Anda di halaman 1dari 21

BAHASAN UTAMA

MEMAHAMI PELAKU SEKTOR INFORMAL


PERKOTAAN: PENATAAN PEDAGANG KAKI
LIMA TANPA KEKERASAN
Suci Handayani 1

Abstract

VARIOUS parties regard street vendor activities as being capable of solving eco-
nomic problems undergone by some Indonesian citizens, especially during crisis,
which is shown in rapid development of the numbers of street vendors (PKL/Peda-
gang Kaki Lima) every year. In the city of Solo, problems of PKL that have been
in existence since nine years ago can be overcome. The concept of arrangement
with participative approach pattern and without any forcefulness is proven to be
effective in solving problems of PKL. However, further efforts are needed to handle
emerging post-development problems.

Pendahuluan

T
ulisan ini sebagian besar ber- wawancara dan pengamatan lang-
sumber dari catatan harian sung, yakni dengan melibatkan diri
penulis sebagai Commnuni- (pengamatan terlibat) ke dalam
ty Organizer yang mendampingi kegiatan transaksi yang dilakukan
komunitas marjinal di Kota Solo, PKL di beberapa wilayah konsentrasi
seperti komunitas PKL sejak tahun PKL. Pengamatan terlibat dilakukan
2004. Untuk melihat dampak pe- untuk mendapatkan gambaran me-
nataan PKL yang dilakukan Peme- ngenai ketepatan, kemanfaatan, dan
rintah Kota (Pemkot) Solo, penulis kemampuan konsep penataan PKL
secara khusus ”membaur” dengan yang di lakukan oleh Pemkot Solo
komunitas PKL selama kurang dalam mengembangkan potensi PKL
lebih lima bulan (Februari–Agustus sebagai salah satu aset perekonomian
2008). Strategi dilakukan melalui di Kota Solo.

1)
Peneliti dan pendamping komunitas marjinal di Kota Solo.

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 14 NO. 1 MEI 2009 33

03_Journla-Vol.14 No.1 MEI2009.i33 33 5/20/2009 7:31:33 AM


MEMAHAMI PELAKU SEKTOR INFORMAL PERKOTAAN: PENATAAN PEDAGANG KALI LIMA TANPA KEKERASAN

Gambaran Umum Hal ini bisa dilihat dari pesatnya


Sektor Informal Kota pertumbuhan ekonomi, khususnya
Solo sektor perdagangan pasca kerusuhan
Kota Solo, atau juga dikenal Mei 1998.
sebagai Surakarta (Hadiningrat), Kemajuan yang ada juga mendorong
merupakan salah satu kota yang berkembangnya sumber daya, potensi
berada di Provinsi Jawa Tengah ekonomi seperti perdagangan, serta
dengan luas wilayah 44,04 kilometer sektor lain yang menjanjikan dan
persegi, dan dihuni oleh 512.898 jiwa. menjadikan daya tarik tersendiri
Kota Solo terdiri dari lima kecamatan bagi penduduk di enam kabupaten
(Kecamatan Laweyan, Serengan, Pasar di bekas Karesidenan Surakarta
Kliwon, Jebres, dan Banjarsari), 51 (Kabupaten Klaten, Sukoharjo,
kelurahan, 595 RW, 2.667 RT, dengan Boyolali, Karanganyar, Sragen dan
jumlah kepala keluarga (KK) sebanyak Wonogiri). Hal ini tampak dari
130.284 (BPS 2006). Sebagian besar jumlah penduduk Solo pada siang
lahan di Kota Solo digunakan sebagai hari yang konon mencapai hampir
permukiman, yakni mencapai 61,68 tiga kali lipat dibanding pada malam
persen. Sedangkan lahan untuk hari. Pada siang hari, penduduk dari
kegiatan ekonomi sekitar 20 persen enam kabupaten di Karesidenan Solo,
dari total luas lahan yang ada. menggantungkan mata pencaharian
Letak Kota Solo yang strategis, di Kota Solo dalam berbagai jenis
yaitu pada persimpangan jalur pen- pekerjaan, salah satunya di bidang
ting di darat, mampu mendorong perdagangan.
berbagai perubahan sosial yang ada. Proses perkembangan kota yang
Dinamika sosial, ekonomi, politik, cukup pesat juga bisa dilihat dari
dan budayanya, cukup kuat dan maraknya pembangunan sentra-sen-
menjadikannya salah satu kota tra perdagangan, jasa, serta industri
penting di negeri ini. Meskipun kecil dan menengah. Pendirian hotel,
berbagai gejolak kerusuhan sosial pusat perbelanjaan, bahkan aparte-
pernah terjadi, tetapi sebagian besar men, dalam beberapa tahun terakhir
masyarakat meyakini bahwa kota ini, bisa menjadi salah satu indikator
ini sangat damai untuk ditempati. pesatnya perkembangan Kota Solo2.

2)
Setidaknya dalam dua tahun belakangan ini telah berdiri pusat perbelanjaan, hotel, dan
residensi, seperti Solo Grand Mall, Solo Square dan Hotel Ibis, proses pembangunan
apartemen Solo Paragon, apartemen Solo Center Point, dan apartemen Kusuma Mulia.

34 JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 14 NO. 1 MEI 2009

03_Journla-Vol.14 No.1 MEI2009.i34 34 5/20/2009 7:31:33 AM


BAHASAN UTAMA

Seiring perkembangan tersebut, para sosial, fisik visual, lingkungan, dan


pelaku sektor informal yang beraneka pariwisata (Sidharta 2002).
ragam juga mulai bermunculan. Salah Secara umum PKL dianggap
satu komunitas sektor informal yang sebagai orang yang menjual dagang-
paling sering mendapat perhatian dari annya secara mobile atau berpin-
berbagai pihak, adalah komunitas dah-pindah dengan menggunakan
PKL. gerobak. Namun seiring berjalannya
waktu, para PKL ini mulai berjualan
Definisi PKL menetap di tempat-tempat umum.
Terdapat berbagai definisi tentang Dalam Peraturan Daerah (Perda)
PKL, sehingga sulit membuat definisi Kotamadya Daerah Tingkat II Sura-
yang baku. Sekitar tahun 1980-an, karta Nomor 8 Tahun 1995 tentang
kita hanya mengenal istilah pedagang Penataan dan Pembinaan Pedagang
pasar, pedagang kelontong, pedagang Kaki Lima, Pemkot Solo mendefi-
makanan, dsb. Saat itu, pengertian nisikan PKL sebagai orang yang
pedagang hanya terkait dengan melakukan usaha dagang dan atau
lokasi atau jenis barang dagangan. jasa, di tempat umum, baik meng-
Di awal tahun 1990-an, mulai gunakan atau tidak menggunakan
dikenal istilah pedagang kaki lima sesuatu, dalam melakukan kegiatan
yang identik dengan orang yang usahanya. Sedangkan tempat usaha
menjual dagangan menggunakan PKL didefinisikan sebagai tempat
gerobak. Asumsi kasarnya, gerobak umum, yaitu tepi-tepi jalan umum,
adalah benda yang ditopang empat trotoar, lapangan, serta tempat
kaki kayu. Bila ditambahkan dengan lainnya, di atas tanah Negara, yang
orang yang memegangnya, maka ditetapkan oleh Walikota Kepala
kakinya menjadi lima. Sementara Daerah.3
pihak lain mendefinisikan PKL Sementara pada Perda peng-
sebagai pedagang informal yang ganti Perda No.8 tahun 1995
menempati kaki lima (trotoar– yaitu Perda No.4 Tahun 2008 Ten-
pedestrian) yang keberadaannya tidak tang Pengelolaan PKL, disebutkan
boleh mengganggu fungsi publik, bahwa PKL adalah pedagang yang
baik ditinjau dari aspek ekonomi, menjalankan usaha dagang dan jasa

3)
Lihat Perda Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta Nomor 8 Tahun 1995 Bab I Ketentuan
Umum, Pasal 1, poin c tentang definisi PKL dan poin d tentang tempat usaha.

