Oleh
Renggita Aulia Rahmawati 011913243043
Risqi Rahayu Mustikasari 011913243043
Laporan Kasus Program Pendidikan Profesi Bidan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
dengan judul “Asuhan Kebidanan Persalinan dengan usia > 35 Tahun + Obesitas Grade I +
Preeklampsia + Anemia + Gagal Induksi + Tindakan Sectio Caesaria + IUD Pasca Plasenta di
Ruang Bersalin RSUD dr. Mohamad Soewandhie Surabaya” yang disusun oleh:
1. Renggita Aulia Rahmawati 011913243043
2. Risqi Rahayu Mustikasari 011913243043
telah diperiksa dan disetujui untuk memenuhi Tugas Praktik Klinik Program Studi Pendidikan
Profesi Bidan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga pada:
Hari :
Tanggal :
Mengetahui,
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan kebidanan pada persalinan dengan usia > 35
tahun + Obesitas Grade II + Preeklampsia + Anemia + Gagal Induksi + Tindakan Sectio Caesaria
+ IUD Pasca Plasenta. Menerapkan pola pikir melalui pendekatan manajemen Varney dan
pendokumentasian menggunakan SOAP.
1.2.2 Tujuan khusus
1. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep teori tentang faktor risiko Usia > 35 tahun, Obesitas
Grade II, Preeklampsia, Anemia, Induksi Persalinan, Sectio Caesaria, dan IUD Pasca Plasenta
pada ibu bersalin.
2. Mahasiswa mampu menyusun konsep asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan usia > 35
tahun + Obesitas Grade II + Preeklampsia + Anemia + Gagal Induksi + Tindakan Sectio
Caesaria + IUD Pasca Plasenta.
3. Mahasiswa mampu melakukan asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan usia > 35 tahun +
Obesitas Grade II + Preeklampsia + Anemia + Gagal Induksi + Tindakan Sectio Caesaria +
IUD Pasca Plasenta.
4. Mahasiswa mampu melakukan dokumentasi asuhan kebidanan dengan SOAP.
5. Mahasiswa mampu menganalisis kasus dengan teori
1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi penulis
Penulis dapat mengaplikasikan ilmu yang telah didapatkan selama pendidikan secara
langsung kepada klien dengan usia > 35 tahun + Obesitas Grade II + Preeklampsia + Anemia +
Gagal Induksi + Tindakan Sectio Caesaria + IUD Pasca Plasenta.
1.3.2 Bagi klien
Klien mendapatkan asuhan kebidanan yang berkualitas sehingga proses persalinan
dengan usia > 35 tahun + Obesitas Grade II + Preeklampsia + Anemia + Gagal Induksi +
Tindakan Sectio Caesaria + IUD Pasca Plasenta dapat berjalan lancar dan aman.
1.1.4 Pelaksanaan
Praktik Klinik dilaksanakan pada tanggal 2 s/d 15 Maret 2020 di Ruang Bersalin RSUD dr.
Mohamad Soewandhie Surabaya.
≥2 hasil (+) Salah satu hasil (+) Salah satu hasil (+)
Screening (+)
Rujuk untuk evaluasi di Faskes Sekunder
Low dose Aspirin 1 x 80mg – 150mg/ hari sampai dengan 7 hari sebelum persalinan
Kalsium 1g / hari
SKOR SERVIK
0-4 5+
PGE2 2 mg pesarium, atau PGE2 2 mg pada malam hari
gel di forniks posterior
atau
Seksio sesarea
Ulangi PGE2 pesarium
Pertimbangkan
sesarea
2) Keluhan utama
- Sakit kepala
- Pandangan kabur
- Sesak nafas
- Terjadi bengkak pada wajah, tangan dan kaki
- Semua ibu hamil dengan keluhan nyeri pada kuadran atas abdomen, tanpa tanda dan
gejala preeklamsi sekalipun, harus dipertimbangkan sindroma HELLP
- Ketuban pecah prematur : merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan banyak
secara tiba-tiba dari jalan lahir, cairan berbau khas, dan perlu juga diperhatikan warna
keluarnya cairan tersebut, kontraksi belum teratur dan belum ada, dan belum ada
pengeluaran lendir darah (Nugroho, 2012).
3) Riwayat Menstruasi
Mengetahui HPHT, guna menghitung usia kehamilan dan taksiran persalinan. HPHT perlu
dikaji untuk menentukan usia kehamilan ibu. Indikasi perawatan konservatif ialah bila
kehamilan preterm < 37 minggu, khususnya <34 minggu, tanpa disertai tanda-
tandaimpending eclampsia dengan keadaan janin baik, dan estimasi berat janin < 2000 gram.
