Anda di halaman 1dari 7

Nama : Junita Bri Hastuti

NIM : 201951254
Mata Ujian : Registrasi Sediaan Farmasi & Alat Kesehatan
Dosen pengampu : apt. Dra. Emmy Cholida, MH.

1. Proses penerimaan Obat Baru (Obat Patent) memerlukan waktu yang cukup lama,
jelaskan proses penerimaan Obat Baru (Obat Patent) tersebut dan sampai produk siap
didaftarkan ke Badan POM RI
Jawab :
Obat Baru adalah obat dengan zat aktif baru, zat tambahan baru, bentuk sediaan/rute
pemberian baru, kekuatan baru, atau kombinasi baru yang belum pernah disetujui di
Indonesia. Tahap penemuan obat baru yaitu :
a) Penemuan Obat
Pendekatan dari berbagai bidang ilmu, baik farmakologi, biologi, fisiologi, mikrobiologi,
dan kimia, dijadikan sebagai dasar dalam penemuan senyawa atau proses fisiologis yang
berpotensi menjadi target dalam proses terapi penyakit tertentu.
b) Pengembangan obat baru
1) Uji pra-klinik
Secara umum, uji pra klinik terdiri atas uji in vitro dan uji in vivo pada hewan sebelum
diujikan pada manusia. Pada tahap ini, laboratorium yang digunakan harus memenuhi
Good Laboratory Practices yang telah ditentukan. Hewan uji yang digunakan pada uji
pra klinik harus menyerupai kondisi manusia, seperti melalui knockout atau mencit
yang telah dimodifikasi secara genetik.
2) Uji klinis
Sebelum memulai uji klinik, peneliti atau pihak sponsor harus mengajukan aplikasi
Investigational New Drug (IND) ke FDA (Food and Drug Administration) yang berisi
data studi dan toksisitas senyawa pada hewan uji; Informasi pembuatan obat; Desain
uji klinik; Data dari riset terdahulu pada manusia; Informasi tentang investigator. Tim
dari FDA me-review IND selama 30 hari untuk memastikan rancangan uji klinik telah
disiapkan dengan baik sehingga melindungi relawan dari resiko yang mungkin terjadi.
Penelitian klinis mengacu pada penelitian atau uji coba yang dilakukan pada orang.
 Uji Klinik Tahap 1
Pasien: 20 sampai 100 relawan yang sehat untuk orang-orang dengan penyakit atau
kondisi.
Waktu Studi: Beberapa bulan
Tujuan: Keselamatan dan dosis
Persentase Obat yang berhasil menuju ke Tahap berikutnya 70%
 Uji Klinik Tahap 2
Pasien: Sampai beberapa ratus orang dengan penyakit / kondisi tertentu.
Waktu Studi: Beberapa bulan sampai 2 tahun
Tujuan: Khasiat dan efek samping
Persentase Obat yang lolos ke tahap Berikutnya 33%
 Uji Klinik Tahap 3
Pasien: 300 sampai 3.000 relawan yang memiliki penyakit atau kondisi
Waktu Studi: 1 sampai 4 tahun
Tujuan: Khasiat dan monitoring efek samping
Persentase Obat yang lolos ke tahap Berikutnya 25-30%
 Uji Klinik Tahap 4
Pasien: Beberapa ribu relawan yang memiliki penyakit / kondisi tertentu
Tujuan: Keamanan dan kemanjuran

Peneliti diperkenankan untuk berkonsultasi kepada FDA terkait pendampingan secara


teknis sebelum mengajukan aplikasi IND, setelah uji klinik fase 2 → untuk mendapatkan
pendampingan dalam merancang desain studi uji klinik fase 3 dan sepanjang proses uji
klinik untuk mendapatkan penilaian aplikasi IND

c) Pemeriksaan FDA
Obat yang telah terbukti kemanannya, sesuai dengan tujuan penggunaan, serta lolos
serangkaian uji prekilinik dan uji klinik diperkenankan untuk meminta persetujuan
FDA untuk memasarkan obat ke public. Pihak regulator yang mengatur peredaran obat
di berbagai negara menentukan apakah obat yang dipasarkan memberikan keuntungan
yang lebih besar pada pasien daripada efek samping yang ditimbulkan berdasarkan
studi saintifik prapemasaran yang diujikan pada hewan dan manusia. Pengajuan NDA
adalah untuk membuktikan keamanan serta efektivitas obat sesuai dengan tujuan
penggunaan berdasarkan pengujian di populasi yang diobservasi. Hal ini dapat
dibuktikan dengan melaporkan studi dan analisis data yang diperoleh dari uji preklinik
hingga uji klinik fase 3. Tak hanya itu, peneliti juga harus mencantumkan tujuan
pelabelan pada kemasan obat, keamanan, informasi penyalahgunaan obat, informasi
paten, data dari studi yang dilakukan di luar United States, dan petunjuk penggunaan.