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 14 NO. 1 MEI 2009 35

03_Journla-Vol.14 No.1 MEI2009.i35 35 5/20/2009 7:31:33 AM


MEMAHAMI PELAKU SEKTOR INFORMAL PERKOTAAN: PENATAAN PEDAGANG KALI LIMA TANPA KEKERASAN

non formal, dalam jangka waktu wilayah di Karesidenan Surakarta


tertentu, dengan mempergunakan maupun di kota-kota besar di seluruh
lahan fasilitas umum yang ditentu- Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya,
kan oleh pemerintah daerah sebagai dan Semarang. Krisis moneter yang
tempat usahanya, baik dengan meng- melanda Indonesia, berdampak pada
gunakan sarana/perlengkapan yang penutupan pabrik-pabrik. Akibat-
mudah dipindahkan, dan/atau yang nya, ribuan buruh harus kehilangan
mudah dibongkar pasang. Jadi bisa pekerjaannya, padahal pabrik-pabrik
dikatakan, PKL adalah pedagang tersebut adalah tempat mereka meng-
yang menjalankan usaha dagang dan gantungkan hidup. Sebagian buruh/
jasa yang bersifat non formal. baik pegawai yang mengalami PHK,
menggunakan gerobak dorong atau memutuskan kembali ke daerah asal
shelter, yang mempergunakan lahan masing-masing dan melakukan usaha
tertentu yang di telah disediakan oleh untuk mempertahankan perekonomi-
Pemkot. Hal ini sesuai dengan kon- an keluarga. Hal ini merupakan salah
sep penataan PKL yang di lakukan satu cikal bakal berkembangnya
Pemkot Solo, yang menggunakan kegiatan perdagangan kaki lima.
konsep kawasan PKL dan kantong- Seperti yang diungkapkan Joko, salah
kantong PKL. seorang PKL yang sempat mangkal di
kawasan taman Monumen Juang 45
Penyebab Kemunculan Banjarsari (Monjari) berikut ini,
PKL
“Sebelum krisis moneter tahun
Sejak bertahun-tahun lalu, PKL
1997, saya adalah pegawai di sebuah
diidentifikasi sebagai pekerja sek- perusahaan swasta di Jakarta.
tor informal yang turut mewarnai Karena perusahaan bangkrut,
saya di-PHK bersama ratusan
perekonomian Kota Solo. Namun,
karyawan lainnya. Mau tidak mau
belum ada data jelas mengenai awal saya pulang kembali ke Kota Solo.
kemunculan PKL di Kota Solo. Ke- Saya harus tetap bekerja agar tetap
bisa menghidupi keluarga. Karena
beradaan mereka mulai teridentifikasi
tidak punya modal, saya mulai
dan berkembang pesat setidaknya se- coba-coba menjual barang-barang
jak krisis moneter tahun 1997/1998. yang saya punyai seperti baju dan
alat rumah tangga. Sedikit demi
Beberapa kasus memperlihatkan, se-
sedikit dari barang yang saya jual
bagian PKL berasal dari para pekerja itu, saya mulai mengumpulkan
di pabrik yang terkena PHK. Mereka modal untuk kulakan barang
dagangan.”
bekerja di pabrik-pabrik di berbagai

36 JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 14 NO. 1 MEI 2009

03_Journla-Vol.14 No.1 MEI2009.i36 36 5/20/2009 7:31:33 AM


BAHASAN UTAMA

Joko adalah salah satu dari sekian Selain sebagai katup pengaman di
PKL Monjari yang mengawali usaha- masa krisis, kegiatan sektor informal
nya dengan menjual barang-barang PKL juga mampu menjadi alternatif
pribadi, seperti pakaian, barang elek- pekerjaan di tengah ketidakmam-
tronik, maupun berjualan makanan puan Pemkot Solo menyediakan
dan minuman. Setelah beberapa lapangan pekerjaan bagi masyarakat-
lama, usaha mereka mengalami nya. Bahkan keberadaan PKL ini
perkembangan terutama ketika eko- juga mampu memberikan kontribusi
nomi kembali pulih. Sebagian PKL bagi pendapatan asli daerah (PAD)
mulai menempati pinggiran jalan Kota Solo, meskipun tidak terlalu
protokol dan non protokol di Kota signifikan. Sejak tahun 2002–2007,
Solo. Sebagian lainnya menempati PAD dari PKL memperlihatkan
tempat-tempat publik seperti taman peningkatan dari Rp 120.120.900
kota Manahan dan taman Monumen (2002), menjadi Rp 155.000.000
45 Banjarsari. (2007), seperti yang diperlihatkan
dalam tabel 1.

Tabel 1. Data Retribusi PKL Kota Solo


(2002-2007)
Tahun Jumlah Retribusi (Rp)
2002 120.120.900
2003 150.306.400
2004 150.449.200
2005 153.000.000
2006 155.000.000
2007 155.000.000
Sumber : APBD Kota Solo tahun 2002-2007
Dari survey dan pemetaan PKL Perkembangan PKL di
di Kota Solo tahun 2007, tampak Kota Solo
bahwa PKL menyerap sekitar 60 Jumlah dari Tahun ke
persen dari total tenaga kerja. Dari Tahun
data ini tepat jika Pemkot Solo meng- Seperti halnya di kota-kota lain,
anggap para pelaku sektor informal di Solo pun profesi sebagai PKL
PKL sebagai aset yang penting untuk terbukti cukup memiliki daya tarik
diperhatikan. dan menjadi alternatif pekerjaan

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 14 NO. 1 MEI 2009 37

03_Journla-Vol.14 No.1 MEI2009.i37 37 5/20/2009 7:31:34 AM


MEMAHAMI PELAKU SEKTOR INFORMAL PERKOTAAN: PENATAAN PEDAGANG KALI LIMA TANPA KEKERASAN

bagi masyarakat. Dari tahun ke 5.817 pada 2006. Paska relokasi,


tahun, pertumbuhan PKL di Kota jumlah PKL berkurang menjadi
Solo berkembang cukup pesat. Dari 3.917 (2007) (lihat tabel 2).
1.115 PKL pada 2001, menjadi
Tabel 2. Data Jumlah PKL di Kota Solo
(2001 – 2007)
Tahun Jumlah PKL
2001 1.038
2002 1.115
2003 3.390
2004 3.834
2004 4.290
2006 5.817
2007 3.917
Sumber : Suci Handayani 2006
Menurunnya jumlah PKL pada (26,81%). Sedangkan di Kecamatan
tahun 2007 merupakan salah satu Laweyan tercatat 697 PKL (17,79%),
indikator keberhasilan Pemkot Kecamatan Serengan 381 PKL
Solo dalam menata PKL. Pemkot (9,73% ), sedangkan Kecamatan
berhasil merelokasi sekitar 989 PKL Pasar Kliwon 617 PKL( 15,75%)
yang beroperasi di Monjari, ke pasar (lihat Wiyono dalam Jurnal ini).
klithikan (barang bekas) Notoharjo,
Semanggi. Karakteristik PKL di
Kota Solo
Sebaran PKL PKL sebagai pelaku usaha infor-
Sensus yang dilakukan Kantor mal perkotaan yang saat ini tersebar
Pengelola PKL (PPKL) Pemkot di lima kecamatan di Kota Solo
Solo memperlihatkan, keberadaan mempunyai sedikitnya enam karak-
PKL di Kota Solo tersebar di lima teristik. Pertama, tidak semua PKL
kecamatan. Sebagian besar berada merupakan penduduk asli Kota Solo.
di wilayah Kecamatan Jebres dan Produk yang diperdagangkan sangat
Banjarsari. Di Kecamatan Jebres, bervariasi. Keberadan mereka bisa
terdapat 1.172 PKL (29,92%) dan dilihat di jalan-jalan protokol dan
Kecamatan Banjarsari 1.050 PKL non protokol, serta menempati area-

38 JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 14 NO. 1 MEI 2009

03_Journla-Vol.14 No.1 MEI2009.i38 38 5/20/2009 7:31:34 AM


BAHASAN UTAMA

area khusus PKL yang disediakan persen PKL menggelar dagangannya


Pemkot. Berdasarkan survey yang di jalan protokol, sementara sisanya
dilakukan Kantor PPKL, tidak sejumlah 37,54 persen menggelar
semua PKL di Kota Solo merupakan dagangannya di jalan non protokol.
warga asli Solo. Setidaknya pada ta- Berdasarkan jenis dagangan, PKL
hun 2007 diketahui, terdapat 21,96 memperdagangkan berbagai macam
persen atau 860 PKL yang merupa- produk, mulai makanan, minum-
kan pendatang. Mereka antara lain an, barang-barang bekas, pakaian,
berasal dari Sukoharjo,Wonogiri, telepon genggam hingga voucher isi
Sragen, Klaten, Boyolali dan Karang- ulangnya, dll. Dinas Pengelola Pasar
anyar. Sedangkan 78,04 persen atau (DPP) menggolongkan, PKL menu-
3.057 PKL, merupakan penduduk rut tiga jenis usaha yaitu:
yang sudah memiliki KTP Solo. 1. Usaha perdagangan, meliputi
Para PKL yang tidak tercatat sebagai penjual rokok, stiker, akik,
penduduk Solo ini tidak hanya klithikan, dsb.
melakukan kegiatan ekonomi, tapi 2. Olahan, meliputi warung
juga menetap di Kota Solo. Ada makan, minuman, dsb.
yang menempati kamar kost, rumah 3. Jasa, meliputi pembuat
kontrakan, bahkan sudah memiliki kunci, plat motor, duplikat
rumah pribadi. kunci, tambal ban, dsb.
Saat melakukan aktivitasnya, para Persentase tertinggi ditempati
PKL banyak menggunakan ruang pedagang makanan dan minuman
publik, trotoar, hingga badan jalan. (62,42% atau 2.445 orang). Sedang-
Berdasarkan lokasi berdagangnya, kan persentanse terendah ditempati
tampak bahwa sebagian besar PKL pedagang binatang (0,18% atau tu-
memanfaatkan lokasi yang cukup juh orang). Penjelasan lebih detail
strategis. Ditemukan sekitar 62,46 dapat dilihat pada tabel 3.

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 14 NO. 1 MEI 2009 39

03_Journla-Vol.14 No.1 MEI2009.i39 39 5/20/2009 7:31:34 AM


MEMAHAMI PELAKU SEKTOR INFORMAL PERKOTAAN: PENATAAN PEDAGANG KALI LIMA TANPA KEKERASAN

Tabel 3. Jenis Barang Dagangan dan Jumlah Pedagang


Jumlah
No Jenis Dagangan %
Pedagang
1 Makanan/minuman 2,445 62.42
2 Rokok 128 3.27
3 Kelontong 113 2.88
4 Buah-buahan 112 2.86
5 Voucher HP 51 1.30
6 Tanaman hias/buah 44 1.12
7 Onderdil 43 1.10
8 Pakaian 33 0.84
9 Mainan Anak 14 0.36
10 Alat elektronik 28 0.71
11 Furniture 8 0.20
12 Binatang 7 0.18
13 Lain-lain 891 22.75
Jumlah 3,917 100.00
Sumber: Survey dan pemetaan PKL di Kota Surakarta Tahun 2007

Jumlah tersebut tidak termasuk sus. Dalam banyak kasus, tingkat


PKL yang berasal dari Monjari yang pendidikan tertentu tidak berpe-
sejak pertengahan 2006 sudah me- ngaruh terhadap tingkat pendapatan
nempati Pasar Klithikan Notoharjo, harian yang di peroleh PKL. Terkait
Semanggi. Sebelum direlokasi, PKL dengan modal, jumlah diperlukan
di kawasan ini berjumlah 989 PKL, untuk membuka usaha perdagangan
dengan jenis dagangan seperti onder- makanan kecil mencapai sekitar Rp
dil mobil dan sepeda motor, aki, 100 ribu ke atas, sementara untuk
ban, sandal/sepatu, helm, elektronik, pedagang yang cukup besar tidak lebih
alat pertanian, pakaian, hand phone, dari Rp 1 juta. Bahkan ada beberapa
alat bangunan, barang antik, las, cat, PKL yang tidak membutuhkan modal
barang bekas, dan kaset/CD. uang karena diawali dengan menjual
Kedua, pekerjaan sebagai PKL barang-barang bekas milik pribadi.
tidak membutuhkan modal besar, Ketiga, sektor perdagangan kaki
keterampilan, dan pendidikan khu- lima memberikan peluang kerja bagi

40 JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 14 NO. 1 MEI 2009

03_Journla-Vol.14 No.1 MEI2009.i40 40 5/20/2009 7:31:34 AM


BAHASAN UTAMA

masyarakat perdesaan. Pertumbuhan di Kota Solo. Paguyuban biasanya


PKL yang cukup pesat di Kota Solo didirikan oleh para pelaku PKL sen-
mendorong masyarakat sekitar kota diri. Organisasi ini dibentuk sebagai
ini yang berada di enam kabupaten, sarana mempererat hubungan keke-
untuk mencoba berprofesi sebagai luargaan antar pedagang dan sebagai
PKL, maupun sekedar menjadi alat perjuangan sekaligus advokasi
pekerja pada PKL lain. Para PKL terhadap kebijakan-kebijakan Pem-
yang memiliki omzet cukup besar, kot yang kerap merugikan PKL.
biasanya memiliki lebih dari seorang Keterbatasan sumber daya manu-
pekerja yang sebagian berasal dari sia dan ekonomi, sering membuat
kabupaten di sekitar Kota Solo. PKL kesulitan mengakses ruang
Keempat, jenis barang dagang- usaha formal, seperti toko dan kios
an dalam setiap komunitas PKL di pasar. Kondisi ini mendorong
cukup beragam. Sulit menemukan mereka melakukan kegiatan usaha di
lokasi PKL yang hanya menjual ruas-ruas jalan, trotoar, taman kota,
satu jenis barang dagangan. Sebagai dan ruang publik lainnya. Dalam
contoh, PKL di kawasan Monumen melakukan kegiatannya, PKL kerap
45 Banjarsari yang dihuni hampir mengalami hambatan dari pemerin-
1000 PKL, didominasi pedagang tah terutama untuk mengakses ruang
barang klithikan, tetapi masih bisa usaha. Selain itu, penggunaan ruang
ditemukan pedagang makanan dan publik oleh PKL berimplikasi terha-
minuman. dap munculnya anggapan negatif ter-
Kelima, para PKL bergabung hadap keberadaan mereka. Terlebih
dalam organisasi yang dibentuk di lagi, tidak adanya pengakuan sah
kawasan perdagangan dan ruas-ruas dari pemkot, menambah rentannya
jalan tertentu. Sebagai contoh, sejak posisi PKL. Dalam kondisi seperti
tahun 2006, paguyuban (organisasi) ini, keberadaan paguyuban PKL
PKL yang berlokasi di Monumen menjadi penting untuk mewakili
45 Banjarsari, berganti menjadi kepentingan PKL dalam proses peng-
paguyuban pedagang pasar klithikan ambilan kebijakan di Kota Solo, dan
Notoharjo, setelah mereka direlokasi menempatkan PKL sebagai salah satu
ke pasar tersebut. Sejak 2002, tercatat stakeholder kota yang hak-haknya
ada sekitar 40-an paguyuban PKL. perlu diperhatikan pemkot. Dalam
Jumlah paguyuban terus bertambah beberapa kasus, penataan PKL belum
seiring pertambahan jumlah PKL mengakomodasi pendapat dan ma-

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 14 NO. 1 MEI 2009 41

03_Journla-Vol.14 No.1 MEI2009.i41 41 5/20/2009 7:31:34 AM


MEMAHAMI PELAKU SEKTOR INFORMAL PERKOTAAN: PENATAAN PEDAGANG KALI LIMA TANPA KEKERASAN

sukan dari PKL. Dalam hal ini, PKL tentang penataan PKL di Kota
melalui paguyuban atau organisasi Solo.
PKL diharapkan bisa mengaktuali-
sasi diri, melakukan koordinasi, dan Kebijakan Pemkot Solo
menyikapi setiap kebijakan pemkot tentang Penataan PKL
dengan terarah dan terencana Kota mempunyai daya tarik
Keenam, para PKL mempunyai tersendiri bagi masyarakat sekitarnya
kecenderungan bisa menerima ke- untuk mengadu keberuntungan
bijakan Pemkot Solo secara damai dalam memperbaiki kehidupan
setelah melalui proses yang cukup perekonomiannya. Kota Solo yang
partisipatif. Program penataan PKL terletak cukup strategis di wilayah
yang diterapkan Walikota Solo, Ir Karesidenan Surakarta, ibarat madu
Joko Widodo, sejak tahun 2005, yang cukup menggiurkan, sehingga
yang diawali sosialisasi dan pen- dalam beberapa tahun, pertumbuhan
dataan PKL, mendapat respon yang PKL-nya semakin besar dan sulit
cukup positif dari PKL. Meskipun dikontrol. Dalam jangka panjang,
pada awalnya terjadi penolakan-pe- keberadaan PKL yang tak terkontrol
nolakan terhadap rencana tersebut. jumlahnya ini dapat menimbulkan
Namun melalui pendekatan per- masalah bagi warga kota lainnya,
suasif oleh Pemkot, terbukti upaya apalagi jika keberadaan mereka tidak
penataan PKL di Solo cukup sukses, diberdayakan dengan baik.
dengan tanpa kekerasan. Keber- Menyadari hal tersebut, secara
hasilan ini menjadi prestasi tersendiri khusus Pemkot Solo sudah mener-
bagi kinerja Walikota apalagi dengan bitkan Perda Kotamadya Daerah
munculnya tanggapan positif dari Tingkat II Surakarta Nomor 8
berbagai kalangan seperti Pemerin- Tahun 1995 tentang Penataan dan
tah Daerah, akademisi, LSM, swasta Pembinaan Pedagang Kaki Lima.
dari Jawa maupun luar Jawa, bahkan Kebijakan ini ditindaklanjuti den-
peneliti dari manca negara seperti gan berdirinya Kantor PPKL 4 .
Australia dan Jerman. Beberapa di Kantor PPKL Kota Solo adalah
antaranya melakukan studi banding satu-satunya kantor/instansi yang

4)
Pendirian Kantor PPKL didasari Perda Kota Surakarta Nomor 6 Tahun 2001 Tentang Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Surakarta dan ditindaklanjuti dengan
Keputusan Walikota No 41 tahun 2001 tentang Pedoman Uraian Tugas Kantor Pengelolaan
Pedagang Kaki Lima.

42 JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 14 NO. 1 MEI 2009

03_Journla-Vol.14 No.1 MEI2009.i42 42 5/20/2009 7:31:35 AM


BAHASAN UTAMA

ada di kota/kabupaten di Indone- Apabila setelah peringatan dengan


sia yang secara khusus menangani teguran, tulisan, dan lisan sebanyak
dan bertanggung jawab terhadap tiga kali itu PKL tetap melanggar,
keberadaan PKL. Sebelum kantor maka diberikan berita acara. Keten-
ini dibentuk, penataan PKL berada tuan ini menjadi berita acara, dan
dibawah wewenang Dinas Pengelo- sebagai lampiran laporan kepada wa-
laan Pasar (DPP). likota, yang kemudian disampaikan
Kantor PPKL sebagai unsur ke Satpol PP ataupun dinas terkait
penunjang Pemkot Solo di bidang yang menjadi tim penertiban PKL.
pengelolaan PKL, dipimpin seorang
kepala yang dalam melaksanakan Penataan PKL melalui
tugasnya berada di bawah dan ber- Keterlibatan Langsung
tanggung jawab kepada Walikota Meskipun Kota Solo sudah mem-
Solo melalui Sekretaris Daerah. punyai Perda yang mengatur tentang
Kantor PPKL mempunyai tugas PKL dan sudah membentuk Kantor
menyelenggarakan urusan peme- PPKL secara khusus pada tahun
rintahan di bidang pengelolaan PKL 2001, tetapi keberadaan PKL be-
dan mempunyai fungsi penyeleng- lum dibina secara serius. Pada masa
garaan tata usaha kantor, penyusu- pemerintahan Walikota Slamet Sur-
nan rencana program pengendalian, yanto (2000-2005), jajaran pemkot
evaluasi dan pelaporan, pembinaan belum mampu mengelola PKL secara
PKL, penataan PKL, penertiban baik. PKL masih belum dianggap
PKL, penyelenggaraan penyuluhan, sebagai aset perekonomian yang
dan pembinaan jabatan fungsional. potensial sehingga kebijakan yang
Kantor PPKL mempunyai tu- dilakukan juga belum menyentuh
gas pokok melakukan pembinaan, persoalan mendasar. Penataan PKL
penataan, dan penertiban PKL. baru mulai serius dilakukan pada
Pembinaan dilakukan dengan me- masa pemerintahan Walikota Joko
nyosialisasikan perda yang ada, dan Widodo.
membahas kebijakan Walikota. Penataan PKL oleh Pemkot Solo
Sedangkan penertiban dilakukan dengan diawali sosialisasi dan pen-
dengan berkoordinasi dengan Satpol dataan pada tahun 2005, terbukti
PP. Penertiban ini dilakukan dengan cukup sukses. Dalam proses peng-
cara pemberian peringatan secara ambilan kebijakan, sejak tahun 2001
tertulis dan lisan sebanyak tiga kali. Pemkot Solo sudah mengusung

