Anda di halaman 1dari 18

Jurnal Bencana Alam

KEJADIAN DAN EVALUASI BENCANA ALAM TANAH


LONGSOR

Oleh :
KELOMPOK 6
1. Diana Harianja
2. Fretty Sitorus
3. Renti Marlina Sihombing

MATA KULIAH KEPERAWATAN BENCANA


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA
TAHUN 2021/2022
Jurnal Bencana Alam

ABSTRAK
Bencana tanah longsor di Indonesia semakin sering terjadi dari tahun ke tahun.Bencana tanah
longsor telah terjadi di Dusun Tangkil, Desa Banaran, Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo,
Provinsi Jawa Timur pada tanggal 1 April 2017. Lokasi tanah longsor di Desa Banaran,
Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, terletak pada zona kerentanan tinggi.
Tipologi tanah longsor berupa longsoran bahan rombakan,yang kemudian ke arah bawah (Sungai
Tangkil) berkembang menjadi tipe aliran bahan rombakan. Faktor-Faktor yang berpengaruh
terhadap terjadinya tanah longsor lokasi penelitian adalah: kelerengan, batuan dan tanah,
rekahan/retakan batuan, konversi lahan, drainase dan keairan, curah hujan tinggi, dan aktivitas
manusia. Dari kesemuanya faktor-faktor tersebut, yang paling dominan dan berpengaruh
terhadap tanah longsor adalah: lereng yang sangat curam, soil hasil pelapukan sangat gembur dan
tebal, alih fungsi lahan dan curah hujan yang tinggi. Material longsoran tidak terkonsolidasi
dengan baik sehingga masih mudah bergerak, dan kemungkinan pembendungan pada Sungai
Tangkil oleh material longsoran tersebut bisa berpotensi terjadinya banjir bandang. Beberapa
permukiman yang berada di sekitar lokasi longsor mempunyai risiko tinggi dan sedang terhadap
longsor, sehingga perlu dibangun kesiapsiagaan masyarakat, pembangunan sistem peringatan
dini longsor serta untuk jangka panjang adalah relokasi jika memang kondisi semakin
parah.Pertanian lahan kering pada lereng-lereng sebaiknya menggunakan pola agroforestry.
Kawasan sub DAS berisiko longsor, sebaiknya dikembalikan fungsi lahan sebagai hutan
konservasi atau hutan lindung seperti sebelumnya

1. Pendahuluan Indonesia yang berupa tropis basah,


sehingga menyebabkan potensi tanah
Bencana tanah longsor atau sering
longsor menjadi tinggi.Hal ini ditunjang
disebut gerakan tanah semakin sering terjadi
dengan adanya degradasi perubahan
di Indonesia dari tahun ketahun. Tanah
tataguna lahan akhir-akhir ini, menyebabkan
longsor merupakan salah satu kejadian alam
kejadian tanah longsor menjadi semakin
yang terjadi di wilayah peggunungan,
meningkat.Kombinasi faktor antropogenik
terutama di musim hujan. Kondisi tektonik
dan alam sering merupakan penyebab
di Indonesia yang membentuk morofolagi
terjadinya longsor yang memakan korban
tinggi, patahan, batuan vulkanik yang mudah
jiwa dan kerugian harta benda.(Naryanto,
rapuh serta ditunjang dengan iklim di
2013; Naryanto, 2017).Wang et al.
Jurnal Bencana Alam

(2017)mengatakan bahwa kejadian tanah longsor adalah bencana alam yang


longsor berhubungan dengan berbagai faktor mengakibatkan hilangnya nyawa manusia
seperti presipitasi, geologi, jarak dari dan menyebabkan kerusakan luas pada
patahan, vegetasi, dan topografi properti dan infrastruktur.Tanah longsor,
secara umum mencakup semua gerakan ke
`Tanah longsor adalah proses
bawah atau tiba-tiba material permukaan
perpindahan massa batuan (tanah) akibat
seperti tanah liat, pasir, kerikil dan
gaya berat (gravitasi). Longsor terjadi
batu.Tanah longsor merupakan salah satu
karena adanya gangguan kesetimbangan
bencana utama yang merusak di daerah
gaya yang bekerja pada lereng, yaitu gaya
pegunungan, yang diaktifkan karena
penahan dan gaya peluncur. Gaya peluncur
pengaruh gempa bumi dan curah hujan
dipengaruhi oleh kandungan air, berat massa
(Pareta& Pareta, 2012).
tanah itu sendiri berat beban bangunan.
Ketidakseimbangan gaya tersebut Tingginya tingkat kerugian yang
diakibatkan adanya gaya dari luar lereng dialami oleh masyarkat yang diakibatkan
yang menyebabkan besarnya gaya peluncur karena terjadinya bencana alam disebabkan
pada suatu lereng menjadi lebih besar karena kurangnya informasi yang diperoleh
daripada gaya penahannya, sehingga masyarakat akan kemungkinan
menyebabkan massa tanah bergerak turun kemungkinan bencana yang terjadi
(Naryanto, 2011; Naryanto et al., 2016). disekitarnya, sehingga kesadaran masyarakat
akan tanggap bencana menjadi sangat
Tanah longsor terjadi karena dua
minim. Oleh karena itu, informasi awal
faktor utama yaitu faktor pengontrol dan
mengenai potensi dan risiko bencana
faktor pemicu.Faktor pengontrol adalah
merupakan salah satu media informasi yang
faktor-faktor yang memengaruhi kondisi
dapat digunakan sebagai pendidikan dasart
material itu sendiri seperti kondisi geologi,
anggap bencana bagi masyarakat (Damanik,
kemiringan lereng, litologi, sesar dan kekar
2012; Rahmad et al., 2018).
pada batuan.Faktor pemicu adalah faktor
yang menyebabkan bergeraknya material Yuniarta et al. (2015) mengatakan
tersebut seperti curah hujan, gempabumi, bahwa Kabupaten Ponorogo merupakan
erosi kaki lereng dan aktivitas manusia daerah yang berpotensi mengalami kejadian
(Naryanto, 2013; Naryanto, 2017). Tanah tanah longsor karena bentuk morfologi
Jurnal Bencana Alam

