Anda di halaman 1dari 6

Refleksi Buku Teaching as Jesus Taught

Nama : Loviawan, Agnes Valentina


NIM : 20211050321

Yang saya pelajari dari bacaan ini ada banyak teladan dalam mengajar yang Yesus
sudah terapkan dalam perjalanan-Nya mengajar dan dapat kita terapkan dalam kehidupan
kita mengajar, yaitu :
• Maturity (kematangan)
Seorang pengajar seharusnya matang dalam hal mental, fisik, spiritual maupun sosial
sehingga dapat memimpin murid kepada pertumbuhan mental, fisik, spiritual dan sosial
yang seimbang.
• Mastery (penguasaan)
Pengajar tidak boleh selalu terikat dengan catatan pengajaran tetapi harus menguasai
apa yang akan dia ajarkan. Hal ini bukan berarti tidak melakukan persiapan dalam
mengajar tetapi menunjukkan penguasaan pengajar terhadap apa yang dia ajarkan baik
melalui penjelasan materi dan kesigapan dalam menjawab pertanyaan. Hal itu tentu
harus disertai dengan persiapan yang maksimal sehingga pengajar dapat menjelaskan
dengan baik kepada murid. Pengajar harus yakin dengan apa yang dia ajarkan sehingga
dapat dengan percaya diri mengkomunikasikannya kepada murid.
• Certainty (kepastian)
Pengajar harus meyakini kebenaran yang akan ia ajarkan. Hal ini tentang bagaimana
pengajar menyampaikan atau mengkomunikasikan kepada murid kebenaran itu tanpa
ragu karena dia sendiri telah meyakini kebenaran yang ia ajarkan.
• Humility (kerendahan hati)
Mengesampingkan bahkan menghilangkan rasa sombong atau kebanggaan terhadap diri
sendiri karena murid telah mencapai sesuatu. Tetapi terus mengingat bahwa tugas kita
sebagai pengajar adalah terus mengarahkan murid kepada Tuhan. Hal itu dapat
terwujud dengan ketundukan kita kepada Allah dan kesadaran bahwa kita adalah alat
yang Tuhan pakai untu mengajar kepada murid kita sehingga kita akan terus berusaha
bersikap sebagai hamba.
• Consistency (konsistensi)
Konsistensi ini juga merujuk kepada integritas, di mana sebagai pengajar kita harus
menghidupi apa yang kita ajarkan. Apa yang kita ajarkan harus sama kualitasnya dan
tidak bertentangan dengan apa yang kita lakukan. Karena apa yang murid lihat kita
lakukan dan hidupi akan lebih berdampak dalam kehidupan murid daripada apa yang
kita ajarkan dan mereka dengar saja.
• Spontaneity (spontanitas)
Peka terhadap situasi yang terjadi dan mampu memberi nilai kepada situasi tersebut
sehingga setiap situasi dapat menjadi momen untuk mengajar. Hal ini tidak berarti kita
sebagai guru atau pengajar tidak perlu menyusun rancangan pembelajaran. Pengajar
tetap perlu memiliki rancangan pengajaran dan tujuan yang akan dicapai dalam
mengajar tetapi pengajar tidak boleh terikat dengan rancangan tersebut. Keterikatan itu
akan menyebabkan pengajar tidak fleksibel. Selain itu, dalam belajar mengajar di kelas
pun, pengajar dapat membuat situasi menjadi lebih fleksibel dengan membuka ruang
pertanyaan bagi murid.
• Clarity (kejelasan)
Tujuan pengajar mengajar adalah untuk membuat murid paham dan mengingat bahkan
menghidupi apa yang diajarkan. Untuk tujuan itu, maka pengajar perlu memikirkan
dengan baik bagaimana menjelaskan kepada murid tentang apa yang akan diajarkan.
