PBL Stroke
PBL Stroke
Nn. S umur 23 tahun datang dengan keluhan riwayat kelemahan ringan pada
tungkai bawah sejak tiga hari yang lalu, kedua tungkai “terasa aneh” dan akhir-
akhir ini mudah tersandung ketika berjalan. Klien menjelaskan sekitar dua
minggu yang lalu, dia menerita “flue” dengan gejala pilek dan batuk serta
merasa demam, karena saat itu akhir pekan, dia tidak menemui dokter dan
mengobati sakitnya dengan obat yang dijual bebas serta istirahat. Klien merasa
lebih baik dan dapat bekerja pada hari senin.
Fungsi sensorik, motorik, dan kekuatan pada batang tubuh dan kedua lengan
tetap normal. Tidak ada gangguan pada fungsi bicara dan menelan, dan tidak
ditemukan kesulitan bernapas atau aritmia jantung.
C. Mind Map
Cedera Tulang
Belakang
Syndrom
Guilanebaner
Lembar check list
D. Pertanyaan-pertanyaan Penting
1. Apa yang menyebabkan gaya berjalan abnormal dan mudah tersandung pada klien?
2. Mengapa klien tidak mengalami gangguan pada fungsi bicara dan menelan?
3. Mengapa klien mengalami penurunan refleks tendon?
E. Jawaban Pertanyaan Penting
1. Kelemahan pada tungkai bawah yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
gerakan dorsofleksi, fleksiplantar, infers dan eversi. Hal ini bisa disebabkan karena
terjadi multiple sclerosis yang menyebabkan terjadinya kerusakan myelin yang
berfungsi untuk menghantarkan stimulus sensorik dan motorik. Karena adanya
kerusakan myelin sehingga hantaran stimulus sensorik dan motorik ke bagian bawah
berkurang.
2. Berdasarkan analisa, kasus tersebut hanya terjadi kerusakan pada bagian tungkai yang
disebabkan karena adanya kerusakan myelin pada bagian sumsum tulang belakang.
serta dalam kasus fungsi bicara dan menelan tidak ada gangguan Karena tidak terjadi
kerusakan traktus kortikobularis bilatreral dari nervus IX dan X.
3. Penurunan refleks tendon terjadi karena impuls tidak dapat dihantarkan secara normal
oleh myelin. Kerusakan myelin pada bagian serabut saraf di sumsum tulang belakang
menyebabkan terhambatnya refleks untuk sampai ke tempat rangsangan.
F. Tujuan Pembelajaran Selanjutnya
Untuk mengetahui peran persepsi berupa dukungan pada pasien paraplegia yaitu
“dukungan sosial dan dukungan religiusitas”
G. Informasi Tambahan
Dukungan sosial adalah sumber emosional dan informasional atau pendampingan
yang diberikan oleh orang-orang disekitar individu untuk menghadapi setiap
permasalahan dan krisis yang terjadi sehari-hari dalam kehidupan. dukungan sosial
mengacu pada memberikan kenyamanan pada orang lain, merawatnya atau
menghargainya. Hasil penelitian yang sudah dilakukan bahwa dukungan sosial dan
optimisme berkorelasi pada peningkatan kesejahteraan psikologis. Pasien paraplegia
yang memiliki dukungan sosial yang tinggi baik berupa materi ataupun non materi akan
mampu mempengaruhi kondisi emosi seseorang ketika menghadapi permasalahan yang
menekan, seperti perasaan sedih, cemas dan kehilangan harga diri. Perasaan akan menjadi
tenang dan permasalahan akan berkurang setelah memperoleh kehangatan dukungan dan
bantuan dari orang-orang terdekat.dukungan sosial mempengaruhi kesehatan, yaitu
dukungan sosial dapat membantu penurunan dampak negatif akibat kondisi kesehatan
yang buruk, misalnya penurunan stres. Dukungan sosial dapat membantu peningkatan
emosi positif seperti harapan, kepercayaan diri, dan juga rasa aman.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Paraplegia adalah kelumpuhan pada kedua anggota gerak bawah tubuh atau
kedua belah kaki, yang disebabkan karena cedera parah pada spinal cord level bawah
(Taylor, 1995). Cedera tersebut menyebabkan seluruh impuls dari otak tidak dapat
diterima oleh jaringan otot dibawahnya, dan sebaliknya impuls dari bawah level yang
rusak tidak dapat diterima oleh otak. Akibatnya penderita paraplegia kehilangan fungsi
motorik dan sensorik di bawah area yang rusak, kehilangan kekuatan, menjadi lemah
dan layu. Penderita juga kehilangan kemampuan mengendalikan buang air kecil dan
buang air besar (blader and bowel control). Penderita menjadi sangat tergantung pada
orang lain.
