Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

REVENGE PORN (PORNOGRAFI BALAS DENDAM) &


CYBERSTALKING
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Cyber Law yang diampu
oleh : Ir. Soecipto.

Disusun Oleh:

- Ayi Ahmad Nuramin 18.11.63


- Arti Eka 18.10.69
- Wisnu Nugraha F 18.12.09

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
BANDUNG
2021
Kata Pengantar

 Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Dengan mengucapkan syukur Alhamdulilah ke Hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat
pada waktunya.
Makalah ini penulis ajukan untuk memenuhi salah satu tugas Cyber Law tentang
Revenge Porn (Pornografi Balas Dendam) & Cyberstalking Makalah ini telah penulis susun
dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari buku dan internet sehingga dapat memperlancar
pembuatan makalah ini.    
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kata kesempurnaan karena keterbatasan pengetahuan
dan kemampuan yang penulis miliki. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritikan
yang sifatnya membangun demi perbaikan pengetahuan bagi penulis.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Bandung, 24 Oktober 2021

Penyusun

i
Daftar Isi

Kata Pengantar.......................................................................................................i
Daftar Isi................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................
1.1. Latar belakang................................................................................................1
1.2. Rumusan masalah...........................................................................................2
1.3. Tujuan Masalah..............................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................
2.1    Definisi Revenge Porn (Pornografi Balas Dendam) &
Cyberstalking ……………………………………………...…...……..................3
2.2   Pertanggung Jawaban Terhadap Pelaku Revenge Porn
(Pornografi Balas Dendam) & Cyberstalking ………………..……...……….….4
2.3 Studi Kasus tentang Revenge Porn (Pornografi Balas Dendam)
& Cyberstalking ……………………………………………………………….…6

BAB III PENUTUP...............................................................................................


3.1. Kesimpulan.....................................................................................................7
3.2 Saran …………………………………………………………………………7

Daftar Pustaka.......................................................................................................iii

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Cybercrime atau kekerasan berbasis siber merupakan istilah yang digunakan untuk
mendefinisikan perbuatan yang melanggar hukum, yang mana perbuatan tersebut berada
dalam ranah dunia maya atau berbasis siber. Dalam pengertian yang luas, cybercrime adalah
semua tindakan illegal yang dilakukan melalui instrumen jaringan komputer dan internet
untuk mendapatkan keuntungan maupun untuk menimbulkan kerugian dari orang lain.
Kekerasan berbasis siber pada awalnya muncul sejak tahun 1988 di mana pelaku
menciptakan virus untuk menyebabkan komputer mati. Seiring perkembangannya, kekerasan
berbasis siber tidak hanya sebatas kejahatan hacking, carding, cracking, tetapi berkembang
mejadi kejahatan kekerasan berbasis gender yang dilakukan melalui dunia maya.

Berdasarkan UNCHR, kekerasan berbasis gender merupakan kekerasan langsung


pada seseorang yang didasarkan pada gendernya. Sama halnya dengan kekerasan berbasis
gender online, di mana yang menjadi pembeda hanyalah kekerasan berbasis gender online
difasilitasi oleh teknologi (komputer).1

Berdasarkan data Komnas Perempuan, pada tahun 2018 terdapat 97 laporan kekerasan
yang diklasifikasikan sebagai kekerasan berbasis gender online, yang mengalami peningkatan
dari tahun 2017 yang berjumlah 65 laporan.2 Adapun contoh kekerasan berbasis gender
online adalah seperti cyber harassment, non-consensual pornography atau yang secara umum
disebut sebagai revenge porn dan juga sekstorsi. Sekstorsi merupakan bentuk kekerasan
berbasis gender online yang dilakukan dengan memeras korban dengan memanfaatkan foto
atau video pornografi milik korban yang didapatkan baik secara hacking, maupun diberikan
secara langsung oleh korban atas dasar kepercayaan dalam suatu hubungan. Foto atau video
tersebut lantas disalahgunakan oleh pelaku sekstorsi dengan memberikan ancaman guna
memeras materi maupun secara seksual kepada korban.