Memilih bahasa yang sederhana dan memikirkan apakah kata tersebut dapat dipahami
murid atau tidak. Selain itu, pengajar juga harus mejelaskan dengan penjelasan yang
mudah dipahami oleh murid. Ingat tujuan mengajar kita bukanlah untuk menunjukkan
kepintaran ataupun kedalaman spiritual kita tetapi untuk memberi pemahaman kepada
murid yang kita ajar tentang kebenaran dan konsep yang kita ajarkan.
• Urgency (urgen – exicited)
Dalam mengajar, kita harus menunjukkan kepada murid bahwa apa yang kita ajarkan ini
adalah hal penting yang harus mereka pahami dan bahkan hidupi. Hal itu dapat dilihat
oleh murid dari bagaimana kita sebagai pengajar menjelaskan hal tersebut dengan
excited dan tentu sebagai pengajar kita juga harus menganggap apa yang kita ajarkan itu
adalah hal penting sehingga kita mau secepatnya murid kita harus memahami hal itu.
• Variety (keberagaman)
Ada banyak cara yang dapat kita gunakan dalam menyampaikan apa yang kita ajarkan.
Untuk itu, sebelum mengajar kita perlu memikirkan metode mengajar apa dan
bagaimana yang akan kita gunakan. Setelah itu, kita dapat mengevaluasi dan
memperbaiki atau bahkan mencoba metode lain sehingga memahami metode apa saja
yang efektif bagi murid kita. Keberagaman metode yang kita gunakan akan
menghasilkan sesuatu yang menarik bagi murid. Metode-metode ini dapat kita pikirkan
dengan terus mengaitkannya dengan kebutuhan murid yang kita ajar. Selain itu kita juga
dapat memikirkan setiap akan mengajar bagaimana hal yang saya ajarkan ini dapat
menarik bagi murid, metode apa yang terbaik untuk menyampaikan bahan tersebut, dan
bagaimana saya dapat menarik murid untuk ikut berpikir selama saya mengajar.
• Quantity (kuantitas)
Kuatitas merujuk kepada mengulangi apa yang penting dan menjadi poin dalam
pengajaran kita. Hal itu yang harus terus diulang sehingga murid dapat terkait dan
mengingat hal itu. Pengulangan itu dapat disampaikan dengan metode yang berbeda
sehingga murid tetap tertarik denga napa yang disampaikan.
• Empathy (empati)
Pengajar seharusnya hidup bagi murid-muridnya dan yang menjadi pemikirannya
adalah bagaimana murid dapat berkembang. Empati ini dapat pengajar tunjukkan
dengan merespon murid dengan baik dan dengan kasih. Pengajar juga dapat terus
mendorong dan mendukung murid dalam setiap kesulitan mereka.
• Intimacy (kedekatan)
Seperti Yesus yang hidup dekat dengan murid-Nya dan menghabiskan banyak waktu
untuk berbincang, mengajar dan bahkan tinggal dengan murid-Nya. Kita sebagai
pengajar juga dapat hidup dekat dengan murid kita baik secara berkelompok maupun
individu. Kedekatan itu akan menciptakan interaksi-interaksi yang berharga baik di
dalam maupun di luar kelas sehingga menghasilkan pengajaran yang efektif.
• Sensitivity (sensitivitas/kepekaan)
Sensitif atau peka dengan kebutuhan murid kita seharusnya menjadi keharusan bagi kita
yang adalah seorang pengajar. Semakin dekat dengan mereka, maka kita akan semakin
mengenali apa yang menjadi kebutuhan mereka. Hal itu akan membuat cara mengajar
kita dan bahkan ritme mengajar kita sesuai dengan kebutuhan mereka dan akan
menghasilkan belajar mengajar yang efektif. Hal itu akan membuat murid merasa
mereka diperhatikan dan dikasihi. Khususnya bagi mereka yang seringkali diabaikan di
dalam ruang mengajar karena keterbatasan tertentu, perbedaan gender, ataupun
kelompok minoritas dalam ruangan tersebut. Kepekaan dan kedekatan kita dengan
murid akan membuat kita memahami keterbatasan mereka dan bahkan apa yang
mereka rasakan.
