Anda di halaman 1dari 16

ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PERKEMIHAN

A. Anatomi apendiks
Saluran pencernaan (traktus digestivus) pada dasarnya adalah suatu saluran (tabung) dengan panjang sekitar 30
kaki (9m). yang berjalan melalui bagian tengah tubuh dari mulut sampai ke anus (sembilan meter adalah panjang
saluran pencernaan pada mayat; panjangnya pada manusia hidup sekitar separuhnya karena kontraksi terus menerus
dinding otot saluran). Saluran pencernaan mencakup organ_organ berikut: mulut; faring; esophagus; lambung; usus
halus; (terdiri dari duodenum, jejunum, dan ileum); usus besar (terdiri dari sekum, apendiks, kolon dan rectum); dan
anus.
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di
sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks
berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit pada ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab
rendahnya insiden apendisitis pada usia itu. Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu
memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya.
Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di belakang kolon asendens, atau di
tepi lateral kolon asendens. Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak apendiks.
Apendisitis
A. Pengertian
Apendisitis adalah perdangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Usus buntu
sebenarnya adalah sekum (cacum). Infeksi ini biasanya mengakibatnkan peradangan akut sehingga memerlukan
tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang pada umumnya berbahaya.
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis dan merupakan penyebab abdomen akut
yang paling sering terjadi
B. Etiologi
Apendiks merupakan organ yang belum diketahui fungsinya tetapi menghasilkan lender 1-2 mm/hari yang normalnya
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lender di muara apendiks
tampaknya berperan dalam pathogenesis apendiks.
Klasifikasi :
1. Apendiksitis akut merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri dan factor pencetus lainnya disebabkan oleh
sumbatan lumen apendiks. Selian itu hyperplasia jaringan limpe, fikalit, (tinja atau batu), tumor apendiks, dan
cacing askaris yang dapat menyebabkan sumbatan dan juga erosi mukosa apendiks karena parasit.
2. Apendisitis rekurens yaitu jika ada riwayat nyeri berulang diperut kanan bawah yang mendorong dilakukannya
apendiktomi. Ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun apendisitis tidak
pernah kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fibrosis atau jaringan parut
3. Apendisitis kronik memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu. Radang kronik
apendiks secara makroskopi dan mikroskopi ( (fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial, atau lumen
apendiks, adanya jaringan parut, dan ulkus lama di mukosa).
C. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan ole penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing,
struktur karena fikosis akibat peradangan sebelumnya atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mulkus diproduksi mukosa
mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan
sehingga menyebabkan peningkatan tekanan. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema. Diaphoresis bakteri dan ulserasi mukosa pada saat ini terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh
nyeri,epigastrium.
Sekresi mukosa terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat hal tersebut akan menyebabkan obtruksi vena. Edema
bertambah dan bakteri kana menenbus dinding apendiks. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat
sehingga menimbulkan nyeri di abdomen kanan bawah, keadaan ini disebut dengan apendisitis sekuratif akut. Aliran darah
terganggu akan terjadi infark diniding apendiks yang diikuti dengan gangrene stadiu ini di sebut dengan apendisitis ganggrenosa.
Bila dinding pecah akan terjadi apendisitis perforasi.
Semua proses berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak kepada apendiks sehingga timbul suatu
massa lokak yang disebut infiltrate opendukularis. Peradangan apendiks tersebut dapar diakses atau menghilang anak-anak karena
omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan
tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi, sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada
ganguan pembuluh darah.
hiperplasia massa dari tumor cacing askari MAKANAN entamuba
facec apendiks RENDAH SERAT histitistica