Perbuatan seperti inilah yang disebut sebagai sekstorsi. Sekstorsi dan Non-
Consensual Pornography (revenge porn) memang memiliki persamaan, yang menjadi
pembeda mutlak dari keduanya adalah dalam kejahatan sekstorsi terdapat unsur pemerasan
oleh pelaku. Kasus sekstorsi terbaru terjadi pada tahun 2019 dengan korban Brigpol DS yang

1
foto pornografinya disebar oleh selingkuhannya dengan seorang narapidana yang melakukan
catfish. Adapun melalui tulisan ini, penulis akan mengkaji mengenai ketentuan hukum pidana
bagi pelaku sekstorsi dan perlindungan terhadap korban kejahatan sekstorsi berdasarkan
Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa Itu Revenge Porn & Cyberstalking?


2. Siapa yang bertanggung jawab atas kejahatan Revenge Porn & Cyberstalking?

1.3 Tujuan Masalah

1. Mengetahui Tentang Pengertian Revenge Porn & Cyberstalking .


2. Mengetahui yang bertanggung jawab atas kejahatan Revenge Porn & Cyberstalking.
3.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Definisi Revenge Porn (Pornografi Balas Dendam) & Cyberstalking

Revenge Porn, menyebarkan foto atau video mantan kekasih yang kini sedang populer
bak wabah penyakit menular. Ada pendapat unik yang dikutip dari Garget News mengenai
kebejatan ini, yang ternyata tak selalu dipicu atas dasar sakit hati.

Afshan Jafar, Profesor Sosiologi di Connecticut College, percaya bahwa revenge porn
berkaitan erat dengan maskulinitas pria. Tak semua pria tega melancarkan revenge porn
sebab dia merasa dikecewakan oleh wanita. Terkadang, justru dilandasi kehendak untuk
menunjukkan siapa yang berkuasa atau memamerkan dominasi keperkasaannya.

Revenge pornography termasuk subtipe cyberharassment atau cyberstalking, dan


merupakan masalah yang serius dihadapi masyarakat di era society. Revenge pornography
dapat mengakibatkan konsekuensi kesehatan mental seumur hidup bagi korbannya hingga
isolasi sosial. 

Cyberstalking, sebuah obsesi terhadap orang yang dicintai. Lebih dari sekadar
mengamati foto atau status pujaan hati di media sosial, pelaku cyberstalking merespon
dengan ancaman atau hujatan bila dia tak suka yang diunggah targetnya.

Ketika level obsesi sudah terlalu parah, cyberstalking dapat menggiring pelaku pada
peretasan email, akun media sosial, serta akun aplikasi chating di smartphone.

"Ada banyak konsekuensi dari bentuk stalking yang satu ini, termasuk kerugian
sosial, psikologis, dan fisik," papar Guggisberg dilansir My Sunshine Coast. Kerugian ini
berlaku untuk pelaku juga korban.

Penyimpangan yang juga muncul seiring kecanggihan teknologi yaitu sexting (sexual
texting). Aktivitas saling berkirim pesan dan foto yang menggairahkan antar pasangan.

Meski terkesan atas dasar sukarela, percaya atau tidak, Guggisberg yakin satu dari
lima wanita sebenarnya merasa terpaksa ketika sexting. Wanita cenderung merasa
berkewajiban memenuhi birahi prianya, dan 'menyerah' karena dia sudah termanipulasi atau
terancam takut kehilangan.1

1 https://kumparan.com/absal-bachtiar/cyberstalking-revenge-porn-dan-kekalutan-pria-di-era-digital/full

3
2.2  Pertanggung Jawaban Terhadap Pelaku Revenge Porn (Pornografi Balas Dendam)
& Cyberstalking

