Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Spasial Vol 6. No.

1, 2019
ISSN 2442-3262
ANALISIS SEBARAN SEKTOR INFORMAL
DI KOTA MANADO

Fretty Aigawati Sianturi1, Michael M. Rengkung2 & Ricky S. M. Lakat3


1
Mahasiswa S1 Program Studi Perencanaan Wilayah & Kota Universitas Sam Ratulangi
2&3
Staf Pengajar Prodi S1 Perencanaan Wilayah & Kota, Jurusan Arsitektur, Universitas Sam Ratulangi

E-mail: frettyaiga_sianturi@yahoo.com

Abstrak
Pedagang kaki lima merupakan suatu aktivitas ekonomi yang memiliki problematik pada beberapa perkotaan
khususnya di Kota Manado. Dilihat berdasarkan data, bahwa sebanyak 4.046 Pedagang Kaki Lima tersebar dan
telah melakukan aktivitas berdagang di Kota Manado. Hal ini terjadi secara cepat dan tidak teratur serta tidak
diimbangi dengan aturan yang jelas. Sehingga PKL yang ada, tidak terkendali karena penyebarannya kemana-mana.
Dari lima lokasi yang diteliti (berdasarkan pusat-pusat pelayanan kota) yakni Taman Kesatuan Bangsa, Pasar
Pinasungkulan, Central Business District, Kampus UNSRAT, RS. Advent, dijumpai PKL dengan jenis dagangan,
hingga pola sebaran PKL yang berbeda-beda. Berdasarkan latar belakang, maka masalah yang ingin dijawab dalam
penelitian ini yaitu bagaimana pola sebaran pedagang kaki lima, apa yang menjadi penyebab terbentuknya sebaran
PKL, dan berapa besar pengaruh faktor-faktor yang ditemukan hingga terjadi sebaran PKL di Kota Manado. Tujuan
dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pola sebaran pedagang kaki lima, untuk mengidentifikasi faktor penyebab
terbentuknya sebaran, dan untuk mengetahui berapa besar pengaruh faktor-faktor yang diidentifikasi pada lima
lokasi penelitian berdasarkan pusat-pusat pelayanan kota di Kota Manado. Penelitian dilakukan menggunakan
metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pengambilan sampel berdasarkan jenis non-probability sampling
yaitu purposive sampling dengan sampel sebanyak 100 responden dan termasuk dalam kategori street vendor.
Metode analisis data yang digunakan ada dua yaitu analisis spasial (SIG) dan analisis likert. Dari penelitian yang
telah dilakukan, diperoleh hasil berupa pola sebaran pedagang kaki lima di lima lokasi yakni pola sebaran
memanjang, mengelompok, dan acak. Faktor penyebab yang mempengaruhi sebaran PKL ada tiga yakni faktor
aksesibilitas sebesar 2268, faktor aglomerasi sebesar 1888, dan faktor jarak sebesar 872. Kemudian besaran dari
masing-masing faktor telah diukur dan memperoleh faktor dominan pada lokasi penelitian beserta persentase tiap
faktor yang diidentifikasi.

Kata Kunci: Pedagang Kaki Lima, Pola Sebaran

PENDAHULUAN kepada lapangan pekerjaan yang terbatas untuk


Banyaknya manusia dengan segala diakses. Demi keluarnya penduduk dari garis
aktivitas dan jaringan yang terkoneksi, kemiskinan, alternatif yang menjadi pilihan
menimbulkan daya tarik yang menjanjikan di tercepat dan mudah adalah menjadi pekerja di
perkotaan seperti aktivitas dengan pelayanan sektor informal.
berupa jasa, industri, dan perdagangan dengan Salah satu usaha yang bergerak dalam
pendapatan tinggi bagi para pendatang dari luar sektor informal adalah Pedagang Kaki Lima
kota. Sebagai akibat dari tekanan kondisi (PKL). Pedagang kaki lima adalah usaha kecil
kehidupan di pedesaan seperti ketimpangan pola dengan penghasilan yang rendah dan modal
kepemilikan lahan hingga kegiatan sektor terbatas (Breman, 1988 dalam Tri Putra, 2014).
pertanian yang tidak mampu lagi merekrut Pedagang kaki lima merupakan suatu aktivitas
angkatan kerja baru, maka angkatan kerja yang ekonomi yang memiliki problematik pada
ada lalu melakukan “perpindahan” ke kota beberapa perkotaan. Karakteristik khusus yang
dengan harapan mendapatkan pekerjaan dari dimiliki PKL yakni berlokasi di tempat-tempat
sektor industri di perkotaan (Kuat, 2017). keramaian seperti di pasar atau pusat pertokoan,
Dengan diikuti peningkatan jumlah penduduk pusat permukiman, menempel pada pusat
setiap tahun, tentu akan timbul masalah baru aktivitas formal, dan simpul-simpul transportasi
terkait pemenuhan kebutuhan hidup sampai (McGee dan Yeung, 1977). Beberapa tempat