SUMBATAN FUNGSIONAL APENDIKS

Pengosongan apeniks terhambat

APENIKS TERLIPAT DAN TERSUMBAT

Muskus terperangkap dirilium apendika proses implmasi pada apeniks

Infeksi peningkatan TIK

suhu tubuh perenggangan DINING


APENDIKS
tekanan
apendiks uler
iskemiK
APENDIKS
ulserasi pada
apendiks
D. Tanda dan Gejala
Tanda awal : nyeri mulai epigastrium/region umbilicus disertai mual dan anoreksia
a) Nyeri pindah kekanan bawah (yang akan menetap dan di perberat bila berjalan atau batuk)
b) Nyeri ransangan peritoneum tidak langsung
c) Nyeri pada kuadrat kanan bawah saat kuadrak kiri bawah ditekan
d) Nyeri kanan bila tertekan sebelah kiri dilepaas
e) Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas dalam,berjal,mengedan
f) Nafsu makan menurun
g) Deman yang tidak terlalu tinggi
h) Biasanya terdapat konstipasi, tap kadang-kadang terjadi diare.
Gejala-gejala pemulaan pada apendisitis nyeri atau perasaaan tidak enak sekitar umbilikus diikuti oleh anoreksia, neusea,
gejala ini umumnya berlangsung lebih dari 1-2 hari. Dalam beberapa nyeri bergeser ke kuadran kanan bawah dan mungkin
terjadi nyeri tekan sekitar titik Mc.burney kemudian dapat timbul spasme otot dan nyeri lepas. Biasanya ditemukan demam
ringan dan leukosit meningkat bila rupture apendik terjadi nyeri seringkali hilang secara dramatis untuk sementara.
E. Pemeriksaan diagnostic
1. Laboratorium
Leukosit : kenaikan sel darah putih hingga sekitar 10.000-18.000/mm3 jika terjadi peningkata yang lebih dari itu, maka
kemungkinan apendiks sudah mengalami perforasi (pecah)
2. Radiologi
Pemeriksaan radiologi akan sangat berguna pada kasus opitikal. Pada 50 % kasus ditemukan gambaran foto polos abdomal,
gambaran yang sangat lebih spesifik adanya massa jaringan lunak diperut kanan bawah dan mengandung gelembung-
gelembung udara. Selain itu gambaran radiologis di temukan adanya fekalik. Pemeriksaan barium enama dapat juga dipakai
pada kasus-kasus tertentu cara ini sangat bermanfaat dalam menentukan lokasi sakum pada kasus “ bizar” pemeriksaan
radiologi X-RAY dan USG menunjukkan densitas pada kuadran kanan bawah atau tingkat aliran darah setempat .
F. Penatalaksanaan
a. Sebelum operasi
1. Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan dan tanda gejala apendisitis sering kali belum jelas, dalam keadaan ini observasi
ketat perlu dilakukan. Pasien diminta melakukan tirah baring dan dipasakan. Laksatif tidak boleh diberikan jika dicurigai
adanya apendisitis atau peritonitis lainnya. Pemeriksaan abdomen atau redal serta pemeriksaan darah (leukosit dan hitung
jenis) diulang secara periodic. Foto adomen dan thoraks tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyakit lain.
Pada kebanyakan kasus, diagnose ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya
keluhan.
2. Antibiotic
Apendisitis tanpa komlikasi biasanya tidak perlu diberikan antibiotic, kecuali apendisitis gangrenosa dan apendisitis perforasi,
penundaan tindakan bedah sambil memberikan antibiotic dapat mengakibatkan abses atau perforasi.
b. Operasi
1. Apendiktomi
2. Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas, maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan
antibiotika
3. Abses apendiks diobati dnegan antibiotic IV massanya mungkin mengecil, atau abses mungkin memerlukan adrenase
dalam jangka waktu berapa hari. Apendikstoi dilakukan apabila abses dilakukan operasi dektif sesuadah 6 minggu-3
bulan.
4. Pasca operasi dilakukan observasi TTV untuk mengetahui adanya pendarahan didalam, syok, hipertermia, dan gangguan
pernafasan, angkat sonde lambung bila sudah sadar, sehingga spirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien
dalam posisi fowler. Pasien dikatakn baik jika dalam 12 jam idak terjadi gangguan selama it pasien dipuasakan, bila
tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi/peritonitis umum. Puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali
normal. Setelah operasi pasien didudukkan selama 24 jam pasca operasi tegak ditempat duduk selama 2x30 menit, hari ke
dua dianjurkan untuk duduk diluar kamar. Hari ke tujuh jahitan dapat diangkat dan dibolehkan pulang.
G. Komplikasi
1. Perforasi : insiden perforasi 10-32%,rata-rata 20%,paling sering terjadi pada usia muda sekali atau terlalu tua.perforasi timbul 93%
pada anak-anak di bawah 2 tahun antara 40-75% kasus usia di atas 60 tahun ke atas.perforasi jarang timbul dalam 12 jam pertama
sejak awal sakit,tetapi insiden meningkat tajam sesudah 24 jam .perforasi terjadi 70% pada kasus dengan peningkatan suhu 39,5 c
tampak,toksis ,nyeri tekan seluruh perut dan leukositosis meningkat akibat perforasi dan pembentukan abses.
2. Peritonitis :trombofebilitis septic pada system vena porta ditandai dengan panas tinggi 39 c-40 c menggigil dan ikterus
merupakan penyakit yang relatif jarang.
a. Tromboflebitis supuratif dari sistem portal, jarang terjadi tetapi merupakan komplikasi yang letal.
b. Abses subfrenikus dan fokal sepsis intraabnormal lain.
c. Obstruksi interstinal juga dapat terjadi akibat perlengketan.

H. Pengkajian keperawatan
a) Identifikasi klien
b) Keluhan utama yang khas pada pasien apendisitis adalah nyeri perut kanan bawah.
c) Riwayat penyakit masa lalu
Promosi kesehatan
Data subjek:
• penyakit seperti saluran pencernaan
• pengetahuan tentang penyakit biasanya kurang
Data objek :
• KU tanpak sakit sedang hingga berat
• TTV: takikardi, takipnea, TD naik, dan suhu tubuh biasanya meningkat
Nutrisi I. Diagnosa keperawatan
DS :
• Tidak nafsu makan
• Nyeri abdomen b/d obstruksi atau peradangan
• Mual apendiks
• Muntah • Resiko kekurangan volume cairan b/d mual,
DO: muntah
• Tampak tidak nafsu makan
System gastrointestinal • Kerusakan integritas kulit b/d luka pembedahan
DS : • Resiko infeksi
• Riwayat penyakit pencernaan
• Hemoroid
• Konsttipasi
DO:
• Pengkajian abdomen
• Inspeksi pada apendisitis sudah buruk Tampak kemerahan pada perut kanan bawah
• Palpasi pada kuadran kanan bawah akan menghasilkan nyeri tekan dan nyeri lepas
• Perkusi abdomen pekak
• Auskultasi bising usu normal hingga tidak ada bising usus

Keamanan dan perlindungan


DS : Kebutuhan akan selimut panas
DO: Suhu biasanya tinggi,Keluar keringat,Merah, bengkak, panas pada perut kanan bawah.

Kenyamanan
DS :Nyeri pada perut terutama kanan bawah
DO: Tampak kesakitan dan gelisah
 
J. Intervensi Keperawatan

Diagnose NOC NIC


Nyeri abdomen b/d Setelah dilakukan interensi keperawatan  Kaji TTV
obstruksi atau peradangan selama 3x24 jam diharapkan nyeri berkurang :  Kaji keluhan nyeri, tentukan lokasi jenis dan integritas nyeri ukur
apendiks.  Klien mengugkapkan rasa nyeri berkurang dengan skala 1-10
   Wajah dan posisi tubuh tapak rileks  Jelaskan penyebab rasa nyeri, cara mengurangi
 Skala ntyeri berkurang  Jelaskan penyebab rasa nyeri
 TTV dalam batas normal  Berikan posisi ½ duduk untuk mengurangi penyebab infeksi paa
abdomen
 Ajarkan tehnik relaksasi
 Kompres es pada daerah sakit untuk mengurangi nyeri
 Anjurkan klien untuk tidur pada posisi nyaman
 Puasa makan dan minum apabila akan melakukan tindakan
 Ciptakan lingkungan yang tenang
 Laksanakan program medic
 Pantau efek terapiutik dan non terapiutik dari pemberian analgetik
 
 
Resiko kekurangan Setelah dilakukan intervensi keperawatan Manajemen cairan :
volume cairan b/d 3x24 jam diharapkan cairan dan eletrolit  Tentukan jumlah dan jenisintake/asupan cairan serat serta
mual, muntah dalam keadaaan seimbang. kebiasaan eliminasi
Criteria  Periksa turgor kulit dengan memegang jaringan sekitar
 Keparahan mual dan muntah tulang
 Status nutrisi : asupan makanan dan  Tentukan factor-faktor resiko yang mungkin menyebabkan
caiaran ketidakseimbangan cairan
 

Kerusakan Setelah dierikan tindakan keperawatan selama  Pantau luka pembedahan dan tanda peradagan : edema kulit
integritas kulit b/d 3x24 jam diharapintegritas kulit baik: kemerahan, bengkak, cairan yang keluar, warna jumlah dan
luka pembedahan Kriteria: karakteristik.
   Luka insi sembuh tanpa adanya infeksi  Rawat luka secara steril
 Leukosit normal  Beri antibiotika sesuai program medic
Resiko infeksi Setelah diberikan perawatan pasien akan  Pantau tanda dan gejala infeksi
  menunjukkan:  Kaji factor yang dapat meningkatkan kerentanan terhadap
 Factor resiko infeksi akan menghilang infeksi
dibuktikan dengan pengendalian resiko  Pantau hasil laboratorium
komunitas, penyakit menular, status  Amati penampilan hygiene
imun, keparahan infeksi,

TINJAUAN KASUS
Ruangan : lontara 2 Digestif Tanggal Pengkajian : 03-01-2017
Warga Negara : Indonesia
Kamar : 10 b.3 Waktu pengakajian : 18.40 WIT
Bahasa yg digunakan : Bahasa Daerah
No. RM : 782789 Tanggal masuk RS : 31-12-2016 (Endrekang)
A. Identitas
1. Klien
Pendidikan : SMA
Nama : Ny.R Pekerjaan : Pelajar
TTL/Umur : Debani 01-07-1999 Alamat : Maroang, Endrekang
Jenis kelamin : Perempuan
2. Penanggung jawab
Status perkawinan : Pelajar
Jumlah anak : - Nama : Ny.S
Agama/Suku : Islam/ Endrekang Hubungan dengan klien : Kakak kandung
B. Data medic
1. Dikirim oleh : Rs.Daerah Endrekang
2. Diangnosa medik
Saat masuk : apendisitis
Saat Pengkajian : Post Laparatomi Explorasi ct cau perporasi ileum + wound dehisceac

C. Kedaan umum
1. Kedaan sakit : klien tampak sakit sedang, dan setelah operasi klien nampak baring lemah.
2. Penggunaan alat medik : Tampak terpasang Intravena Cath dengan Cairan RL,terpasang Colostomi bagian abdomen sebelah kanan.
3. Keluhan utama : nyeri bagian operasi dirasakan setelah operasi Apendisitis.Infeksi usus buntu.
4. Tanda-tanda vital
a. Kesadaran
1. Kualitatif : compos mentis
2. Kuantitatif
Scala coma Glasgow : 15
Respon Motorik : 6
Respon verbal :5
Respon eye :4
Kesimpulan : (kesadaran penuh)
Tremor : klien Nampak tidak tremor
b. Tekanan darah : 100/70 mmHg
Kesimpulan : tekanan darah normal
c. Suhu : 35.40 C, Via Axsilla
d. Nadi : 70 X / Menit
e. Pernafasan : 22 X / menit
5. Pengukuran
a. Lingkar lengan atas : 21cm
b. Tinggi badan : 148cm
c. Berat badan : 39 kg
D. Genogram 2. Riwayat kesehatan sekarang
Nyeri abdomen biala ditekan dirasakan 2 bulan yang lalu , nyeri yang dialami
disebabkan karena infeksi usus buntu dan didiagnosa apendisitis. Nyeri perut
bagian kanan dirasakan setelah operasi apendiktomi dan mengalami luka terbuka
akibat jahitan operasi terlepas. Terlepasnya jahitan operasi disebabkan karena
sering batuk sehingga terjadi luka terbuka dan sekarang di diagnosa post
laparatomi explorasi ct cause perforasi ileum + wound dehisceace. pasien pernah
memiliki riwayat tuberculosis.