2.2.1 Revenge Porn (Pornografi Balas Dendam)

  Berdasarkan Lembaran Fakta dan Temuan Kunci Catatan Tahunan Komnas


Perempuan Tahun 2019, kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan dan ditangani
berjumlah 431. 471, yang mana jumlah ini naik dari tahun sebelumnya sebesar 6%. Kenaikan
juga terjadi pada pengaduan kasus cyber crime sebesar 300%, yakni sebanyak 281 kasus
(pada 2018 sebanyak 97 kasus). Bentuk kasus siber yang mendominasi yaitu pengancaman
dan intimidasi penyebaran video dan foto porno korban.4 Memasuki awal tahun 2020,
Indonesia mengahadapi pandemi Covid-19 yang mengharuskan masyarakat bekerja dan
beraktivitas dari rumah. Fenomena ini mengakibatan banyak pasangan yang mengirimkan
konten eksplisit satu sama lain melalui media sosial, sehingga kasus revenge porn menjadi
hal yang semakin lumrah. Dalam hukum positif di Indonesia, pengaturan mengenai perbuatan
revenge porn tidak diatur secara khusus. Namun, dilihat dari unsur-unsur perbuatannya,
revenge porn jelas merupakan suatu tindak pidana sehingga perbuatan ini termasuk dalam
kategori delik kesusilaan yang mana pengaturannya dapat dilihat pada KUHP, yakni Pasal
281, Pasal 282, serta Pasal 533. Kemudian, dapat dilihat pada Pasal 29 UU Pornografi, serta
Pasal 27 ayat (1) dan 45 ayat (1) UU ITE yang mengatur mengenai tindak pidana pornografi
di internet atau media sosial. Penjatuhan pidana terhadap pelaku revenge porn dengan
ketentuan pasal-pasal tersebut seringkali menyebabkan korban turut serta dikriminalisasi oleh
aparat penegak hukum karena norma-norma yang kabur dan tidak sepenuhnya tepat untuk
diaplikasikan pada pelaku. Pasal yang menimbulkan multitafsir yaitu ketentuan Pasal 27 UU
ITE yang tidak menunjukkan unsur objektif delik sehingga korban dapat turut serta dijatuhi
pidana. Selain itu, tidak diaturnya tindak pidana revenge porn secara khusus dalam hukum
positif Indonesia juga sangat merugikan korban karena tindak pidana ini bukan hanya
tergolong “menyebarkan video dengan muatan pornografi”. Berbekal aturan dalam Pasal 29
jo. Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi, yang hanya menekankan perbuatan pornografi secara
umum. Padahal jika ditelusuri lebih dalam, tindak pidana revenge porn memiliki karakteristik
yang berbeda dari penyebaran pornografi pada umumnya, yang dilihat dari sisi perolehan
atau kepemilikan materi pornografi dan tujuan dari disebarluaskannya materi tersebut.
Pemikiran aparat penegak hukum seringkali terpatok pada pendekatan legalistik-positivistik,

4
yakni hanya mengutamakan terpenuhinya unsur - unsur perbuatan pidana dalam pasal - pasal
tersebut dan mengeliminasi nilai-nilai keadilan dalam masyarakat.2

2.2.2 Cyberstalking

Sedangkan definisi Cyberstalking adalah bentuk terbaru dari perilaku criminal yang
melibatkan ancaman atau perhatian berlebihan yang tidak diinginkan dalam penggunaan
internet dan bentuk komunikasi computer yang sangat menggangu korbannya. Cyberstalking
apabila telah berubah menjadi Cyberbullying dapat mencakup melecehkan, mengancam,
spamming berlebihan, live chat pelecehan atau dikenal sebagai chatting. Termasuk tuduhan
palsu , pemantauan, membuat ancaman, pencurian identitas, atau mengumpulkan informasi
dalam rangka untuk melecehkan.Apabila dicermati Stalking dan CyberStalking adalah suatu
bentuk kejahatan yang tidak jauh berbeda,hanya saja yang membedakan adalah metode
perantara dan penggunannya dalam beraksi Aksi cyberstalking bisa sangat berbahaya dan
menakutkan, terutama bagi anak dan remaja,hal ini lantaran informasi identitas pribadi
seseorang yang tidak diketahui di Internet memberikan peluang bagi para penguntit (stalker)
untuk berkeliaran bebas menjalankan aksinya,yang pada banyak kasus kita jumpai sesorang
yang baru dikenal dimedia sosial sering kali melakukan tindakan pelecehan terhadap
korbannya yang baru dijumpainya. Kebanyakan hukum negara-negara di dunia yang
mengatur mengenai stalking mensyaratkan bahwa suatu perbuatan baru disebut sebagai
kejahatan stalking apabila pelaku melakukan ancaman terhadap korban. Hal ini yang
nampaknya juga diatur dalam UU ITE No 19 Tahun 2016 perubahan UU ITE No 11 Tahun
2008. Dalam UU ITE tersebut, cyberstalking dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang
dilarang, dimuat dalam pasal 27 ayat (3), dan ayat (4) UU No. 19 Tahun 2016 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) :

