Anda di halaman 1dari 12

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ketika berbicara soal makanan, bisa dipastikan hampir semua menyukai

topik tersebut. Makanan sebagai salah satu kebutuhan pokok hidup manusia, juga

merupakan bagian dari kebudayaan yang memanjakan kelima indra manusia.

Makanan pun dapat berperan sebagai identitas bangsa. Konsumsi termasuk

konsumsi makanan merupakan salah satu aktivitas manusia paling primordial,

yang telah ada setua sejarah manusia itu sendiri yang meskipun demikian

mengalami berbagai perkembangan dan perubahan sesuai dengan perubahan

sosial, ekonomi, teknologi dan kultural. Sebagai aktivitas konsumsi, makan dan

makanan sebagai obyeknya adalah bentuk kebudayaan yang sepintas tampak

sederhana, akan tetapi bila diamati secara mendalam, ternyata lebih kompleks.

Makan tidak hanya sekedar aktivitas biologis memindahkan makanan ke dalam

tubuh, tetapi aktivitas yang melibatkan berbagai relasi psikologi, bahasa,

simbolik, gender, sosial, teknologi, spiritual, ekonomi, politik dan kultural. Makan

adalah salah satu wujud utama kebudayaan (culinary culture).

Kuliner merupakan salah satu budaya di Indonesia. Dalam

perkembangannya kuliner di Indonesia dipengaruhi oleh penjajah yang datang ke

Indonesia, salah satunya adalah penjajah Belanda yang memberikan sentuhan

terhadap perkembangan dalam khasanah kuliner pribumi yang dianggap

tradisional. Tatanan masyarakat di tanah koloni, orang Eropa (dalam hal ini

Belanda) dikenal sebagai kelas sosial tertinggi yang senantiasa menjaga


commit to user
eksklusivitas atau membatasi hubungan dengan kelas sosial yang dianggap rendah

1
perpustakaan.uns.ac.id 2
digilib.uns.ac.id

yaitu pribumi. Namun pengaruh masyarakat yang dikoloni nyatanya deras

mempengaruhi kehidupan keseharian mereka. Demikian pula sebaliknya

masyarakat pribumi menyerap dan terpengaruh unsur-unsur kebudayaan penjajah.

Salah satunya dalam hal makanan atau kuliner. Nilai-nilai budaya yang sudah

tertanam dalam kehidupan bangsa Indonesia ini sulit dihapuskan karena sudah

menyatu menjadi kebiasaan kolektif masyarakat, sebagaimana tampak dalam

wajah kuliner Indonesia. Sebagai contoh, gaya prasmanan sebagai gaya penyajian

makanan yang sangat lumrah bagi masyarakat Indonesia saat ini sebenarnya

merupakan gaya Eropa yang menggantikan kebiasaan makan pribumi duduk

berlesehan di lantai.

Kebudayaan Jawa yang hidup di Surakarta dan Yogyakarta merupakan

peradaban orang Jawa yang berakar di keraton1. Kota Surakarta mempunyai

potensi yang sangat kuat dalam pengembangan pariwisata khususnya wisata

budaya dengan adanya Keraton Kasunanan dan Puro mangkunegaran merupakan

pusat kebudayaan Jawa, karena kedua keraton tersebut merupakan sumber

kebudayaan Jawa. Selain Keraton Kasunanan dan Puro Mangkunegaran, obyek-

obyek wisata di Kota Surakarta yang selama ini menjadi obyek kunjungan

wisatawan baik nusantara maupun mancanegara antara lain Museum Radya

Pustaka yang di dalamnya terdapat benda-benda keraton serta buku-buku Jawa

yang banyak mengandung petuah-petuah. Ada pula Taman Sriwedari yang cukup

dikenal oleh masyarakat Surakarta sebagai tempat hiburan rakyat yang bertema

hiburan tradisional. Di arena rekreasi dilengkapi dengan sarana permainan anak-

1
commit todan
Rustopo, Orang-orang Tionghoa user
Kebudayaan Jawa di Surakarta,
(Yogyakarta: Ombak, 2007), hlm. 27.
perpustakaan.uns.ac.id 3
digilib.uns.ac.id

anak dan dewasa, toko cindera mata, pertunjukan wayang orang, Di samping itu

juga terdapat puja sari (pusat jajanan sarwo asri) yang menghidangkan beraneka

ragam masakan khas Kota Surakarta seperti nasi liwet, gudeg, wedhang ronde,

gempol plered, dan lain-lain.

