Anda di halaman 1dari 34

ELEMEN FISIK /

BENTUK KOTA &


PERMUKIMAN di
kota
CIRI FISIK KOTA meliputi hal
sebagai berikut:
Tersedianya TEMPAT-TEMPAT untuk PASAR DAN
PERTOKOAN
Tersedianya TEMPAT-TEMPAT untuk PARKIR
Tersedianya TEMPAT-TEMPAT untuk PENDUDUK
BERMUKIM
Terdapatnya SARANA REKREASI DAN SARANA
OLAHRAGA
Berdasarkan kemampuannya dalam melayani penduduk yang
datang untuk berbelanja (Arthur B. Gallion dan Simon Eisner)

Neighborhoad centre, yaitu pusat perbelanjaan utk


kapasitas penduduk 7.500 – 20.000 orang.
Community centre, yaitu pusat perbelanjaan utk
kapasitas penduduk 20.000 – 100.000 orang.

Regional centre, yaitu pusat perbelanjaan utk


kapasitas penduduk 100.000 – 250.000 orang.

ADANYA GEDUNG-GEDUNG PEMERINTAHAN BAIK


UNTUK PEMERINTAH PUSAT MAUPUN PEMERINTAH
DAERAH.
CIRI KEHIDUPAN KOTA meliputi hal
sebagai berikut:
1- Adanya pelapisan sosial ekonomi misalnya
perbedaan tingkat penghasilan, tingkat pendidikan
dan jenis pekerjaan.
2- Adanya jarak sosial dan kurangnya toleransi sosial
di antara warganya.
3- Adanya penilaian yang berbeda-beda terhadap
suatu masalah dengan pertimbangan perbedaan
kepentingan, situasi dan kondisi kehidupan.
4- Warga kota umumnya sangat menghargai waktu.
CIRI KEHIDUPAN KOTA meliputi hal sebagai berikut:
5- Cara berpikir dan bertindak warga kota tampak lebih
rasional dan berprinsip ekonomi.
6- Masyarakat kota lebih mudah menyesuaikan diri terhadap
perubahan sosial disebabkan adanya keterbukaan terhadap
pengaruh luar.
7- Pada umumnya masyarakat kota lebih bersifat individu
sedangkan sifat solidaritas dan gotong royong sudah mulai
tidak terasa lagi.
(stereotip ini kemudian menyebabkan penduduk kota dan
pendatang mengambil sikap acuh tidak acuh dan tidak peduli
ketika berinteraksi dengan orang lain ~~ mereka mengabaikan
fakta bahwa masyarakat kota juga bisa ramah dan santun
dalam berinteraksi)
CIRI KEHIDUPAN KOTA meliputi hal sebagai berikut:

8- Masyarakat kota merupakan kelompok


penduduk yang anggotanya sangat heterogen,
terdiri atas masyarakat dari beberapa lapisan atau
tingkatan, seperti tingkat pendidikan, status sosial
ekonomi, dan daerah asal (kampung halaman).

9- Penduduk kota dapat dibedakan atas penduduk


asli kota dan para imigran,
yaitu penduduk desa yang datang ke kota atau
tujuan-tujuan tertentu seperti melanjutkan
sekolah atau bekerja.
CIRI KEHIDUPAN KOTA meliputi hal sebagai berikut:
10- Hubungan masyarakat kota, hubungan sosialnya bersifat
gesselschaft yang artinya bahwa hubungan sesama anggota
msyarakat sangat terbatas pada bidang-bidang tertentu.
Hubungan sosial ini tidak didasarkan pada sifat kekeluargaan
atau gotong royong, tetapi lebih didasarkan pada hubungan
fungsional, misalnya antara buruh dan majikan, antara sesama
karyawan, rekan sejawat, atasan, dan bawahan antara teman-
teman satu sekolahan, dsb.
11- Adanya segregasi keruangan akibat heterogenitas sosial,
segregasi yaitu pemisahan yang dapat menimbulkan kelompok-
kelompok atau kompleks-kompleks tertentu.
Contohnya: kpmpleks pegawai negeri sipil, kompleks
perumahan tentara, daerah pecinan, kampung arab, kampung
melayu, dll
KOMPLEKS PERUMAHAN PENDUDUK TERDIRI
DARI:

** Daerah pemukiman kumuh (slums area)


yang dihuni oleh penduduk kota yang gagal atau
kalah bersaing dengan penduduk lainnya dalam
pencapaian tingkat kehidupan yang layak.
Fisiknya:
kondisi rumah yang tidak layak huni,
kualitas lingkungan yang kotor dan jorok,
ekonomi penghuni pas-pasan bahkan miskin,
tingkat kriminalitas relatif tinggi (pencurian,
perkelahian, dll).
KOMPLEKS PERUMAHAN PENDUDUK TERDIRI
DARI:
** Daerah pemukiman masyarakat ekonomi
lemah – menengah,
misalnya Rumah Sangat Sederhana (RSS),
Rumah Susun Sederhana,
dan rumah-rumah BTN tipe kecil.
** Daerah pemukiman masyarakat golongan
ekonomi menengah ke atas,
seperti rumah-rumah BTN tipe besar,
rumah Realestat,
apartemen mewah, dll
Pemerintah Republik Indonesia membuat
penggolongan kota berdasarkan jumlah penduduk
sebagai berikut (diolah dari Urban Population
Growth of Indonesia, 1980-1990):
KOTA KECIL, jumlah penduduk antara 20.000 s/d
50.000 orang jiwa. Contohnya Padang panjang
(32.104 orang), Banjaran (48.170 orang).
KOTA SEDANG, jumlah penduduk antara 50.000 s/d
100.000 jiwa.
Contohnya Sibaloga (71.559 orang), Bukit Tinggi
(71.093 orang), Mojokerto (96.626 orang),
Palangkaraya (99.693 orang) dan Gorontalo (94.058
orang).
KOTA BESAR,
jumlah penduduk antara 100.000 orang sampai
dengan 1.000.000 orang.
Contoh: Padang 477.064 orang; Jambi 301.430
orang; Cirebon 244.906 orang; Surakarta
503.827 orang; Kediri 235.333 orang.
METROPOLIS,
jumlah penduduk di atas 1.000.000 jiwa.
Contoh: Jakarta dengan jumlah penduduk
8.222.515 orang; Bandung dengan jumlah
penduduknya 2.125.159 orang, Surabaya
2.410.417 orang dan Medan dengan jumlah
penduduk 1.685.272 orang.
Tahap Perkembangan Kota Menurut Lewis Munford
1) Tahap Eopolis
tercermin adanya perkampungan yang makin maju dan
mengarah ke kota
2) Tahap Polis
kota yang masih berorientasi agraris meskipun muncul
beberapa kegiatan industri
3) Tahap Metroplis
kota yang berorientasi industri
4) Tahap Megalopolis
ditandai oleh perubahan perilaku manusia hanya
berorientasi pada materi
Tahap Perkembangan Kota Menurut Lewis Munford

5) Tahap Tiranopolis
tolak ukur budaya dilihat pada sesuatu yang nampak
saja, misalnya kekayaan, serta ketidakacuhan mengenai
aspek kehidupan.
Selain itu, kondisi perdagangan mulai menunjukkan
adanya penurunan dan tingkat kemacetan lalu lintas
dan kriminalitas sangat tinggi
6) Tahap Nekropolis
kota mati (the city of dead) dan menuju kehancuran.
Hal ini disebabkan adanya peperangan, kelaparan, atau
wabah yang melanda kota tersebut.
KLASIFIKASI KOTA SECARA NON
NUMERIK (KUALITATIF).
Sistem klasifikasi kota secara non numerik dapat di
artikan sebagai penggolongan yang di dasarkan atas
unsur-unsur kualitatif dari suatu kota, kondisi sosial
penduduk dan sebagainya:

TAHAP EOPOLIS,
yaitu tahap perkembangan desa yang sudah teratur,
sehingga organisasi masyarakat penghuni daerah
tersebut sudah mulai memperlihatkan ciri-ciri
perkotaan.
Tahapan ini merupakan peralihan dari pola kehidupan
desa yang tradisional kearah kehidupan kota.
KLASIFIKASI KOTA SECARA NON NUMERIK (KUALITATIF)
TAHAP POLIS,
yaitu tahapan dimana suatu daerah kota yang masih
bercirikan sifat-sifat agraris atau berorientasi pada
sektor pertanian.
Sebagian besar kota-kota di Indonesia masih berada di
tahap ini.
TAHAP METROPOLIS,
yaitu kota merupakan kelanjutan dari tahap polis.
Tahapan ini ditandai oleh sebagian besar orientasi
kehidupan ekonomi penduduknya mengarah kesektor
industri.
Kota- kota di Indonesia yang tergolong pada tahapan
metropolis adalah Jakarta, Bandung dan Surabaya.
TAHAP MEGAPOLIS (kota maha besar)
yaitu suatu wilayah perkotaan yang ukurannya sangat besar,
biasanya terdiri atas beberapa kota metropolis yang menjadi satu
sehingga membentuk jalur perkotaan.
Dalam beberapa segi kota megapolis telah mencapai titik tertinggi
dan memperlihatkan tanda-tanda akan mengalami penurunan
kualitas.
Contah Bos-Wash (jalur kota Boston sampai dengan Wasington di
Amerika Serikat). San-san (jalur kota San Diego sampai San
Fransisco di Amerik Serikat), Randstad Holland mulai kota
Doordecht sampai Archem di Netherland.
TAHAP TRYANOPOLIS, yaitu tahapan kota yang kehidupannya
sudah di kuasai oleh triani, kemacetan-kemacetan,kekacuan
pelayanan, kejahatan, dan kriminalitas yang bias terjadi.

TAHAP NEKROPOLIS, yaitu tahapan perkembangan kota yang


menuju ke arah kematiannya.
kota dapat digolongkan dengan
memperhatikan fungsi sosialnya (bersifat
relatif),
KARENA fungsi kota di permukaan bumi tidak
bersifat tetap untuk selamanya.
Ada kalanya sebuah kota akan beralih fungsi,
misalnya dari sebuah kota pusat perdagangan
menjadi pusat industri.
Selain itu dapat pula terjadi sebuah kota memiliki
lebih dari satu fungsi,
misalnya kota Jakarta sebagai sebuah kota
memiliki fungsi lebih dari satu, sebagai pusat
pemerintahan dan pariwisata.
Kota Pusat Produksi yaitu kota yang
berfungsi sebagai pemasok barang-barang
yang di butuhkan oleh wilayah lain.

Kota pusat produksi dapat dibedakan atas kota


penghasil bahan mentah,
seperti Bukit Asam dan Obilin (batubara),
Bontang (LNG), Mojokerto (yodium) serta kota
industri manufaktur (mengubah bahan mentah
menjadi barang jadi dan setengah jadi) seperti
Cilegon (industri besi dan baja), Bandung Raya
(industri tekstil), Yokohama, Nagoya, Kobe dan
Horoshima (industri berat).
Kota pusat perdagangan baik yang bersifat
lokal maupun regional dan internasional.
Contoh: Bremen pusat perdagangan tembakau,
Singapura pusat perdagangan internasional,
Philadelphia, pusat pelabuhan di Pantai Atlantik
yang mengekspor batubara dan baja, Richmond
pelabuhan perdagangan di USA yang banyak
mengekspor tembakau dan kota-kota
perdagangan di Indonesia.
Kota pusat pemerintahan:
ibukota suatu negara merupakan contoh paling
jelas untuk melihat fungsi kota sebagai pusat
pemerintahan.
KOTA PUSAT KEBUDAYAAN, biasanya sangat
berhubungan dengan adat istiadat yang berlaku
pada masyarakat setempat.
Misalnya kesenian tradisional, tata cara
keagamaan, atau bentuk-bentuk budaya yang
lainnya yang masih dipegang teguh oleh
penduduk setempat.
Contoh: beberapa kota di propinsi Bali, Yogyakarya,
Surakarta dan beberapa kota di India sebagai pusat
agama dan kebudayaan Hindu, Roma dan Vatikan
sebagai pusat agama dan kebudayaan Kristen
Katolik, serta Mekah sebagai kota pusat agama dan
kebudayaan Islam.
TEORI STRUKTUR RUANG KOTA Teori Konsentris (Burgess, 1925)