Pasal (3): “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”.
Pasal (4): “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman”.3

2.3 Studi Kasus tentang Revenge Porn (Pornografi Balas Dendam) & Cyberstalking
2 Jurnal Ni Putu Winny Arisanti, Fakultas Hukum Universitas Udayana dan I Ketut Rai Setiabudhi, Fakultas
Hukum Universitas Udayana
3 150 Badamai Law Journal, Vol. 4, Issues 1, Maret 2019

5
PELECEHAN SEKSUAL DI MEDIA SOSIAL (STUDI KASUS TENTANG KORBAN

PELECEHAN SEKSUAL DI INSTAGRAM)

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin pesat ini membuat para
umat manusia harus mengikuti zaman karena memudahkan manusia untuk mendapatkan
informasi dan juga berkomunikasi dengan baik. Teknologi itu seperti layaknya senjata
apabila seseorang menggunakannya dengan baik teknologi itu juga akan berjalan dengan baik
seperti apa yang diinginkan penggunannya tersebut, tapi dilain hal apabila teknologi itu
disalahgunakan oleh penggunanya semua akan berjalan dengan baik tapi teknologi itu bisa
merusak teknologi lainnya bahkan bisa langsung merusak pengguna lainnya. Pelecehan
seksual (Sexual Harassment) merupakan perilaku manusia yang sudah jelas di tentang oleh
agama maupun hukum yang tertulis di undang-undang, di kasus ini terdapat pelaku yang
melecehkan seksual (bisa laki-laki bisa perempuan) dan terdapat juga korban yang menjadi
pelecehan seksual rata-rata yang menjadi korban ialah perempuan. Menurut data Komnas
Perempuan menunjukkan jika angka tingkat kekerasan seksual yang menimpa kaum hawa
masih tinggi. Pada tahun 2014, tercatat 4.475 kasus, di tahun 2015 tercatat 6.499 kasus dan
tahun 2016 telah terjadi 5.785 kasus. Kasus pelecehan seksual yang melibatkan korban dan
pelaku ini tentu saja menarik untuk diangkat di media sosial(media massa). Sejak dahulu
hingga sekarang kasus pelecehan seksual terhadap anak-anak ataupun wanita selalu mendapat
perhatian dari khalayak dan membuat khalayak kaum perempuan pun geram yang kemudian
diangkat oleh media massa untuk menjadi topik utama.4

            

4 Jurnal e-Proceeding of Management : Vol.6, No.2 Agustus 2019 | Page 4983

6
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Revenge Porn, menyebarkan foto atau video mantan kekasih yang kini sedang
populer bak wabah penyakit menular. Ada pendapat unik yang dikutip dari Garget News
mengenai kebejatan ini, yang ternyata tak selalu dipicu atas dasar sakit hati. Sedangkan
definisi Cyberstalking adalah bentuk terbaru dari perilaku criminal yang melibatkan
ancaman atau perhatian berlebihan yang tidak diinginkan dalam penggunaan internet dan
bentuk komunikasi computer yang sangat menggangu korbannya. Cyberstalking apabila
telah berubah menjadi Cyberbullying dapat mencakup melecehkan, mengancam,
spamming berlebihan, live chat pelecehan atau dikenal sebagai chatting. Termasuk
tuduhan palsu , pemantauan, membuat ancaman, pencurian identitas, atau mengumpulkan
informasi dalam rangka untuk melecehkan.

3.2 Saran

Warga masyarakat harus lebih bijak lagi dalam menggunakan media social
dikarenakan media social mudah diretas/dihack oleh orang-orang yang tidak bertanggung
jawab dan kita tidak bisa tahu siapa orang melakukan itu semua,

7
DAFTAR PUSTAKA

 https://kumparan.com/absal-bachtiar/cyberstalking-revenge-porn-dan-kekalutan-
pria-di-era-digital/full
 Jurnal Ni Putu Winny Arisanti, Fakultas Hukum Universitas Udayana dan I Ketut
Rai Setiabudhi, Fakultas Hukum Universitas Udayana
 150 Badamai Law Journal, Vol. 4, Issues 1, Maret 2019
 Jurnal e-Proceeding of Management : Vol.6, No.2 Agustus 2019 | Page

iii

Anda mungkin juga menyukai