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 159


Jurnal Spasial Vol 6. No. 1, 2019
ISSN 2442-3262
strategis yang mudah dijangkau dan ramai terhadap keberadaan berbagai macam
dilalui orang banyak menjadi sasaran tepat bagi usaha/kegiatan lain, baik ekonomi maupun
PKL untuk berdagang khususnya kawasan sosial (Tarigan, 2006: 77).
perdagangan, area wisata, perkantoran, Menurut Heizer dan Render (2015), lokasi
permukiman, fasilitas umum seperti rumah sakit, adalah pendorong biaya dan pendapatan.
sekolah, dan terminal. Pemilihan lokasi yang menjadi tempat usaha
Di satu sisi, melihat keuntungan adanya merupakan penentu banyak atau sedikitnya
PKL pada suatu lokasi, dapat berkontribusi pendapatan dan biaya yang dikeluarkan serta
dalam peningkatan pendapatan bagi ekonomi tingkat kerumitan bahan baku yang didapatkan
daerah tempat PKL berdagang dan bisa menjadi untuk produk suatu usaha.
satu sektor dengan pemasukan cukup tinggi bagi
suatu daerah. Di sisi lain, anggapan bahwa PKL Definisi Sektor Informal
akan membawa image buruk bagi citra kota juga Sektor informal merupakan kegiatan untuk
tidak lepas dari kehadiran PKL yang tersebar di memproduksi barang legal namun tidak sesuai
beberapa titik atau di sekitar kawasan fungsional dengan aturan pemerintah setempat, akibatnya
perkotaan. Kehadiran PKL justru meresahkan terkesan ilegal (Jane Ihrig, 2004).
dan dianggap tidak layak karena keberadaannya Menurut Munkner dan Walter (2001)
yang tidak teratur, terkesan liar karena berjualan sektor informal meliputi semua usaha komersial
di sembarang tempat seperti trotoar, sempadan dan non-komersial, yang tidak memiliki struktur
jalan, dan tempat parkir. formal dalam organisasi dan operasinya, tidak
Keberadaan PKL khususnya di Kota terdaftar, tidak membayar pajak, dan tidak
Manado juga menjadi perdebatan. Dilihat mengikuti peraturan yang berlaku (dalam
berdasarkan data, bahwa sebanyak 4.046 Suradi, 2011).
Pedagang Kaki Lima tersebar dan telah
melakukan aktivitas berdagang di Kota Manado Definisi Pedagang Kaki Lima
(Sundalangi, 2009). Hal ini terjadi secara cepat Pedagang kaki lima merupakan salah satu
dan tidak teratur serta tidak diimbangi dengan bentuk aktivitas perdagangan sektor informal
aturan yang jelas. Sehingga PKL yang ada, tidak (Dorodjatun Kuntjoro Djakti, 1986 dalam Budi,
terkendali karena penyebarannya kemana-mana. 2006).
Berdasarkan fenomena terkait Pedagang Pedagang Kaki Lima menurut Badan
Kaki Lima diatas, maka perlu ada kajian tentang Pusat Statistik (BPS, 2003) ialah suatu usaha
Analisis Sebaran Sektor Informal di Kota yang menjadi bagian dari kegiatan sektor
Manado. Diperlukan kebijakan baru terkait informal yang mempunyai sifat “menghadang”
keberadaan PKL di Kota Manado dengan konsumen dengan prasarana terbatas dan
memperhatikan karakteristik di masing-masing beroperasi pada beberapa fasilitas umum
lokasi penelitian yang diarahkan sesuai dengan perkotaan yang peruntukannya bukan sebagai
faktor dominan yang telah diidentifikasi pada tempat usaha, kecuali ada lokasi resmi.
lima lokasi penelitian di Kota Manado. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian susunan W.J.S Poerwadarminta (1990), istilah
ini yaitu untuk mengetahui pola sebaran kaki lima adalah lantai yang diberi atap sebagai
pedagang kaki lima, mengidentifikasi faktor penghubung rumah dengan rumah, arti yang
penyebab, dan mengetahui besaran dari faktor kedua adalah lantai (tangga) dimuka pintu atau
yang mempengaruhi. di tepi jalan.
Menurut McGee dan Yeung (1977: 25),
LANDASAN TEORI PKL mempunyai pengertian yang sama dengan
Definisi Teori Lokasi ”hawkers”, yang didefinisikan sebagai orang-
Teori lokasi merupakan ilmu yang orang yang menjajakan barang dan jasa untuk
menyelidiki tata ruang (spatial order) kegiatan dijual di tempat yang merupakan ruang untuk
ekonomi, atau ilmu yang menyelidiki alokasi kepentingan umum, terutama di pinggir jalan
geografis dari sumber-sumber yang potensial dan trotoar.
serta hubungannya dengan atau pengaruhnya Istilah pedagang kaki lima pertama kali