• Relevancy (keterkaitan)
Hal terakhir adalah sebagai pengajar kita harus memikirkan bagaimana hal yang kita
ajarkan relevan dengan murid yang ajar. Menunjukkan hal yang kita ajarkan ini terkait
dalam kehidupan mereka sehingga apa yang pengajar ajarkan dapat menyentuh hati dan
kehidupan murid. Dengan begitu, murid akan mencapai tujuan yang kita harapan dalam
mengajar, yaitu perubahan hidup kepada Allah dan semakin bertumbih dalam
kedewasaan.
Dalam mengajar Yesus tidak takut menjadi berbeda dan berani menyatakan apa
yang salah kepada orang-orang yang tidak suka kepada-Nya. Yesus menyatakan kebenaran
itu dengan mengajak orang-orang yang ingin mengetes Dia untuk berpikir tentang apa
yang mereka pahami dan bahkan Yesus mengajukan pertanyaan kepada mereka. Meskipun
sulit, Yesus selalu berusaha menyatakan kebenaran kepada mereka. Yesus juga tidak ragu
mengkritik pehamahaman yang salah dari orang-orang itu, Yesus berani menanggung
apapun yang akan menjadi konsekuensinya asalkan kebenaran yang Yesus pegang dapat
disampaikan. Untuk mengajarkan kebenaran-kebenaran itu, Yesus juga seringkali
menggunakan tantangan dan peratanyaan. Yesus tau apa yang Ia percayai dan Ia
memegang kebenaran itu dengan teguh tetapi tetap menyampaikan kebenaran itu dengan
kasih.
Dalam mengajar, tidak semua pendengar atau murid siap dengan apa yang pengajar
akan sampaikan. Untuk itu, pengajar perlu mempersiapkan pendengar agar siap dengan
mengajar secara kontekstual. Sehingga pendengar memiliki ketertarikan untuk mengatahui
kebenaran, kerinduan untuk belajar, dan bahkan terus mencari apa yang Tuhan ingin
ajarkan. Hal itu dapat pengajar lakukan dengan motivasi, variasi, partisipasi dan juga
visualisasi.
Untuk mengajar, pengajar juga boleh menggunakan majas seperti yang Yesus
lakukan. Hal itu membuat pengajaran menjadi lebih menarik bagi murid karena terdapat
bahasa yang ilustratif dan figurative. Majas atau gaya-gaya bahasa ini juga menolong
pengajar untuk mendapat perhatian pendengar, mendorong pendengar untuk berefleksi
mengenai apa yang diajarkan, dan untuk memudahkan pendengar untuk mengingat apa
yang disampaikan. Selain majas, pengajar juga dapat mengajar dengan menggunakan
humor, teka-teki, pepatah, pengulangan, penjelasan-penjelasan yang masuk akal, contoh-
contoh yang kontras, puisi atau sekedar penjelasan sederhana yang mudah dipahami.
Cara pengajar menjelaskan atau bercerita memang akan memengaruhi ketertarikan
murid kepada pengajaran. Tetapi dalam mengajar, pengajar juga dapat memberikan
pertanyaan-pertanyaan kepada murid sehingga murid menjadi lebih tertarik ke dalam
pengajaran. Pertanyaan juga membuat murid berpikir dan bahkan menolong kita sebagai
pengajar untuk memahami apa yang murid kita pahami. Jawaban-jawaban murid akan
menolong murid untuk mengekspresikan pendapat mereka dan menolong kita untuk
mengklarifikasi pehamahaman murid yang tidak tepat. Selain memberi pertanyaan, sebagai
pengajar kita juga harus memberikan ruang kepada murid untuk bertanya. Pertanyaan dari
murid akan mendorong pengajar untuk berkembang. Pertanyaan dari murid akan sangat
beragam dan dapat diantisipasi dengan menyiapkan pertanyaan-pertanyaan yang mungkin
murid tanyakan saat mengajar. Sebagai pengajar kita harus merespon setiap pertanyaan
yang diberikan murid dengan tepat dan tentu kita juga harus menunjukkan perhatian kita
kepada pertanyaan murid bahkan jika pertanyaan yang diajukan tidak relevan atau
terkesan menantang.
Hal terbaik yang dapat dilakukan dalam mengajar adalah mengajar dengan
bercerita. Hal itu akan menolong pengajar untuk membuat murid lebih mudah memahami
dan menghidupi pengajaran. Dalam bercerita, kita perlu memikirkan juga cerita yang
relevan dan bermakna sesuai dengan pengajaran kita. Cerita adalah cara yang efektif
karena semua orang menyukai cerita. Hal itu karena cerita dikemas dengan sederhana dan
realistis namun membawa prinsip sehingga mudah diingat dan gampang dicerna dan
dipahami.
Dari semua kualitas-kualitas yang Yesus ajarkan, saya mencoba melihat kepada diri
saya Ketika mengajar ataupun melayani. Selain itu, saya juga mencoba untuk bertanya
kepada beberapa teman mengenai kualitas apa yang suda saya miliki. Dari hal itu saya
merasa kualitas-kualitas yang saat ada di dalam diri saya adalah penguasaan, kerendahan
hati, konsistensi, spontanitas, kejelasan, urgen, keberagaman, empati, sensitivitas, dan
keterkaitan.
Kualitas lain seperti kematangan, kepastian, kuantitas, dan kedekatan mungkin ada
dalam diri saya dan sesekali nampak. Namun saya merasa kualitas-kualitas tersebut belum
saya hidup dengan baik. Setelah membaca buku ini, saya menyadari betapa pentingnya
setiap kualitas itu untuk saya hidupi dengan utuh sebagai pengajar. Untuk itu, jika
pertanyaannya adalah kualitas apa yang akan saya kembangkan adalah semua kualitas
seperti yang sudah Yesus teladankan sebagai pengajar. Kualitas-kualitas yang sudah ada
dalam diri saya akan semakin saya kembangkan sehingga itu bukan hanya nampak pada
saat tertentu tetapi juga dapat terus terlihat di dalam kehidupan saya. Demikian juga
dengan kualitas yang belum berkembang dengan baik, saya akan terus berlatih dan terus
berusaha untuk menghidupi kualitas-kualitas tersebut. Saya akan dengan tekun dan
konsisten melakukannya dan menghidupinya.
Dalam mengajar, saya sudah pernah mengajar dengan bercerita khususnya kepada
anak-anak sekolah minggu. Selain itu, saya sudah pernah mencoba untuk menciptakan
ruang kelas yang terbuka sehingga dalam cell group yang saya pimpin ataupun dalam kelas
sekolah minggu yang saya ajar, anggota atau murid dapat bertanya tentang apa yang saya
ajarkan atau jelaskan. Saya juga suka mengajukan pertanyaan saat saya memimpin cell
group karena hal itu sangat menolong saya mengetahui apa yang anggota saya pahami
tentang apa yang sedang kami diskusikan saat itu. Hal lain yang juga sering saya lakukan
dan bahkan suka saya gunakan adalah menggunakan games dalam mengajar, namun dari
hal itu saya menyadari bahwa tidak semua orang atau anak menyukai games.
Dalam mengajar saya masih jarang sekali menggunakan gaya bercerita yang
beragam sehingga saya merasa saya perlu mengembangkannya terutama untuk bernarasi
sepanjang pengajaran, bagaimana menggunakan humor dalam mengajar dan juga saya
akan mencoba berlatih lebih banyak dalam menyusun kalimat-kalimat dalam mengajar
sehingga bisa memadukan majas tertentu. Hal itu yang masih ingin saya pelajari dan
kembangkan sehingga saya dapat mengajar dengan lebih baik lagi.

Anda mungkin juga menyukai