d) Monitoring Keamanan Obat di Pasaran


Obat yang baru dirilis ke publik tetap harus berada dalam pengawasan ketat FDA untuk
memastikan obat aman dikonsumsi pada populasi yang lebih luas dibanding saat uji
klinik, mengingat setiap individu dapat memberikan reaksi yang berbeda. Pada tahap
ini, peneliti dapat mengajukan aplikasi tambahan apabila ingin mengajukan perubahan
signifikan dari NDA awal yang diajukan. Sedangkan, apabila obat yang telah disetujui
ingin direvisi terkait tujuan penggunaan yang baru, dosis baru, bentuk sediaan baru
atau uji kinik baru, maka peneliti atau pihak sponsor pengembangan obat harus
mengajukan IND baru terhadap obat yang sedang dalam pemasaran. Perusahaan
farmasi, tenaga kesehatan, dan konsumen dapat melaporkan masalah terkait obat yang
telah disetujui melalui beberapa program, yaitu MedWatch dan Medical Product Safety
Network (MedSun)

2. a. Apa yang dimaksud Pengawasan Pre-market untuk sediaan farmasi dan alat
kesehatan?
Jawab :
Pengawasan pre-market merupakan pengawasan yang dilakukan dengan adanya evaluasi
mutu, keamanan, dan efektivitas manfaat produk untuk menjamin produk yang beredar
memenuhi standar dan persyaratan keamanan, khasiat/ manfaat, dan mutu produk yang
ditetapkan sebelum memperoleh nomor izin edar dan akhirnya dapat diproduksi dan diedarkan
kepada konsumen. Penilaian dilakukan terpusat, dimaksudkan agar produk yang memiliki izin
edar berlaku secara nasional.

b. Siapa yang melakukan Pengawasan Pre-Market dan bagaimana caranya?


Jawab :
Pengawasan pre-market sediaan farmasi dilakukan BPOM sebelum produk obat dan makanan
beredar di pasaran. Upaya pengawasan terkait dengan keperluan registrasi, meliputi audit
sertifikasi sarana, pelayanan konsultasi, serta sosialisasi peraturan di bidang obat dan
makanan; termasuk cara pembuatan yang baik dan uji produk sebelum diedarkan. Jika
memenuhi persyaratan dan standar, maka diterbitkan surat persetujuan untuk diedarkan/
nomor izin edar.

Sedangkan dalam pre market alat kesehatan dilakukan Direktorat Pengawasan alat kesehatan
dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) dimana pengawasan pre market adalah
izin penyalur kesehatan, sertifikat produksi alat kesehatan dan sertifikat produksi PKRT.

3. Berdasarkan regulasi yang ada, obat digolongkan menjadi beberapa golongan, jelaskan
secara rinci Penggolongan Obat di Indonesia
Jawab :
Sesuai Permenkes No. 917/MENKES/PER/X/1993 tentang Wajib Daftar Obat
Jadi pada Pasal 1 Bagian 3 bahwa yang dimaksud dengan GOLONGAN OBAT adalah
penggolongan yang dimaksudkan untuk peningkatan keamanan dan ketetapan
penggunaan serta pengamanan distribusi yang terdiri dari obat bebas, obat bebas terbatas,
obat wajib apotik, obat keras, psikotropika dan narkotika.
Penggolongan obat berdasarkan penandaan pada kemasan obat terdiri atas :
1) Obat Bebas
Obat bebas dapat dibeli bebas tanpa resep dokter dan dapat dibeli di apotek dan toko obat
berizin untuk mengatasi problem ringan (minor illness) yang bersifat nonspesifik. Obat
bebas relatif paling aman, boleh digunakan untuk menangani penyakit-penyakit
simptomatis ringan yang banyak diderita masyarakat luas yang penanganannya dapat
dilakukan sendiri oleh penderita atau self medication (penanganan sendiri atau
swamedikasi). Obat ini telah digunakan dalam pengobatan secara ilmiah (modern) dan
terbukti tidak memiliki risiko bahaya yang mengkhawatirkan.
Penandaan pada kemasan: dot lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam.