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 160


Jurnal Spasial Vol 6. No. 1, 2019
ISSN 2442-3262
dikenal pada zaman Hindu Belanda, tepatnya dapur, bunga;
pada saat Gubernur Jenderal Standford Raffles 3. PKL Makanan: gorengan, masakan, jajan
berkuasa. Ia mengeluarkan peraturan yang pasar;
mengharuskan pedagang informal membuat 4. PKL Jasa: servis jam, emas, sol sepatu;
jarak sejauh lima kaki atau sekitar 1,2 meter dari 5. PKL Aksesoris: stiker, poster, pita jepit
bangunan formal di pusat kota (Andi Z. rambut, sepatu, kaos kaki, sandal, tas,
Anggeriani, 2016). Hal semacam ini diterapkan kacamata;
agar jalur pejalan kaki tidak terganggu meski 6. PKL elektronik: kipas angin, setrika,
ada pedagang yang berjualan. Sehingga jarak VCD-tape;
antara bangunan formal di pusat kota dengan 7. PKL kebutuhan rumah tangga: baju, alat
pedagang yang terlampau lima kaki inilah yang dapur, mainan anak.
dikenal dengan sebutan “kaki lima” dan para
pedagang yang berjualan di tempat itu disebut Pola Sebaran Pedagang Kaki Lima
sebagai “pedagang kaki lima”. Pola sebaran aktivitas PKL menurut
McGee dan Yeung (1977: 36) adalah sebagai
Karakteristik Pedagang Kaki Lima Menurut berikut:
Sifat Pelayanan 1. Pola penyebaran memanjang (linier
Atas dasar sifat pelayanan PKL (McGee concentration)
dan Yeung, 1977: 82-83), maka kegiatan PKL
dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian yang
diuraikan sebagai berikut:
1. Pedagang Menetap (static hawkers
units);
2. Pedagang semi menetap (semistatic
hawkers units); Gambar 2.3 Pola Penyebaran Memanjang (Linear)
3. Pedagang keliling (mobile hawkers Sumber: McGee dan Yeung, 1977: 37.

units).
2. Pola penyebaran mengelompok (focus
aglomeration)
Sarana Kegiatan Berdagang PKL
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Mc. Gee dan Yeung (1977: 82-
83), di kota-kota Asia Tenggara, diketahui
bahwa pada umumnya bentuk sarana
perdagangan PKL sangat sederhana dan
biasanya mudah untuk dipindahkan atau dibawa
dari satu tempat ke tempat lain serta dipengaruhi
oleh jenis dagangan yang dijual yang tertera
seperti penjelasan berikut: Gambar 2.4 Pola Penyebaran Mengelompok (Focus Aglomeration)
1. Gerobak/Kereta Dorong; Sumber: McGee dan Yeung, 1977: 37.
2. Pikulan/Keranjang;
3. Warung semi permanen; METODE PENELITIAN
4. Kios; Pendekatan Penelitian
5. Gelaran/Alas. Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan
Jenis Komoditi Dagangan PKL kualitatif. Pengambilan sampel (Sugiyono, 2016:
Kategorisasi PKL berdasarkan apa yang 217) diangkat berdasarkan jenis non-probability
dijual oleh PKL, yang dibagi menjadi: sampling (non-random sample), yaitu purposive
1. PKL Kelontong: snack, rokok, koran- sampling. PKL dalam penelitian ini termasuk
majalah; dalam kategori street vendor yaitu perdagangan
2. PKL Pasar: sayur, buah, daging, bumbu informal yang telah memiliki lapak dan relatif

