihat
kesimetrisan gerakan mandibula.

5. Fungsi saraf kranial VII (N. Fasialis)

a. Fungsi sensorik dengan mencelupkan lidi kapas ke air garam dan


sentuhkan ke ujung lidah, minta klien mengidentifikasi rasa ulangi untuk
gula dan asam

b. Fungsi motorik dengan meminta klien tersenyum, bersiul,


mengangkat kedua alis berbarengan, menggembungkan pipi. Lihat
kesimetrisan kanan dan kiri. Periksa kekuatan otot bagian atas dan
bawah, minta klien memejampan mata kuat-kuat dan coba untuk
membukanya, minta pula klien utnuk menggembungkan pipi dan tekan
dengan kedua jari.

6. Fungsi saraf kranial VIII (N. Vestibulokoklear)


a. cabang vestibulo dengan menggunakan test pendengaran
mengguanakan weber test dan rhinne test

b. Cabang choclear dengan rombreng test dengan cara meminta klien


berdiri tegak, kedua kaki rapat, kedua lengan disisi tubuh, lalu observasi
adanya ayunan tubuh, minta klien menutup mata tanpa mengubah posisi,
lihat apakah klien dapat mempertahankan posisi

7. Fungsi saraf kranial IX dan X (N. Glosovaringeus dan Vagus)

a. Minta klien mengucapkan aa lihat gerakan ovula dan palatum, normal


bila uvula terletak di tengan dan palatum sedikit terangkat.

b. Periksa gag refleks dengan menyentuh bagian dinding belakang faring


menggunakan aplikator dan observasi gerakan faring.

c. Periksa aktifitas motorik faring dengan meminta klien menel;an air


sedikit, observasi gerakan meelan dan kesulitan menelan. Periksa getaran
pita suara saat klien berbicara.

8. Fungsi saraf kranial XI(N. Asesoris)

a. Periksa fungsi trapezius dengan meminta klien menggerakkan kedua


bahu secara bersamaan dan observasi kesimetrisan gerakan.

b. Periksa fungsi otot sternocleidomastoideus dengan meminta klien


menoleh ke kanan dan ke kiri, minta klien mendekatkan telinga ke bahu
kanan dan kiri bergantian tanpa mengangkat bahu lalu observasi rentang
pergerakan sendi

c. Periksa kekuatanotottrapezius dengan menahan kedua bahu klien


dengan kedua telapak tangan danminta klien mendorong telapak tangan
pemeriksa sekuat-kuatnya ke atas, perhatikan kekuatan daya dorong.

d. Periksa kekuatan otot sternocleidomastoideus dengan meminta klien


untuk menoleh kesatu sisi melawan tahanan telapak tangan pemeriksa,
perhatikan kekuatan daya dorong
9. Fugsi saraf kranial XII (N. Hipoglosus)

a. Periksa pergerakan lidah, menggerakkan lidah kekiri dan ke kanan,


observasi kesimetrisan gerakan lidah

b. Periksa kekuatan lidah dengan meminta klien mendorong salah satu


pipi dengan ujung lidah, dorong bagian luar pipi dengan ujung lidah,
dorong kedua pipi dengan kedua jari, observasi kekuatan lidah, ulangi
pemeriksaan sisi yang lain

Fungsi Motorik

Sistem motorik sangat kompleks, berasal dari daerah motorik di corteks


cerebri, impuls berjalan ke kapsula interna, bersilangan di batang traktus
pyramidal medulla spinalis dan bersinaps dengan lower motor neuron.

Pemeriksaan motorik dilakukan dengan cara observasi dan pemeriksaan


kekuatan.

Massa otot : hypertropi, normal dan atropi

Tonus otot : Dapat dikaji dengan jalan menggerakkan anggota gerak pada
berbagai

persendian secara pasif. Bila tangan / tungkai klien ditekuk secara


berganti-ganti dan

berulang dapat dirasakan oleh pemeriksa suatu tenaga yang agak


menahan pergerakan

pasif sehingga tenaga itu mencerminkan tonus otot.