Teori ini menyatakan bahwa


Daerah Pusat Kota (DPK) atau
Central Business District (CBD)
adalah pusat kota yang
letaknya tepat di tengah kota
dan berbentuk bundar
yang merupakan pusat
kehidupan sosial, ekonomi,
budaya dan politik,
Teori Konsentris serta merupakan zona dengan
(Burgess, 1925) derajat aksesibilitas tinggi
dalam suatu kota.
TEORI STRUKTUR RUANG KOTA Teori Konsentris (Burgess, 1925)

DPK atau CBD tersebut terbagi atas


dua bagian, yaitu:
PERTAMA,
bagian paling inti atau RBD (Retail Business
District) dengan kegiatan dominan
pertokoan, perkantoran dan jasa;
KEDUA,
bagian di luarnya atau WBD (Wholesale Business District)
yang ditempati oleh bangunan dengan peruntukan kegiatan
ekonomi skala besar,
seperti pasar, pergudangan (warehouse), dan gedung
penyimpanan barang supaya tahan lama (storage buildings).
1. ZONA PUSAT DAERAH KEGIATAN (Central Business
District), yang merupakan pusat pertokoan besar, gedung
perkantoran yang bertingkat, bank, museum, hotel,
restoran dan sebagainya.
2. ZONA PERALIHAN ATAU ZONA TRANSISI, merupakan
daerah kegiatan. Penduduk zona ini tidak stabil, baik
dilihat dari tempat tinggal maupun sosial ekonomi.
Daerah ini sering ditemui kawasan permukiman kumuh
yang disebut slum karena zona ini dihuni penduduk
miskin.
Namun sebenarnya zona ini merupakan zona
pengembangan industri sekaligus menghubungkan antara
pusat kota dengan daerah di luarnya.
3. ZONA PERMUKIMAN KELAS PROLETAR, perumahannya
sedikit lebih baik karena dihuni oleh para pekerja yang
berpenghasilan kecil
atau buruh dan karyawan kelas bawah, ditandai oleh
adanya rumah-rumah kecil yang kurang menarik dan
rumah-rumah susun sederhana yang dihuni oleh keluarga
besar.
Burgess menamakan daerah ini yaitu working men's
homes.

4. ZONA PERMUKIMAN KELAS MENENGAH (residential


zone), merupakan kompleks perumahan para karyawan
kelas menengah yang memiliki keahlian tertentu.
Rumah-rumahnya lebih baik dibandingkan kelas proletar.
5. Wilayah tempat tinggal masyarakat berpenghasilan
tinggi.
Ditandai dengan adanya kawasan elit, perumahan dan
halaman yang luas.
Sebagian penduduk merupakan kaum eksekutif,
pengusaha besar, dan pejabat tinggi.

6. ZONA PENGLAJU (commuters),


merupakan daerah yang yang memasuki daerah
belakang (hinterland) atau merupakan batas desa-
kota.
Penduduknya bekerja di kota dan tinggal di pinggiran.
TEORI STRUKTUR RUANG KOTA Teori Sektoral (Hoyt, 1939)

Teori ini menyatakan


bahwa DPK atau CBD
memiliki pengertian
yang sama dengan yang
Teori Sektoral diungkapkan oleh Teori
(Hoyt, 1939) Konsentris.

1. Sektor pusat kegiatan bisnis yang terdiri atas


bangunan-bangunan kontor, hotel, bank, bioskop,
pasar, dan pusat perbelanjaan.
2. Sektor kawasan industri ringan dan perdagangan.
TEORI STRUKTUR RUANG KOTA Teori Sektoral (Hoyt, 1939)

3. Sektor kaum buruh atau


kaum murba, yaitu kawasan
permukiman kaum buruh.