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 161


Jurnal Spasial Vol 6. No. 1, 2019
ISSN 2442-3262
menetap dan sampel untuk responden sebanyak Dokumentasi adalah teknik pengumpulan
100 pedagang. data dengan melakukan survei atau turun
secara langsung ke lokasi penelitian.
Metode Analisis Data Sama seperti observasi, namun dalam
Dalam penelitian ini, teknik analisis data pengambilan data, dokumentasi
dilakukan secara spasial serta melakukan dilakukan untuk mengumpulkan bukti-
perhitungan menggunakan analisis skala likert. bukti hasil survei lapangan berupa
Analisis spasial digunakan untuk melihat foto/gambar, tabel maupun diagram yang
sebaran pedagang kaki lima yang diteliti nantinya memperkuat data penelitian.
berdasarkan variabel terkait dan tampilan hasil
akhir berupa peta. Serta mendapat hasil Gambaran Umum Lokasi Penelitian
perhitungan dari besaran faktor yang diteliti
dengan analisis likert. Dalam menganalisis, ada
beberapa tahapan yang dilakukan sebagai
berikut:
1) Tahap pengumpulan data berupa hasil
kuisioner dan hasil survei lapangan
lainnya (data foto, angket);
2) Tahap menetapkan dan menentukan titik
sebaran pedagang kaki lima yg
ditentukan berdasarkan Pusat Pelayanan Gambar 4.1 Peta Administrasi Kota Manado
Sumber: RTRW Kota Manado 2010-2030
Kota pada masing-masing kec. di Kota
Manado melalui peta citra; Kota Manado terletak di antara 1º 30’ - 1º
3) Tahap analisis (analisis spasial) pola 40’ Lintang utara dan 124º 40’ - 126º 50’ Bujur
sebaran pedagang kaki lima; Timur. Untuk batasan Kota Manado, di sebelah
4) Tahap analisis (menggunakan analisis Utara berbatasan dengan Kecamatan Wori (Kab.
likert) faktor penyebab dan besaran Minahasa utara) dan Teluk Manado. Sebelah
(berupa angka) yang diperoleh dari hasil Timur berbatasan dengan Kecamatan Dimembe
perhitungan kuisioner. (Kab. Minahasa Utara) dan Kecamatan Pineleng
(Kab. Minahasa). Bergeser kesebelah Selatan,
Teknik Pengumpulan Data Kota Manado berbatasan dengan Kecamatan
Teknik pengumpulan data yang digunakan Pineleng (Kab. Minahasa). Dan terakhir
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: disebelah Utara, berbatasan dengan Teluk
1. Observasi Manado/Laut Sulawesi (RTRW Kota Manado
Observasi yaitu peninjauan secara cermat 2010-2030).
atau mengamati dengan teliti keadaan
secara langsung, apa yang terjadi
sehingga diharapkan memberi gambaran HASIL DAN PEMBAHASAN
nyata mengenai masalah yang diteliti. Analisis Pola Sebaran
2. Kuisioner Sebelum menganalisis pola sebaran pada
Kuisioner adalah kumpulan dari beberapa masing-masing lokasi, terlebih dahulu dibuat
atau banyak pertanyaan tertulis pada model analisis mengenai pola sebaran untuk
selembar atau lebih lembar kertas yang memahami alur pembuatan serta penyusunan
ditujukan bagi sampel yang telah analisis dalam pembahasan yang tergambar
ditentukan. Teknik ini dimaksudkan sebagai berikut:
untuk memperoleh informasi pribadi
ataupun pendapat masing-masing
responden (sampel) dengan lebih mudah
dan cepat dalam mengumpulkan data
yang banyak.
3. Dokumentasi

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 162


Jurnal Spasial Vol 6. No. 1, 2019
ISSN 2442-3262
Setelah dibuat model analisisnya, berikut Pola Sebaran III: Kecamatan Sario
akan diuraikan satu per satu lokasi penelitian Berdasarkan output, diperoleh Pola
yang menjadi tempat pengambilan sampel Sebaran Pedagang Kaki Lima yang diidentifikasi
menurut kondisi eksisting, hasil observasi di Kawasan CBD Kecamatan Sario ialah pola
lapangan berupa gambar/foto, kemudian uraian sebaran memanjang dan dapat dijumpai pada
analisis berdasarkan kajian teori, dan output sepanjang Jalan Piere Tendean.
yang diperoleh dari hasil analisis.

