Anda di halaman 1dari 2

Nama: Aulia Abdurrahman

NPM: 180621
Kelas: Lembaga Kepresiden
Secara umum, negara-negara yang menganut sistem pemerintahan presidensial memiliki
pengaturan mengenai Perppu dalam konstitusinya, misalnya Indonesia telah mengatur mengenai
keberadaan Perppu dalam Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 Setelah Amandemen. Pasal tersebut
menyatakan bahwa:
“Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan
peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang.”
Dengan pasal ini, konstitusi negara Indonesia telah memberikan kewenangan kepada presiden
dalam hal terjadinya kondisi dengan kegentingan yang memaksa, untuk menetapkan suatu
peraturan pemerintah yang memiliki kekuatan sebagai pengganti undang-undang. Dengan
pengaturan lebih lanjut sebagaimana yang telah dijelaskan dalam bagian sebelumnya.
Selain negara Indonesia, negara lain yang memiliki pengaturan terhadap peraturan yang mirip
dengan Perppu di Indonesia adalah negara Brazil. Brazil melalui konstitusinya telah
menyinggung mengenai kekuasaan Presiden Brazil untuk mengeluarkan peraturan setingkat
dalam kondisi khusus. Pengaturan tersebut tercantum dalam Pasal 62 dari konstitusi brazil 1988
menyatakan sebagaimana berikut: 1
“In relevant and urgent cases, the President of the Republic may adopt provisional
measures with the force of law; such measures shall be submitted immediately to the
National Congress.”
Dengan pasal ini, Konstitusi negara Brazil telah memberikan kewenangan kepada Presiden
Brazil untuk dapat mengeluarkan peraturan yang langsung berlaku tanpa membutuhkan
persetujuan parlemen. Namun, konstitusi membatasi kekuasaan ini dengan memberikan syarat
bahwa kekuasaan ini dapat dilakukan oleh presiden dalam kondisi yang tepat dan mendesak
(relevance and urgency).2
Batasan lain yang disebutkan dalam konstitusi brazil terdapat dalam pasal 62 ayat 1 kontitusi
Brazil tahun 1988 yang menyatakan bahwa:
“Provisional measures may not be issued on matters: I. with respect to: a. nationality,
citizenship, political rights, political parties and electoral law; b. criminal law,
criminal procedure and civil procedure; c. organization of the Judiciary and the
Public Ministry, as well as the careers and guarantees of their members; d. multi-year
plans, budgetary directives, budget and additional and supplementary credits, except
as provided for in art. 167, § 3°; II. that deal with detention or sequestration of
property, popular savings or any other financial assets; III. that are reserved for
complementary law; IV. that have already been regulated in a bill approved by the
National Congress which is awaiting the approval or veto of the President of the
Republic.”

1
https://www.constituteproject.org/constitution/Brazil_2017.pdf?lang=en diakses pada 7 Oktober 2021
2  Fitra Arsil, Menggagas Pembentukan dan Materi Muatan Perpu: Studi Perbandingan Pengaturan dan Penggunaan Perpu di Negara-Negara Presidensial. Jurnal Hukum & Pembangunan 48 No. 1 (2018): 1-21. Fakultas Hukum Universitas Indonesia hal 5
Sehingga dengan pasal ini terdapat pembatasan lebih lanjut mengenai kewenangan atas
Provisional measure berupa larangan untuk mengatur hal-hal yang terkait dengan
kewarganegaraan, hak politik, partai politik, dan undang-undang pemilu, kemudian mengenai
hukum pidana, hukum acara pidana dan acara perdata, hal-hal terkait organisasi Kehakiman dan
Kementerian Umum serta karier dan jaminan para anggotanya serta hal-hal yang terkait dengan
rencana anggaran tahunan, beserta hal lain yang dinyatakan dalam pasal tersebut.
Pengaturan yang lebih mendalam mengenai kewenangan dalam Pasal 62 konstitusi Brazil tahun
1988 ini jelas berbeda dengan Pasal 22 ayat (1) UUD NRI 1945 Indonesia yang hanya
mengandalkan frasa “hal ihwal kegentingan yang memaksa” dalam penerbitan Perppu.
Pun demikian apabila melihat pada ke dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-
VII/2009 tanggal 8 Februari 2010, menetapkan tiga syarat adanya kegentingan yang memaksa
sebagaimana dimaksud oleh Pasal 22 ayat (1) UUD NRI 1945 yaitu3:
1. adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah
hukum secara cepat berdasarkan Undang-Undang;
2. Undang-Undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi
kekosongan hukum, atau ada Undang-Undang tetapi tidak memadai; dan
3. kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat Undang-
Undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama
sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.
Kesimpulannya, sebagai peraturan yang lahir dalam kondisi tidak normal (situasi dan kondisi
yang khusus/tidak umum), Perppu di berbagai negara memang mensyaratkan situasi khusus
sehingga presiden dapat melakukan pembentukan kebijakan secara mandiri dan proaktif.
Indonesia berdasarkan Pasal 22 ayat (1) UUD NRI 1945 dan Brazil berdasarkan pasal 62
Konstitusi Brazil 1988 telah memberikan pengaturan terkait hal ini.
Terdapat juga suatu perbedaan antara konstitusi negara Indonesia dengan negara Brazil, dimana
dalam penerbitan Perppu negara Indonesia hanya mengandalkan frasa “hal ihwal kegentingan
yang memaksa” dalam menerbitkan Perppu. Berbeda dengan Brazil yang memberikan batasan
lebih jelas terkait hal-hal apa saja yang tidak boleh diatur menggunakan Perppu.

3
Ali Marwan, Kegentingan Yang Memaksa Dalam Pembentukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (
Compelling Circumstances Of The Enactment Government Regulation In Lieu Of Law, Jurnal legislasi Indoneisa Vol.
14 N0. 01 - Maret 2017 : hal. 116

Anda mungkin juga menyukai