Salah satu indikasi perawatan aktif adalah umur kehamilan>37 minggu atau kehamilan late
preterm yakni >34 minggu estimasi berat janin > 2000 gram (Saifuddin, dkk, 2010; RS Dr.
Soetomo, 2008). Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin diberikan pada
kehamilan 32 – 34 minggu (Saifuddin, dkk, 2010). Sekitar 8 – 10% kehamilan aterm dapat
mengalami KPP, sedangkan kehamilan preterm mengalami peningkatan risiko KPP yaitu 18 –
20% (Caughey dkk., 2008).
Fluor albus: Peningkatan volume sekresi vagina terjadi, dimana sekresi akan berwarna
keputihan, menebal, dan pH antara 3,5-6 yang merupakan hasil dari peningkatan asam laktat
glikogen yang dihasilkan oleh epitel vagina sebagai aksi dari lactobaccilus acidophilus.
(Prawirohardjo, 2010). Ketuban pecah dini pada kehamilan prematur disebabkan oleh faktor
eksternal, mislanya infeksi yang menjalar dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban
(Sarwono, 2010).
4) Riwayat kehamilan, persalinan yang lalu
Mengkaji adanya kehamilan, persalinan yang lalu yang ada hubungannya dengan penyakitnya
sekarang.
Ibu dengan primigravida memiliki risiko lebih besar mengalami preeklampsia berat
dibandingkan dengan wanita multigravida (Wiknjosastro, 2010).
Pada The New England Journal of Medicine, tercatat bahwa pada kehamilan pertama
risikopreeklampsia 3,9% ; Kehamilan kedua 1,7% ; kehamilan ketiga 1,8% (Rozikhan,
2007).Walker (2000), Dekker & Sibai (2001), serta Roberts & Cooper (2001)
dalamBillington (2009) menyebutkan beberapa faktor predisposisi terjadinya
preeklamsi,yaitu: wanita yang sebelumnya pernah menderita preeklamsia.
Ibu dengan multipara lebih besar kemungkinan terjadinya infeksi karena proses
pembukaan serviks lebih cepat dari nulipara, sehingga dapat terjadi pecahnya ketuban
lebih dini. Pada kasus infeksi tersebut dapat menyebabkan terjadinya proses biomekanik
pada selaput ketuban dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah.
Pada multipara, karena adanya riwayat persalinan yang lalu maka keadaan jaringan
ikatnya lebih longgar dari pada nulipara. Pada multipara jaringan ikat yang menyangga
membran ketuban makin berkurang sehingga multipara lebih beresiko terjadi ketuban
pecah dini dibandingkan nulipara (Fatkhiyah, 2008). KPP biasanya terjadi pada
kehamilan yang menyebabkan ketegangan rahim berlebihan, misalnya gemeli,
hidramnion, serta adanya kelianan letak janin dalam rahim (Nugroho, 2012). Ibu dengan
riwayat KPP sebelumnya berisiko 2-4 kali mengalami KPP kembali karena komposisi
membran yang menjadi mudah rapuh dan kandungan kolagen yang semakin menurun
pada kehamilan berikutnya (Cunningham, 2006)
5) Riwayat Kehamilan Sekarang
Kehamilan multipel, kehamilan dengan mola hidatidosa merupakan faktor reisko
terjadinya preeklamsia (prawirohardjo,2014)
Usia kehamilan merupakan pertimbangan untuk penatalaksanaan sikap terhadap
kehamilan (prawirohardjo,2014)
Riwayat kehamilan dengan PE bisa berlanjut pada saat melahirkan dan masa nifas.
KPP biasanya terjadi pada kehamilan yang menyebabkan ketegangan rahim berlebihan,
misalnya gemeli, hidramnion, serta adanya kelianan letak janin dalam rahim (Nugroho,
2012)
6) Riwayat Kontrasepsi
Perencanaan/kesiapan untuk kehamilan dan memiliki anak kembali. Pelayanan kontrasepsi
memiliki kontribusi sekitar 20% untuk mencegah kehamilan yang menyebabkan kematian
akibat komplikasi obstetris, seperti eklampsia dan perdarahan postpartum (Rozikhan, 2007).
Hasil penelitian Beddu (2015) menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
riwayat penggunaan KB hormonal dengan kejadian preeklampsia. Begitupula hasil penelitian
Setiawan (2016) menyatakan bahwa ibu akseptor KB sebelum hamil memiliki kecenderungan
5,636 kali dibandingkan bukan akseptor KB sebelum hamil untuk terkena preeklampsia. Bagi
ibu yang memiliki riwayat komplikasi ataupun penyulit saat bersalin, seperti preeklampsia
dan perdarahan postpartum sangat dianjurkan untuk mengatur jarak kehamilannya, karena
grandemultipara meningkatkan risiko terjadinya komplikasi/penyulit kehamilan dan
persalinan (Queensland Clinical Guidelines, 2012).
7) Riwayat Penyakit Ibu
Jantung
Tanda dan gejala adanya penyakit jantung yang berat (dekompensasi kordis) yaitu bising
diastalik, peristaltik, bising jantung terus-menerus, kordiomegali, aritmia berat, bising
jantung nyaring terutama bisa disertai thrill (Wiknjosastro, H., 2008). Penyakit jantung
dapat memperberat kondisi ibu sebab perluasan volume darah maternal normal adalah
500 ml lebih besar pada kehamilan kembar, dan rata-rata kehilangan darah dengan
persalinanvagina adalah 935 ml, atau hampir 500 ml lebih banyak dibanding
dengan persalinan dari janin tunggal selain itu cardiac output meningkat sebagai akibat
dari peningkatan denyut jantung serta peningkatan stroke volume. Dan pada hamil
multiple lebih sering terjadi anemia.
Hipertensi
Hipertensi dibagi menjadi dua yaitu hipertensi essensial dan hipertensi ganas.Hipertensi
essensial jika tekanan darah 140/90-160/100(Manuaba, I.B.G, 2010). Ibu hamil janin
multiple lebih sering terjadi pre-eklampsi/eklampsi.
Asma
Gejala asma biasanya penderita mengeluh nafas pendek, berbunyi, sesak dan batuk-batuk.
(Wiknjosastro, H., 2008). Ibu hamil multiple lebih sering terjadi sesak napas oleh karena
penekanan diafragma akibat janin serta kebutuhan O2 yang lebih banyak daripada hamil
tunggal.
Diabetes Melitus (DM)
Karena massa plasenta semakin besar, hormone yang dihasilkan plasenta juga lebih besar
sehingga risiko diabetes pada kehamilan juga semakin tinggi. Penapisan glukosa harus
dilakukan ketika kehamilan menginjak usia 24 sampai 26 minggu. Nilai normal untuk
interpretasi dan rentang batas normal untuk control glukosa tidak berrbeda dari kehamilan
janin tunggal (Saifuddin, 2009)
7) Riwayat kesehatan keluarga
Ward dan Lindheimer (2009) mengutip risiko insiden preeklamsia sebesar 20 hingga
40 persen pada anak dari ibu yang pernah mengalami preeklamsia, 11-73% pada saudara
perempuan seorang penderita preeklamsia dan 22-47% pada kembar (Cunningham, 2009)
Hipertensi: pada ibu dengan preeklamsia, cenderung ada anggota keluarga yang pernah
menderita hipertensi ataupun preeklamsia, baik dari keluarga ibu maupun keluarga suami. Ibu
yang mengalami preeklampsia, 26% anak wanitanya akan mengalami preeklampsia pula,
sedangkankan hanya 8% anak menantu mengalami preeklampsia(Saifuddin, 2009). Penyakit
hipertensi pada keluarga dapat diturunkan pada anggota keluarga yang lain begitu pula pada
ibu yang hamil.
Riwayat kembar: riwayat gemeli juga dipengaruhi faktor keturunan selain bangsa, umur dan
paritas(Manuaba, 2010).
Penyakit sistemik keluarga yang kemungkinan menurun kepada ibu, misalnya penyakit
jantung, hipertensi, ginjal, diabetes mellitus, dan lain sebagainya menjadi focus untuk
melakukan pemeriksaan pada ibu hamil. Jika ditemukan penyakit sistemik yang menurun,
maka hal ini menjadi salah satu indikasi melakukan persalinan perabdominal. Persalinan
perabdominal memiliki resiko lebih besar terjadi infeksi nifas dibandingkan dengan
persalinan pervaginam.
8) Riwayat psiko-sosial
Riwayat pernikahan. Untuk mengetahui apakah ibu kawin untuk pertama
kali dalam usia reproduksi (20-35 tahun) dimana jika ibu kawin pertama kali pada usia ≤
18 tahun atau ≥ 35 tahun merupaka usia yang ekstrim yang merupakan faktor
predisposisi yang dapat menimbulkan preeklamspsia pada ibu. Digunakan untuk
mengetahui apakah suami ibu memiliki anak yang lahir dari ibu yang mengalami
preeklampsia karena hal ini merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan
kejadian preeklampsia pada ibu
Penelitian telah melaporkan bahwa perempuan multipara yang hamil
dengan pasangan yang berbeda memiliki risiko preeklamsia yang meningkat
(Mostelo,2002)
Respon pasien dan keluarga terhadap kondisi kehamilan klien saat ini.
Keadaan psikis ibu, kehamilan ini diharapkan atau tidak
Adakah mitos yang dipercayai oleh ibu yang berhubungan dengan
kehamilan dan penyakitnya.
Kebiasaan merugikan
9) Pola kehidupan sehari-hari
a. Pola nutrisi
Konsumsi makanan dan minuman yang mengandung vitamin C dan vitamin E merupakan
sistem pertahanan antioksidan. Antioksidan dapat mencegah kerusakan endotel sehingga
produksi tromboksan (vasokonstriktor kuat) tidak meningkat. Pola nutrisi yang baik pada
preeklampsia adalah diet tinggi protein rendah lemak, karbohidrat serta garam. Hal ini
bertujuan untuk melindungi fungsi ginjal dan mencegah peningkatan tekanan darah.
Defisit kalsium pada diet perempuan hamil mengakibatkan risiko terjadinya preeklampsia
dan eklampsia (Wiknjosastro, 2010).
Pada kasus ketuban pecah prematur, salah satu faktor predisposisinya adalah defisiensi
asam askorbik (vitamin C) dan tembaga (Cu) dimana komponen ini merupakan penjaga
elastisitas dari selaput ketuban. (Sarwono, 2010). Kurangnya asupan makanan yang
mengandung zat besi dan vitamin C (sayuran dan buah) menyebabkan kurangnya asupan
nutrisi ibu dan mengakibatkan defisiensi zat besi (Sofian, 2013). Asupan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh secara kronik dapat menyebabkan terjadinya defisiensi berbagai
jenis zat gizi. Defisiensi besi dapat menyebabkan anemia yang dapat meningkatkan risiko
mengalami KPP (Caughey dkk., 2008).
b. Pola eliminasi
Pada preeklampsia berat sering terjadi oligouria (produksi urine < 500 cc/hari)
(Wiknjosastro, 2010)
Pada BAK yang menunjukkan tanda infeksi/ISK (perubahan frekuensi, warna, atau
disertai darah dan nyeri) dapat meningkatkan resiko terjadinya KPP (Manuaba, 2010).
c. Pola istirahat
Menguraikan tentang berapa lama ibu beristirahat, khususnya tidur dalam sehari. Tidur
dibagi menjadi tidur siang dan tidur malam. Normalnya, tidur siang 1-2 jam dan malam
6-8 jam. Bagi ibu hamil multiple kebutuhan istirahat lebih banyak daripada hamil tunggal
(Saifuddin, 2008)
Terdapat gangguan istirahat pada pasien dengan PEB akibat nyeri kepala yang sangat.
d. Pola aktifitas
Menguraikan aktivitas yang dilakukan sehari-hari (berat ringannya aktivitas) dan macam-
macam aktivitas yang dilakukan. Umumnya, ibu hamil dapat melakukan aktivitas ringan
sampai sedang seperti sebelum hamil, hanya saja waktunya dikurangi dan ibu menjaga
agar tidak melakukan aktivitas yang terlalu berat. Pada hamil multiple setelah kehamilan
30 minggu sebaiknya hindari berpergian jauh (Saifuddin, 2008).
Hubungan signifikan juga telah ditemukan antara keletihan karena bekerja dan
peningkatan resiko ketuban pecah dini sebelum cukup bulan diantara wanita
nulipara(tetapi bukan wanita multipara) (Varney, 2007). Memberikan gambarang tentang
seberapa berat aktivitas yang dilakukan di rumah (sulistyawati, 2009). Dikaji pekerjaan di
rumah atau pekerjaan yang dikerjaan sehari-hari.
e. Seksual
Pertanyaan kepada klien kapan terakhir kali berhubungan seksual karena semen yang
keluar dari vagina dapat disalah artikan sebagai cairan amnion (Varney, 2007). Trauma
akibat hubungan seksual merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya KPP
(Nugroho, 2012)
B. Data Objektif
1) Pemeriksaan fisik Umum
Keadaan umum :
Keadan umum penderita PE dan KPP dapat baik sampai lemah.
Kesadaran :
Kesadaran penderita pre-eklmapsia mulai dari composmentis dan seringkali ditemukan
penderita dengan preeklampsia berat yang mendadak mengalami kejang dan jatuh dalam
koma (Wiknjosastro, 2010).
Tanda-tanda vital :
- Pada preeklampsia berat tekanan darah ≥ 160/≥ 110 mmHg (Sarwono, 2010) atau
peningkatan diastolik sebesar 15 mmHg atau peningkatan sistolik sebesar 30 mmHg
(Fraser, 2009).
- Respirasi : Pada pasien preeklampsia dengan pemberian MgSO4, Jumlah RR harus ≥
16 x/menit.