Pola Sebaran I: Kecamatan Wenang


Berdasarkan output, diperoleh Pola
Sebaran Pedagang Kaki Lima yang diidentifikasi
di Taman Kesatuan Bangsa Kecamatan Wenang
lebih menjurus pada pola sebaran memanjang
atau mengikuti pola jaringan jalan, dapat
dijumpai pada Jalan Walanda Maramis, dan
Gambar 4.5 Overlay Lokasi Penelitian (Kawasan CBD)
Jalan Dotulolong Lasut Sumber: Penulis, 2018

Pola Sebaran IV: Kecamatan Wanea


Berdasarkan output, diperoleh Pola
Sebaran Pedagang Kaki Lima yang diidentifikasi
di Rumah Sakit Advent Kecamatan Wanea ialah
pola sebaran memanjang dan dapat dijumpai
pada Jalan Tololiu Supit hingga ke Jalan 14
Februari.

Gambar 4.3 Overlay Lokasi Penelitian (TKB)


Sumber: Penulis, 2018

Pola Sebaran II: Kecamatan Wanea


Berdasarkan output, diperoleh Pola
Sebaran Pedagang Kaki Lima yang diidentifikasi Gambar 4.6 Overlay Lokasi Penelitian (RS. Advent)
Sumber: Penulis, 2018
di Pasar Pinasungkulan Kecamatan Wanea lebih
menjurus pada pola sebaran mengelompok, Pola Sebaran V: Kecamatan Malalayang
dapat dijumpai pada Jalan Arnold Mononutu dan Berdasarkan output, diperoleh Pola
di dekat Jalan Toulour. Sebaran Pedagang Kaki Lima yang diidentifikasi
di Kampus UNSRAT Kecamatan Malalayang
ialah pola sebaran acak dan tersebar mulai dari
Jalan Maluku, jalan kampus selatan (pertanian),
jalan kampus barat (perikanan dan fak. hukum),
dan jalan kampus (IKIP bawah).

Gambar 4.4 Overlay Lokasi Penelitian (Pasar Pinasungkulan)


Sumber: Penulis, 2018

Gambar 4.4 Overlay Lokasi Penelitian (Pasar Pinasungkulan)


Sumber: Penulis, 2018

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 163


Jurnal Spasial Vol 6. No. 1, 2019
ISSN 2442-3262
Analisis Faktor Penyebab Faktor Aksesibilitas
Pada pembahasan ini, dalam Jadi kesimpulan sementara dari diagram
mengidentifikasi faktor yang menjadi penyebab sebelumnya, bahwa lokasi yang paling
terbentuknya sebaran pedagang kaki lima, maka dipengaruhi oleh faktor aksesibilitas berdasarkan
dibuatlah sebuah bagan yang dapat memberikan aspek kemudahannya terletak pada Kawasan B
penjelasan lebih detail bagaimana sebuah faktor on B, Sario (CBD). Dan lokasi yang paling
dalam penelitian diperoleh. Untuk alasan dari dipengaruhi oleh faktor aksesibilitas berdasarkan
penurunan faktor, karena ketiga variabel adalah aspek kebebasannya terletak di Taman Kesatuan
variabel independent yang dengan kata lain bisa Bangsa, Wenang.
disebut sebagai peubah bebas (variabel bebas),
faktor, predictor, dsb. Inilah yang menjadikan
variabel diturunkan sebagai faktor juga
(smartstat.wordpress.com/2010).

Gambar 4.18 Diagram Nilai Rata-Rata Aspek Kemudahan Dan Aspek


Kebebasan
Gambar 4.9 Bagan Identifikasi Faktor Sumber: Olah Data Penulis 2019
Sumber: Penulis, 2019
Faktor Aglomerasi
Menentukan Faktor Dominan Jadi kesimpulan sementara dari diagram
Berdasarkan data hasil perolehan di sebelumnya, bahwa lokasi yang paling
lapangan, berupa data angket yang melibatkan dipengaruhi oleh faktor aglomerasi berdasarkan
100 responden pada lima lokasi (pusat aspek biaya terletak di Pasar Pinasungkulan,
pelayanan kota) berbeda di Kota Manado, Wanea. Dan lokasi yang paling dipengaruhi oleh
didapati sebuah angka yang selanjutnya faktor aglomerasi berdasarkan aspek
diakumulasi dalam satu tabel. Dari 16 kelarisannya terletak di Central Business District
pertanyaan yang diberikan, masing-masing (B on B), Sario.
memperoleh nilai yang berbeda sehingga untuk
menentukan faktor penyebab pada lokasi
penelitian, digunakan nilai rata-rata sebagai
patokan dalam menentukan faktor penyebab apa
yang paling dominan pada ke-lima lokasi
penelitian yang dimaksud. Untuk
mengidentifikasi faktor apa yang paling
berpengaruh pada ke-lima lokasi penelitian,
terlebih dahulu dijabarkan hasil kuisioner yang
telah dirata-ratakan.
Gambar 4.27 Diagram Nilai Rata-Rata Aspek Biaya Dan Aspek Kelarisan
Tabel 4.6 Nilai Rata-Rata Hasil Kuisioner Sumber: Olah Data Penulis 2018