Bila tenaga itu terasa jelas maka tonus otot adalah tinggi. Keadaan otot
disebut kaku. Bila kekuatan otot klien tidak dapat berubah, melainkan
tetap sama. Pada tiap gerakan pasif dinamakan kekuatan spastis. Suatu
kondisi dimana kekuatan otot tidak tetap tapi bergelombang dalam
melakukan fleksi dan ekstensi extremitas klien.
Sementara penderita dalam keadaan rileks, lakukan test untuk menguji
tahanan terhadap fleksi pasif sendi siku, sendi lutut dan sendi
pergelangan tangan.

Normal, terhadap tahanan pasif yang ringan / minimal dan halus.

Kekuatan otot :

Aturlah posisi klien agar tercapai fungsi optimal yang diuji. Klien secara
aktif menahan tenaga yang ditemukan oleh sipemeriksa. Otot yang diuji
biasanya dapat dilihat dan diraba. Gunakan penentuan singkat kekuatan
otot dengan skala Lovett’s (memiliki nilai 0 – 5)

0 = tidak ada kontraksi sama sekali.

1 = gerakan kontraksi.

2 = kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau melawan tahanan


atau gravitasi.

3 = cukup kuat untuk mengatasi gravitasi.

4 = cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.

5 = kekuatan kontraksi yang penuh.

Fungsi Sensorik

Pemeriksaan sensorik adalah pemeriksaan yang paling sulit diantara


pemeriksaan sistem persarafan yang lain, karena sangat subyektif sekali.
Oleh sebab itu sebaiknya dilakukan paling akhir dan perlu diulang pada
kesempatan yang lain (tetapi ada yang menganjurkan dilakukan pada
permulaan pemeriksaan karena pasien belum lelah dan masih bisa
konsentrasi dengan baik).

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengevaluasi respon klien terhadap


beberapa stimulus. Pemeriksaan harus selalu menanyakan kepada klien
jenis stimulus.
Gejala paresthesia (keluhan sensorik) oleh klien digambarkan sebagai
perasaan geli (tingling), mati rasa (numbless), rasa terbakar/panas
(burning), rasa dingin (coldness) atau perasaan-perasaan abnormal yang
lain. Bahkan tidak jarang keluhan motorik (kelemahan otot, twitching /
kedutan, miotonia, cramp dan sebagainya) disajikan oleh klien sebagai
keluhan sensorik. Bahan yang dipakai untuk pemeriksaan sensorik
meliputi:

1. Jarum yang ujungnya tajam dan tumpul (jarum bundel atau jarum
pada perlengkapan refleks hammer), untuk rasa nyeri superfisial.

2. Kapas untuk rasa raba.

3. Botol berisi air hangat / panas dan air dingin, untuk rasa suhu.

4. Garpu tala, untuk rasa getar.

5. Lain-lain (untuk pemeriksaan fungsi sensorik diskriminatif)


seperti :

a. Jangka, untuk 2 (two) point tactile dyscrimination.

b. Benda-benda berbentuk (kunci, uang logam, botol, dan


sebagainya), untuk pemeriksaan stereognosis

c. Pen / pensil, untuk graphesthesia.

Fungsi Refleks

Pemeriksaan aktifitas refleks dengan ketukan pada tendon menggunakan


refleks hammer. Skala untuk peringkat refleks yaitu :

0 = tidak ada respon

1 = hypoactive / penurunan respon, kelemahan (+) 2 = normal (++)

3 = lebih cepat dari rata-rata, tidak perlu dianggap abnormal (+++) 4 =


hyperaktif, dengan klonus (++++)
Refleks-refleks yang diperiksa adalah :

Refleks patella

Pasien berbaring terlentang, lutut diangkat ke atas sampai fleksi kurang


lebih 300. Tendon patella (ditengah-tengah patella dan tuberositas tibiae)
dipukul dengan refleks hammer. Respon berupa kontraksi otot quadriceps
femoris yaitu ekstensi dari lutut.