Seperti yang di jelaskan oleh Desert (2011), penyebab paraplegia pada umumnya
di kategorikan dalam 2 sebab, yakni sebab trauma dan sebab medis atau penyakit.
Penyebab trauma yang paling umum adalah kecelakaan, baik kecelakaan lalu lintas
maupun kecelakaan kerja. Atau oleh sebab lain seperti peradangan selaput lintas yang
mengelilingi dan melindungi saraf tulang belakang (arachnoiditid), atau fraktur akibat
penyakit rematik, sedangkan penyebab medis atau penyakit biasanya disebabkan oleh
infeksi atau parasite.
B. Tujuan
Untuk menegakan diagnosa pada pasien dengan gangguan sensori dan motorik di
bagian tungkai
BAB II
KONSEP MEDIS
A. Definisi
Paraplegia adalah kondisi hilangnya kemampuan untuk menggerakkan anggota
tubuh bagian bawah yang meliputi kedua tungkai dan organ panggul. Paraplegia dapat
terjadi hanya sementara atau bahkan menjadi permanen tergantung dari penyebabnya.
(sudoyo. 2010)
Paraplegia adalah kelumpuhan pada kedua anggota gerak bawah tubuh atau kedua
belah kaki, yang disebabkan karena cedera parah pada spinal cord level bawah. Cedera
tersebut menyebabkan seluruh impuls dari otak tidak dapat diterima oleh jaringan otot
dibawahnya, dan sebaliknya impuls dari bawah level yang rusak tidak dapat diterima oleh
otak. Akibatnya penderita paraplegia kehilangan fungsi motorik dan sensorik di bawah
area yang rusak, kehilangan kekuatan, menjadi lemah dan layu. Penderita juga kehilangan
kemampuan mengendalikan buang air kecil dan buang air besar (blader and bowel
control). Penderita menjadi sangat tergantung pada orang lain. (Taylor. 2006)
B. Etiologi
Kerusakan atau cedera pada sumsum tulang belakang punggung mengakibatkan
paraplegia (Werner,2002). Hal ini dijelaskan oleh Fallon (1985) mengenai berbagai
macam sebab yang dapat menyebabkan rusaknya sumsum tulang belakang, secara garis
besar dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu :
a. Kerusakan sumsum tulang belakang yang disebabkan oleh kecelakaan. Kecelakaan
meliputi berbagai jenis kecelakaan seperti kecelakaan lalu lintas, luka tembak, luka
tusukan, kecelakaan akibat olahraga biasanya menyelam, jatuh dari pohon, dan
sebagainya. Kerusakan pada sumsum tulang belakang yang diakibatkan oleh
kecelakaan ini disebut juga luka traumatic tulang belakang.
b. Kerusakan tulang belakang yang terjadi karena penyakit yang merusak sumsum
tulang belakang tetapi tidak merusak susunan tulang belakang dimana kerusakan pada
sumsum tulang belakang ini dapat menjadi lebih baik atau tetap pada kerusakan yang
sama. Kerusakan sumsum tulang belakang ini kemudian disebut sebagai kelumpuhan
yang tidak berkembang, non-progresif.
C. Prognosis
Orang yang menderita paraplegia tidak mengalami masalah pada pusat motorik di
otak dan anggota-anggota gerak itu sendiri masih normal, tetapi karena kerusakan
sumsum tulang belakang yang terjadi, maka koordinasi saraf-sarafnya menjadi terganggu
bahkan terhenti sama sekali. Setiap satu kondisi medis penyebab Paraplegia pun
mempunyai angka perbaikan/kesembuhan yang berbeda-beda hal ini tergantung derajat
gangguan saraf yang terganggu.
D. Manifestasi Klinis
a. Gangguan Fungsi Motorik
1. Gaya berjalan abnormal
2. Penurunan kemampuan yang nyata dalam melakukan gerakan fleksiplantar,
dorsofleksi, inversi dan eversi.
b. Gangguan Fungsi Sensorik
1. Kehilangan sensibilitas terhadap tekanan pada kedua kaki
2. Penurunan refleks tendon dalam pada pergelangan kaki dan lutut
3. Penurunan kemampuan membedakan rangsangan panas dengan dingin serta benda
tajam dan tumpul.