Faktor Jarak
Jadi kesimpulan sementara dari diagram
sebelumnya, bahwa lokasi yang paling
dipengaruhi oleh faktor jarak berdasarkan aspek
jarak terletak di Kampus UNSRAT, Malalayang

Sumber: Penulis, 2018

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 164


Jurnal Spasial Vol 6. No. 1, 2019
ISSN 2442-3262
Dari rating scale dan tabel, maka nilai
1888 termasuk ke dalam kategori interval
“cukup dominan dan dominan”. Namun nilai
dari Faktor Aglomerasi pada kelima lokasi
dengan melibatkan 100 responden diatas, lebih
mendekati “cukup dominan” untuk menjadi
faktor penyebab sebaran PKL di Kota Manado.

Gambar 4.29 Diagram Nilai Rata-Rata Aspek Jarak


Sumber: Olah Data Penulis 2018

Besaran Faktor yang Mempengaruhi


Untuk mencari dan mengetahui berapa
Dari rating scale dan tabel, maka nilai 872
jumlah pasti dari besar pengaruh faktor-faktor
termasuk ke dalam kategori interval “tidak
yang mempengaruhi sebaran pedagang kaki lima
dominan dan cukup dominan”. Namun nilai dari
di Kota Manado, maka digunakan Analisis Skala
Faktor Jarak pada kelima lokasi dengan
Likert.
melibatkan 100 responden diatas, lebih
Dalam merumuskan dan menghitung
mendekati “cukup dominan” untuk menjadi
besaran untuk menafsirkan hasil kesimpulan
faktor penyebab sebaran PKL di Kota Manado.
sementara pada pembahasan sebelumnya, ada
beberapa langkah yang dilakukan dalam
perhitungan menggunkan skala likert. Yang Persentase Jawaban Faktor Aksesibilitas,
perama yaitu penentuan skor jawaban, kedua Aglomerasi, dan Jarak
ialah menentukan skor ideal (kriterium), ketiga Untuk persentase jawaban pada ketiga
ialah rating scale, dan terakhir ialah persentase faktor telah dihitung menggunakan rumus dan
dari jawaban hasil akhir. berikut hasilnya:
1. Faktor Aksesibilitas memiliki pengaruh
Rating Scale Faktor Aksesibilitas, sebesar 68% dari 100%;
Aglomerasi, dan Jarak 2. Faktor Aglomerasi memiliki pengaruh
sebesar 62% dari 100%;
3. Faktor Jarak memiliki pengaruh sebesar
58% dari 100%.

KESIMPULAN
Dari rating scale dan tabel, maka nilai Berdasarkan hasil dan pembahasan
2268 termasuk ke dalam kategori interval mengenai analisis pola sebaran, faktor penyebab
“cukup dominan dan dominan”. Namun nilai dan besarannya terhadap pedagang kaki lima di
dari Faktor Aksesibilitas pada kelima lokasi kota manado, ada tiga poin yang akan dijawab
dengan melibatkan 100 responden diatas, lebih serta disimpulkan berdasarkan hasil yang telah
mendekati “cukup dominan” untuk menjadi didapat pada pembahasan bab sebelumnya.
faktor penyebab sebaran PKL di Kota Manado.
1. Menyimpulkan mengenai pola sebaran
PKL di lima lokasi berbeda yang dipilih
berdasarkan pusat pelayanan kota di
Manado.
 Pada lokasi Kampus UNSRAT:
diidentifikasi dan ditemukan bahwa
pola sebaran PKL memiliki pola acak;