banyak berupa perbukitan. Data tersebut Badan Geologi dari Pusat Vulkanologi dan
didapatkan dari analisis GIS dengan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG)
menggunakan banyak parameter yang (2009).Zona Kerentanan Tinggi merupakan
ditumpangsusunkan (overlay) kemudian daerah yang berpotensi untuk terjadi gerakan
diberi pembobotan (skor). Dari hasil tanah.Jika terjadi hujan dengan intensitas
penelitian tersebut menunjukkan bahwa dan durasi yang lama, gerakan tanah lama
Kabupaten Ponorogo dapat dikategorikan bisa aktif kembali.
sebagai daerah dengan kondisi tanah longsor
Tulisan ini bertujuan untuk
agak rawan di daerah perbukitan dan
mengetahui fenomena kejadian tanah
pegunungan, sedangkan pada bagian dataran
longsor, faktor-faktor yang berpengaruh
rendah sebagai daerah sedikit rawan.
terhadap kejadian longsor, faktorfaktor
Bencana tanah longsor telah melanda dominan, mekanisme kejadian, risiko
Dusun Tangkil, Desa Banaran, Kecamatan masyarakat yang berada di sekitar lokasi
Pulung, Kabupaten Ponorogo, Provinsi Jawa longsor serta rekomendasi pengurangan
Timur pada hari Sabtu 1 April 2017, jam risiko bencana tanah longsor yang
08.00 WIB, pada saat masyarakat sudah diperlukan.
melakukan aktivitas bekerja di kebun
2. Metode Penelitian
masing-masing. Berdasarkan data dari
1. Lokasi Penelitian
Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD) Kabupaten Ponorogo (2017), Lokasi tanah longsor di Desa Banaran,

dilaporkan 6 orang korban meninggal, 22 Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo,

orang belum ditemukan akibat tertimbun Jawa Timur.Penelitian dilakukan pada bulan

tanah longsor, dan 17 orang luka ringan. April 2017, dimulai pada dua hari pasca

Korban yang tertimbun longsor yang berasal kejadian bencana tanah longsor di kawasan

dari warga yang berada di dalam rumah dan tersebut padatanggal 1 April 2017.

bekerja memanen jahe saat longsor 2. Metode Pengumpulan


berlangsung
Data Metode pengumpulan data yang
Lokasi tanah longsor di Desa dilakukan adalah sebagai berikut:
Banaran terletak pada zona kerentanan
 Koordinasi dengan instansi terkait , yaitu
tinggi berdasarkan Peta Zona Gerakan
Badan Nasional Penanggulangan
Jurnal Bencana Alam

Bencana (BNPB), BPBD Kabupaten mataair, sub DAS, tataguna lahan, jenis
Ponorogo, Badan Meteorologi vegetasi, sosial ekonomi masyarakat,
Klimatologi dan Geofisika (BMKG), diskusi dengan masyarakat
PVMBG, Universitas, serta setempat/korban, pemetaan longsor dan
Kementerian/Lembaga terkait. analisis mekanisme longsor
 Kajian referensi/data sekunder berkaitan pendahuluan, serta pemetaan dengan
dengan bencana longsor di Dusun drone.
Tangkil, Desa Banaran, Kecamatan 3. Hasil dan Pembahasan
Pulung, Kabupaten Ponorogo, Provinsi 3.1. Tipologi Tanah Longsor
Jawa Timur. Data sekunder mencakup Tipe tanah longsor yang terjadi
kajian penelitian terdahulu tentang berupa longsoran bahan rombakan
longsor yang terjadi, termasuk tentang (debris slide) berbentuk rotasi, yaitu
daerah/lokasi, waktunya, catatan-catatan gerakan massa tanah yang membentuk
instansi terkait, cerita penduduk, geologi, cekungan atau tapal kuda dengan arah
geomorfologi, struktur geologi, geologi barat (N 270o E), yang kemudian ke
tata lingkungan, geologi teknik, foto arah bawah longsoran berbelok ke arah
udara curah hujan, DAS dan sub DAS, selatan melewati saluran air yang
keairan, sosial ekonomi, tata ruang / berkembang menjadi tipe aliran bahan
RTRW, penggunaan lahan, penduduk rombakan (debris flow) akibat
dan lain-lain geologi tata lingkungan, bercampur dengan masa air dalam
geologi teknik, foto udara, peta struktur jumlah besar dan menjadi lumpur. Aliran
geologi, peta jenistanah, peta bahan rombakan secara aktif bergerak
landsystem, Kabupaten Ponorogo dalam mengikuti aliran Sungai Tangkil, dan
Angka dan lain-lain. dalam beberapa hari material longsor
 Survei lapangan pasca bencana tanah selalu bergerak khususnya
longsor secara komprehensif. Survei 3.2. Faktor-Faktor Penyebab
pasca longsor meliputi pengamatan Terjadinya Tanah Longsor di Dusun
dampak kejadian, luasan, kemiringan Tangkil, Desa Banaran
lereng, topografi, jenis litologi, 3.2.1. Kelerengan
pengukuran kekuatan tanah, tataguna Secara umum, geomorfologi
lahan, kondisi hidrologi, curah hujan, terbentuk oleh perbukitan sedang sampai
Jurnal Bencana Alam

terjal. Di bagian lereng dan bawah m, 900-1000 m dan 1000-1200 m.


perbukitan ini dipergunakan sebagai Lokasi longsor didominasi oleh
tempat pemukiman penduduk dan ketinggian 800-900 meter. Sedangkan
perkebunan. Pengamatan pada puncak permukiman di sekitar lokasi longsor
mahkota longsor di Dusun Tangkil, Desa berada di wilayah ketinggian 900-1000
Banaran, ditunjukkan tebing dengan meter
kelerengan sekitar 70-140%, yang Keterbatasan data topografi yang
termasuk katagori sangat curam(very detail sebelum kejadian longsor
steep) menurut klasifikasi Zuidam menyebabkan kendala dalam
(1985)(Tabel 1). Kemiringan lereng di interpretasi. Berdasarkan pengolahan
bawahnya lebih landai lagi yang kontur yang diperoleh dari data
digunakan untuk permukiman dan rupabumi skala 1:25.000 tahun 2016
perladangan. Ketinggian mahkota maka dapat diidentifikasi wilayah
longsor adalah 990-1.010 meter di atas ketinggian dan kemiringan lereng
permukaan laut (dpal). Jarak antara sebelum terjadi longsor. Ketinggian di
mahkota longsor dengan titik akhir lokasi longsor dan sekitarnya terbagi
terpanjang ke arah barat laut sekitar menjadi 4 kelas yaitu 0-800 m, 800-900
1.500 meter.Arah dari posisi tengah m, 900-1000 m dan 1000-1200 m.
mahkota longsor ke arah selatan dan Lokasi longsor didominasi oleh
berbelok ke arah timur. ketinggian 800-900 meter. Sedangkan
Keterbatasan data topografi yang permukiman di sekitar lokasi longsor
detail sebelum kejadian longsor berada di wilayah ketinggian 900-1000
menyebabkan kendala dalam meter.
interpretasi. Berdasarkan pengolahan Kondisi kemiringan lereng pada
kontur yang diperoleh dari data lokasi longsor sangat bervariasi.
rupabumi skala 1:25.000 tahun 2016 Berdasarkan klasifikasi Zuidam (1985),
maka dapat diidentifikasi wilayah maka kemiringan lereng pada lokasi
ketinggian dan kemiringan lereng longsor dan sekitarnya terdiri dari 5
sebelum terjadi longsor. Ketinggian di wilayah yaitu 0 2 % (datar), 2-7% (agak
lokasi longsor dan sekitarnya terbagi landai), 7-15% (agak curam), 15-30%
menjadi 4 kelas yaitu 0-800 m, 800-900 (curam) dan 30-70% (sangat curam).
Jurnal Bencana Alam

Interpretasi kemiringan lereng bisa membentuk soil dengan


sebelum terjadi longsor pada lokasi ketebalannya lebih dari 7 meter.Sifat
longsor dilakukan dengan cara fisik tanah pelapukan berupa lempung
mempelajari dan mengestimasi melalui pasiran sampai, gembur, tidak kompak
pengolahan data kontur RBI dan dan mudah lepas.Lapisan soil kemudian
membandingkannya dengan data drone. bergradasi ke batuan breksi vulkanik
Berdasarkan analisis data tersebut maka yang relatif tidak terlapukan di bagian
dapat disimpulkan bahwa kemiringan bawahnya (ukuran komponen antara
lereng lokasi longsor dengan pasir sampai dengan bongkah, besar
permukiman di lokasi longsor tersebut komponen rata-rata sekitar 5-10 cm;
didominasi lereng sangat curam. dengan matriks pasir haluslanau).Di
3.2.2. Batuan dan Tanah/Pelapukan bagian bawah material lapuk (soil) yang
Batuan berupa batuan breksi vulkanik, terdapat
Menurut peta geologi dari Sampurno bidang batas antara batuan lunak dan
& Samodra (1997), batuan yang terdapat batuan keras yang berfungsi sebagai
di Dusun Tangkil, Desa Banaran, bidang gelincir longsor apabila terjadi
Kecamatan Pulung, Kabupaten kejenuhan akibat masuknya air ke dalam
Ponorogo terbentuk oleh Satuan pori-pori tanah.
Morfoset Jeding-Paukbanteng (Qj),yang Tipe tanah pada lapisan atas
terdiri dari lava andesit piroksen, breksi mempunyai warna yang lebih gelap,
gunung api/breksi vulkanik dan sisipan mengindikasikan kandungan bahan
tuf dan batu apung. Lereng tersebut organiknyayang tergolong tinggi, solum
tersusun dari batuan gunungapi yang tanah juga tebal, sehingga tanah ini
bersifat urai dan banyak retakan, serta tergolong mempunyai kesuburan yang
menumpang pada batuan sedimen tersier baik.Kondisi ini yang menyebabkan
yang dapat membentuk bidang gelincir. tekanan akitivitas manusia (petani) untuk
Batuan penutup berupa soil di bagian budidaya pertanian baik tanaman
atas, berasal dari pelapukan batuan semusim ataupun tanaman
breksi vulkanik. Breksi vulkanik banyak tahunan.Kondisi sifat fisik tanah
mengandung tufa dan material lain yang mempunyai tekstur lempung berdebu
mudah mengalami pelapukan, sehingga hingga lempung liat berpasir, struktur
Jurnal Bencana Alam

remah dan gembur, serta tanah Jogoboyo (keamanan kampung) untuk


mempunyai kesuburan yang cukup baik memantau retakan tanah di Bukit Gede
juga merupakan salah satu pilihan petani setiap harinya. Sejak saat itu, warga pun
untuk melakukan aktivitas budidaya diminta untuk waspada mengingat
tanaman khususnya jahe dan kacang potensi longsor Bukit Gede dapat terjadi
tanah. kapan saja.Warga juga telah dihimbau
3.2.3. Retakan Batuan untuk mengungsi ke pemukiman warga
Sebelum kejadian longsor biasanya lainnya yang lebih tinggi dan jauh dari
didahului dengan terbentuknya retakan jarak Bukit Gede. Himbauan untuk
atau rekahan batuan yang terjadi di mengungsi telah dilakukan warga dan
bagian atas mahkota dilaksanakan pada malam hari,
longsor.Pertengahan bulan Maret 2017, sementara pada pagi hingga siang warga
warga Dusun Tangkil sudah melihat kembali ke pemukimannya (Naryanto et
rekahan/retakan batuan yang terjadi di al., 2017).
bagian atas mahkota longsor.Dijumpai 3.2.4. Penggunaan Lahan
adanya rekahan di atas bukit yang Morfologi lahan sekitar lokasi
longsor sebagai pertanda terjadinya longsor di Desa Banaran Kecamatan
ketidakstabilan lereng.Rekahan ini Pulung Kabupaten Ponorogo merupakan
menyebabkan air hujan yang jatuh dapat perbukitan bergunung.Pada bagian
lebih mudah untuk meresap ke dalam lembah yang sempit mengalir sungai
tanah dan mempermudah terjadinya dengan pola aliran yang berasal atau
kejenuhan tanah.Menurut PVMBG hulunya dari lereng lereng perbukitan
(2017), daerah kejadian tanah longsor tersebut.Pada bagian bukit atau gunung
merupakan zona lemah, yang kelerengan lahannya sangat
diperkirakan terdapat struktur patahan curam.Sedangkan lebar lembahnya
atau sesar tergolong sempit yang sebagian
Informasi dari warga setempat, dimanfaatkan untuk kawasan
retakan awal sekitar 30 cm sebelumnya permukiman penduduk
telah dideteksi di lokasi longsor, setiap Dengan topografi dan kelerengan
hari bertambah sekitar 8 cm hingga 10 tergolong sangat curam, namun lereng
cm. Kepala Desa telah mengintruksikan lereng perbukitan yang terjal ini
Jurnal Bencana Alam

dimanfaatkan oleh masyarakat/petani pinus yang berada pada puncak bukit,


untuk aktivitas budidaya pertanian, sementara pada bagian lereng sudah
mengingat tanahnya tergolong gembur berubah fungsi menjadi kawasan
dan subur. Model pertanian sudah budidaya tanaman semusim denganpola
menerapkan konsep mikro konservasi tumpangsari(multiple cropping) tanaman
(terasering) dengan lebar teras hanya keras.Tanaman keras lainnya yang
berkisar 1 hingga maksimal 3 dibudidayakan dan tersisa adalah
m.Karakteristik sifat tanah yang gembur tanaman mahoni, sengon, jati, waru dan
menyebabkan daya serap/infiltrasi yang cengkeh
sangat efektif bagi air hujan.Pola sistem b. Kawasan budidaya dan
budidaya Jahe disinyalir turut menjadi vegetasi
pemicu pintu masuk air bisa terserap Tata guna lahan eksisting dilokasi
kedalam tanah secara efektif.Pada saat longsor sebagian besar merupakan
menanam tanah dilubangi, sementara kawasan budidaya tanaman semusim
pada saat pertumbuhan perakaran/buah yang terhampar pada lereng bukit
akanmenembus tanah dengan mudah membentuk teras teras searah kontur.
karena tanah gembur. Begitu selanjutnya Lokasi ini pada awalnya merupakan
pada saat menjelang panen rumpun jahe hutan lindung dan pada lokasi puncak
sudah mati sehingga tutupan lahan oleh sekitarnya masih tersisa tanaman keras
tajuk daun akan berkurang, kondisi ini seperti hutan pinus dibawah konsesi
yang turut berkontribusi tanah akan Perum Perhutani.Kawasan hutan yang
melewatkan air kebawah dengan mudah. merupakan kawasan lindung ini terdesak
a. Kawasan hutan oleh aktivitas kegiatan manusia yaitu
Berdasarkan kondisi morfologi budidaya tanaman semusim mengingat
lahan, lahan sekitar lokasi longsor kondisi tanahnya yang tergolong subur.
merupakan kawasan dengan morfologi Meskipun merupakan perbukitan
berbukit hingga bergunung dengan dengan kelerengan yang tergolong
kemiringan lereng lebih dari 60. sangat curam, perbukitan di sekitar
Kawasan ini secara fungsi hidroorologis lokasi kejadian bencana longsor telah
sebenarnya merupakan kawasan lindung. dimanfaatkan untuk budidaya tanaman
Nampak bahwa masih tersisa hutan khususnya tanaman jahe.Dari segi aspek
Jurnal Bencana Alam

konservasi tanah, lahan dengan atau hulunya berada pada bukit yang
kelerengan sangat curam tidak cocok longsor tersebut. Nampak juga aliran air
untuk budidaya tanaman dan harus tertoreh pada area potongan longsoran
merupakan kawasan konservasi/lindung. sebagai bentuk jalan aliran air yang
Namun apabila dilihat dari areal keluar dari badan bukit yang
terdampak longsor morfologi lahan pada terlepas/terpotong karena longsor.Jalur
kaki bukit relatif mempunyai kemiringan pola drainase permukaan juga nampak
lereng tidak terlalu curam.Pada lahan ini pada kerapatan tanaman keras yang
dimanfaatkan untuk persawahan padi tumbuh memotong kontur dan ini
sawah pada kaki bukit hingga sebagai bentuk drainase yang dibuang
pertengahan dan pada kawasan yang dari lereng lereng yang berteras pada
lebih atas (upland), lahan dimanfaatkan kegiatan budidaya tanaman
untuk pertanian tegalan dan pola semusim.Drainase yang berpola vertikal
pertanian agroforestry memotong kontur/lereng ada
Berdasarkan peta penggunaan tanah kecenderungan membentuk parit yang
diketahui bahwa penggunaan tanah di berfungsi membuang kelebihan air/run
lokasi longsor dan sekitarnya menurut off dari lereng lereng yang tidak
data peta RBI Skala 1:25.000 BIG terinfiltrasi pada lahan budidaya.
adalah perkebunan (jahe, jati, kelapa, Mata air kecil terbentuk pada bagian
kebun campuran), permukiman dan atas dan tengah bukit Gunung Gede,
agrikultur lahan kering. Pada mahkota kelihatan pada saat kejenuhan air sangat
longsor dan perbukitan di sebelahnya tinggi.Dari kejauhan terlihat adanya
memang memiliki sedikit pohon pohon torehan-torehan pada tebing longsor
besar namun dominan masih ditutupi membentuk alur-alur baik di bagian
oleh perkebunan dan agrikultur lahan bawah mahkota longsor.Sistem drainase
kering ini mengumpulkan kelebihan air dilahan
3.2.5. Drainase dan Keairan dan membuangnya dalam arah
Terdapat drainase alami yaitu Sungai horizontal searah kontur dan tegak lurus
Tangkil yang berada dan mengalir pada kontur.Sistem ini disebut juga parit yang
kaki perbukitan atau pada lembah lokasi secara tidak langsung dibuat oleh petani
longsor.Aliran air ini sebagian berasal lahan dalam rangka membuat guludan
Jurnal Bencana Alam

atau petakan lahan. Pada bagian tengah bencana tanah longsor.


bukit juga nampak aliran air yang Ketidakseimbangan tanah akibat salah
mengalir liar terbuang kebawah pengelolaan budidaya manusia yang
melewati alur alami diantara reruntuhan secara kumulatif dapat memicu terjadi
tanah pasca terjadinya longsor, dan longsor yang sangat membahayakan
makin ke bawah makin besar mengalir dikemudian hari. Berdasarkan hasil
ke sungai dibagian barat yang debitnya pengamatan lapangan, data sekunder,
cukup besar. Sementara itu lahan pada dan wawancara dengan warga yang
kaki bukit ditunjang oleh sistem drainase menjadi saksi mata terjadinya bencana
yang sekaligus berfungsi sebagai saluran longsor di Dusun Tangkil, secara sosial
irigasi untuk budidaya pertanian padi kultural kepala keluarga yang tertimbun
sawah (Gambar 7 dan 8) (Naryanto et longsor memilki mata pencaharian
al., 2017).- bertani, khususnya tanaman jahe, selain
Analisis hasil dari kajian tanah padi sawah, jagung, sengon, rumput
longsor dilakukan dengan menggunakan gajah, kopi, kakao, bambu, sayur-
nano cell, yaitu analisis dengan sayuran dan lain-lain. Mereka bertani di
pendekatan sub DAS-sub DAS kecil sekitar rumahnya dan rata-rata bukan
yang ada di lokasi longsor dan petani penggarap melainkan mereka
sekitarnya sehingga keluaran menjadi bertani di lahan milik mereka sendiri.
lebih detail dan fokus pada cell yang Selain bertani mata pencaharian
berisiko tinggi terkena longsor. Pada penduduk Dusun Tangkil ini adalah
peta sub DAS dibuat dengan bekerja di kampung lain, namun
akumulation aliran 10 hektar yang jumlahnya hanya sedikit. Sebagian
memperlihatkan sub DAS yang berada warga Dusun Tangkil tertimbun longsor
pada lokasi longsor dan arah aliran karena kejadian longsor yang diikuti
sungai yang searah dengan pergerakan aliran bahan rombakan, lokasi
longsor permukimannya sebagian besar berada
3.2.7. Aktivitas Manusia pada sepanjang aliran sungai di bawah
Faktor manusia dibeberapa bencana longsor.
memang seringkali menjadi faktor kunci
terjadinya bencana.Terutama untuk
Jurnal Bencana Alam

3.3. Faktor Paling Dominan yang memudahkan terjadinya


Berpengaruh Terhadap Tanah ketidakstabilan lereng.
Longsor d. Curah hujan yang memiliki
Dari pembahasan di atas, banyak intensitas lama yang terjadi pada
faktor-faktor yang mempengaruhi hari-hari dan beberapa jam
terjadinya tanah longsor, tetapi dari hasil sebelum terjadinya tanah longsor
analisis faktor-faktor utama yang 3.4. Analisis Mekanisme
berpengaruh terhadap bencana tanah Terjadinya Tanah Longsor
longsor di Dusun Tangkil, Desa Banaran Berdasarkan pengamatan di lapangan
ada empat (4), yaitu : serta informasi yang didapat dapat
a. Topografi pada sumber diintepretasikan mekanisme terjadinya
terbentuknya tanah longsor longsor di Dusun Tangkil, Desa Banaran
mempunyai kelerengan adalah sebagai berikut:
sangatcuram. a. Batuan breksi vulkanik yang
b. Batuan breksi vulkanik yang membentuk perbukian yang
mudah lapuk yang membentuk sangat curam, telah membentuk
soil hasil pelapukan sangat tebal soil atau tanah hasil pelapukan
(lebih dari 7 meter), mempunyai batuan yang sangat tebal.
sifat menyerap air sangat tinggi Dijumpai adanya rekahan/retakan
sehingga mudah jenuh dan di atas bukit yang longsor
membuat ketidakstabilan lereng. sebagai pertanda ketidakstabilan
c. Pemanfaatan lahan terasering lereng. Rekahan ini
dengan tanaman hortikultura menyebabkan air hujan yang
terutama tanaman jahe, jatuh dapat lebih mudah untuk
memerlukan upaya meresap ke dalam tanah dan
penggemburan tanah untuk mempercepat kejenuhan tanah.
kesuburan sehingga Komposisi breksi andesit yang
menyebabkan mudahnya sebagian mempunyai fragmen
terjadinya resapan tanah sampai batuan andesit yang sangat
terjadi kejenuhan tanah yang kompak, pembentukan undakan
longsor kemungkinan besar
Jurnal Bencana Alam

terganjal oleh batuan kompak tersebut semakin jenuh dengan


dan sangat massif dari batuan air dan air tidak dapat terinfiltrasi
andesit tersebut. lebih jauh karena keras dan
b. Lokasi longsor di Dusun Tangkil, bidang batas tersebut berfungsi
Desa Banaran secara umum sebagai bidang gelincir.
terletak pada morfologi yang d. Pemicu utama dari kejadian
terjal. Pada lokasi awal di bencana tanah longsor tersebut
mahkota longsor terbentuk oleh adalah curah hujan tinggi. Hujan
kemiringan lereng yang ekstrim. yang turun terus menerus selama
c. Lahan yang mendominasi beberapa jam sebelum terjadinya
kawasan lereng dan bagian longsor menyebabkan air
puncak bukit bersifat mudah permukaan meresap masuk ke
menyerap air tanah yang berasal dalam tanah/batuan melalui
dari air hujan sehingga aliran air retakan/rekahan dan ruang antar
relatif lebih lancar terus masuk butir tanah/batuan yang sudah
ke lapisan soil. Pada bagian atas terbentuk sebelumnya, sehingga
dan samping mahkota longsor tanah/batuan menjadi jenuh air,
kelihatan rekayasa terasering menyebabkan bobot masanya dan
untuk pemanfaatan lahan tekanan air pori bertambah serta
tanaman jahe, yang seharusnya kuat gesernya menurun.
bisa dijadikan hutan dengan akar e. Tanah yang mengandung air
yang kuat. Air hujan yang masuk menjadi semakin jenuh, oleh
melalui rekahan maupun melalui karenanya mengakibatkan pula
proses infiltrasi biasa kemudian semakin berat massanya.
menjenuhkan tanah penutup Tekanan hidrostatis diperkirakan
hingga ke batuan breksi vulkanik. timbul pada batas antara lapisan
Di dasar longsor terlihat jelas soil yang jenuh air dengan
jenis batuannya yaitu breksi lapisan breksi vulkanik yang
vulkanik yang masih keras. relatif kedap air. Terbentuknya
Karena curah hujan tinggi, tanah batuan kedap air dan tanah yang
mudah menjadi jenuh dan breksi jenuh, menyebabkan lapisan
Jurnal Bencana Alam