Dalam kajian historis, Surakarta telah menjadi kota kosmopolitan pada

awal abad ke-20 dengan tumbuhnya pusat-pusat hiburan maupun pusat gaya hidup

baru modern. Pengaruh gaya hidup eropa yang dibawa oleh orang-orang Belanda

yang tinggal di Surakarta. Membawa bentuk-bentuk kesenian, hiburan, serta

berbagai macam bentuk rekreasi yang bersifat modern. Bentuk-bentuk kesenian,

hiburan, dan rekreasi tersebut, berhasil menjadi tren baru yang juga digemari dan

disukai masyarakat pribumi, terutama golongan menengah ke atas. Dengan

bertumbuhnya tempat-tempat hiburan berskala modern membawa konsekuensi

terhadap perkembangan kuliner di Surakarta yang menyesuaikan dengan

perubahan dan kebutuhan jaman.2

Pada pertengahan abad ke-19, Rijsttafel menjadi budaya makan kolonial

Belanda yang paling mengemuka. Menurut seorang penulis roman Belanda,

Victor Ido (1948: 31) dalam buku “Rijsttafel: Budaya Kuliner di

Indonesia”, rijsttafel diartikan sebagai “eten van de rijsmaaltijd een speciale tafel

gebruikt” yaitu suatu sajian makan nasi yang dihidangkan secara spesial dengan

menu dari berbagai daerah di Nusantara yang berkembang dari kolonial Hindia

Belanda.

2
Ardi Baskoro, Kuliner di Keraton Surakarta (Kesinambungan dan
perubahannya), Tesis Program commit to userBudaya, Program Pasca Sarjana
Studi Kajian
Universitas Sebelas Maret, 2012, hlm. 2-3.
perpustakaan.uns.ac.id 4
digilib.uns.ac.id

Makanan sebagai identitas sebuah daerah dapat dilihat dari pengunaan

identitas personal maupun identitas daerah yang tercantum dalam nama warung.

Mendengar satu jenis makanan tertentu yang menyebutkan nama lokalitas, orang

akan segera tahu, menu makanan itu berasal dari daerah tertentu. Serabi

Notosuman, nama serabi ini mengunakan sebuah daerah yaitu Notosuman yang

menjadi bagian dari wilayah kota Surakarta. Lain dengan jenis menu makanan

Yogya, apa yang menunjukan identitas daerah tidak ditemukan, yang ditemukan

justru identitas personal, misalnya gudeg sulit ditemukan nama gudeg Yogya,

yang mudah ditemukan adalah menunjuk nama orang seperti gudeg Juminten,

gudeg Bu Tjitro, dan sejumlah nama lain yang menunjuk identitas personal yang

menunjuk pada menu tersebut.

Surakarta sejak lama telah berhubungan dengan bangsa-bangsa lain.