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 165


Jurnal Spasial Vol 6. No. 1, 2019
ISSN 2442-3262
 Pada lokasi Pasar Pinasungkulan: Sangat diharapkan partisipasi dan
teridentifikasi memiliki pola sebaran apresiasi pemerintah bagi para PKL dalam
mengelompok.; melakukan aktivitas berdagang. Partisipasi
 Pada lokasi CBD, RS. Advent, dan seperti penyediaan tempat yang legal dan bebas
TKB: teridentifikasi memiliki pola larangan yang sifatnya mengikat merupakan
sebaran memanjang. salah satunya. Mengenai lokasi yang cocok dan
2. Faktor penyebab terjadinya sebaran PKL: efektif untuk berdagang, kiranya menjadi
 Ada tiga faktor yang menjadi faktor perhatian khusus bagi pemerintah. Penyediaan
penyebab dalam penelitian ini yakni, tempat khusus, atau spot-spot tertentu ditinjau
faktor aksesibilitas, faktor berdasarkan hasil penelitian terkait faktor
aglomerasi, dan faktor jarak. Ketiga dominan yang ada pada masing-masing lokasi
faktor inilah yang disebut dengan penelitian. Hal tersebut bisa menjadi acuan
faktor penyebab terjadinya sebaran. pemerintah dalam mengembangkan suatu zona
 Selanjutnya, faktor yang paling khusus Pedagang Kaki Lima dengan menata
dominan dari ketiga faktor kembali PKL dan digabungkan dalam suatu
berdasarkan nilai rata-rata adalah: zona khusus PKL. Pemilihan zona yang tepat
- Faktor Aglomerasi yaitu aspek harus memperhatikan faktor dominan yang
kelarisan dengan nilai 85.66 sesuai pada masing-masing lokasi dan pemilihan
(CBD). zona masih dalam lingkup pusat pelayanan kota
3. Besarnya nilai faktor yang menjadi itu sendiri tanpa harus merelokasi PKL ke
pengaruh sebaran PKL di Kota Manado tempat yang tidak sesuai dan tidak diterima oleh
telah diukur sehingga menghasilkan angka PKL.
persentase sebagai berikut:
 Berdasarkan data yang telah dianalisis DAFTAR PUSTAKA
pada tiga fakor (Akssibilitas,
Aglomrasi, Jarak): Abdurasyad, Aushaf F., 2014. Pengertian, Ciri-
- Faktor Aksesibilitas Ciri dan Contoh Sektor Usaha Informal.
memperoleh nilai jawaban Tersedia di:
sebesar 2268 dan nilai cenderung http://learnanything.teknotd.com/. Diakses
ke “cukup dominan” untuk pada tanggal 25 April 2018, pukul 20.03.
menjadi faktor penyebab sebaran Ameriani, Aisyah. 2006. Analisis Karakteristik
PKL di Kota Manado; Pemulung, Karakteristik Kerja,
- Faktor Aglomerasi memperoleh Hubungan Sosial, dan Kesejahteraan
nilai jawaban sebesar 1888 dan Pemulung (Kasus Pemukiman Pemulung
nilai cenderung ke “cukup di Desa Kedaung, Kecamatan Pamulang,
dominan” untuk menjadi faktor Kabupaten Tangerang, Propinsi Banten).
penyebab sebaran PKL di Kota [Skripsi]. Institute Pertanian Bogor.
Manado; Anggeriani, Andi Zohra. 2016. Kawasan
- Faktor Jarak memperoleh nilai Pedagang Kaki Lima di Makassar (Studi
jawaban sebesar 872 dan nilai Kasus Jl. Nikel Raya). Thesis: Universitas
cenderung ke “cukup dominan” Islam Negeri Alauddin Makassar.
untuk menjadi faktor penyebab Diunduh pada tanggal 25 November 2017.
sebaran PKL di Kota Manado. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2003. Usaha Kaki
 Faktor Aksesibilitas memiliki Lima. (internet). Tersedia di:
pengaruh sebesar 68% dari 100%; http://www.bps.go.id/. Diakses pada
 Faktor Aglomerasi memiliki tanggal 25 April 2018, pukul 22.21.
pengaruh sebesar 62% dari 100%; Djakti, Dorodjatun Kuntjoro. 1986. Kemiskinan
 Faktor Jarak memiliki pengaruh di Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor
sebesar 58% dari 100%. Indonesia.
SARAN