- Suhu : Suhu Tubuh Meningkat juga menggambarkan adanya nekrosis sel parenkim
hati yang luas, dan menunjukkan adanya suatu hepatitis virus tipe fulminan jika
disertai dengan tanda lain yaitu Adanya ikterus yang berat, bilirubin dan
transaminase serum yang sangat tinggi, leukositosis, kesadaran yang menurun
sampai koma, defisiensi faktor pembekuan darah, serta tanda-tanda perdarahan
(Mansjoer, 2010).
Waspadai terjadi adanya tanda-tanda infeksi yaitu suhu ≥38°C, karena infeksi dapat
menyebabkan KPP (Saifuddin, 2009). KPP dapat disebabkan oleh infeksi ataupun
dapat menyebabkan terjadinya infeksi. Pada ibu yang mengalami infeksi akan
menunjukkan tanda-tanda berupa peningkatan suhu tubuh (demam), nadi (takikardi),
respirasi dan tekanan darah.
- Nadi
Pengaruh dari tekanan darah tinggi, nadi menjadi lebih cepat sekitar 80- 100 x/menit,
jika terjadi syok ataupun komplikasi, nadi menjadi lebih cepat, melemah, bahkan
tidak teratur (Nugroho, 2012).
Berat badan sebelum hamil dan kenaikan selama hamil:
Berat badan ibu sebelum hamil ditanyakan untuk mengetahui tingkat gizi ibu dan
seberapa besar kenaikan berat badan ibu saat hamil. Penimbangan berat badan dilakukan
setiap kali kunjungan untuk mengetahui pertambahan berat badan ibu. Normalnya
kenaikan BB pada TM 1 adalah 1-2 kg, pada TM II adalah 5 kg, sedangkan pada TM III
tidak boleh naik 0.5 kg tiap minggu. Normalnya BB selama kehamilan meningkat 10-12
kg.
Untuk menghitung penambahan BB salah satu faktor predisposisi dari preeklamsia adalah
status gizi ibu yang kurang, obesitas juga merupakan faktor predisposisi preeklamsia.
Penambahan berat badan ≥ 2 pon/minggu karena pengaruh kehamilan (Benson, 2008).
Kenaikan berat badan ≥ 0,57 kg/minggu berpotensi terjadi preeklampsia. Pada
primigravida yang mempunyai kenaikan berat badan rendah, yaitu ≤ 0,34 kg/minggu,
menurunkan risiko hipertensi (Wiknjosastro, 2010).
Kegemukan disamping menyebabkan meningkatkan kolesterol dalam darah, juga
menyebabkan kerja jantung yang lebih berat karena jumlah darah yang beredar dalam
tubuh sekitar 15% dari berat badan. Obesitas dapat menyumbangkan risiko preeklampsia
(Rozikhan, 2007).
Berat badan ibu dengan BMI yang lebih terjadi penimbunan lemak pada panggul dan
gangguan kontraksi uterus.Selain itu, produksi kelenjar adipose yaitu leptin dan
kolesterol menghambat terjadinya kontraksi uterus (Caughey, 2016 dan Marroun, 2012).
Tinggi badan
Tinggi badan pada ibu dengan tinggi badan <145 cm berisiko terjadi CPD sehingga
bagian terendah langsung menerima tekanan intrauteri yang dominan dan berisiko terjadi
KPP.
2) Pemeriksaan Fisik Khusus
Muka
80% edema dijumpai pada preeklampsia. Gangguan visus dan serebral ditandai dengan
penurunan kesadaran, nyeri kepala, dan pandangan mata kabur (Saifuddin, 2009).
Mata
Konjungtiva normal warna merah muda, bila pucat menandakan anemia, sclera normal
berwarna putih, kelopak mata bengkak kemungkinan ada preeklampsia.
Dapat disertai gangguan penglihatan pada preeklampsia berat, yaitu skotoma atau
penglihatan berkabut/ kabur, perdarahan retina (Wiknjosastro, 2010)
Dada
Nyeri epigastrium menjadi tanda preeklampsia (Wiknjosastro, 2010). Pada edema paru:
nafas pendek, ronkhi (+)
Abdomen
Salah satu gejala subjektif impending eclampsia adalah nyeri epigastrium, sehingga akan
ada nyeri tekan atau lepas pada epigastrium. Pemerikasaan leopold dilakukan seperti
biasa. Waspadai adanya Nyeri perut, TFU lebih besar dari usia kehamilan waspada
kemungkinan bayi kembar/polihidramnion.