4. Sektor permukiman kaum


Teori Sektoral
(Hoyt, 1939)
menengah atau sektor
madya wisma.

5. Sektor permukiman adi wisma, yaitu kawasan


tempat tinggal golongan atas yang terdiri dari para
eksekutif dan pejabat.
TEORI STRUKTUR RUANG KOTA Teori Inti Berganda (Harris dan Ullman, 1945)
ada perbedaan dengan dua teori yang
disebutkan di atas, yaitu bahwa pada
Teori Pusat Berganda terdapat banyak
DPK atau CBD dan letaknya tidak persis di
tengah kota dan tidak selalu berbentuk
bundar.
Teori ini menyatakan bahwa DPK atau CBD adalah pusat kota
yang letaknya relatif di tengah-tengah sel-sel lainnya dan
berfungsi sebagai salah satu growing points.
Zona ini menampung sebagian besar kegiatan kota, berupa
pusat fasilitas transportasi dan di dalamnya terdapat distrik
spesialisasi pelayanan, seperti retailing, distrik khusus
perbankan, teater dan lain-lain
1. Pusat kota atau Central Business
District (CBD).

2. Kawasan niaga dan industri ringan.


3. Kawasan murbawisma atau
permukiman kaum buruh.
4. Kawasan madyawisma atau
permukiman kaum pekerja menengah.
5. Kawasan adiwisma atau
permukiman kaum kaya.
6. Pusat industri berat.
7. Pusat niaga/perbelanjaan lain di pinggiran.
8. Upakota, untuk kawasan mudyawisma dan adiwisma.
9. Upakota (sub-urban) kawasan industri
Teori Ketinggian Bangunan (Bergel, 1955).
Teori ini menyatakan bahwa perkembangan struktur
kota dapat dilihat dari variabel ketinggian bangunan.
DPK atau CBD secara garis besar merupakan daerah
dengan harga lahan yang tinggi, aksesibilitas sangat
tinggi dan ada kecenderungan membangun struktur
perkotaan secara vertikal.
Dalam hal ini, maka di DPK atau CBD paling sesuai
dengan kegiatan perdagangan (retail activities),
karena semakin tinggi aksesibilitas suatu ruang maka
ruang tersebut akan ditempati oleh fungsi yang paling
kuat ekonominya.
Teori Konsektoral (Griffin dan Ford, 1980)
Teori Konsektoral dilandasi oleh struktur ruang kota di
Amerika Latin.
Dalam teori ini disebutkan bahwa DPK atau CBD merupakan
tempat utama dari perdagangan, hiburan dan lapangan
pekerjaan
Di daerah ini terjadi proses perubahan yang cepat sehingga
mengancam nilai historis dari daerah tersebut.
Pada daerah – daerah yang berbatasan dengan DPK atau CBD
di kota-kota Amerika Latin masih banyak tempat yang
digunakan untuk kegiatan ekonomi, antara lain pasar lokal,
daerah-daerah pertokoan untuk golongan ekonomi lemah dan
sebagian lain dipergunakan untuk tempat tinggal sementara
para imigran.
Teori Historis (Alonso, 1964)

DPK atau CBD dalam teori ini


merupakan pusat segala
fasilitas kota dan merupakan
daerah dengan daya tarik
tersendiri dan aksesibilitas
yang tinggi.
Teori Poros (Babcock, 1960)
Menitikberatkan pada peranan transportasi dalam
mempengaruhi struktur keruangan kota. Asumsinya adalah
mobilitas fungsi-fungsi dan penduduk mempunyai intensitas
yang sama dan topografi kota seragam. Faktor utama yang
mempengaruhi mobilitas adalah poros transportasi
Faktor utama yang mempengaruhi mobilitas adalah poros
transportasi yang menghubungkan CBD dengan daerah bagian
luarnya.
Aksesibilitas memperhatikan biaya waktu dalam sistem
transportasi yang ada. Sepanjang poros transportasi akan
mengalami perkembangan lebih besar dibanding zona di
antaranya. Zona yang tidak terlayani dengan fasilitas
transportasi yang cepat.
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai