Anda di halaman 1dari 3

Nama : I Kade Rysky Parmita Putra

NIM : 1804551104

I. Pengaturan Sanksi dalam UU dan Perda


Dalam pembentukan UU dan Perda untuk pengaturan sanksi pidana hukum diatur
Pasal 15 UU No.12 Tahun 2011 sebagaimana diperbaharui oleh UU No.15 Tahun 2019
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Pasal 15 ayat (1) menyebutkan,
“Materi muatan mengenai ketentuan pidana hanya dapat dimuat dalam: a. Undang-
Undang; b. Peraturan Daerah Provinsi; atau c. Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota”. Sementara ayat (2) menyebutkan, “Ketentuan pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c berupa ancaman pidana kurungan paling lama
6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah)”.
Sedangkan ayat (3) menyebutkan, “Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota dapat memuat ancaman pidana kurungan atau pidana denda selain
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan yang diatur dalam Peraturan
Perundang-undangan lainnya” Karena ada asas no punist without representative, dimana
perumusan sanksi pidana harus persetujuan rakyat melalui perwakilannya di DPR. Sebab,
aturan pemidanaan berkaitan langsung dengan pembatasan HAM.
Lebih lanjut untuk Materi muatan Perda menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 dinyatakan dalam, Pasal 14 materi muatan Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi
daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau
penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. 1
Sedangkan Pembentukan Perda, menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014,
antara lain sebagai berikut:

Pasal 236
(1) Untuk penyelenggaraan Otonomi Daerah dan Tugas Pembantuan, Daerah membentuk
Perda.
(2) Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh DPRD dengan persetujuan
bersama kepala Daerah.
(3) Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat materi muatan:

1
Suharyo, S. (2015). Pembentukan Peraturan Daerah, dan Penerapan Sanksi
Pidana serta Problematikanya. Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum
Nasional, 4(3), 431-447.
a. Penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan; dan
b. Penjabaran lebih lanjut ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
(4) Selain materi muatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Perda dapat memuat
materi muatan lokal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 237
(1) Asas pembentukan dan materi muatan Perda berpedoman pada ketentuan peraturan
perundang-undangan dan asas hukum yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat
sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2) Pembentukan Perda mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan,
penetapan, dan pengundanganan berpedoman pada ketentuan perundang-undangan.
(3) Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam
pembentukan Perda.
(4) Pembentukan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara efektif dan
efisien.
Pasal 238
(1) Perda dapat memuat ketentuan tentang pembebanan biaya paksaan penegakan/
pelaksanaan Perda seluruhnya atau sebagian kepada pelanggar sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Perda dapat memuat ancaman pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau
pidana denda paling banyak Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
(3) Perda dapat memuat ancaman pidana kurungan atau pidana denda selain sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(4) Selain sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perda dapat memuat ancaman
sanksi yang bersifat mengembalikan pada keadaan semula dan sanksi administrarif.
(5) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berupa:
a. Teguran lisan;
b. Teguran tertulis;
c. Penghentian sementara kegiatan;
d. Penghentian tetap kegiatan;
e. Pencabutan sementara izin;
f. Pencabutan tetap izin;
g. Denda administratif; dan/atau
h. Sanksi administratif lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

II. Pembahasan
Terbentuknya suatu undang-undang ataupun perda harus memperhatikan berbagai
asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, termasuk pula dalam
merumuskan ketentuan mengenai sanksi. Namun, ada undang-undang yang tidak
mengatur mengenai sanksi atau ketentuan sanksi tersebut tidak dinyatakan secara eksplisit
oleh karena sanksi itu telah disebutkan dalam peraturan lainnya yang masih terkait dengan
undang-undang tersebut. Akan tetapi, bukan berarti keberlakuan undang-undang tersebut
menjadi tidak sah atau tidak bisa dijalankan dengan baik.
Dalam pembentukan UU dan Perda untuk pengaturan sanksi pidana hukum diatur
Pasal 15 UU No.12 Tahun 2011 sebagaimana diperbaharui oleh UU No.15 Tahun 2019
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Pasal 15 ayat (1) menyebutkan,
“Materi muatan mengenai ketentuan pidana hanya dapat dimuat dalam: a. Undang-
Undang; b. Peraturan Daerah Provinsi; atau c. Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota”. Sementara ayat (2) menyebutkan, “Ketentuan pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c berupa ancaman pidana kurungan paling lama
6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah)”.
Sedangkan ayat (3) menyebutkan, “Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota dapat memuat ancaman pidana kurungan atau pidana denda selain
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan yang diatur dalam Peraturan
Perundang-undangan lainnya” Karena ada asas no punist without representative, dimana
perumusan sanksi pidana harus persetujuan rakyat melalui perwakilannya di DPR. Sebab,
aturan pemidanaan berkaitan langsung dengan pembatasan HAM.

III. Kesimpulan
Dalam pembentkan suatu undang-undang ataupun perda harus memperhatikan
berbagai asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, termasuk pula
dalam merumuskan ketentuan mengenai sanksi. Untuk Sanksi pidana dalam Pasal 15 ayat
(1) hanya boleh terdapat pada Undang-Undang, Peraturan Daerah Provinsi, Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota. Hal ini Karena ada asas no punist without representative, dimana
perumusan sanksi pidana harus persetujuan rakyat melalui perwakilannya di DPR. Sebab,
aturan pemidanaan berkaitan langsung dengan pembatasan HAM.

Anda mungkin juga menyukai