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 14 NO. 1 MEI 2009 43

03_Journla-Vol.14 No.1 MEI2009.i43 43 5/20/2009 7:31:35 AM


MEMAHAMI PELAKU SEKTOR INFORMAL PERKOTAAN: PENATAAN PEDAGANG KALI LIMA TANPA KEKERASAN

konsep partisipasi warga. Yakni Dispenda, Disparsenibud, Dinas


dengan melibatkan warga sebagai Lalu Lintas dan Angkutan Jalan/DL-
individu maupun kelompok sosial LAJ, Kantor PPKL, Kesbanglinmas,
dan organisasi masyarakat. Keter- Kantor Lingkungan Hidup, Bagian
libatan mereka ini, diharapkan akan Pemerintahan dan Otonomi Daerah,
turut mempengaruhi proses peren- serta camat dan lurah. Sedangkan
canaan, pelaksanaan, dan pemantau- Tim non teknis terdiri dari Ketua I
an kebijakan-kebijakan yang akan oleh Asisten Administrasi, Ketua II
langsung mempengaruhi kehidupan Bappeda, dan beranggotakan BPN,
mereka. Kebijakan Walikota Joko BIK, Kantor Aset, Kantor Keuangan,
Widodo dalam penataan PKL ini, Bagian Hukum dan HAM, Bagian
dapat berjalan dengan lancar tanpa Pemerintahan dan Otonomi Daerah,
banyak menemui kendala berarti. Pe- serta camat dan lurah.
nataan yang dilakukan Pemkot Solo, Penataan PKL di Kota Solo di-
didasarkan falsafah Jawa Nguwongke dasarkan pada beberapa pertimbang-
Wong. Artinya, memanusiakan ma- an berikut ini:
nusia dan mengedepankan pendekat- 1. Jumlah PKL di Kota Solo
an persuasif partisipatif, serta mem- terlanjur bertambah banyak
pertimbangkan saran dan pendapat dan tidak terkontrol. Ta-
dari pelaku PKL itu sendiri. hun 2006, jumlahnya sudah
Upaya menata PKL dan hunian mencapai 5.817.
liar di Kota Solo, diawali dengan 2. Banyaknya fasilitas umum/
proses pendataan yang melibatkan ruang publik yang digunak-
unsur kelurahan di lima kecamatan. an PKL. Misalnya trotoar,
Bahkan secara khusus, Walikota taman kota, dan tempat-
membentuk tim penataan dan tempat yang terlarang untuk
penertiban PKL dan hunian tidak PKL.
berizin. Tim ini diketuai Walikota, 3. Kesemrawutan lalu lintas di
pengarah Muspida, dengan tim lokasi-lokasi kawasan PKL.
teknisnya Ketua 1 Asisten Pemerin- 4. Permasalahan sosial dan eko-
tahan, Ketua II Kepala Kantor Satpol nomi.
PP, anggota Dinas Tata Kota /DTK, 5. Makin dirasakan perlunya
Dinas Pekerjaan Umum/DPU, ruang hijau dan ruang ter-
Dinas Kebersihan dan Pertamanan/ buka kota untuk perbaikan
DKP, Dinas Pengelola Pasar/DPP, kualitas lingkungan.

44 JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 14 NO. 1 MEI 2009

03_Journla-Vol.14 No.1 MEI2009.i44 44 5/20/2009 7:31:35 AM


BAHASAN UTAMA

6. Keinginan dan desakan dari akhir dari strategi pemkot Solo dalam
masyarakat untuk pelaksa- menyikapi persoalan PKL.
naan penataan dan penertib- Konsep penataan PKL juga ber-
an ruang usaha bagi PKL. tujuan menekan pertumbuhan
7. Mendukung program prio- PKL menjadi zero growth. Artinya,
ritas walikota dan wakil wa- setelah program penataan dilakukan,
likota untuk mengembalikan pemerintah tidak menghendaki
Kota Solo sebagai kota yang munculnya PKL baru di Kota Solo.
bersih, sehat, rapi dan indah Sedangkan para PKL yang telah
(Berseri). tercatat dalam data kantor PPKL,
8. Untuk memberikan kepasti- akan ditata di kawasannya masing-
an dan kenyamanan usaha masing, dan sebagian akan dima-
kepada PKL. sukkan ke pasar-pasar tradisional.
9. Untuk mengembalikan ru- Lebih jauh lagi, dalam upaya mem-
ang publik pada peruntukan buktikan keseriusannya membatasi
semula, sehingga terwujud pertumbuhan PKL, Pemkot juga
tata kota yang harmonis. berupaya merevisi Perda PKL No.8
tahun 1995 menjadi Perda PKL
Dengan berbagai pertimbangan No 4 tahun 2008. Saat ini, perda
tersebut, Pemkot Solo merencanakan baru masih dalam tahap perbaikan
penataan PKL dengan menawarkan setelah mendapat masukan dari
beberapa konsep. Penawaran konsep Gubernur Jawa Tengah. Perda baru
ini penting, untuk membuktikan ke- tersebut salah satunya akan meng-
pada para PKL mengenai keseriusan atur tentang kawasan/kantong PKL
pemkot dalam menata kota. Konsep yang ditetapkan oleh walikota, dan
penataan PKL di Kota Solo secara persyaratan menjadi PKL baru yang
garis besar dilakukan dengan dua cukup sulit dipenuhi. Isi rancangan
strategi yaitu membuat kawasan PKL perda, khususnya Bab IV mengatur
dan kantong-kantong PKL (lihat tentang ketentuan izin penempatan,
tulisan Wiyono dalam jurnal ini). syarat-syarat permohonan izin pe-
Jika berbagai strategi tersebut tetap nempatan PKL, dan larangan serta
tidak mampu menata PKL, maka kewajiban yang harus dipatuhi PKL.
Pemkot Solo akan menindaklan- Para PKL baru harus melalui sebuah
jutinya dengan langkah penertiban. prosedur pengurusan surat izin
Langkah ini juga menjadi cara ter- yang cukup berbelit-belit. Mereka

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 14 NO. 1 MEI 2009 45

03_Journla-Vol.14 No.1 MEI2009.i45 45 5/20/2009 7:31:35 AM


MEMAHAMI PELAKU SEKTOR INFORMAL PERKOTAAN: PENATAAN PEDAGANG KALI LIMA TANPA KEKERASAN

harus melampirkan surat persetuju- Joko Widodo, mencoba memper-


an dari pemilik rumah di sekitar baiki strategi dalam melakukan
calon lokasi berdagang, kelurahan, pendekatan kepada PKL agar mereka
hingga walikota 5. Kebijakan ini bisa menerima konsep penataan
tampaknya akan menyulitkan PKL yang ditawarkan pemkot. Tim pe-
yang akan mulai melakukan kegiatan nataan yang dibentuk melakukan
perdagangan di Kota Solo. berbagai upaya, baik secara formal
Untuk mendukung kebijakan maupun non formal dalam me-
zero growth, paguyuban PKL ber- nyukseskan program tersebut. Upaya
sama aparat kelurahan, melakukan sosialisasi secara formal dilakukan
pemantauan terhadap para PKL di kepada paguyuban-paguyuban PKL.
lokasi masing-masing. Paguyuban Bahkan Walikota dan Wakil Wa-
PKL diminta kerjasamanya untuk likota melakukan pembicaraan dan
tidak menoleransi kemunculan PKL pendekatan secara langsung kepada
baru. Jika paguyuban tidak mampu para PKL. Sosialisasi awal dilakukan
menolak keberadaan PKL baru di melalui pengurus paguyuban yang
lingkungannya, maka kantor PPKL kemudian akan meneruskannya ke-
dan Satpol PP yang akan bertindak pada anggota-anggotanya. Jika dibu-
untuk menertibkan PKL baru terse- tuhkan pembicaraan yang lebih rinci,
but. pihak pemkot bisa bertemu langsung
Belajar dari kegagalan kebijakan dengan seluruh anggota paguyuban
Walikota terdahulu, Walikota baru, yang akan menjadi target penataan.