2) Obat Bebas Terbatas


Obat bebas terbatas disebut juga obat daftar W (W: Waarschuwing = peringatan/waspada)
adalah obat keras yang dapat dibeli tanpa resep dokter namun penggunaannya harus
memperhatikan informasi obat pada kemasan. Pada penjualannya memiliki batasan
jumlah dan kadar isi berhasiat harus disertai tanda peringatan, peringatan P1 – P6. Dibatasi
hanya dapat dibeli di apotek atau toko obat berijin. Obat bebas terbatas relatif aman selama
sesuai aturan pakai.
Penandaan pada kemasan: dot lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam dan kotak
peringatan berwarna hitam berisi pemberitahuan berwarna putih. Pada kemasan OBT
harus tertera peringatan yang berupa kotak kecil berukuran 5×2 cm berdasar warna hitam
atau kotak putih bergaris tepi hitam, dengan tulisan sebagai berikut:
P1 : Awas! Obat keras! Baca aturan pakainya.
Contoh: Antimo, Decolgen, Vicks Formula 44 DT
P2 : Awas! Obat keras! Hanya untuk kumur. Jangan ditelan.
Contoh: Gargarisma Kan, He
P3 : Awas! Obat keras! Hanya untuk bagian luar badan.
Contoh: Tinctura Jodii, Neo ultrasiline
P4 : Awas! Obat keras! Hanya untuk dibakar.
Contoh: Sigaret astma
P5 : Awas! Obat keras! Tidak boleh ditelan.
Contoh: Sulfanilamide steril
P6 : Awas! Obat keras! Obat wasir, tidak ditelan.
Contoh: Anusol suppositoria.

3) Obat Keras (termasuk Obat Wajib Apotek dan Psikotropika)


Obat keras (Obat daftar G atau ”Gevaarlijk”, berbahaya) termasuk juga psikotropika untuk
memperolehnya harus dengan resep dokter dan dapat dibeli di apotek atau rumah sakit.
Namun ada obat keras yang bisa di beli di apotek tanpa resep dokter yang diserahkan oleh
apoteker disebut dengan Obat Wajib Apotek (OWA) seperti linestrenol, antasid,
salbutamol, basitrasin krim, ranitidin, dll. Berdasarkan Kepmenkes No.
347/Menkes/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotek tujuan adanya OWA adalah :
 Untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya sendiri guna
mengatasi masalah kesehatan,
 Meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat, aman dan rasional,
 Meningkatkan peran apoteker di apotek dalam pelayanan KIE (Komunikasi
Informasi dan Edukasi) serta pelayanan obat kepada masyarakat.

Psikotropik adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang
termasuk obat keras, tetapi bedanya dapat berkhasiat psikoaktif dengan
mempengaruhi Susunan Saraf Pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas
mental dan perilaku / mempengaruhi aktivitas psikis.
Psikotropika dibagi menjadi 4 golongan:
 Golongan I:
Psikotropika golongan 1 ini sampai sekarang kegunaannya hanya ditujukan untuk
ilmu pengetahuan, dilarang diproduksi, dan tidak digunakan untuk pengobatan/terapi
serta mempunyai Potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Contoh: Ekstasi, shabu, metilen dioksi metamfetamin, Lisergid Acid Diathylamine
(LSD), brolamfetamine, DMA, MDMA (ekstasi), meskalin, dll
 Golongan II (kuat), III (sedang), IV (ringan)
Dapat digunakan untuk pengobatan asalkan sudah didaftarkan. Namun,
kenyataannya saat ini hanya sebagian dari golongan IV saja yang terdaftar dan
digunakan, seperti: amfetamin (II); fenobarbital (III), pentobarbital (III);
flunitrazepam (III), diazepam (IV), bromazepam (IV), lorasepam (IV), nitrazepam
(IV), dan klordiazepoksid (CPZ).
Golongan II merupakan psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat
digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh: Amfetamin,
metamfetamin (shabu), metakualon.
Golongan III merupakan psikotropik yang berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi sedang mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh: Flunitrazepam,
pentobarbital, amobarbital, fenobarbital, flunitrazepam, pentazosine.
Golongan IV merupakan psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas
digunakan dalam terapi dan/atau untnuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi ringan mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh: Apprazolam,
diazepam, klobazam, klorazepam, bromazepam, lorasepam, klordiazepoxide, dan
nitrazepam.

Golongan obat keras berbahaya jika pemakaiannya tidak berdasarkan resep


dokter/Prescription, tidak memperhatikan dosis, aturan pakai dan peringatan. Mempunyai
khasiat mengobati, menguatkan, membaguskan, mendesinfeksikan, dll.
Penandaan pada kemasan: dot lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam dan
huruf K di tengah yang menyentuh garis tepi.

