Anda di halaman 1dari 7

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Kota Solo yang sering disebut juga Surakarta adalah kota kuno yang di

bangun Paku Buwana II, riwayat kota ini tidak dapat dilepaskan dari sejarah

Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang merupakan penerus Kerajaan

Mataram Islam (Qomarun, 2007: 80). Kehadiran dua nama yaitu Surakarta dan

Solo, menambah keunikan tersendiri bagi eksistensi kota tua ini. Solo diambil

dari nama tempat bermukimnya pimpinan kuli pelabuhan, yaitu Ki Soroh Bau

(dalam bahasa Jawa yang berarti Kepala Tukang Tenaga) yang berangsur-

angsur disederhanakan penyebutannya menjadi Ki Sala, yang berada di sekitar

Bandar Nusupan semasa Kadipaten dan Kerajaan Pajang sekitar tahun 1500-

1600 (Qomarun, 2007: 83). Ngadijo menerangkan bahwa Surakarta diambil

dari nama dinasti Kerajaan Mataram Jawa yang berpindah dari Kraton

Kartasura pada tahun 1745 (Qomarun, 2007: 85). Perpindahan Keraton

Surakarta dilakukan oleh Raja Paku Buwono II karena Keraton Kartasura

sudah hancur akibat peperangan dan pemberontakan yang terkenal dengan

Geger Pecinan (Qomarun, 2007: 87). Pemberian nama Keraton baru dengan

membalikkan suku kata dari nama Keraton lama, yaitu dari Kartasura menjadi

Surakarta, menjadi dasar bagaimana kota ini bernama Surakarta dan lebih

sering dikenal sebagai Kota Solo.


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Kota Solo menjadi sebuah konfigurasi dari bentuk morfologi kota,

dimana kota sendiri bukanlah lingkungan binaan yang di bangun dalam waktu

singkat, tetapi di bentuk dalam waktu yang panjang, dan merupakan akumulasi

dari perkembangan sebelumnya. Rosi menerangkan bahwa kota adalah

bentukan fisik manusia yang kolektif dan dibangun dalam waktu yang lama

dan melalui proses yang mengakar dalam budaya masyarakatnya (Amar, 2009:

2). Kota pada dasarnya dapat menciptakan keunikan atau ciri khas tersendiri

seperti pusat bisnis, budaya, seni, maupun Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

(IPTEK) yang telah diolah dan menonjol sejak semula dimiliki. Suatu kota

dapat dikenal apabila identitas kota tersebut diketahui dan dipahami secara baik

dan menyeluruh berdasarkan penelusuran ciri-ciri, jati diri, baik elemen fisik

(tangible) maupun psikis (intangible), dengan senantiasa memperhatikan

kondisi faktual tatanan dan fungsi kehidupan kota, nilai‐nilai historis serta

nilai‐nilai lokal setempat sebagai keunikan dan karakteristik tersendiri, tanpa

mengabaikan apresiasi masyarakat dan lingkungannya.

Kota Solo dikenal sebagai Kota Budaya karena merupakan Pusat

Kebudayaan Jawa dan masyarakatnya mampu memelihara predikat tersebut

diiringi dengan tindakan nyata dalam mengembangkannya. Kota Solo yang

berakar dari nama Surakarta sendiri dikenal sebagai pusat dan inti dari

keberadaan Jawa Kuno karena secara tradisional merupakan salah satu pusat

politik dan pengembangan tradisi Jawa, hal ini menyebabkan Bahasa Jawa

menjadi salah satu bahasa yang dipelajari dalam muatan pelajaran lokal.

Kemakmuran wilayah Kota Solo sendiri telah mendorong berkembangnya

2
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

berbagai literatur bahasa Jawa, tarian, makanan, pakaian, arsitektur dan

berbagai hasil budaya indah lainnya. Sebutan Kota Budaya ini mampu

menjadikan Kota Solo sebagai Kota Pariwisata Budaya, selain itu

masyarakatnya juga terkenal ramah tamah karena mengembangkan Budaya

Jawa Kuno dalam keseharian.

Kota Solo kaya akan peninggalan bernilai budaya pula, dalam literasi

yang ada tercatat total terdapat 172 bangunan dan kawasan yang telah

ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Dinas Tata Ruang Kota (DTRK) Solo

sesuai UU No.11/2010 (diambil dari Solopos pada Sabtu, 17 Januari 2015).

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 Tentang

Cagar Budaya, diterangkan bahwa cagar budaya berupa benda, bangunan,

struktur, situs, dan kawasan perlu dikelola oleh pemerintah dan pemerintah

daerah dengan meningkatkan peran serta masyarakat untuk melindungi,

mengembangkan, dan memanfaatkan cagar budaya (Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 11 Tahun 2010). Berdasarkan undang-undnag inilah maka

cagar budaya yang ada di Kota Solo mampu digunakan sebagai media dalam

mendukung identitas Kota Solo.

Beberapa Cagar Budaya di Kota Solo mulai beralih menjadi ruang

publik demi memajukan Kota Solo dalam bingkai Identitas Kota Solo sebagai

Kota Budaya, salah satu contohnya adalah kawasan Manahan. Dalam

sejarahnya, Manahan berkembang dari lapangan memanah menjadi lapangan

pacuan kuda. Di tengah ruang terbuka itu, tergelar lapangan pacuan kuda yang

luas dengan tribun kayu jati berfungsi menunjukkan kemewahan tersendiri

3
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

pada zamannya, pada tahun 1998 kawasan itu di bangun menjadi Stadion

Manahan yang hampir seluruh kegiatan manusia ada disana tidak hanya untuk

aktivitas olahraga namun kegiatan ekonomi juga mulai nampak seperti

hadirnya Pasar Sunday Morning setiap Minggu pagi hingga berbagai event

musik serta otomotif berupa balapan motor. Di samping keberadaan Manahan

yang mulai mengalami perubahan sosial dalam pergerakan dinamika Kota Solo

sendiri, ada salah satu cagar budaya kota yang turut serta mengalami perubahan

yang hampir sama dengan Manahan, cagar budaya tersebut adalah Lokananta.

Lokananta merupakan bangunan yang memenuhi kriteria sebagai Cagar

Budaya Kota Solo oleh Dinas Tata Ruang Kota (DTRK) Solo sesuai UU

No.11/2010. Lokananta, baru di tetapkan secara resmi sebagai perusahaan

negara pada tahun 1961 melalui PP No. 215/1961 (Theodore, 2013: 28).

Lokananta merupakan salah satu perusahaan rekaman musik tertua di Kota

Solo dan satu-satunya perusahaan rekaman musik milik negara. Lokananta

sendiri diartikan sebagai Gamelan dari Khayangan yang berbunyi tanpa

penabuh, terletak di Jalan Ahmad Yani, Surakarta, dan berdiri pada 29 Oktober

1955 sebagai rumah produksi atas usulan Kepala Jawatan Radio Republik

Indonesia (RRI) bernama Maladi yang dipertanggung jawabkan kepada

Presiden Soekarno di masa itu (Theodore, 2013: 28). Sebagai Perusahaan

Negara, Lokananta pada awalnya didirikan untuk merekam pidato kenegaraan

sekaligus menggandakan piringan hitam bagi 49 studio RRI yang

didistribusikan ke seluruh RRI di Indonesia.

4
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Selain menjadi percetakan, dalam perkembangan Lokananta sekarang

ini mulai nampak beberapa perubahan sosial yang melekat padanya. Lokananta

mulai memainkan perannya di dunia musik dengan beberapa kali mampu

dijadikan sebagai tempat pertunjukan Musik. Banyak band-band yang sedang

naik daun dihadirkan di sana oleh Event Organizer yang ada di Kota Solo

maupun luar kota karena Lokananta dengan segudang sejarahnya memiliki

peran penting terhadap Industri Musik Indonesia, hal ini seakan ingin

menegaskan kembali band-band yang sedang naik daun tersebut bernostalgia

dengan romantisme kejayaan musik di masa lalu. Kemudian di Lokananta juga

terjadi kegiatan ekonomi, salah satunya adalah acara Record Store Day yang

diadakan setiap tahunnya dengan menjual kembali rilisan-rilisan berbentuk

Vinyl, Tape Recorder, hingga Compact Disc. Selain itu, di bagian belakang

terdapat sebuah gedung mirip layaknya lahan parkir yang sempat digunakan

sebagai Lapangan Futsal. Di samping itu, di Lokananta juga mulai banyak para

pemuda yang sekedar berkumpul dan menyaksikan pertandingan Sepak Bola.

Turnamen Futsal SMA tingkat Solo sempat diadakan pula di Lokananta,

bahkan ada juga yang hanya berlatih Sepak Bola di Lapangan Futsal tersebut.

Selain itu di Lokananta juga terdapat warung angkringan (HIK) yang dibuka

untuk memenuhi kebutuhan pangan sekaligus digunakan untuk tempat

berkumpul dan bercengkrama masyarakat. Terjadinya berbagai bentuk

perubahan yang melekat di Lokananta menjadi sebuah bentuk adanya

perubahan sosial yang nampak atas Lokananta sebagai ruang publik baru di

Kota Solo. Perubahan sosial dalam pemikiran William F. Ogburn adalah

5
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Perubahan sosial menekankan pada kondisi teknologis yang menyebabkan

terjadinya perubahan pada aspek-aspek kehidupan sosial, seperti kemajuan

ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat berpengaruh terhadap pola

berpikir masyarakat (Djazifah, 2012;5).

Berdasarkan uraian di atas, menunjukkan bahwa Lokananta telah

berubah terlihat berbagai perubahan-perubahan yang mengiringi perjalanannya.

Lokananta yang pada awalnya merupakan sebuah perusahaan rekaman negara

kini nampak beralih sebagai ruang publik kota yang di dalamnya mulai nampak

terdapat reproduksi budaya dengan berbagai aspek yang menyertainya. Untuk

menggambarkan perubahan-perubahan di Lokananta tersebut dibutuhkanlah

sebuah pendekatan terkait ruang publik yang menjadi ciri khas dari keberadaan

kota. Terkait hal ini, Jurgen Habermas dalam The Structural Transformation of

Public Sphere menerangkan bahwa ruang publik dapat dipahami sebagai

kesatuan ruang privat yang terdapat di dalamnya datang bersama-sama sebagai

ruang publik dan dinikmati menurut otoritas mereka (Nugroho, 2011: 3).

Pelacakan perubahan sosial atas Lokananta sebagai ruang publik untuk

mendukung keberadaannya di Kota Solo menjadi penting dilakukan, hal ini

dikarenakan dengan adanya pelacakan tersebut memungkinkan tergambarnya

berbagai perubahan dan analisa terkait perubahan-perubahan tersebut sebagai

bentuk telaah sosial terkait perubahan sosial atas ruang publik dalam hal ini

Lokananta sebagai cagar budaya Kota Solo. Maka, penelitian ini mengambil

judul, “Perubahan Sosial atas Lokananta sebagai Ruang Publik Kota Solo.”

6
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang akan dibahas

dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah Perubahan Sosial atas Lokananta

sebagai Ruang Publik Kota Solo?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah

untuk menggambarkan Perubahan Sosial atas Lokananta sebagai Ruang Publik

Kota Solo.

D. Manfaat Penelitian

Sedangkan manfaat yang hendak didapat dari penelitian ini adalah:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan

wawasan terkait aplikasi dari teori sosiologi klasik maupun moden karena

pembahasan penelitian ini menggunakan pendekatan perubahan sosial.

2. Manfaat Praktis

Dengan penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan

pertimbangan kebijakan Pemerintah Kota Solo terkait pengelolaan cagar

budaya dan penataan serta pengembangan ruang publik di Kota Solo.

Anda mungkin juga menyukai