Leopold I : TFU bisa sesuai UK bisa lebih besar atau lebih kecil. Bagian yang terdapat
di fundus bisa kepala, bokong, atau kosong. Hiperplasentosis, misalnya kehamilan
multiple, bayi besar dapat meningkatkan risiko preeklampsia sehingga didapatkan TFU
yang lebih besar. Aliran utero-plasenta yang terhambat dapat menyebabkan IUGR
sehingga didapatkan TFU yang lebih kecil. Pada KPP dalam pemeriksaan leopold dapat
ditemukan TFU lebih besar dari usia kehamilan waspada kemungkinan bayi kembar/
polihidramnion. Gemeli/polihidramnion merupakan salah satu faktor predisposisi terjadi
KPP.
Leopold II : bisa teraba bagian kepala, bokong atau punggung ataupun bagian kecil
janin. Tidak teraba punggung kanan dan punggung kiri atau bagian terendah janin teraba
lunak waspadai adanya kelainan letak. Kelainan letak merupakan predisposisi terjadinya
KPP.
Leopold III : bisa teraba bokong, kepala atau kosong. Bisa digoyangkan ataupun tidak
bisa digoyangkan
Leopold IV : bisa konvergen / divergen. Usia kehamilan sudah aterm (37-40) kepala
janin belum masuk pintu atas panggul (PAP) waspadai adanya kelainan letak atau CPD
merupakan faktor predisposisi KPP.
DJJ menunjukan kesejahteraan janin, normalnya 120 – 160 x/menit, jika < 120 atau > 160
x /menit merukan pertanda fetal distress atau gawat janin dan harapan hidup masih tinggi.
Maka harus segera dilakukan terminasi dengan seksio sesaria, namun apabila
kemungkinan hidup kecil maka terminasi secara pervaginam (Saifuddin, dkk, 2010).
Taksiran Berat Janin (TBJ): janin besar (>4000 gram) merupakan salah satu faktor risiko
mengalami KPP (Caughey dkk, 2008).
Ekstremitas
Adanya edema merupakan salah satu tanda dari preeklampsia juga. Pemeriksaan reflek
patella berguna untuk menilai apakah ibu mengalami kelemahan otot atau tidak. Ibu
preeklampsia berat dengan reflek patella positif, memenuhi syarat untuk diberikan
magnesium sulfat (Saifuddin, 2009).
Genital
Di dalam vagina didapati cairan dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi. Mengenai
pemeriksaan dalam vagina dengan toucher perlu pertimbangan, pada kehamilan yang
belum dalam persalinan perlu membatasi pemeriksaan dalam. Karena pada waktu
pemriksaan dalam, jari pemriksa akan mengakumulasi segmen bawah rahim dengan
flora vagina yang normal, mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat menjadi pathogen.
Pemeriksaan dalam vagina hanya dilakukan kalau KPP yang sudah dalam persalinan atau
yang dilakukan induksi persalinan dan dibatasi sedkit mungkin.
Pemeriksaan spekulum :
Pemeriksaan dengan speculum pada KPP akan tampak keluar cairan dari ostium uteri
eksternum (OUE), kalau belum juga tampak keluar, fundus uteri ditekan, penderita
diminta batuk, mengejan dan mengadakan maneuver valsava, atau bagian terendah
digoyangkan, akan tampak keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada fornik
anterior.
Preeklampsia yang disertai dengan solusio plasenta tidak dapat dilakukan pemeriksaan
dalam jika buka di kamar operasi. Jika tidak ada solusio plasenta, pemeriksaan dalam
dilakukan untuk menentukan rencana asuhan selanjutnya. Saifuddin, dkk (2010)
menyatakan bahwa cara mengakhiri kehamilan (terminasi kehamilan) dilakukan berdasar
keadaan obstetrik pada waktu itu (inpartu atau belum). Pemeriksaan dalam juga untuk
menentukan skor bishop, dimana induksi dengan drip oksitosin dikerjakan bila NST baik,
ibu belum inpartu dengan skor pelvik baik (skor bishop ≥5).
3) Pemeriksaan penunjang
Adalah pemeriksaan yang dapat menunjang, seperti pemeriksaan labolatorium atau rontgen
bila dalam data subjektif maupun objektif memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.
a.Cairan yang keluar dari vagina
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau dan PH-nya. Ada
kemungkinan air ketuban, urine atau secret vagina. Secret vagina ibu hamil pH: 4-5,
dengan kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning. Tes lakmus (tes Nitrazin), jika
kertas lakmus merah muda menjadi biru, menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH
air ketuban 7-7,5, darah dan infeksi vagina dapat menghasilkan tes yang positif palsu.
Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan dibiarkan
kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis.
b.Darah
Trombositopenia berat < 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan cepat
merupakan tanda sindrom HELLP (Saifuddin, 2009).
Kreatinin serum > 1,2 mg/dl.