4) Narkotika
Seperti halnya psikotropika, obat narkotika sangat ketat dalam hal pengawasan mulai dari
pembuatannya, pengemasan, distribusi, sampai penggunaannya. Narkotika (Daftar O atau
”Opium atau opiat”) hanya boleh diperjualbelikan di apotek atau rumah sakit dengan resep
dokter, dengan menunjukkan resep asli dan resep tidak dapat dicopy. Tiap bulan apotek
wajib melaporkan pembelian dan penggunannya kepada pemerintah. Narkotika adalah zat
atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan, baik sintetis atau semisintetis yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan tingkat kesadaran (fungsi anastesi/bius),
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri (sedatif), munculnya
semangat (euphoria), halusinasi atau timbulnya khayalan, dan dapat menimbulkan efek
ketergantungan bagi penggunanya. Oleh karenanya, narkotika diawasi secara ketat untuk
membatasi penyalahgunaan (drug abuse).
Penandaan pada kemasan: palang berwarna merah di dalam lingkaran bergaris tepi merah.
Narkotika dibagi menjadi 3 golongan:
 Golongan I
Narkotika yang hanya digunakan untuk kepentingan penelitian pengembangan ilmu
pengetahuan, dan teknologi, reagensia diagnostik, dan reagensia laboratorium serta
dilarang diproduksi atau tidak digunakan untuk pengobatan atau dalam terapi,
mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.
Contoh: Tanaman Papaver somniferum L. (opium), dan tanaman Cannabis sativa
(ganja/marijuana), heroin, kokain.
 Golongan II dan III
Narkotika yang dapat digunakan untuk pengobatan asalkan sudah memiliki izin edar
(nomor registrasi).
Golongan II
Narkotika yang berkhasiat pengobatan, digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat
digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan,
potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh: Fentanil, morfin, petidin,
metadon.
Golongan III
Narkotik yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau
tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, potensi ringan mengakibatkan
ketergantungan. Contoh: Kodein.
4. Dalam Proses Pendaftaran Obat di Badan POM RI, ada beberapa Kategori Obat,
jelaskan secara rinci
Jawab :
Kategori Registrasi terdiri atas
1) Registrasi Baru;
Kategori 1: Registrasi Obat Baru dan Produk Biologi, termasuk Produk Biosimilar.
Kategori 2: Registrasi Obat Generik dan Obat Generik Bermerek.
Kategori 3: Registrasi sediaan lain yang mengandung Obat dengan teknologi khusus,
dapat berupa transdermal patch, implant, dan beads
2) Registrasi Variasi;
kategori 4: Registrasi Variasi Major
kategori 5: Registrasi Variasi Minor
kategori 6: Registrasi Variasi Notifikasi.
3) Registrasi Ulang

5. a. Sebutkan Kriteria terkait Pendaftaran Obat di Indonesia


Jawab :
Berdasarkan Peraturan Kepala BPOM RI Nomor 24 Tahun 2017 Tentang Kriteria dan Tata
Laksana Registrasi Obat. Obat yang mendapat Izin Edar harus memenuhi kriteria berikut:
1) khasiat yang meyakinkan dan keamanan yang memadai dibuktikan melalui uji nonklinik
dan uji klinik atau bukti-bukti lain sesuai dengan status perkembangan ilmu pengetahuan;
2) mutu yang memenuhi syarat sesuai dengan standar yang ditetapkan, termasuk proses
produksi sesuai dengan CPOB dan dilengkapi dengan bukti yang sahih;
3) Informasi Produk dan Label berisi informasi lengkap, objektif dan tidak menyesatkan
yang dapat menjamin penggunaan Obat secara tepat, rasional dan aman.
4) khusus untuk Psikotropika baru, harus memiliki keunggulan dibandingkan dengan Obat
yang telah disetujui beredar di Indonesia;
5) khusus Obat program kesehatan nasional, harus sesuai dengan persyaratan yang
ditetapkan oleh instansi pemerintah penyelenggara program kesehatan nasional.

b. Jelaskan apa yang dimaksud Bioavailbilitas dan Bioekivalensi


Jawab :
Bioavailabilitas dan bioekivalensi (BA-BE) menunjukkan suatu pengukuran laju dan jumlah
obat yang aktif secara terapetik yang mencapai sirkulasi umum.
Bioavailabilitas adalah pecahan dari dosis obat diberikan yang dapat mencapai peredaran
sistemis. Sedangkan Bioekuivalensi adalah istilah dalam farmakokinetika yang digunakan
untuk menilai kesetaraan biologis dalam makhluk hidup dari dua produk obat. Jika dua produk
dikatakan bioekuivalen, berarti dua produk tersebut diharapkan memiliki efek yang sama.

Anda mungkin juga menyukai