5)
Dalam Pasal 7 ayat (1) dinyatakan bahwa setiap orang dilarang melakukan usaha PKL
pada fasilitas umum yang dikuasai oleh pemerintah kota tanpa memiliki izin penempatan
yang dikeluarkan oleh walikota. Pada ayat (3) butir a dinyatakan bahwa permohonan izin
harus melampirkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) Kota Surakarta yang masih berlaku.
Ayat (3) butir c menyatakan surat persetujuan dari pemilik lahan dan/atau bangunan yang
berbatasan langsung dengan rencana lokasi usaha PKL. Ayat (3) butir e.4 dinyatakan
bahwa permohonan harus melampirkan surat pernyataan yang berisi; mengosongkan/
mengembalikan/menyerahkan lokasi usaha PKL kepada pemerintah kota apabila lokasi di
maksud sewaktu-waktu dibutuhkan oleh pemerintah kota tanpa ganti rugi dalam bentuk apa
pun. Bahkan pada pasal 8 kembali ditegaskan bahwa PKL juga diwajibkan mengosongkan
tempat usaha apabila pemerintah daerah mempunyai kebijakan lain atas lokasi tempat
usaha tanpa meminta ganti rugi. Pasal 10 ayat (1) menyatakan bahwa izin penempatan
dapat dicabut apabila PKL tidak memenuhi kewajiban dan melanggar larangan yang telah

46 JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 14 NO. 1 MEI 2009

03_Journla-Vol.14 No.1 MEI2009.i46 46 5/20/2009 7:31:35 AM


BAHASAN UTAMA

Frekuensi pertemuan disesuaikan kantor PDAM (18 unit),


dengan kebutuhan. Bisa dua atau area Pusat Grosir Solo/PGS
tiga kali, atau bahkan puluhan kali (78 unit), dan RS Slamet
pertemuan. Hal ini tergantung pada Riyadi (16 unit).
tingkat kesulitan dalam melakukan 2. Penataan dengan tenda pa-
penyamaan persepsi dari paguyuban yung: Mojosongo (38 unit),
yang bersangkutan. Salah satu con- Jalan Adi Sucipto (23 unit),
tohnya adalah ketika akan merelokasi Loji wetan (4 unit), City
PKL Monjari, Pemkot membutuh- Walk (60 unit), Manahan
kan sampai lebih dari 40 kali proses (59 unit), Jalan Bhayangkara
untuk menyamakan persepsi dengan (24 unit), dan Gajahan (2
para PKL. unit).
Selain konsep penataan yang 3. Penataan dengan tenda biasa:
ditawarkan cukup menarik dan men- Purwosari (60 unit), Jalan Ir.
janjikan, pendekatan personal yang Sutami (48 unit), dan Jurug
cukup intens juga dapat meluluhkan (30 unit).
perlawanan para PKL. Sebagaimana 4. Penataan dengan gerobak:
dalam falsafah Jawa ada istilah Manahan (20 unit), City
dipangku akan mati, kurang lebih Walk (60 unit), dan PGS
artinya: didekati secara personal dan (63 unit).
intensif, maka akan merasa segan. 5. Penataan PKL di Jalan di
Melalui pendekatan semacam ini, Gatot Subroto (7), Jebres
Pemkot cukup sukses dalam me- (10), dan area Kantor Pos
nyosialisasikan dan merealisasikan (36).
konsep penataan PKL hampir di 6. Penataan dengan relokasi,
semua lokasi yang ditata. seperti relokasi PKL dari
Selama dua tahun terakhir, Pem- Monjari ke pasar klithikan
kot Solo sudah melakukan penataan Notoharjo.
PKL di beberapa areal tertentu, Sumber: Solo Pos, 14 Juli 2008
yaitu:
1. Penataan dengan selter: Penataan PKL yang paling feno-
Manahan (180 unit), Solo menal dan dianggap sebagai kunci
Square (87 unit), Mang- kesuksesan Pemkot Solo dalam
kubumen (5 unit), Jalan menata PKL adalah relokasi 989 PKL
Hasanudin (92 unit), sekitar yang berada di kawasan Monumen

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 14 NO. 1 MEI 2009 47

03_Journla-Vol.14 No.1 MEI2009.i47 47 5/20/2009 7:31:35 AM


MEMAHAMI PELAKU SEKTOR INFORMAL PERKOTAAN: PENATAAN PEDAGANG KALI LIMA TANPA KEKERASAN

45 Banjarsari6 ke pasar klithikan (lihat tulisan lainnya yang memba-


Notoharjo, Semanggi, pada 23 Juli has tentang relokasi Monjari dalam
2006. Pemkot menyediakan pasar jurnal ini).
baru untuk menampung para PKL
tersebut, sehingga kawasan Monu- Sistem Jaminan Sosial
men 45 yang selama ini menjadi dan Bantuan Modal
tempat perdagangan barang bekas Bagi para PKL, menjadi anggota
kembali rapi. Pada awalnya, kawasan paguyuban adalah suatu kebutuhan.
ini berfungsi sebagai ruang publik. Bagi mereka adanya koperasi di
Namun sejak krisis moneter tahun dalam paguyuban misalnya, menjadi
1997 dan pasca kerusuhan Mei sumber untuk memperoleh pinjaman
1998, kawasan tersebut mulai beralih tambahan modal —bahkan sebagian
fungsi menjadi kawasan PKL. Dari besar modal mereka— untuk berda-
waktu ke waktu jumlah PKL di ka- gang. Paguyuban PKL, antara lain
wasan ini semakin bertambah hingga mempunyai kegiatan rutin pertemu-
mencapai 989 PKL pada tahun 2005. an dan pengumpulan iuran ang-
Para PKL tersebut tergabung dalam gota. Dari dana iuran itulah mereka
10 paguyuban (Lihat tulisan Wiyono menyisihkannya untuk mendirikan
dalam jurnal ini). koperasi. Namun belum semua PKL
Perkembangan PKL di kawasan memanfaatkan koperasi paguyuban,
ini mulai tidak terkendali sehingga alasannya antara lain karena tak mau
menimbulkan kesemrawutan lalu terbebani utang.
lintas dan menurunnya kualitas Sebenarnya, ada dana bantuan
lingkungan sekitarnya. Dari tahun modal dari Dinas Koperasi dan
ke tahun desakan masyarakat untuk Usaha Kecil Menengah (Dinkop
mengembalikan kawasan Mon- dan UKM) Kota Solo. Namun baru
jari sebagai ruang publik semakin beberapa koperasi paguyuban PKL
menguat. Hal ini tertuang dalam yang dapat mengaksesnya. Hal ini
Musyawarah Perencanaan Pemban- terkait alokasi anggaran bantuan
gunan Kota (Musrenbangkot) tahun modal yang tidak hanya untuk ko-
2004 dan 2005. Pemerintah baru perasi PKL, tetapi untuk semua
merealisasikannya pada tahun 2006 koperasi di Kota Solo yang didiri-

6)
Pada zaman Belanda, kawasan Monjari adalah daerah elite tempat hunian para bangsawan
Belanda yang dikenal sebagai Villa Park. Ketika perjuangan kemerdekaan, tempat ini
digunakan sebagai ajang pengaturan siasat pertahanan kota oleh Overste Slamet Riyadi.