Peningkatan kadar alanin dan aspartate aminotransferase (peningkatan SGPT, SGOT,
atau keduanya) (Sarwono, 2010).
c.Urin
Pada preeklampsia berat kadar proteinuriapositif, ³ 300 mg/24 jam atau ³ +2 dipstik
dalam pemeriksaan kualitatif.
Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/ 24 jam (indikasi PEB)(Sarwono, 2010).
d.Pemeriksaan USG
Invasi trofoblastik yang abnormal pada arteri spiralis menyebabkan berkurangnya perfusi
plasenta dan meningkatnya tahanan terhadap aliran balik pada arteria uterin.
Bertambahnya velosimetri arteria uterinina yang ditentukan dengan ultrasonografi
Doppler pada trimester pertama atau kedua seharusnya dapat memberikan bukti tak
langsung proses ini sehingga berperan sebagai uji prediktif untuk preeklampsia
(Cunningham, 2012). Selain itu, untuk menilai apakah ada hiperplasentosis misalnya
mola hidatidosa, kehamilan multiple, hidrops fetalis, bayi besar yang dapat memicu
terjadinya preeklampsia. Kemudian, menilai fungsi plasenta (aliran darah janin) dan
pertumbuhan janin (adakah pertumbuhan terhambat janin).
Pemeriksaan ultrasonografi untuk menentukan besar janin, denyut jantung janin,
gangguan pertumbuhan janin, keadaan dan derajat kematangan plasenta, jumlah index
cairan amnion dan kualitas air ketubah. Sebuah AFI normal adalah 5,1-25 cm, dengan
oligohidramnion didefinisikan sebagai kurang dari 5,0 cm dan polihidramnion karena
lebih dari 25 cm. Pada keadaan oligohidramnion, cairan amnion disebut berkurang bila
kantung amnion hanya terlihat di daerah tungkai bawah dan disebut habis bila tidak
terlihat lagi kantung amnion. Pada keadaan ini aktivitas gerakan janin menjadi berkurang.
Struktur janin sulit dipelajari dan ekstremitas tampak berdesakan.
e. NST
Pemeriksaan kardiotokografi seperti nonstress test (NST) dan contraction stress test
untuk mengetahui kesejahteraan janin sebagai reaksi terhadap gerak janin atau kontraksi
uterus. Jika hasil reaktif, maka 98,8% menunjukan kemungkinan besar janin baik. Gerak
janin secara objektif dengan tokografi (10 kali/20 menit).
BAB 4
PEMBAHASAN
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
5.2.1 Bagi Petugas di Fasilitas Kesehatan Primer
DAFTAR PUSTAKA
Barbara, Stright. 2005. Panduan Belajar Keperawatan Ibu-Bayi baru lahir. Jakarta: EGC
Handayani, Wiwik. 2008. Asuhan keperawatan pada klien dengan Gangguan Sistem Hematologi.
Jakarta. Salemba medika.
Angsar, M. Dikman. 2014. “Hipertensi dalam Kehamilan” dalam Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawirohardjo editor Abdul Bari Saifuddin, Jakarta: YBPSP.
Barraco, R.D. dan Chiu, W.C. 2010. Practice Management Guidelines for the Diagnosis dan
Management of Injury in the Pregnant Pantient. Jurnal The EAST, 23 (5):123
Bobak, I.M, Lowdermilk, D.L., & Jensen, M.D. 2004. Maternity Nursing Edisi 4. Jakarta: EGC.
Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL et al. 2005. Williams Obstetri 21nd. Jakarta: EGC.
Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL et al. 2013. Williams Obstetri 21nd. Jakarta: EGC.
Dasuki, D. 2000. Distosia dalam Standar Pelayanan Medis RSUP Dr. Sardjito 2 nd eds, cetakan 1.
Medika FK UGM. Yogyakarta
Fraser, Diane M, 2011. Myles Buku Ajar Bidan Edisi 14 Revisi. Jakarta : EGC
Kementerian RI. 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan
Rujukan. Jakarta: Kemenkes RI.
Leveno KJ, Cunningham FG, Bloom SL et al. 2009. Obstetri Williams Panduan Ringkas. Jakarta:
EGC.
Maharani, Khusnul P. 2018. Hubungan Lama Pernikahan Sampai Hamil Dengan Kejadian
Preeklamsia Pada Primigravida di RSUD Dr M Soewandhie Surabaya. Skripsi. Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya
Mansjoer, Arif, dkk. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius.
Manuaba IBG, Manuaba IAC, Manuaba IBGF. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC
Manuaba, I.A.C. dkk. 2010. Gawat Darurat Obstetri Ginekologi & Obstetri Ginekologi Sosial
untuk Bidan. Jakarta : EGC.