kedap air yang berupa batuan ke arah hilir yang berubah


breksi vulkanik menjadi bidang menjadi tipe aliran bahan
gelincir dari tanah penutup di rombakan (debris). Semakin
atasnya, sehingga memicu banyak air yang terkandung di
ketidak seimbangan pada lereng dalamnya, maka semakin tinggi
dan terjadi gerakan massa tanah kecepatan aliran debris bergerak
tersebut. 3.5. Permukiman yang Berisiko
f. Hujan yang menerus Terhadap Bencana Longsor
mengakibatkan sebagian air Permukiman dengan risiko
tertahan di bagian atas dan tinggi berada persis di bawah lereng
tengah tubuh longsor dan terjal sama seperti kondisi
membentuk kejenuhan yang luar permukiman pada lokasi longsor
biasa pada tanah (soil). Air dulu sebelum kejadian longsor.
semakin lancar masuk ke dalam Kondisi fisik di sekitar
pori-pori tanah sampai batas permukiman tersebut juga paling
kontak dengan batuan dasarnya. mirip dengan kondisi lokasi longsor
Pada saat beban massa tanah sebelum terjadi longsor. Kedua
sudah lewat maka kestabilan lokasi tersebut juga berlereng curam
lereng terganggu dan longsor mirip dengan lokasi permukiman
dahsyat terjadi sekitar pada hari yang berada persis di bawah lereng
Sabtu tanggal 1 April 2017 jam terjal, memiliki formasi batuan yang
08.00 WIB. Longsor tipe terdiri dari tufa yang bersifat mudah
longsoran bahan rombakan lapuk, curah hujan yang sama
menyebabkan getaran yang dengan lokasi longsor dan
sangat keras dirasakan penduduk penggunaan tanah yang sudah
karena massa yang longsor yang banyak terjadi bukaan lahan seperti
bergerak sangat banyak perkebunan jahe, perkebunan
menghantam bagian depan arah campuran, permukiman dan
longsor yang mengenai bukit dan agrikultur lahan kering
berbelok mengalir ke selatan Berdasarkan peta kemiringan
melalui lembah Sungai Tangkil lereng dari data drone maka lokasi
Jurnal Bencana Alam

permukiman di utara lokasi longsor 4. 4.1. Pengurangan Risiko Bencana


berada di wilayah kemiringan lereng Tanah Longsor di Dusun Tangkil,
0-45 dan dominan berada di lereng Desa Banaran
yang terjal. Permukiman tersebut ada Kondisi biofisik lahan di
yang berada persis di lereng yang Dusun Tangkil, Desa Banaran yang
terjal dan ada juga yang berada berpotensi besar terhadap bencana
persis di bawah lereng terjal. tanah longsor, memerlukan upaya
Permukiman tersebut berada di mitigasi yang tepat agar korban jiwa
lereng terjal dan memiliki kondisi dan kerugian material dapat
fisik yang sama dengan lokasi dikurangi. Perubahan tataguna lahan
longsor yang terjadi. Peta kondisi telah terjadi di kawasan tersebut pada
fisik lainnya seperti geologi dan tahun-tahun terakhir ini. Pada
penggunaan lahan dapat dilihat pada kawasan rawan longsor perlu
pembahasan berikutnya. lereng terjal dijadikan lahan perkebunan dengan
pada sekitar lokasi longsor dan peta tanaman keras yang berakar kuat dan
kemiringan lereng. dalam yang berfungsi dapat menahan
Berdasarkan analisis data lereng. Tanaman keras pada lereng
drone, maka dapat diketahui yang sudah ada sebaiknya tidak
kemiringan lereng pada permukiman dilakukan penebangan, kalau
di utara lokasi longsor secara detail terpaksa harus dilakukan secepatnya
didominasi kelerengansangat curam. diganti dengan tanaman yang baru.
Data ini dijadikan acuan untuk Reboisasi lahan kritis di daerah
perkiraan kelas lereng pada lokasi bencana longsor di sekitarnya perlu
sebelum longsor.Berdasarkan data dilakukan oleh masyarakat,
SRTM 30m maka dapat diketahui Pemerintah Daerah, Perhutani, LSM
kemiringan lereng pada sekitar dan lainnya.
permukiman di utara lokasi longsor .Pengamatan curah hujan ini
mirip dengan kemiringan lereng pada diperlukan karena curah hujan
lokasi longsor (Naryanto et al., merupakan salah satu pemicu
2017). terjadinya bencana tanah longsor.
Menurut Sipayung et al. (2014)
Jurnal Bencana Alam

bahwa nilai ambang curah hujan geometri lereng yaitu dengan


yang berpotensi menyebabkan pelandaian kemiringan lereng,
longsor akan berbeda pada setiap seperti dengan pembuatan teras
daerah, dan akan berpengaruh lebih bangku, mengontrol drainase dan
besar pada daerah yang rentan rembesan terutama drainase aliran
longsor dibandingkan dengan daerah permukaan dan bawah permukaan,
yang tidak rentan longsor meskipun pembuatan bangunan untuk
dengan curah hujan yang sama. stabilisasi, pembongkaran dan
Menurut Paimin et al. (2009), curah pemindahan material pada daerah
hujan yang perlu diwaspadai pada rentan longsor, serta perlindungan
daerah rentan longsor adalah >300 permukaan tanah.
mm/3 hari. Adanya informasi curah Perlu dilakukan peningkatkan
hujan yang tepat dan kontinyu, kesadaran dan kesiapsiagaan
diharapkan dapat menjadi dasar masyarakat terhadap potensi longsor
peringatan dini bagi masyarakat yang di daerahnya. Hal ini bisa dimulai
tinggal di daerah rentan longsor dengan pengamatan kondisi
seperti di Dusun Tangkil, Desa lingkungan dan iklim, termasuk di
Banaran, Kecamatan Pulung. dalamnya pengamatan terhadap
Lereng dengan kemiringan kondisi fisik lahan dan curah hujan.
sangat curam akan meningkatkan Kesadaran masyarakat terutama
potensi terjadinya tanah longsor, peningkatan kewaspadaan pada saat
sehingga upaya mitigasi pada musim hujan dengan intensitas yang
wilayah ini sangat diperlukan, salah tinggi sangat diperlukan. Penetapan
satunya adalah dengan upaya jalur evakuasi yang tepat juga
mengurangi volume air hujan yang berpengaruh terhadap proses
masuk ke dalam profil tanah (Susanti penyelamatan warga apabila terjadi
et al., 2017). Berkaitan dengan hal bencana longsor (Susanti et al,
ini, Hardiyatmoko (2006) 2017). Masyarakat di sekitar daerah
menyampaikan bahwa untuk bencana perlu melakukan kontrol
meningkatkan stabilitas lereng perlu terhadap tanda-tanda gerakan tanah
dilakukan dengan perubahan (adanya retakan, keluarnya mata air
Jurnal Bencana Alam