E. Klasifikasi
Berdasarkan keadaan kelumpuhan itu sendiri, paraplegia dapat di golongkan
menjadi dua jenis (Werner, 2002) yaitu :
a. Paraplegia Complete, yaitu paraplegia yang terjadi karena tulang belakang rusak
secara menyeluruh, dimana pesan tidak dapat disampaikan melalui saraf sama
sekali, sehingga perasaan dan kontrol dari gerakan di bawah tingkat kerusakan
sumsum tulang belakang hilang secara permanen dan menyeluruh.
b. Paraplegia incomplete, yaitu paraplegia yang terjadi karena tulang belakang
rusak sebagian diaman perasaan dan gerakan mungkin masih ada sebagian atau
mungkin perasaan dan gerakan mungkin akan kembali membaik sedikit demi
sedikit selama beberapa bulan. Pada penderita mungkin pada beberapa bagian
tubuh mempunyai perasaan dan kemampuan gerakan yang lebih sedikit jika
dibandingkan bagian yang lain . Pada Laporan Penelitian Sosial (1970) dijelaskan
bahwa penderita paraplegia incomplete dimana kelumpuhan tidak total, kadang
masih dapat berjalan sendiri dengan bantuan kruck, brace atau tongkat. Sensasi
tidak hilang, hanya kadang-kadang sensivitasnya agak berkurang. Secara fisik,
penderita paraplegia memiliki organ yang lengkap hanya perbedaanya walaupun
organ tubuhnya lengkap, ada beberapa bagian tubuh yang tidak dapat digunakan
kembali dikarenakan rusaknya sumsum saraf pusat pada tulang belakang. Hal
tersebut dapat berpengaruh terhadap mobilitas ketika melakukan kegiatan dan
berperilaku. Cacat paraplegia bersifat permanen sehingga dapat mempengaruhi
perilakunya ( Borwn, dkk. 1999).
F. Patofisiologi
Kerusakan myelin yang disebabkan oleh peningkatan aktivasi system imun akan
menyebabkan kerusakan pada sumsum tulang belakang. Akan tetapi bukan pada susunan
tulang belakang melainkan pada serabut saraf yang ada di sumsum tulang belakang.
Myelin yang berfungsi untuk menghantarkan stimulus sensorik dan motoric pada serabut
saraf mengalami kerusakan hal ini menyebabkan rangsangan perintah dari otak ke bagian
bawah tubuh melambat atu bahkan terhenti. Keadaan ini yang disebut dengan paraplegia
dimana tubuh kehilangan kemampuan untuk menggerakkan anggota tubuh bagian bawah.
Penyakit ini menyebabkan gangguan pada stimulus motoric dan sensorik. Di bagian
motoric, tubuh mengalami kelemahan di tungkai bawah serta penurunan kemampuan
melakukan gerakan fleksiplantar, dorsofleksi, inversi dan eversi yang mengakibatkan
penderita mudah tersandung. Kekakuan sendi dan penurunan kekuatan otot juga terjadi
pada bagian motoric. Di gangguan sensorik, penderita mengalami penurunan kemampuan
sensibilitas dalam membedakan rangsangan panas, dingin dan benda tajam dan tumpul.
G. Komplikasi
Menurut powell (1979), komplikasi yang dapat terjadi pada penderita paraplegia
adalah :
a. Infeksi saluran kencing
b. Infeksi saluran pernapasan
c. Peradangan ginjal
d. Paling sering terjadi adalah luka decubitus
H. Pemeriksaan Laboratorium
a. Hematology:
1) Hemoglobin dapat menurun karena destruksi sumsum tulang
vertebra atau perdarahan.
2) Peningkatan Leukosit menandakan selain adanya infeksi juga
stress fisik ataupun terjadi kematian jaringan.
b. Kimia klinik:
1) PT / PTT untuk melihat fungsi pembekuan darah sebelum
pemberian terapi antikoagulan. Dapat terjadi gangguan elektrolit
karena terjadi gangguan dalam fungsi perkemihan, dan fungsi gastrointerstinal
I. Penatalaksanaan
1. Penatanalaksanaan Medis
a. Obat :
1. Metyl prednisolon 30 mg/kb BB, 45 menit setelah bolus selama 23 jam. Hasil
optimal bila pemberian dilakukan <8 jam onset.