Refleks biceps

Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 , supinasi dan lengan
bawah ditopang pada alas tertentu (meja periksa). Jari pemeriksa
ditempatkan pada tendon m. biceps (diatas lipatan siku), kemudian
dipukul dengan refleks hammer. Normal jika timbul kontraksi otot
biceps, sedikit meningkat bila terjadi fleksi sebagian dan gerakan pronasi.
Bila hyperaktif maka akan terjadi penyebaran gerakan fleksi pada lengan
dan jari-jari atau sendi bahu.

Refleks triceps

Lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 900 , tendon triceps diketok
dengan refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-2 cm diatas
olekranon).

Respon yang normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit meningkat bila
ekstensi ringan dan hyperaktif bila ekstensi siku tersebut menyebabkanar
keatas sampai otot-otot bahu atau mungkin ada klonus yang sementara.

Refleks achilles

Posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan refleks


ini kaki yang diperiksa bisa diletakkan / disilangkan diatas tungkai bawah
kontralateral.Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon
normal berupa gerakan plantar fleksi kaki.

Refleks abdominal
Dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan dibawah umbilikus.
Kalau digores seperti itu, umbilikus akan bergerak keatas dan kearah
daerah yang digores.

Refleks Babinski

Merupakan refleks yang paling penting . Ia hanya dijumpai pada


penyakit traktus kortikospinal. Untuk melakukan test ini, goreslah
kuat-kuat bagian lateral telapak kaki dari tumit kearah jari kelingking
dan kemudian melintasi bagian jantung kaki. Respon Babinski timbul
jika ibu jari kaki melakukan dorsifleksi dan jari-jari lainnya tersebar.
Respon yang normal adalah fleksi plantar semua jari kaki.

Pemeriksaan khusus sistem persarafan, untuk mengetahui rangsangan


selaput otak (misalnya pada meningitis) dilakukan pemeriksaan :

Kaku kuduk

Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak
dapat menempel pada dada, kaku kuduk positif (+).

Tanda Brudzinski I

Letakkan satu tangan pemeriksa dibawah kepala klien dan tangan lain
didada klien untuk mencegah badan tidak terangkat. Kemudian kepala
klien difleksikan kedada secara pasif. Brudzinski I positif (+) bila
kedua tungkai bawah akan fleksi pada sendi panggul dan sendi lutut.

Tanda Brudzinski II

Tanda Brudzinski II positif (+) bila fleksi tungkai klien pada sendi
panggul secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada
sendi panggul dan lutut.

Tanda Kernig

Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba meluruskan tungkai bawah
pada sendi lutut. Normal, bila tungkai bawah membentuk sudut 1350
terhadap tungkai atas. Kernig (+) bila ekstensi lutut pasif akan
menyebabkan rasa sakit terhadap hambatan.

Test Laseque

Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan
nyeri sepanjang m. ischiadicus.

Mengkaji abnormal postur dengan mengobservasi :

1. Decorticate posturing, terjadi jika ada lesi pada traktus


corticospinal.

Nampak kedua lengan atas menutup kesamping, kedua siku, kedua


pergelangan tangan dan jari fleksi, kedua kaki ekstensi dengan
memutar kedalam dan kaki plantar fleksi.

2. Decerebrate posturing, terjadi jika ada lesi pada midbrain, pons


atau diencephalon. Leher ekstensi, dengan rahang mengepal, kedua
lengan pronasi, ekstensi dan menutup kesamping, kedua kaki lurus
keluar dan kaki plantar fleksi.

Evaluasi 1. Mengobservasi reaksi klien


2. Membuat kontrak selanjutnya
3. Mencuci tangan
4. Mendokuntasikan tindakan keperawatan
5. Mencatat kegiatan di dalam lembar catatan keperawatan
Gambar

Referensi http://id.scrib.com/doc/89658846/SOP-Neurologi

Anda mungkin juga menyukai