baru, mata air keruh, pohon-pohon dengan memanfaatkan sumberdaya


miring, suara gemuruh dalam tanah) yang ada di masyarakat. Sementara
serta mewaspadai apabila terjadi peringatan dini bencana tanah
pembendungan aliran sungai (waduk longsor dengan teknologi
alam) di sepanjang aliran sungai. instrumentasi bisa berdasarkan pada
Masyarakat di sekitar bencana perlu tingginya curah hujan yang diukur
waspada dan disarankan untuk oleh Auto Weather Station (AWS),
mengungsi ke lokasi yang aman, ekstenseometer, kejenuhan tanah
karena daerah bencana dan (soil moisture), tinggi muka airtanah
sekitarnya masih berpotensi terjadi (groundwater level recorder),
longsor susulan (PVMBG, 2017). inklinometer, akselerometer dan
Material hasil longsoran di lainnya.
Sungai Tangkil merupakan material 4. Kesimpulan
yang tidak terkonsolidasi dengan Jenis longsoran pada daerah
baik dan tidak stabil sehingga masih penelitian adalah longsoran bahan
mudah bergerak apabila bercampur rombakan dan berkembang menjadi
air dalam jumlah aliran bahan rombakan akibat bercampur
besar.Pembendungan pada Sungai dengan massa air. Material hasil
Tangkil oleh material longsoran bisa longsoran di Sungai Tangkil tidak
terjadi dan berpotensi terjadinya kompak sehingga masih mudah
banjir bandang.Untuk itu di bergerak, dan berpotensi terjadinya
sepanjang sungai tersebut harus aliran bahan rombakan atau banjir
dibebaskan terhadap permukiman. bandang.
Sistem peringatan dini Mekanisme terjadinya longsor
bencana tanah longsor perlu untuk adalah: batuan breksi vulkanik yang
dibangun di daerah tersebut, baik membentuk pelapukan tanah sangat
yang berbasis masyarakat lokal tebal. telah membentuk perbukian yang
maupun dengan sangat curam, terbentuk rekahan/retakan
instrumentasi.Peringatan dini sebelum longsor, air hujan akibat curah
berbasis masyarakat yang sudah hujan tinggi masuk melalui rekahan
terbangun perlu untuk diperkuat, maupun melalui proses infiltrasi biasa
Jurnal Bencana Alam

kemudian menjenuhkan tanah penutup dan Longsor Sumatera Utara Berbasis


yang gembur sehingga keseimbangan Sistem Informasi Geografis. Jurnal
tanah menjadi labil dan terbentuk Geografi, 4(1): pp. 29-42.
kejadian tanah longsor dari tanah
Hardiyatmoko, H. C. 2006.
penutup beserta tanaman di atasnya
Penanganan Tanah Longsor dan Erosi
melalui batuan breksi yang keras
(Edisi 1). Yogyakarta: Gadjah Mada
tersebut sebagai bidang gelincir.
University Press.
Berdasarkan hasil analisis,
faktor-faktor utama yang berpengaruh LAPAN, 2017, Citra SPOT-6

terhadap bencana tanah longsor yaitu dengan tanggal akuisisi 23 Februari

:kelerengan yang sangat curam, batuan 2017. Pareta, K. &

breksi vulkanik yang membentuk soil Pareta, U. 2012. Landslide


hasil pelapukan sangat tebal, alih fungsi Modeling and Susceptibility Mapping of
lahan dengan tanaman hortikultura yang Giri River. International Journal of
memerlukan upaya penggemburan tanah Science and Technology, Vol. 1 No. 2,
dan mengganggu kestabilan lereng, serta 2012: pp. 91-104.
curah hujan yang tinggi.
Naryanto, H.S. 2017. Analisis
Pada kawasan rawan longsor
Kejadian Bencana Tanah Longsor di
perlu dijadikan lahan perkebunan dengan
Dusun Jemblung, Desa Sampang,
tanaman keras yang berakar kuat dan
Kecamatan Karangkobar, Kabupaten
dalam yang berfungsi dapat menahan
Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah
lereng.Pertanian lahan kering pada
tanggal 12 Desember 2014. Jurnal
lereng-lereng sebaiknya menggunakan
Alami, Vol. 1 No. 1 tahun 2017: pp. 1-
pola agroforestry. Kawasan sub DAS
10
berisiko longsor, sebaiknya
dikembalikan fungsi lahan sebagai hutan
konservasi atau hutan lindung seperti
sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA
Damanik, M. R. S., & Restu, R.
2012. Pemetaan Tingkat Risiko Banjir

Anda mungkin juga menyukai