48 JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 14 NO. 1 MEI 2009

03_Journla-Vol.14 No.1 MEI2009.i48 48 5/20/2009 7:31:36 AM


BAHASAN UTAMA

kan masyarakat. Salah satu koperasi hanya mengandalkan uang iuran


yang telah mendapatkan akses dana anggota”. (wawancara pada bulan
Mei 2008).
bantuan tersebut adalah paguyuban
PKL Gotong Royong Manahan. Sebagian PKL mencoba lebih
Meskipun demikian, belum semua kreatif dalam mencari tambahan
anggotanya bisa melakukan pinjam- modal, misalnya mencari informasi
an, sebab jumlah dana yang ber- ke bank-bank yang menyediakan
putar masih terbatas. Jumlah dana pinjaman dengan bunga rendah dan
yang terbatas tersebut bagi sebagian persyaratan mudah. Hal ini dilaku-
paguyuban PKL bahkan dianggap kan para pengurus PKL Kalitomo
menyulitkan, sehingga ada paguyub- yang lebih memilih mengajukan pin-
an yang terpaksa menolak bantuan jaman ke bank dengan harapan akan
tersebut. Alasannya, bantuan modal mendapatkan pinjaman lebih besar.
yang sangat terbatas membuat me- Salah satu syarat pengajuan pinjam-
reka kesulitan mendistribusikan pin- an ke bank adalah memiliki Surat
jaman kepada anggotanya. Kasus ini Ijin Usaha Perdagangan (SIUP).
dialami Koperasi PKL di City Walk Namun hingga saat ini, SIUP masih
yang mengaku pernah mengajukan dalam proses pembuatan oleh Pem-
pinjaman modal ke Dinkop dan kot Solo. Para pengurus berharap
UKM dan hanya ditawari Rp 5 juta. agar pembuatan SIUP dapat segera
Ketua Paguyuban PKL Kalitomo diselesaikan sehingga persyaratan
City Walk, Andi, menuturkan: pengajuan pinjaman modal ke bank
bisa segera dipenuhi.
“Koperasi Paguyuban PKL Kalitomo
sudah mengajukan pinjaman Sebagian pedagang, khususnya
kepada Dinkop dan UKM dan akan para pedagang klithikan Notoharjo
mendapatkan pinjaman Rp 5 juta. sudah mendapatkan bantuan modal
Tapi pinjaman modal tersebut tidak
jadi diambil, sebab (dengan jumlah usaha yang disalurkan melalui kope-
sekecil itu) kami akan kesulitan rasi yang didirikan mereka sendiri.
membaginya ke anggota. Karena Pemberian pinjaman modal lunak
anggota paguyuban (sebanyak 60
orang, pen) pasti akan meminjam ini merupakan salah satu bentuk
semua, sementara dana tidak cukup. kompensasi yang dijanjikan Pem-
Karena merasa akan kesulitan kot sebelum relokasi dilaksanakan.
dalam mekanisme pembagian
pinjaman, maka saya memutuskan Di awal pendiriannya, koperasi ini
tidak jadi mengambil dana tersebut. mendapatkan dana pinjaman dari
Sehingga untuk simpan-pinjam Kementrian Koperasi dan UKM

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 14 NO. 1 MEI 2009 49

03_Journla-Vol.14 No.1 MEI2009.i49 49 5/20/2009 7:31:36 AM


MEMAHAMI PELAKU SEKTOR INFORMAL PERKOTAAN: PENATAAN PEDAGANG KALI LIMA TANPA KEKERASAN

sebesar Rp 5,9 miliar yang diguna- pendapatan para PKL pasca pe-
kan untuk pinjaman modal dan nataan. Beberapa PKL memang
penambahan barang dagangan mengalami peningkatan omzet
bagi para pedagang pasar. Setiap karena mendapatkan lokasi dan
pedagang bisa mengajukan pinjam- posisi selter/kios yang strategis se-
an dana hingga Rp 5 juta dengan hingga mudah diakses oleh calon
bunga 3 persen. Pinjaman tersebut pembeli. Sedangkan PKL lain
harus dilunasi dalam jangka waktu relatif tidak mengalami perubah-
maksimal dua tahun. an pendapatan karena hanya
sekadar didatangi pelanggan
Serba-serbi Paska tetapnya. PKL yang ditata dengan
Penataan konsep selter artinya mereka tidak
Program penataan yang dilakukan mengalami perpindahan lokasi
Pemkot Solo, sedikit demi sedikit sehingga tetap mudah ditemukan
mulai dirasakan dampaknya baik para pelanggannya. Namun ada
oleh para PKL maupun masyarakat juga beberapa PKL yang mengala-
secara umum. Namun hingga tahun mi penurunan penghasilan, tetapi
2008, program penataan PKL belum masih tetap bisa bertahan untuk
bisa dilakukan menyeluruh. Hal berjualan di tempat semula. Para
ini terkait dengan keberadaan PKL PKL yang mengalami penurunan
yang sebagian besar (92,52%) telah omzet, terkait dengan minimnya
menetap di tempat-tempat tertentu fasilitas pasca penataan, seperti
bahkan secara permanen (Solo Pos, tempat parkir yang belum terse-
19 Juli 2008). Sebagian PKL telah dia khusus sehingga pembeli
menetap dilokasi tertentu karena kesulitan memarkir kendaraan-
strategis untuk aktivitas jual beli. nya, tidak tersedianya penutup
Terdapat beberapa poin penting (tenda atau tirai) di kios-kios
yang perlu diperhatikan pemerin- penjual makanan sehingga pem-
tah pasca pelaksanaan program beli merasa kurang nyaman untuk
penataan, seperti yang diuraikan di makan. Pedagang makanan hanya
bawah ini: diperbolehkan menggunakan
1. Strategi penataan belum sepenuh- payung. Kondisi terburuk dialami
nya menjamin peningkatan beberapa PKL yang terpaksa me-
pendapatan PKL. Hal ini ter- nutup kiosnya karena lokasi yang
bukti dari bervariasinya tingkat kurang strategis.

50 JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 14 NO. 1 MEI 2009

03_Journla-Vol.14 No.1 MEI2009.i50 50 5/20/2009 7:31:36 AM


BAHASAN UTAMA

2. Strategi penataan berhasil PKL bukan menjadi akhir dari


mengembalikan ruang-ruang tanggung jawab Pemkot Solo
publik ke fungsinya semula. dalam melakukan pengawasan
Pasca penataaan PKL, Kota Solo dan pembinaan terhadap PKL.
terlihat lebih tertata, bersih, dan Para PKL butuh banyak do-
mempunyai ruang-ruang publik rongan, arahan, dan pembinaan,
yang bisa dimanfaatkan masyara- terkait upaya mempertahankan
kat. Paling tidak hal tersebut bisa keberlangsungan usahanya. Di be-
dilihat pada kondisi taman Monu- berapa lokasi penataan, selter yang
men 45 Banjarsari, yang sudah disediakan pemerintah, hampir 50
bisa dimanfaatkan kembali se- persen tidak ditempati oleh peda-
bagai area penyerapan air, tempat gang semula, atau selter tersebut
rekreasi, tempat berolahraga, dan sudah dipindahtangankan baik
aktivitas sosial lainnya. Sepanjang dengan dikontrakkan atau dijual
Jalan Slamet Riyadi (bekas lokasi kepada pihak lain. Sebagian PKL
PKL RAS) yang merupakan jalan yang telah diselterisasi kembali
masuk Kota Solo, sudah ditata menggelar dagangan di tempat
dan menjadi taman kota. Ta- semula dengan mencari kelengah-
man Tirtonadi di depan terminal an Pemkot, bahkan ada yang
Tirtonadi yang semula digunakan berdagang di lokasi lainnya mi-
sebagai hunian liar dan aktivitas salnya di pasar-pasar tradisional.
berdagang sejumlah PKL, sudah 4. Minimnya evaluasi pasca penata-
menjadi taman air. Komplek an: penataan PKL yang dilakukan
GOR Manahan difungsikan belum cukup serius untuk mem-
kembali sebagai taman kota dan pertimbangkan dampak pasca
tempat warga Solo dan sekitarnya penataan. Pemkot Solo cenderung
berolahraga khususnya setiap melakukan penataan di satu areal
Minggu. Taman-taman di bebe- ke areal lainnya, tanpa lebih dulu
rapa ruas jalan pun mulai tampak melakukan evaluasi tingkat ke-
terawat cukup baik. berhasilan penataan. Evaluasi ini
3. Penataan tidak mampu menahan penting agar dapat memperbaiki
PKL untuk tetap tinggal di lokasi konsep penataan PKL di areal
yang ditata. Banyak PKL yang lainnya, dan mengetahui apakah
meninggalkan kawasan yang dise- konsep penataan tersebut sesuai
diakan. Terlaksananya penataan karakteristik PKL setempat atau

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 14 NO. 1 MEI 2009 51

03_Journla-Vol.14 No.1 MEI2009.i51 51 5/20/2009 7:31:36 AM


MEMAHAMI PELAKU SEKTOR INFORMAL PERKOTAAN: PENATAAN PEDAGANG KALI LIMA TANPA KEKERASAN

tidak. Sebagai contoh, kasus sel- tarik dari keberadaan sektor infor-
ter/kios yang ditinggalkan PKL mal PKL di Kota Solo antara lain
karena lokasinya yang kurang adalah:
strategis, ataupun karena desain- 1. PKL telah terbukti mampu men-
nya kurang sesuai dengan karak- jadi katup pengaman sosial se-
teristik dagangan PKL. jak krisis moneter tahun 1997,
5. Penataan PKL melalui tindakan dengan mampu mengurangi
relokasi mendorong muncul- pengangguran dan menyediakan
nya sentra perdagangan baru. lapangan pekerjaan yang cukup
Kawasan Semanggi semakin memadai bagi warga Solo dan
terlihat lebih ramai dan sema- warga di kabupaten-kabupaten
rak setelah dibangunnya pasar sekitarnya.
klithikan Notoharjo. Bahkan 2. PKL menjadi salah satu aset per-
bisa dikatakan, kawasan ini men- ekonomian penting di Kota Solo.
jadi sentra perdagangan karena Keberadaan PKL mampu mem-
selain terdapat pasar klithikan, berikan kontribusi terhadap PAD,
juga ada pasar ayam, pasar besi, sehingga ke depannya keberadaan
dan sub terminal. Pandangan mereka bisa dioptimalkan.
negatif masyarakat di masa lalu 3. Kebijakan penataan PKL yang
terhadap kawasan Semanggi yang dilakukan dengan cara-cara per-
menjadi pusat pelacuran, juga suasif dan melibatkan PKL secara
kian memudar setelah lokalisasi langsung dalam menentukan
tersebut ditutup dan diganti pasar nasibnya, terbukti cukup sukses
klithikan yang mencapai luas 1,2 dilaksanakan tanpa menimbul-
hektar. kan konflik dan kekerasan.
4. Penataan PKL dengan memanfaat-
Kesimpulan kan aset daerah, misalnya memasuk-
Dari pengalaman penataan sek- kan ke pasar tradisional, menjadi
tor informal PKL di Kota Solo, ada salah satu solusi karena keterbatasan
beberapa hal yang bisa dijadikan areal dan penyesuaian dengan Ren-
pembelajaran, terutama untuk Pem- cana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
kot Solo, sebagai pertimbangan peng- Kota Solo.
ambilan kebijakan dalam penataan 5. Pembinaan dalam beberapa hal,
sektor informal di masa yang akan misalnya permodalan, pengelola-
datang. Kesimpulan yang dapat di an dagangan yang higienis dan

52 JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 14 NO. 1 MEI 2009

03_Journla-Vol.14 No.1 MEI2009.i52 52 5/20/2009 7:31:36 AM


BAHASAN UTAMA

menarik, serta promosi, harus patan (SHP), dapat memberikan


dilakukan oleh Pemkot pasca pe- jaminan kepastian berusaha bagi
nataan PKL. Pembinaan ini yang PKL sehingga tidak khawatir
belum dilakukan Pemkot secara akan digusur.
serius karena setelah dilakukan 7. Konsep penataan dengan relo-
penataan, Pemkot cenderung kasi, selterisasi, gerobakisasi, dan
mengabaikan PKL. tendaisasi, belum tentu sesuai
6. Pemberian legalisasi untuk PKL dengan karakter PKL di suatu
dengan pemberian Kartu Tan- areal tertentu, sehingga perlu
da Pengenal Pedagang (KTPP), dilakukan kajian ulang dengan
Surat Ijin Usaha Perdagangan mempertimbangkan konsep pe-
(SIUP), dan Surat Hak Penem- nataan tersebut.

Daftar Rujukan

Sj Sumarto, Hetifah. 2003. Inovasi, Partisipasi dan Good Governance: 20 Prakarsa Inovatif
dan Partisipasif di Indonesia, Jakarta :Yayasan Obor Indonesia.
Handayani, Suci. 2006. Pelibatan Masyarakat Marginal dalam Perencanaan dan
Penganggaran Partisipatif, Kompip Solo.
Ahmad Helmi Fuady, Dati Fatimah, Rinto Andriono,Wahyu W.Basjir.2002. Memahami
Anggaran Publik. IDEA Press.
Syamsul Hadi Thubany, Ismail Amir, Muhimmudin. 2004. Partisipasi Semu Keterlibatan
Warga dalam Pembangunan Desa. Bina Swagiri.
Mubyarto. 2001. Prospek Otonomi Daerah dan Perekonomian Indonesia Pasca Krisis
Ekonomi. BPFE Yogyakarta.
FPPM. 2004. Prosiding Pertemuan Perencanaan Strategis FPPM 2004 Peta Pengembangan
Partisipasi Masyarakat, FPPM.

Surat Kabar:
Solo Pos, 14 Juli 2008.
Solo Pos, 19 Juli 2008.

Dokumen:
Suci Handayani. 2004-2006 .Catatan lapangan CO.
Suci Handayani. 2004-2006. Notulensi pertemuan.

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 14 NO. 1 MEI 2009 53

03_Journla-Vol.14 No.1 MEI2009.i53 53 5/20/2009 7:31:36 AM

Anda mungkin juga menyukai