Kehadiran bangsa-bangsa lain atau etnis-etnis lain dari luar Surakarta,

menyebabkan pertemuan beberapa kebudayaan yang berlainan menjadi semakin

erat. Kebudayaan asing yang dibawa oleh masing-masing etnik, mempunyai

struktur sosial yang berbeda-beda dan bercampur di wilayah Surakarta. Akibat

dari pertemuan dan persinggungan kebudayaan tersebut, kebudayaan Jawa di

Surakarta diperkaya dengan berbagai unsur kebudayaan lain. Lambat laun

pengaruh tersebut semakin besar dan mempengaruhi berbagai bidang serta unsur

kebudayaan Jawa, termasuk juga kuliner. Perkembangan kuliner di Surakarta

dipengaruhi oleh sentuhan-sentuhan kebudayaan lain, seperti kebudayaan Eropa

yang dibawa oleh pemerintah kolonial Belanda dan kebudayaan Timur Asing.3

commit to user
3
Ibid.
perpustakaan.uns.ac.id 5
digilib.uns.ac.id

Dinamika perkembangan kuliner di Surakarta mengalami banyak

perubahan yang signifikan sejalan dengan perubahan stratifikasi sosial dalam

masyarakatnya, setelah keraton Surakarta tidak lagi memiliki kekuasaan mengatur

kehidupan sosial masyarakat di Surakarta. Keraton Surakarta kini hanya menjadi

simbol dan poros kebudayaan Jawa, tetapi tidak lagi memiliki kekuasaan yang

dapat mengatur masyarakatnya. Beberapa kuliner di Surakarta memiliki sisi

historis yang unik misalnya, nasi liwet, tengkleng, pecel, wedang ronde, gempol

pleret, dan seterusnya.4

Serabi Notosuman merupakan kuliner tradisional khas Surakarta yang

sudah ada sejak tahun 1923 yang dirintis oleh pasangan Hoo Geng Hok dan Tan

Giok Lan yang berhasil mengembangkan usaha pembuatan kue serabi hingga saat

ini, dan kini menjadi bisnis warisan turun temurun.

Dari penjelasan di atas maka sangat menarik untuk diteliti, bagaimana

perkembangan Serabi Notosuman dari masa kolonial hingga saat ini semakin

berkembang pesat dan menjadi salah satu kuliner tradisional di Kota Surakarta.

Penelitian ini mengambil tahun 1987-2012, tahun 1987 Serabi Notosuman

semakin mengalami perkembangan dan menjadi brand kuliner khas Kota

Surakarta, hingga tahun 2012 sebagai batasan periodesasi.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana perkembangan kuliner di Kota Surakarta tahun 1987-2012?

2. Bagaimana latar belakang Serabi Notosuman sebagai kuliner tradisional di

Kota Surakarta?
commit to user
4
Ibid.
perpustakaan.uns.ac.id 6
digilib.uns.ac.id

3. Bagaimana perkembangan Serabi Notosuman Generasi ke-1 sampai

generasi ke-4?

4. Bagaimana peran Serabi Notosuman sebagai kuliner tradisional di Kota

Surakarta tahun 1987-2012?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan kuliner di Surakarta.

2. Untuk mengetahui latar belakang Serabi Notosuman sebagai kuliner

tradisional di Kota Surakarta.

3. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan Serabi Notosuman generasi

ke-1 sampai generasi ke-4.

4. Untuk mengetahui peran Serabi Notosuman sebagai kuliner tradisional di

Kota Surakarta tahun 1987-2012.

D. Manfaat Penelitian

Setiap penelitian diharapkan berguna bagi pihak yang terkait, Adanya

penelitian perkembangan jajanan khas Surakarta Serabi Notosuman ini,

diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat praktis yang dapat diambil dari penelitian ini yaitu diharapkan

mampu memberikan gambaran kepada masyarakat umum dan pada

pengkaji tentang khasanah kuliner khususnya kuliner Serabi Notosuman

sebagai kuliner tradisional di Kota Surakarta.

2. Manfaat Teoritis yang dapat diambil dari penelitian ini antara lain:

a. Sebagai bahan informasi mengenai sejarah kuliner di Indonesia.

b. Sebagai tambahan khasanah bacaan terhadap kuliner tradisisional di

Kota Surakarta.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 7
digilib.uns.ac.id

c. Sebagai bahan informasi mengenai kuliner tradisional di Kota

Surakarta, khususnya Serabi Notosuman.

E. Tinjauan Pustaka

Buku yang diterbitkan Patrawidya: Seni Penerbitan Penelitian Sejarah dan

Budaya, Vol. 12 yang diterbitkan tahun 2011, berisi beberapa judul yang salah

satunya ditulis oleh Yustina Hastrini Nurwanti berjudul Dinamika Kewirausahaan

Kuliner: Lunpia Semarang Tahun 1965-2009. Penelitian ini mengulas tentang

bagaimana usaha lunpia Semarang menghadapi tantangan zaman. Lunpia

Semarang adalah semua pengusaha lunpia keturunan dari Tjoa Thay Yoe dan

Wasi. Perkawinan antar bangsa inilah yang kemudian melahirkan Lunpia

Semarang. Perjalanan suatu usaha kuliner melalui beberapa hambatan terkait

dengan kondisi zamannya. Dalam buku ini, pemerintah juga turut andil dalam

keberlangsungan usaha lunpia meskipun secara tidak langsung.