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 166


Jurnal Spasial Vol 6. No. 1, 2019
ISSN 2442-3262
Djojodipuro, Marsudi. 1992. Teori Lokasi. Lauren A. Benton, (eds.), The Informal
Jakarta: Lembaga Penerbitan FE-UI. Economy: studies in advanced and less
Handayani U. N., Dewi, dkk. 2005. developed countries. Baltimore: The John
Pemanfaatan Analisis Spasial Untuk Hopkins University Press.
Pengolahan Data Spasial Sistem Sundalangi, Frankie. 2009. Penanggulangan
Informasi Geografis (Studi Kasus: Masalah Pedagang Kaki Lima di Kota
Kabupaten Pemalang). Semarang: Manado Pada Perspektif PKL. Manado.
Universitas Stikubank. Suradi. 2011. Peranan Sektor Informal Dalam
Heizer, J. & Render, B. 2015. Operation Penanggulangan Kemiskinan.
Management. Jakarta: Salemba Empat. Rustiadi, Ernan, Saefulhakim, Sunsun, Panuju,
Ihrig, Jane and Karine S. Moe. 2004. Lurking In Dyah R. 2017. Perencanaan dan
The Shadows: The Informal Sector And Pengembangan Wilayah. Jakarta:
Government Policy. Journal of Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Development Economics 73.2. hal. 541- Tarigan, R. 2006. Perencanaan Pembangunan
557. Wilayah. Edisi Revisi. Penerbit: PT. Bumi
Johnson B, & Christensen L. 2011. Educational Aksara.
Research. New Delhi. Sage Publications, Tri Putra A., Anwar. 2014. Tinjauan Sosiologi
Inc. Hukum terhadap Pedagang Kaki Lima
Kartono, dkk. 1980. Pedagang Kaki Lima. yang Menutup Trotoar bagi Pejalan Kaki
Bandung: Universitas Katholik (Studi Kasus Kota Makassar). Makassar:
Parahyangan. [Skripsi] Fakultas Hukum Universitas
Kuat, Frans Wilson. 2017. Disertasi: Partisipasi Hasanuddin. Hal. 26.
Publik dan Harmoni Sosial: Studi Kasus Tuman. 2001. Overview Of GIS. Diakses di:
Perumusan Peraturan Daerah Nomor 2 http://www.gisdevelopment.net/tutorials/t
Tahun 2003 tentang Penataan Pedagang uman006.htm
Kaki Lima Kota Salatiga. Tersedia di: Vincentia, Reni. 2008. Faktor-Faktor Yang
http://repository.uksw.edu/. Diaksese pada Mempengruhi Hubungan Aktivitas
tanggal 02 Juni 2018. Formal dan Aktivitas Informal di Ruang
Maarisit, Yonesius. 2014. Disertasi: Jalan Jenderal Sudirman, Salatiga (Batas
Implementasi Kebijakan Relokasi Tugu Taman Sari-Jalan A. Yani,
Pedagang Kaki Lima di Kota Manado. Salatiga). Yogyakarta: Mahasiswa S2
Tersedia di: https://ejournal.unsrat.ac.id/.
UGM.
Diakses pada tanggal 08 Juni 2018.
Wirosardjono S. 1985. Pengertian dan Masalah
Manning C. dan Effendi T. N. 1985. Urbanisasi,
Sektor Informal. Prisma. 3: 5-17.
Pengangguran, dan Sektor Informal di
Yazid. 2001. Pemasaran Jasa: Konsep
Kota. Jakarta: Gramedia.
Implementasi. Edisi kedua. Yogyakarta:
McGee, T. G. dan Y. M. Yeung. 1977. Hawkers
FE UI.
in Southeast Asian Cities: Planning for
The Bazaar Economy. Ottawa: Yustika, Ahmad Erani. 2000. Industrialisasi
Pinggiran. Pustaka Pelajar (Anggota
International Development Research
IKAPI): Yogyakarta, hlm. 195.
Centre.
Miles, Mike E. Et al. 1999. Real Estate
Development, Principles and Process.
Washington DC: Urban Land Institute. DAFTAR PERATURAN
Poerwadarminta, W. J. S. 1990. Kamus Besar Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 Pasal 34 Ayat (2).
Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Portes, A., and Manuel Castells. 1989. “World Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24
Undermeath: origins, dynamics, and Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara
effects of the informal economy”, in Jaminan Sosial.
Alejandro Portes; Manuel Castells and

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 167


Jurnal Spasial Vol 6. No. 1, 2019
ISSN 2442-3262

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor


125 Tahun 2012 Tentang Koordinasi Penataan
Dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan
Transmigrasi Republik Indonesia Tahun 2006
Tentang Pedoman Penyelenggaraan Program
Jaminan Sosial Tenaga Kerja Bagi Tenaga Kerja
Yang Melakukan Pekerjaan Di Luar Hubungan
Kerja.
Peraturan Daerah Kota Manado Nomor 01
Tahun 2014 Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Manado Tahun 2014-2034.

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 168

Anda mungkin juga menyukai