Ket:
Bapak
Ibu

Pasien

E. Pengkajian pola kesehatan


1. Riwayat penyakit yang pernah dialami
Klien memiliki riwayat

Riwayat Kapan Catatan


Klien memiliki riwayat Sudah lama Klien tiak memiliki
tuberculosis riwayat alergi
3. Data subyektif
 Sebelum sakit:
Klien mengatakan memiliki riwayat tuberculosis
Klien tiak pernah dirawat di RS sebelumnya
Klien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi
 Setelah sakit
klien masuk dengan keluhan nyeri perut bagian kanan bawah.
Klien mengatakan nyeri perut kanan bagian bawah saat ditekan
Klien didiagnosa apendisitis
4. Data objektif
 Observasi
1. kebersihan rambut : rambut klien Nampak kotor (tidak pernah kramas saat masuk rumah sakit)
2. kulit : kulit nampak bersih kering (tidak pernah mandi selama di rumah sakit)
3. kebersihan kulit : kulit nampak sedikit kotor
4. hygine rongga mulut : tampak kotor (klien tiak pernah menggosok gigi selama masuk rumah sakit)
5. kebersihan genitalia : selama masuk rumah sakit tidak pernah membersihkan area genetalia menggunakan sabun
6. kebersihan anus : menggunakan kolostomi
kesimpulan : klien nampak kotor dalam kebersihan dan menjaga kebersihan badan
F. Kajian nutrisi metabolic  Pemeriksaan fisik
1. Data subjektif
Keadaan rambut Nampak kotor : rambut klien Nampak
kotor (tidak pernah kramas saat masuk rumah sakit)
 Kadaan sebelum sakit :
Hidrasi kulit : kulit nampak bersih kering (tidak pernah
1) Sebelum sakit klien makan 3-4 kali per hari mandi Selama di rumah sakit)
2) Klien sering makan sayur Rongga mulut : tampak kotor (klien tiak pernah
 Keadaan setelah sakit menggosok gigi selama masuk rumah sakit)
1) klien mengatakan nafsu makannya berkurang semenjak sakit Kemampuan untuk mengunyak keras : selama masuk
2) klien hanya makan 2-3 sendok
rumah sakit tidak pernah makan makanan keras seperti
nasi
3) berat badan klien berkurang dari 44 ke 39
4) klien mengatakan minum hanya 1 -2 gelas per hari
2. Data Objektif
 Observasi :
1) klien Nampak tidak menghabiskan porsi makan
2) klien Nampak lemas
3) bibir klien Nampak kering

4) BAB klien Nampak sedikit (kolostomi)


G. Kajian pola eliminasi
a. Data subjektif
1) Keadaan sebelum sakit : Klien mengatakan sebelum masuk rumah sakit BAK sering dan BAB hamper setiap hari
2) Keadaan sejak sakit : Klien mengatakan sejak sakit nafsu makan menurun dan perut terasa kembung dan nyeri bagian abdomen.
3) Keadaan setelah post-operasi : Klien mengatakan sejak masuk rumah sakit BUK hanya 2 kali dan minumnya sedikit dan BAB sedikit.
a. Data objektif
1) Hasil observasi didapatkan : klien minum hanya 1-2 gelas setiap harinya dan makan hanya 1-2 sendok bubur, klien Nampak kurus dan lemah
A. Kajian Pola Aktivitas dan Latihan
a. Data subyektif
Keadaan sebelum sakit : klien tidak dapat beraktivitas seperti biasanya semenjak 2 bulan yang lalu setelah tiba-tiba menerita penyakit usus buntu yang dialaminya
Keadaan sejak sakit : klien tidak dapat beraktivitas secara maksimal, klien tidak dapat beraktivitas seperti duduk dan jalan (pasien baring)
b. Data obyektif
1) Observasi : klien Nampak baring setelah operasi.
2) Terapi : atur posisi yang nyaman.
A. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Laboratorium
a. Fungsi ginjal
1. Ureum : 57 (normalnya 5-25)
2. Kreatinin : 1,56 (normalnya 0,5-1,0 mg/dl)
a. Fungsi hati
1. SGOT (serum gutamic oxaloacetic transaminase) : 75 (normalnya 3-45)
2. SSPT ( serum glutamic pyruvate transaminase) : 69 (normalnya 0-35)
3. Albumin : 3.9 (normalnya 3,4-4,8)

Anda mungkin juga menyukai