2. Tambahkan profilaksi stress ukus : Antacid/antagonis H2. Jika pemulihan
sempurna, pengobatan tidak diperlukan
3. Berikan Antibiotik, biasanya untuk menyembuhkan. Jika terjadi infeksi
b. Operasi
Dengan menggunakan teknik Harrison roda stabilization (instrument Harrison)
yaitu menggunakan batang distraksi baja tahan karat untuk
2. Penatanalaksanaan Keperawatan
a. Memberikan alat bantu
b. Pemanasan dengan air hangat atau sinar
c. Latihan : disebut dengan Range of Motion (ROM) untuk mengetahui luas gerak
sendi
d. Refleksi Ganda : Penekukan maksimal pada jari kaki keempat.
e. Refleksi Bing : Memberikan rangsangan tusuk pada kulit yang menutupi
metatarsal kelima
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
C. Web Of Caution
D. Rencana Asuhan Keperawatan
Pencegahan Jatuh
Observasi Observasi
1. Monitor gaya 1. Untuk
berjalan (terutama mengetahui
kecepatan), tindakan
keseimbangan dan selanjutnya
tingkat kelelahan yang akan di
dengan ambulasi lakukan
2. Monitor 2. Untuk
kemampuan untuk mengetahui
berpindah dari kemampuan
tempat ke kursi klien dalam
dan sebagainya melakukan
aktivitas
kecil yang
bisa ia
lakukan
Mandiri Mandiri
1. Bantu keluarga 1. Untuk
mengidentifikasi meminimalk
bahaya dirumah an resiko
dan memodifikasi jatuh pada
(bahaya tersebut) klien ketika
2. Identifikasi klien berada
kekurangan baik dirumah
kognitif atau fisik 2. Untuk
dari pasien yang mengetahui
mungkin tindakan
meningkatkan selanjutnya
potensi jatuh pada yang akan
lingkungan dilakukan
tersebut 3. Untuk
3. Identifikasi meminimalk
karakteristik dari an resiko
lingkungan yang jatuh pada
mungkin klien karena
meningkatkan kondisi
potensi jatuh lingkungann
(misl, lantai licin ya
dan tangga
terbuka)
Health
Health education education
1. Ajarkan anggota 1. Bertujuan
keluarga mengenai agar
faktor resiko yang keluarga
berkontribusi dapat
terhadap adanya mengetahui
kejadian jatuh dan apa saja
bagaimana cara yang
menurunkan menyebabk
resikonya an resiko
klien jatuh
dengan cara
menangani
klien ketika
sebelum di
bawa ke
rumah sakit
Kolaborasi Kolaborasi
1. Berkolaborasi 1. Bertujuan
dengan tim agar klien
kesehatan lainnya mendapatka
untuk n
meminimalkan penanganan
efek samping dari yang
pengobatan yang optimal
berkontribusi selama
pada kejadian menjalanka
jatuh (misl, n perawatan
hipotensi
ortostatik dan
cara berjalan
(terutama
kecepatan) yang
tidak
mantap/seimbang
Pathway
Obat
Resisten
Multiple Sclerosis
Kerusakan Myelin
Paraplegia
Gangguan Sensorik
Sendi kaku Gangguan Motorik
dan kekuatan
Penurunan otot menurun
kemampuan Kelemahan Tungkai
sensibilitas bawah
Keterbatasa
n gerak Kemampuan gerakan dorsofleksi,
fleksi plantar, inversi dan eversi
Hambatan
Mudah tersandung
Mobilitas Fisik
Resiko Jatuh
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Paraplegia merupakan hilangnya kemampuan untuk menggerakkan anggota tubuh bagian
bawah yang meliputi kedua tungkai. Paraplegia dapat terjadi hanya sementara atau
bahkan menjadi permanen tergantung dari penyebabnya (Sudoyo,2010). Paraplegia
muncul dengan manifestasi gangguan fungsi motoric dan sensorik.
B. Saran
Dengan di susunya laporan ini mengharapkan kepada semua pembaca agar dapat
mengetahui dan memahami tentang asuhan keperawatan dari penyakit Paraplegia.
DAFTAR PUSTAKA
Yudistira B. Perbedaan Penerimaan Kondisi Fisik Diri Penderita Paraplegia Korban Gempa
Yang Mendapatkan Pendampingan Psikologis Dan Yang Tidak Mendapatkan
Pendampingan Psikologis. Yogyakarta : Universitas Sanata Dharma, 2010
Bulechek, Gloria M. dkk. Nursing Intervention classification. Singapore : Elsevier Inc, 2013
Tim pokja SDKI. Standar diagnosa keperawatan indonesia. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat,
2017
Khaerani A. Peran persepsi dukungan sosial dan religiusitas terhadap kesehjahteraan psikologis
pasien paraplegia. http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?
mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&act=view&typ=html&buku_id=83332
&obyek_id=4. Dipublikasikan 2015. Diakses 1 desember.