Skripsi Fajri Kurniawan, Universitas Sebelas Maret, yang berjudul Potensi

wisata Kuliner Dalam Pengembangan Pariwisata Di Yogayakarta. Skripsi ini

memberikan gambaran tentang industri pariwisata dan kentalnya budaya di

Yogayakarta serta wisata kulinernya yang merupakan salah satu aset Yogyakarta

yang sudah tidak asing lagi bagi wisatawan, akan tetapi aset ini perlu perbaikan,

pengembangan, dimanfaatkan dan dilestarikan. Dalam skripsi ini wisata kuliner

makanan khas sebagai salah satu keunggulan baru dalam bidang pariwisata.

Sebagai salah satu keunggulan baru dalam bidang pariwisata, wisata kuliner

mempunyai potensi yang sangat besar untuk dikembangkan dan dimanfaatkan bila

dikelola secara professional dan tertata bahkan mungkin menjadi daya tarik

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 8
digilib.uns.ac.id

tersendiri yang dapat menambah minat para wisatawan untuk datang berkunjung

ke Yogyakarta.

Tesis dari Ardi Baskoro, Universitas Sebelas Maret, yang berjudul Kuliner di

Kraton Surakarta (Kesinambungan dan Perubahannya). Tesis ini menggambarkan

tentang kuliner yang ada di dalam kraton Surakarta, yang terdiri dari kuliner

keseharian, sesaji, dan wilujengan. Kuliner keseharian berupa makanan pokok,

keleman atau makanan ringan, dan minuman. Sesaji dan wilujengan merupakan

kuliner yang digunakan dalam berbagai upacara tradisi kraton. Kraton Surakarta

hingga saat ini masih melakukan serangkaian upacara tradisi yang berhubungan

dengan siklus hidup, upacara tradisi yang berkaitan dengan keagamaan dan non

keagamaan, lengkap beserta kuliner pendukungnya. Kuliner yang terdapat dalam

upacara tradisi tersebut, tidak hanya sebagai pelengkap upacara namun juga

memiliki makna simbolis. Kuliner dalam masyarakat kraton Surakarta tidak hanya

menjadi penanda adanya dari adanya stratifikasi dalam masyarakat tersebut, tetapi

makanan telah memperjelas bahwa stratifikasi di dalam masyarakat kraton

Surakarta terlihat secara kasat mata melalui aktivitas konsumsi, selain penggunaan

pakaian.

F. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode sejarah. Metode sejarah yaitu suatu

metode yang digunakan untuk menguji dan menganalisa secara kritis rekaman dan

peninggalan masa lalu dan merekontruksi secara imajinatif masa lalu tersebut

berdasarkan data yang diperoleh.5 Pendapat ini menyebutkan metode sejarah

5
commit toIlmu
Sartono Kartodirdjo, Pendekatan userSosial Dalam Metodologi Sejarah,
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993), hlm. 2.
perpustakaan.uns.ac.id 9
digilib.uns.ac.id

dalam proses pengumpulan sumber, menguji dan menganalisis secara kritis

rekaman-rekaman peninggalan masa lalu serta usaha untuk melakukan sintesa dari

data-data yang terkumpul sehingga menjadi kajian yang dapat dipercaya.6

Adapun langkah-langkah yang digunakan dalam metode penelitian sejarah

ini terdiri dari empat langkah, yaitu:

1. Heuristik

Yaitu kegiatan atau proses pengumpulan sumber sejarah. Dalam langkah

ini dilakukan pengumpulan sumber data sebanyak-banyaknya yang masih dalam

cakupan tema dan permasalahan yang akan diteliti. Sumber data terdiri dari

sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer diperoleh melalui studi

dokumen atau arsip dan wawancara dengan pelaku. Sedangkan sumber sekunder

diperoleh melalui studi pustaka (library research).

a. Studi Bahan Dokumen Atau Arsip

Studi Bahan Dokumen Atau Arsip yaitu sumber yang mendukung penulisan

penelitian ini adalah berupa arsip-arsip terkait Serabi Notosuman,

diantaranya: Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Tanda Daftar Industri

(TDI), surat halal dari Majelis Ulama Indonesia, sertifikat merek, tabloid

terkait Serabi Notosuman dan foto-foto terkait dengan Serabi Notosuman.

b. Wawancara

Wawancara dalam suatu penelitian bertujuan untuk mengumpulkan data

keterangan tentang kehidupan dalam masyarakat. Wawancara merupakan

6
Louis Gottschalk, Mengerti commit to user
Sejarah (Edisi Terjemahan Oleh Nugroho
Notosusanto), (Jakarta: UI Press, 1983), hlm. 32.
perpustakaan.uns.ac.id 10
digilib.uns.ac.id

pembantu utama dari metode observasi.7 Wawancara atau sumber sejarah

lisan dilakukan dengan beberapa orang yang mampu memberikan informasi

sesuai dengan tema yang diambil. Wawancara berangkat dari informasi

pangkal dengan Nyonya Lidiawati sebagai pemilik Serabi Notosuman

Generasi ke-3, kemudian diperoleh informan-informan kunci yaitu Yohanes

Krismanto sebagai generasi ke-4 Serabi Notosuman.

c. Studi Pustaka (library research)

Studi Pustaka (library research) sebagai pendukung dan pelengkap sekaligus

kerangka dasar teori, maka penelitian ini menggunakan sumber-sumber

pustaka berupa buku-buku karya ilmiah atau buku pengetahuan. Beberapa

buku yang dijadikan acuan diperoleh dari Perpustakaan Pusat Universitas

Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Perpustakaan FIB UNS, Perpustakaan

Monumen Pers Surakarta dan beberapa buku koleksi pribadi.

2. Kritik Sumber

Kritik sumber adalah proses mengkritik sumber baik secara intern

maupun ekstern. Kritik intern digunakan untuk mengetahui kredibilitas

informasi yang diperoleh. Sedangkan kritik ekstern dipergunakan untuk

mengetahui otentisitas informasi yang diperoleh.

3. Interpretasi

Tahap ini dilakukan untuk menafsirkan informasi yang saling

berhubungan secara kronologis dengan fakta-fakta yang diperoleh dan

telah lulus kritik. Interpretasi ini juga digunakan untuk menganalisis data

yang digunakan. Analisis data merupakan suatu proses pencarian dan

7
commit to user
Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta:
Gramedia, 1983).
perpustakaan.uns.ac.id 11
digilib.uns.ac.id

perancangan sistematika semua data yang terkumpul agar peneliti tahu

makna yang telah ditemukan dan disajikan kepada orang bebas.

4. Historiografi

Analisis dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif. Artinya,

data-data yang terkumpul selanjutnya diintegrasi atau ditafsirkan,

kemudian dianalisis secara kualutatif. Analisis kualitatif adalah suatu

analisis yang mendasarkan sebab akibat dari suatu permasalahan atau

fenomena historis yang dimaksudkan agar penelitian ini tidak hanya

menjawab apa, kapan dan dimana, tapi juga mampu menjelaskan gejala-

gejala sejarah sebagai kausalitas. Hasil analisis ini kemudian disajikan

dalam bentuk penulisan deskriptif analitis.

G. Sistematika Penelitian

Agar tulisan ini lebih sistematis, maka uraiannya di bagi menjadi lima bab.

Adapun Bab I berisi Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode

penelitian, dan sistematika skripsi.

Bab II membahas tentang perkembangan kuliner di Surakarta yang

mencakup Budaya Kuliner di Indonesia Pada Masa Kolonial, Budaya Kuliner

Pada Masa Jepang, Masa Revolusi Kemerdekaan dan Perkembangan Kuliner di

Surakarta tahun 1987-2012.

Bab III membahas tentang latar belakang munculnya Serabi Notosuman

sebagai kuliner tradisional di Kota Surakarta dan perkembangannya dari generasi

ke-1 sampai generasi ke-4. commit to user


perpustakaan.uns.ac.id 12
digilib.uns.ac.id

Bab IV membahas tentang peran Serabi Notosuman sebagai kuliner

tradisional di Kota Surakarta tahun 1987-2012.

Bab V berisi tentang kesimpulan dari keseluruhan penulisan skripsi.

commit to user

Anda mungkin juga menyukai