Maryuni, D. K. 2017. Faktor Risiko Ketuban Pecah Dini. National Publich Health Journal,
11(3):133- 137
Mochtar, Rustam. 2011. Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Jakarta: EGC
POGI. 2016. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran: Diagnosis dan Tata Laksana Ketuban
Pecah Dini. Jakarta: Perkumpulan Obstetri Ginekologi Indonesia (POGI) dan Himpunan
Kedokteran Feto Maternal (HKFM).
POGI. 2016. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran: Diagnosis dan Tata Laksana Pre-
Eklampsia. Jakarta: Perkumpulan Obstetri Ginekologi Indonesia (POGI) dan Himpunan
Kedokteran Feto Maternal (HKFM).
Prawirohardjo, Sarwono. 2016. Ilmu Kandungan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Saifuddin, Abdul B, dkk. 2010. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: Bina Pustaka Prawirohardjo
Saifuddin, Abdul. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta: YBPSP
Saminem. 2010. Dokumentasi Asuhan Kebidanan: Konsep dan Praktik. Jakarta: EGC
Sastrawinata, Sulaiman. 2005. Obstetri Fisiologi Bagian Obstetri Ginekologi FK Unpad Bandung.
Bandung: El Eman
Satgas Penakib. 2016. Penatalaksanaan Preeklamsia dan Perdarahan Pasca Persalinan. Surabaya:
Satgas Penakib.
Setiawan, Rizky Pradana. 2016. Hubungan Partas dan Kontrasepsi dengan Preeklampsia Ringan
di Puskesmas Jagir. Artikel Penelitian. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Airlangga, Surabaya.
Wiknjosastro, H. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Yusrawati, dkk. 2014. Faktor Resiko Individual Pada Preeklamsia Pada RSUP Dr Djamil Padang.
Obgin Emas, Tahun V, Volume 1, Nomor 15.
BAB 3
TINJAUAN KASUS
PENGKAJIAN
Masuk kamar bersalin : 01-03-2020 Jam 19.52 WIB
Tanggal pengkajian : 02-03-2020 Jam 22.00 WIB
Tempat : Kamar Bersalin RSUD dr. M. Soewandhie
Oleh : Kelompok
No RM : 581xxx
1 4 H A M I L I N I
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium (17-09-2019)
Hb : 11,6 gr/dL
Golongan darah : O (+)
Albumin urine : (-)
Reduksi urine : (-)
RPR : NR
HbSAg : NR
PITC : NR
4.3 ANALISA
G4P3003 UK 38 minggu, janin tunggal, hidup, intra uterin, presentasi kepala, tak inpartu +
PEB+Obesitas grade I+ Anemia
3.4 PENATALAKSANAAN
Tanggal/ Penatalaksanaan Pelaksana
Jam
02/03/2020 - Menjelaskan hasil pemeriksaan pada ibu, ibu Bidan dan
21.15 mengerti Risqi
- Mengajarkan ibu melakukan teknik relaksasi, ibu
melakukan
- Melakukan observasi Tanda vital dan CHPB
- Memfasilitasi ibu dalam memilih posisi yang
nyaman selam proses persalinan
- Memberikan dukungan dan semangat dalam
menghadapi proses persalinan
TABEL PEMANTAUAN
Tanggal/ TD Nadi Suhu RR Kontraksi DJJ Ket
o
Pukul (mmHg) (x/menit) C (x/menit) (x/menit)
2//3/2020 168/96 79 36,6 21 10.1.25detik 144
21.00
00.00 - 80 - - 10.1.25detik 132
04.00 - 78 - - 10.1.25detik 138
05.00 - 80 - - 10.4.45detik 132
CATATAN PERKEMBANGAN
P :
Tgl/ Jam Penatalaksanaan Pelaksana
16.00 WIB Menjelaskan hasil pemeriksaan, ibu Renggita
mengerti.
16.10 WIB Memberikan HE pada ibu untuk mengatur Renggita
pernafasan dan manajemen nyeri
16.30 WIB Membantu rehidrasi dengan jumlah cairan Renggita
yang dibatasi dan memberikan HE ibu untuk
membatasi konsumsi buah-buahan yang
berair.
Melakukan kolaborasi dengan dokter Renggita
pemberian Nifedipine 1x10 mg dan 1x250mg
18.00 WIB Melakukan pemeriksaan dalam, pembukaan Bidan
tetap Ø 7cm, penurunan kepala H-I
18.30 WIB Mengatur ulang tetesan OD dari 20 tpm ke Renggita
40 tpm sesuai advice DSOG
P: lakukan observasi CHPB tiap 30 menit
19.00 WIB Direncanakan cito SC Bidan